FENOMENA KEAUSAN
Disusun Oleh :
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK MESIN UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB I. PENDAHULUAN
Jikalau dua benda bersentuhan sambil bergerak maka akan timbul gesekan.
Orang juga dengan mudah mengerti bahwa akibat yang ditimbulkan gesekan bisa
bermacam-macam misalnya bunyi mencicit, kenaikan suhu permukaan atau
ausnya permukaan. Aktifitas manusia sehari-harinya juga tak luput dari gesekan
ini, apalagi pada dunia industri. Mulai dari bangun tidur dengan menggeliat maka
sendi-sendi bergesekan, mandi dengan menggosok sabun, menyikat gigi, jalan
kaki, naik kendaraan, berputarnya roda, berputarnya bantalan dan masih banyak
lagi.
Tribologi ialah ilmu yang mempelajari gesekan, aus dan pelumasan. Dengan
tribologi pemborosan energi dapat dihemat. Seiring dengan peradaban manusia
yang makin meningkat maka perkembangan ilmu ini juga meningkat. Dimulai
dari bangsa Mesir sampai dengan peneliti-peneliti sekarang. Daerah pelumasan
dibagi menjadi 3 daerah, yaitu: (Elasto) Hydrodynamic Lubrication, Boundary
Lubrication, Mixed Lubrication. Secara prinsip, pelumasan berfungsi untuk
mencegah keausan yang disebabkan oleh gesekan antar benda yang bergerak
relatif. Disamping fungsi pelumas di atas, kegunaan yang lain adalah untuk
mengurangi gesekan, sebagai seal kompresi, mengurangi noise, sebagai media
pendingin komponen mesin, mengurangi karat, serta menjaga benda agar tetap
bersih.
Sebagai akibat dari hilangnya pelumas pada daerah boundary lubrication,
maka keausan menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindari. Proses aus terjadi pada
Boundary lubrication. Keausan terdiri atas keausan adesif, keausan abrasif,
keausan lelah permukaan dan keausan kimiawi. Usaha yang dilakukan untuk
mengurangi aus diantaranya dengan pelumasan dan coating atau pelapisan logam
pada permukaan.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui ilmu tribologi.
2. Mengetahui daerah pelumasan.
3. Mengetahui keausan.
4. Mengetahui contoh permasalahan keausan.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Memahami ilmu tribologi.
2. Memahami daerah pelumasan.
3. Memahamii keausan.
4. Memahami permasalahan keausan.
BAB II. ISI
2.1. Tribologi
Gambar 2.1 Bangsa Mesir memindahkan Colossus pd tahun 1880 SM. Lukisan di
dalam sebuah gua di El Bersheh
b. Abrasive wear
Keausan abrasif disebabkan oleh hilangnya material dari permukaan
sebuah benda oleh material lain yang lebih keras. Ada dua kategori keausan ini,
yaitu :
Gambar 2.6 Perpindahan material karena adhesive wear yang menghasilkan formasi
penggarukan sehingga menyebabkan abrasive wear
Debris berasal dari logam lembaran yang teradhesi pada permukaan alat
cetak, kemudian karena proses pembentukan yang terjadi, serpihan ini akan
menggaruk permukaan pelat, sehingga terjadilah keausan secara abrasif. Gambar
di atas adalah ilustrasi keausan jenis adhesif yang terjadi pada sheet metal forming
antara tool dan logam lembaran yang berlanjut dengan keausan abrasif.
Karena tekanan yang terjadi selama gesekan antara dua benda, maka lubang
yang ada akan melebar. Proses berikutnya adalah menyatunya lubang yang telah
melebar tadi menjadi alur retak sehingga perambatan retak yang terjadi akan
mengakibat terlepasnya permukaan menjadi debris.
Gambar 2.8 Model interaksi antara agen korosif dan permukaan yang rusak
Sebagai contoh, proses oksidasi yang sering terjadi pada sistem kontak
luncur (sliding contact) antar logam. Proses ini lama kelamaan akan menyebabkan
perambatan retak dan juga terjadi abrasi. Peningkatan suhu dan perubahan sifat
mekanis pada asperiti adalah akibat dari keausan kimiawi. Keausan jenis ini akan
menyebabkan korosi pada logam. Interaksi antara agen korosif dan permukaan
yang rusak seperti terlihat dalam Gambar 2.8. Korosi diawali dengan keausan
adhesif yang merusak lapisan film. Sliding yang terus menerus akan
menghilangkan lapisan. Karena adanya bahan yang reaktif maka korosi
berlangsung dengan cepat.
e. Flow wear
Keausan ini terjadi jika partikel permukaan yang lebih lunak mengalir
seperti meleleh dan tergeser plastis akibat kontak lain seperti gambar 2.9.
Tahapan keausan dalam hubungannya dengan waktu pakai terdiri atas tiga
tahap (Jamari, 2006). Tahap pertama adalah tahap running-in. Pada tahap ini,
keausan meningkat secara signifikan tetapi laju keausan berkurang seiring dengan
bertambahnya waktu ataupun rolling maupun jarak sliding (lihat Gambar 2.9).
Tahap kedua adalah steady state dimana keausan masih meningkat tetapi
tidak sebesar saat tahap pertama. Laju keausan (wear rate) telah mengalami
kestabilan linear atau konstan dan tidak berubah dengan berjalannya waktu
ataupun jarak sliding. Keadaan ini berakhir ketika telah terjadi fatigue wear.
Sedangkan tahapselanjutnya adalah wear-out, dimana keausan dan laju aus
mengalami peningkatantajam, sampai akhirnya sebuah permukaan tersebut rusak.
Pada tahap inilah kegagalan lelah mulai berawal.
Silinder adalah bagian dari ruang bakar yang digunakan untuk proses
pembakaran campuran bahan bakar dan udara. Pada saat kompresi dan
pembakaran akan menghasilkan tekanan gas yang tinggi, maka diusahakan tidak
terjadi kebocoran pada ruang bakar tersebut, sehingga dapat menghasilkan tenaga
gerak mesin yang optimal. Bila mesin digunakan dalam jangka waktu yang cukup
lama, dinding silinder sedikit demi sedikit akan mengalami keausan.
Gerakan naik turunnya suatu piston pada dinding silinder sebuah motor
bakar lama-kelamaan menjadi lebih longgar yang mengakibatkan kemampuan
mesin menurun, perubahan ukuran dimensi akibat gesekan disebut keausan.
Keausan dalam motor bakar adalah bagian ruang bakar mesin motor bakar yang
penting karena silinder merupakan tempat terjadinya pembakaran bahan bakar
dengan udara dan juga alur gerak bolak, baik piston. Akibat gerakan tersebut akan
terjadi gesekan antara silinder dan cincin piston yang menyebabkan keausan pada
dinding silinder. Keausan tersebut mengatibatkan ukuran silinder menjadi besar
sehingga penyekatan ruang bakar menjadi kurangiahkan menjadi bocor. Adapun
yang menyebabkan keausan tersebut adalah karena gesekan, panas dan tekanan.
Agar keausan silinder tidak terlalu banyak maka diupayakan bahan yang
digunakan tahanan aus dan juga tahan terhadap panas. Juga diusahakan perawatan
yang teratur menyangkut pelumasan dan pendinginan menggunakan media yang
sesuai.
2.4.1. Proses Terjadinya Keausan
Proses pembakaran pada motor bakar terjadi akibat pemampatan bahan
bakar di dalam silinder sehingga menaikkan suhu bahan bakar tekan dalam ruang
bakar, kemudian disemprotkan bahan bakar ke dalam silinder yang bertekanan
tinggi dan udara panas. Setelah bahan bakar bersentuhan dengan udara udara
panas atau loncatan bunga api maka terjadilah proses pembakaran. Proses
pembakaran bahan bakar ini menimbulkan temperature dan tekanan di dalam
silinder menjadi sangat tinggi dan gas pembakaran mampu mendorong piston
dengan tenaga yang besar sehingga tedadi gesekan pada dinding silinder oleh
cincin pada piston. Pemasangan cincin piston pada silinder harus selalu menekan
dinding silinder dengan gaya pegasnya. Hal ini menambah besarnya gaya gesek
cincin terhadap dinding silinder. Peningkatan temperatur yang terjadi pada ruang
bakar menyebabkan terjadinya pemuaian material cincin - piston dan lebih lanjut
mengadakan tekanan ke dinding silinder. Hal ini juga menyumbang besarnya gaya
gesek terhadap dinding silinder. Kekasaran permukaan bidang kontak antara
dinding piston dengan silinder dan dengan adanya gaya gesek yang besar,
menyebabkan keausan pada dinding silinder semakin mudah. Material silinder
memiliki sifat getas, lunak dan tidak tahan panas akan mudah keausan dinding
silinder. Pemilihan bahan silinder sangat diawasi karena silinder memegang
peranan penting lancarnya gerakan piston.