Anda di halaman 1dari 13

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Definisi paling umum dari keausan yaitu hilangnya bahan dari suatu
permukaan atau perpindahan bahan dari permukaannya ke bagian yang lain
atau bergeraknya bahan pada suatu permukaan. Definisi lain tentang keausan
yaitu sebagai hilangnya bagian dari permukaan yang saling berinteraksi yang
terjadi sebagai hasil gerak relatif pada suatu permukaan.

Keausan yang terjadi pada suatu material disebabkan oleh adanya beberapa
mekanisme yang berbeda dan terbentuk oleh beberapa parameter yang
bervariasi meliputi bahan, lingkungan, kondisi operasi, dan geometri
permukaan benda yang terjadi keausan.

Keausan bukan merupakan sifat dasar material melainkan respon material


terhadap sistem luar (kontak permukaan).

B. Jenis-Jenis Keausan dan Penyebabnya

Mekanisme keausan dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu keausan yang


dikarenakan penyebabnya didominasi oleh perilaku mekanisme dari bahan dan
keausan yang disebabkan oleh perilaku kimia dari bahan itu sendiri. Sedangkan
menurut Koji Kato, tipe keausan terdiri dari 3 tipe yaitu mechanical, chemical,
dan thermal wear (Yanto, 2000).

1. Keausan yang disebabkan Perilaku Mekanis (mechanical)


6

Keausan yang disebabkan oleh perilaku mekanis digolongkam menjadi


abrasive, adheshive, flow,dan fatigue wear.

a. Abrasive Wear

Keausaan ini terjadi jika partikel keras atau permukaan keras yang
kasar menggerus dan memotong permukaan sehingga mengakibatkan
hilangnya material yang ada di permukaan tersebut (earth moving
equipment). Keausan ini dapat tejadi karena tingkat keausan mekanisme
yang ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel
keras atau asperity tersebut.

Faktor yang berperan dalam kaitannya dengan ketahanan material


terhadap abrassive wear antara lain material hardness, kondisi struktur
mikro, ukuran abrasif, dan bentuk. Abrasif bentuk kerusakan
permukaan akibat keausan ini adalah scratching, scoring, dan gouging.
Contoh : micro-cutting, wedge forming, dan ploughing.

Gambar 2.1 Abrasive wear oleh Microcuttin


7

Gambar 2.2 Mekanisme pada Abrasive Wear a) Cutting, b) Fracture,


c) Fatigue dan d) Grain pull-out

b. Adhesive Wear
Keausan ini terjadi jika partikel permukaan yang lebih lunak menempel
atau melekat pada lawan kontak yang lebih keras. Faktor yang
menyebabkan adhesive wear yaitu kecenderungan dari material yang
berbeda untuk membentuk larutan padat atau senyawa intermetalik dan
kebersihan permukaan. Untuk jumlah debris akibat terjadinya aus
melalui mekanisme adhesive ini dapat dikurangi dengan cara yaitu
dengan cara menggunakan material yang keras dan material yang
berbeda (misalnya berbeda struktur kristalnya).

Gambar 2.3 Adhesive Wear Karena Adhesive Shear dan Transfer


8

Gambar 2.4 Proses Perpindahan Logam Karena Adhesive Wear

c. Flow Wear
Keausan ini terjadi jika partikel permukaan yang lebih lunak mengalir
seperti meleleh dan tergeser plastis akibat kontak dengan lain, seperti
Gambar 2.5

Gambar 2.5 Flow Wear oleh Penumpukan Aliran Geseran Plastis

d. Fatigue wear
Fenomena keausan ini didominasi akibat kondisi beban yang berulang
(cyclic loading). Ciri-cirinya yaitu ada perambatan retak lelah dan
biasanya tegak lurus pada permukaan tanpa deformasi plastis yang
besar, seperti: ball bearings, roller bearings dan lain sebagainya.

Gambar 2.6 Fatigue wear karena retak di bagian dalam dan


merambat
9

a. Permulaan retak sebagai hasil dari proses fatik

b. Retak primer merambat sepanjang bidang slip

c. Retak tambahan dari permulaan retak

d. Tambahan retak merambat dan terbentuklah partikel


keausan
10

Gambar 2.7 Skema Penggambaran Proses Retak dari Awal


Retak dan Merambatnya Retak Permukaan

Gambar 2.8 Contoh Terbentuknya Partikel Keausan pada Aus lelah

2. Keausan yang disebabkan perilaku kimia


a. Oxidative Wear
Pada peningkatan kecepatan sliding dan beban rendah, lapisan oksida
tipis, tidak lengkap, dan rapuh terbentuk. Pada percepatan yang jauh
lebih tinggi, lapisan oksida menjadi berkelanjutan dan lebih tebal,
mencakup ke seluruh permukaan.
11

Contoh: Permukaan luncur di dalam lingkungan yang oksidatif.

b. Corrosive Wear
Mekanisme ini ditandai oleh batas butir yang korosif dan pembentukan
lubang. Proses kerusakan ini dimulai dengan adanya perubahan
kimiawi material di permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan
lingkungan ini menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan
dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai
konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan interface
antara lapisan permukaan dan material induk kemudian akhirnya
seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut. Misalnya, permukaan
sliding di dalam lingkungan yang korosif (Budiman, 2005).

Gambar 2.9 Corrosive Wear Karena Patah Geser Pada Lapisan Lentur

Gambar 2.10 Corrosive Wear Karena Pengelupasan yang Terjadi Pada

Lapisan yang Rapuh

c. Keausan Erosi (Erosion Wear)


Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel
padatan yang membentur permukaan material. Jika sudut benturnya
12

kecil, maka keausan yang dihasilkan analog dengan abrasive. Namun,


jika sudut benturnya membentuk sudut gaya normal (90°), maka
keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle failure, skematis
pengujiannya seperti terlihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.11 Keausan Erosi

3. Keausan yang disebabkan Perilaku Panas (Thermal Wear)


a. Melt Wear
Keausan yang terjadi karena panas yang muncul akibat gesekan benda
sehingga permukaan aus meleleh.
b. Diffusive wear
Terjadi ketika ada pancaran (diffusion) elemen yang melintasi bidang
kontak misalnya pada perkakas baja kecepatan tinggi.

Dalam banyak situasi keausan, ada banyak mekanisme yang beroperasi


secara serempak, akan tetapi biasanya akan ada satu mekanisme
penentu tingkat keausan yang harus diteliti dalam hal ini berhubungan
dengan masalah keausan. Hubungan antara koefisien gesek dan laju
keausan belum ada penjelasan yang tepat, karena hubungan keduanya
akan selalu berubah terhadap waktu. Saat ini yang paling banyak
digunakan dan paling sederhana dalam memodelkan keausan adalah
model keausan Archard, beberapa yang lain mencoba mengembangkan
model keausan dengan memasukkan efek gesekan dalam menawarkan
13

model yang lebih akurat yang dibandingkan dengan penelitian


percobaan yang telah dibuat (Rochim, 1993).

C. Teori Sliding, Rolling dan Rolling-Sliding Contact

Keausan pada suatu benda dapat terjadi ketika benda tersebut mengalami
kontak diantara dua permukaan, diantaranya dapat karena benda tersebut
mengalami peristiwa sliding, rolling atau mengalami dua peristiwa yang
bersamaan yaitu rolling sliding (Pawlik, 2002).
1. Teori Sliding Contact
Gesekan biasanya terjadi di antara dua permukaan benda yang bersentuhan,
baik terhadap udara, air atau benda padat. Ketika sebuah benda bergerak di
udara, permukaan benda tersebut akan bersentuhan dengan udara sehingga
terjadi gesekan antara benda tersebut dengan udara. Demikian juga ketika
bergerak di dalam air. Gaya gesekan juga selalu terjadi antara permukaan
benda padat yang bersentuhan, sekalipun benda tersebut sangat licin.
Permukaan benda yang sangat licin pun sebenarnya sangat kasar dalam
skala mikroskopis (asperity). Jika permukaan suatu benda bergeseran
dengan permukaan benda lain, masingmasing benda tersebut melakukan
gaya gesekan antara satu dengan yang lain. Gaya gesekan pada benda yang
bergerak selalu berlawanan arah dengan arah gerakan benda tersebut. Selain
menghambat gerak benda, gesekan dapat menimbulkan aus dan kerusakan.

Gambar 2.12 Sliding contact

2. Teori Rolling Contact


Rolling adalah perbedaan kecepatan sudut (angular) relatif antara dua benda
terhadap suatu axis yang berada dalam suatu bidang tangensial. Yaitu
fenomena terjadinya perpindahan (displacement) secara rotasi pada suatu
14

titik, yang diakibatkan adanya perbedaan ω. Pada problem 2-D untuk dua
buah silinder, kontak yang terjadi berjenis line contact. Rolling contact
sesungguhnya hanya dapat terjadi jika terdapat gesekan, sehingga gaya
tangensial yang dipindahkan akan selalu lebih kecil dari gaya normal. Jika
gesekan dihilangkan, maka hanya terjadi perubahan sudut tanpa diikuti
perpindahan.

Gambar 2.13 Rolling Contact

3. Teori Rolling-Sliding Contact


Rolling contact dapat diartikan adanya kontak antara dua buah benda
dimana benda mengalami rotasi dan adanya pembebanan untuk benda
tersebut sehingga terjadinya kontak. Ketika dua buah benda tersebut
mengalami rotasi yang sama dapat dikatakan bahwa benda tersebut akan
mengalami proses rolling sempurna. Namun dalam kenyataannya kondisi
rolling sempurna sangat sulit ditemui.

Gambar 2.14 Rolling Sliding Contact


15

Ketika benda tersebut berputar, sedemikian sehingga titik kontak bergerak


ke permukaan benda, kemudian ada dua berbagai kemungkinan dimana
kecepatan V1 dari titik-kontak pada permukaan benda satu sama dengan
kecepatan V2 dari titik-kontak di atas permukaan benda dua, atau tidak.
Dalam kasus ini (kecepatan yang sama) orang menyebutnya rolling,
kemudian kasus tentang dorongan dinamakan sliding, atau rolling dengan
sliding.

D. Quality Control

Quality control adalah suatu proses yang pada intinya adalah menjadikan
entitas sebagai peninjau kualitas dari semua faktor yang terlibat dalam
kegiatan produksi.

Quality control atau pengendalian kualitas yang melibatkan pengembangan


sistem untuk memastikan bahwa produk dan jasa dirancang dan diproduksi
untuk memenuhi atau melampaui persyaratan dari pelanggan maupun
produsen sendiri.

Tujuan dari quality control bertujuan untuk memenuhi keinginan costumer


terhadap produk dan service. Tujuan dari quality control adalah untuk
menghasilkan kualitas produk yang baik dan ramah lingkungan. Pelaksanaan
quality control juga mempengaruhi biaya produksi serta ketetapan dan cara
penyampaian.

Pada implement mesin chopper Lu ini quality control sangat berpengaruh


terhadap apa yang akan dihasilkan nantinya. Quality control perlu
diperhatikan dari segi persiapan maupun perawatan agar apa yang dihasilkan
dapat maksimal. Selain itu quality control menjadi faktor yang berperan
dalam kelangsungan suatu mesin.
16

E. Laju Keausan

Laju keausan didefinisikan sebagai hilangnya bahan atau perubahan


dimensional dari suuatu material secara bertahap karena interaksi antara dua
permukaan persatuan dari parameter pengunjukan. Misalnya, perubahan
jumlah material (massa, volume, ketebalan, diameter) per satuan jarak atau
satuan waktu (Iwan, 2014). Laju keausan dinyatakan dalam persamaan
berikut:

1) Menentukan volume Keauasan screw


Keausan pisau = Vawal – Vakhir ........................................(2.1)
Keterangan :
Vawal = Volume awal (mm3)
Vakhir = Volume akhir (mm3)

2) Menentukan Volume awal dan akhir keausan screw


Mo M 1
= ...............................................(2.2)
Vo V 1
Keterangan :
Mo = Massa sebelum pemakaian (kg)
M1 = Massa setelah Pemakaian (kg)
V0 = Volume awal (mm3)
V1 = Volume akhir (mm3)

3) Menghitung Masa Pakai


1 hari = 24 jam (Namun disesuaikan dengan jam operasional alat)

M actual−Rectering Pratice
............................................(2.3)
Rata−ratakeausan

Keterangan :
Rectering Pratice = Batas Minimum Penggunaan (kg)
17

Rata-rata keausan = Disesuaikan dengan jam operasional dan


kondisi

Pada PT. Great Giant Pineapple penggunaan unit kerja implement chopper
LU 2800 perhari adalah 6 jam untuk kondisi normal dan 8 jam untuk kondisi
dala kendala tertentu

M initial− Mactual
Wear Rate= ..................................(2.4)
Masa Pakai

Dimana :
Wear Rate = Perhitungan Tingkat Keausan (kg/Jam)
M initial = Massa awal material (kg)
M actual = Massa akhir material (kg)
Vawal = Volume awal (mm3)
Vakhir = Volume akhir (mm3)
Rectering Pratice = Batas Minimum Penggunaan (kg)

Anda mungkin juga menyukai