Review 'Real Bali' as Western construct: Rethinking tourism's 'ruination' of Bali (Lisa
Qian) & The Environmental, Economic, and Social Impacts of Resort Development and
Tourism on Native Hawaiians (Jon Matsuoka & Terry Kelly)
Essay ini bertujuan untuk memenuhi nilai Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah
Pariwisata dalam Hubungan Internasional
Oleh:
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
Review 'Real Bali' as Western construct: Rethinking tourism's 'ruination' of Bali (Lisa
Qian) & The Environmental, Economic, and Social Impacts of Resort Development and
Tourism on Native Hawaiians (Jon Matsuoka & Terry Kelly)
Pada tulisan pertama yang ditulis oleh Lisa Qian, seorang mahasiswa Universitas
Yale, Amerika Serikat, membahas mengenai bagaimana industri pariwisata merusak Bali.
Pertanyaan "Apakah pariwisata merusak Bali?" telah menjadi pertanyaan yang akrab
didengar apabila berbicara mengenai industri pariwisata Bali. Pertanyaan ini telah menjadi
topik utama perdebatan klise di antara wisatawan dan penduduk. Sebagai seorang mahasiswa
yang mempelajari transformasi ekonomi di masyarakat Bali, penulis juga sudah sangat
mengenal pertanyaan tersebut. Terutama setelah rencana pemerintah Indonesia untuk
mengembangkan “10 Bali Baru”, hal ini jelas bahwa keberlanjutan industri pariwisata Bali
dalam segala bentuknya harus ditangani.
Pada dasarnya tujuan utama pariwisata adalah menciptakan citra dan identitas, namun
orang Bali tidak mengendalikan identitas dasar yang menjadi dasar industri pariwisata pulau
ini. Kegagalan untuk mengenali ini kemudian membenarkan pariwisata sebagai konstruksi
kolonial yang telah menghapus pengalaman Bali yang sesungguhnya. Alasan lain yang
mendukung argumen untuk "Bali yang rusak" adalah dampak lingkungan dari pembangunan
massal di pulau Bali. Namun dengan mengatakan bahwa pariwisata telah merusak lingkungan
Bali menyiratkan bahwa pariwisata merupakan lembaga yang dominan yang menekan orang-
orang Bali. Hal ini kemudian mengabaikan lembaga yang dilatih untuk memanfaatkan
pariwisata untuk mendukung lingkungan dan komunitas mereka. Argumen bahwa pariwisata
telah merusak Bali mempromosikan kekeliruan yaitu hal ini membenarkan konstruksi "Bali
asli" yang berakar pada upaya kolonial Belanda untuk menutupi kekejaman dan yang
diciptakan oleh orang Barat, bukan orang Bali. Menurut penulis, dalam upaya untuk
menemukan solusi untuk mengatasi masalah nyata keberlanjutan di pulau Bali, sudah
seharusnya juga mengingat apa sebenarnya pariwisata bagi Bali.
Pada tulisan kedua yang di tulis oleh Jon Matsuoka dan Terry Kelly dengan judul The
Environmental, Economic, and Social Impacts of Resort Development and Tourism on Native
Hawaiians), membahas mengenai pengembangan lahan dan industri yang terjadi di Hawaii.
Pergeseran fokus dari pertanian ke pariwisata telah menyebabkan pembangunan lahan besar-
besaran di seluruh pulau untuk mengakomodasi pertumbuhan industri ini. Hal ini kemudian
berdampak pada perubahan lingkungan yang kemudian berimbas pada penduduk asli Hawaii
yang hidup selaras dengan tanah dan laut. Kepulauan Hawaii merupakan salah satu daerah
paling terpencil di dunia. Selama seribu tahun, orang-orang Hawaii hidup terisolasi sampai
kemudian Kapten James Cook tiba pada tahun 1778. Hal ini kemudian menyebabkan
terjadinya perubahan besar di Hawaii. Orang-orang Hawaii kemudian segera merasakan
dampak dari kontak dengan orang-orang Barat. Orang-orang Barat menularkan penyakit ke
penduduk asli yang tidak memiliki kekebalan alami. Selain itu kedatangan orang Barat ke
pulau tersebut juga menyebabkan orang-orang Hawaii mulai kehilangan kendali atas apa
yang sedang disebarkan di seluruh budaya mereka. Pengaruh dari luar ini mampu menembus
proses sosialisasi dan memulai standar dan kriteria baru untuk hidup. Para misionaris Kristen
pertama tiba di Hawaii pada tahun 1820 dan pada tahun 1831. Strategi umum di antara para
misionaris Kristen, setelah mereka membangun pijakan dalam masyarakat, adalah
mengembangkan sekolah untuk anak-anak, ada seribu sekolah misionaris yang telah
dibangun (Daws, 1974). Indoktrinasi sikap dan keyakinan Kristen pada tingkat ini menjamin
bahwa generasi berikutnya akan hidup sesuai dengan doktrin dan sistem nilai ini. Dominasi
oleh para misionaris ini berlanjut hingga abad ke-20, menciptakan perubahan dramatis dalam
ekonomi. Mereka juga berperan dalam menggulingkan monarki Hawaii dan mengubah sistem
kepemilikan tanah sehingga mereka bisa mengambil bagian dalam kepemilikan tanah. Sistem
pembagian tanah baru yang dikenal sebagai "Great Mehele" mengubah seluruh struktur
masyarakat Hawaii karena orang-orang kehilangan tanah mereka. Pada akhir abad
kesembilan belas, orang kulit putih memiliki empat hektar tanah untuk setiap orang yang
dimiliki oleh penduduk asli (Daws, 1974).
Isu-isu sejarah ini memainkan bagian penting dalam isu-isu kontemporer mengenai
orang-orang Hawaii. Dalam 25 tahun terakhir, Hawaii telah mengalami perubahan sosial dan
ekonomi paling dramatis yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Pergeseran fokus dari
pertanian ke pariwisata telah menyebabkan transformasi tanah besar-besaran di seluruh pulau
untuk mengakomodasi pertumbuhan industri ini. Sektor ekonomi pulau tersebut kemudian
menjadi semakin tergantung pada pengembangan pariwisata dan resort, hal ini dikarenakan
tingkat pertumbuhan wisatawan yang kemudian membuat perekonomian terlalu bergantung
pada sektor ini. Sangat menarik untuk dicatat bahwa banyak pendukung utama pariwisata
adalah keturunan kaya misionaris yang mencoba mengubah lahan pertanian mereka menjadi
hotel dan fasilitas rekreasi yang lebih menguntungkan. Pembangunan hotel dan fasilitas
rekreasi tersebut sering bertentangan langsung dengan kepentingan banyak penduduk lokal
yang waspada terhadap perubahan dan pengaruhnya terhadap penghidupan mereka. Tulisan
ini lebih lanjut membahas mengenai dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial dari
pengembangan resort dan pariwisata pada suku asli Hawaii.
Pembangunan resort dan pengembangan lainnya yang berhubungan dengan
wisatawan telah berdampak buruk pada ekologi kawasan pesisir. Terdapat tumbuhan dan
hewan asli Hawaii yang telah punah atau berada di daftar spesies terancam punah. Dari 150
"komunitas alami" yang ada di pulau tersebut, 88 di antaranya dikepung oleh pembangunan.
Pembangunan ini juga berdampak pada penduduk lokal yang memiliki mata pencaharian
sebagai nelayan. Dalam membersihkan tanah untuk konstruksi, para pengembang resort
menghancurkan 70% dari kolam ikan air tawar yang unik yang merupakan rumah bagi
spesies laut seperti udang. Pembangunan dan polusi menyebabkan berkurangnya hasil
tangkapan para nelayan. Pencemaran dan pengendapan di atas terumbu karang oleh limpasan
konstruksi telah menyebabkan penghancuran habitat alami dan tempat makan untuk ikan. Hal
ini menyebabkan para nelayan berulang kali mengeluhkan kuantitas dan kualitas tangkapan.
Namun respon lembaga pemerintahan yakni The Hawaii Department of Land and Resources
berpendapat bahwa hal tersebut diakibatkan oleh penangkapan ikan yang dilakukan secara
berlebihan. Selain itu pembangunan hotel, resort dan lapangan golf yang diperuntukkan bagi
wisatawan juga menyebabkan banyaknya lahan tanah yang berpotensi menjadi lahan
pertanian sebaliknya diubah untuk pembangunan fasilitas-fasilitas yang mendukung sektor
pariwisata di Hawaii.
Dari dua tulisan diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu: Tulisan pertama membahas
mengenai pertanyaan “apakah pariwisata merusak bali?”. Pernyataan ini mengacu pada
kekhawatiran keaslian bali yang “rusak” karena gencarnya keberlanjutan industri pariwisata
Bali untuk menarik wisatawan. Selain itu adanya perubahan fungsi nilai dalam ritual yang
yag mencerminkan budaya Hindu Bali yang mana di komodifikasi menjadi produk untuk
memenuhi permintaan atau pengalaman pengunjung terhadap ekspektasinya mengenai Bali.
Dalam tulisannya, penulis menekankan citra "Bali sebagai surga" adalah konstruksi yang
tidak autentik yang merupakan hasil konstruksi barat mengenai gambaran Bali. Sehingga
menurut penulis argumen bahwa pariwisata telah merusak Bali mempromosikan kekeliruan
yaitu hal ini membenarkan konstruksi "Bali asli" yang berakar pada upaya kolonial Belanda
untuk menutupi kekejaman dan yang diciptakan oleh orang Barat, bukan orang Bali
Sementara pada tulisan kedua membahas mengenai pengembangan lahan dan industri
yang terjadi di Hawaii. Pergeseran fokus dari pertanian ke pariwisata telah menyebabkan
pembangunan lahan besar-besaran di seluruh pulau untuk mengakomodasi pertumbuhan
industri ini. Hal ini kemudian berdampak pada perubahan lingkungan yang kemudian
berimbas pada penduduk asli Hawaii yang hidup selaras dengan tanah dan laut. Sektor
ekonomi pulau tersebut kemudian menjadi semakin tergantung pada pengembangan
pariwisata dan resort, hal ini dikarenakan tingkat pertumbuhan wisatawan yang kemudian
membuat perekonomian terlalu bergantung pada sektor ini. Penduduk asli Hawaii dipaksa
menjadi relasi yang bergantung pada pengembangan resort dan industri pariwisata secara
keseluruhan. Tulisan ini lebih lanjut membahas mengenai dampak lingkungan, ekonomi, dan
sosial dari pengembangan resort dan pariwisata pada suku asli Hawaii. Perubahan ekonomi
yang terjadi di Hawaii tidak terlepas dari kedatangan para misionaris pertama yang datang ke
Hawaii pada tahun 1820 dan pada tahun 1831. Dominasi oleh para misionaris ini berlanjut
hingga abad ke-20, menciptakan perubahan dramatis dalam ekonomi. Keluarga-keluarga ini
juga berperan dalam menggulingkan monarki Hawaii dan mengubah sistem kepemilikan
tanah sehingga mereka bisa mengambil bagian dalam kepemilikan tanah. Isu-isu sejarah ini
memainkan bagian penting dalam isu-isu kontemporer mengenai orang-orang Hawaii. Dalam
25 tahun terakhir, Hawaii telah mengalami perubahan sosial dan ekonomi paling dramatis
yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Pergeseran fokus dari pertanian ke pariwisata
telah menyebabkan transformasi tanah besar-besaran di seluruh pulau untuk mengakomodasi
pertumbuhan industri ini. Menarik untuk dicatat bahwa banyak pendukung utama pariwisata
adalah keturunan kaya misionaris yang mencoba mengubah lahan pertanian mereka menjadi
hotel dan fasilitas rekreasi yang lebih menguntungkan. Sektor ekonomi pulau tersebut
kemudian menjadi semakin tergantung pada pengembangan pariwisata dan resort, hal ini
dikarenakan tingkat pertumbuhan wisatawan yang kemudian membuat perekonomian terlalu
bergantung pada sektor ini.
Berdasarkan dua tulisan di atas, menurut analisis penulis, keaslian suatu wilayah
dapat pudar atau hilang seiring dengan gencarnya keberlanjutan industri pariwisata yang
mana di komodifikasi menjadi produk untuk memenuhi permintaan atau pengalaman
pengunjung terhadap ekspektasinya terhadap wilayah/daerah tersebut. Selain itu hal ini juga
menyebabkan penduduk lokal kehilangan kendali atas apa yang sedang disebarkan di seluruh
budaya mereka dan menyebabkan penduduk lokal menjadi tidak berdaya di tengah-tengah
perubahan yang dibawa oleh orang luar ketika melakukan kolonialisasi di wilayah/daerah
tersebut.
Referensi:
Qian, Lisa. 2017. 'Real Bali' as Western construct: Rethinking tourism's 'ruination' of Bali.
Yale University.
Matsuoka, Jon & Terry Kelly. 1988. The Environmental, Economic, and Social Impacts of
Resort Development and Tourism on Native Hawaiians. Western Michigan
University. Dapat di unduh di
https://scholarworks.wmich.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1868&context=jssw