Anda di halaman 1dari 12

Stress Diperberat Akibat Kerja

Erwin Febrianto 102013399


Giovani Nando Erico Diantama 102015078
Alan CrispapanrioPatandianan 102015179
Irene Andrea Handaka 102014098
Cindi Erica 102015041
Inesa Unika Sakaria 102015122
Greetty Permatahati 102015148
Switha Martha Sinaga 102015178
Chandraleka A/P Ravi Chandran 102015236
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat

Pendahuluan
Stres akibat kerja adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh kondisi-kondisi
ditempat pekerjaan yang berdampak negatif pada kinerja seseorang atau pada kesehatan fisik dan
juga jiwanya. Atau dapat dikatakan, stres akibat kerja timbul dikarenakan adanya
ketidakseimbangan antara hasil kerja yang diharapkan dengan kemampuan untuk mewujudkannya
atau mencapainya.
Banyak penyebab yang menjadikan seorang pekerja mengalami stres pada tempat
kerjanya,seperti kejenuhan dalam pekerjaan,beban kerja yang terlalu berlebihan,waktu kerja yang
tidak sesuai,jam istirahat kerja, dan hubungan antar individu dalam pekerjaan tersebut.Untuk
mendiagnosis seseorang dengan stres akibat kerja diperlukan anamnesis yang benar serta
pemeriksaan psikiatri untuk menyingkirkan stres akibat pengaruh hal lain.
Demikian juga dibutuhkan tujuh langkah menentukan diagnosis okupasi dikarenakan kasus
ini merupakan salah satu penyakit akibat kerja. Dalam makalah ini,juga akan dibahas bagaimana
penatalaksanaan dan pencegahan terhadap stres akibat pekerjaan.

1
Langkah-langkah Mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja
1. Diagnosis Klinis
Anamnesis
Anamnesis merupakan pengambilan data yang dilakukan dengan mengajukan serangkaian
pertanyaan pada pasien (autoanamnesis) maupun pada keluarga pasien (alloanamnesis). Hal ini
dilakukan bertujuan untuk mengungkap peristiwa/kejadian-kejadian apa saja sehingga dapat
menegakkan dan menyingkirkan diagnosis. Pada anamnesis ditanyakan mengenai identitas pasien,
keluhan utama yang dan lamanya, riwayat penyakit sekarang (karakter keluhan utama,
perkembangan dan perburukannya, kemungkinan adanya faktor pencetus, dan keluhan penyerta),
riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga termasuk riwayat penyakit menahun, riwayat
pribadi (kelahiran, imunisasi, makan dan kebiasaan) dan riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal,
kebersihan, sosial ekonomi).
Pada kasus ini dilakukan autoanamnesis terhadap pasien. Yang ditanyakan:
 Keluhan utama : sulit tidur sejak 1 bulan
 Riwayat penyakit sekarang :
o frekuensi berapa kali sehari
o muncul secara tiba-tiba atau perlahan
o muncul sepanjang hari atau saat-saat tertentu
o muntah
o faktor yang memperberat dan memperingan
o keluhan penyerta seperti begah, nyeri perut/uluhati (terutama kuadran kanan atas) dan
lainnya +/-
 pusing,
 susah tidur
o sudah melakukan pengobatan sebelumnya ? obat apa ? efeknya bagaimana?
 control yang ketiga kalinya
 Riwayat penyakit dahulu
o Sebelumnya sudah pernah mengalami hal serupa?
o Riwayat penyakit maag? dyspepsia?
 Riwayat pekerjaan
o pekerjaan  manajer marketing perusahaan bir di cibitung

2
o sudah sejak kapan  1 tahun
o waktu bekerja dalam sehari
o apakah pekerjaan ini dilakukan pasien atas keinginannya sendiri atau tidak? adaakah hal-
hal lain yang mempengaruhi?
o tugas-tugas seperti apa yang harus dikerjakan oleh pasien, seberapa banyak
o ada kesulitan-kesulitan yang dialami saat bekerja atau tidak? (misalnya hubungan dengan
atasan, rekan kerja, deadline, pekerjaan yang tidak sesuai, pekerjaan yang monoton dll)
 apakah pasien tidak mampu menyesuaikan diri?
 apakah pasien tidak mampu mengatasi beban pekerjaan yang diberikan kepadanya?
 Riwayat Kebiasaan dan Sosial Ekonomi
o konsumsi alcohol, rokok, kafein
o kebiasaan olahraga

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Sklera, konjungtiva : Tidak ikterik, tidak anemis
Tanda-tanda vital : (dalam batas normal)
Pemeriksaan thorax : (dalam batas normal)
Pemeriksaan abdomen : (dalam batas normal)

Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis dari kasus ini yaitu gangguan penyesuaian dengan afek depresi. Gejala
gangguan penyesuaian sangat bervariasi, dengan depresi, kecemasan, dan gangguan campuran
adalah yang paling sering pada orang dewasa.2
ICD-10 dan DSM-IV mendefinisikan gangguan penyesuaian sebagai ytv Berdasarkan
definisi yang diungkapkan, gangguan penyesuaian selalu didahului oleh satu atau lebih stressor.
Kadar kekuatan dari stressor tersebut tidak selalu sebanding dengan kadar kekuatan gangguan
yang dihasilkan. Kadar dari stressor tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks,
seperti derajat stressor, kuantitas, durasi, lingkungan maupun konteks pribadi yang menerima
stressor tersebut. 3

3
Gangguan penyesuaian didiagnosis saat seseorang memiliki gejala kejiwaan saat
menyesuaikan diri terhadap keadaan baru. Gejala-gejala yang muncul bervariasi, misalnya depresi,
kecemasan, atau campuran di antara keduanya. Gejala campuran ini yang paling sering ditemukan
pada orang dewasa. Berikut adalah gabungan dari beberapa gejala gangguan penyesuaian: 3
 Gejala psikologis. Meliputi depresi, cemas, khawatir, kurang konsentrasi, dan mudah
tersinggung.
 Gejala fisik. Meliputi berdebar-debar, nafas cepat, diare, dan tremor.
 Gejala perilaku. Meliputi agresif, ingin menyakiti diri sendiri, alcohol abuse, penggunaan
obat-obatan yang tidak tepat, kesulitan sosial, dan masalah pekerjaan.
Gejala-gejala tersebut muncul bertahap setelah adanya kejadian yang penuh tekanan, dan
biasanya berlangsung dalam waktu sebulan (ICD-10) atau 3 bulan (DSM IV). Gangguan ini jarang
terjadi lebih dari 6 bulan. Disebut akut jika gangguan terjadi selama kurang dari 6 bulan. Dikatakan
kronik jika gangguan terjadi selama 6 bulan atau lebih lama. Adjusment disorder dikode
berdasarkan pada sub tipenya, yang dipilih berdasarkan gejala yang predominan.
Tabel 1. Subtipe Gangguan Penyesuaian

Sumber: diadaptasi dari DSM-IV-TR (Nevid dkk, 2005)

4
2. Pajanan
Faktor Fisik : -
Yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume udara perkapita atau luas lantai
kerja maupun hal-hal yang bersifat fisis seperti penerangan, suhu udara, kelembaban udara,
tekanan udara, kecepata aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi, gelombang
eltromagnetis.2
Faktor Biologis : -
Semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun hewan. Dari yang paling sederhana
bersel tunggal sampai dengan yang paling tinggi tikatannya.2
Faktor Kimia : -
Semua zat kimia anorganis dan organis yang mungkin wujud fisiknya merupakan salah satu atau
lebih dari bentuk gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan, dan atau zat padat.2
Faktor Ergonomis atau fisiologis : -
Interaksi antara faal kerja manusia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya seperti konstruksi
mesin yang disesuaikan dengan fungsi indra manusia, postur dan cara kerja yang
mempertimbangkan aspek antropometris dan fisiologis manusia.2
Faktor Mental dan Psikologis :
Reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja,
struktur dan prosedur organisasi pelaksanaan kerja dan lain-lain. Stress akibat kerja dapat
menyebabkan gangguan perilaku dan jiwa di lingkungan kerja. Stress akibat kerja didefinisikan
sebagai stress dalam kesehatan kerja akibat ketidakseimbangan antara hasil kerja yang diharapkan
dengan kemampuan untuk merealisasikannya. Stress merupakan problem kesehatan kerja yang
penting karena secara signifikan menyebabkan kerugian ekonomis. Menurut Cooper & Marshal
ada 6 faktor yang dapat menyebabkan stress terkait dengan suatu organisasi yaitu :
i. Faktor intrinsik
Lingkungan pekerjaan dalam kondisi kerja yang tanpa variasi dan tidak nyaman akan
menyebabkan gangguan kesehatan, beban kerja berlebihan, beban kerja yang sulit
dikerjakan dikarenakan ketidakcukupan ketrampilan dari pekerja.

5
ii. Peran dalam organisasi
Kurang penjelasan informasi mengenai tugas, kewajiban serta hak, pekerja kurang
memahami apa yang diharapkan dari pekerjaannya, ketidaknyamanan melakukan
pekerjaan karena tidak sesuai keinginan si pekerja.
iii. Pengembangan karir
Kurangnya rasa keamanan dari pekerjaannya, memasuki awal pensiun, ketidakjelasan
status, merasa frustasi dalam upaya mencapai puncak karir di perusahaan
iv.Struktur dan iklim organisasi
Struktur organisasi yang memungkinkan pekerja kehilangan identitas dan kebebasan
individu, aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan yang berdampak pada pekerja, aturan yang berlebihan.
v.Hubungan dalam organisasi
Hubungan yang tidak baik dengan atasan, bawahan maupun rekan sekerja serta
kurangnya dukungan sosial dari rekan sekerja
vi. Ketidak seimbangan antar kehidupan internal perusahaan dengan kehidupan diluar
perusahaan.
3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa
pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan
diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari
lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang di derita
(konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).4
4. Besar Pajanan yang Dialami
Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu,
maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan
membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit
akibat kerja. Hal ini dapat diperkuat juga dengan mengetahui patofisiologis penyakit serta
pemakaian alat pelindung diri.4

6
5. Peranan Faktor Individu
Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit.
Dalam hal ini diperlukan status kesehatan fisik penderita seperti riwayat alergi, perlu diketahui
riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif
terhadap pajanan yang dialami, kebersihan personal, kepatuhan dalam menaati peraturan terkait
tempat kerja penderita, kebiasaan berolahraga.5
 Perlu diketahui status kesehatan fisik pasien yang mengakibatkan penderita lebih
rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
 Perlu diketahui apakah sebelumnya pasien atau keluarga pasien memiliki riwayat
gangguan psikiatri.
 Perlu diketahui karakteristik kepribadian pasien, bertolak dari pendapat bahwa individu
memiliki ambang stres yang berbeda.
6. Faktor Lain di Luar Pekerjaan
Meliputi kebiasaan individu sehari-hari (merokok, minum minuman beralkohol, jarang makan
makanan sehat), ada atau tidak adanya pajanan di rumah seperti masalah keluarga (perceraian,
kematian pasangan hidup, dll), masalah ekonomi, hobi individu, apakah individu memiliki
pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama.2
7. Diagnosis Okupasi
Sesudah menerapkan keenam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi
yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu
pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya
memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu
menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit
apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan
menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu
keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.
Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja
diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari
pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan data
epidemiologis.3

7
Cara menentukan diagnosis setelah melewati poin-poin diatas:
 Jika poin 2,3,4 positif, sedangkan poin 5,6 negatif  PAK
 Jika poin 2,3,4 negatif, sedangkan poin 5, 6 positif  bukan PAK
 Jika poin 2,3,4 positif dan salah satu dari poin 5 atau 6 positif  diperberat

Penyebab stres dalam pekerjaan ada 2 menurut Cooper dan Davidson, yakni:
a. Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam
perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam
suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam
perusahaan.
b. Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe
kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap
diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.2

Kondisi-kondisi kerja (on-the-job) yang menyebabkan stress adalah sebagai berikut :


1. Beban kerja yang berlebihan
2. Tekanan atau desakan waktu
3. Kualitas supervise yang jelek
4. Iklim politis yang tidak aman
5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai
6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab
7. Kemenduaan peranan (role ambiguity)
8. Frustasi
9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok
10. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan
11. Berbagai bentuk perubahan

Di lain pihak, stress karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi di luar
perusahaan. Penyebab-penyebab stress “off-the-job” antara lain :
1. Kekhawatiran financial
2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak

8
3. Masalah-masalah fisik
4. Masalah-masalah perkawinan (misal : perceraian)
5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal
6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.

Diagnosis Banding
Depresi
Gangguan depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan
berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif
mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar. Gangguan depresif masuk dalam kategori
gangguan mood, merupakan periode terganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan
suasana perasaan murung dan gejala lainnya termasuk perubahan pola tidur dan makan, perubahan
berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia (kehilangan minat apapun), lelah, perasaan putus
asa dan tak berdaya serta pikiran bunuh diri. Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang
panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari
pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya. Klasifikasi Depresi24
Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis episode depresif (F32) adalah sebagai berikut: Gejala utama
( pada derajat ringan, sedang, dan berat) : 1) Afek depresif 2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah ( rasa lelah yang nyata
sesudah kerja sedikit saja ) dan menurunnya aktivitas.3 Gejala Lainnya : 1) Konsentrasi dan
perhatian berkurang 2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang 3) Gagasan tentang rasa bersalah
dan tidak berguna 5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri 6) Tidur
terganggu.

Kecemasan
Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap
kesehatan. Individu-individu yang tergolong normal kadang kala mengalami kecemasan yang
menampak, sehingga dapat disaksikan pada penampilan yang berupa gejala-gejala fisik maupun
mental. Gejala tersebut lebih jelas pada individu yang mengalami gangguan mental. Lebih jelas
lagi bagi individu yang mengidap penyakit mental yang parah. Menurut DSM-IV yang dimaksud
gangguan cemas adalah suatu keadaan atau ketakutan yang berlebih-lebihan dan menetap

9
sekurang-kurangnya selama 6 bulan mengenai sejumlah kejadian atau aktivitas disertai oleh
berbagai gejala spmatik yang menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi social, pekerjaan dan
fungsi-fungsi lainnya.3

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stress di tempat kerja secara menyeluruh tidak hanya membutuhkan
kooperasi dan partisipasi pasien tapi juga partisipasi aktif organisasi tempat kerja, melaksanakan
perbaikan tempat kerja seoptimal mungkin, menciptakan manajemen yang terbuka, terlaksananya
komunikasi dua arah antara pekerja dan pimpinan, memberikan tugas-tugas dan otoritas tugas yang
jelas memberikan target-target yang menantang tapi mudah dicapai, jadwal kerja yang fleksibel
tapi terncana, memberikan teguran pada pekerja yang salah secara wajar, adil tanpa kekerasan.
 Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres yang dialami dengan cara
memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami
tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh
yang lain. Obat-obatan yang digunakan biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi.
 Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami sehingga
diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang lain.
 Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan
seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi redukatif di mana
psikoterapi suportif memberikan motivasi atau dukungan agar pasien mengalami percaya diri,
sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang. Selain
itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.

Pencegahan
Ada berbagai cara untuk mengatasi stress. Jika akibat stres telah mempengaruhi fisik dan
bahkan menimbulkan penyakit tertentu, peranan obat / medikasi biasanya diperlukan.namun obat
itu sendiri kurang efektif untuk mengatasi stress dalam jangka panjang. Ada efek negatif bila

10
menggunakan obat terus menerus. Disamping obat-obat tertentu membutuhkan biaya yang
mahal,obat juga bias mengakibatkan ketergantungan dan bahkan membuat orang tertentu kebal
terhadap obat tertentu.Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling
berat, maka dapat dilakukan dengan cara :
Penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention diseases)
pada penyakit akibat kerja.2 Peningkatan kesehatan (health promotion) misalnya pendidikan
kesehatan jiwa, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, lingkungan kerja yang
memadai, rekreasi. Kemudian perlindungan khusus (specific protection) misalnya imunisasi,
hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja
dengan menggunakan alat pelindung diri.
Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan yang tepat (early diagnosis and prompt treatment)
misalnya pemeriksaan kesehatan awal, pemeriksaan kesehatan berkala, pelayanan
kesehatan/poliklinik dan kb, diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta pembatasan
titik-titik lemah untuk terjadinya komplikasi. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation)
misalnya memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komperhensif, mengobati tenaga kerja
secara sempurna, dan pendidikan kesehatan. Pemulihan kesehatan (rehabilitation) misalnya
rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin
perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.

KESIMPULAN
Stres dapat dialami oleh setiap orang dan dapat diakibatkan berbagai faktor. Stres juga dapat
memiliki dampak baik dan dampak buruk. Berdasarkan skenario, dan 7 langkah mendiagnosa
okupasi didapatkan bahwa laki-laki tersebut terdiagnosa stres diperberat akibat kerja.

Daftar Pustaka
1. Nasution K, Adi NP. Stres okupasi masalah kesehatan pekerja yang terabaikan. J Indon
Med Assoc 2011 Dec 61:12:471-3
2. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC. 2010.h.1-10
3. Kandou JE. Gangguan Penyesuaian. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, editors. Buku
Ajar Psikiatri. Jakarta: FK UI; 2010.

11
4. Rahmiwati. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pasien dyspepsia fumgsional dengan
penanggulangan gangguan psikosomatik dyspepsia fumgsional di RS Dr. M. Djamil
Padang. Fakultas Perawatan Universitas Andalas. 2010.
5. Atkinson,R.L, Hilgard,E.R, dan Richard,C.A. 2008. Pengantar Psikologi. Jakarta:
Erlangga.
6. Maramis, W.F. & Maramis, A.A., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2. Surabaya
: Airlangga University Press.
7. Hawari, D., 2011. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

12

Anda mungkin juga menyukai