Anda di halaman 1dari 6

GOOD PHARMACY PRACTICE (GPP)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Resep Lanjut

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Endang Fatmawati (1608010002)

Agnes Wira Hapsari (1608010024)

Fitria Andini (1608010034)

Emma Safyra Azizah (1608010042)

Ayudya Putri Ramadhanti (1608010066)

Faisal Zulhi Al Fauzi (1608010068)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019
A. PENDAULUAN
Kefarmasian yang Baik (Good Pharmacy Practice) sebagai perangkat untuk
memastikan Apoteker dalam memberikan setiap pelayanan kepada pasien agar
memenuhi standar mutu dan merupakan cara untuk menerapkan Pharmaceutical Care.
Tujuan GPP adalah sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian khususnya Apoteker
dalam melaksanakan praktik kefarmasian, melindungi masyarakat/pasien dari
penggunaan obat yang tidak rasional. Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB)
atau Good Pharmacy Practice adalah cara untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian
yang baik secara komprehensif, berupa panduan yang berisi sejumlah standar bagi para
Apoteker dalam menjalankan praktik profesinya di sarana pelayanan kefarmasian.
Terdapat 4 aktivitas utama, yaitu promosi kesehatan, pengelolaan dan penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam pelayanan resep, pengelolaan dan
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam swamedikasi (self medication),
dan peningkatan penggunaan obat yang rasional.
B. SISTEM MANAJEMEN MUTU
Menurut Gaspersz (2001), sistem manaiemen mutu (QMS) merupakan
sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek sesuai standar untuk manajemen
sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang
dan atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu. prinsip manajemen
mutu antara lain mutu merupakan tanggungjawab semua anggota organisasi, organisasi
harus menerapkan dokumentasi dan sistem mutu yang dilaksanakan secara efektif
yang melibatkan partisipasi manajemen dan seluruh anggota organisasi, manajemen
mutu harus menjadi panduan dalam penetapan struktur organisasi, proses dan
pemanfaatan sumberdaya menuju kearah terjaminnya mutu produk, setiap
penyimpangan mutu supaya didokumentasikan, melakukan perbaikan proses terus
menerus.
C. SUMBER DAYA MANUSIA
Kualifikasi/persyaratan sumber daya manusia khususnya Apoteker untuk
memberikan pelayanan kefarmasian yang baik antara lain memenuhi persayaratan
administrasi (memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi),
memiliki STRA, berpenampilan professional, sehat, bersih, rapih, menggunakan atribut
praktik (baju praktik, tanda pengenal dll), wajib mengikuti Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan berkesinambungan tentang
Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik (CPFB) untuk seluruh personil.
Dalam melakukan pelayanan kefarmasian seorang Apoteker harus memiliki dan
memelihara tingkat kompetensi sesuai dengan standar kompetensi yang berlaku, dan
menjalankan peran sebagai care-giver (pemberi layanan), decision-maker (pengambil
keputusan), communicator (komunikator), leader (pemimpin), manager (pengelola), life-
long-learner (pembelajar seumur hidup), teacher (pengajar), dan researcher (peneliti).
Selain itu harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan
perundang-undangan, sumpah apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar
pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku dan juga harus mampu
menilai dirinya dalam pengembangan diri yang dapat dilakukan melalui pelatihan,
seminar, pendidikan berkelanjutan maupun belajar secara mandiri.
D. SARANA DAN PRASARANA
Sarana dan prasarana pelayanan kefarmasian harus dapat menjamin
terselenggaranya pelayanan kefarmasian dengan baik, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun sarana prasarana meliputi sarana
pelayanan, sarana penyimpanan, sarana peracikan, sarana pengemasan kembali. Sarana
dan prasarana yang digunakan dalam pelayanan kefarmasian harus memenuhi
persyaratan kekuatan, keamanan, kecukupan, kenyamanan, penerangan dan
kebersihan sesuai kebutuhan serta memiliki ciri dan penandaan yang jelas / spesifik.
E. PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEATAN
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang
berkesinambungan yang dimulai dari a) pemilihan, adalah kegiatan untuk menetapkan
sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai jumlah, jenis dan waktu yang tepat sesuai
dengan kebutuhan agar tercapai penggunaan obat yang rasional. Pemilihan sediaan
farmasi dan alat kesehatan harus berdasarkan pola penyakit, kebutuhan dan
kemampuan daya beli masyarakat, pengobatan berbasis bukti, bermutu dan ekonomis,
budaya masyarakat (kebiasaan masyarakat setempat), pola penggunaan obat
sebelumnya. b) pengadaan, kegiatan yang bertujuan agar tersedia sediaan farmasi
dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Adapun
kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan antara lain sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakan memiliki izin
edar atau nomor registrasi, mutu, keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan
alat kesehatan dapat dipertanggung jawabkan, pengadaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan berasal dari jalur resmi, dilengkapi dengan persyaratan administrasi. Aktifitas
pengadaan meliputi aspek-aspek perencanaan, teknik pengadaan, penerimaan, dan
penyimpanan. c) pendistribusian, adalah kegiatan penyalurkan/menyerahkan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan
pasien. d) penghapusan dan pemusnahan, sediaan farmasi yang sudah tidak
memenuhi syarat sesuai standar yang ditetapkan harus dimusnahkan dengan cara
yang baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Penghapusan dan pemusnahan obat baik yang dilakukan sendiri maupun oleh
pihak lain harus didokumentasikan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. e) pengendalian, dimaksudkan untuk membantu pengelolaan
perbekalan (supply) sediaan farmasi dan alat kesehatan agar mempunyai persediaan
dalam jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari kekosongan dan
menumpuknya persediaan. f) penarikan kembali sediaan farmasi, dilakukan atas
permintaan produsen atau instruksi instansi pemerintah yang berwenang terhadap
sediaan farmasi yang mengandung risiko besar terhadap kesehatan dan hendaklah
dilakukan penarikan sampai tingkat konsumen. g) pencatatan dan pelaporan, dilakukan
pada perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengendalian persediaan, pengembalian,
penghapusan dan pemusnahan sediaan farmasi. h) monitoring dan evaluasi, merupakan
tahapan untuk mengamati dan menilai keberhasilan atau kesesuaian pelaksanaan
Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik disuatu pelayanan kefarmasian. Untuk
evaluasi mutu proses pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, dapat diukur
dengan indikator kepuasan dan keselamatan pasien/pelangganlpemangku kepentingan
(stakeholders), dimensi waktu (time delivery), Standar Prosedur Operasional serta
keberhasilan pengendalian perbekalan kesehatan dan sediaan farmasi.
F. PELAYANAN FARMASI KLINIK
Farmasi Klinik adalah pelayanan farmasi dimana tenaga kefarmasian berinteraksi
langsung dengan pasien yang menggunakan obat untuk mencapai tujuan terapi dan
terjamin keamanan penggunaan obat. Pelayanan farmasi klinik meliputi pelayanan
resep (dispensing), pelayanan informasi obat, konsultasi informasi dan edukasi,
pencatatan penggunaan obat, ldentifikasi, pemantauan dan pelaporan reaksi obat yang
tidak dikehendaki (ROTD) dan efek samping obat, pemantauan terapi obat, ronde
visite, evaluasi penggunaan obat, pelayanan farmasi di rumah dan pemantauan kadar
obat dalam darah. Pelayanan farmasi klinik dilaksanakan untuk mencapai
penggunaan obat yang rasional (pasien menerima obat yang tepat: indikasi, kondisi
pasien, bentuk sediaan, jumlah, dosis, frekuensi, lama dan cara penggunaan; terhindar
dari interaksi obat, efek samping dan reaksi obat yang tidak diharapkan; harga
terjangkau serta mendapat informasi yang tepat) serta menghargaan atas pilihan pasien
dengan tujuan akhir meningkatkan kualitas hidup pasien.
G. PENDOKUMENTASIAN
Dokumentasi adalah penggunaan dokumen untuk membuktikan sesuatu. Tujuannya
sebagai bukti yang dapat dipercaya terhadap pemenuhan GPP; sebagai dokumentasi
catatan mutu terhadap semua aspek pelayanan, pengawasan mutu dan jaminan mutu;
dokumentasi tertulis yang jelas mencegah terjadinya kesalahan; menyediakan jaminan
bahwa aktivitas telah dilaksanakan secara tepat sesuai dengan prosedur yang telah
direncanakan dan disetujui; karyawan mengetahui apa yang harus dilakukan; tanggung
jawab dan wewenang diidentifikasi; format untuk dasar perbaikan. Manfaat dokumentasi
adalah memudahkan penelusuran bila diperlukan baik dalam berbagai aspek seperti
legalitas, keuangan, pendidikan/penelitian dan sebagainya. Apoteker harus menyediakan
dokumen yang dibutuhkan, antara lain pedoman cara pelayanan kefarmasian yang baik,
sumber informasi yang ditetapkan oleh peraturan perundangan yang berlaku, Patient
Medication Record (PMR), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Standar Prosedur
Operasional (SPO).
H. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
Dalam melakukan praktek pekerjaan kefarmasian yang baik seorang Apoteker
harus berdasarkan standar Prosedur Operasional (SPO) untuk masing-masing jenis
kegiatan baik yang dikerjakan oleh Apoteker itu sendiri maupun oleh Apoteker Iain
atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang membantu. SPO perlu secara berkala ditinjau
kembali untuk dapat disesuaikan dan disempurnakan dengan tata urutan dalam
melakukan pekerjaan/ praktek kefarmasian. Adapun pembagian SPO antara lain sebagai
berikut:
1. Standar Prosedur Operasional (SPO) Pengelolaan Sediaan Farmasi Dan
Alat Kesehatan
Dimana dalam standar prosedur operasional pengelolaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan meliputi perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengadaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam apotek, pengadaan sediaan farmasi dan
alat kesehatan antar apotek, penerimaan sediaan farmasi dan alat kesehatan,
penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan pemindahan sediaam farmasi dan
alat kesehatan, pemeriksaan tanggal kadaluwarsa, pengelolaan sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang telah kadaluwarsa pelayanan obat permintaan bidan, penanganan
obat kembalian dari pasien. Tujuan dilakukan prosedur ini dibuat unruk pelaksanaan
dan pengawasan kegiatan perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sehingga
mendapat jumlah dan jenis sesuai kebutuhan dan menjamin ketersediaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan di sarana pelayanan.
2. Standar Prosedur Operasional (SPO) Pelayanan Farmasi Klinik
Dimana dalam standar prosedur operasional pelayanan farmasi klinik meliputi
pelayanan sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa resep, pelayanan sediaan farmasi
dan alat kesehatan dengan resep, pelayanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dengan resep racikan, penyiapan dan penyerahan sirup kering, penyiapan dan
penyerahan tabtet dan kapsul, penyiapan dan penyerahan sediaan farmasi/ alat
kesehatan tertentu, pelayanan resep narkotika, pelayanan informasi obat, konseling,
penyuluhan farmasi, pelayanan residensial (home care). Dari semua pelayanan klinik
tersebut menggunakan SPO dengan isi berupa tujuan, penanggung jawab, prosedur.
Yang membedakan dari SPO adalah dari prosedurnya.
3. Standar Prosedur Operasional (SPO) Higiene Dan Sanitasi
Dimana dalam standar prosedur operasional higiene dan sanitasi meliputi
pembersihan ruangan (tujuan, bahan pembersih yang digunakan, alat pembersih,
ruang lingkup, prosedur), pembersihan lemari es (tujuan, bahan pembersih yang
digunakan, alat pembersih, bagian yang dibersihkan, prosedur), pembersihan alat (
tujuan, perhatian, alat pembersih, bahan pembersih yang digunakan, tempat untuk
membersihkan, bagian yang dibersihkan, prosedur), higene perorangan (tujuan,
penanggung jawab, prosedur).
4. Standar Prosedur Operasional (SPO) Tata Kelola Administrasi
Dimana dalam SPO tata kelola administrasi meliputi Pengelolaan resep ( tujuan,
penanggung jawab, dan prosedur), Pembuatan Patien Medication Record (PMR),
(tujuan, penanggung jawab, dan prosedur), Pencatatan kesalahan peracikan (tujuan,
penanggung jawab, dan prosedur).
5. Standar Prosedur Operasional Lain-Lain
Dimana dalam SPO lain-lain meliputi Pemusnahan resep (penanggung jawab, dan
prosedur), Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan (penanggung jawab, dan
prosedur), Penimbangan bahan baku (penanggung jawab, dan prosedur), Produksi
skala kecil (penanggung jawab, dan prosedur), Pengaturan suhu ruangan
(penanggung jawab, dan prosedur), Penggunaan baju kerja (penanggung jawab, dan
prosedur).

Anda mungkin juga menyukai