Anda di halaman 1dari 43

Tujuan Hidup Manusia, adalah

Tujuan Sang Pencipta


Menciptakan Manusia. Apakah
Itu? Begini Penjelasannya
Oleh
Dani Siregar

Sumber gambar: Pixabay


Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya yang
berjudul “Apakah Tuhan itu Ada? Begini Bukti Adanya Tuhan“. Bila Anda
belum membaca artikel sebelumnya tersebut, silahkan Anda baca terlebih
dahulu.

Pada artikel sebelumnya tersebut, kita mendapatkan kesimpulan bahwa


memang Tuhan itu benar adanya.

Jika kita telah meyakini bahwa Tuhan itu ada, dan Dialah Yang
Menciptakan kita, maka pertanyaan berikutnya adalah; apa tujuan Pencipta
menciptakan manusia?

Karena, nantinya jawaban dari pertanyaan itulah, yang mampu mengubah


dunia, dan yang akan membuat manusia bangkit!

Yah, orang yang sebejat apapun, kalau dia mikirin ini, insya Allah dia bisa
berubah total, kalau mau berangkat dari pertanyaan ini..

Renungkan saja..

“Sebenarnya aku ini hidup untuk apa….??”


“Sebenarnya aku ini hidup untuk apa….??”

“Sebenarnya aku ini hidup untuk apa….??”


Maka dari itu, mari kita bahas..

Apa Tujuan Hidup Manusia?


Langsung saja… menurut Anda, apa tujuan hidup manusia?

Sebelumnya perlu saya tegaskan, bahwa kita harus bisa menemukan apa
jawaban yang pasti benar. Yang mana semua manusia pasti akan ikut
mengiyakannya, sepakat 100%. Tidak boleh mungkin benar, mungkin salah,
bisa jadi, dan sebagainya.

Terus, gimana caranya biar kita bisa tahu?

Coba begini.. kita temui aja manusia-manusia, kemudian kita tanyain mereka
satu per satu.

Nah, ternyata, setelah kita bertanya kepada manusia-manusia, mereka


memiliki jawaban yang berbeda-beda. Paling tidak, ada 10 jawaban asumsi.

Jawaban #1. Untuk Mencari Makan

Ada yang bilang bahwa tujuan hidup manusia itu untuk makan.

Orang kurus ataupun orang gendut, jawabannya sama; yakni hidupnya sama-
sama untuk mencari makan.

Jawaban #2. Untuk Mencari Kekayaan

Lumayan banyak orang yang kelihatannya seperti ini. Sampai-sampai banting


tulang, peras keringat, kaki di kepala, kepala di kaki, jadilah 14P: pergi pagi
pulang petang pinggang pegel pala pusing penghasilan pas-pasan pas pensiun
penyakitan, hehehe! Kenapa mereka seperti itu? Karena biar dapat duit, biar
tambah kaya katanya.

Jawaban #3. Untuk Bersenang-Senang

Naah ternyata ada yang tujuan hidupnya untuk bersenang-senang.

Sehingga ada orang yang bercerita kurang-lebih, “Gue udah pernah pergi ke
Malaysia.. pernah ke Singapura.. ke Inggris juga.. Amerika apalagi.. Jepang
pun pernah.. Korea pernah.. Paris pun nggak ketinggalan.. Tidak hanya itu,
masakan-masakan di dunia ini pun semuanya udah pernah saya cicipi.. ”

Lanjutnya, “Memang bener ya! Buktinya cek aja di Instagramku, dan di


Facebookku. Mulai dari foto tempat, sampai foto makanan, insya Allah asli
semua itu bukan editan.” misal gitu katanya..

Kemudian ketika dia ditanya, kenapa kok Kamu suka keliling-keliling dunia,
plus selfie-selfie gitu, sebenarnya tujuan hidupmu apa? Lalu dijawabnya,
“Tujuan hidup saya untuk bersenang-senang. Hidup itu kan cuma sekali.
Nanti kalau udah mati, nanti nyesel loh! Nggak bisa berseneng-seneng lagi!
Karena hidup ini kan singkat bingits!”

Hahaha.

Jawaban #4. Untuk Kawin

Ada juga orang yang ntah secara sadar atau tida, baginya sukses tertinggi itu
apabila akhirnya dia berhasil kawin. Setelah sekian lama berguyonan tentang
kejombloan.

Makanya dia capek-capek belajar pas SD, dimarahin orang tua, dimarahin
guru, dapet nilai jelek dan ranking jelek, sehingga malu sama temen. Udah
capek dia begitu, malah mau jadi begitu lagi lanjut SMP. Udah capek dia
begitu, malah mau jadi begitu lagi lanjut SMA. Udah capek dia begitu, malah
mau jadi begitu lagi lanjut kuliah. Udah gitu, pengen lagi S2 + S3.
Ditanya, buat apa begitu? Jawabna, yah biar bisa kawin. Karena katanya lulus
S1 aja ngelamar kerjaan susah, apalagi ngelamar anak orang? Yah kuliah lagi
dong S2. Namun masih susah juga, yah kuliah lagi S3. Barulah diterima kerja.
Insya Allah dengan begitu diterimalah kalau ngelamar anak orang.

Jadi intinya, hidup untuk apa? Untuk kawin, katanya. Hehehe!

Jawaban #5. Untuk Menjadi Orang Terkenal di Dunia

Yang seperti ini faktanya juga nggak kalah banyak. Mati-matianlah dia ikut
lomba nyanyi-nyanyi joget-joget idol indol bandol pentol atau apalah itu yang
biasa di TV. Rekam video, upload ke YouTube dan Instagram.

Supaya apa, yah supaya jadi terkenal. Kan tujuan hidup ini untuk jadi orang
terkenal, katanya.

Jawaban #6. Untuk Menguasai Dunia

Naah ini mungkin yang lebih hebat lagi nih.. Biasaya dia punya kelebihan,
ntah mungkin dia punya banyak modal, dia rank 1 di Sekolah, jago anu,
punya skill anu, punya benda anu, pernah anu, dan anu-anu yang langka
lainnya.

Minimal, rajin nonton film fantasi. Mulai dari film Hollywood, anime, dan
lain-lain sebagainya. Biar punya bekal buat menguasai dunia.

Jawaban #7. Untuk Memakmurkan Dunia

Barangkali yang ini agak mirip seperti orang yang mau menguasai dunia, tapi
mungkin ini lebih hebat lagi kali ya?

Jawaban #8. Untuk Beribadah

Nah, ada juga orang yang mengatakan bahwa tujuan manusia adalah, untuk
beribadah. Dan yang bilang begini tidak sedikit.
 Kata orang Jakarta, begitu.
 Kata orang Bandung, gitu juga.
 Kata orang Jogja, gitu juga.
 Kata orang Medan, gitu juga.
 Kata orang Aceh, gitu juga.
 Kata orang Gorontalo, gitu juga.
 Malahan sampai-sampai orang Malaysia, di Eropa, Timur Tengah,
dan lain-lainnya juga ada yang bilang gitu.

Tapi, itu sih masih katanya yaa.

Agar bisa dibenarkan seluruh manusia, haruslah ada argumennya yang kuat
nan pasti. Kalau belum ada argumen kuat, maka sulit untuk dibenarkan oleh
semua manusia.

Jawaban #9. Untuk Menjadi Wakil Tuhan di Dunia

Hmm.. wakil gimana nih maksudnya..??

Jawaban #10. Untuk Mendapatkan Ridha Allah

Sekilas jawaban ini mirip dengan jawaban yang ke-delapan sebelumnya.


Namun, belum tentu semua orang sepakat kan? Coba tanya orang Jepang, apa
ada yang sepakat kalau tujuan hidupnya untuk mendapatkan ridha Allah? So
no baai, hontou ni subarashi da! Hehehe!

Nah, itulah kira-kira asumsi 10 jawaban yang didapat, dari beberapa orang
yang ditanya tentang apa tujuan hidup manusia. Maka, sekarang, saya mohon
silahkan Anda pilih, yang mana jawaban yang pasti benar menurut akal
manusia?

Apakah Anda suka jawaban yang nomor 4? Nomor 1? Nomor 7? Nomor 11?
Ingat, kita tidak boleh memilih karena suka atau tidak suka. Tapi harus karena
memang benar atau salah, menurut akal manusia.

Lah terus gimana tuh caranya?


Analoginya begini..

Saya punya temen di Bandung nih.. Namanya Mas Dhammy. Kebetulan waktu
itu si Mas Dhammy ini baru dari Malaysia. Nah, pas udah pulang ke
Indonesia, terus beliau main-main ke kost-an saya, sambil beliau bawa oleh-
oleh yang keren banget, yaitu, beberapa gantungan kunci.. Kebetulan saya
suka..

Anda mau nggak? Kalau mau, boleh, biar saya kirim ke Anda. Tapi, ada
syaratnya. Syaratnya, Anda harus bisa menebak dengan benar, apa tujuan si
Mas Dhammy memberikan oleh-oleh berupa gantungan kunci super keren ini
ke saya?

Barangkali Anda akan menjawab:

 “Biar si Mas Dhammy itu Kamu kenang terus Dan..” Benar! Benar-
benar salah maksudnya, hehehe!
 “Untuk ngasih tahu aja bahwa rupanya beliau baru dari Malaysia..”
Bagus! Tapi masih salah, hehehe!
 “Untuk dijual lagi itu”, Pas! Pasti salah, hehehe!
 “Agar Kamu senang Dan..” Alhamdulillah, jawabannya salah, hehehe!
 “Biar Kamu juga jalan-jalan ke Malaysia Dan..” Iya, itulah dia,
jawaban yang salah, hehehe!

Jawabannya sebetulnya sederhana, karena kemarin pas saya nge-chat dengan


beliau di BBM, saya nggak sengaja nyeletuk minta oleh-oleh,. Jadinya beliau
sediain apa aja oleh-oleh yang ada, gitu aja, hehehe!

Kenapa jawaban Anda di atas nggak ada yang bener? Karena, Anda terjebak
dengan pertanyaan tersebut, apa tujuan si Mas Dhammy memberikan oleh-
oleh tersebut ke saya?

Sejatinya, semua akal manusia tidak dapat menentukan jawaban yang pasti
benar. Apapun jawaban itu, bisa jadi salah, selama Anda tidak diberitahu apa
jawabannya. Dengan kata lain, semua jawaban Anda itu nilainya jaiz aqli, bisa
benar, bisa salah.
Nah, begitu pula 10 jawaban dari pertanyaan apa tujuan hidup manusia di
atas, semuanya itu jaiz. Mau Anda tambah jadi 20 jawaban, jadi 30 jawaban,
50, bahkan 100, 1.000, tetep aja semua jawabannya itu jaiz. Bisa benar, bisa
salah. Semuanya itu relatif. Tidak ada yang benar, tidak ada yang salah.

Mau tahu jawaban yang pasti benar? Yah harus diberitahu dulu jawaban yang
benarnya apa, barulah Anda bisa tahu yang benar. Kayak oleh-oleh tadi itu,
kenapa si Mas Dhammy ngasih itu? Anda semua nggak tahu apa jawaban yang
benar. Anda bisa tahu jawaban yang pasti benar, ketika saya sebagai penanya
memberikan jawaban yang benarnya.

Maka, haruslah kita ganti pertanyaannya. Bukan apa tujuan hidup manusia,
melainkan, apa tujuan Pencipta menciptakan manusia?
Mari kita tulis ulang judulnya..

Apa Tujuan Hidup Manusia


menjadi..

Apa Tujuan Pencipta Menciptakan Manusia?


Sebetulnya tatkala kita sudah membuktikan dan meyakini keberadaan Sang
Pencipta, kita tidak perlu menmbuat-buat dan mengarang-ngarang apalagi
memilih-milih apa tujuan hidup manusia. Yang perlu kita lakukan adalah
cukup mencari informasi dari Sang Pencipta, apa tujuan Pencipta
menciptakan manusia?
Begitu pula ketika Anda ditanya, kenapa si Mas Dhammy ngasih oleh-oleh
gantungan kunci itu? Biar gampang, Anda yah harus mencari informasi ke si
Mas Dhammy. Misalnya Anda minta nomor HP-nya, atau BBM-nya, atau
akun facebook-nya, atau jarkom lainnya gitu. Kan enak, dengan begitu, Anda
bisa langsung dapat jawaban yang pasti benar.

Jadi kalau manusia mau tahu apa tujuan hidup manusia, seharusnya manusia
itu mencari informasi dari Penciptanya. Jangan tanya ke orang lain, apalagi ke
saya.

Makanya semua kerja akal manusia yang coba menebak-nebak apa tujuan
hidup manusia, kerja para filsuf, dan sebagainya, itu semua sebetulnya sia-sia.
Apapun jawabannya, ketika mereka memaparkan hakikat manusia itu apa,
tujuan hidup manusia itu untuk apa, semua itu relatif. Mungkin benar,
mungkin salah.

Begitulah.. jadi, kalau mau tahu jawaban yang pasti tujuan hidup manusia,
manusia harus dapat informasi dari Pencipta. Maka dari itu, ada 3
kemungkinan:

 Manusia langsung mencari informasi kepada Sang Pencipta


 Pencipta memberi informasi kepada manusia
 Pencipta tidak memberi informasi apa-apa
Kemungkinan pertama, manusia langsung mencari informasi kepada Sang
Pencipta. Silahkan, apa Anda punya nomor HP Sang Pencipta? Kalau punya,
telpon sekarang juga! Tanya apa tujuan hidup kita! Kalau Anda nggak punya,
yaudah, besok kita bareng-bareng naik pesawat dateng ke Rumah Pencipta,
terus kita tanyain.

Kemungkinan kedua, Pencipta memberi informasi kepada manusia.

Kemungkinan ketiga, Pencipta tidak memberi informasi apa-apa ke manusia.

Yang mana yang paling mungkin? Tentu, yang kedua. Itu yang paling masuk
akal, Pencipta memberikan informasi kepada manusia.
Oleh karena itu, selama Pencipta tidak memberi informasi, manusia tidak
akan tahu hakikat hidupnya itu untuk apa.

Namun, bagaimana ceritanya kalau nggak ketemu informasi apa-apa yang


didapat? Kalau memang sampai tidak ada informasi apa-apa dari Tuhan,
berarti manusia itu BEBAS menjalani hidup ini mau seperti apapun juga.
Semua jawaban Anda jadi benar.

 Anda tanya ke orang apa tujuan hidupnya, dia jawab buat kawin,
yaudah biarlah dia kawin-kawin terus. Ada yang bisa menyalahkan?
Kalau mau menyalahkan, argumennya apa?
 Ada yang bilang tujuan hidupnya bersenang-senang, yaudah sana
keluyuran jalan-jalan terus, silahkan.
 Ada yang bilang tujuan hidupnya untuk makan, yaudah sana makan-
makanlah terus.
 Ada yang bilang mencuri itu jangan diberi hukuman potong tangan,
tapi cukup dipenjara aja, yaudah biarlah dia bilang gitu.
 Pokoknya manusia mau ngapain aja, mau berbuat apa aja, mau hidup
yang kayak apapun, silahkan! Nggak ada yang bisa menyalahkan!
Emang Tuhan ngelarang gitu?

Kalau memang seandainya Tuhan nggak menurunkan informasi apa tujuan


hidup manusia, kemudian manusia hidup seenak-enak manusia aja, tapi
besok ternyata Tuhan malah menyalahkan manusia, silahkan manusia protes
ke Tuhan.

Kalau nanti Tuhan nanya, “Kenapa Kamu kok berzina?” Silahkan itu
manusianya bilang aja, “Emangnya salah apa? Kan berzina itu enak! Orang
Amerika aja suka!!”

Namun…. bagaimana ceritanya kalau ternyata manusia dapat informasi dari


Sang Pencipta? Gimana tuh? Kalau memang ada, maka, berikutnya manusia
tinggal membuktikannya saja; apa bener informasi itu berasal dari Sang
Pencipta, atau bukan.
Nanti, manusia itu akan mengikuti suatu informasi itu, kalau memang
terbukti benar bahwa informasi itu berasal dari Sang Pencipta.

Maka dari itu, berhati-hatilah Anda dengan informasi. Misalnya nih, tiba-tiba
saya dapat SMS, ternyata kata orangyang nge-SMS itu dia adalah ayah saya.
Katanya, ayah saya itu mau ngirim duit 100 juta buat saya, karena Rumah
saya di Medan barusan terjual. Cuman tinggal nunggu jawaban saya aja nih,
mau atau nggak. Kalau mau, biar dikirim. Kalau nggak mau, yaudah, nggak
usah.

Menurut Anda, cocok nggak saya dapat duit 100 juta gitu? Yah cocok-cocok
aja, Ayah saya lebih paham yang cocok itu gimana, daripada saya. Memang itu
kan hak ayah saya. Siapapun bisa dapat tuh duit itu, kalau memang ayah saya
mau ngasihnya.

Sayangnya… walaupun saya ini memang lagi butuh banget duit 100 juta, saya
ini anak kandungnya, saya ini memang udah bertahun-tahun tinggal di
Rumah yang terjual itu, pokoknya cocok bangetlah dapat duit 100 juta itu; tapi
ternyata ketahuan bahwa yang nge-SMS itu bukan ayah saya. Itu orang iseng,
orang nipu, palsuuuu, yah buat apa bahas cocok atau nggak cocok? Hehehe!

Itu sebabnya, kalau ada yang bilang dia dapat informasi dari Sang Pencipta,
kita harus membuktikan apakah informasi itu benar-benar benar dari Sang
Pencipta. Kalau bener, yah siap-siap kita ikuti, apapun itu nanti, terlepas kita
suka atau nggak suka, hobi atau males. Tapi kalau palsu, yaudah abaikan aja.
Iya, harus kita periksa! Siapapun manusia itu yang coba-coba ngaku
membawa informasi dari Sang Pencipta, harus kita periksa!

 Misal, ada orang namanya Sang Budha Gautama membawa


Tripitaka. Katanya, “Ini Tripitaka ini dari Tuhan yang Maha Esa nih!”
Kita periksa dulu, bener nggak nih katanya Kitab Suci ini bener-
bener dari Sang Pencipta?
 Begitu pula kalau ada orang yang ngaku dapat info dari Pencipta,
namanya Yesus Kristus, membawa kitab suci Injil, harus kita periksa!
Bener nggak nih Injil dari Pencipta?
 Ada Kitab Weda yang juga katanya itu berupa info dari Pencipta,
harus kita periksa juga itu!
 Ada Kitab Al-Qur’an, harus kita periksa juga! Bener nggak ini dari
Pencipta?
Jangan tergesa-gesa Anda membenarkannya. Harus kita buka dulu, lihat dulu,
cek, bener nggak tuh dari Pencipta?

Terus, nanti, kalau rupanya kita udah bisa memastikan dengan akal kita
sebagai manusia, ternyata benar, maka kita harus siap mental. APAPUN nanti
yang diinformasikan dari Pencipta, kita harus sami’na wa atha’na. Harus
patuh, siap untuk mengikuti apa kataNya, tanpa tapi.

Kalau misalnya nanti pas kita lihat di kitab suci yang benar itu ada jawaban
dari apa tujuan hidup manusia, ternyata Sang Pencipta menyuruh manusia
untuk bunuh diri saat itu juga! Siap nggak Anda? Tentu! Harus siap! Anda
harus segera bunuh diri sekarang juga!

Anda jangan tertawa ya! Coba Anda bayangkan Anda jadi Nabi Ibrahim,
disuruh apa coba?

Bukan main-main. Nabi Ibrahim itu, beliau selama berpuluh-puluh tahun


merengek-rengek, tiap malam minta sama Allah supaya dikaruniain anak,
dikaruniain anak, dikaruniain anak, kalau nggak salah doanya itu selama 40
tahun! Tiap hari tahajjud terus, nggak pernah berhenti, minta anak terus! 40
tahun kemudian, barulah Allah mengaruniai beliau seorang anak.

Ketika anaknya udah besar, umur anaknya itu udah sekitar 6 atau 7 tahun,
tahukah Anda Nabi Ibrahim itu dapat perintah apa dari Allah? Disuruh
nyembelih anaknya! Kira-kira kalau Anda dapat perintah seperti itu gimana?
Mungkin ada orang yang malah bilang, “Niat jadi Tuhan nggak sih?!” Hehehe!

Karena memang kan sering sekali; apa-apa yang harus kita lakukan itu,
kadang rasanya enak, kadang rasanya nggak enak. Pun juga apa-apa yang
harus kita tinggalkan itu kadang rasanya nggak enak, kadang enak. Namun,
bukan soal enak atau tak enaknya yang penting, melainkan soal benar atau
salahnya.

Cobalah seandainya nanti kalau kita dapat perintah perang, siapkah Anda?
Jangan sampai nanti malah lari. Namun ketika seandainya nanti Anda dapat
perintah disuruh menikahi 4 wanita, malah langsung siap untuk
melaksanakan. Jangan based on emotional seperti itu, tapi harus based on the
truth. Tanyalah, apakah bener perintah itu berasal dari Tuhan?

Maka dari itu, ayo, sekarang kita periksa mana kitab suci yang benar-benar
berasal dari Tuhan, dan mana yang salah? Namun, biar lebih menghemat
waktu, ada baiknya kita cukup mencari satu saja yang benar, tidak perlu
mencari kesalahan-kesalahan kitab yang lainnya terlebih dahulu.

Ibarat ujian multiple choice, ada pilihan A, B, C, D, dan E. Kita bisa


menghemat waktu hanya mencari mana yang benar dulu, untuk mengetahui
kesalahan opsi lainnya bisa nanti-nanti saja.

Lantaran memang ketika kita sudah bisa tahu bahwa ada satu pilihan yang
pasti benar, maka otomatis pilihan yang lainnya pasti salah.

Nah, saran saya, coba yang pertama-tama kita periksa itu adalah sebuah kitab
suci yang bernama Al-Qur’an, yang dibawakan oleh seseorang bernama
Muhammad. Ayo kita cek!

Caranya gimana?

Penjelasan lengkapnya pernah saya tulis pada artikel “Apa Bukti Kebenaran
Al-Qur’an? Beginilah Penjelasannya”.

Silahkan Anda baca dulu artikel tersebut sampai selesai. Kalau sudah, baru
lanjut lagi baca artikel ini.

….

Sudah? Kalau sudah, lanjut…


Sekarang, kita telah mengetahui ternyata benarlah bahwa Al-Qur’an ini adalah
firman Allah, kalamullah, merupakan mukjizat untuk Nabi Muhammad SAW.

Nah, sekarang….. saat yang ditunggu-tunggu….. yang bikin deg-deg-an…..


kalau kita sudah menemukan informasi yang telah terbukti benar secara pasti
berasal dari Sang Pencipta, tugas kita berikutnya adalah membuka Al-Qur’an
itu.. supaya kita bisa tahu, apa tujuan Pencipta menciptakan manusia?

Sudah siap mentalkah Anda? Kira-kira disuruh apa kita hidup di dunia ini?
Sudah siap? Mari kita buka…

Tujuan Hidup Manusia


Hmmm.. pembahasan tujuan hidup manusia ini memang penting. Karena
ketika nanti Anda sudah tahu, Anda akan bangkit! Anda akan termasuk pada
orang-orang yang bangkit! Tidak seperti mereka yang ibarat katak dalam
tempurung. Nggak jauh beda dengan katak. Hanya saja, mereka lebih jelek
daripada katak. Yah iya punya akal sehat kok nggak mau digunakan untuk
berfikir apa tujuan hidupnya?

َ‫ان الَّ يَ ْس َمعُون‬ ِ ‫نس لَ ُه ْم قُلُوبٌ الَّ يَ ْفقَ ُهونَ بِ َها َولَ ُه ْم أ َ ْعي ٌُن الَّ يُب‬
ٌ َ‫ْص ُرونَ بِ َها َولَ ُه ْم آذ‬ ِ ‫َولَقَ ْد ذَ َرأْنَا ِل َج َهنَّ َم َك ِثيرا ً ِمنَ ْال ِج ِن َو‬
ِ ‫اإل‬
َ‫ض ُّل أ ُ ْولَـئِكَ ُه ُم ْالغَافِلُون‬
َ َ‫بِ َها أ ُ ْولَـئِكَ كَاأل َ ْنعَ ِام بَ ْل ُه ْم أ‬

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan


dari jin dan manusia, mereka mempunyai akal, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-
tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang
yang lalai. [QS. Al-A’raf: 179]

Cobalah bila tempurungnya dibuka, maka ia jadi bisa melihat terangnya


dunia. Itulah titik mula kebangkitan yang hakiki. Karena kemudian ia akan
menjadi manusia yang sangat semangat membara nan menyala-nyala, dalam
aktivitas apa saja selama hidupnya. Baik itu ketika kerja, bisnis, sekolah,
kuliah, rumah tangga, belajar, ibadah, dakwah, dan aktivitas lainnya.

Tentu sangat berbeda dengan mereka yang kesibukannya itu berasal dari ikut-
ikutan doang, dan apa-apa yang berbau “nggak enakan”. Apa yang sibuk
dikerjakannya itu, semata-mata supaya nggak diejek orang, dan nggak dihina
orang; kemudian bila berhasil ia tangkap, maka ia akan dipuji orang. Hanya
untuk memenuhi naluri dan kebutuhan hidup tanpa cara yang belum tentu
benar.

Misalnya yang nggak asing; sibuk mencari nilai akademik, mencari duit,
mencari kenikmatan jasmani, dan lain-lain yang notabene niat dan tata-
caranya asal-asalan. Istilah biasanya, “Hidup cuma buat perut dan sejengkal
di bawah perut.” Apa bedanya sama kucing, ayam, monyet, kerbau dan teman-
temannya? Cuman pakai baju aja, kemudian melalui perantara duduk di
Kampus atau Kantor.

Mereka yang tak punya tujuan hidup yang jelas, ketika ada sedikit masalah
saja, langsung galau. Padahal lumayan rajin jalan-jalan, makan-makan,
pacaran, nonton film, tapi ntah kenapa tidak pernah mendapatkan
kebahagiaan yang hakiki. Selalu aja stress tiba-tiba datang.

Terlebih lagi, yang bahayanya, mereka tidak suka dengan aturan-aturan Islam,
bila dari awal mereka tidak punya tujuan hidup yang jelas. Semisal mereka
mendapatkan informasi bahwa hukum melakukan suatu perbuatan anu itu
ternyata hukumnya haram. Aktivitas A, haram. Aktivitas B, haram. Aktivitas
C, haram. Ke sini haram, ke sana haram, maju haram, mundur haram, belok
haram, tiarap juga haram, langsung mumetlah dia itu. Serasa dunia runtuh..
Terus yang nggak haram apa??

Apalagi bila dalam konteks bisnis. Punya aset milyaran, tapi ternyata haram?
Serasa langit langsung gelap, seolah hendak runtuh, kayaknya dunia udah
mau kiamat..

Namun, bagi orang yang memiliki tujuan hidup yang jelas, itu mah masalah
keciiill.. Halah, net profit cuman 1 milyar, 2 milyar, 30 milyar, apa sih itu
artinya?? Dibandingkan bila itu bertentangan dengan tujuan hidup kita yang
jelas. Sebab memang ada sesuatu yang jauuuh lebih besar yang mestinya kita
raih, daripada sekadar duit.

Itulah sebabnya penting bagi kita melandasi seluruh aktivitas kita di


kehidupan ini, dengan landasan hidup yang benar. Dan landasan hidup yang
benar itu, bisa kita miliki bila kita menjawab pertanyaan: Apa sesungguhnya
tujuan hidup manusia?

Dengan begitu, harapannya nanti Anda jadi tahu, hidup yang sesungguhnya
itu bagaimana..

Jangan sampai ini tidak dibahas. Kalau pun dibahas, jangan sampai
pembahasannya keliru. Jika salah, siap-siaplah stress..

Maka dari itu, mari nanti kita buka Al-Qur’an.. apapun yang dikatakan nanti,
itu pasti benar. Karena bukankah sudah kita buktikan kebenarannya bahwa
Al-Qur’an ini berasal dari Allah Swt?

Baiklah, siapkah Anda? Kalau Anda belum siap, silahkan baca ulang lagi
artikel ini dari awal. Karena nanti bisa jadi tidak sesuai dengan perasaan
Anda. Lantaran memang perasaan tiap-tiap individu itu kan berbeda-beda.

Baiklah, langsung saja, mari kita buka…

ِ ‫نس ِإ َّال ِل َي ْعبُد‬


‫ُون‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اإل‬
Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi
kepada-Ku. [QS. Adz-Dzaariyaat: 56]

Wah, ternyata itulah tujuan Sang Pencipta menciptakan manusia..

Wa maa khalaqtul jinna wal insan, illaa liya’buduun.. Kita lihat disitu
ada “maa” nafiyatul jinsi. Jadi, di dalam Bahasa Arab itu, kalau
kalimat nafi kemudian diikuti dengan istisna (pengecualian), maka
bermakna hashr.

َّ ‫( َال ِإلَهَ ِإ َّال‬Laa Ilaaha IllAllah). “Laa Ilaaha…” itu


Seperti halnya kalimat ُ‫َللا‬
maknanya adalah Tuhan itu tidak ada… Di seluruh alam semesta jagat raya ini
atau di mana pun itu, tidak ada Tuhan… SEMUA Tuhan itu dinafikan..
Kemudian “Laa Ilaaha…” bertemu dengan “Illaa..” yang
merupakan istisna (pengecualian), maka bermakna hashr. Maka maknanya,
tidak ada Tuhan di seluruh jagad raya ini, KECUALI Allah! Artinya, Tuhan
itu hanya Allah!

Sama seperti surat adz-Dzaariyaat ayat 56 tadi, “Wa maa khalaqtul jinna wal
insan..” ,”maa” disitu adalah “maa” nafi. Maka bisa dipahami bahwa Allah itu
tidak punya tujuan apa-apa untuk manusia.. Tidak ada! Tidak ada maksud
apa-apa! Karena, semuanya telah dinafikan..

Kemudian bertemu dengan “Illaa..” istisna (pengecualian), berarti hashr.


Maknanya, berarti tujuannya hanya..

Maka bila digabung, tidaklah Aku Allah menciptakan jin dan manusia.. Tidak
ada tujuan Aku menciptakan jin dan manusia… KECUALI untuk menjadi
abdiKu. Illaa liya’buduun.. Untuk menyembah kepadaKu. Untuk mengabdi
kepadaKu. Untuk menjadi abdiKu. Untuk menjadi, budakNya Allah Swt.

Jadi, tidak ada tujuan lain Allah menciptakan kita, kecuali untuk mengabdi
kepada Allah Swt!
Jadi kita tidak boleh mengabdi kepada selainNya, siapapun itu! Termasuk
tidak boleh mengabdi pada nafsu diri sendiri!

َّ ‫( َال ِإلَهَ ِإ َّال‬Laa Ilaaha IllAllah),


Itu sebabnya pada kalimat syahadat kita ُ‫َللا‬
menggunakan kata “Illah”. Karena makna “Illah” itu bukan sekadar
“Tuhan”. Al-Illah itu maknanya adalah Al-Ma’bud (yang diibadahi). Berarti
maknanya adalah, tidak ada yang wajib kita sembah, tidak ada yang wajib kita
ikuti, tidak ada yang wajib kita ta’ati, KECUALI Allah Swt. Bisa
dibilang, “Laa Ilaaha IllAllah” itu artinya “Tidak ada Sesembahan, selain
Allah”.

Anda harus tahu bahwa beda antara “Rabb” dengan “Illah”. Kalau “Rabb” itu,
Tuhan. Kalau “Illah”, Sesembahan.

Itu sebabnya Rasulullah membawakan kalimat syahadat, tidak menggunakan


kata “Rabb”. Makanya pula dulu itu ketika orang-orang Arab diminta
mengucapkan “Laa Rabba IllAllah”, mereka mau. Bagi mereka kalimat “Tidak
ada Tuhan selain Allah” itu kalimat yang biasa-biasa saja, tidak masalah.

Pun kalau orang-orang Arab kafir quraisy ditanya “Siapa Tuhanmu?” mereka
menjawab, “Allah”. Tidak ada orang Arab waktu itu yang tidak mengakui
bahwa Tuhan itu adalah Allah. Sampai-sampai kan ayahnya Nabi bernama
Abdullah. Nama lain Kabbah, adalah Baitullah.

Namun, ketika mereka diminta mengucapkan “Laa Ilaaha IllAllah”, mereka


nggak mau. Pokoknya mereka nggak akan mau sampai kapanpun. Karena
mereka paham makna “Illah” itu apa. Lebih dari “Rabb”.

“Rabb”itu artinya Tuhan, dalam artian pengakuan bahwa Tuhan


sebagai Rabb Yang Maha Kuasa, Yang Maha Menciptakan segala-galanya,
Maha Besar, Maha Agung.

Karena kalau mengakui Allah sebagai “Illah”, maka lebih dari sekadar
pengakuan bahwa Allah sebagai Pencipta. Sebab, bila orang-orang Arab itu
mengakuiNya sebagai “Illah”, maka akan ada konsekuensi yang saaaangat
berat. Makanya ngomong doang gitu aja mereka pun nggak mau. Tahu persis
maknanya.

Al-Illah maknanya adalah Al-Ma’bud: pengabdian, keta’atan, ketundukan.


Maka ketika seseorang mengucapkan “Laa Ilaaha IllAllah“, berarti dia sudah
saaaangat siap untuk TIDAK MENGIKUTI SIAPAPUN juga, KECUALI
HANYA kepada ALLAH SWT SAJA!

Makanya kan dalam agenda dakwah abad 21 ini, kaum Muslim itu menyerang
sekulerisme. Sekulerisme merupakan akidah bathil, yang bisa melahirkan
pemahaman-pemahaman kufur.

Kenapa bisa parah banget gitu? Karena sekulerisme itu bukan pelanggaran
terhadap syariat, melainkan pelanggaran terhadap aqidah!
Ingatlah pengakuan kita ketika mengucapkan 2 kalimat syahadat, notabene
kita paham maksudnya bagaimana (seperti yang kita bahas di atas), otomatis,
setiap aturan yang bukan berasal dari Allah Swt, wajib ditinggalkan!

Sedangkan fakta sekulerisme itu, mengajarkan bahwa agama hanya urusan


private. Bila pada urusan publik, jangan bawa agama. Yang lebih
berbahayanya, bila aqidah tersebut melahirkan sistem pemerintahan. Karena,
nanti ciri khas sistem pemerintahannya itu adalah kedaulatan tertinggi itu di
tangan rakyat! Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Maknanya sama dengan
kata’atan tertinggi itu di tangan rakyat! Inilah kemusyrikan terbesar pada
abad ini!

Contohnya:

 Dalam Islam, perempuan pakai kerudung di tempat umum itu wajib


hukumnya. Tapi, bila dengan sekulerisme, pakai kerudung itu
hukumnya mubah. Mau pakai kerudung silahkan, mau mengkibar-
kibarkan rambut juga silahkan, nggak akan ditilang.
 Dalam Islam, membayar zakat itu wajib hukumnya. Tapi, bila dengan
sekulerisme, bayar zakat itu hukumnya mubah. Mau bayar zakat
silahkan, nggak mau bayar juga nggak apa; nggak akan diperangi,
nggak akan dipenjara.
 Dalam Islam, sholat fardhu 5 waktu itu hukumnya yah wajib. Tapi,
bila dengan sekulerisme, sholat itu hukumnya mubah.

Masak kita diajak untuk tunduk patuh ta’at kepada manusia? Padahal,
syahadat kita mengajak kita hanya tunduk patuh ta’at kepada Allah Swt saja.

Oleh karena ini, tujuan utama dari penciptaan manusia itu adalah, manusia
itu harus siap ta’at, siap tunduk, siap patuh, hanya kepada Allah Swt. Apapun
kata Allah, apapun perintah Allah, apapun larangan Allah, manusia harus
senantiasa siap dengan itu semua. Baik suka maupun tidak suka. Sip??

۟ ‫س ٰٓى أَن ت ُ ِحب‬


َ‫ُّوا َشيْـًٔا َوه َُو ش ٌَّر لَّ ُك ْم ۗ َواللّٰـهُ يَ ْعلَ ُم َوأَنت ُ ْم َال ت َ ْعلَ ُمون‬ ۟ ‫س ٰٓى أَن ت َ ْك َره‬
َ ‫ُوا َشيْـًٔا َوه َُو َخي ٌْر لَّ ُك ْم ۖ َو َع‬ َ ‫َو َع‬

…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.. [QS. Al-Baqarah: 216]

Begitulah…

Hmm.. teruss.. apakah masih ada ayat yang lain terkait tujuan hidup
manusia?? Ada. Ini satu lagi..

ٰٓ
َ ُ‫ض َخ ِليفَةً ۖ قَالُ ٰٓو ۟ا أَتَجْ َع ُل فِي َها َمن يُ ْف ِسدُ فِي َها َو َي ْس ِفكُ ال ِد َما ٰٓ َء َونَحْ نُ ن‬
‫س ِب ُح‬ ِ ‫َو ِإ ْذ قَا َل َربُّكَ ِل ْل َملئِ َك ِة ِإنِى َجا ِع ٌل فِى ْاأل َ ْر‬
َ‫س لَكَ ۖ قَا َل ِإنِ ٰٓى أ َ ْعلَ ُم َما َال ت َ ْعلَ ُمون‬
ُ ‫ِب َح ْمدِكَ َونُ َق ِد‬

Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:


“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ini”.
Mereka berkata: “Apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui”. [QS. Al-Baqarah: 30]
Inilah tugas khusus kita. Manusia diciptakan kemudian diturunkan ke atas
muka Bumi ini, untuk menjadi khalifatullah fil ardhi. Secara bahasa Khalifah
itu artinya wakil (pengganti).

Itu sebabnya ketika Abu Bakar diangkat menjadi pemimpin, diberi sebutan
Khalifatur Rasul. Karena kan Rasul itu kepala Negara. Maksudnya bukan
sebagai pengganti Nabi yaa.. Lantaran memang Rasulullah Saw itu sebagai
Nabi, juga sebagai kepala Negara. Nah, Abu Bakar itu menggantikan
Rasulullah Saw sebagai kepala Negara.

Makanya ada juga yang bilang Umar bin Khattab itu Khalifatu Khalifatur
Rasul. Tapi kan kepanjangan, maka disebut Amirul mukminin. Utsman bin
Affan, disebut Khalifah lagi. Kemudian Ali, dipanggil Imam. Yaah meski
dipanggil beda-beda, tapi itu sama kok..

Nah, jadi, bila kita artikan secara bahasa, maka tugas manusia di atas muka
Bumi ini sebagai wakil Allah, sebagai pengganti Allah di muka Bumi ini, untuk
mengatur alam semesta, dunia, dan kehidupan ini, menurut apa-apa yang
sudah ditetapkan oleh Allah Swt.
Jangan sampai kita ngaku jadi Wakil, tapi kok nggak nurut sama Allah? Itu
namanya bukan mewakili. Jangan-jangan mau mengkudeta Allah?

Iya, Allah sudah menetapkan aturan-aturan untuk mengatur segala perkara


pada kehidupan manusia di muka Bumi ini, maka tugas manusia adalah
sebagai pelaksananya. Udah, titik.

Begitulah…

Palingan persoalan berikutnya, kita khawatir nanti diri kita malah menjadi
abdullah maupun khalifatullah yang nggak bener.. Nah, caranya jadi abdullah
maupun khalifatullah yang bener itu gimana sih??
Bagaimana Caranya Mengabdi Pada Allah,
Secara Baik dan Benar?
Caranya adalah, harus mengikuti seluruh petunjuk yang diturunkan Allah Swt.

ِ َ‫ت ِمنَ ْال ُهدَى َو ْالفُ ْرق‬


‫ان‬ ٍ ‫اس َو َب ِين‬ ِ ُ ‫ِى أ‬
ِ َّ‫نز َل فِي ِه ْالقُ ْر َءانُ ُهدًى ِللن‬ ٰٓ ‫ضانَ َّالذ‬
َ ‫ش ْه ُر َر َم‬
َ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). [QS. Al-Baqarah: 185]

SimaklaH. Berarti, di Al-Qur’an ini ada petunjukan dan penjelasan-penjelasan


mengenai petunjuk. Udah gitu, ada pula pembeda antara yang benar dengan
yang salah.

Berarti, kita bisa mengabdi kepada Allah secara baik dan benar, caranya yah
ikuti Al-Qur’an.

Berarti, yang salah itu yang nggak mau ikuti Al-Qur’an. Yang maunya ngikutin
hawa nafsu dan bisikan syaithan aja.

Ketahui pulalah ayat berikut ini..

َ‫ث ُ َّم َجعَ ْلنكَ َعلَى ش َِريعَ ٍة ِمنَ ْاأل َ ْم ِر فَاتَّبِ ْع َها َو َال تَتَّبِ ْع أ َ ْه َوآٰ َء َّالذِينَ َال يَ ْعلَ ُمون‬

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari
urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti
hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. [QS. Al-Jaatsiyah: 18]

Pun, kan ada sebuah kaedah syara’ yang berbunyi..

َّ ‫ص ُل ِف ْي األ َ ْف َعا ِل التَّقَيُّدُ ِب ْال ُح ْك ِم ال‬


‫ش ْر ِعي‬ ْ َ ‫اَأل‬
Asal dari perbuatan (selalu) terikat dengan hukum syara.
Nah, itu; hukum asal dari setiap perbuatan kita, manusia; harus terikat
dengan hukum syara’.

Kita harus tahu apa hukum dari setiap aktivitas kita? Apakah boleh (halal),
atau tidak boleh (haram)? Apakah wajib? Sunnah? Mubah? Makruh? Atau
haram?

Kuliah itu kan termasuk perbuatan. Bisnis pun termasuk perbuatan.


Berpakaian pun termasuk perbuatan. Berinteraksi dengan orang lain pun
termasuk perbuatan. Karena yang namanya fakta yang bisa kita indera kan
cuman ada 2. Pertama, benda. Kedua, perbuatan (atau aktivitas). Kedua hal
itulah yang bisa dihukumi. Kalau benda itu cuma punya 2 hukum, halal atau
haram. Sedangkan perbuatan itu cuma punya 5 hukum, itulah yang tadi,
wajib, sunnah, mubah, makruh, haram.

Maka..

 Kita jangan melakukan suatu transaksi bisnis sebelum tahu


hukumnya apa
 Kita jangan langsung ngelamar kerja jadi anu sebelum tahu
hukumnya apa
 Kita jangan ngambil suatu jurusan anu di Kampus sebelum tahu
hukumnya apa
 Kita jangan mengenakan suatu pakaian anu sebelum tahu hukumnya
apa
 Kita jangan makan suatu makanan anu dan minum suatu minuman
anu sebelum tahu hukumnya apa

Seharusnya…

 Bila tiba-tiba ada yang ngajak.. “Eh, coba main MLM yuk..” maka
Anda harus cari tahu dulu, apa hukumnya?
 Bila tiba-tiba ada yang nawarin kerja, “Jadi Cleaning Service di Bank
Mandora mau nggak Bro?” maka Anda harus cari tahu dulu, apa
hukumnya?
 Bila tiba-tiba ada yang mengajak Anda.. “Coba nih ikutin tutorial cara
pakai kerudung baru tahun 3020..” maka Anda harus cari tahu dulu,
apa hukumnya?
 Bila tiba-tiba ada yang nawarin Anda kerjasama.. “Kamu jago
melukis ya? Kalau ngelukis anu bisa nggak? Boleh minta nomr HP
atau pin BBM-nya? Sapa tau bisa kerjasama..” maka Anda harus cari
tahu dulu, apa hukumnya?

Begitulah.. Jangan sampai Anda malah langsung berbuat sesuatu, tanpa tahu
apa hukumnya!

 Kalau ada orang yang udah langsung ngelamar suatu kerjaan tanpa
tahu apa hukumnya, berarti Anda nggak niat jadi abdullah. Tapi jadi
abdul duit.
 Kalau ada orang yang udah langsung memakan suatu makanan tanpa
tahu apa hukumnya, berarti Anda nggak niat jadi abdullah. Tapi jadi
abdul nafsu.
 Kalau ada orang yang udah langsung mengenakan suatu pakaian
tanpa tahu apa hukumnya, berarti Anda nggak niat jadi abdullah.
Tapi jadi abdul pujian manusia.
 Dan lain-lainnya.. ada yang abdul jabatan, abdul cewek, abdul musik,
abdul film, dan abdul-abdul lainnya… Serem hiiii!!!

Karena kalau abdulullah seperti (insya Allah) kita ini, saya dan Anda; kita
tidak akan melakukan suatu perbuatan, kecuali kita tahu hukumnya. Bila
ternyata boleh, barulah kita lakukan. Kalau ternyata tidak boleh, yah jauhi.
Itulah ciri manusia berakhlak mulia,dia bertaqwa.

Clear ya? Beres? Sudah tidak ada masalah lagi terkait bagaimana pandangan
hidup kita sebagai umat muslim?
Sayangnya, ternyata masih ada masalah lain. Ada orang yang memang sudah
“pegang” Al-Qur’an dan assunnah, tapi dia jadi “rada aneh”, bahkan bisa ada
yang “rada sesat”. Kok bisa? Berikut ini penjelasannya.

3 Macam Cara Orang Mengikuti Petunjuk di


Al-Qur’an
Sudah pun ada orang yang “mengakui” Al-Qur’an sebagai petunjuk, namun
faktanya ada macam-macamnya lagi:

1. Ada orang yang menjadikan Al-Qur’an sebagai wahana kosultatif saja


2. Ada orang yang hanya mengikuti sebagian Al-Qur’an saja
3. Ada orang yang mengikuti keseluruhan isi Al-Qur’an secara total

Mari coba kita bahas satu per satu.

1. Orang yang menjadikan Al-Qur’an sebagai wahana


kosultatif saja
Mohon maaf sebelumnya, tipe orang yang pertama ini pernah ada faktanya di
IAIN. Ntah mungkin karena ada rumor yang mengatakan disana tak sedikit
jumlah dosen liberalnya. Gara-gara gitu, jadinya ada yang membuat guyonan
bahwa IAIN itu singkatan dari Ingkar Allah Ingkar Nabi, hehehe! Terus,
katanya kenapa diubah menjadi UIN, karena UIN itu singkatan dari UINsya
Allah Islam, hehehe!

Nah, jadi, katanya disitu ada seorang profesor di IAIN itu yang ngomong,
“Saya paling takut kalau Al-Qur’an dijadikan Kitab Hukum!” Mendengar
pernyataan itu, mahasiswanya pun jadi pada kaget. Lanjut sang Dosen,
“Karena yang membuat Qur’an itu jadi kaku, menakutkan, serem, kejam, dan
mengerikan, kalau Qur’an itu dijadikan sebagai Kitab Hukum!”

Lanjutnya lagi, “Coba saja.. Hukum itu kan isinya tentang boleh, tidak boleh,
halal, haram, kafir, musyrik, muslim.. itu karena menjadikan Al-Qur’an
sebagai Kitab Hukum. Itu BAHAYA!! Bisa bikin Qur’an itu jadi SEMPIT
MAKNANYA!! JADI KAKUU!! JADI KEJEM!! JADI SEREM!!”

Woaah mahasiswa-mahasiswa yang baru masuk itu pun terheran-heran..


Profesor gitu loh, yang ngomong..

Kemudian sang Dosen menegaskan kembali, “Jadi saya PALING TIDAK


SETUJU kalau Al-Qur’an dijadikan sebagai Kitab Hukum!!”

Terus, maunya Al-Qur’an itu dijadikan sebagai apa?

Nah, terus dia sebutkan yang di poin pertama di atas tadi. “Saya
menginginkan Al-Qur’an itu menjadi Kitab yang sebagai ajang dan wahana
kosultatif..”

Maksudnya bagaimana, kemudan dia lanjutkan lagi.. “Kalau Al-Qur’an itu kita
jadikan sebagai rujukan wahana kosultatif, itu akan membuat Al-Qur’an
menjadi sejuk di hati kita.. menjadi sejuk di mata kita.. Tidak jadi garang lagi..
Dengan begitu kan benar-benar bisa menjadi solusi terhadap masalah-
masalah yang kita alami..”

Lanjutnya lagi, “Misalnya nih kita lagi ada masalah.. Contohnya, kita stress
nih bulak-balik bisnis kok bangkrut-bangkrut terus sih.. Nah, bagaimana agar
kita tidak sedih? Agar tidak larut dengan masalah gitu? Kita buka saja Al-
Qur’an… Membuka Al-Qur’an itu seperti berdialog dengan Tuhan.. Kalau gini
kan lebih lembut.. lebih sejuk…. Sehingga kita itu bisa konsultasi dengan
Tuhan.. Konsultasi dengan Qur’an itu ibarat konsultasi dengan Allah Swt…
Sehingga mendapatkan pemecahan-pemecahan masalah dari Allah, inilah
yang membuat hidup kita menjadi tenang… tentram… Hingga kita bisa
menjalani hidup ini lebih baik..”

Kemudian dia buat penegasan, “Itulah karena itu tadi, kita punya temen
konsultasi berupa Al-Qur’an.. Lebih enak kan? Daripada dijadikan kitab
hukum, itu menakutkan! Mengerikan! Iya kan? Jadinya nanti nggak ada
panggilan galak antara sesama muslim gitu.. Nggak ada sebut-sebut temannya
kafir.. Orang mengkafir-kafirkan dan menyalah-nyalahkan gitu kan gara-gara
Al-Qur’an dijadikan sebagai kitab Hukum.. Nanti ada pengusaha yang suka ke
Bank, malah dibilang kafir lagi! Yah itulah tadi kan, gara-gara kitab ini
dijadikan hukum tadi.. Mungkin mereka itu kan nggak pernah belajar agama
di Kampus Islam IAIN gini..”

Simpulnya, “Jadi biar lebih enak, lebih lembut, lebih soft; Al-Qur’an ini kita
jadikan sebagai wahana konsultatif saja yaa.. Oke sipp setuju?”

Menurut Anda, bagaimana? Enakkah begitu?

Kalau saya, tidak setuju.

Kalau orang awam, mungkin dia bakal merasa kayaknya enak ya yang dibilang
Dosen itu.. Tapi jika kita pikir-pikir lagi… sekiranya Al-Qur’an itu jadikan
wahana konsultatif doang, maka konsekuensinya adalah, bila orang nggak
punya masalah maka dia nggak akan buka Al-Qur’an.

Apakah mungkin orang selalu datang ke Psikolog terus baik ketika lagi punya
masalah maupun lagi nggak ada masalah? Biasanya orang ke Psikolog itu
datangnya pas lagi punya masalah. Nggak mungkin orang yang nggak punya
masalah malah datang ke “konsultan”. Lihat orang-orang yang ikut seminar,
workshop, training, kebanyakan dan seringnya adalah orang yang belum
banyak ilmu, dan nggak berduit ya kan? Hehehe! Lihatlah direktur yang
merasa udah banyak duit dan banyak ilmu, masih maukah dia ikut seminar
gitu?

Begitulah argumen secara logikanya bahwa pendapat sang Dosen tersebut


keliru. Namun, secara nash hal itu pun tak selaras dengan apa yang Allah
firmankan.

‫يرا‬
ً ‫ص‬ِ ‫س ِمي ًۢعًا َب‬ ْ ُّ‫اإلنسنَ ِمن ن‬
َ ُ‫طفَ ٍة أ َ ْمشَاجٍ نَّ ْبتَ ِلي ِه فَ َج َع ْلنه‬ ِ ْ ‫إِنَّا َخلَ ْقنَا‬
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan),
karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. [QS. Al-Insaan: 2]

Jadi, lihatlah tuh, kita diciptakan Allah, agar kemudian kita diuji. Ujian, itu
hakikat hidup kita (ingat, hakikat itu berbeda dengan tujuan). Sudah susah-
payah manusia itu dilahirkan, intinya supaya dapat ujian.

Kemudian, maka dari itulah Allah Swt memberikan kita kemampuan untuk
mendengar dan melihat. Karena memang indera itu termasuk syarat untuk
mengikuti ujian.

ً ُ‫ِإنَّا َهدَيْنهُ ال َّس ِبي َل ِإ َّما شَا ِك ًرا َو ِإ َّما َكف‬


‫ورا‬

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang


bersyukur dan ada pula yang kafir. [QS. Al-Insaan: 3]

Allah telah menunjuki kita 2 jalan. Karena ada petunjuk itulah, manusia itu
jadi ada 2 macamnya. Manusia macam pertama adalah yang bersyukur,
kemudian manusia macam kedua adalah yang kufur.

‫يرا‬ ۟ َ ‫سلس‬
َ ‫َِل َوأ َ ْغل ًَل َو‬
ً ‫س ِع‬ َ َ‫ِإنَّا ٰٓ أ َ ْعت َ ْدنَا ِل ْلك ِف ِرين‬

Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu


dan neraka yang menyala-nyala. [QS. Al-Insaan: 4]

Begitulah penutupnya..

Sekarang, pertanyaannya.. menurut surat Al-Insaan ayat 2 sampai 4 itu, kan


Allah telah menunjukkan petunjuk berupa Al-Qur’an dan assunnah. Nah,
petunjuk itu, apakah sifatnya bebas atau memaksa? Bebas dalam artian yah
mau diikuti (jadi beriman) silahkan, nggak mau (jadi kafir) yah juga silahkan,
bebas begitu? Atau, petunjuk Allah itu bersifat memaksa dalam artian semua
manusia itu harus ikut, nggak boleh nggak ikut, begitu?
Silahkan Anda pilih..
(A). Bersifat bebas
(B). Bersifat memaksa

Baiklah, biar lebih mudah, mari kita bahas analoginya.. Begini… Seandainya
saya umumkan, barangsiapa yang membaca artikel panjang ini dari awal
sampai habis, selesai, nanti akan saya kasih sertifikat beserta tanda tangan asli
saya. Plus akan saya kasih gelar Sarjana PAI. Tapi siapa yang nggak beres
bacanya, akan saya kasih gelar Durhaka pada PAI.

Nah, kalau begitu, untuk lulus dapat sertifikat dan gelar gitu, apakah bersifat
bebas atau memaksa? Betul, bebas. Mirip dengan kuliah juga. Yang lulus
dapat gelar sarjana, yang nggak lulus yah jadilah mahasiswa abadi, palingan
berpotensi dapat gelar DO.

Namun, bagaimana bila pengumumannya itu diubah, menjadi: bagi siapa


yang lulus maka saya kasih duit, dapat hadiah menarik; tapi bagi siapa yang
nggak lulus, akan disiksa ramai-ramai sampai mati. Seperti itu, apakah bebas
atau memaksa?

Nah, kalau memaksa begitu, itu artinya saya pingin semuanya lulus.

Seperti itu analoginya soal mengikuti petunjuk. Kita manusia semuanya


dipaksa Allah untuk masuk Surga. Jangan sampai deh ada satu saja manusia
yang malah masuk Neraka. Sayang banget! Udah capek-capek diciptakan!

Begitulah pengumuman dari Allah, sudah “di-shooting dan disiarkan live” di


seluruh dunia.

Berarti, kalau Al-Qur’an itu cuma dijadikan sebagai wahana konsultatif doang;
itu tidak boleh. Karena, ini ada ancaman siksaannya, bagi orang yang tidak
mau tunduk dan terikat dengan Al-Qur’an dan Assunnah. Dengan kata lain,
kita ini semuanya harus terikat dengan Al-Qur’an dan Assunnah.
Tetapi… sayangnya, ketika kita sudah jadi termasuk orang yang mau terikat
dengan Al-Qur’an dan Assunnah pun, bisa terbagi lagi menjadi 2 macam.

 Macam pertama, ada yang mau terikat tapi terikat dengan sebagian
isi Al-Qur’an dan Assunnah saja, pilih-pilih yang mana yang enak
yang mana yang nggak enak menurut dirinya.
 Macam kedua, ialah yang mau terikat dengan keseluruhan isi Al-
Qur’an dan Assunnah.

2. Orang yang hanya mengikuti sebagian Al-Qur’an saja


Ketika dia ditanya, “Kamu ini orang Islam ya?” Dia jawab, “Iya saya orang
Islam.” Kemudian ditanya lagi, “Kamu mau tunduk kepada Allah? Siap
menjalani perintah Allah?” Dia jawab, “Siap! Saya mau tunduk kepada Allah!
Saya siap menjadi abdullah! Saya pun siap menjalankan perintah Allah!” tapi,
rupanya nanti maunya sebagian saja. Yang diamalkan adalah perintah yang
enak-enak, sedangkan perintah yang nggak enak, nanti-nanti dulu aja..

Hm, emangnya ada fakta nyata real-nya orang yang macam begini?
Ada. Sholat mau, tapi pakai kerudung yang syar’i nggak mau. Padahal sama-
sama wajib perintah Allah. Nikah mau, tapi dilarang bertransaksi berbunga
nggak mau.

Nih contoh lainnya, biasanya biar ketahuan apakah seseorang itu termasuk
macam ini atau bukan, adalah dengan di-test ajak dia untuk mengamalkan
ayat ini:

َ‫ب َعلَى َّالذِينَ ِمن قَ ْب ِل ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬ ِ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم‬


َ ‫الص َيا ُم َك َما ُك ِت‬ ۟ ُ‫يٰٓأ َ ُّي َها َّالذِينَ َءا َمن‬
َ ‫وا ُك ِت‬

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa… [QS. Al-Baqarah: 183]
Begitu diajak mengamalkan ayat di atas barusan soal puasa, dia langsung siap
bersedia untuk mengamalkannya. Namun, ketika diajak untuk mengamalkan
ayat berikut ini:

‫اص فِى ْالقَتْلَى‬


ُ ‫ص‬َ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْال ِق‬ ۟ ُ‫يٰٓأَيُّ َها َّالذِينَ َءا َمن‬
َ ِ‫وا ُكت‬

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan


dengan orang-orang yang dibunuh… [QS. Al-Baqarah: 178]

Begitu diajak mengamalkan ayat di atas barusan soal qishash, dia langsung
ngosos.. Kebukti kan cuma mau terikat dengan sebagian saja..

Apalagi diajak untuk mengamalkan dalil-dalil berikut ini yang padahal juga
diwajibkan:

ُ‫شيْـًٔا َو ُه َو ش ٌَّر لَّ ُك ْم ۗ َواللّٰـه‬ ۟ ‫س ٰٓى أَن ت ُ ِحب‬


َ ‫ُّوا‬ ۟ ‫س ٰٓى أَن ت َ ْك َره‬
َ ‫ُوا َشيْـًٔا َوه َُو َخي ٌْر لَّ ُك ْم ۖ َو َع‬ َ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْال ِقت َا ُل َوه َُو ُك ْرهٌ لَّ ُك ْم ۖ َو َع‬
َ ِ‫ُكت‬
َ‫يَ ْعلَ ُم َوأَنت ُ ْم َال ت َ ْعلَ ُمون‬

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu


yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [QS. Al-
Baqarah: 216]

ِ ‫ُوا ُك َّل و ِح ٍد ِم ْن ُه َما ِم ۟ائَةَ َج ْلدَةٍ ۖ َو َال ت َأْ ُخ ْذ ُكم بِ ِه َما َرأْفَةٌ فِى د‬
‫ِين اللّٰـ ِه إِن ُكنت ُ ْم تُؤْ ِمنُونَ بِاللّٰـ ِه َو ْاليَ ْو ِم‬ ۟ ‫الزانِى فَاجْ ِلد‬ َّ ‫الزانِيَةُ َو‬ َّ
َ‫طا ٰٓ ِئفَةٌ ِمنَ ْال ُمؤْ ِمنِين‬
َ ‫ْاال ِخ ِر ۖ َو ْل َي ْش َه ْد َعذَا َب ُه َما‬

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman. [QS. An-Nuur: 2]

‫يز َح ِكي ٌم‬ َ ‫طعُ ٰٓو ۟ا أَ ْي ِد َي ُه َما َجزَ آٰ ًۢ ًء ِب َما َك‬
ٌ ‫س َبا نَك ًَل ِمنَ اللّٰـ ِه ۗ َواللّٰـهُ َع ِز‬ َ ‫َّارقَةُ فَا ْق‬
ِ ‫َّار ُق َوالس‬
ِ ‫َوالس‬
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. [QS. Al-Maidah: 38]

Nah, terkait orang yang hanya mau terikat dengan sebagian itu saja, gimana
tuh nasibnya kalau dia begitu?

Orang seperti mereka, diancam oleh Allah dalam firmannya:

‫ى فِى ْال َح َيو ِة الدُّ ْن َيا ۖ َو َي ْو َم ْال ِقي َم ِة‬


ٌ ‫ض ۚ فَ َما َجزَ آٰ ُء َمن َي ْف َع ُل ذلِكَ ِمن ُك ْم ِإ َّال ِخ ْز‬ ِ ‫ض ْال ِكت‬
ٍ ‫ب َوت َ ْكفُ ُرونَ ِب َب ْع‬ ِ ‫أَفَتُؤْ ِمنُونَ ِب َب ْع‬
َ‫ب ۗ َو َما اللّٰـهُ ِبغ ِف ٍل َع َّما ت َ ْع َملُون‬ِ ‫ي َُردُّونَ ِإلَ ٰٓى أ َ َش ِد ْال َعذَا‬

Apakah kamu beriman kepada sebahagian Kitab itu dan ingkar terhadap
sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian
daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari
kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak
lengah dari apa yang kamu perbuat. [QS. Al-Baqarah: 85]

Begitulah pertanyaan dari Allah. Bisa jadi kita termasuk orang yang macam
ini? Apakah kita mau mengikuti aturan Allah yang enak-enak aja, tapi nggak
mau ngikut yang nggak enak-enggak enak? Pastikanlah bahwa diri Anda
berusaha pada posisi yang benar, yakni Islam kaffah.

Coba kita simak ayat tersebut. Pada jawabannya itu ada


huruf nafi ketemu istisna. Berarti kalau ada orang Islam tapi kok menjalankan
Al-Qur’an kok sebagian-sebagian aja, yang enak-enak aja, yang lain
ditinggalkan, maka kata Allah: tidak ada balasan dari Allah sama sekali,
kecuali, nistalah hidupnya di dunia. Kalau nggak nista, berarti salah nih
ayatnya. Berarti, harus nista. Dan memang nista.
Kalau cuma nista di dunia doang masing mending, namun
sayangnya ada kelanjutannya; besok orang yang setengah-setengah
menjalankan Al-Qur’an ini, masuk Neraka dapat siksa.

Maka, haruslah kita menjadi macam yang ketiga berikut ini.

3. Orang yang mengikuti keseluruhan isi Al-Qur’an


secara total
Merekalah orang yang mengikuti firman Allah berikut ini.

ٌ ‫شيْط ِن ۚ إِنَّ ۥهُ لَ ُك ْم َعد ٌُّو ُّم ِب‬


‫ين‬ َّ ‫ت ال‬
ِ ‫طو‬ ۟ ُ‫وا فِى ال ِس ْل ِم َكآٰفَّةً َو َال تَتَّبِع‬
ُ ‫وا ُخ‬ ۟ ُ‫وا ا ْد ُخل‬
۟ ُ‫يٰٓأَيُّ َها َّالذِينَ َءا َمن‬

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam


keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. [QS. Al-Baqarah:
208]

Haruslah kita menjalakan Al-Qur’an secara kaffah, 100% semuanya harus kita
ikuti, itulah ciri kita menjadi abdullah yang baik dan benar. Insya Allah nanti
masuk Surga. Kalau tidak mau kaffah, bisa jadi malah masuk Neraka dulu…
Begitulah..

Kesimpulan Sejauh Ini


Intinya, aqidah Islam ini berupa pandangan-pandangan terhadap pertanyaan:

 Darimana asal-muasal manusia, alam semesta, dan kehidupan?


 Untuk apa hidup di dunia ini?
 Akan ke mana seusai hidup?

Kemudian, itu semua sudah terjawab ketika kita menemukan informasi dari
Sang Pencipta, yaitu Al-Qur’an dan assunnah.

Persoalan pertama, dari mana asal-muasal manusia? Jawabannya, dari Allah


Swt. Sebagaimana yang difirmankan Allah Swt dalam Al-Qur’an, manusia
pertama adalah Nabi Adam. Sedangkan kita ini cucunya Nabi Adam.
Termasuk pula orang tua Anda, dan nenek Anda, merupakan cucunya Nabi
Adam. Sedangkan Nabi Adam yah itu tadi kan berasal dari Allah Swt.

Kemudian persoalan berikutnya, apa hubungan “penciptaan manusia sebelum


hidup” dengan “kehidupan di dunia ini”? Hubungannya adalah, Allah tidak
akan menciptakan manusia kecuali Allah juga menurunkan petunjuk hidup
(aturan) untuk kehidupan.

Berbeda halnya dengan orang sekuler. Kalau orang sekuler itu mengakui
bahwa manusia, alam, dan kehidupan itu diciptakan oleh Tuhan, tapi
bagaimana caranya dia hidup, dia tidak mengakui aturan Tuhan. Terus
bagaimana cara manusia hidup, menurut mereka itu terserah manusia aja
mau gimana. Biar nanti manusia memilih wakil manusia (ntah dengan coblos,
contreng, atau apapun itu), agar kemudian wakil manusia itu membuat aturan
manusia. Dan di situlah nanti yang tadinya kata Allah sholat itu hukumnya
wajib, kemudian berubah hukumnya menjadi mubah. Orang mau sholat
boleh, nggak sholat juga boleh.
Dan di Demokrasi itulah nanti yang tadinya kata Allah riba dan pajak itu
hukumnya haram, kemudian berubah hukumnya menjadi wajib. Siapa yang
nggak bayar pajak, “disikat”.

Dan di situlah nanti yang tadinya kata Allah


muslimah berhijab itu hukumnya wajib, kemudian berubah hukumnya
menjadi mubah. Mau berhijab silahkan, tapi karena lagi nggak ada anggaran
katanya nggak usah aja deh polwannya berhijab. Tapi kalau pakai topi santa
yang hukumnya haram, malah diharus-haruskan. Yang wajib itu pakai helm.
Dan di situlah nanti yang tadinya kata Allah sumber daya alam itu merupakan
milik umum, harusnya negara mengelolanya kemudian memberikannya
kepada rakyat, haram dijual ke rakyat hingga oknum pejabat dan
Kapitalis “profit gede”; kemudian berubah malah bisa menjadi milik swasta,
asing pula lagi.

Yang tadinya kata Allah harusnya seorang pencuri khusus itu dipotong
tangannya, kemudian berubah hukumnya menjadi dipenjara.

Belum lagi bahas qishash, rajam, dan lain-lainnya, hukum-hukum Allah


dicampakkan mereka! Mereka pakai otaknya sak karepnya dewe buat ngatur
kehidupan ini!

Dan lain-lain sebagainya. Jelas sangat sangat sangat bertentangan dengan


aqidah kita!

Itulah mereka pemeluk aqidah sekulerisme, yang memisahkan agama dari


kehidupan.

Sedangkan sejatinya bagi kita pemeluk aqidah Islam, ketika ditanya apa
tujuan hidup di dunia ini? Jawabannya, tujuan utama manusia hidup di dunia
ini adalah untuk terikat dengan aturan-aturan yang berasal dari Allah Swt.

Berikutnya, apa hubungannya “tujuan hidup manusia” dengan “setelah hidup


di dunia ini” adalah hisab. Maksudnya, kita akan dimintai
pertanggungjawaban atas semua apa yang kita lakukan selama hidup di dunia.
Apakah kita beriman kepada Allah Swt? Beriman kepada Rasulullah Saw?
Apakah kita sudah sholat? Puasa? Dakwah? Qishash sudah diamalkan?
Potong tangan udah diamalkan? Sudah baiat ke Khalifah? Gimana kalau yang
wajib-wajib itu belum kita amalkan tiba-tiba kita udah mati duluan?

Kalau semua aktivitas kita ketika hidup di dunia sesuai dengan Al-Qur’an dan
assunnah, kemudian Allah ridha, insya Allah kita akan ke Surga selama-
lamanya. Bila ada orang yang melenceng-melenceng, nggak sesuai dengan Al-
Qur’an dan assunnah, hati-hati, bisa-bisa masuk ke Neraka dulu. Yang
bahayanya kalau masuk ke Neraka selama-lamanya.

Ingat ya, Allah itu menghisab kita dengan syariat Islam! Dengan Al-Qur’an
dan assunnah! Bukan dengan nafsu! Walaupun menurut nafsu itu Anda bener,
tidak salah, termasuk juga hakim-hakim yang menyidang itu kalau dia udah
setia dengan nafsu, mereka itu semua di Akhirat nanti tetap akan dihisab oleh
Allah dengan syariat Islam, bukan dengan nafsu. Pokoknya semua manusia
begitu.

Walaupun menurut hukum manusia, kita ini bener, legal, boleh, sah, tapi
tetap saja hukum manusia itu tidak berlaku di Akhirat kelak. Sekali lagi, Allah
pasti akan menghisab kita dengan syariat Islam, yang memang sudah
diturunkan ke kita. Ini harus dicamkan. Allah nggak main-main.

ِ‫إِ ِن ْال ُح ْك ُم إِالَّ ِلل‬

Sesungguhnya menetapkan hukum hanyalah hak Allah. [QS. Yusuf: 40]

ِ ‫َللاُ َوال تَتَّ ِب ْع أ َ ْه َوا َء ُه ْم َع َّما َجا َءكَ ِمنَ ْال َح‬
‫ق‬ َّ ‫فَاحْ ُك ْم َب ْينَ ُه ْم ِب َما أ َ ْنزَ َل‬

Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu. [QS. Al-Maidah: 48]

َ‫َللاُ فَأُولَئِكَ ُه ُم ْالكَا ِف ُرون‬


َّ ‫َو َم ْن لَ ْم َيحْ ُك ْم ِب َما أَ ْنزَ َل‬

Barangsiapa yang tidak menetapkan hukum menurut apa yang diturunkan


Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. [QS. Al-Maidah:
44]

َّ ‫َللاُ فَأُولَئِكَ ُه ُم‬


َ‫الظا ِل ُمون‬ َّ ‫َو َم ْن لَ ْم َيحْ ُك ْم بِ َما أَ ْنزَ َل‬
Barangsiapa yang tidak menetapkan hukum menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim. [QS. Al-Maidah:
45]

َ‫َللاُ فَأُولَئِكَ ُه ُم ْالفَا ِسقُون‬


َّ ‫َو َم ْن لَ ْم َيحْ ُك ْم ِب َما أَ ْنزَ َل‬

Barangsiapa yang tidak menetapkan hukum menurut apa yang diturunkan


Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq. [QS. Al-Maidah:
47]

Tidak mungkin syariat Islam itu berubah. Sekarang Allah mengatakan bahwa
berzina itu hukumnya haram, besok sampai kiamat yah hukumnya tetap
haram. Sekarang Allah mengatakan bahwa riba itu hukumnya haram, besok
sampai kiamat yah hukumnya tetap haram.

Meski seluruh dunia mengatakan bahwa zina itu boleh, riba itu boleh, hisab
Allah kelak tetap tak akan berubah. Walaupun Undang-Undang mengatakan
bunga hutang itu boleh, bahkan wajib, namun bila Allah tetap mengatakan itu
haram, maka tetap akan haram.

Karena memang yang dihisab Allah di akhirat kelak itu pasti akan nyambung
dengan apa-apa yang diturunkan Allah di dunia, yakni Al-Qur’an dan
assunnah, yang notabene harus setia nan istiqomah kita ikuti terus sampai
mati.

Sekali lagi, bila disimpulkan, defenisi aqidah Islam adalah, pemikiran


menyeluruh tentang manusia, kehidupan, dan alam semesta, yang mana
ketiga hal tersebut adalah ciptaan (makhluk) bagi Pencipta (al-Khaaliq) yaitu
Allah Swt; dan bahwasannya setelah kehidupan ini akan ada hari kiamat. Dan,
bahwasannya hubungan antara kehidupan dunia dengan apa-apa yang ada
sebelum kehidupan dunia adalah ketundukan manusia terhadap perintah-
perintah Allah dan larangan-larangan-Nya (termasuk iman dan syariat,
termasuk beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para
RasulNya, dan hari Akhir, juga pada qadha dan qadar baik-buruknya dari
Allah Swt), sedangkan hubungan antara kehidupan dunia dengan apa-apa
yang ada sesudah kehidupan dunia, adalah adanya hari kiamat dan hari akhir
yang di dalamnya terdapat balasan terkait pahala dan dosa, serta Surga dan
Neraka (hisab). Kemudian di Surga dan Neraka itulah tempat kembali kita
yang abadi.

Begitulah.. Inilah, aqidah Islam…

wallahu a’lam bishawab…

Refrensi:

 Kitab “Nizhamul Islam”, karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani


 Kitab “At-Thariq”, karya Ahmad ‘Athiyat
 Buku “Ekonomi Islam Madzhab Hamfara Jilid: I: Falsafah Ekonomi
Islam”, karya Ir. H. Dwi Condro Triono, M.Ah, Ph.D
 Buku “Materi Dasar Islam”, karya Arief B. Iskandar
 Buku Fikrul Islam”, karya Muhammad Ismail
 Kitab “Dirasat fi al-fikri al-islami”, karya syaikh Muhammad
Husain Abdullah
 Kitab “Ad-Dimukratiyah Nizhaam al-Kufr”, karya Abdul Qadim
Zallum
 Slide Ppt “Pemecahan Aqidah 1”, oleh Ir. H. Dwi Condro Triono,
M.Ah, Ph.D
 Slide Ppt “Pemecahan Aqidah 2”, oleh Ir. H. Dwi Condro Triono,
M.Ah, Ph.D
 Slide Ppt “Tujuan Hidup Manusia”, oleh Ir. H. Dwi Condro Triono,
M.Ah, Ph.D

Credits gambar:

 Quotes Buya Hamka: FotoCantik.info,


 Pemeriksaan Surat, Sertifikat: IconArchive.com,
 Flat icon capture Paris, kereta api: Dribbble.com

Anda mungkin juga menyukai