PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya gesekan merupakan suatu hal yang sangat sering kita jumpai
baik di kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia industri. Paling sering gesekan
terdapat pada mesin-mesin produksi pada industri. Salah satu akibat yang paling
sering ditimbulkan dari gesekan adalah aus. Keausan ini terjadi akibat adanya
gesekan yang berlebihan yang terjadi pada komponen-komponen mesin. Dengan
terjadinya keausan ini akan menimbulkan kurang maksimalnya kinerja dari mesin
itu sendiri. Sehingga berujung pada kurang maksimal dalam memproduksi suatu
produk.
Maka daripada itu perlunya dipelajari untuk mengatasi permasalahan pada
gesekan dan keausan. Tribologi adalah ilmu yang digunakan untuk menganalisa
fenomena-fenomena diatas. Ilmu yang membahas tentang gesekan, keausan, serta
pelumasan pada permukaan dalam gerak relatif dua benda.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Tribologi
Tribologi adalah ilmu yang membahas tentang gesekan, keausan, dan
pelumasan pada permukaan dalam gerak relatif benda. Berasal dari bahasa Yunani
yaitu tribo yang berarti menggesek atau menggores. Prinsip dari tribologi yaitu
adalah suatu jangkauan dari sebuah gesekan kering (dry sliding) untuk memenuhi
dua permukaan bidang yang bergerak dengan fluid-film lubrication, dan
menghasilkan deformasi elastis pada permukaan sehingga diperlukan
elastodydrodynamic lubrication (EHL).
Tribologi secara saintifik adalah ilmu tentang interaksi permukaan benda
padat yang bergerak dan implikasi yang muncul dari interaksi tersebut.
Permukaan benda yang bergerak terebut biasanya memiliki tekstur yang sengaja
maupun tidak sengaja dibuat setelah proses manufaktur. Karakteristik geometri
dari tekstur sebuah permukaan dapat berupa gelombang (waviness), lay atau
sebuah bentuk permukaan seperti crack yang akan mengelupas dan roughness
atau kekasaran
Dalam karakteristik geometric permukaan yang sangat berpengaruh
terhadap besarnya keausan salah satunya adalah roughness. Roughness adalah
suatu karateristik geometrik dari permukaan yang memiliki perbedaan ketinggiaan
antara permukaan yang puncak dengan permukaan lembahnya. Untuk menghitung
kekasaran dapat menggunakan alat ukur scanning electron micrograph of tie dies.
B. Sejarah Tribologi
Tribologi berasal dari bahasa Yunani, tribos yang artinya menggaruk
(rubbing) atau mendorong sliding). Istilah ini dimunculkan oleh komite dari
Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pengembangan (Organization for
Economic Cooperation and Development) di tahun 1967 [3]. Tribologi adalah
ilmu dan teknologi yang interdisipliner tentang interaksi permukaan dalam
1
pergerakan relatifnya. Dengan kata lain tribology adalah pengetahuan tentang
gesekan (friction), pelumasan (lubrication) dan aus (wear) [3-5].
Definisi dan istilah ini tidak terlalu mengikat dan baku, bahkan para
ilmuwan Cina lebih senang memakai istilah friction engineering daripada
Tribologi [1]. Sejarah tribologi berkembang terus seiring dengan semakin
pesatnya peradaban manusia. Pembuatan roda kemungkinan berawal sekitar 6000
ahun yang lalu. Bangsa Inca yang telah maju peradabannya pun belum
menggunakan prinsip roda [5]. Penggunaan tribologi yang lain muncul dari
permulaan sejarah manusia sejak penggunaan alat pemantik api yang terbuat dari
alat sejenis gerudi panah.
2
Jadi monumen Colossus yang memiliki tinggi 59 kaki atau sekitar 21
meter ini adalah salah satu bukti sejarah tentang adanya tribologi pada masa
dahulu. Sebuah benang merah dalam akar sejarah tribology adalah timbulnya
gesekan dari dua permukaan yang bersentuhan. Dari adanya gesekan ini timbullah
ide untuk melakukan pelumasan agar suatu benda bergerak lebih mudah.
C. Teori Gesekan
Leonardo Da Vinci (1452 - 1519) adalah orang pertama yang melakukan
studi kuantitatif pada masalah gesekan. Eksperimen yang dilakukan adalah
meletakkan balok pada bidang datar dan memberikan beban yang digantungkan
untuk membuat balok tersebut bergerak sliding seperti ditunjukkan pada gambar 2
berikut ini.
Gambar 2. Sketsa percobaan gesekan oleh Leonaro Da Vinci (a) balok (b) balok
pada bidang datar (c) balok pada bidang miring
Dengan metode ini, Da Vinci hanya mampu mengukur gesekan statis dan
kemungkinan besar dia tidak menyadari perbedaan antara gesekan statis dan
kinetik Da Vinci menemukan dua hukum gesekan, yaitu :
1. Gesekan yang ditimbulkan oleh beban yang sama akan memiliki nilai
resistansi yang sama pada awal balok bergerak walaupun balok memiliki
panjang dan lebar yang berbeda.
3
2. Gaya gesekan akan menjadi dua kali lipat apabila massa juga dibuat dua
kali lipat.
Da Vinci mendefinisikan koefisien gesekan sebagai rasio dari gaya
gesekan dibagi dengan gaya normal, yang dirumuskan :
Gambar 3. Efek gaya normal pada koefisien gesekan untuk tembaga sliding pada
aluminium
Pengujian juga dilakukan oleh Bin-Bin Jia, Tong-Sheng Li, Xu-Jun Liu,
Pei-Hong Cong untuk mendapatkan efek gaya normal pada koefisien gesekan
pada berbagai jenis polimer, yaitu Polyamide 66 (PA66), Polyphenylene Sulfide
(PPS), dan Polytetrafluoroethylene (PTFE) dengan pemberian pelumas dan tanpa
pelumas paraffin, hasilnya seperti diperlihatkan pada gambar 4.
4
Gambar 4. Koefisien gesekan sebagai fungsi gaya normal pada berbagai macam
jenis polimer
Diilhami oleh Da Vinci, hukum mengenai gesekan dirumuskan juga oleh
fisikawan Perancis yaitu Guillaume Amontons (1699) yang menyatakan bahwa
koefisien gesekan tidak bergantung pada luas proyeksi permukaan yang
bersentuhan.
Koefisien gesekan tanpa pelumas dari kayu (wood) sliding pada tembaga
seperti terlihat pada gambar 4, dimana area kontak bervariasi dan gaya normal
dibuat konstan, koefisien gesekan mendekati konstan, mendukung hukum gesekan
Amontons. Koefisien gesekan mungkin tidak mendekati konstan untuk material
lunak seperti polimer dan permukaan yang licin (dimana luasan sesungguhnya
kontak secara efektif sama dengan luasan kontak yang terjadi), sebagai contoh
koefisien gesekan pada roda ban mobil semakin meningkat dengan peningkatan
ukuran lebar dari ban.
6
Gambar 7. Koefisien gesekan dari berbagai jenis material
7
semua disain alat mekanik modern menerapkan hukum ini. Yang unik, Hukum
Amontons-Coulomb tidak memiliki pembuktian ilmiah yang akurat.
Kehebatan hukum ini terletak pada hasilnya yang sesuai dengan eksperimen
pada banyak kasus. Seolah-olah dua orang ilmuwan itu berkata, "Kami memang
tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi buktinya hukum ini sesuai
dengan percobaan".
8
D. Rejim Pelumasan
Pada awal permulaan abad ini perilaku gesekan dalam sistem tribo
telah diselidiki oleh para ahli, diantaranya Stribeck (1902), Hersey
(1915), dan McKee (1927). Biasanya gaya gesek dalam sistem pelumasan di
tribologi digambarkan sebagai fungsi dari satu atau lebih parameter
operasional. Daerah pelumasan terbagi dalam 3 bagian. Yaitu:
1. (Elasto) Hydrodynamic Lubrication ((E)HL);
2. Boundary Lubrication (BL);
3. Mixed Lubriation (ML).
Uraian berikut ini akan membahas tentang ketiga tersebut berdasar
hasil penemuan Stribeck dan pengembangan oleh peneliti lainnya.
11
Gambar 10. Bentuk asperiti pada ketiga rejim pelumasan [2].
1. Viscosity
Viscosity adalah kekentalan suatu minyak pelumas yang merupakan
ukuran kecepatan bergerak atau daya tolak suatu pelumas untuk mengalir. Pada
temperatur normal, pelumas dengan viscosity rendah akan cepat mengalir
dibandingkan pelumas dengan viscosity tinggi. Biasanya untuk kondisi operasi
yang ringan, pelumas dengan viscosity rendah yang diajurkan untuk digunakan,
sedangkan pada kondisi operasi tinggi dianjurkan menggunakan pelumas dengan
viscosity tinggi.
12
2. Viscosity Index (Indeks viskositas)
Merupakan kecepatan perubahan kekentalan suatu pelumas ddikarenakan
adanay perubahan temperatur. Makin tinggi VI suatu pelumas, maka akan
semakin kecil terjadinya perubahan kekentalan minyak pelumas meskinpun terjadi
perubahan temperatur. Pelumas biasa dapat memiliki VI sekitar 100, sedang yang
premium dapat mencapai 130, untuk sithetis dapat mencapai 250.
4. Fire point
Fire point adalah menunjukkan pada titik temperatur dimana pelumas akan
dan terus menyala sekurang-kurangnya selama 5 detik.
5. Pour point
Pour point merupakan titik tempratur dimana suatu pelumas akan berhenti
engalir dengan leluasa.
6. Cloud point
Cloud point keadaan dimana pada temperatur tertentu maka lilin yang larut
didalam minyak pelumas akan mulai membeku..
7. Aniline point
Aniline point merupakan pentunjuk bahwa minyak pelumas tertentu sesuai
sifat-sifatnya dengan sifat-sifat karet yang digunakan sebagai seal dan slang. Hal
ini ditetapkan sebagai temperatur dimana volume yang sama atau seimbang dari
minyak pelumas adan aniline dapat dicampur.
9. Ash
Apabila pelumas habis terbakar maka akan terbentuk abu (ash) atau abu
sulfat. Hal ini berhubungan dengan pengukuran kemurnian suatu peluma
14
Distribution of specific wear rate of metallic materials in sliding contact
under different lubrication conditions. (Data from Archard, 1953; Bhansali, 1980;
Hirst, 957; Hokkirigawa, 1997; Holm, 1946; Lancaster, 1978; Rabinowicz, 1980).
Gambar 12. Specific wear rate pada material logam dengan berbagai kondisi
pelumasan
Keausan adesif terjadi bila kontak permukaan dari material atau lebih
mengakibatkan adanya perlekatan (adhesive) anatara satu sama lain, seta
deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi pengikatan (bonding) permukaan
material yang satu oleh yang lain, seperti ditunjukkan pada gambar 13 dan
mekanismenya pada gambar 14.
Faktor yang menyebabkan terjadinya keausan adesif antara lain
kontaminasi permikaan dan terjadinya ikatan (bonding) antar molekul pada
material, yaitu ikatan ion, kovalen, ikatan logam, atau ikatan van der wall dari
material yg bergesekan.
15
Gambar 13. Pengamatan micrographs keausan adesif
Jika diasumsikan titik kontak n dan total jumlah titik kontak konstan
selama sliding, dengan asumsi radius partikel a seperti pada gambar 15, maka
volume keausan dari partikel yang berbentuk setengah bola adalah :
(2.2)
Berdasarkan asumsi diatas, volume keausan V untuk n titik kontak setelah
menempuh sliding distance L, maka dapat dirumuskan :
16
(2.3)
Karena tekanan kontak dalam kondisi deformasi plastis sama dengan nilai
kekerasan (hardness) H dari material yang aus dan beban normal F diberikan pada
material, maka luasan total kontak dapat dinyatakan :
(2.4)
Dengan mensubstitusi persamaan (2.3) pada persamaan (2.4) akan
diperoleh :
(2.5)
(2.6)
Persamaan (2.5) biasa disebut sebagai persamaan archard, dimana Kad
disebut koefisien keausan untuk keausan adesif, secara fisik Kad adalah fraksi
volume keausan pada daerah kontak plastis. Untuk material logam, koefisien
gesekan Kad bervariasi diantara 10-7 hingga 10-2 tergantung kondisi operasional
dan properties material (Archard,1953; Hirst, 1957).
Dalam text book “Friction, wear, Lubrication” oleh Kenneth C Ludema
persamaan Archard dapat juga dituliskan sebagai berikut :
(2.7)
17
Ψ adalah time rate of wear atau wear rate dengan satuan m3/s, W adalah
beban dengan satuan N, v adalah sliding speed dengan satuan m/s, H adalah
hardness material dengan satuan Pa, sedangkan k adalah wear coefficient tanpa
satuan.
Terjadi bila suatu partikel keras dari material tertentu meluncur pada
permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau
pemotongan material yang lebih lunak, seperti diperlihatkan pada gambar 16 dan
mekanismenya pada gambar 17.
18
Gambar 18 Model keausan abrasif oleh identor berbentuk kerucut
(2.9)
Substitusi persamaan (2.9) kedalam persamaan (2.8) diperoleh volume
keausan V sebagai berikut :
(2.10)
(2.11)
Keausan abrasif untuk logam bervariasi antara 10-4 dan 10-1 (Rabinowicz,
1980) tergantung kondisi kontak dan properties material.
Ada dua kategori keausan ini, yaitu:
1. Two body abrasion
Keausan ini disebabkan oleh hilangnya material karena proses rubbing
(penggarukan) oleh material lain yang lebih keras dibanding material yang lain.
Sehingga mateial yang lunak akan terabrasi.
19
2. Three body abrasion
Aus yang disebabkan proses galling sehingga serpihan hasil gesekan
yang terbentuk (debris) mengeras serta ikut berperan dalam hilangnya material
karena proses gesekan yang terjadi secara berulang- ulang. Jadi pengertian “tiga
benda” disini adalah dua material yang saling bergesekan dan sebuah benda
serpihan hasil gesekan. Sedangkan pada keausan “dua benda”, debris atau
serpihan hasil gesekan tidak ada.
Debris berasal dari logam lembaran yang teradhesi pada permukaan alat
cetak, kemudian karena proses pembentukan yang terjadi, serpihan ini akan
menggaruk permukaan pelat, sehingga terjadilah keausan secara abrasif. Gambar 9
di atas adalah ilustrasi keausan jenis adhesif yang terjadi pada sheet metal forming
antara tool dan logam lembaran yang berlanjut dengan keausan abrasif.
20
material setelah mengalami revolusi putaran atau waktu sebelum keausan lelah
muncul. Gambar 19 menunjukkan kegagalan lelah yang terjadi pada ball bearing
dan Gambar 20 menunjukkan mekanisme keausan lelah
Gambar 23. Berbagai macam mekanisme keausan yang timbul karena efek kontak
permukaan
Beragam klasifikasi keausan beserta mekanismenya telah menjadi kajian
seputar Tribologi, diantaranya pula mild wear dan severe wear. Dalam logam,
“severe” wear berhubungan dengan material yang besar dari serpihan (debris)
logam akibat proses sliding, sedangkan “mild” wear adalah serpihan yang lebih
halus dan terbentuk dari partikel oksida (Adachi, 1997). Untuk keramik, “severe”
wear dihubungkan dengan patah rapuh (brittle fracture), sedangkan “mild” wear
dihasilkan dari hilangnya permukaan benda dari sebuah reaksi hydrasi.
22
5. Tribo chemical wear
Keausan kimiawi merupakan kombinasi antara proses mekanis dan proses
termal yang terjadi pada permukaan benda serta lingkungan sekitarnya.
Gambar 25. Model interaksi antara agen korosif dan permukaan yang rusak [3].
Sebagai contoh, proses oksidasi yang sering terjadi pada sistem kontak
luncur (sliding contact) antar logam. Proses ini lama kelamaan akan menyebabkan
perambatan retak dan juga terjadi abrasi. Peningkatan suhu dan perubahan sifat
mekanis pada asperiti adalah akibat dari keausan kimiawi. Keausan jenis ini akan
menyebabkan korosi pada logam. Interaksi antara agen korosif dan permukaan
yang rusak seperti terlihat dalam Gambar 11. Korosi diawali dengan keausan
adhesif yang merusak lapisan film. Sliding yang terus menerus akan
menghilangkan lapisan. Karena adanya bahan yang reaktif maka korosi
berlangsung dengan cepat.
G. Pengurangan Keausan
Untuk mengurangi keausan yang terjadi, ada berbagai konsep yang diterapkan
para ahli tribology bisa diminimalisasi dengan perlakuan pada pelat ataupun
pada alat pembentuknya.
23
Gambar 26. Skematis galling dalam SMF dan tiga konsep yang digunakan untuk
mengurangi galling [4].
Berbagai macam alat uji keausan yamg digunakan untuk menguji keausan
antara lain terdapat pada gambar 27.
24
Gambar 27 Berbagai macam alat uji keausan (a) pin-on-disk (b) pin-on-flat (c)
pin-on-cylinder (d) thrust washer (e) pin-into-bushing (f) rectangular flats on
rotating cylinder, (g) crossed cylinder (h) four ball
25
2. Pin-on-Flat Reciprocating
Pada pengujian ini, plat bergerak translasi bolak - balik dan pin ditahan
diam, atau sebaliknya pin plat yang diam dan pin bergerak bolak - balik,
seperi yang ditunjukkan pada gambar (27b) Pin dapat berupa sebuah bola,
ujung setengah bola, atau silinder dengan ujung flat atau datar.
3. Pin-on-cylinder ( Edge Loaded )
Pengujian ini sama dengan pengujian pin-on-disk, kecuali beban pada pin
bergesekan dengan permukaan yang melingkar pada disk seperti yang
ditunjukkan pada gambar (27c). Pin dapat berupa silinder dengan ujung
datar atau setengah bola.
4. Thrust Washer ( Face Loaded )
Pada tes ini permukaan datar silinder atau ring (washer) berotasi diatas
permukaan datar ring yang diam, dan beban diberikan pada permukaan
datar ring yang diam, seperti yang ditunjukkan pada gambar (27d). ring
dapat berupa silinder pejal atau silinder berlubang di bagian tengahnya.
Tes ini biasanya digunakan untuk menguji material yang tegangannya
rendah, seperti jurnal bearing.
5. Pin-into-Bushing ( Edge Loaded )
Pada pengujian ini, gaya axial diberikan untuk menekan tabung seperti
ditunjukkan pada gambar (27e).
6. Rectangular Flats on Rotating Cylinder ( Edge Loaded )Pada pengujian
ini, dua balok mengapit silinder yang berputar, dimana satu balok diam
dan balok yang lainnya diberi beban seperti ditunjukkan pada gambar
(27f).
7. Crossed Cylinder
Pengujian ini terdiri dua silinder yang tengahnya berlubang atau dua
silinder pejal, salah stu diam dan silinder yang lain berotasi dengan sudut
90o seperti ditunjukkan pada gambar (27g).
26
8. Four Ball
Pengujian ini terdiri empat bola yang dibentuk tetrahedral. Bola yang
paling atas berotasi dan menggosok tiga bola dibawahnya yang ditahan
diam pada posisinya, seperti ditunjukkan pada gambar (27h)
Alat uji keausan yang digunakan untuk pegujian keausan polimer yang
dilakukan oleh Bin-Bin Jia, Tong-Sheng Li, Xu-Jun Liu, Pei-Hong Cong seperti
pada gambar 2.20 adalah tribometer dengan tipe kontak pin-on-disk.
Gambar 28. Eksperimental alat uji keausan type pin on disk oleh Bin-Bin Jia,
Tong-Sheng Li, Xu-Jun Liu, Pei-Hong Cong
Specimen yang diujikan adalah berupa tiga macam specimen polimer pin
di gesekkan pada specimen polimer disc yang sama, yaitu polytetrafluoroethylene
(PTFE), polyamide 66 (PA66) dan polyphenylene sulfide (PPS).
Parameter tribologi yang diperoleh dari hasil eksperimen diatas berupa
specific wear rate K, dari persamaan Archard dirumuskan :
(2.12)
(2.13)
27
Pengujian dilakukan dengan load dan sliding speed yang bervariasi
dengan kondisi tanpa pelumas dan dengan pelumasan, akan dihasilkan grafik
seperti pada gambar 29.
Gambar 29 Efek variasi load (grafik kiri) dan efek variasi sliding speed (grafik
kanan) terhadap specific wear rate material polimer (a) PTFE (b) PA66
28
BAB III
Penutup
Tribologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti menggaruk atau
mendorong. Tribologi ialah ilmu yang mempelajari gesekan, aus dan pelumasan.
Dengan tribologi pemborosan energi dapat dihemat. Seiring dengan peradaban
manusia yang makin meningkat maka perkembangan ilmu ini juga meningkat.
Dimulai dari bangsa Mesir, Leonardo da Vinci, Stribeck sampai dengan
peneliti-peneliti sekarang. Daerah pelumasan dibagi menjadi 3 rejim, yaitu:
(Elasto) Hydrodynamic Lubrication, Boundary Lubrication, Mixed Lubrication.
Proses aus terjadi pada Boundary lubrication. Keausan terdiri atas keausan adesif,
keausan abrasif, keausan lelah permukaan dan keausan kimiawi. Usaha yang
dilakukan untuk mengurangi aus diantaranya dengan pelumasan dan coating atau
pelapisan logam pada permukaan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Bhushan, Bharat, Principles and Applications of Tribology, John Wiley & Sons
Inc., 1999
K.C. Ludema, Friction, Wear, Lubrication : A Textbook in Tribology, CRC Press
Inc., 1996
Khousary, Michael. Applied of Tribology. John Wiley & Sons Inc., 1999
T. A. Stolarski. Tribology in Machine Design, Butterworth-Heinemann, 2000
[1]http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?
artikel&1181306819&7, 21/05/2008.
[2]Hironaka, S. (1984). “Boundary lubrication and
lubricants”. Three bond technical news. (9), 1-
6.
30