Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

KEMATIAN JANIN DALAM KANDUNGAN

Disusun Oleh:

Mohammad Haekal 140100158


Ananta Septriandra Ginting 140100222
Ricky Kurniadi Siregar 140100182
Wirda Zamira Lubis 140100107
Henny Wahyuni 140100045

Pembimbing:
dr. Hotma P. Pasaribu, M.Ked (OG), Sp.OG(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul
“Kematian Janin dalam Kandungan”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Hotma P. Pasaribu, M.Ked(OG), Sp.OG(K), selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian kasus ini. Dengan demikian diharapkan
laporan kasus ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan
kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ........................................................................................... ii

Daftar Isi ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2. Tujuan ...................................................................................... 1

1.3. Manfaat .................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3

2.1. Definisi dan Klasifikasi Presentasi Bokong ............................ 3

2.2. Epidemiologi ........................................................................... 4

2.3. Faktor Predisposisi ................................................................... 5

2.4 Etiologi ................................................................................... 6

2.5 Diagnosis ................................................................................. 7

2.6 Persalinan pada presentasi bokong .......................................... 8

2.7 Komplikasi ............................................................................... 14

2.8 Prognosis .................................................................................. 15

BAB III STATUS ORANG SAKIT .......................................................... 16

BAB IV FOLLOW UP ............................................................................... 25

BAB V DISKUSI KASUS .......................................................................... 27

BAB V KESIMPULAN ............................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 31

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk
hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal. Keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari derajat kesehatan
masyarakat. Dalam hal ini terdapat beberapa indikator untuk menilai derajat
kesehatan masyarakat, khususnya indikator kesehatan ibu dan anak, yaitu
angka kematian ibu dan anak, usia harapan hidup, jumlah cakupan pelayanan
kesehatan, dan lain-lain. Salah satu tolak ukur yang paling peka untuk
menilai derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian perinatal
(Manuaba, 2003).
Kematian perinatal yaitu kematian janin setelah 20 minggu kehamilan,
tetapi sebelum permulaan persalinan (Hacker, 2004). Di Amerika Serikat,
angka kematian perinatal tercatat 3-8 per 1000.
Angka kematian perinatal di Indonesia tidak diketahui dengan pasti
karena belum ada survey yang menyeluruh. Angka yang ada adalah angka
kematian perinatal di rumah sakit besar sehingga tidak memberikan
gambaran yang mendekati angka kematian perinatal secara keseluruhan.
Dalam 30 tahun terakhir ini angka kematian bayi turun dengan menyolok,
tapi angka kematian perinatal dalam sepuluh tahun terakhir kurang lebih
menetap. Angka kematian perinatal di rumah sakit pada umumnya berkisar
antara 77 sampai 137 per 1000 (Monintja, 2006).

Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan
periode Januari – Desember 2006 menunjukkan bahwa jumlah kasus
kematian janin dalam kandungan sebanyak 30 kasus dari 992 persalinan atau
terjadi sebesar 0,45% setiap bulan, sedangkan untuk periode 01 Januari 2007
– 31 Desember 2007 sebanyak 69 kasus dari 1.395 persalinan atau terjadi
sebesar 1,12% setiap bulan.

1
Kematian janin dalam kandungan dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu faktor ibu, faktor janin, dan faktor kelainan tali pusat. Faktor ibu
meliputi umur, paritas, pemeriksaan antenatal, dan penyakit yang diderita
oleh ibu (anemia, pre-eklampsi dan eklampsia, solusio plasenta, diabetes
melitus, rhesus iso-imunisasi, infeksi dalam kehamilan, ketuban pecah dini,
dan letak lintang). Faktor janin yaitu kelainan kongenital, dan infeksi
intranatal). Faktor kelainan tali pusat yaitu kelainan insersi tali pusat, simpul
tali pusat, dan lilitan tali pusat (Manuaba, 2003; Wiknjosastro, 2005)
Angka kematian janin dalam kandungan dapat diturunkan melalui
pengawasan antenatal pada semua ibu hamil dengan menemukan dan
mendeteksi dini faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan janin dan
neonatus. Selain melakukan pengawasan pada ibu hamil, untuk menurunkan
angka kematian perinatal dapat dilakukan dengan memperbaiki keadaan
sosial dan ekonomi, perbaikan kesehatan ibu, memperbaiki teknik diagnosis
gawat janin, memperbaiki sarana pelayanan kesehatan, dan pencegahan
infeksi secara sungguh-sungguh (Wiknjosastro, 2005).
Universit

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan penulis
serta mampu memberikan informasi bagi pembacanya. Penulisan makalah ini sekaligus
untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Profesi Dokter (P3D) di departemen Ilmu

Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 


2
2

1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan laporan ini adalah meningkatkan
pemahaman terhadap kasus kematian janin dalam kandungan pada ibu hamil.
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kematian Janin Dalam Kandungan

Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika

masing-masing berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan usia

kehamilan 20 minggu atau lebih (Achadiat, 2004).

Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi

sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya

kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari

ibunya janin tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan,

seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot (Monintja,

2005)

Sedangkan menurut WHO, kematian janin adalah kematian janin pada

waktu lahir dengan berat badan <1000 gram.

Menurut Wiknjosastro (2005) dalam buku Ilmu Kebidanan, kematian

janin dapat dibagi dalam 4 golongan yaitu :

1. Golongan I : Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20

minggu penuh.

2. Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu.

3. Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu

(late foetal death)

4. Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga

golongan di atas.
4

2.2. Etiologi

Menurut Mochtar (2004), lebih dari 50% kasus, etiologi kematian

janin dalam kandungan tidak ditemukan atau belum diketahui penyebabnya

dengan pasti. Beberapa penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin

dalam kandungan, antara lain.

a. Perdarahan : plasenta previa dan solusio plasenta.

b. Preeklampsi dan eklampsia

c. Penyakit-penyakit kelainan darah.

d. Penyakit infeksi dan penyakit menular

e. Penyakit saluran kencing

f. Penyakit endokrin: diabetes melitus

g. Malnutrisi

2.3. Diagnosis

2.3.1. Anamnesis

a. Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau

gerakan janin sangat berkurang.

b. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah

kecil atau kehamilan tidak seperti biasa.

c. Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan

merasa sakit-sakit seperti mau melahirkan.

2.3.2. Inspeksi
5

Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat

terutama pada ibu yang kurus.

2.3.3. Palpasi

a. Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak

teraba gerakan-gerakan janin.

b. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada

tulang kepala janin.

2.3.4. Auskultasi

Baik memakai stetoskop, monoral maupun dengan doptone tidak

terdengar denyut jantung janin (DJJ)

2.3.5. Reaksi kehamilan

Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati

dalam kandungan.

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematian Janin Dalam

Kandungan

2.4.1. Faktor Ibu

1. Umur

Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan

perkembangan dari organ-organ tubuh terutama organ reproduksi

dan perubahan emosi atau kejiwaan seorang ibu. Hal ini dapat

mempengaruhi kehamilan yang tidak secara langsung dapat


6

mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Usia reproduksi yang

baik untuk seorang ibu hamil adalah usia 20-30 tahun

(Wiknjosastro, 2005).

Pada umur ibu yang masih muda organ-organ reproduksi dan

emosi belum cukup matang, hal ini disebabkan adanya

kemunduran organ reproduksi secara umum (Wiknjosastro, 2005).

2. Paritas

Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas yang aman

terhadap ancaman mortalitas dan morbiditas baik pada ibu maupun

pada janin. Ibu hamil yang telah melahirkan lebih dari 5 kali atau

grandemultipara, mempunyai risiko tinggi dalam kehamilan seperti

hipertensi, plasenta previa, dan lain-lain yang akan dapat

mengakibatkan kematian janin (Saifuddin, 2002).

3. Pemeriksaan Antenatal

Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang

mengancam jiwa, oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan

sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode antenatal.

a. Satu kali kunjungan selama trimester pertama (umur kehamilan

1-3 bulan)

b. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (umur kehamilan

4-6 bulan).
7

c. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (umur kehamilan

7-9 bulan).

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan sedini mungkin pada

seorang wanita hamil penting sekali sehingga kelainan-kelainan yang mungkin


terdapat pada ibu hamil dapat diobati dan ditangani

dengan segera.

Pemeriksaan antenatal yang baik minimal 4 kali selama

kehamilan dapat mencegah terjadinya kematian janin dalam

kandungan berguna untuk mengetahui pertumbuhan dan

perkembangan dalam rahim, hal ini dapat dilihat melalui tinggi

fungus uteri dan terdengar atau tidaknya denyut jantung janin

(Saifuddin, 2002).

4. Penyulit / Penyakit

a. Anemia

Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah membutuhkan

zat besi dalam jumlah besar untuk pembuatan butir-butir darah

pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat zat besi. Jumlah ini

merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh. Terjadinya

anemia dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat

besi dalam hati, limpa dan sumsum tulang.

Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb tidak


8

akan turun dan bila persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini

terjadi pada bulan kelima sampai bulan keenam kehamilan,

pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi

anemia, pengaruhnya terhadap hasil konsepsi salah satunya

adalah kematian janin dalam kandungan (Mochtar, 2004).

Menurut Manuaba (2003), pemeriksaan dan pengawasan Hb

dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli, dapat

digolongkan sebagai berikut :

Normal : 11 gr%

- Anemia ringan : 9-10 gr%

- Anemia sedang : 7-8 gr%

- Anemia berat : <7 gr%.

b. Pre-eklampsi dan eklampsi

Pada pre-eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai

dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh

mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai

usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen

jaringan dapat dicukupi. Maka aliran darah menurun ke

plasenta dan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan

karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin (Mochtar,

2004).
9

c. Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang

letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin

lahir. Solusio plasenta dapat terjadi akibat turunnya darah

secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruang

intervirale maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian

distalnya. Sebelum ini terjadi nekrotis, spasme hilang darah

kembali mengalir ke dalam intervilli, namun pembuluh darah

distal tadi sudah demikian rapuh, mudah pecah terjadinya

hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim.

Sehingga aliran darah ke janin melalui plasenta tidak ada dan

terjadilah kematian janin (Wiknjosastro, 2005).

d. Diabetes Mellitus

Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit keturunan

dengan ciri-ciri kekurangan atau tidak terbentuknya insulin,

akibat kadar gula dalam darah yang tinggi dan mempengaruhi

metabolisme tubuh secara menyeluruh dan mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan janin. Umumnya wanita

penderita diabetes melarikan bayi yang besar (makrosomia).

Makrosomia dapat terjadi karena glukosa dalam aliran

darahnya, pancreas yang menghasilkan lebih banyak insulin


10

untuk menanggulangi kadar gula yang tinggi. Glukosa berubah

menjadi lemak dan bayi menjadi besar. Bayi besar atau

makrosomia menimbulkan masalah sewaktu melahirkan dan

kadang-kadang mati sebelum lahir (Stridje, 2000).

e. Rhesus Iso-Imunisasi

Jika orang berdarah rhesus negatif diberi darah rhesus positif,

maka antigen rhesus akan membuat penerima darah

membentuk antibodi antirhesus. Jika transfusi darah rhesus

positif yang kedua diberikan, maka antibodi mencari dan

menempel pada sel darah rhesus negatif dan memecahnya

sehingga terjadi anemia ini disebut rhesus iso-imunisasi. Hal

ini dapat terjadi begitu saja di awal kehamilan, tetapi perlahan-lahan sesuai
perkembangan kehamilan. Dalam aliran darah,

antibodi antihresus bertemu dengan sel darah merah rhesus

positif normal dan menyelimuti sehingga pecah melepaskan zat

bernama bilirubin, yang menumpuk dalam darah, dan sebagian

dieklaurkan ke kantong ketuban bersama urine bayi. Jika

banyak sel darah merah yang hancur maka bayi menjadi

anemia sampai akhirnya mati (Llewelyn, 2005).

f. Infeksi dalam kehamilan

Kehamilan tidak mengubah daya tahan tubuh seorang ibu


11

terhadap infeksi, namun keparahan setiap infeksi berhubungan

dengan efeknya terhadap janin. Infeksi mempunyai efek

langsung dan tidak langsung pada janin. Efek tidak langsung

timbul karena mengurangi oksigen darah ke plasenta. Efek

langsung tergantung pada kemampuan organisme penyebab

menembus plasenta dan menginfeksi janin, sehingga dapat

mengakibatkan kematian janin in utero (Llewellyn, 2001).

g. Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan

prematur dan kematian janin dalam kandungan. Ketuban pecah

dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda

persalinan. Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% semua persalinan. Pada
umur kehamilan kurang dari 34 mninggu,

kejadiannya sekitar 4%.

Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara

dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan

terjadinya infeksi. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah

melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan

dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin

lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam


12

rahim, persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan

kejadian kesakitan dan kematian ibu dan kematian janin dalam

rahim (Manuaba, 2003).

h. Letak lintang

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di

dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan

bokong berada pada sisi yang lain. Pada letak lintang dengan

ukuran panggul normal dan cukup bulan, tidak dapat terjadi

persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa

pertolongan, akan menyebabkan kematian janin. Bahu masuk

ke dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi

bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun

lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha

untuk mengeluarkan janin, segmen bawah uterus melebar serta

menipis, sehingga batas antara dua bagian ini makin lamamakin tinggi dan terjadi
lingkaran retraksi patologik sehingga

dapat mengakibatkan kematian janin (Wiknjosastro, 2005).

2.4.2. Faktor Janin

1. Kelainan kongenital

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan

struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
13

Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya

kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati. Bayi dengan

kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat

lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa

kehamilannya.

Dilihat dari bentuk morfologik, kelainan kongenital dapat

berbentuk suatu deformitas atau bentuk malformitas. Suatu kelainan

kongenital yang berbentuk deformitas secara anatomik mungkin

susunannya masih sama tetapi bentuknya yang akan tidak normal.

Kejadian ini umumnya erat hubungannya dengan faktor penyebab

mekanik atau pada kejadian oligohidramnion. Sedangkan bentuk

kelainan kongenital malformitas, susunan anatomik maupun

bentuknya akan berubah.

Kelainan kongenital dapat dikenali melalui pemeriksaan

ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban, dan darah janin (Kadri,

2005).

2. Infeksi intranatal

Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.

Kuman dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah

ketuban pecah. Ketuban pecah dini mempunyai peranan penting

dalam timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula


14

terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada partus lama

dan seringkali dilakukan pemeriksaan vaginal. Janin kena infeksi

karena menginhalasi likuor yang septik, sehingga terjadi

pneumonia kongenital atau karena kuman-kuman yang memasuki

peredaran darahnya dan menyebabkan septicemia. Infeksi intranatal

dapat juga terjadi dengan jalan kontak langsung dengan kuman yang

terdapat dalam vagina, misalnya blenorea dan oral thrush (Monintja,

2006).

2.4.3. Kelainan Tali Pusat

Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak dalam

cairan amnion, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan

dengan baik. Pada umumnya tali pusat mempunyai panjang sekitar 55

cm. Tali pusat yang terlalu panjang dapat menimbulkan lilitan pada

leher, sehingga mengganggu aliran darah ke janin dan menimbulkan

asfiksia sampai kematian janin dalam kandungan.

1. Kelainan insersi tali pusat

Insersi tali pusat pada umumnya parasentral atau sentral. Dalam

keadaan tertentu terjadi insersi tali pusat plasenta battledore daninsersi


velamentosa. Bahaya insersi velamentosa bila terjadi vasa

previa, yaitu pembuluh darahnya melintasi kanalis servikalis,

sehingga saat ketuban pecah pembuluh darah yang berasal dari janin
15

ikut pecah. Kematian janin akibat pecahnya vase previa mencapai

60%-70% terutama bila pembukaan masih kecil karena kesempatan

seksio sesaria terbatas dengan waktu (Wiknjosastro, 2005).

2. Simpul tali pusat

Pernah ditemui kasus kematian janin dalam rahim akibat terjadi

peluntiran pembuluh darah umblikalis, karena selei Whartonnya

sangat tipis. Peluntiran pembuluh darah tersebut menghentikan

aliran darah ke janin sehingga terjadi kematian janin dalam rahim.

Gerakan janin yang begitu aktif dapat menimbulkan simpul sejati

sering juga dijumpai (Manuaba, 2002).

3. Lilitan tali pusat

Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang

besar kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat

pada leher sangat berbahaya, apalagi bila terjadi lilitan beberapa

kali. Tali pusat yang panjang berbahaya karena dapat menyebabkan

tali pusat menumbung, atau tali pusat terkemuka. Dapat

diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar panggul,

makin erat lilitan tali pusat dan makin terganggu aliran darah

menuju dan dari janin sehingga dapat menyebabkan kematian janin

dalam kandungan (Wiknjosastro, 2005).

2.5. Pemeriksaan Penunjang


16

2.5.1. Ultrasonografi

Tidak ditemukan DJJ (Denyut Jantung Janin) maupun gerakan janin,

seringkali tulang-tulang letaknya tidak teratur, khususnya tulang

tengkorak sering dijumpai overlapping cairan ketuban berkurang.

2.5.2. Rontgen foto abdomen

1. Tanda Spalding

Tanda Spalding menunjukkan adanya tulang tengkorak yang saling

tumpang tindih (overlapping) karena otak bayi yang sudah

mencair, hal ini terjadi setelah bayi meninggal beberapa hari dalam

kandungan.

2. Tanda Nojosk

Tanda ini menunjukkan tulang belakang janin yang saling

melenting (hiperpleksi).

3. Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.

4. Tampak udema di sekitar tulang kepala

2.5.3. Pemeriksaan darah lengkap, jika dimungkinkan kadar fibrinogen

(Achadiat 2004).

2.6. Penanganan Kematian Janin Dalam Kandungan

2.6.1. Penanganan Pasif

1. Menunggu persalinan spontan dalam waktu 2-4 minggu

2. Pemeriksaan kadar fibrinogen setiap minggu


17

2.6.2. Penanganan Aktif

1. Untuk rahim yang usianya 12 minggu atau kurang dapat dilakukan

dilatasi atau kuretase.

2. Untuk rahim yang usia lebih dari 12 minggu, dilakukan induksi

persalinan dengan oksitosin. Untuk oksitosin diperlukan

pembukaan serviks dengan pemasangan kateter foley intra uterus

selama 24 jam (Achdiat, 2004)


BAB 3

STATUS ORANG SAKIT

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1. Identitias Pasien
Nama : Ny. L
Umur : 31 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku/Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Jalan Sei Silau No 46 Medan
Tanggal Masuk : 07 Oktober 2019 pukul 13.15 WIB
No. MR : 10.19.58

2. Anamnesis
Keluhan utama : Mulas- mulas mau melahirkan
Telaah :

- Hal ini dialami pasien sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit (pukul 12.00
Wib, tanggal 07 Oktober 2019). Riwayat keluar lendir darah dijumpai.
Riwayat keluar air-air tidak dijumpai.
- HPHT pasien terakhir ?/01/2019. Pasien telah 2 kali melakukan antenatal
care ke dokter spesialis kandungan.
- Riwayat mengalami cidera fisik disangkal, riwayat berhubungan dengan
suami disangkal, riwayat demam sebelumnya disagkal, riwayat keputihan
dijumpai, riwayat konsumsi obat-obatan selama kehamilan tidak dijumpai.
- BAK (+), BAB (+), kesan normal.

18
19

Riwayat Penggunaan Obat


Tidak dijumpai

Riwayat Penyakit Terdahulu


Tekanan darah tinggi, gula, jantung, asma, dan alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga dengan hipertensi dijumpai

Riwayat Haid
HPHT : ?-01-2019
TTP : ?-10-2019
ANC : 2x di dokter spesialis kandungan
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28-30 hari
Lama Haid : 5-7 hari, teratur
Ganti pembalut : 2-3 kali sehari
Nyeri haid :-

Riwayat Persalinan

1. Hamil ini

Riwayat Pernikahan
Pertama kali dengan suami sekarang Tn. I, berusia 32 tahun, sudah menikah
1 tahun.

Riwayat Kontrasepsi
Tidak pernah.
20

Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien saat ini tinggal dengan suaminya. Pasien adalah seorang ibu rumah
tangga dan suami pasien bekerja sebagai pegawai swasta. Biaya hidup sehari-
hari diperoleh dari gaji yang didapat suami pasien. Pasien mengaku tidak
pernah mengonsumsi alkohol maupun merokok. Akan tetapi, suami pasien
sering merokok saat di rumah sekitar 3-4 batang per hari.

Riwayat Operasi
Tidak dijumpai

3. Pemeriksaan Fisik
Status Presens
Sensorium : Compos mentis Anemis : (-)
TD : 120/70 mmHg Ikterus : (-)
HR : 80 x/i, teratur Sianosis : (-)
RR : 20 x/i Dyspnea : (-)
Temperatur : 36,5 ºC Edema : (-)

Status Generalisata
Kepala : Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil isokor ka=ki,
ø3 mm
Hidung : Konka eutrofi, septum medial
Mulut : Kandidiasis oral (-), uvula medial,
tonsil T1/T1
Telinga : Sekret (-/-), pendengaran (+)
21

Toraks :

Pemeriksaan Depan Belakang


Fisik
Inspeksi Simetris fusiformis, Simetris fusiformis,
pernafasan pernafasan
torakoabdominal, torakoabdominal,
pergerakan otot-otot nafas pergerakan otot-otot nafas
tambahan (-), tambahan (-)
hiperpigmentasi areola
mammae (+)
Palpasi Stem fremitus kanan=kiri, Stem fremitus paru
kesan normal. kanan=kiri, kesan normal.
Perkusi Sonor pada kedua lapangan Sonor pada kedua lapangan
paru. paru.
Batas jantung relatif
Atas : ICS III sinistra
Kanan: LPS dextra
Kiri : 2 cm medial LMCS,
ICS V
Auskultasi Paru Paru
RR: 20 x/i SP: vesikuler pada seluruh
SP: vesikuler pada seluruh lapangan paru
lapangan paru ST: -
ST: -
Jantung
S1/S2 normal, HR: 80 x/i,
reguler, murmur (-), gallop
(-)

Abdomen : Inspeksi : Simetris, jejas (-)


Palpasi : Soepel
22

Perkusi : Timpani
Auskultasi: Peristaltik (+) N
Ekstremitas : jejas (-), luka (-), edema (-)

Ekstremitas : Ekstremekstremitas superior dan inferior dalam batas


normal.
Refleks fisiologis dalam batas normal, refleks patologis tidak dijumpai

Status Obstetri
Abdomen : Membesar asimetris
Leopold I : TFU 32 cm, bagian teratas janin kepala
Leopold II : Punggung janin di sebelah kiri
Leopold III : Bagian terbawah janin bokong, belum masuk pintu atas
panggul
Leopold IV : konvergen 5/5
HIS : 2 x 20” / 10 menit
DJJ : 144 x/i
Gerak janin : (+)

Status Ginekologi
VT : Serviks aksial, pembukaan 10 cm, Hodge I-II,
selaput ketuban (+), fontanella minor (?)
ST : Lendir darah (+), cairan ketuban (-)

Adekuasi Panggul
Promontorium : Tidak teraba
Linea Inominata : Teraba 2/3 anterior
Arkus pubik : >90
Spina Ischiadica : Tidak menonjol
Os sacrum : Concave
Os coccygeus : Mobile
23

Kesimpulan : Panggul adekuat

4. Penjajakan
Laboratorium
Darah Lengkap
Hemoglobin : 9.6 g/dl 12-16 g/dl
Hematokrit : 30.50 % 38 - 44 %
Red Blood Cell : 4.40 x 106 /mm³ 3,8 - 5,2 /mm³
Leukosit : 23.68/mm³ 3.600 – 11.000 /mm³
Trombosit : 315.000 /mm³ 140.000 – 440.000 /mm³
MCV : 69.30 fL 82 – 92 fl
MCH : 21.80 fL 27 – 31 pg
MCHC : 31,50 fL 32 – 36 g%
PT : 11,3 s 11,6 s
INR : 0,76 s 1-1,3 s
APTT : 27,8 s 30,5
Ureum : 15,10 mg/dl < 50 mg/dl
Kreatinin : 0,86 mg/dl 0,6 – 1,3 mg/dl
Natrium : 137 135 – 155
Kalium : 4,70 3,5 – 5,0
Klorida : 106 96 – 106
HbsAg : non-reaktif
Anti HIV : non-reaktif
24

Ultrasonografi Transabdominal
25

5. Diagnosis

PG + KDR (38-39) minggu + presentasi bokong + AH

6. Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 gtt/i
7. Rencana
- Persalinan secara sectio caesarea
8. Laporan persalinan
 Pasien dibaringkan di atas meja operasi dengan posisi supine dengan infus
dan kateter urin terpasang

 Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi dengan


povidon iodine dan alkohol 70% lalu ditutup dengan doek steril kecuali
lapangan operasi
 Operator mencuci tangan degan cara fuerbringer dan memakai alat
pelindung diri seperti cap, masker, apron, sepatu boat, baju steril dan
sarung tangan steril.
 Dibawah anastesi spinal, dilakukan insisi Pfannestiel pada kulit, subkutis
sepanjang 10 cm
 Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, pasien
 Peritoneum dijepit dengan klem, diangkat, lalu digunting ke atas dan
bawah, pasang hack blast
 Tampak uterus gambaran sesuai usia kehamilan
 Plika endometrium digunting secara konkaf sampai menembus
subendometrium.
 Kemudian endometrium ditembus secara tumpul dan diperlebar sesuai
arah sayatan
 Dengan melukar kepala maka lahir bayi perempuan, BB = 3480 gram,
PB =49 cm , Apgar Score 9/10
 Tali pusat diklem pada 2 tempat dan digunting diantaranya.
 Plasenta dilahirkan dengan traksi pada tali pusat dengan pemekaran pada
purdis kesan: lengkap
26

 Kemudian sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oral klem
 Segmen bawah uterus diidentifikasi. Insisi low servikal di uterus sampai
lapisan subendometrium. Endometrium lalu ditembus dan dilebarkan
secara tumpul.
 Kavum uteri dibersihkan dari sisa-sisa ketuban, kesan: bersih
 Dilakukan penjahitan pijure of erskul pada kedua ujung robekan uterus
dengan dijahit lapis demi lapis
 Klem peritoneum dibersihkan dari cairan ketuban dan darah
 Terdapat multiple mioma uteri
 Peritoneum dijahit dengan plain cat gut no.2
 Kedua ujung fascia dijahit dengan vicryl ro. 2/0
 Subkutis dijahit dengan vicryl ro. 2/0 subkutikuler
 Luka operasi ditutup
 Liang vagina dibersihkan
 Keadaan umum ibu post op : mulai sadar.

Terapi
 IVFD RL + Oxytocin 10 IU  20 gtt/i
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
 Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam

Anjuran
 Pantau kontraksi uterus, vital sign, serta perdarahan
 Cek darah rutin 2 jam pasca operasi
BAB 4

FOLLOW UP

07 Oktober 2019 (20.00)


S Mulas – mulas mau melahirkan
O Sensorium: Compos mentis
TD 130/70 mmHg
HR: 80x/i
RR: 20x/i
Temp: 36,5

Status lokalisata:
Abdomen: membesar asimetris
TFU: 32 cm
Teregang: Kiri
Terbawah: Bokong
HIS: (-)
DJJ: 144x/i

A PG + KDR (38 – 39 mg) + PB + AH


P IVFD RL + Oksitosin 5 IU
Inj. Dexamethason 15 mg/12 j
R Sectio caesarea

08 september 2019 (05.00)


S Post SC
O Sensorium: Compos mentis
TD 110/70 mmHg
HR: 80 x/i
RR: 20 x/i
Temp: 36,6 c
S.Obstetrikus: Abdomen: Soepel, Peristaltik (+) N
TFU : 2 jari dibawah pusat
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : (-) lochia (+) rubra
BAK : (+) via kateter, kuning jernih
BAB : (-), flatus (-)
A Post SC a/i PB + NH1
P IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/8 jam

27
R Pantau Vital sign, Aff Kateter, Imobilisasi

09 Oktober 2019 (06.00)


S Post SC
O Sensorium : Compos mentis
TD : 140/80 mmHg
HR : 82 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 36.3 c
S.Obstetrikus: Abdomen: Soepel, Peristaltik (+) N
TFU : 2 jari dibawah pusat
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : (-) lochia (+) rubra
BAK : (+)
BAB : (-), flatus (+)
A Post SC a/i PB + NH2
P IVFD RL 20 gtt/i
Cefadroxyl 2x1
Asam mefenamat 3x1
B. Comp 2x1
R Aff Infus

10 Oktober 2019 (06.00)


S Post SC
O Sensorium : Compos mentis
TD : 130/80 mmHg
HR : 82 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 36.0 c
S.Obstetrikus: Abdomen: Soepel, Peristaltik (+) N
TFU : 2 jari dibawah pusat
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : (-) lochia (+) rubra
BAK : (+)
BAB : (-), flatus (+)
A Post PSP a/i PB + NH3
P PBJ
Cefadroxyl 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
B. Comp 2x1
R PBJ

28
BAB 5

DISKUSI KASUS

TEORI KASUS

Definisi Keluhan utama : mulas- mulas mau


Letak sungsang merupakan keadaan melahirkan
dimana janin terletak Telaah :
memanjang/membujur dengan kepala - Hal ini dialami pasien sejak 1
difundus uteri dan bokong dibagian jam sebelum masuk rumah sakit
bawah kavum uteri. (pukul 12.00 Wib, tanggal 07
Gejala Klinis Oktober 2019). Riwayat keluar
Kehamilan dengan letak lendir darah dijumpai. Riwayat
sungsang seringkali oleh ibu hamil keluar air-air tidak dijumpai.
dinyatakan bahwa kehamilannya - HPHT pasien terakhir
terasa lain dari kehamilan
?/01/2019. Pasien telah 2 kali
sebelumnya, karena perut terasa penuh
melakukan antenatal care ke
dibagian atas dan gerakan lebih hanyak
dokter spesialis kandungan.
dibagian bawah. Pada kehamilan
- Riwayat mengalami cidera fisik
pertama kalinya mungkin belum bisa
dirasakan perbedaannya. Dapat disangkal, riwayat

ditelusuri dari riwayat kehamilan berhubungan dengan suami


sebelumnya apakah ada yang sungsang. disangkal, riwayat demam
sebelumnya disagkal, riwayat
keputihan dijumpai, riwayat
konsumsi obat-obatan selama
kehamilan tidak dijumpai.
- BAK (+), BAB (+), kesan
normal.
Pada pemeriksaan luar Status Obstetri
berdasarkan pemeriksaan Leopold Abdomen: Membesar asimetris
ditemukan bahwa Leopold I difundus akan

29
teraba bagian yang keras dan bulat yakni Leopold I: TFU 32 cm, bagian teratas janin
kepala. Leopold II teraba punggung kepala
disatu sisi dan bagian kecil disisi lain. Leopold II: Punggung janin di sebelah kiri
Leopold III-IV teraba bokong dibagian Leopold III: Bagian terbawah janin
bawah uterus. Kadang-kadang bokong bokong, belum masuk pintu atas panggul
janin teraba bulat dan dapat memberi Leopold IV:konvergen 5/5
kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong HIS: 2 x 20” / 10 menit
tidak dapat digerakkan semudah kepala. DJJ : 144 x/i
Denyut jantung janin pada umumnya Gerak janin : (+)
ditemukan setinggi pusat atau sedikit
lebih tinggi daripada umbilicus .
Setelah ketuban pecah dapat lebih Status Ginekologi
jelas adanya bokong vang ditandai VT : Serviks aksial, pembukaan 10
dengan adanya sakrum, kedua cm, Hodge I-II, selaput ketuban (+),
tuberositas iskii dan anus. Bila dapat fontanella minor (?)
diraba kaki, maka harus dibedakan ST : Lendir darah (+), cairan ketuban
dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, (-)
sedangkan pada tangan ditemukan ibu
jari vang letaknya tidak sejajar dengan
jari-jari lain dan panjang jari kurang
lebih sama dengan panjang telapak
tangan

30
1. Persalinan pervaginam Pasien dilakukan persalinan section
1. Persalinan spontan caesarean.
(spontaneous breech) Terapi

2. Manual aid (partial  IVFD RL + Oxytocin 10 IU  20


gtt/i
breech extraction)
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
3. Ekstraksi bokong (total
 Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
breech extraction)
 Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam

2. Persalinan perabdominan
Anjuran
(sectio caesarean)
 Pantau kontraksi uterus, vital sign,
serta perdarahan
 Cek darah rutin 2 jam pasca
operasi

31
KESIMPULAN

Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian


terendahnya bokong, kaki atau kombinasi keduanya. Penanganan persalinan pada
ibu hamil dengan janin presentasi bokong yaitu dapat dilakukan pervaginam
maupun perabdominal. Terdapat manfaat bedah sesar elektif dalam menurunkan
risiko kematian perinatal atau mobiditas neonatal yang serius dibandingkan dengan
persalinan prevaginal, meskipun persalinan prevaginal masih dapat dilakukan
sepanjang dipenuhi persyaratan untuk dilakukan tindakan tersebut.

Ny. L, 31 tahun, G1P0A0, Jawa, Muslim, Ibu rumah tangga, datang dengan
keluhan mulas-mulas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit, dan dijumpai keluar
air-air pada kemaluan. Pada pemeriksaan obstetric Leopold I dengan TFU 32 cm
dan bagian teratas janin kepala, Leopold II dengan punggung janin di sebelah kiri,
Leopold III bagian terbawah janin bokong dan belum masuk pintu atas panggul,
serta Leopol IV dengan konvergen 5/5. Pasien didiagnosis dengan Primigravida +
KDR (38-39 minggu) + Presentasi Bokong dengan anak hidup. Pasien dilakukan
tindakan Sectio caesaria dan dilakukan perawatan luka bekas operasi dan diberikan
obat-obatan Sefadroksil 500 mg 2x1, Asam Mefenamat 500mg 2x1, dan Vitamin B
kompleks 2x1.

32
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, 2005. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta : EGC.

Cunningham, F.G, 2009 Leveno KJ, Bloom S, Hauth JC, Rouse DJ, Spong
CY. Obstetric Williams 23rd Edition. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Gimovsky, M.L., 1995 Breech Presentation. In: Operative Obstetrics.


Baltimore: Williams & Wilkins

Heristanto, 2013 Gambaran Persalinan dengan Presentasi Bokong di RSUD


Dr. Soedarso, tahun 2008 – 2010 .

Mostello, D., Chang, J.J., Bai, F., et al., 2014 Breech Presentation at
Delivery: A Marker For Congenital Anomaly?. Journal of Perinatology. Diunduh
dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24157495

Medforth, Janet, dkk. 2011. Kebidanan Oxford. Jakarta : EGC.

Pernoll, M.L., 2011 Benson & Pernoll’s Handbook of Obstetrics &


Gynecology. New York: McGraw – Hill

Prawirohardjo, S., 2013 Ilmu Kebidanan Edisi ke-4 Cetakan ketiga. Jakarta:
PT. Bina Pustaka Pernoll, M.L., 2011

Satrawinata, Sulaiman, Marthaadi, S.D., et al. 2005 Ilmu Kesehatan


Reproduksi: Obstetri Patologi edisi ke-2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Saxena, R., 2013 Evidence Based Color Atlas Of Obstetrics & Gynecology
Diagnosis and Management First Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers

Turner, M.J., 2006 The Term Breech Trial : Are The Clinical Guidlines
Justified by The Evidence?. Journal of Obstetrics and Gynecology. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17000490

33
34

Walsh, B.K., Czervinske, M.P., Diblasi, R.M., 2010 Perinatal and Pediatric
Respiratory Care. USA : Saunders Elsevier

Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2006. Letak Sungsang, dalam Ilmu kebidanan,


edisi keenam. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 606-622

Anda mungkin juga menyukai