PENELITIAN FUNDAMENTAL
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
NOVEMBER 2013
HALAMAN PENGESAHAN
ii
RINGKASAN
iii
PRAKATA
Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan karunia-Nyalah sehingga penelitian ini dapat terlaksanakan hingga
tersusunnya Laporan Akhir ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang ikut
membantu terlaksananya penelitian ini, antara lain kepada:
Penelitian ini telah dilaksanakan dengan usaha yang maksimal. Namun penulis
menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian hingga Laporan Akhir ini masih
terdapat banyak kekurangan yang dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis.
Karena itu, segala saran dan kritik konstruktif dari manapun datangnya akan penulis
terima dengan lapang dada. Akhir kata, penulis berharap agar hasil penelitian ini
memberikan informasi yang berharga tentang batako ringan styrofoam.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Bahan pengemas styrofoam atau polystyrene juga telah menjadi salah satu
pilihan yang paling popular dalam bisnis pangan. Styrofoam yang dibuat dari
kopolimer styrene ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah
kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan
tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap
mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang mempertahankan
kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, lebih aman, serta ringan.
2.1 Styrofoam
4
5
butiran yang berisi udara minuman-minuman beralkohol atau bersifat asam juga
meningkatkan laju migrasi.
Bangunan dengan bobot massa yang ringan memiliki keamanan yang relatif
baik terhadap gaya gempa (Amri, 2005). Pembuatan dan penggunaan beton ringan
bertujuan untuk mengurangi bobot terutama untuk bangunan yang bertingkat tinggi.
Berbeda dengan beton berat normal yang mempunyai prosedur perencanaan
campuran (mix design) yang jelas, perencanaan campuran beton ringan lebih banyak
dilakukan secara trial and error, karena beton ringan selalu mempunyai porositas
yang tinggi yang potensial menyerap banyak air. Dewasa ini, beton ringan dengan
berat 120 kg/m3 sudah bisa diperoleh (Nawy, 2008).
Beton ringan adalah beton yang mempunyai kepadatan lebih rendah daripada
beton normal. Klasifikasi kepadatan beton ringan tergantung dari penggunaan beton
tersebut. Beton ringan untuk komponen struktural sesuai ASTM C 330 mempunyai
kekuatan silinder pada umur 28 hari tidak kurang dari 17 MPa dan kepadatannya
tidak lebih dari 1840 kg/m3 menggunakan ASTM C 567. Biasanya beratnya berkisar
antara 1400 – 1800 kg/m3 (Neville dan Brooks, 1987). Beton ringan untuk komponen
nonstruktural sesuai ASTM C 331 mempunyai kekuatan antara 7–14 MPa dan
kepadatannya antara 500–800 kg/m3. Yusuf dan Elvira (2007) mendapatkan beton
ringan struktural dengan berat kurang dari 1800 kg/m3 dan kuat tekan lebih dari 17
MPa. Ginting (2007) mendapatkan kuat tekan beton styrofoam ringan sebesar 1,59
MPa. Satyarno (2006) mendapatkan beton ringan styrofoam dengan berat 330 kg/m3.
Di samping itu, pada kuat tekan yang sama dalam rentang 7 – 21 MPa, modulus
elastisitas beton agregat ringan berkisar 0,5 – 0,75 dari nilai modulus beton agregat
alamiah (Murdock dan Brook, 1979).
Klasifikasi beton ringan juga dapat dilakukan menurut cara produksi beton
tersebut (Nugraha dan Antoni, 2007; Mulyono, 2004; Tjokrodimuljo, 1995), yaitu
a) Beton ringan yang terbuat dari agregat dengan specific gravity lebih rendah
dari 2,6 disebut lightweight aggregate concrete.
b) Beton ringan yang dibuat dengan cara memasukkan gelembung udara ke dalam
material disebut aerated, cellular, foamed atau gas concrete.
c) Beton ringan yang dibuat tanpa menggunakn agregat halus disebut no-fines
concrete.
7
SNI 03-0349-1989 menyebutkan bahwa bata beton pejal adalah bata beton
yang mempunyai luas penampang pejal 75% atau lebih dari luas penampang
seluruhnya, dan mempunyai volume pejal lebih dari 75% volume seluruhnya.
Ukuran standar bata beton pejal sesuai dengan SNI 03-0349-1989 adalah panjang
lebar tebal = (390 3)mm (90 2)mm (100 2)mm.
Batako pejal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bata beton pejal yang
memenuhi persyaratan fisik bata beton pejal minimal Mutu IV seperti disajikan pada
Tabel 2.2. Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji
pecah, dibagi dengan luas ukuran nyata dari bata termasuk luas lubang serta
cekungan tepi.
Pada awalnya, dinding pasangan disusun dari bata batu atau bata tanah. Mortar
sejak pertama ditemukan, telah mengalami perkembangan yang sangat dramatis.
Mortar yang semula dibuat untuk menutupi celah akibat ketidakberaturan bentuk
bata batu atau potongan batu pada dinding pasangan, kini telah banyak diproduksi
sebagai bata beton. Bata beton atau disebut batako, kini sudah luas pemakaiannya
karena cukup murah dan mudah dibentuk dan diproduksi dengan kualitas terkontrol.
Perencanaan dinding pasangan tidak dapat diperoleh secara akurat baik dalam
perhitungan maupun dalam pelaksanaannya. Pemahaman menyeluruh tentang
dinding pasangan menyangkut bahan, kompatibilitas, dan detailing sangat penting
untuk mendapatkan sistem dinding pasangan yang baik. Kombinasi pada susunan
individu batako, mortar, grouting, perkuatan, kondisi lingkungan proyek, variasi
keterampilan tukang/pekerja merupakan variabel yang berpengaruh terhadap
kekuatan dinding pasangan. Variabel-variabel ini dapat menyebabkan hasil akhir
dinding pasangan yang tidak diharapkan dan tidak terkontrol. Untuk
memperhitungkan pengaruh dari kombinasi variabel-variabel tersebut, maka faktor
keamanan yang diberikan selalu lebih konservatif daripada sistem konstruksi yang
lain. Secara garis besar, persyaratan batako untuk dinding pasangan terbagi ke dalam
dua kategori yaitu syarat secara individu dan syarat sebagai pasangan.
Pada dasarnya, ada tiga cara perpindahan panas dapat terjadi. Di dalam zat cair,
panas berpindah secara konveksi, yaitu pergerakan zat cair itu sendiri yang
membawa panas berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Pada zat padat,
perpindahan panas terjadi dengan cara konduksi, yaitu panas berpindah tidak dengan
cara berpindahnya zat, tapi perpindahan panas terjadi karena perpindahan energi di
dalam zat tersebut. Cara ketiga terjadinya perpindahan panas yaitu radiasi, di mana
9
Ketika perpindahan panas terjadi secara konduksi, zat yang membawa panas
tidak ikut berpindah. Perpindahan panas terjadi secara internal yang diakibatkan
perbedaan suhu sehingga atom-atom dan molekul-molekul di dalam zat tersebut
bergetar atau berpindah. Elektron di dalam atom juga dapat membawa dan
memindahkan panas, sehingga bahan logam merupakan penghantar yang sangat baik
bagi panas. Logam memiliki sangat banyak elektron-elektron yang bebas bergerak
dan dapat memindahkan panas dari satu sisi logam ke sisi lainnya.
atom-atom lainnya sehingga terjadi perpindahan energi panas dari satu ikatan ke
ikatan di sebelahnya.
H/A = k ∆T L (2.1)
dengan
H : panas yang berpindah
L : panjang atau tebal zat padat
A : luas permukaan zat padat
∆T : perbedaan suhu
k : konduktivitas termal, yang nilainya tergantung bahan penghantar panas dan
memiliki satuan W/(m.°C).
Styrofoaam adalah bahan polimer sintetis yang memiliki sifat keras namun
rapuh. Bahan ini tidak kedap terhadap oksigen dan uap air, sehingga kurang baik bila
digunakan untuk penghambat/penghalang oksigen dan uap air.
Styrofoam memiliki titik leleh yang rendah. Pada suhu kamar, styrofoam
bersifat zat padat, namun melebur/meleleh pada suhu di atas 100°C dan menjadi
padat kembali apabila didinginkan. Sifat stryrofoam yang demikian ini dapat
dimanfaatkan untuk filler (pengisi) bahan lain. Pengisian styrofoam dengan bahan
lain dapat dilakukan pada konstruksi bangunan dan badan pesawat udara, karena
mampu meningkatkan kekuatan bahan dan menurunkan konduktivitas termal. Selain
itu, proses ekstrusi lebih mudah dan menghasilkan campuran yang lebih
seragam/merata.
11
Berdasarkan konduktivitas termalnya, pasir ada tiga jenis yaitu: pasir kering,
pasir lembap, dan pasir basah. Masing-masing pasir tersebut memiliki konduktivitas
termal yang berbeda. Pasir kering memiliki k = 0,15 – 0,25 W/(m.°C), pasir lembab k
= 0,25 – 2 W/(m.°C), sedangkan pasir basah k = 2 – 4 W/(m.°C). Kandungan air di
dalam pasir menyebabkan peningkatan konduktivitas termal.
batubara. Dengan bahan pembuatan seperti yang telah disebutkan, batako memiliki
kelemahan yaitu kekuatannya yang rendah, sehingga cenderung terjadi keretakan
dinding, terutama jika bagian kosong-nya tidak diisi dengan adukan spesi.
Pemakaian material batako untuk dinding juga membuat bangunan lebih hangat
bahkan cenderung pengap dan panas. Berat, sehingga membebani struktur yang
menopangnya.
Selain rangka atap baja ringan, bata ringan juga menjadi idola baru para
pengembang perumahan dan bagi yang ingin merenovasi rumah. Permintaan
terhadap bata ringan di kota besar terus meningkat. Produk ini menjadi incaran
kontraktor atau pengembang perumahan. Jika dilihat dari harga bahan bangunan
yang cenderung semakin tinggi, inilah yang mendorong pengusaha batu bata
berinovasi berupaya mencari bahan bangunan yang lebih memiliki kualitas bagus.
Kemudian terciptalah saat ini yang disebut batu bata ringan. Dari segi harga bata
ringan sedikit lebih mahal dibanding batako tetapi dari segi kualitas jauh lebih bagus
bata ringan. Jika dihitung biaya tenaga kerja, menggunakan bata ringan tentunya
akan memangkas biaya tenaga kerja, karena pengerjaannya bisa lebih cepat. Inilah
13
yang menjadikan para pengusaha pengembang perumahan melirik batu bata ringan
sebagai bahan dinding bangunan/panel.
Batako merupakan bahan penutup dinding yang termasuk paling mudah dan
murah. Penggunaan batako dapat menekan harga bangunan karena penggunaan
batako yang dimensinya lebih besar dari bata merah bisa menghemat plesteran
hingga 75 persen dan mengurangi beban dinding hingga 50 persen sehingga
konstruksi bangunan pun menjadi ringan. Pengerjaannya pun lebih cepat karena
ukurannya lebih besar dari bata merah.
Dari segi estetika arsitektur, batako juga dapat menambah keindahan sebuah
bangunan. Bentuknya yang bermacam-macam, dan dapat dipilih sesuai keinginan.
Selain itu, jika kualitas batako cukup baik maka tembok yang menggunakan batako
tidak perlu diplester lagi, dengan kata lain dapat diekspos.
3.1 Tujuan
16
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1.1 Bahan
Bahan-bahan habis pakai yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari:
a) styrofoam;
b) semen;
c) pasir;
d) tulangan.
4.1.2 Alat
Alat-alat yang diperlukan pada penelitian ini berupa:
a) pemarut/penghancur styrofoam;
b) seperangkat alat pengaduk batako;
c) seperangkat alat pengecoran batako: sendok semen, ember, pemadat, cetakan
sampel uji bakar, cetakan batako;
d) seperangkat alat tes tekan;
e) tungku.
Cetakan yang digunakan untuk sampel uji bakar berukuran tiga buah 50mm
50mm 40mm (Gambar 4.1). Cetakan batako yang digunakan berukuran 400mm
200mm 100mm, mempunyai tiga silinder masing-masing berukuran 50,8 mm
untuk pembentuk lubang, dan mempunyai dua buah setengah silinder berukuran 60
mm masing-masing terletak di ujung batako (Gambar 4.2).
17
18
Tungku yang digunakan adalah tungku listrik merk Tecno Piro yang mampu
membakar hingga temperatur 1300C.
4.2 Pelaksanaan
Model dinding pasangan yang diuji ditampilkan pada Gambar 4.3. Pada waktu
setting up pengujian yang dipersiapkan antara lain:
a) Hydraulic jack;
b) Load cell;
c) Dial gauge;
d) Frame baja pengujian;
e) Data logger.
21
22
Bahan utama untuk pembuatan batako yang digunakan dalam penelitian ini
adalah semen yang memenuhi standar SNI 15-7064-2004 dengan berat 1500 kg/m3,
dan pasir yang umum dijual di pasaran Kota Pontianak yaitu pasir dengan modulus
kehalusan butir sekitar 3 dengan berat sekitar 1860 kg/m3. Sedangkan styrofoam
yang digunakan mempunyai berat sekitar 15 kg/m3. Perbandingan komposisi
campuran Semen:Pasir:Styrofoam adalah 1:5:2 dengan nilai fas (faktor air semen)
sebesar 0,5. Batako yang terbentuk berukuran 400mm 200mm 100mm (Gambar
5.3). Volume bruto sebesar 8106 mm3. Volume tiga buah lubang dan dua buah
setengah lingkaran di kedua ujung adalah 1,721106 mm3. Jadi, volume neto batako
styrofoam sebesar 6,279106 mm3. Persentase volume lubang sebesar 21,5% < 75%
dan persentase luas penampang sebesar 22,3% < 75%. Dengan demikian, batako
styrofoam yang diuji dalam penelitian ini merupakan batako pejal.
Hasil pengukuran berat satuan dan pengujian kuat tekan batako styrofoam
disajikan pada Tabel 5.1. Seperti terlihat pada tabel tersebut, batako styrofoam
mempunyai berat rata-rata sebesar 5,44 kg, berat satuan rata-rata sebesar 866,46
kg/m3, dan kuat tekan rata-rata sebesar 0,28 MPa. Pengujian juga dilakukan terhadap
tiga buah batako biasa yang berukuran 375mm 170mm 65mm dengan tiga
lubang segiempat ukuran 95mm 40mm 155mm, kedua ujungnya cekung ke
dalam berbentuk tembereng 41,667mm dan panjang talibusur 40mm. Seperti
Tabel 5.1 Hasil uji tekan batako styrofoam dan batako biasa
Berat Beban maksimum
No.
kg kg/m3 dial kN MPa
Batako styrofoam
1 5,48 872,75 47 15,89 0,40
2 5,47 871,16 39 13,18 0,33
3 5,74 914,16 48 16,22 0,41
4 5,61 893,45 30 10,14 0,25
5 5,79 922,12 29 9,80 0,25
6 5,57 887,08 30 10,14 0,25
7 5,91 941,23 34 11,49 0,29
8 4,97 791,53 28 9,46 0,24
9 5,09 810,64 22 7,44 0,19
10 5,54 882,31 28 9,46 0,24
11 5,61 893,45 31 10,48 0,26
12 5,35 852,05 30 10,14 0,25
13 4,99 794,71 34 11,49 0,29
14 5,60 891,86 31 10,48 0,26
15 5,33 848,86 29 9,80 0,25
16 5,16 821,79 32 10,82 0,27
17 5,42 863,19 30 10,14 0,25
18 5,36 853,64 38 12,84 0,32
19 5,55 883,90 33 11,15 0,28
20 5,47 871,16 40 13,52 0,34
21 5,24 834,53 32 10,82 0,27
22 5,75 915,75
23 5,60 891,86
24 5,27 839,31
Rata-rata 5,45 868,44 33,10 11,19 0,28
Batako biasa
1 4,41 1886,23 13 4,39 0,18
2 4,38 1873,40 14 4,73 0,19
3 4,33 1852,01 16 5,41 0,22
Rata-rata 4,37 1870,54 14,33 4,84 0,20
24
terlihat pada Tabel 5.1, dibandingkan dengan batako berlubang biasa, batako
styrofoam lebih ringan dan lebih kuat.
Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa sampel batako styrofoam untuk uji bakar
yang berukuran 50mm 50 mm 40 mm mempunyai berat satuan sebesar 1137,38
kg/m3, lebih besar daripada berat satuan batako styrofoam ukuran 400mm 200mm
100mm. Hal ini dikarenakan cara pemadatan yang tidak sama. Proses pemadatan
pada batako styrofoam ukuran 50mm 50 mm 40 mm sangat mudah. Ketika diuji
tekan, kekuatannya juga tinggi, yaitu sebesar 0,68 MPa. Sedangkan pada batako
stayrofoam ukuran 400mm 200mm 100mm, pamadatan sangat sulit karena
adanya silinder pembentuk lubang.
Gambar 5.5 Sampel uji dalam wadah keramik (tutup wadah keramik sedang dibuka)
Untuk mendapatkan suhu yang lebih tinggi, sampel uji yang dibalut dengan
kawat anyam juga dimasukkan ke tungku melalui cerobong (Gambar 5.8). Suhu di
cerobong lebih rendah daripada suhu di dalam tungku. Karena itu, suhu di dalam
tungku dinaikkan hingga 900C. Pada suhu ini, seperti perlakuan pada sampel
sebelumnya, sampel ini dibiarkan juga dibakar selama lebih dari 20 menit. Sama
seperti sampel sebelumnya, pada sampel ini juga tidak terjadi percikan api atau api
yang menjalar. Sesaat ketika dikeluarkan dari cerobong tungku, sampel membara
(Gambar 5.9).
Gambar 5.8 Pembakaran sampel ke dalam cerobong tungku pada suhu 900C.
28
Gambar 5.9 Sampel membara ketika dikeluarkan dari dalam cerobong tungku
Percobaan bakar langsung dengan nyala api pada batako styrofoam (Gambar
5.11) juga tidak memperlihatkan api yang menjalar pada batako. Karena tidak terjadi
nyala api, baik dengan bakar langsung maupun dengan tungku listrik, maka batako
styrofoam termasuk bahan yang tidak mudah terbakar.
Sampel pasangan yang dibuat dalam uji pasangan berukuran lebar 1215 mm
dan tinggi 1045 mm (Gambar 5.12) ditempatkan di dalam rangka baja. Dial gauge
ditempatkan pada pojok kiri atas yang akan membaca perpindahan horizontal.
Karena permukaan batako kasar maka di ujung jarum dial gauge dialas dengan kaca
agar tidak terjadi slip antara jarum dial gauge dengan batako (Gambar 5.13).
120
100
Beban (P), kg
80
60
40
20
0
0 5 10 15 20
Perpindahan (d), mm
Tabel 5.3 dan Gambar 5.15 memperlihatkan hasil uji geser pasangan dinding
batako. Hasil uji tersebut memperlihatkan bahwa perilaku beban geser terhadap
perpindahan hingga beban 100 kg bersifat linier. Dalam rentang beban ini, tidak
terjadi kegagalan apapun pada batako ataupun pasangan, melainkan terlepasnya
lekatan antara pasangan dan baja yang merupakan perletakan pasangan (Gambar
5.16). Terlepasnya lekatan ini terjadi di sepanjang perletakan pasangan. Jadi, lekatan
antarbatako masih sangat kuat daripada lekatan antara batako dengan baja.
6.1 Kesimpulan
a) Batako ringan satyrofoam dapat dibuat dengan berat 866,46 kg/m3 dengan kuat
tekan individu 0,28 MPa, lebih ringan dan lebih kuat daripada batako
konvensional. Dalam bentuk pasangan, lekatan antarbatako cukup kuat dan
tidak terjadi keruntuhan secara getas, melainkan perlahan-lahan.
b) Batako ringan styrofoam tidak mengeluarkan nyala api saat dibakar tetapi
membara. Styrofoam lenyap seketika setelah batako dibakar, dan terbentuk
pori-pori pada batako. Kuat tekan batako styrofoam turun 47% setelah dibakar.
6.2 Saran
b) Tambahan zat aditif untuk meningkatkan kuat tekan batako hingga mencapai
persyaratan dalam SNI 03-0349-1989..
33
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Sjafei. 2005. Teknologi Beton A-Z. Jakarta: John Hi-Tech Idetama.
ASTM C 330-89. “Standard Specification for Lightweight Aggregates for Structural
Concrete”. 1996 Annual Book of ASTM Standards. Vol. 04.02 Concrete and
Aggregates.
ASTM C 331-94. “Standard Specification for Lightweight Aggregates for Concrete
Masonry Units”. 1996 Annual Book of ASTM Standards. Vol. 04.02 Concrete
and Aggregates.
ASTM C 567-91. “Standard Test Method for Unit Weight of Structural Lightweight
Concrete”. 1996 Annual Book of ASTM Standards. Vol. 04.02 Concrete and
Aggregates.
ASTM E 2126 – 02a. “Standard Test Method for Cyclic (Reversed) Load Test for
Shear Resistance of Walls for Buildings”. 2003 Annual Books of ASTM
Standard. Vol. 405 Designation.
ASTM E 564-00. “Standard Practical for Static Load Test for Shear Resistance of
Framed Walls for Buildings”. 2003 Annual Books of ASTM Standard. Vol. 405
Designation.
BASF. 1995. “Code of Practice Using Expanded Polystyrene for the Construction of
Road Embankments.” Technical Information - Styropor.
Firmansyah, Willy dan Herwani. 2007. Studi Eksperimental Karakteristik Batako
Serat Sabut Kelapa Dengan Variasi Panjang Serat 1, 2, san 3 cm. Skripsi.
Pontianak: Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura.
Ginting, Arusmalem. 2007. “Kajian Balok Beton Styrofoam Ringan dengan
Tulangan Menyebar”. Jurnal Teknik Sipil. Fakultas Teknik Universitas Kristen
Maranatha. Vol. 3(2). Hlm. 127-140.
Herwani dan Yusuf, M. 2004. Studi Analisis Model Matematis Hubungan Tegangan
Regangan pada Material Batu Bata (Clay Brick Masonry) yang Diberi Beban
Tekan Secara Uniaksial. Laporan Penelitian SDPF.
Mulyono, Tri. 2004. Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi.
Murdock, J. J. dan Brook, K. M. 1979. Bahan dan Praktek Beton. Edisi Keempat.
Diterjemahkan oleh Stephanus Hindarko. Jakarta: Erlangga.
Nawy, Edward G. 2008. Concrete Construction Engineering Handbook. 2nd. Taylor
& Francis Group, LLC.
Nevile, A. M. dan Brooks, J. J. 1987. Concrete Technology. Longmen Scientific &
Technical.
Nugraha, Paul dan Antoni. 2007. Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 1982. Persyaratan Umum Bahan
Bangunan di Indonesia (PUBI-1982).
34
35
Samsurizal, Eddy dan Yusuf, M. 2006. “Uji Tekan Individu Batako Berlubang
dengan Campuran Styrofoam.” Jurnal Teknik Sipil. Fakultas Teknik
Universitas Tanjungpura. Vol. 6(1).
Samsurizal; Yusuf, M.; dan Tupa TWR. 2008. Studi Variasi Volume Sekam Padi
Sebagai Bahan Campuran Pembuatan Batako Ringan. Sedang dalam
penelitian.
Satyarno, I. 2004. Panel Beton Styrofoam Ringan Untuk Dinding. Yogyakarta:
Teknik Sipil FT UGM.
Satyarno, Iman. 2004. Penggunaan Semen Putih untuk Beton Styrofoam Ringan
(BATAFOAM). Yogyakarta: Laboratorium Bahan Konstruksi Jurusan Teknik
Sipil FT UGM.
Satyarno, Iman. 2006. “Lightweight Styrofoam Concrete for Lighter And More
Ductile Wall.” Jurnal HAKI. Vol. 7(2).
Simbolon, T. 2009. Pembuatan dan Karakterisasi Batako Ringan yang Terbuat dari
Styrofoam-Semen. Tesis. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara.
SNI 03-0349-1989. Bata Beton untuk Pasangan Dinding.
SNI 1740-2008. Cara Uji Bakar Bahan Bangunan untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung.
Syahruddin I. 2006. “Karakteristik Pascaelastik Dinding Pasangan Bata Beton Pejal
dengan Tulangan Horisontal Akibat Beban Siklik.” Jurnal Teknik Sipil.
Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. Vol. 6(1).
Tjokrodimuljo, Kardiyono. 1995. Teknologi Beton. Yogyakarta: NF.
Yusuf, M. dan Elvira. 2007. “Studi Penggunaan Styrofoam Sebagai Bahan
Campuran untuk Pembuatan Beton Ringan.” Jurnal Teknik Sipil. Fakultas
Teknik Universitas Tanjungpura. Vol. 7(2).
Yusuf, M.; Herwani; dan Handalan, Cek Putra. 2006. “Uji Tekan Individu Batako
Pejal dengan Bahan Campuran Styrofoam.” Jurnal Teknik Sipil. Fakultas
Teknik Universitas Tanjungpura. Vol. 6(2).
Lampiran
Dokumentasi
37