Anda di halaman 1dari 119

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah swt, karena

dengan rahmat dan taufiq-Nya saya dapat menyelesaikan laporan makalah

“Tugas Akhir Assembling The Spiritual Power” dengan baik.

Pada kesempatan ini tidak lupa saya sampailan ucapan terima kasih

kepada Dr. Drs. H. M. Ali Syamsuddin, S.Ag., M.Si. selaku Dosen Agama

islam di Universitas Komputer, yang senantiasa membimbing dan

menyumbangkan ilmunya kepada saya.

Penyusun juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan,

kekeliruan, dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saya sangat

mengharapkan kritik dan saran atas penulisan makalah ini selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Bandung, July 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... I

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB 1 THERE IS NO GOD BUT I.............................................................................. 1

BAB 2. I AM ALLAH ..................................................................................................... 3

A. Fungsi Linear ................................................................................................. 3

1.1 Pengertian Fungsi Linear ...................................................................... 4

1.2 Penggambaran Fungsi Linear .............................................................. 4

1.3 Sistem Persamaan ................................................................................ 5

1.3.1 Metode Subtisusi .......................................................................6

1.3.2 Metode Eliminasi ........................................................................7

1.3.3 Metode Grafik ............................................................................7

1.4 Penerapan Ekonomi ............................................................................. 8

1.4.1 Fungsi Permintaan ................................................................... 8

1.4.2 Fungsi Penawaran ................................................................... 9

1.4.3 Keseimbangan Pasar .............................................................. 10

1.4.4 Keseimbangan pasar dua macam produk ............................... 10

1.4.5 Fungsi Biaya ...........................................................................13


1.4.6 ANALISIS IMPAS (BEP=Break Even Point Analysis) .........13

B. Fungsi Non Linear .............................................................................................. 16

1.1 Pengertian Fungsi Non Linear ...................................................................... 16

1.2 Fungsi Kuadrat ............................................................................................... 16

1.3Fungsi Eksponen ............................................................................................ 15

1.4 Fungsi Logaritma .......................................................................................... 17

1.5 Penerapan Fungsi Non Linear dalam Ekonomi ............................................ 17

1.5.1 Fungsi Permintaan ................................................................................ 17

1.5.2 Fungsi Penawaran ................................................................................. 17

1.5.3 Keseimbangan Pasar ............................................................................. 18

1.5.4 Fungsi Penerimaan ................................................................................. 18

1.5.5 Kurva tak acuh ........................................................................................21

1.5.6 Kurva Transformasi Produk.................................................................... 21

BAB 3. AYAT KAUNIYAH .............................................................................................. 27

1.1 Fungsi Linear ..................................................................................... 23

1.2 Fungsi Non Linear ............................................................................. 32

BAB 4. AYAT TANZILIAH .................................................................................................

BAB 5 PERSPEKTIF TAUHIDULLAH ..............................................................................

BAB 6 HAKIKAT MANUSIA .............................................................................................


BAB 7 DIIN AL ISLAM .......................................................................................................

BAB 8 HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AGAMA .......................................................

BAB 9 KERANGKA AGAMA ISLAM ...............................................................................

BAB 10 DIZIKRULLAH ......................................................................................................

BAB 11 BERSYUKUR DAN BERSABAR .........................................................................

BAB 12 SYARIAH : WUJUD KEKUATAN SPIRITUAL ..................................................

BAB 13 TAUBAT .................................................................................................................

BAB 14 TAKWA .................................................................................................................

BAB 15 AKHLAK ................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 35


BAB I

THERE IS NO GOD BUT I

Setiap Muslim pasti pernah membaca bismillah atau bismillahirrahmanirrahim. Selain


menjadi bacaan rutin atau harian, bismillah juga merupakan bacaan mulia yang didesain
Allah SWT sebagai bacaan pembuka semua surat dalam Alquran kecuali surat at-Taubah atau
al-Bar’ah.

Membaca bismillah memang diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika kita hendak
memulai aktivitas yang baik. Sabda Nabi, "Segala sesuatu (aktivitas yang baik) yang tidak
dimulai dengan bismillah, akan terputus (nilai keberkahannya)". (HR Al-Bukhari dan
Muslim).

Dengan kata lain, kunci kebaikan dan pangkal keberkahan dalam meraih cita-cita mulia
adalah membaca bismillah.

Bismillah bukan sekadar bacaan pembuka, tetapi merupakan zikir hati yang dapat
memancarkan cahaya keagungan Sang Pencipta.

Menurut Bediuzzaman Said Nursi dalam karya monumentalnya, Rasail an-Nur, bismillah itu
bacaan yang supermulia sehingga Allah SWT memilihnya sebagai bacaan pembuka bagi
Kitab Suci-Nya, Alquran. Menurutnya, bismillah memiliki tiga keagungan yang indah dan
perlu dimaknai oleh setiap Muslim.

Pertama, keagungan uluhiyyah (ketuhanan). Semua makhluk bersandar, bergantung, dan


memerlukan pertolongan-Nya. Menyebut "Dengan nama Allah yang Mahapengasih
Mahapenyayang" berarti meyakini sepenuh hati, Allah SWT adalah sumber kehidupan, poros
kebajikan, tujuan pengabdian, dan muara segala nilai keberkahan.

Bismillah memberikan motivasi dan spirit ketuhanan untuk 'menghadirkan' dan


'mengikutsertakan' Tuhan dalam kehidupan kita. Bismillah adalah gerbang menuju
keikhlasan dan harapan mulia, yaitu meraih mardhatillah (ridha Allah).

Membiasakan membaca bismillah sama dengan belajar untuk tidak melupakan Allah. Sebab
lupa kepada Allah merupakan penyakit hati yang dapat menyebabkan kefasikan dan
hilangnya keberkahan hidup ini.

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah, lalu Allah menjadikan
mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS Al-
Hasyr [59]: 19).

Kedua, keagungan rahmaniyyah (kasih). Melafalkan bismillah merupakan doa bagi Muslim
untuk memperoleh kasih-Nya yang tak terbatas. Bismillah menjadi pintu tercurahnya rahmat
Allah dalam menggapai kebahagiaan hidup ini.

"Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka Aku akan tetapkan rahmat-Ku untuk orang-
orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang beriman kepada ayat-
ayat Kami." (QS Al-A'raf [7]: 156).

Ketiga, keagungan rahimiyyah (kasih sayang). Jika kasih Allah diberikan kepada semua
makhluk-Nya, kasih sayang-Nya hanya diberikan kepada Muslim, terutama di akhirat kelak.

Bismillah menumbuhkan keyakinan kasih sayang Allah itu mengatasi segalanya, sehingga
hanya Allah-lah yang akan memberi ampunan dan pertolongan pada hari perhitungan
(yaumul hisab) nanti.
Dengan bismillah, Muslim diingatkan agar selalu beristighfar kepada-Nya karena Allah
Mahapengampun dan Mahapenyayang.

Keagungan bismillah tidak hanya karena ia merupakan salah satu ayat dari surat Alfatihah,
tapi juga induk Alquran itu sendiri.

Dari Abu Hurairah ra Nabi Muhammad saw bersabda: “Jika kamu membaca Alhamdulillah,
maka bacalah Bismillahirrahmanirrrahim, karena ia adalah ummul Quran (induk Alquran)
dan Assab’ul matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang atau Alfatihah), sedangkan
bismillah itu termasuk salah satu ayatnya.” (HR Addaruqutni).
Bismillah termasuk etika (adab) spiritual untuk 'menyapa' dan mengakrabkan diri dengan
Allah SWT.

Keagungan bismillah juga tercermin dari esensi al-Asma’ al-Husna (ar-Rahman ar-Rahim)
yang terkandung di dalamnya. Bahkan dua nama dan sifat utama Allah ini sesungguhnya
merupakan intisari dari al-Qur’an.

Dalam buku Kanzul ‘Ummal fi Sunan al-Aqwal wal Af’al karya ‘Ala’uddin al-Muttaqi
dinyatakan “Semua kitab suci yang pernah diturunkan oleh Allah itu (esensinya) ada dalam
Alquran.

Semua yang ada dalam Alquran itu ada dalam surat al-Fatihah. Sedangkan semua yang ada
dalam al-Fatihah itu ada dalam bismillah.”

Oleh karena itu, kita harus selalu membaca bismillah dalam memulai segala sesuatu yang
positif agar aktivitas kita bernilai ibadah dan mendapatkan berkah.

Kita pun harus yakin aktivitas yang didahului dengan bismillah dapat mendatangkan
kebaikan dan kemuliaan; sebaliknya bismillah dapat menjauhkan kita dari kesia-siaan dan
boleh jadi kemaksiatan.
Islam sebagai sebuah agama yang sempurna, pastinya memiliki sesuatu yang menunjang
kesempurnaan dari eksistensinya, salaha satunya adalah sumber hukum, sumber hukum
menjadi salah satu hal penting didalam sebuah agama, yang akan menentukan alur kehidupan
dan pegangan hidup bagi para pemeluknya.

Secara umum sumber hukum islam antara lain :

1. Al-Qur`an , al-qur`an adalah kalam allah yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW
melalui perantara malaikat jibril dengan menggunakan bahasa arab dan membacanya
termasuk ibadah yang dimulai dari surah al-fatihah dan diakhiri dengan surah an-nas.

Al-qur`an menjadi sumber hukum pokok agama islam dikarnakan eksistensinya sebagai
wahyu yang konkrit dari allah SWT kepada para hambanya yang di turunkannya kepada nabi
muhammad SAW.

Al-qur`an ibarat sebuah pelita yang menerangi jalan yang gelap, dikala banyak pertanyaan
yang datang, dan tak ada yang mampu memuaskan penannyanya al-qur`an datang dengan
berbagai jawaban yang terang di dalam menjawab segala pertanyaan yang menggelapkan.

Al-qur`an yang hadir yang keabsahanya tak dapat di ragukan, di karnakan jalur
penyampainya yang secara muttwatir, menjadikan al-qur`an sebagai sumber hukum yang tak
dapat di sangkal akan kebenaranya.

2.al-hadits, hadits adalah sesuatu atau apa – apa yang yang di sandarkan kepada nabi
muhammad SAW, baik dari segi perbuatan perkataan dan penentuan, bahkan beberapa ulama
menambahkan sifat dan angan rasul didalamnya.

Al-hadits menjadi sumber hukum ke – 2 yang konkrit, yang telah terjamin ke absahanya,
kenapa ? karna penyandaranya di sandarkan kepada manusia yang terjamin akan
amanahanya.

Nabi muhammad SAW di dalam menggeluarkan hadits yang berkaitan dengan hukum pasti
ada sebab yang mendasari dari terucapnya hadits tersebut.

dan juga karna fungsi haddits sebagai al-bayan dan at-tafsir ayat –ayat al-qur`an, yang
menambah kuat ke absahannya sebagai salah satu dari sumber hukum islam.

3.Ijma, yakni sebuah kesepakatan para ulama yang terkenal keshalehanya, yang terjaga
dirinya dari hal-hal yang merusak ke murruahanya pada suatu hukum yang di ambil
intisarinya dari al-qur`an dan hadits, yang di sepakati oleh oleh semua ulama pada zaman
tersebut dan dilakukan setelah nabi muhammad SAW meninggal dunia.

4.Qiyas, yakni pengambilan hukum dengan cara menyamakan sesuatu yang belum ada
hukumnya kepada sesuatu yang telah ada hukumnya
Pembagian Hukum:

A. hukum Wadhi : sebuah hukum yang menjadikan sesuatu sebagai sebab adanya sesuatu
yang lain.

Hukum wadhi terbagi 3 :

1. Sebab : sesuatu yang mendasar dan terang dan tertentu yang menjadi pangkal adanya
sesuatu.

Contoh : Adanya Hukum Potong Tangan DI karenakan Adanaya Sebab mencuri

2.syarat : Sesuatu yang karenya ada hukum dan ketidak adanya tidak ada hukum

Contoh : Haul Adalah Sebuah Syarat adanya Kewajiban zakat

Syarat Terbagi dua :

1. Syarat Haqiqi dan

2. Syarat Jali,

Syarat haqiqi adalah sebuah syarat yang diperintahkan syariat sebelum mengerjakan
pekerjaan yang lain, dan pekerjaan yang lain tidak akan di terima atau tidak syah jika
pekerjaan yang pertama tidak dilakukan

Contohnya : Kewajiban Wudhu Sebelum Mengerjakan Sholat

Syarat Jali adalah segala sesuatu yang dijadikan syarat oleh perbuatanya untuk mewujudkan
perbuantan yang lain.

Contohnya : syarat sah wudhu ketika membasuh tangan sampai Kesiku

3.Man`i adalah suatu hal yang karna adanya menyebabkan tidak adanya hukum atau tidak
adanya sebab bagi adanya hukum.

Contohnya : adanya najis pada pakaian menjadikan Pengahalang dari syarat


shalat.

B. Hukum Taklif, yakni Sesuatu yang menuntut suatu pekerjaan dari mukallaf, atau menuntut
untuk berbuat dan menentukan pilihan kepadanya antara melakukan dan meninggalkanya

Hukum Taklif terbagi kepada 4.

1. wajib

Secara istilah wajib adalah, sesuatu yang dikerjakan berpahala ia dan apabila ditinggalkan
berdosa ia

Wajib memiliki aspek – aspek yang ditinjau dari berbagai segi:


Yang pertama di tinjau dari segi tertentu dan tidak tertentunya yakni :

1. Muayyan : Sesuatu yang ditentukan macam perbuatanya , contoh : membaca


surah al-fatihah dalam sholat,

2. Mukhayar : sesuatu yang ditentukan macam perbuatanya dan kita dapat memilih
dari satu macam dari macam – macam yang ditawarkan.

Contoh : kewajiban kaffarat bagi orang yang berhubungan badan pada siang hari
bulan puasa, maka iadapat memilih dari kaaffarat yakni membebaskan budak atau
memberikan makan 60 faqir miskin.

Yang kedua ditinjau dari waktunya yakni :

1. Mudhyyaq, waktu yang ditentukan untuk melaksanakan kewajiban dan waktunya


sama dengan waktu yang ditentukan dan tak dapat dilaksanakn dilain waktu selain waktu
yang ditentukan

Contohnya : puasa Ramadhan yang hanya bisa dilakukan pada bulan ramadhan

2. Muwassa, waktu kewajiban yang lebih banyak dari yang di butuhkan

Contoh : sholat 5 waktu, kita diperbolehkan mengerjakan sholat lima waktu pada
waktu sholat yang ditentukan dan kita dapat memilih kapan kita mau
mengerjakanya diantara senggang waktu antara satu sholat dengan sholat yang lain

Yang ketiga kewajiban yang ditinjau dari dari siapa yang mengerjakan

1. wajib `ain, kewajiban yang harus dilakukan oleh setian individu / mukallaf

Contohnya : sholat – puasa – zakat dll

2. wajib kifayah, kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang anggota


masyarakat, yang apabila di lakukan maka akan menggugurkan kewajiban anggota
masyarakat yang lain.

Contohnya : sholat jenazah

Yang ke empat kewajiban yang ditinjau dari segi kuantitas

1. muhaddad : kewajiban yang ditentukan jumlahnya

Contohnya : zakat, dan bilangan rokaat sholat

2. ghairu muhaddad : kewajiban yang tidak ditentukan jumlahnya/ kuantitasnya

Contohnya : Infaq

2. sunnah
Secara istilah adalah, sesuatu yang apabila dilakukan mendapatkan pahala dan apabila
dilakukan tidak mendapat dosa,

Secara istilah ketakwaan, apabila dilakukan ia beruntung dan apabila tidak dilakukan ia rugi

Sunnah dapat ditinjau dari berbagai aspek diantaranya :

Dari segi pelakunya :

1. Sunnah` ain : yankni sunnah yang di anjurkan untuk setiap individu

Contohnya : sholat dhuha, dan qiyamul lail

2. sunnah kifayah : yakni sunnah yang dianjurkan oleh seseorang dari sebuah
kelompok atau anggota masyarakat.

Contohnya : Memberikan Salam

Dari segi sering atau tidak sering dilakukan oleh rasul :

1. Muakkad : perbuatan yang sering dilakukan oleh nabi muhammad SAW

Contohnya : berkurban

2. G. Muakkad : Perbuatan yang tidak selalu dilakukan oleh nabi muhammad SAW

3. Haram, sesuatu yang apabila di kerjakan berdosa ia dan apabila di tinggalkan berpahala ia

Haram terbagi dua :

1. Haram Lidzatih , keharaman karna memang telah ditetapkan dan dituliskan oleh
syariat itu haram

Contohnya : keharaman untuk membunuh dll

2. Haram lighoirih, keharaman yang dikarnakan oleh sebab lain yang


mengharamkan

Contohnya : haramnya wanita untuk sholat, di karnakan sedang dalam keadaan


junub / haid

4. mubah , sesuatu yang diberikan oleh syariat kepada mukallaf dan untuk memilih antara
mengerjakan dan tidak mengerjakan dan tidak ada pahala atau siksa didalamnya.

Contohnya : makan dan minum,

5. makruh. Adalah sesuatu yang dituntut oleh syariat terhadap mukallaf supayan
meninggalkan suatu perbuatan dikarnakan tidak adanya kepastian dari tuntunanya

Contohnya : merokok
6. Rukhsah adalah sebuah keringan yang di berikan oleh syariat, dikarnakan suatu sebab
tertentu

Contohnya : di bolehkan berbuka puasa karna sebab perjalan yang amat jauh

7.Azimah Peraturan agama yang pokok yang bersifat umum untuk setiap mukallaf/

C. Bagian – Bagian Hukum

1. Hukum : Firman Pembuat Syara yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf


dan firman tersebut berisi boleh atau tidaknya sesuatu pekerjaan itu dilakukan

Atau firman pembuat syara yang berhubungan dengan perbuatan orang dewasa, dan
firman tersebut menentukan membolehkan atau tidak sesuatu sebagai adanya yang lain

2. Hakim : pembuat hukum

3. Mahkum Fih : perbuatan yang dihukumkan ( wajib, sunnah, haram )

3. mahkum `alaih : perbuatan yang dilakukan mukallaf


BAB II

I’AM ALLAH

Ujian Dari Allah Buat Hambanya

Hari terus berganti hari. Kehidupan manusia juga terus berjalan pantas seiring dengan masa
yang pantas berlari. Di celah-celah hari berwarna-warni yang di jalani dan ditelusuri,
tanpa disedari atau tidak, manusia sebenarnya telahpun menempuh pelbagai ujian dan
dugaan duniawi. Ujian-ujian yang diberi oleh Allah itu datang menyapa silih berganti dalam
pelbagai bentuk dan rupa. Setiap orang diuji olah Allah berbeza-beza mengikut tahap
kemampuannya.

“ Allah tidak membebani seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya, ia mendapat pahala
kebajikan yang diusahakannya dan ia juga menanggung dosa kejahatan yang
dilakukannya… “ ( Al-Baqarah: 286)

ALLAH telah menyatakan dengan jelas di dalam Al-Quran bahawa DIA tidak akan sekali-
kali menguji hambaNya diluar kemampuan hambaNya. ALLAH mengetahui kita kuat dalam
menghadapi ujianNya, oleh kerana itu ALLAH memberikan ujian itu ke atas diri kita. Di
sini kita dapat lihat betapa sayang dan kasihnya ALLAH kepada kita sebagai hambaNya.
ALLAH menguji seseorang bukan kerana ALLAH benci kepada kita tetapi
percayalah ALLAH menguji kita kerana DIA sangat kasih kepada kita. Cuma kita sebagai
hambaNya, adakala tidak mampu bertahan dan bersabar dalam menghadapi ujianNya.

Hakikatnya saat ini, saat kita sedang mengecapi bahagia, ada berjuta manusia di luar sana
yang sedang dihujani ujian atau dihimpit pelbagai derita. Ada di kalangan manusia di luar
sana yang saat ini sedang diuji dengan kehilangan orang tersayang. Tidak kurang juga ada
manusia yang diuji apabila apa yang diingini dan diharapkan tidak terjadi dan diberi.

“ Kenapa aku yang diuji ? “

“ Mengapa aku diuji sebegini ?”

“ Ujian ini sangat berat. Aku tak mampu…”

Mungkin ini adalah antara persoalan dan keluhan yang meniti di bibir atau berlegar di fikiran
kita sebagai seorang hamba saat dihimpit dengan secebis ujian. Kadangkala tanpa sedar dan
niat kita juga terlanjur marah pada DIA kerana menghujani kita dengan pelbagai ujian.

Tetapi, apabila kita menenangkan diri dan bermuhasabah kembali, tenyata sebenarnya
dengan ujian yang diberi kita adalah hamba yang beruntung . Mengapa saya katakan begitu?
Kerana ujian hanyalah diberi oleh Allah kepada hamba-hambanya yang terpilih. Hamba-
hambanya yang dikasihi dan disayangiNya. Dan jangan kita lupa bersama ujian itu juga ada
pertolongan dari Allah sepertimana yang dinyatakan di dalam Al-Quran:

Adakah patut kamu menyangka bahawa kamu akan masuk syurga, padahal belum sampai
kepada kamu (ujian dan cubaan) seperti yang telah berlaku kepada orang-orang yang
terdahulu sebelum kamu? mereka telah ditimpa kepapaan (kemusnahan harta benda) dan
serangan penyakit, serta digoncangkan (dengan ancaman bahaya musuh), sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang yang beriman yang ada bersamanya: “Bilakah (datangnya)
pertolongan Allah?” Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat (asalkan kamu
bersabar dan berpegang teguh kepada agama Allah). ( Al-Baqarah: 214)

Sebagai manusia biasa, kita pastinya tidak akan mampu menjangka bilakah ujian itu akan
muncul tiba. Walaubagaimanapun, jika kita mengetahuinya, apalah kudrat kita sebagai
seorang hamba yang kerdil lagi penuh dosa untuk menolak ujian-ujian yang bakal
menyapa itu. Jika direnungkan kembali, kita semua pastinya pernah dan akan ditimpa ujian
dari yang Maha Esa, tetapi saat ujian itu tiba, mampukah kita menjadi manusia yang
bersyukur dengan ujian itu dan memandangnya sebagai hadiah pemberian Allah?

Manusia itu sifatnya pelupa, Ada masanya dalam melayari kehidupan di dunia, kita lalai dan
leka pada hakikat yang nyata bahwa kita hanyalah hamba DIA yang Esa. Jadi apakah
sebenarnya yang mampu membangkitkan manusia dari kelalaian dan kealpaan ini? UJIAN.
Ya, Ujian. Ujian atau mehnah yang menjengah dalam kehidupan kita itulah sebenarnya yang
mampu mengejutkan kita dari mimpi dunia yang panjang.

Allah Tuhan yang Maha Mengetahui. Mungkin tanpa ujian-ujian dan dugaan yang dikirimkan
khas oleh DIA untuk kita, kita masih lagi menjadi seorang hamba yang hanyut dan lemas
dalam lautan kelalaian. Apa yang paling utama sebenarnya adalah “ hadiah ” itu dikirimkan
oleh Allah bertujuan untuk menilai sejauh mana keimanan kita terhadapNya sepertimana
yang dijelaskannya di dalam Al-Quran:

Patutkah manusia menyangka bahawa mereka akan dibiarkan dengan hanya berkata: “Kami
beriman”, sedang mereka tidak diuji (dengan sesuatu cubaan)? (Al-Ankabut: 2)

Justeru, marilah kita sama-sama bermuhasabah dan menilai kembali segala prasangka buruk
yang mungkin pernah bermain di fikiran kita saat kita diuji. Inilah saatnya bagi kita, saya dan
anda yang sedang membaca, merubah fikiran kita dan mula memandang ujian-ujian yang
telah dan akan kita lalui sebagai sebuah ‘ hadiah’ dari Allah dan bukan lagi satu bebanan.
Apabila kita benar-benar menyedari hakikat ini, maka kita akan menjadi seorang hamba yang
bersyukur dengan segala ujian yang diberi.

Jika anda saat ini sedang diuji, ingin saya sampaikan sesungguhnya bersyukur dan
berbahagialah anda karena

UJIAN itu HADIAH dari ALLAH

“Aku beriman kepada Allah” adalah sebuah pernyataan yang sudah dapat dipastikan telah
kita lafalkan. Kita juga mengetahui bahwa keimanan ini adalah keimanan yang pertama kali
dituntut bagi seorang muslim pada rukun iman yang enam.

Hal ini sebagaimana jawaban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjawab
pertanyaan malaikat Jibril tentang apa itu iman, yaitu,

“Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir,


dan engkau beriman dengan takdir, yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim)

Sejauh manakah pemahaman kita akan pernyataan keimanan ini? Beriman kepada Allah,
tidaklah cukup dengan sekedar mengakui bahwa Allah-lah Sang Pencipta dan Pemberi
Rezeki. Karena kaum musyrikin pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah
mengakui ini, sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya, “Dan sungguh jika kamu
tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka
akan menjawab: “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 9)
Agar kita tidak sekedar taklid (ikut-ikutan) dan dapat memahami pernyataan keimanan ini
secara benar, maka ketahuilah saudariku, keimanan kepada Allah terkandung di dalamnya
empat unsur yang saling berkaitan.

Pertama, keimanan kepada wujudullah (adanya Allah ta’ala). Maka jelas batillah pendapat
yang mengatakan bahwa Allah tidak ada. Bahkan keberadaan Allah subhanahu wa ta’ala jelas
nyata, baik secara fitrah, akal, syar’i dan secara indrawi.

Secara fitrah, setiap makhluk mengimani adanya Dzat yang menciptakan tanpa harus berpikir
atau mempelajari terlebih dahulu. Adapun jika tidak sesuai dengan fitrah, maka ini terjadi
karena ada sesuatu yang memasuki hatinya dan memalingkannya dari fitrah tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah.
Lalu orangtuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi.”(HR. Bukhari dan
Muslim)

Secara akal, maka kita mengetahui tidak mungkin sesuatu ada tanpa ada yang menciptakan
dan kita juga mengetahui kita tidak menciptakan diri-diri kita sendiri. Maka jelas ada Dzat
yang menciptakan, dan Dia-lah Allah tabaroka wata’ala.

Adapun dalil secara syar’i, maka seluruh kitab samawi membahas tentang adanya Allah
ta’ala. Adapun ayat-ayat yang berisi hukum-hukum yang berisi manfaat untuk makhluk
menunjukkan bahwa Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui apa yang membawa
manfaat bagi makhluk-Nya. Dan ayat-ayat yang berisi khobar kauniyah dapat kita saksikan
peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan yang dikhabarkan tersebut, dan ini menunjukkan
bahwa Allah Maha Kuasa untuk mewujudkan peristiwa yang telah diberitakan-Nya.

Keberadaan Allah juga dapat kita ketahui secara indrawi dengan dua cara, yaitu dari
terkabulnya do’a dan dari mu’jizat para Nabi dimana manusia dapat menyaksikan atau
mendengar mukjizat tersebut. Ini adalah kenyataan yang pasti akan adanya Dzat yang
mengutus para Nabi tersebut dan Dia-lah Allah ta’ala.

Kedua, keimanan kepada sifat rububiyah Allah ta’ala, yaitu kita mengimani bahwa hanya
Allah Rabb semesta alam dan tidak ada satupun sekutu bagi-Nya. Hanya bagi-Nya-lah hak
untuk mencipta, menguasai dan memerintah. Tidak ada seorang pun yang mengingkari sifat
rububiyah Allah ini kecuali orang-orang yang sombong yang meragukan perkataan mereka
sendiri.

Ketahuilah! Keimanan pada sifat rububiyah Allah telah diakui oleh kaum musyrikin pada
zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam firman-Nya yang
artinya, Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu
mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah
kamu tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang
Empunya ‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah:
“Maka apakah kamu tidak bertakwa?” Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada
kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi
dari -Nya, jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.”
Katakanlah: “maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (QS. Al Muminun [23]: 84-89)

Oleh karena itu saudariku, kita perlu mengetahui unsur yang ketiga dari keimanan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu keimanan kepada sifat uluhiyah Allah ta’ala, yaitu
mengimani bahwa hanya Allah-lah yang berhak disembah dan tidak ada satu pun sekutu
bagi-Nya. Allah ta’ala berfirman, “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada
Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]:
163)

Dakwah pada sifat uluhiyah inilah yang ditolak oleh kaum musyrikin karena mereka
mengambil tuhan-tuhan selain Allah ta’ala yang mereka meminta pertolongan dan
memberikan pengorbananan pada sesembahan-sesembahan mereka. Allah subhanahu wa
ta’ala membatilkan perbuatan kaum musyrikin dan orang-orang yang membuat sekutu-sekutu
bagi Allah ta’ala dengan dua dalil secara akal,

Sesembahan mereka tidak memiliki kekhususan dari sifat-sifat uluhiyah Allah, mereka tidak
menciptakan tetapi diciptakan, mereka tidak dapat memberi manfaat, tidak dapat menolak
bahaya dan sifat-sifat yang tidak mungkin dapat dimiliki selain Allah ta’ala.

Sesungguhnya kaum musyrikin mengakui bahwa Allah ta’ala adalah satu-satunya Pencipta
(pengakuan pada sifat rububiyah Allah). Maka pengakuan mereka tersebut seharusnya
melazimkan bagi mereka untuk tidak menyekutukan Allah dalam perkara uluhiyah Allah.

Keempat, engkau wajib mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah ta’ala yaitu nama-nama
dan sifat-sifat yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau Sunnah Rasul-
Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan tanpa melakukan tahrif, ta’thil, takyif,
tamtsil dan tafwidh. Allah ta’ala berfirman dalam surat Al-A’raaf, “Hanya milik Allah
asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam nama-nama-Nya. Nanti
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raaf
[7]: 180)

Ketahuilah! Penetapan nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah tabaroka wa ta’ala tidak
melazimkan kita melakukan penyerupaan atau menyamakan Allah dengan makhluk-Nya.
Maha suci Allah dari segala penyerupaan tersebut. Allah telah menyatakan dalam firman-
Nya, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar
dan Melihat.” (QS. Asy-Syuura [42]: 11)

Demikianlah saudariku. Dengan keimanan yang benar pada Allah subhanahu wa ta’ala, maka
akan meperbaiki ketauhidanmu kepada Allah ta’ala yaitu dengan tidak menyembah kepada
selain-Nya, menyempurnakan kecintaanmu pada Allah serta memperbaiki amal ibadahmu
dengan apa yang diperintahkan oleh Allah ta’ala dan menjauhi apa yang dilarang-Nya.
Semoga engkau kini memahami dengan makna yang benar dari pernyataan, “Aku beriman
kepada Allah”. Berimanlah kepada Allah ta’ala secara utuh! Janganlah engkau tinggalkan
salah satu dari empat unsur keimanan pada Allah ini. Jika engkau tinggalkan unsur pertama,
maka engkau termasuk orang-orang sombong yang membohongi dirimu sendiri. Jika engkau
tinggalkan unsur kedua, maka engkau tidak lebih baik dari kaum musyrikin pada masa Nabi
shallallahu’alaihiwasallam. Jika engkau tinggalkan unsur ketiga, maka engkau akan
terjerumus dalam perbuatan syirik yang Allah ta’ala tidak akan mengampunimu sebelum
engkau bertobat. Jika engkau tinggalkan unsur keempat, maka engkau telah mengingkari apa
yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya. Wallahu musta’an.

BAB III

AYAT KAUNIYAH

1. AYAT QAULIYAH Ayat-ayat Qauliyah adalah Al-Quran! 30 Jus, 114 Surat, dan 6666

ayat..

2. AYAT KAUNIYAH. Ayat-ayat Kauniyah adalah jagat raya ini berikut isi-isinya

termasuk manusia beserta isi hatinya Aku kaitkan dengan Puisi-puisi yang di cintai Rasul.

Puisi itu bisa kita ambil dari makna ayat Qauliyah yakni Al-Quran, bisa juga kita dapat dari

Alam jagat raya ini yakni Ayat Kauliyah. bahkan hati kita juga sebagai ayat kauliyah, so.

tidak salah jika seseorang membuat puisi tentang perasaan hatinya atau lainnya sebagai

tafakur binikmah 'ala syukron. kecuali isi puisinya mengandung nafsu 'ala la'natullah yang

menimbulkan hasrat birahi seseorang sehingga melupakan segala-galanya.. Para ulama

menegaskan bahwa Al-Quran dapat dipahami sebagai nama dari keseluruhan firman Allah,

namun juga dapat bermakna "sepenggal dari ayat-ayat-Nya." Maksudnya dari sepenggal itu,

Jika ada seseorang yang mengatakan "Aku hafal Al-Quran" padahal yang dia hafal misalnya

hanya satu ayat maka perkataan dia itu tidak salah, kecuali jika dia berkata "Aku hafal
seluruh Al-Quran" padahal hanya separuhnya, maka perkataan dia salah adanya.. Apa yang

dikatakan Al-Quran itu pasti benarnya, sedangkan apa yang dapat digali dari ayat-ayat

kauniyah sifatnya relatif dan sementara, mungkin ini salah satu yang membedakan antara

ayat-ayat Qauliyah dengan ayat-ayat Kauniyah. Muncul pertanyaan! Kenapa ada paralesasi

antara kedua ayat tersebut, seperti yang dilakukan banyak ilmuwan? aku pernah membaca

sekaligus melihat youtubenya, bahwasanya para saintis dunia telah menjumpai sebuah planet

sebesar ukuran bulan kurang lebih yang sekarang ini sedang menuju atau mendakati planet

bumi dan bertabrakan antara dua planet itu, kemudian menimbulkan Ledakan Dahsyat.

Ledakan dahsyat ini telah diperkirakan dalam jangka waktu berlaku pada tahun 2065. Apa

yang terjatuh dari angkasa itu lebih sangat menakutkan karena batuan-batuaan panas yang

membara menghantam bumi bertalu-talu memusnahkan segalanya. akibat bertabrakan kedua

planet ini suhu bumi berubah mendadak dan permukaan bumi terbakar, air laut mendidih

panas, tiada nyawa pun yang dapat bertahan dengan suasana itu karena peningkatan suhunya

sangat dahsyat panasnya. Kemusnahan ini berkurun lamanya dan bumi menjadi suria kedua

dalam cakrawalanya sendiri. Setelah membicarakan diatas, bahwa teori Ledakan Dahsyat

mendapatkan pembenaran dari (atau sejalan dengan) Ayat Qauliyah Allah. Orang suka

bertanya apakah teori itu benar untuk jangka waktu yang telah ditentukan? Kalau ternyata

nanti teori itu ada yang menyanggah, apakah Quran yang kita paparkan untuk membenarkan

atau mendukung teori itu salah? Ada sesuatu yang membuat kita harus rendah hati dan

berhati-hati dalam mengartikan paralelisasi antara dua ayat Tuhan itu, Kita yakin bahwa Al-

Quran akan selamanya bisa memecahkan semua permasalahan kehidupan. Tetapi,

perkembangan manusia dalam dunia ilmu yang memaknai ayat Tuhan yang kauniyah tidak

mendapatkan jaminan bahwa itu adalah pasti kebenarannya. Di situlah suka ada bentrokan

antara kebenaran ilmu dan kebenaran yang diterangkan Al-Quran. contoh teori lainnya, Al-

Quran mengatakan bahwa matahari nanti ada disebelah barat, Para sains mengatakan itu
tidak mungkin. Tetapi ada salah satu ilmuwan yang membenarkan ayat Qauliyah tersebut,

dan dia telah membuktikan teorinya tentang bumi berputar mengelilingi matahari. teori ini

mengatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari begitu cepat tetapi lama kelamaan

bumi akan berputar semakin lambat dan kelambatan itu akan berhenti pada satu titik atau

bertemu dengan satu titik, titik disitu bumi tidak berputar "Diam" hanya 72 jam bumi tidak

berputar mengelilingi matahari, nah titik inilah menandakan matahari ada diposisi barat dari

bumi. setelah ilmuwan mengetahui teori itu. ilmuwan langsung masuk islam. subhanallah

walhamdulillah.. Mungkin ini semua salah satu tanda-tanda kiamat sudah dekat yah

sahabatku.. Kita tahu dari Al-Quran bahwa alam semesta ini sedang sujud kepada-Nya,

sedang melakukan sesuatu yang suci. Alam ini suci. Alam bukanlah musuh-musuh manusia

yang harus ditaklukan sebagaimana mitos. Alam semesta sejajar dan senasib dengan manusia

dalam ketundukannya kepada Allah. Bahkan alam semesta selalu mengagungkan Allah,

walaupun manusia tidak dapat memahaminya. "Semua yang ada di langit dan di bumi

bertasbih kepada Allah (QS. Al-Hadid : 1)." Arti yang sama dapat kita cari pada surat Ar-

Ra'du ayat 13 dan masih banyak yang lainnya. Alam sedang mengagungkan Tuhan dan

Tuhan memerintahkan kita untuk memikirkannya. Pada kesimpulannya bahwa objek ilmu

adalah Ayat Qauliyah dan Kauniyah. Al-Quran sudah jelas suci karena ia firman Allah. Ayat

Kauniyah pun sedang Ikhlas bertasbih kepada-Nya. Timbul pertanyaan dalam hati. Apakah

sesuatu yang begitu suci dan ikhlas bertasbih kepada-Nya bisa dipelajari dengan

menggunakan metode tidak benar atau kotor? Atau Apakah ketika mempelajari ayat-ayat

Tuhan yang megah itu bisa dibarengi dengan kemaksiatan yang hina? Disinilah permasalahan

ilmu yang sangat mendasar di mana akal sering dijalankan dengan cara tidak tepat dan benar.

Kalau begitu Apakah akal itu? kita pasti tahu bahwa akal bukanlah otak. Sebab kambing,

ayam, sapi pun punya otak. Intinya Akal adalah potensi ruhaniah, oleh karena itu akal bersifat
abstrak. Akal merupakan potensi kesucian sebagaimana ruh. Sungguh bahagianya jika akal

kita ini dipergunakan untuk mempelajari ayat-ayat Qauliyah dan Ayat-ayat Kauniyah.

MEMBACA AYAT-AYAT ALLAH

Ditulis oleh Abdur Rosyid

Kita, di dunia ini, tidak pernah bisa melihat Allah. Lalu bagaimana kita bisa mengetahui

bahwa Allah memang ada dan tidak ada sekutu bagi-Nya? Dan bagaimana kita bisa

mengenal-Nya?

Memang, Allah telah menetapkan bahwa kita tidak akan bisa melihat-Nya di dunia ini,

namun Allah telah menampakkan kepada kita ayat-ayat-Nya. Kemudian, Allah telah

menganugerahkan kepada kita akal pikiran dan hati agar kita bisa memahami ayat-ayat-Nya.

Allah telah menyediakan untuk kita dua jenis ayat. Yang pertama, ayat qauliyah, yaitu ayat-

ayat yang Allah firmankan dalam kitab-kitab-Nya. Al-Qur’an adalah ayat qauliyah. Yang

kedua, ayat kauniyah, yaitu ayat-ayat dalam bentuk segala ciptaan Allah berupa alam semesta

dan semua yang ada didalamnya. Ayat-ayat ini meliputi segala macam ciptaan Allah, baik itu

yang kecil (mikrokosmos) ataupun yang besar (makrokosmos). Bahkan diri kita baik secara

fisik maupun psikis juga merupakan ayat kauniyah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

dalam QS Fushshilat ayat 53:


“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala penjuru

bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran adalah benar.

Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”

Hubungan antara Ayat Qauliyah dan Ayat Kauniyah

Antara ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat kauniyah terdapat hubungan yang sangat erat karena

keduanya sama-sama berasal dari Allah. Kalau kita memperhatikan ayat qauliyah, yakni Al-

Qur’an, kita akan mendapati sekian banyak perintah dan anjuran untuk memperhatikan ayat-

ayat kauniyah. Salah satu diantara sekian banyak perintah tersebut adalah firman Allah dalam

QS Adz-Dzariyat ayat 20-21:

“Dan di bumi terdapat ayat-ayat (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga)

pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”

Dalam ayat diatas, jelas-jelas Allah mengajukan sebuah kalimat retoris: “Maka apakah kamu

tidak memperhatikan?” Kalimat yang bernada bertanya ini tidak lain adalah perintah agar kita

memperhatikan ayat-ayat-Nya yang berupa segala yang ada di bumi dan juga yang ada pada

diri kita masing-masing. Inilah ayat-ayat Allah dalam bentuk alam semesta (ath-thabi’ah,

nature).

Dalam QS Yusuf ayat 109, Allah berfirman: “Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi

lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka?”


Ini juga perintah dari Allah agar kita memperhatikan jenis lain dari ayat-ayat kauniyah, yaitu

sejarah dan ihwal manusia (at-tarikh wal-basyariyah).

Disamping itu, sebagian diantara ayat-ayat kauniyah juga tidak jarang disebutkan secara

eksplisit dalam ayat qauliyah, yakni Al-Qur’an. Tidak jarang dalam Al-Qur’an Allah

memaparkan proses penciptaan manusia, proses penciptaan alam semesta, keadaan langit,

bumi, gunung-gunung, laut, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya. Bahkan

ketika para ilmuwan menyelidiki dengan seksama paparan dalam ayat-ayat tersebut, mereka

terkesima dan takjub bukan kepalang karena menemukan keajaiban ilmiah pada ayat-ayat

tersebut, sementara Al-Qur’an diturunkan beberapa ratus tahun yang lalu, dimana belum

pernah ada penelitian-penelitian ilmiah.

Karena itu, tidak hanya ayat-ayat qauliyah yang menguatkan ayat-ayat kauniyah. Sebaliknya,

ayat-ayat kauniyah juga senantiasa menguatkan ayat-ayat qauliyah. Adanya penemuan-

penemuan ilmiah yang menegaskan kemukjizatan ilmiah pada Al-Qur’an tidak diragukan lagi

merupakan bentuk penguatan ayat-ayat kauniyah terhadap kebenaran ayat-ayat qauliyah.

Kewajiban Kita terhadap Ayat-ayat Allah

Setelah kita mengetahui bentuk ayat-ayat Allah, yang menjadi penting untuk dipertanyakan

adalah apa yang harus kita lakukan terhadap ayat-ayat tersebut. Atau dengan kata lain, apa
kewajiban kita terhadap ayat-ayat tersebut? Dan jawabannya ternyata hanya satu kata: iqra’

(bacalah), dan inilah perintah yang pertama kali Allah turunkan kepada Rasulullah shallallahu

‘alaihi wasallam.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan

manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang

mengajar (manusia) dengan perantaran qalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak

diketahuinya.” (QS Al-‘Alaq: 1-5)

Lalu bagaimana kita membaca ayat-ayat Allah? Jawabannya ada pada dua kata: tadabbur dan

tafakkur.

Terhadap ayat-ayat qauliyah, kewajiban kita adalah tadabbur, yakni membacanya dan

berusaha untuk memahami dan merenungi makna dan kandungannya. Sedangkan terhadap

ayat-ayat kauniyah, kewajiban kita adalah tafakkur, yakni memperhatikan, merenungi, dan

mempelajarinya dengan seksama. Dan untuk melakukan dua kewajiban tersebut, kita

menggunakan akal pikiran dan hati yang telah Allah karuniakan kepada kita.

Mengenai kewajiban tadabbur, Allah memberikan peringatan yang sangat keras kepada orang

yang lalai melakukannya. Allah berfirman dalam QS Muhammad ayat 24: “Maka apakah

mereka tidak mentadabburi Al Quran ataukah hati mereka terkunci?”


Dan mengenai kewajiban tafakkur, Allah menjadikannya sebagai salah satu sifat orang-orang

yang berakal (ulul albab). Dalam QS Ali ‘Imran ayat 190 – 191, Allah berfirman:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang

terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat

Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka mentafakkuri

(memikirkan) tentang penciptaan langit dan bumi (lalu berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah

Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia; Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami

dari siksa neraka.”

Tujuan Membaca Ayat-ayat Allah

Tujuan utama dan pertama kita membaca ayat-ayat Allah adalah agar kita semakin mengenal

Allah (ma’rifatullah). Dan ketika kita telah mengenal Allah dengan baik, secara otomatis kita

akan semakin takut, semakin beriman, dan semakin bertakwa kepada-Nya. Karena itu,

indikasi bahwa kita telah membaca ayat-ayat Allah dengan baik adalah meningkatnya

keimanan, ketakwaan, dan rasa takut kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Yang semestinya terjadi pada diri kita setelah kita membaca ayat-ayat qauliyah adalah

sebagaimana firman Allah berikut ini: “Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah

iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS Al-Anfal:

2)
Dan yang semestinya terjadi pada diri kita setelah kita membaca ayat-ayat kauniyah adalah

sebagaimana firman Allah berikut ini: “Dan mereka mentafakkuri (memikirkan) tentang

penciptaan langit dan bumi (lalu berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan

semua ini dengan sia-sia; Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS

Ali ‘Imran: 191)

Selanjutnya, kita juga membaca ayat-ayat Allah agar kita memahami sunnah-sunnah Allah

(sunnatullah), baik itu sunnah Allah pada manusia dalam bentuk ketentuan syar’i (taqdir

syar’i) maupun sunnah Allah pada ciptaan-Nya dalam bentuk ketentuan penciptaan (taqdir

kauni).

Dengan memahami ketentuan syar’i, kita bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan syariat

yang ia kehendaki, dan dalam hal ini kita bebas untuk memilih untuk taat atau ingkar.

Namun, apapun pilihan kita, taat atau ingkar, memiliki konsekuensinya masing-masing.

Adapun dengan memahami ketentuan penciptaan, baik itu mengenai alam maupun sejarah

dan ihwal manusia, kita akan mampu memanfaatkan alam dan sarana-sarana kehidupan untuk

kemakmuran bumi dan kesejahteraan umat manusia. Dengan pemahaman yang baik

mengenai ketentuan tersebut, kita akan mampu mengelola kehidupan tanpa melakukan

perusakan. Wallahu a’lam bish-shawab.

Ayat Qauliyah
Ayat-ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah swt. di dalam Al-Qur’an.

Ayat-ayat ini menyentuh berbagai aspek, termasuk tentang cara mengenal Allah.

QS. At-Tin (95): 1-5

Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang

aman; sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).

Ayat Kauniyah

Ayat kauniah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling yang diciptakan oleh Allah.

Ayat-ayat ini adalah dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan sebagainya yang ada di

dalam alam ini. Oleh karena alam ini hanya mampu dilaksanakan oleh Allah dengan segala

sistem dan peraturanNya yang unik, maka ia menjadi tanda kehebatan dan keagungan

Penciptanya.

QS. Nuh (41): 53

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah

bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah

benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu ?

IPTEK DALAM PERSPEKTIF PEMIKIRAN ISLAM


Sesungguhnya Islam adalah agama yang menghargai ilmu pengetahuan. Menuntut ilmu,

dalam ajaran Islam, adalah suatu yang sangat diwajibkan sekali bagi setiap Muslim, apakah

itu menuntut ilmu agama atau ilmu pengetahuan lainnya. Terkadang orang tidak menyadari

betapa pentingnya kedudukan ilmu dalam kehidupan ini.

Ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan pendidikan sebagai berikut.

• QS. Al-Alaq 1-5 yang artinya:

1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,

4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

• Allah Ta’ala berfirman menerangkan keutamaan ulama dan apa-apa yang mereka

miliki dari kedudukan dan ketinggian:

‫ب أُولُو َيتَذَ َّك ُر ِإنَّ َما َيعلَ ُمونَ لَ َوالَّذِينَ َيعلَ ُمونَ الَّذِينَ َيستَ ِوي هَل قُل‬
ِ ‫األَل َبا‬

“Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak

mengetahui?” Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”

(QS. Az-Zumar: 9)

Tolak ukur era modern ini adalah sains dan teknologi. Sains dan teknologimengalami

perkembangan yang begitu pesat bagi kehidupan manusia. Dalam setiap waktu para ahli dan

ilmuwan terus mengkaji dan ToloK ukur era modern ini adalah sains dan teknologi. Sains dan

teknologi meneliti sains dan teknologi sebagai penemuan yang paling canggih dan modern.
Keduanya sudah menjadi simbol kemajuan pada abad ini. Oleh karena itu, apabila ada suatu

bangsa atau negara yang tidak mengikuti perkembangan sains dan teknologi, maka bangsa

atau negara itu dapat dikatakan negara yang tidak maju dan terbelakang.

Islam adalah satu-satunyanya agama samawi yang memberikan perhatian besar terhadap ilmu

pengetahuan.

Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat

mendukung umatnya untuk melakukan research dan bereksperimen dalam hal apapun,

termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam sains dan teknologi adalah termasuk ayat-ayat

Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam

semesta ini, dianugerahkan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk diolah dan

dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Kondisi Umat Islam dalam Perkembangan Iptek Saat Ini

Terhambatnya kemajuan umat Islam di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini

disebabkan umat Islam tidak memahami konsep dan mengoptimalkan fungsinya sebagai

khalifah di Bumi. Seharusnya, dengan memahami konsep dan fungsinya sebagai khalifah di

Bumi, umat Islam mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka

menguasai dan memanfaatkan alam demi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Terlebih lagi,

umat Islam adalah umat pilihan Allah yang dianugerahi iman dan petunjuk berupa Al Quran

dan sunnah rasul.

Perkembangan iptek adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk

memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek.Dari uraian di atas dapat dipahami,

bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama,

menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kedua,
menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek . Jadi, syariah Islam-lah,

bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam

dalam mengaplikasikan iptek.

Untuk itu setiap muslim harus bisa memanfaatkan alam yang ada untuk perkembangan

iptek dan seni, tetapi harus tetap menjaga dan tidak merusak yang ada. Yaitu dengan cara

mencari ilmu dan mengamalkanya dan tetap berpegang teguh pada syari’at Islam.

Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar. Ilmu pengetahuan

(sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang disebut

metode ilmiah (scientific method) .Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan

yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas,

memperdalam, dan mengembangkan iptek

Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar

pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan

tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh

dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak

boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.

2.Kewajiban mencari ilmu

Pada dasarnya kita hidup didunia ini tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah.

Tentunya beribadah dan beramal harus berdasarkan ilmu yang ada di Al-Qur’an dan Al-

Hadist. Tidak akan tersesat bagi siapa saja yang berpegang teguh dan sungguh-sungguh

perpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.


Disebutkan dalam hadist, bahwasanya ilmu yang wajib dicari seorang muslim ada 3,

sedangkan yang lainnya akan menjadi fadhlun (keutamaan). Ketiga ilmu tersebut adalah

ayatun muhkamatun (ayat-ayat Al-Qur’an yang menghukumi), sunnatun qoimatun (sunnah

dari Al-hadist yang menegakkan) dan faridhotun adilah (ilmu bagi waris atau ilmu faroidh

yang adil)

Dalam sebuah hadist rasulullah bersabda, “ mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan

orang yang meletakkan ilmu pada selain yang ahlinya bagaikan menggantungkan permata

dan emas pada babi hutan.”(HR. Ibnu Majah dan lainya)

Juga pada hadist rasulullah yang lain,”carilah ilmu walau sampai ke negeri cina”. Dalam

hadist ini kita tidak dituntut mencari ilmu ke cina, tetapi dalam hadist ini rasulullah menyuruh

kita mencari ilmu dari berbagai penjuru dunia. Walau jauh ilmu haru tetap dikejar.

Dalam kitab “ Ta’limul muta’alim” disebutkan bahwa ilmu yang wajib dituntut trlebih dahulu

adalah ilmu haal yaitu ilmu yang dseketika itu pasti digunakan dal diamalkan bagi setiap

orang yang sudah baligh. Seperti ilmu tauhid dan ilmu fiqih. Apabila kedua bidang ilmu itu

telah dikuasai, baru mempelajari ilmu-ilmu lainya, misalnya ilmu kedokteran, fisika,

matematika, dan lainya.

Kadang-kadang orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih mengutamakan ilmu-

ilmu umum daripada ilmu agama. Maka anak menjadi orang yang buta agama dan

menyepelekan kewajiban-kewajiban agamanya. Dalam hal ini orang tua perlu sekali

memberikan bekal ilmu keagamaan sebelum anaknya mempelajari ilmu-ilmu umum.

Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda, “sedekah yang paling utama adalah orang islam

yang belajar suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada orang lain.”(HR. Ibnu Majah)
Maksud hadis diatas adalah lebih utama lagi orang yang mau menuntut ilmu kemudian ilmu

itu diajarkan kepada orang lain. Inilah sedekah yang paling utama dianding sedekah harta

benda. Ini dikarenakan mengajarkan ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menenan amal

yang muta’adi (dapat berkembang) yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang

diajarkan itu sendiri, tetapi dapat dinikmati orang lain.

3. Keutamaan orang yang berilmu

Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah dan

masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran mulia dan terhormat

yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan

makhluk-Nya. Mereka digelari sebagai“al-Raasikhun fil Ilm” (Al Imran : 7), “Ulul al-Ilmi”

(Al Imran : 18), “Ulul al-Bab” (Al Imran : 190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud : 24), “al-

A'limun” (al-A'nkabut : 43), “al-Ulama” (Fatir : 28), “al-Ahya' “ (Fatir : 35) dan berbagai

nama baik dan gelar mulia lain.

Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman: "Allah menyatakan bahwasanya

tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para

Malaikat dan orang- orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada

Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".

Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang berilmu bahwa mereka amat istimewa di sisi

Allah SWT . Mereka diangkat sejajar dengan para malaikat yang menjadi saksi Keesaan

Allah SWT. Peringatan Allah dan Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan yang

menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang

yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang

jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka

itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (Al-
Baqarah: 159) Rasulullah saw juga bersabda: "Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu,

akan dikendali mulutnya oleh Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api neraka." (HR

Ibnu Hibban di dalam kitab sahih beliau. Juga diriwayatkan oleh Al-Hakim. Al Hakim dan

adz-Dzahabi berpendapat bahwa hadits ini sahih). Jadi setiap orang yang berilmu harus

mengamalkan ilmunya agar ilmu yang ia peroleh dapat bermanfaat. Misalnya dengan cara

mengajar atau mengamalkan pengetahuanya untuk hal-hal yang bermanfaat[1].

4. Tanggung jawab ilmuwan terhadap alam

Manusia, sebagaimana makhluk lainnya, memiliki ketergantungan terhadap alam. Namun, di

sisi lain, manusia justru suka merusak alam. Bahkan tak cukup merusak, juga menhancurkan

hingga tak bersisa.

Tiap sebentar kita mendengar berita menyedihkan tentang kerusakan baru yang timbul pada

sumber air, gunung atau laut. Para ilmuwan mengumumkan ancaman meluasnya padang

pasir, semakin berkurangnya hutan, berkurangnya cadangan air minum, menipisnya sumber

energi alam, dan semakin punahnya berbagai jenis tumbuhan dan hewan.

Sayangnya, meski nyata terasa dampak akibat kerusakan tersebut, sebagian besar manusia

sulit menyadarinya. Mereka berdalih apa yang mereka lakukan adalah demi kepentingan

masa depan. Padahal yang terjadi justru sebaliknya; tragedi masa depan itu sedang berjalan di

depan kita. Dan, kitalah sesungguhnya yang menjadi biang kerok dari tragedi masa depan

tersebut.

Manusia telah diperingatkan Allah SWT dan Rasul-Nya agar jangan melakukan kerusakan di

bumi. Namun, manusia mengingkari peringatan tersebut.

Allah SWT menggambarkan situasi ini dalam Al-Qur’an:


“Dan bila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi’,

mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS Al-

Baqarah:11)

Allah SWT juga mengingatkan manusia: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut

disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka

sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)’.

Katakanlah, ‘Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan

orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan

(Allah).’’ (QS Ar-ruum: 41-42)

Pada masa sekarang pendidikan lingkungan menjadi mutlak diperlukan. Tujuannya

mengajarkan kepada masyarakat untuk menjaga jangan sampai berbagai unsur lingkungan

menjadi hancur, tercemar, atau rusak.

Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi dan sebagai ilmuwan harus bisa melestarikan

alam. Mungkin bisa dengan cara mengembangkan teknlogi ramah lingkungan, teknologi daur

ulang, dan harus bisa memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak.

5. Bukti-bukti ilmu pengetahuan yang telah di jelaskan dalam al qur’an.

1.Nebula

“Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi mawar merah seperti (kilapan) minyak.

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

(Q.S. Ar Rahmaan:37-38)

Nebula adalah kumpulan 100 milyar galaksi yang berbentuk seperti bunga mawar.

2.Kesempurnaan Di Alam Semesta


“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada

ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-

ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi

niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan

penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.”

(QS. Al Mulk: 3-4)

Di alam semesta, miliaran bintang dan galaksi yang tak terhitung jumlahnya bergerak dalam

orbit yang terpisah. Meskipun demikian, semuanya berada dalam keserasian. Bintang, planet,

dan bulan beredar pada sumbunya masing-masing dan dalam sistem yang ditempatinya

masing-masing. Terkadang galaksi yang terdiri atas 200-300 miliar bintang bergerak melalui

satu sama lain. Selama masa peralihan dalam beberapa contoh yang sangat terkenal yang

diamati oleh para astronom, tidak terjadi tabrakan yang menyebabkan kekacauan pada

keteraturan alam semesta.

3.Orbit

“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing

dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.”

(QS. Al Anbiya: 33)

Bintang, planet, dan bulan berputar pada sumbunya dan dalam sistemnya, dan alam semesta

yang lebih besar bekerja secara teratur. Semuanya bergerak pada orbit tertentu.

4.Perjalanan Matahari

“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa

lagi Maha Mengetahui.”(QS. Yasin:38)


Berdasarkan perhitungan para astronom, akibat aktivitas galaksi kita, matahari berjalan

dengan kecepatan 720.000 km/jam menuju Solar Apex, suatu tempat pada bidang angkasa

yang dekat dengan bintang Vega.

5.Langit Tujuh Lapis

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.”

(QS. Ath-Thalaq:12)

Atmosfer bumi ternyata terbentuk dari tujuh lapisan. Berdasarkan Encyclopedia Americana

(9/188), lapisan-lapisan yang berikut ini bertumpukan, bergantung pada suhu, yaitu lapisan

troposfer, stratosfer, mesosfer, termosfer, ionosfer, eksosfer, dan magnetosfer.

6.Gunung Mencegah Gempa Bumi

“Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-

gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan

memperkembangbiakkan padanya segala macam jenis binatang.”

(QS. Luqman:10)

“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai

pasak?”

(QS. An-Naba:7)

Informasi yang diperoleh melalui penelitian geologi tentang gunung sangatlah sesuai dengan

ayat Al Quran. Salah satu sifat gunung yang paling signifikan adalah kemunculannya pada

titik pertemuan lempengan-lempengan bumi, yang saling menekan saat saling mendekat, dan

gunung ini “mengikat” lempengan-lempengan tersebut. Dengan sifat tersebut, pegunungan

dapat disamakan seperti paku yang menyatukan kayu.


Selain itu, tekanan pegunungan pada kerak bumi ternyata mencegah pengaruh aktivitas

magma di pusat bumi agar tidak mencapai permukaan bumi, sehingga mencegah magma

menghancurkan kerak bumi.

7.Air Laut Tidak Saling Bercampur

“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya

ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.”

(QS. Ar-Rahman:19-20)

Pada ayat di atas ditekankan bahwa dua badan air bertemu, tetapi tidak saling bercampur

akibat adanya batas. Bagaimana ini dapat terjadi? Biasanya, bila air dari dua lautan bertemu,

diduga airnya akan saling bercampur dengan suhu dan konsentrasi garam cenderung

seimbang. Namun, kenyataan yang terjadi berbeda dengan yang diperkirakan. Misalnya,

meskipun Laut Tengah dan Samudra Atlantik, serta Laut Merah dan Samudra Hindia secara

fisik saling bertemu, airnya tidak saling bercampur. Ini karena di antara keduanya terdapat

batas. Di Selat Gibraltar lebih terlihat lagi. Antara air di Selat Gibraltar dengan Laut

Mediteran terdapat perbedaan warna yang jelas yang menjadi batas antara keduanya.
BAB IV

AYAT TANZILIYAH

Petunjuk Al-Qur’an dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk: petunjuk langsung dan

petunjuk tidak langsung. Dalam Al-Qur’an terdapat pokok-pokok dasar ilmu pengetahuan

yang melingkupi segenap bidang. Pokok dasar ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an itu

memerlukan pengembangan melalui nalar manusia sehingga menjadi satu ilmu yang

sistematis.

Akal mengandung arti (antara lain) mengerti, memahami dan berfikir. Sedangkah wahyu

adalah apa yang disampaikan Allah kepada Nabinya (utusannya). Kedudukan akal dalam

Islam adalah tinggi sekali karena menampung akidah, syari’ah serta akhlak dan

menjelaskannya.

Kita tidak pernah dapat memahami Islam (wahyu) tanpa menggunakan akal (la dina liman la

aqlalah) artinya tidak ada agama bagi orang yang tidak memiliki akal. Dengan akal pula

manusia dapat berbuat dan mewujudkan pemahamannya.

Dalam Islam akal tidak boleh berjalan tanpa bimbingan wahyu agar tidak terjerumus dalam

kesalahan dan kesesatan. Jadi wahyu membimbing akal agar dalam menjalankan fungsinya

tidak salah dan tersesat jalan.

Akal dan wahyu merupakan saka guru ajaran Islam. Dalam sistem ajaran Islam wahyulah

yang utama dan pertama (sebagai sumber ilmu), sedang akal adalah yang kedua (ia sebagai

alat penting untuk memahaminya).

2. KLASIFIKASI ILMU DALAM ISLAM


Pada dasarnya ilmu dibagi atas dua bagian besar, yaitu:

a. lmu-ilmu tanziliyah.

Ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia terkait dengan nilai-nilai yang diturunkan Allah

baik dalam kitab maupun hatdit-hadits Rasulullah.

b. Ilmu-ilmu kauniyah.

Ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia karena interaksinya dengan alam.

Antara keduanya tidak bisa dipisahkan, karena saling melengkapi bagi kehidupan manusia.

Ilmu tanziliyah berfungsi untuk menuntun jalan kehidupan manusia, sedangkan ilmu

kauniyah menjadi sarana manusia dalam memakmurkan alam ini.

Klasifikasi ilmu berdasarkan cara memperolehnya (menurut al-Ghozali) ada dua, yaitu:

a. lmu yang dihadirkan, disebut ilmu suprarasional, intuitif, atau disebut juga laduni. Ilmu

ini menurut istilah Ibnu Khaldun dengan Ilmu naql (dari wahyu)

b. Ilmu yang diIcapai, disebut ilmu insani, ilmu kasbi. Ilmu menurut istilah Ibnu Khaldun

dengan ilmu akal (karena dari fikiran).

3. PENGHARGAAN TERHADAP ILMU

Islam dalam menghargai ilmu adalah sangat tinggi, ini terlihat dari:

a. Ayat al-Qur’a yang pertama turun tentang membaca. QS 96: 1-5.

b. Banyaknya ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal, pikiran

dan pemahaman. QS. 2: 44. QS. 6: 50, dsb.

c. Allah memandang rendah orang yang tidak mau menggunakan potensi akal sehingga

mereka disederajatkan dengan binatang bahkan lebih rendah lagi. QS. 7: 179.
d. Allah memandang lebih tinggi derajat orang yang berilmu dibandingkan dengan orang-

orang yang bodoh. QS. 39: 9 dan QS. 58: 11.

e. Allah akan meminta pertanggungjawaban orang-orang yang melakukan sesuatu tidak

berdasarkan ilmu. QS. 17: 36.

f. Dalam menentukan orang-oranag pilihan yang akan memimpin manusia di muka bumi ini

Allah melihat sisi keilmuannya. QS. 2: 247.

g. Allah menganjurkan kepada orang yang beriman untuk senantiasa berdo’a bagi

pertambahan keluasan ilmunya. QS. 20:144.

4. KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

Banyak ayat-ayat al-Qur’an maupun hadits Nabi yang memerintahkan kepada ummat

manusia untuk menuntut Ilmu, antara lain:

a. Perintah untuk membaca. QS. Al-Alaq: 1.

b. Menuntut ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan (al-Hadits).

c. Menuntut ilmu dari ayunan sampai masuk keliang lahat (al-Hadits).

d. Tuntutlah ilmu meski sampai ke Negeri China (al-Hadits).

e. Barang siapa yang ingin bahagia di dunia maka harus dengan ilmu, dan barang siapa

yang ingin bahagia di akherat maka harus dengan ilmu dan barang siapa yang ingin

bahagia di dunia dan akherat maka harus dengan ilmu (al-Hadits).

f. Dan masih banyak lagi.

5. MODEL KEWAJIBAN
a. Fardu ain > Ilmu yang haruis dikuasai oleh seseorang terkait dengan status dirinya

sebagai seorang muslim dengan kondisi-kondisi yang menyertainya.

b. Fardu kifayah > Ilmu yang keberadaannya terkait dengan kepentingan masyarakat

muslim dan masyarakat umum.

6. KEWAJIBAN MENGAMALKAN ILMU

a. Dalam al-Q’uran banyak kita jumpai ayat yang memerintahkan kita untuk beramal

shalih, artinya beramal sesuai dengan petunjuk, ketentuan (ilmu) yang telah

digariskan oleh Allah.

b. Dalam Islam terdapat kewajiban untuk menuntut ilmu baik secara pribadi (QS.16: 43)

maupun secara kelompok (QS. 9:122).

c. Ada perumpamaan dari hadits Nabi yang mengatakan bahwa Ilmu yang tanpa amal

(tidak diamalkan) bagaikan pohon yang tak berbuah (tidak bermanfaat ilmunya).

d. Dan ada lagi satu statement (qaolul Ulama’) bahwa orang yang beramal tanpa

dilandasi dengan ilmu maka amalnya akan tertolak (tidak diterima oleh Allah).

Semua itu menunjukkan betapa orang harus mengamalkan ilmu yang dimilikinya dalam

kehidupan ini agar lebih bermanfaat.

7. AL-QUR’AN DAN ILMU PENGETAHUAN

a. Tidak ada pertentangan antara al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan.

b. Memahami hubungan al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan bukan dengan melihat adakah

teori-teoi ilmiah atau penemuan-penemuan baru tersimpul di dalamnya, tetapi dengan melihat

adakah al-Qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau

mendorong lebih maju


c. Al-Qur’an atau jiwa ayat-ayatnya tidak mengahalangi kemajuan ilmu pengetahuan, bahkan

mendorong ummat manusia untuk berpengetahuan yang sebanyak banyaknya, sebagaimana

yang sudah dijelaskan pada perintah untuk menuntut ilmu di depan.


BAB V

PERSPEKTIF TAUHIDULLAH

Definisi Tauhidullah

Perlu kita ketahui terlebih dahulu arti tauhid itu sendiri adalah tauhid berasal dari

kata wahhada-yuwahhidu-tawhidan, yang arti harfiyahnya menyatukan, meng-Esakan, atau

mengakui bahwa sesuatu itu satu.[2] Adapun yang dimaksud dengan makna harfiyah tersebut

adalah meng-Esakan atau mengakui dan menyakini akan ke-Esaan Allah SWT. Lawan dari

tauhid adalah syirik, yaitu menyekutukan atau membuat tandingan kepada Allah SWT.

Dengan demikian tauhid adalah mengakui dan menyakini ke-Esaan Allah SWT, dengan

membersihkan keyakinan dan pengakuan tersebut dari segala kemusyrikan. Maka bertauhid

kepada Allah (tauhidullah) adalah hanya mengakui hukum Allah SWT yang memiliki

kebenaran mutlak, dan hanya peraturan Allah SWT yang mengikat manusia secara mutlak.

Dengan demikian, tauhid adalah esensi aqidah dan iman dalam Islam. Tauhid

merupakan landasan utama dan pertama keyakinan Islam dan implementasi ajaran-ajarannya.

Tanpa tauhid tidak ada iman, tidak ada aqidah dan tidak ada Islam dalam arti yang

sebenarnya.

Dari kalimat tauhid tersebut mengandung dua prinsip yang harus dipegang seorang

Muslim, prinsip tersebut adalah Al-Nafyu artinya peniadaan, merupakan penegasan tentang

tidak adanya sesembahan yang haq selain Allah SWT. Selanjutnya prinsip Al-Isbat yang

artinya penetapan, yaitu menegaskan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya sesembahan yang

haq. Dalam firman Allah SWT:


Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas

jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada

Thaghut[3] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada

buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha

Mengetahui". (Qs. Al-Baqoroh: 256)

Dalam pengucapan kalimat tauhid tersebut tidak sembarangan dalam pengucapannya,

harus dengan syarat-syarat. Tanpa syarat-syarat tersebut maka kalimat tauhid yang

diucapakan tidak akan berarti. Syarat-syarat tersebut adalah[4]

1). Al-‘Ilm, lawan dari al-jahl (kebodohan). Artinya memahami makna dan maksud kalimat

tauhid. Dalam firman Allah SWT:

Artinya: “............akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa'at ialah) orang yang

mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya)”. (Qs. Al-Zukhruf: 86).

Dalam konsep ilmu, agama Islam sangat memposisikan ilmu dalam keadaan istimewa. Allah

SWT berfirman dalam Al-Qur’an banyak menerangkan kaum Muslimin supaya memilki

ilmu. Keistimewaan tersebut tampak sekali dari banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-

Hadits yang memerintahkan supaya mendalami ilmu. Allah berfirman;

Artinya: “Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang

yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima

pelajaran”. (Qs. Az-Zumar: 9).


Allah SWT juga berfirman;

Artinya: “.........Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-

orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa

yang kamu kerjakan”. (Qs. Al-Mujadalah: 11)[5]

Allah SWT dalam firman lainnya;

Artinya: “...............Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani[6], Karena kamu selalu

mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”. (Qs. Ali-Imran: 79).

Dalam firman Allah SWT yang lain;

Artinya: “Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan)

selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin,

laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu

tinggal”. (Qs. Muhammad: 19).

Dengan ayat tersebut, Imam Bukhari memasukkannya ke dalam bab ilmu sebelum amal, Ibn

Al-Munir menyatakan, yang artinya; “maksudnya ilmu adalah syarat untuk benarnya

perkataan dan perbuatan. Keduanya benar hanya dengan ilmu. Maka ilmu adalah lebih
utamakan dari keduanya karena ilmu adalah pembenar bagi niat yang benar untuk amal.

Imam Bukhari menginginkan tentang itu sehingga tidak tergambar dalam benak dari

perkataan mereka, bahwa; “ilmu tidak bermanfaat kecuali dengan amal” merendahkan urusan

ilmu dan meremehkan dalam pencariannya.

Senada dengan Ibn Al-Munir, Murtadha Al-Zabidi, manyatakan;“Sesungguhnya adalah

fardhu atas manusia supaya beriman. Sebabnya, iman itu hakikatnya terdiri dari rangkuman

ilmu (yang tertentu) dan amal (yang tertentu); justru tidaklah tergambar akan wujud iman

melainkan dengan ilmu dan amal. Kemudian dari (wajibnya meyakini rukun iman) itu,

mengamalkan cara hidup (syari’ah) Islam adalah kewajiban atas setiap Muslim, dan tidak

mungkin menunaikannya melainkan sesudah mencapainya (ilmu) makrifat dan pengetahuan

mengenai syari’ah yang tersebut. Allah mengeluarkan para hambaNya dari perut ibu mereka

dengat sifat tidak mengetahui apa-apa[7]. Oleh sebab itu, menuntut ilmu adalah fardhu atas

tiap-tiap Muslim. Tidak mengapdikan diri kepada Allah-sedangkan ibadah itu haq Allah atas

sekalian hambaNya-kecuali dengan ilmu, dan tidak mungkin mencapai ilmu melainkan

dengan menuntutnya (walau dari mana sekalipun)?[8] Selain dalam Al-Qur’an, perintah

menuntut ilmu juga terdapat dalam banyak hadits. Rasulullah SAW bahkan menyatakan

orang yang mempelajari ilmu, maka kedudukannya sama seperti seorang yang sedang

berjihad di medan perjuangan.

Mengikuti apa yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadits, Ali bin Abi talib ra,

menyimpulkan, bahwa ilmu itu lebih baik daripada harta.

Ali bin Abi Thalib berkata; “Ilmu lebih baik daripada harta, oleh karena itu kamu yang

menjaganya, sedangkan ilmu itu adalah yang menjagamu. Harta akan lenyap jika

dibelanjakan, sementara ilmu akan berkembang jika diinfakkan (diajarkan). Ilmu adalah

penguasa, sedang harta adalah yang dikuasai. Telah mati penyimpan harta padahal mereka
masih hidup, sementara Ulama’ tetap hidup sepanjang masa. Jasa-jasa mereka hilang, tapi

pengaruh mereka tetap ada atau membekas di dalam hati”[9].

2). Al-Yaqin, lawan dari al-syak (keraguan). Seorang yang mengikrarkan tauhid harus

meyakini kandungan kalimat tersebut.

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya

(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka

berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-

orang yang benar. (Qs. Al-Hujurot: 15).

3). Al-Qabul (menerima), lawan dari al-rodd (penolakan). Yaitu menerima kandungan

konsekuensi dari syahadat tauhid yang diucapkan, hanya menyembah Allah SWT semata.

Artinya: “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha

illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan

diri. Dan mereka berkata: "Apakah Sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-

sembahan kami Karena seorang penyair gila?". (Qs. Ash-Shoffat: 35-36).

4). Al-Inqiyad (patuh), lawan dari al-tark (meninggalkan). Merupakan tunduk dan patuh

kepada makna dan kandungan la ilaha illa Allah, yang berarti memusat ketundukan dan

kepatuhan hanya kepada Allah SWT.


Artinya: “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang

berbuat kebaikan, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.

dan Hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan”. (Qs. Luqman: 22).

5). Al-Ikhlas (bersih), lawan dari syirk dalam amal. Yaitu membersihkan amal dari segala

debu-debu syirk, dengan jalan membersihkan niat semata lillah, bebas

dari sum’ah dan riya’ atau sebab-sebab keduniaan lainnya. Rasulullah bersabda, yang artinya:

“Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada neraka (untuk membakar) orang-orang yang

mengucapkan “la ilaha illa Allah”, karena semata mengharap ridho Allah”. (HR. Bukhori-

Muslim).

6). Al-Shidqu (jujur), lawan dari al-kidzbu (dusta). Yaitu orang yang mengucapkan kalimat

tauhid dan hatinya membenarkannya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya

mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta agama.

Artinya: “Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari

kemudian[10]," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.

Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka Hanya

menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit[11], lalu

ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka

berdusta”. (Qs. Al-Baqoroh: 8-10)


7). Mahabbah (kecintaan), lawan dari baghdla’ (kebencian). Yaitu cinta kepada

mengucapkan kalimat tersebut dan mencintai isi kandungannya, serta mencintai orang-orang

yang mengamalkan dan konsekwensi terdapat kandungan kalimat tauhid.

Makna Tauhidullah Sebagai Landasan Pandangan Dunia Islam (Islamic Wolrdview)

Diantara syarat diterimanya amal adalah iman dan Islam, sedangkan pintu masuk

Islam adalah syahadatain, dan syahadatain adalah tauhid itu sendiri sehingga dapat kita

katakan bahwa tauhidullah itu amat penting bagi semua manusia. Jika tauhidullah menjadi

pandangan hidup kaum muslimin, maka pada diri seorang muslim akan lahir sikap[12]:

a). Ibarat seperti orang buta di dunia ini, ia tidak tahu mengapa ia diciptakan, atau apa hikmah

diciptakannya di muka bumi ini. Dalam firman Allah SWT:

Artinya: “Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak

mendapatkan petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?”. (Qs.

Al-Mulk: 22).

b). Menjadikan hati manusia bersatu karena iman, sehingga mereka saling mencintai karena

Allah SWT. Dalam firmannya:

Artinya: “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah

(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya

kamu mendapat rahmat”. (Qs. Al-Hujuraat: 10).


Masyarakat beriman adalah masyarakat yang saling bekerja sama dalam kebaikan dan takwa,

dimana tiap anggota masyarakatnya saling melarang dari perbuatan dosa dan permusuhan,

semuanya berusaha untuk sukses menggapai ridha Allah. Individunya pun merasa takut untuk

berbuat zhalim, karena ia takut kepada Allah dan takut terhadap hari dimana ia harus

mempertanggungjawabkan semua amalnya. Ketika kaum muslimin berpegang teguh dengan

tauhid mereka, maka mereka akan menjadi orang-orang terbaik, sebagaimana firman Allah

Ta’ala:

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada

yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah....”. (Qs. Ali-

Imran: 110).

c). Jika semangat tauhidullah dan iman telah menyebar di masyarakat, maka pastilah akan

membuahkan amal shalih yang diridhai Allah sehingga membuka berbagai pintu kebaikan

dan mendatangkan pertolongan Allah. Begitulah dulu kaum muslimin, sebelumnya mereka

adalah orang-orang lemah dan miskin, kemudian mereka beriman dan beramal shalih

sehingga Allah membuka pintu-pintu keagungan dunia kepada mereka. Dan Allah cukupkan

bagi mereka karunia-Nya.

Berangkat dari kesemuanya itu, maka seorang Muslim yang memiliki pandangan hidup

Islam, dan yakin akan kehidupan akhirat, dia akan tenang setiap kali menerima ujian dari

Allah SWT. Dia yakin, bahwa hidup didunia adalah sementara dan semuanya akan
dipertagungjawabkan kepada Allah SWT di akhirat nanti. Seorang Muslimah yang yakin

akan kehidupan akhirat, dia akan memiliki perspektif akhirat.

Dan seorang laki-laki yang memiliki perspektif akhirat, dia tidak mungkin akan berlaku

semena-mena terhadap istri dan keluarganya, karena semua itu adalah amanah yang akan

dipertagungjawabkan di akhirat kelak. Maka semakin besar amanah dan kenikmatan yang

diterimanya, semakin besar pula pertagungjawabannya kepada Allah SWT.

Seorang Muslim yang memiliki pandangan dunia Islam yang berlandaskanTauhid, maka dia

akan yakin bahwa hanya Islamlah agama yang diterima Allah SWT. Maka dalam firmannya

disebutkan:

Artinya: “Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal

kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka

maupun terpaksa dan Hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan". (Qs. Ali ‘Imron: 83)

Dari konteks ayat tersebut, hanya Islamlah agama yang mengajarkan kalimat

Tauhid (kalimatun sawa’), dan merupakan kelanjutan dari semua agama yang dibawa oleh

para Nabi. Islam adalah nama satu agama, dan penjelasan tentang cara ibadah yang benar

kepada Allah SWT. Dalam pandangan hidup Islam, manusia tidak mungkin akan mengenal

Allah SWT, kecuali melalui keimanan kepada utusanNya yang terakhir, yaitu Nabi

Muhammad SAW. Hanya melalui utusanNya itulah, Allah SWT menjelaskan, siapa diriNya,

dan bagaimana manusia harus beribadah kepadaNya, dan bagaimana manusia harus

menjalani hidup di dunia. Maka, untuk masuk Islam, seorang harus meyakini dan

mengikrarkan dengan mengucapkan: “Laa Ilaaha Illallah Wa Anna Muhammadar

Rasulallah”, (Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah).
Karena itu, dalam perspektif pandangan dunia Islam tidaklah dapat diterima

pandangan orang Pluralis[13] yang menyatakan bahwa semua agama pada dasarnya memiliki

intisari yang sama, yaitu sama-sama sebagai jalan yang sah untuk menuju Tuhan yang satu,

meskipun masing-masing memiliki cara ibadah dan penyebutan nama Tuhan yang berbeda-

beda. Jelas pendapat semacam itu adalah batil. Jika semua jalan adalah benar, maka tidak

perlu Allah SWT memerintahkan kita kaum Muslim untuk berdoa “Ihdinash Shirathal

Mustaqim”(Tunjukkanlah kami jalan yang lurus). Jelas dalam surat Al-Fatihah disebutkan,

ada jalan yang lurus dan ada jalan yang tidak lurus, yaitu jalannya orang-orang yang dimurkai

Allah SWT dan jalannya orang-orang yang sesat[14]. Dengan demikian, Tauhid tidaklah

mungkin dicapai melalui jalan pengalaman keagamaan semata, tanpa merujuk pada Al-

Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT. Inilah cara pandang Islam dalam

bertauhid.

Dan bisa kita lihat umat Islam sekarang ini dijajah oleh pemikiran Barat yang

sekular dan liberal, maka konsep “pandangan dunia Islam yang berlandaskan tauhidullah”

harus dipegang erat-erat. Jangan sampai terjebak dan terperosok dalam pemikiran-pemikiran

Barat tersebut yang dapat merusak keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT.

Memang, setiap kita pasti akan diuji oleh Allah SWT terhadap keimanankita. Iman

tidak akan dibiarkan begitu saja, tanpa ada ujian[15]. Maka setiap zaman dan setiap waktu

akan selalu ada ujian iman. Ada yang lulus, ada juga yang gagal dalam ujian iman tersebut.

Karena itulah, setiap kita diwajibkan agar selalu menuntut ilmu, setiap waktu, agar dapat

mengetahui mana yang salah dan mana yang benar, mana yang Tauhid dan mana yang syirik.

Dalam kitab Sullamut Tawfriq karya Syaikh Abdullah bin Husain bin Thohir bin

Muhammad bin Hasim, yang biasa dikaji di madrasah Ibtidaiyah dan Pondok-pondok

pesantren, disebutkan, bahwa kewajiban setiap Muslim untuk menjaga Islamnya dari hal-hal
yang membatalkannya, yaitu murtad (riddah). Dijelaskan juga dalam kitab tersebut,

bahwa murtad itu ada tiga jenis; yaitu, murtad dengan I’tiqod, murtad dengan lisan, murtad

dengan perbuatan. Contoh murtad dari segi I’tiqod; ragu-ragu terhadap wujud Allah SWT,

atau ragu-ragu terhadap Nabi Muhammad SAW, atau ragu-ragu terhadap Al-Qur’an, atau

ragu-ragu terhadap hari Akhir, Sorga, Neraka, Pahala, Siksa, dan sejenisnya.[16]

Dalam pandangan Islam, tentang “murtad” (batalnya keimanan) seseorang, bukanlah

hal yang kecil. Jika iman batal, maka hilanglah pondasi keislamannya. Banyak ayat Al-

Qur’an yang menyebutkan bahaya dan resiko pemurtadan bagi seorang Muslim. Diantaranya

firman Allah SWT:

"Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:

"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan

Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya

dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah[17]. dan berbuat fitnah[18] lebih besar

(dosanya) daripada membunuh. mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai

mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka

sanggup. barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam

kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka

Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (Al-Baqoroh: 217)

“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang

datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia

tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah

memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat

perhitungan-Nya".[19] (An-Nuur: 39)


BAB VI

HAKIKAT MANUSIA
HAKEKAT MANUSIA MENURUT ALQUR'AN

Al-Qur'an menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga macam istilah

yang satu sama lain saling berhubungan, yakni al-insaan , an-naas , al-basyar , dan banii

Aadam .

Manusia disebut al-insaan karena dia sering menjadi pelupa sehingga diperlukan teguran dan

peringatan.

Sedangkan kata an-naas (terambil dari kata an-nawsyang berarti gerak; dan ada juga yang

berpendapat bahwa ia berasal dari kata unaas yang berarti nampak) digunakan untuk

menunjukkan sekelompok manusia baik dalam arti jenis manusia atau sekelompok tertentu

dari manusia.

Manusia disebut al-basyar, karena dia cenderung perasa dan emosional sehingga perlu

disabarkan dan didamaikan. Manusia disebut sebagai banii Aadam karena dia menunjukkan

pada asal-usul yang bermula dari nabi Adam as sehingga dia bisa tahu dan sadar akan jati

dirinya. Misalnya, dari mana dia berasal, untuk apa dia hidup, dan ke mana ia akan kembali.

Penggunaan istilah banii Aadam menunjukkan bahwa manusia bukanlah merupakan hasil

evolusi dari makhluk anthropus (sejenis kera). Hal ini diperkuat lagi dengan panggilan

kepada Adam dalam al-Qur'an oleh Allah dengan huruf nidaa (Yaa Adam!). Demikian juga

penggunaan kata ganti yang menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah selalu menggunakan

kata tunggal (anta)dan bukan jamak (antum) sebagaimana terdapat dalam surah al-Baqarah

ayat 35.

Manusia dalam pandangan al- Qur'an bukanlah makhluk anthropomorfisme yaitu makhluk

penjasadan Tuhan, atau mengubah Tuhan menjadi manusia. Al-Qur'an menggambarkan

manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung di dalam dirinya.
Disamping itu manusia dianugerahi akal yang memungkinkan dia dapat membedakan nilai

baik dan buruk, sehingga membawa dia pada sebuah kualitas tertinggi sebagai manusia

takwa.

Al-Qur'an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai

manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal

manusia,yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan

istrinya diturunkan dari sorga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya

adalah pembawa dosa turunan.

Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam

perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia

harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam

hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat

aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).

Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak

ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu. Sungguhpun

demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan indah itu selalu

mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya.

Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat untuk bisa

menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu dihadapkan pada dua

tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya

yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih

prestasi sebagai manusia berkualitas mutaqqin di atas.


Gambaran al-Qur'an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita pada teori

superego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang

pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara tentang kualitas jiwa manusia.

Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai

tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran

doronganego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui superego

(nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai

badan sensor atau pengendali ego manusia.

Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap egomanakala

instink, intuisi, dan intelegensi - ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama-

bekerja secara matang dan integral. Artinya superego bisa memberikan pembenaran pada ego

manakala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang

negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri.

Sebagai kesimpulan dapatlah diterangkan bahwa kualitas manusia berada diantara naluridan

nurani. Dalam rentetan seperti itulah manusia berperilaku, baik perilaku yang positif maupun

yang negatif. Fungsi intelegensi dapat menaikkan manusia ke tingkat yang lebih tinggi.

Namun intelegensi saja tidaklah cukup melainkan harus diikuti dengan nurani yang tajam

dan bersih. Nurani (mata batin, akal budi) dipahami sebagai superego, sebagiconscience atau

sebagai nafsu muthmainnah (dorongan yang positif). Prof. Dr. Fuad Hasan mengatakan

bahwa bagi manusia bukan sekedar to live (bagaimana memiliki) dan to survive (bagaimana

bertahan), melainkan juga to exist (bagaimana keberadaannya). Untuk itu, maka manusia

memerlukan pembekalan yang kualitatif dan kuantitatif yang lebih baik daripada hewan.

Manusia bisa berkulitas kalau ia memiliki kebebasan untuk berbuat dan kehendak. Tetapi

kebebasan disini bukanlah melepaskan diri dari kendali rohani dan akal sehat, melainkan
upaya kualitatif untuk mengekspresikan totalitas kediriannya, sambil berjuang keras untuk

menenangkan diri sendiri atas dorongan naluriah yang negatif dan destruktif. Jadi kebebasan

yang dimaksudkan disini adalah upaya sadar untuk mewujudkan kualitas dan nilai dirinya

sebagai khalifah Allah di muka bumi secara bertangung jawab.

Kualitas dan nilai manusia akan terkuak bila manusia memiliki kemampuan untuk

mengarahkan naluri bebasnya itu berdasarkan pertimbangan aqliah yang dikaruniai Allah

kepadanya dan dibimbing oleh cahaya iman yang menerangi nuraninya yang paling murni.

Wallaahu A'lam.
BAB VII

DIN AL ISLAM

Dienul Islam merupakan tatanan hidup (syariah = aturan, jalan hidup) ciptaan Allah untuk

mengatur segenap aktivitas manusia di dunia, baik aktivitas lahir maupun aktivitas batin.

Aturan Allah yang terkandung dalam al-Islam ini bersifat absolut. Selanjutnya, aturan Allah

dibagi dua, yakni : Pertama, aturan tentang tata keyakinan disebut Aqidah. Kedua adalah

aturan tentang tatacara beribadah, yang disebut syariah ibadah,Ada satu lagi yang

disebut Akhlaq, yakni aturan tentang tatacara menjalin hubungan dengan Allah, dengan

sesama manusia dan dengan alam sekitar. Akhlaq ini, sebenarnya, adalah syariah ibadah juga,

hanya saja dilihatnya dari persepktif layak dan tidaknya suatu perbuatan dilakukan, bukan

sekadar wajib dan haram. Aqidah, syariah dan akhlaq ini dalam terminology lain adalah

Imam, Islam dan Ihsan.

Seorang mukmin memiliki keterikatan (commited) dengan al-Islam yakni :

(1). Meyakini kebenaran aturan al-Islam sebagai kebenaran yang absolut.

(2). Mengamalkan seluruh aturan Islam yang absolut itu secara kaffah (menyeluruh).
(3). Mendakwahkan al-Islam melalui hikmah (pendalaman keilmuan), mauidlah (nasihat-

nasihat) jadilhim billati hiya ahsan (diskusi, seminar, dialog interaktif yang menarik ), yang

ditujukan kepada ke segenap manusia di dunia ini tanpa kecuali.

Esensi Dienul Islam

Din berasal dari kata dana yadinu dinan berarti tatanan, sistem atau tatacara hidup. Jadi Din

al-Islam berarti tatacara hidup Islam.

Tidak tepat apabila din diterjemahkan sebagai agama, sebab istilah agama (religion, religie)

hanyalah merupakan alih bahasa saja yang tidak mengandung makna substantif dan essensil.

Lebih dari itu apabila din diterjemahkan sebagai agama maka maknanya menjadi sempit. Di

Indonesia misalnya, agama yang diakui hanya ada enam , yakni Islam, Kristen, Katolik,

Hindu, Budha, dan Kunghuchu padahal di Indonesia terdapat ratusan bahkan mungkin ribuan

tatacara hidup.

Dengan memaknai din sebagai tatan hidup, maka yang dimaksud dengan istilah muslim

adalah orang yang ber-din al-Islam.

Din al-Islam sebagai tatanan hidup meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan, dari mulai

masalah ritual sampai kepada masalah muamalah termasuk masalah sosial budaya, sosial

ekonomi, sosial politik, bahkan sampai kepada masalah kenegaraan. Seseorang yang

mengaku muslim atau menganut din al-Islam harus mengikuti tatanan hidup Islam secara

kaffah, Apabila ia menolaknya, maka ia pasti akan terpental di akhirat sebagaimana

diterangkan di dalam QS. 3 : 19 dan ayat 85 :

‫سالم َللاِ ِع ْند ال ِدِّين إِن‬


ْ ‫ عمران ال( اْ ِإل‬: 19

) ‫سال ِم غيْر يبْت ِغ وم ْن‬


ْ ‫اإل‬ ِ ‫ عمران ال(ا ْلخا‬: 85)
ِ ْ ‫س ِرين ِمن ْاْل ِخر ِة فِي وهُو ِم ْنهُ يُ ْقبل فل ْن دِينًا‬
Sesungguhnya din atau tatanan hidup (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam (QS. 3 : 19

) Barangsiapa mencari tatanan hidup selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima

(din itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.(QS. 3 : 85).

Din terbagi dua yang sangat jelas bedanya, yakni din al-haq dan din al-Bathil . Yang

dimaksud dengan din al-haq ialah din yang berisi aturan Allah yang telah didesain

sedemikian rupa sehingga sesuai dengan fitrah manusia. Aturan ini kemudian dituangkan di

dalam kitab undang-undang Allah, yakni Al-Qur’an. Sedangkan di luar din al-Islam adalah

din yang berisi aturan manusia sebagai produk akal, hasil angan-angan, imajinasi, hawa nafsu

serta merupakan hasil kajian falsafahnya.

Berdasarkan pengelompokkan din ini, maka manusia sebagai pemilih din, otomatis hanya

terbagi menjadi dua kelompok yang jelas-jelas berbeda (furqan), yakni kelompok Huda dan

kelompok Dhallin

Kelompok Huda adalah kelompok yang memilih din Islam sebagai tatanan hidupnya. Ini

berarti bahwa mereka telah mengikuti jalan yang haq sehingga Allah akan menghapuskan

segala kesalahannya. Sedangkan kelompok Dhalalah adalah orang-orang yang memilih din

selain Islam. sebagaimana ditegaskan oleh Allah di dalam Al-Qur?an surat 7 : 30 dan surat

47 : 1,2,3

‫اطين اتخذُوا إِن ُه ُم الضاللةُ علي ِْه ُم حق وف ِريقًا هدى ف ِري ًقا‬
ِ ‫ُون ِم ْن أ ْو ِلياء الشي‬
ِ ‫( ُمهْتدُون أن ُه ْم ويحْ سبُون َللاِ د‬30)

Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka.

Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan

mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.


‫(أعْمال ُه ْم أضل َللاِ س ِبي ِل ع ْن وصدُّوا كف ُروا الذِين‬1) ‫ت وع ِملُوا ءامنُوا والذِين‬
ِ ‫ُمحمدٍوهُو على نُ ِ ِّزل ِبما وءامنُوا الصا ِلحا‬

ُّ‫(بال ُه ْم وأصْلح س ِِّيئاتِ ِه ْم ع ْن ُه ْم كفر ر ِِّب ِه ْم ِم ْن ا ْلحق‬2)‫اطل اتبعُوا كف ُروا الذِين ِبأن ذ ِلك‬
ِ ‫اتبعُواا ْلحق ءامنُوا الذِين وأن ا ْلب‬

‫ب كذ ِلك ر ِِّب ِه ْم ِم ْن‬ ْ ‫اس َللاُ ي‬


ُ ‫ض ِر‬ ِ ‫(أ ْمثال ُه ْم ِللن‬3)

Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah

menghapus perbuatan-perbuatan mereka. Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan

mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada

Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-

kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. Yang demikian adalah karena

sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya orang-orang yang

beriman mengikuti yang hak dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia

perbandingan-perbandingan bagi mereka. QS. 47 : 1,2,3.

Dalam pandangan Al-Qur’an, din al-Islam adalah satu-satunya din ciptaan Allah, din yang

satu ini adalah aturan untuk seluruh umat manusia tanpa kecuali

Sementara itu, din-din hasil ciptaan manusia berdasarkan akal, imajinasi dan falsafah

sebagaimana telah dikemukakan di atas telah melahirkan banyak din dan isme-isme lainnya,

antara lain Materalisme, Kapitalisme, Liberalisme, Markisme, Komunisme, Nasionalisme,

dan Kolonialisme.
BAB VIII

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AGAMA

Agama menurut bahasa sangsakerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau)

dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari

kekacauan. Didunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu :

religi, religie, religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan

atau mati-matian, perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan yang dilakukan
berulang-ulang. Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang

berarti : hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan, dan pembalasan.

Kesemuanya itu memberikan gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian dan

penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan

tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi ketaatan tersebut (Moh. Syafaat, 1965). Dari sudut

sosiologi, Emile Durkheim (Ali Syari’ati, 1985 : 81) mengartikan agama sebagai suatu

kumpulan keayakinan warisan nenek moyang dan perasaan-perasaan pribadi, suatu peniruan

terhadap modus-modus, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensi-konvensi dan praktek-praktek

secara sosial telah mantap selama genarasi demi generasi. Sedangkan menurut M. Natsir

agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang mengandung faktor-faktor antara

lain :

a. Percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai hidup.

b. Percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan kepada rosulnya.

c. Percaya dengan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia.

d. Percaya dengan hubungan ini dapat mempengaruhi hidupnya sehari-hari.

e. Percaya bahwa dengan matinya seseorang, hidup rohnya tidak berakhir.

f. Percaya dengan ibadat sebagai cara mengadakan hubungan dengan Tuhan.

g. Percaya kepada keridhoan Tuhan sebagai tujuan hidup di dunia ini.


Agama/ad-Din menurut Islam. Agama atau bahasa arabnya ad-Din berasal dari asal kata da

ya na. Dalam kamus arab traditioanal ia memberikan banyak arti, dari berbagai makna

dayana ada 4 pengertian yang mempunyai hubung kait dengan agama menurut persepsi

Islam:

1. Dain/ qardh bermakna hutang. Dalam hal ini ia berkaitan rapat dengan kewujudan

manusia yang merupakan suatu hutang yang perlu dibayar(lihat surah al-Baqarah:245),

manusia yang berasal dari tiada kemudian dicipta dan dihidupkan lalu diberi berbagai nikmat

yang tak terhingga (wain tauddu). Sebagai peminjam kita sebenarnya tidak memiliki apa-apa,

akan tetapi Pemilik sebenar adalah Allah S.W.T manusia hanyalah diamanahkan untuk

dipergunakan dalam ibadah. Oleh kerana tidak memiliki apa-apa, manusia tidak dapat

membayar hutangnya maka satu-satunya jalan untuk membalas budi adalah dengan

beribadah, dan menjadi hamba Allah yang mana adalah tujuan daripada penciptaan

manusia(al-Dhariyat:56).

2. Maddana juga berasal dari kata dana, dari kata ini lahirlah istilah madinah dan madani,

maddana yang bermakna membangun dan bertamaddun, oleh itu madinah dan madani hanya

boleh digunakan untuk masyarakat yang beragama dan bukan sekular. Dari pengertian ini

juga kita lihat ianya berhubung kait dengan konsep khilafah dimana manusia telah

diamanahkan oleh Allah sebagai khalifahNya di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan

membangun tamadun yang sesuai dengan keinginan Allah(al-Qasas:5, al-Nur:55).

3. Perkataan dana juga mempunyai arti kerajaan (judicious power). Konsep ini sangat

berkaitan dengan tauhid uluhiyyah yang merupakan perkara paling penting dalam aqidah

Muslim. Seseorang itu tidak diterima imannya dengan hanya percaya kepada Allah sebagai

Rabb akan tetapi ia hendaklah iman kepada Allah sebagai Ilah. Ini bermakna Allah adalah

satu-satunya tuhan yang disembah, ditaati, dialah penguasa dan Raja. Tauhid uluhiyyah ini
yang membezakan musyrikin dengan mu’minin. Dari sinilah lahirnya Istilah al-hakimiyyah

dimana seoarang muslim harus menerima Syari’at Allah dan tidak boleh tunduk kepada

undang-undang buatan manusia. Kerana Allah Yang maha bijaksana dan maha mengetahui

telah menetapkan hukum syari’ah yang sesuai untuk manusia untuk ditegakkan dan

dipatuhi(Yusuf:40,al-Nisa’:65).

4. Pengertian yang lain ialah kecendrungan (inclination). Sudah menjadi fitrah manusia

diciptakan mempunyai kecendrungan untuk percaya kepada perkara yang supernatural,

percaya adanya tuhan yang mengatur alam semesta dan kuasa ghaib disebalik apa yang

dicerna oleh indera manusia. Inilah yang dinamakan dienul fitrah (al-Zukhruf:9, al-Rum:30)

Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan seorang bayi itu lahir sebagai

seorang Muslim.

Dari beberapa definisi / maksud ad-Din menurut Islam seperti yang telah diterangkan diatas,

maka jelaslah agama menurut sudut pandangan Islam sangat berbeza dengan persepsi Barat,

agama dalam Islam adalah cara hidup, cara berfikir, berideologi, dan bertindak. Agama

meliputi sistem-sistem politik, ekonomi, sosial, undang-undang dan ketata-negaraan. Agama

berperan dalam membentuk pribadi insan kamil disamping juga membentuk masyarakat yang

ideal, agama menitik beratkan pembentukan moral dan spiritual sesebuah masyarakat tetapi

tidak lupa juga membangun tamadun dan membina empayar yang kukuh dan berwibawa

dimata dunia. Inilah yang dinamakan agama menurut Islam, jadi apa yang dianggap agama

oleh barat adalah bukan agama(tidak lengkap) menurut Islam, ataupun Islam bukan hanya

sekadar agama dalam pengertian Barat yang sempit.

Islam berasal dari kata as la ma yang dari segi bahasa bermakna berserah diri. Ini tidak berarti

setiap orang yang berserah diri dan percaya adanya tuhan termasuk dalam Islam, oleh kerana

berserah diri sahaja tidak cukup untuk masuk Islam. Al-Qur’an menerangkan bahwa ada dua
jenis berserah diri/tunduk (ali Imran:83): (a). seluruh ciptaan Allah tunduk kepada hukum

Allah dengan terpaksa. (b) Ada juga yang berserah diri dengan keinginan sendiri (tau’an)

mereka adalah orang mukmin(al-An’am:162,163). Agama selain islam tidak diterima oleh

Allah (Ali Imran:19,85)

Keislaman seseorang itu bergantung kepada kefahamannya terhadap kalimah Lailaha illallah

Muhammadarrasulullah, Lailaha illallah merumuskan konsep tauhid uluhiyyah yang mana

orang musyrikin terkeluar daripada Islam, demikian juga orang yang menuhankan hawa nafsu

dan tidak mahu tunduk kepada hukum Allah. Adapun dengan kalimah

Muhammadarrasulullah terkeluarlah orang-orang yang tidak mengakui Muhammad sebagai

nabi dan Rasul, tunduk dan Iman kepada Allah tidak diterima apabila mengingkari Nabi .

Sunnah yang dibawanya adalah wajib dipegang , ibadah seorang Muslim tidak diterima

apabila sesuatu itu tidak disyari’atkan dan disunnahkan. Sementara agama islam dapat

diartikan sebagai wahyu Allah yang diturunkan melalui para Rosul-Nya sebagai pedoman

hidup manusia di dunia yang berisi Peraturan perintah dan larangan agar manusia

memperoleh kebahagaian di dunia ini dan di akhirat kelak. Agama Islam adalah agama yang

sebenar dan akan kekal menjadi agama yang sebenar-benarnya.

B. Konsepsi Agama

Dalam Al-Qur’an Surat Al-Bakoroh 208, Allah berfirman :

‫ومبين عد لكم انه الشيطن خطوت ولتتبعوا كافة السلم فى امنواادخلوا الدين يايها‬

Artinya : Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam secara utuh,

keseluruhan (jangan sebagian-sebagaian) dan jangan kamu mengikuti langkah setan,

sesunggungnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Kekaffahan beragama itu telah di
contohkan oleh Rosulullah sebagai uswah hasanah bagi umat islam dalam berbagai aktifitas

kehidupannya, dari mulai masalah-masalah sederhana (seperti adab masuk WC) samapi

kepada masalah-masalah komplek (mengurus Negara).

Beliau telah menampilkan wujud islam itu dalam sikap dan prilakunya dimanapun dan

kapanpun beliu adalah orang yang paling utama dan sempurna dalam mengamalkan ibadah

mahdlah (habluminallah) dan ghair mahdlah (hablumminanas). Meskipun beliau sudah

mendapat jaminan maghfiroh (ampunan dari dosa-dosa) dan masuk surga, tetapi justru beliau

semakin meningkatkan amal ibadahnya yang wajib dan sunah seperti shalat tahajud, zdikir,

dan beristigfar. Begitupun dalam berinteraksi sosial dengan sesama manusia beliu

menampilkan sosok pribadi yang sangat agung dan mulia.

Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-

sungguh, karena mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah

terkontaminasi oleh nilai, pendapat, atau idiologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai

islam itu sendiri yang di contohkan oleh Rasulullah SAW. Diantara umat islam masih banyak

yang menampilkan sikap dan prilakunya yang tidak selaras, sesuai dengan nila-nilai islam

sebagai agama yang dianutnya. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan kejadian atau

peristiwa baik yang kita lihat sendiri atau melalui media masa mengenai contoh-contoh

ketidak konsistenan (tidak istikomah) orang islam dalam mempedomani islam sebagai

agamanya.

C. Hubungan Agama Dan Manusia


Kondisi umat islam dewasa ini semakin diperparah dengan merebaknya fenomena kehidupan

yang dapat menumbuhkembangkan sikap dan prilaku yang a moral atau degradasi nilai-nilai

keimanannya. Fenomena yang cukup berpengaruh itu adalah :

1. Tayangan media televisi tentang cerita yang bersifat tahayul atau kemusrikan, dan film-

film yang berbau porno.

2. Majalah atau tabloid yang covernya menampilkan para model yang mengubar aurat.

3. Krisis ketauladanan dari para pemimpin, karena tidak sedikit dari mereka itu justru

berprilaku yang menyimpang dari nilai-nilai agama.

4. Krisis silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung mengedepankan

kepentingan kelompoknya (partai atau organisasi) masing-masing.

Sosok pribadi orang islam seperti di atas sudah barang tentu tidak menguntungkan bagi umat

itu sendiri, terutama bagi kemulaian agama islam sebagai agama yang mulia dan tidak ada

yang lebih mulia di atasnya. Kondisi umat islam seperti inilah yang akan menghambat

kenajuan umat islam dan bahkan dapat memporakporandakan ikatan ukuwah umat islam itu

sendiri. Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi

“Rahmatan lil’alamin” maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah)

tentang islam itu sendiri umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq

(iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang iptek (ilmu dan teknologi).

Mereka diharapkan mampu mengintegrasikan antara pengamalan ibadah ritual dengan makna

esensial ibadah itu sendiri yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti :

pengendalian diri, sabar, amanah, jujur, sikap altruis, sikap toleran dan saling menghormatai

tidak suka menyakiti atau menghujat orang lain. Dapat juga dikatakan bahwa umat islam

harus mampu menyatu padukan antara mila-nilai ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan
ibadag ghair mahdlah (hamlumminanas) dalam rangka membangun “Baldatun thaibatun

warabun ghafur” Negara yang subur makmur dan penuh pengampunan Allah SWT.

Agama sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain karena agama merupakan : a.

sumber moral, b. petunjuk kebenaran, c. sumber informasi tentang masalah metafisika, dan d.

bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun duka.

a. Agama Sumber moral

Dapat disimpulkan, bahwa pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat

diperlukannya moral oleh manusia, padahal moral bersumber dari agama. Agama menjadi

sumber moral, karena agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, serta

karena adanya perintah dan larangan dalam agama.

b. Agama Petunjuk Kebenaran

Sekarang bagaimana manusia mesti mencapai kebenaran? Sebagai jawaban atas pertanyaan

ini Allah SWT telah mengutus para Nabi dan Rasul di berbagai masa dan tempat, sejak Nabi

pertama yaitu Adam sampai dengan Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Para nabi

dan Rasul ini diberi wahyu atau agama untuk disampaikan kepada manusia. Wahyu atau

agama inilah agama Islam, dan ini pula sesungguhnya kebenaran yang dicari-cari oleh

manusia sejak dulu kala, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal. Dapat disimpulkan,

bahwa agama sangat penting dalam kehidupan karena kebenaran yang gagal dicari-carioleh

manusia sejak dulu kala dengan ilmu dan filsafatnya, ternyata apa yang dicarinya itu terdapat

dalam agama. Agama adalah petunjuk kebenaran. Bahkan agama itulah kebenaran, yaitu

kebenaran yang mutlak dan universal.

c. Agama Sumber Informasi Metafisika


Sesungguhnya persoalan metafisika sudah masuk wilayah agama tau iman, dan hanya Allah

saja yang mengetahuinya. Dan Allah Yang Maha Mengetahui perkara yang gaib ini dalam

batas-batas yang dianggap perlu telah menerangkan perkara yang gaib tersebut melalui

wahyu atau agama-Nya. Dengan demikian agama adalah sumber infromasi tentang

metafisika, dan karena itu pula hanya dengan agama manusia dapat mengetahui persoalan

metafisika. Dengan agamalah dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan alam barzah,

alam akhirat, surga dan neraka, Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan hal-hal gaib lainnya. Dapat

disimpulkan bahwa agama sangat penting bagi manusia (dan karena itu sangat dibutuhkan),

karena manusia dengan akal, dengan ilmu atau filsafatnya tidak sanggup menyingkap rahasia

metafisika. Hal itu hanya dapat diketahui dengan agama, sebab agama adalah sumber

informasi tentang metafisika.

d. Agama pembimbing rohani bagi manusia

Dengan sabdanya ini Nabi mengajarkan, hendaknya orang beriman bersyukur kepada Allah

pada waktu memperoleh sesuatu yang menggembirakan dan tabah atau sabar pada waktu

ditimpa sesuatu yang menyedihkan. Bersyukur di kala sukadan sabar di kala duka inilah sikap

mental yang hendaknya selalu dimiliki oleh orang beriman. Dengan begitu hidup orang

beriman selalu stabil, tidak ada goncangan-goncangan, bahkan tenteram dan bahagia, inilah

hal yang menakjubkan dari orang beriman seperti yang dikatakan oleh Nabi. Keadaan hidup

seluruhnya serba baik.Bagaiman tidak serba baik, kalau di kala suka orang beriman itu

bersyukur, padahal “ Jika engkau bersyukur akan Aku tambahi” , kata Allah sendiri berjanji

(Ibrahim ayat 7). Sebaliknya, orang beriman tabah atau sabar di kala duka, padahal dengan

tabah di kala duka ia memperoleh berbagai keutamaan, seperti pengampunan dari dosa-

dosanya(H.R Bukhari dan Muslim), atau bahkan mendapat surga (H.R Bukhari), dan

sebagainya. Bahkan ada pula keuntungan lain sebagai akibat dari kepatuhan menjalankan

agama, seperti yang dikatakan oleh seorang psikiater, Dr. A.A. Brill, “Setiap orang yang
betul-betul menjalankan agama, tidak bisa terkena penyakit syaraf. Yaitu penyakit karena

gelisah rsau yang terus-menerus.

D. Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial

Rosulullah SAW bersabda : “Innamaa bu’itstu liutammima akhlaaq” Sesungguhnya aku

diutus untuk menyempurnakan akhlak. Yang bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak

adalah orang tua, guru, ustad, kiai, dan para pemimpin masyarakat. Pendidikan akhlak ini

sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang musti di tampilkan oleh seorang

muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor,

dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap

muslim (masyarakat sebab maju mumdurnya suatu bangsa atau Negara amat tergantung

kepada akhlak tersebut. Untuk mencapai maksud tersebut maka perlu adanya kerja sama yang

sinerji dari berbagai pihak dalam menumbuhkembangkan akhlak mulya dan menghancur

leburkan faktor-faktor penyebab maraknya akhlak yang buruk.

Kami di sini tidak mampu mengisyaratkan berbagai pemikiran klasik. Tetapi, kami akan

menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan pemikiran klasik menurut pendapat kami.

Pada masa datangnya budaya Islam, turunnya kitab-kitab suci dan diutusnya para Rasul yang

mengantarkan manusia menuju jalan kesempurnaan. Hal ini sangatlah jelas, bahwa agama

adalah petunjuk Tuhan Yang Penyayang dan Pemberi Hidayat kepada manusia hingga

menyampaikan manusia pada kesempurnaan yang diinginkan. Tujuan agama adalah

memberikan petunjuk pada manusia, sehingga dengan kekuatan petunjuk agama akan

menyampaikannya menuju ke-haribaan Ilahi. Jika demikian, maka agama adalah perantara

dalam membantu tugas manusia untuk merealisasikan tujuan mulianya. Dengan dasar ini,

tidaklah mungkin digambarkan bahwa bagaimana mungkin ketika agama muncul manusia

menjadikan tebusan dan pengorbanan pada dirinya. Jika seandainya manusia tidak berpegang
pada prinsip agama, tidak menjadikan kesempurnaan kekuatan ruh agama. Maka tidak akan

menyampaikannya ke tujuan agama. Jika manusia tanpa memperdulikan petunjuk agama dan

agama hanya sebagai identitas lahirnya akan menjerumuskannya ke jurang kehancuran, dan

yang pantas di sebut atheis.

Dalam pandangan Islam yang murni, agama sebagai jalan kebenaran dan keselamatan.

Agama sebagai jalan menyampaikan pada tujuan dan kesempurnaan realitas wujud yang

paling tinggi. Agama sebagai rantai dan penyambung antara Alam Malaikat dan Alam

Malakut. Agama datang, hingga menjadikan manusia yang berasal dari kedalaman tanah

menuju ke singgasana langit. Agama sebagai pengobat rasa takut kita. Agama sebagai

pelindung terhadap berbagai kesulitan yang mendasar dari alam natural. Agama adalah

bagian penting dari kehidupan manusia. Agama yang merubah ketakutan akan mati pada

manusia menjadikannya sebagai sebuah harapan kehidupan yang abadi.

BAB IX

KERANGKA AGAMA ISLAM

Islam pada hakekatnya adalah aturan atau undang-undang Allah SWT yang terdapat

dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulnya yang meliputi perintah-perintah dan larangan-

larangan, serta petunjuk-petunjuk untuk menjadi pedoman hidup dan kehidupan ummat
manusia guna kebahagiaanya di dunia dan akhirat. Adapun secara garis besar ruang lingkup

ajaran Islam meliputi tiga hal pokok,yaitu:

1. A K I D A H

Sistem kepaercayaan Islam atau akidah dibangun di atas enam dasar keimanan yang lazim

disebut Rukun Iman. Rukun Iman meliputi keimanan kepada Allah,malaikat, kitab-kitab,

rasul, haru akhir dan qodha dan qadar. sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa ayat

136.

" Wahai orang-orang yang beriman tetaplah beriman kapada Allah dan Rasul-Nya dan kepada

kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang

siapa inkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,dan hari

kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya".

Berdasarkan fondasi yang enam tersebut, maka keterikatan setiap muslim kepada Islam yang

semestinya ada pada jiwa muslim adalah:

a. Meyakini bahwa Islam adalah agama yang terakhir, mengandung syariat yang

menyempurnakan syariat-syariat yang diturunkan Allah sebelumnya.Sebagaimana Allah

berfirman:

"Tidaklah Muhammad seorang bapak (bagi) salah seorang laki-laki di antara kamu,

melainkan dia
itu utusan Allah dan penutup para nabi"

b. Meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar di sisi Allah karena Islam

adalah agama yang dianut oleh para Nabi sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad

SWT. Islam datang dengan membawa kebenaran yang bersifat absolut guna menjadi

pedoman hidup dan kehidupan manusia selarasnya dengan fitrahnya. Allah berfirman dalam

surah Ali-Imran ayat 19:

"Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam"

c. Meyakini Islam adalah agama yang universal dan berlaku untuk semua manusia, serta

mampu menjawab segala persoalan yang muncul dalam segala lapisan masyarakat dan sesuai

dengan tuntutan budaya manusia sepanjang zaman. Sebagaimana firman Allah dalam surah

As-Saba,ayat28:

"Dan tiadalah kami utus kamu (Muhammad) melainkan untuk semua manusia sebagai berita

gembira dan peringatan. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."

2. S Y A R I A H

Komponen Islam yang kedua adalah Syariah yang berisi peraturan dan perundang-undangan

yang mengatur aktifitas yang seharusnya dikerjakan dan yang tidak boleh dikerjakan

manusia.

Syariat adalah sistem nilai Islam ditetapkan oleh Allah sendiri dalam kaitan ini Allah disebut

sebagai Syaari' atau pencipta hukum.

Sistem nilai Islam secara umum meliputi dua bidang :


a. Syariat yang mengatur hubungan manusia secara vertikal dengan Allah, seperti sholat,

puasa, dan haji, serta yang juga berdimensi hubungan dengan manusia, seperti zakat .

Hubungan manusia dalam bentuk peribadatan biasa dengan Allah disebut ibadah mahdhah

atau ibadah khusus, karena sifatnya yang khas dan tata caranya sudah ditentukan secara pasti

oleh Allah dan dicontohkan secara rinci oleh Rasulullah.

b. Syariat yang mengatur hubungan manusia secara horizontal, dengan sesama manusia dan

makhluk lainnya disebut muamalah. Muamalah meliputi ketentuan atau peraturan segala

aktivitas hidup manusia dalam pergaulan dengan sesamanya dan dengan alam sekitarnya.

3. A K H L A K

Akhlak merupakan komponen dasar Islam yang ketiga yang berisi ajaran tentang perilaku

atau moral. Dalam kamus Bahasa Indonesia,kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau

kelakuan.Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk artinya dayan kekuatan jiwa

yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi.

Dengan demikian, akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diseseorang yang

secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan.

Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cerminan dari apa yang ada dalam jiwa

seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab

keimanan harus ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari.Inilah misi diutusnya Nabi

Muhammad SAW.

Menurut obyek atau sasaranya pembahasan tentang akhlak biasanya dikategorikan menjadi

3:
a. Akhlak kepada Allah, meliputi beribadah kepada Allah, berzikir kepada Allah, berdoa

kepada Allah,dan tawakkal kepada Allah.

b. Akhlak kepada manusia, meliput : pertama sabar,yaitu prilaku sesorang terhadap dirinya

sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yangmenimpanya.

Kedua Syukur yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat. Ketiga Tawadhu' yaitu

rendah hati,selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua,kaya,miskin,tua dan

muda.

c. Akhlak kepada orang tua adalah berbuat baik kepadanya dengan ucapan dan perbuatan.

d. Akhlak kepada keluarga, yaitu mengembangkan kasih sayang di antara anggota keluarga

yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi melalui kata-kata maupun prilaku.

e. Akhlak kepada lingkungan hidup.

Misi agama Islam adalah mengembangkan rahmat, kebaikan dan kedamaian bukan hanya

kepada manusia tetapi juga kepada alam dan lingkungan hidup, sebagaimana firman Allah:

" Tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi

seluruh alam" (Al-Anbiya.ayat 107).

Memakmurkan alam adalah mengelola sumberdaya sehingga dapat memberi manfaat bagi

kesejahteraan manusia tanpa merugikan alam itu sendiri.Allah menyediakan alam yang subur

ini untuk disikapi oleh manusia dengan kerja keras mengelola memeliharanya sehingga

melahirkan nilai tambah yang tinggi. Sebagaiman firman Allah dalam surah Hud ayat 61:

" Dia menciptakan kalian dari bumi dan menyediakan kalian sebagai pemakmurnya".
BAB X

DZIKRULLAH

Istilah dzikrullah (berdzikir kepada Allah) memiliki dua makna, yang kedua-duanya

diperintahkan untuk kita penuhi, yaitu: dzikrullah dengan arti: mengingat Allah, dan yang

kedua: dzikrullah dengan makna: menyebut Allah melalui Nama-Nama dan Shifat-Shifat-

Nya, serta bukti-bukti keagungan dan kemuliaan-Nya. Dzikrullah dengan arti dan makna

pertama bisa semakna dengan muraqabatullah (mengingat dan memperhatikan pengawasan

Allah), sebagaimana dalam hadits Jibril ’alaihis-salam:

Dia (Jibril as.) bertanya, ‘Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu apa?’ Beliau (Rasulullah

SAW.) pun menjawab: “Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan

jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka (ketahuilah) sesungguhnya Dia melihatmu” (HR.

Muslim dari ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu)

Namun arti yang lebih umum digunakan adalah arti kedua, yakni menyebut Nama-Nama

Allah melalui tasbih, tahmid, takbir, tahlil, dan lain-lain, yang di dalamnya juga terkandung

makna mengingat Allah.

Lalu mengapa dzikrullah itu penting? Berikut ini beberapa alasannya:


1. Banyaknya perintah dan contoh teladan agar kita senantiasa berdzikir kepada Allah

sebanyak-banyaknya dalam segala kondisi dan situasi, dengan kedua arti dan esensi

dzikir diatas.

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang

sebanyak-banyaknya Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang” (QS. Al-

Ahzab: 41-42).

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang

terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal; (yaitu) orang-orang

yang mengingat (berdzikir) Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring

dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan

kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah

kami dari siksa neraka. (QS. Ali ‘Imran: 190-191).

1. Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim mengibaratkan dzikrullah bagi seorang

mukmin seperti nafas bagi makhluk hidup atau seperti air bagi ikan. Maka orang

mukmin yang tidak berdzikir seperti seseorang yang tidak bisa bernafas atau seperti

ikan yang dijauhkan dari air, apa jadinya? Karena hidup hakiki dalam konsep Islam

adalah ketika seseorang itu senantiasa sambung dan berhubungan dengan Allah

melalui dzikir yang banyak dan benar.

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

bersabda: “Permisalan orang yang berdzikir mengingat Rabb-nya dengan orang yang tidak

berdzikir mengingat Rabb-nya seperti (perbandingan) orang yang hidup dengan yang

mati.” (HR. Al-Bukhari).


(‘Abdullah bin Dhamrah) berkata: aku telah mendengar Abu Hurairah berkata: aku

mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya

dunia itu terlaknat (terjauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah) dan segala isinya pun juga

terlaknat, kecuali (yang diisi) dzikir kepada Allah dan apa yang berkaitan dengannya, dan

orang yang alim atau orang yang belajar.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ad-Darimi).

1. Dzikrullah adalah landasan, motivasi, isi, esensi dan sekaligus tujuan seluruh ibadah.

Maka tingkat, kualitas dan juga kwantitas ibadah seseorang sangat ditentukan oleh

tingkat, kualitas dan juga kuantitas dzikir dan ingatnya kepada Allah. Lalu shalat

seluruhnya adalah dzikir. Puasa Ramadhan dan ibadah haji juga penuh dengan dzikir.

Sementara tidak mungkin seseorang bisa menjaga komitmennya dalam menunaikan

kewajiban ibadah zakat dan juga seluruh ibadah yang lainnya kecuali jika ia

senantiasa ingat Allah dengan baik. Disaat yang sama, seluruh ibadah itu juga

merupakan sarana terbaik untuk menggapai tingkat dzikrullah yang lebih tinggi dan

lebih baik.

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku. Maka

beribadahlah kepada-Ku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat (dzikir kepada) Aku” (QS.

Thaha: 14)

1. Salah satu keistimewaan ibadah dzikrullah adalah bahwa, ia merupakan ibadah yang

paling mungkin dilaksanakan di segala situasi, kondisi, tempat, waktu, kedaan dan

lain-lain, dengan hampir tanpa penghalang atau kendala kecuali dari dalam diri

sendiri. Maka maklum jika perintah dan contohnya adalah dzikir sebanyak-banyaknya

di segala keadaan. Dan oleh karenanya pula, ibadah dzikrullah juga bisa berfungsi

sebagai penutup kekurangan dan pengganti (dari aspek pahala, dan bukan secara

hukum) bagi ibadah-ibadah lain yang terlewatkan penunaiannya.


Dari Abdullah Busr radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang laki-laki berkata; wahai Rasulullah,

sesungguhnya syari’at-syari’at Islam telah (terasa) banyak bagiku (sehingga aku takut tidak

bisa memenuhinya), maka beritahukan kepadaku sesuatu (amalan) yang dapat aku jadikan

sebagai pegangan (yang bisa menutup kekurangan-kekuranganku)! Beliau bersabda:

“Hendaknya senantiasa lidahmu basah karena berdzikir kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi,

Ibnu Majah dan Ahmad).

1. Dzikir tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan lain-lain bernilai pahala sedekah yang sangat

tinggi.

Dari Abu Dzar bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah menguasai dan

mendominasi seluruh pahala. Mereka shalat seperti kami shalat dan puasa seperti kami

puasa, namun (selain itu) mereka bisa bersedekah dengan sisa harta mereka (sementara

kami tidak bisa)” Maka beliau pun bersabda: “Bukankah Allah telah menjadikan berbagai

macam cara bagi kalian untuk bersedekah? Setiap kalimat tasbih adalah sedekah, setiap

kalimat takbir adalah sedekah, setiap kalimat tahmid adalah sedekah, setiap kalimat tahlil

adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah, bahkan pada

aktivitas hubungan suami istri seorang dari kalian pun terdapat nilai sedekah.” Mereka

bertanya, “Wahai Rasulullah, jika salah seorang diantara kami menyalurkan nafsu

syahwatnya, apakah akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab: “Bagaimana sekiranya

ia melampiaskannya secara haram, bukankah berdosa? Begitupun sebaliknya, bila ia

melampiaskannya secara halal, maka tentu iapun akan mendapatkan pahala.” (HR.

Muslim).

Dari Abu Dzarr dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: “Setiap pagi

dari setiap persendian masing-masing kalian harus ada sedekahnya. Dan setiap tasbih
adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir

adalah sedekah, setiap amar ma’ruf adalah sedekah, setiap nahi mungkar adalah sedekah,

dan semua itu bisa tercukupi dengan dua rakaat shalat dhuha.” (HR. Muslim).

1. Dengan dzikrullah secara benar, baik dan konsisten, hati kita akan selalu tenang,

tenteram, damai dan stabil. Dan itu merupakan landasan dan modal utama untuk

menggapai hidup bahagia dan sejahtera secara hakiki, baik di dunia maupun di

akhirat.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan berdzikir

mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan berdzikir mengingati Allah-lah hati menjadi

tenteram” (QS. Ar-Ra’d: 28).

1. Tinggi dan istimewanya nilai dzikrullah serta besar dan berlipat-gandanya balasan dan

pahalanya.

“Dan sesungguhnya dzikir mengingat Allah (dalam shalat dan lainnya) adalah lebih besar

(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu

kerjakan” (QS. Al-’Ankabut: 45).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

bersabda: “Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika ia

mengingat/menyebut-Ku. Jika ia mengingat/menyebut-Ku dalam dirinya, maka Aku

mengingat/menyebutnya dalam diri-Ku, dan jika ia mengingat/menyebut-Ku dalam suatu

perkumpulan, maka Aku mengingat/menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih baik

daripada mereka (perkumpulan malaikat).“(HR. Muttafaq ‘alaih).

Dari Abu Hurairah dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

‘Sesungguhnya membaca dzikir: Subhaanallah, al-hamdu lillah, laa ilaaha illallah, dan
Allahu akbar, adalah lebih aku cintai daripada segala sesuatu yang terkena oleh sinar

matahari.(bumi seisinya)” (HR. Muslim).

1. Inti, dasar dan landasan dzikir adalah dzikir hati. Jika hati telah berdzikir (syaratnya

dengan benar), maka seluruh anggota yang lainpun akan berdzikir: lisan (mulut),

mata, telinga, tangan, kaki, pikiran, dan seterusnya. Dan yang dimaksud dzikir hati

adalah dzikir dengan arti mengingat (muraqabah) Allah. Sedangkan dzikir dengan arti

menyebut Asma’ dan Shifat Allah, maka kaidah, tuntunan dan sempurnanya adalah

dengan pengucapan lesan, tentu juga harus berlandaskan dzikir hati. Tapi yang jelas

dzikrullah dengan arti menyebut Nama Allah sebagai sebuah amal ibadah khusus

dengan segala keutamaan dan keistimewaannya, tidaklah cukup dilakukan dengan hati

saja (dengan kata lain di-batin saja), tapi harus dengan pengucapan lisan. Kecuali

sebagai sebuah pengecualian dalam kondisi-kondisi khusus saja. Maka sangat tidak

benar pendapat yang mengatakan bahwa puncak dzikrullah (dengan arti menyebut

Nama Allah), adalah ketika yang “menyebut” itu hanya tinggal hati saja, seiring dan

sebanyak tarikan nafas dan detakan jantung. Serta ketika sudah tidak ada lagi

keterlibatan pengucapan lisan (?!). Pendapat ini sama sekali tidak bisa dibenarkan,

karena justru kebalikan dan bertentangan dengan petuntuk Al-Qur’an dan tuntunan

serta contoh sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dimana kaidahnya

justru dzikir yang sempurna itu adalah yang menggabungkan dzikir (ingatan dan

kesadaran) hati dan dzikir (penyebutan dan pengucapan) lisan!

(‘Amir) berkata; aku mendengar An-Nu’man bin Basyir berkata; aku mendengar Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah

jelas….. Dan ketahuilah pada setiap tubuh ada segumpal darah yang apabila baik maka

baiklah seluruh (bagian) tubuh tersebut dan apabila rusak maka rusak pulalah seluruh

(bagian) tubuh tersebut. Ketahuilah, ia adalah hati” (HR. Muttafaq ‘alaih).


Dari Abdullah Busr radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang laki-laki berkata,“Wahai

Rasulullah,…..” maka beliau bersabda, “Hendaknya senantiasa lidahmu ba sah karena

berdzikir kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

BAB XI

BERSYUKUR DAN BERSABAR


Syukur Tidak Sempurna Melainkan dengan Mengetahui Apa yang Dicintai Allah. Ibnu

Qudamah rahimahullahu menjelaskan:

“Ketahuilah bahwa syukur dan tidak kufur tidak akan sempurna melainkan dengan

mengetahui segala apa yang dicintai oleh Allah.

Sebab makna syukur adlh mempergunakan segala karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala

kepada apa yang dicintai-Nya dan kufur ni’mat adl sebaliknya.

Bisa juga dengan tidka memanfaatkan ni’mat tersebut atau mempergunakan pada apa yang

dimurkai-Nya.”

Syukur dalam Tinjauan Bahasa dan Agama

Syukur secara bahasa adalah nampak bekas makan pada badan binatang dengan jelas.

Binatang yang syakur artinya: Apabila nampak pada kegemukan karena makan melebihi

takarannya.

Adapun dalam tinjauan agama syukur adalah: Nampak pengaruh ni’mat Allah Subhanahu wa

Ta’ala atas seorang hamba melalui lisan dengan cara memuji dan mengakuinya; melalui hati

dengan cara meyakini dan cinta; serta melalui anggota badan dengan penuh ketundukan serta

ketaatan nya.

Ada juga yg mendefinisikan syukur dgn makna lain seperti:

1. Mengakui ni’mat yang diberikan dengann penuh ketundukan.

2. Memuji yang memberi ni’mat atas ni’mat yang diberikannya.

3. Cinta hati kepada yg memberi ni’mat dan anggota badan dengann ketaatan serta lisan

dengan cara memuji dan menyanjungnya.


4. Menyaksikan keni’matan dan menjaga keharaman.

5. Mengetahui kelemahan diri dari bersyukur.

6. Menyandarkan ni’mat tersebut kepada pemberi dengan ketenangan.

7. Engkau melihat dirimu orang yang tidak pantas untuk mendapatkan ni’mat.

8. Mengikat ni’mat yang ada dan mencari ni’mat yang tidak ada.

Masih banyak lagi definisi para ulama tentang syukur akan tetapi semua kembali kepada

penjelasan Ibnul Qayyim sebagaimana disebutkan di atas.

Yang jelas syukur adalah sebuah istilah yang digunakan pada pengakuan/ pengetahuan akan

sebuah ni’mat. Karena mengetahui ni’mat merupakan jalan untuk mengetahui Dzat yang

memberi ni’mat.

Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menamakan Islam dan iman di dlm Al-Qur`an

dengan syukur. Dari sini diketahui bahwa mengetahui sebuah ni’mat merupakan rukun dari

rukun-rukun syukur.

Apabila seorang hamba mengetahui sebuah ni’mat mk dia akan mengetahui yg memberi

ni’mat. Ketika seseorang mengetahui yg memberi ni’mat tentu dia akan mencintai-Nya dan

terdorong utk bersungguh-sungguh mensyukuri ni’mat-Nya.

Makna Syukur

Syukur memiliki tiga makna

Pertama

Mengetahui adalah sebuah ni’mat. Arti dia menghadirkan ddalam benak mempersaksikan dan

memilahnya. Hal ini akan bisa terwujud dalam benak sebagaimana terwujud pada kenyataan.
Sebab banyak orang yang jika engkau berbuat baik kepada namun dia tidak mengetahui.

Gambaran ini bukan termasuk dari syukur.

Kedua

Menerima ni’mat tersebut dengan menampakkan butuh kepadanya. Dan bahwa sampai

ni’mat tersebut kepada bukan sebagai satu keharusan hak bagi dari Allah Subhanahu wa

Ta’ala dan tanpa membeli dengan harga. Bahkan dia melihat diri di hadapan Allah

Subhanahu wa Ta’ala seperti seorang tamu yang tidak diundang.

Ketiga

Memuji yang memberi ni’mat. dalamm hal ini ada dua bentuk yaitu umum dan khusus.

Pujian yang bersifat umum adalah menyifati pemberi ni’mat dgn sifat dermawan kebaikan

luas pemberian dan sebagainya. Pujian yang bersifat khusus adalah menceritakan ni’mat

tersebut dan memberitahukan bahwa ni’mat tersebut sampai kepada dia karena sebab Sang

Pemberi tersebut.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

‫فَ َحدِث َر ِبكَ ِب ِنع َم ِة َوأَ َّما‬

“Dan adapun tentang ni’mat Rabbmu mk ceritakanlah.” (Madarijus Salikin 2/247-248)

Menceritakan Sebuah Nikmat Termasuk Syukur

Menceritakan sebuah ni’mat yg dia dapatkan kepada orang lain termasuk dlm kategori

syukur. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:


َ ‫شك ََرهُ فَقَد َعلَي ِه أَثنَى ِإذَا فَإِنَّهُ فَليُث ِن ِب ِه يَج ِزي َما يَ ِجد لَم فَإِن ِب ِه فَليَج ِز َمع ُروفًا ِإ َلي ِه‬
‫صنَ َع َمن‬ َ ‫ت َ َحلَّى َو َمن َكفَ َرهُ فَقَد َكت َ َمهُ َو ِإن‬

‫ط لَم ِب َما‬
َ ‫ُزور ثَوبَي َكالَ ِب ِس َكانَ يُع‬

“Barangsiapa yg diberikan kebaikan kepada hendaklah dia membalas dan jika dia tdk

mendapatkan sesuatu utk membalas hendaklah dia memujinya.

Karena jika dia memuji sungguh dia telah berterima kasih dan jika dia menyembunyikan

sungguh dia telah kufur. Dan barangsiapa yg berhias dgn sesuatu yg dia tdk diberi sama hal

dgn orang yg memakai dua baju kedustaan.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫فَ َحدِث َر ِبكَ ِب ِنع َم ِة َوأَ َّما‬

“Dan adapun tentang ni’mat Rabbmu mk ceritakanlah.”

Menceritakan ni’mat yg diperintahkan di dlm ayat ini ada dua pendapat di kalangan para

ulama.

Pertama:

Menceritakan ni’mat tersebut dan memberitahukan kepada orang lain seperti dgn

ucapan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberiku ni’mat demikian dan demikian.”

Kedua:

Menceritakan ni’mat yg dimaksud di dlm ayat ini adl berdakwah di jalan Allah Subhanahu

wa Ta’ala menyampaikan risalah-Nya dan mengajarkan umat.

Dari kedua pendapat tersebut Ibnul Qayyim rahimahullahu dlm Madarijus Salikin mentarjih

dgn perkataan beliau:


“Yang benar ayat ini mencakup kedua makna tersebut. Karena masing-masing adl ni’mat yg

kita diperintahkan utk mensyukuri menceritakan dan menampakkan sebagai wujud

kesyukuran.”

Beliau berkata: “Dalam sebuah atsar yg lain dan marfu’ disebutkan:

‫اس يَش ُك ِر لَم َو َمن ال َكثِي َر يَش ُك ِر لَم القَ ِلي َل يَش ُك ِر لَم َمن‬
َ َّ‫للاَ يَش ُك ِر لَم الن‬، ‫ُّث‬ ُ ُ‫َوال َج َما َعة ُ ُكفر َوت َر ُكه‬
ُ ‫شكر للاِ بِ ِنع َم ِة َوالتَّ َحد‬

‫َعذَاب َوالفُرقَةُ َرح َمة‬

“Barangsiapa tdk mensyukuri yg sedikit mk dia tdk akan mensyukuri atas yg banyak dan

barangsiapa yg tdk berterima kasih kepada manusia mk dia tdk bersyukur kepada Allah.

Menceritakan sebuah ni’mat kepada orang lain termasuk dari syukur dan meninggalkan adl

kufur bersatu adl rahmat dan bercerai berai adl azab.” (Madarijus Salikin 2/248)

Dengan Apa Seorang Hamba Bersyukur?

Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan:

“Syukur bisa dilakukan dgn hati lisan dan anggota badan. Adapun dgn hati adl berniat utk

melakukan kebaikan dan menyembunyikan pada khayalak ramai. Adapun dgn lisan adl

menampakkan kesyukuran itu dgn memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Arti menampakkan

keridhaan kepada Allah.

Dan hal ini sangat dituntut sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ُ ‫شكر بِالنِعَ ِم الت َّ َحد‬


‫ُّث‬ ُ ُ‫ُكفر َوت َر ُكه‬

‘Menceritakan ni’mat itu adl wujud kesyukuran dan meninggalkan adl wujud kekufuran.’

Adapun dgn anggota badan adl mempergunakan ni’mat-ni’mat Allah Subhanahu wa Ta’ala

tersebut dlm ketaatan kepada-Nya dan menjaga diri dari bermaksiat dengannya. Termasuk
kesyukuran terhadap ni’mat kedua mata adl dgn cara menutup tiap aib yg dilihat pada

seorang muslim.

Dan termasuk kesyukuran atas ni’mat kedua telinga adl menutup tiap aib yg didengar.

Penampilan seperti ini termasuk wujud kesyukuran terhadap anggota badan.”

Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan:

“Syukur itu bisa dilakukan oleh hati dgn tunduk dan kepasrahan oleh lisan dgn mengakui

ni’mat tersebut dan oleh anggota badan dgn ketaatan dan penerimaan.”

Derajat Syukur

Syukur memiliki tiga tingkatan

Pertama: Bersyukur krn mendapatkan apa yg disukai.

Tingkat syukur ini bisa juga dilakukan orang Islam dan non Islam seperti Yahudi dan Nasrani

bahkan Majusi. Namun Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan:

“Jika engkau mengetahui hakikat syukur dan di antara hakikat syukur adl menjadikan ni’mat

tersebut membantu dlm ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mencari ridha-Nya

niscaya engkau akan mengetahui bahwa kaum musliminlah yg pantas menyandang derajat

syukur ini.

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah menulis surat kepada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu:

‘Sesungguh tingkatan kewajiban yg paling kecil atas orang yg diberi ni’mat adl tdk

menjadikan ni’mat tersebut sebagai jembatan utk bermaksiat kepada-Nya”

Kedua: Mensyukuri sesuatu yg tdk disukai.


Orang yg melakukan jenis syukur ini adl orang yg sikap sama dlm semua keadaan sebagai

bukti keridhaannya. Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan:

“Bersyukur atas sesuatu yg tdk disukai lbh berat dan lbh sulit dibandingkan mensyukuri yg

disenangi. Oleh sebab itulah syukur yg kedua ini di atas jenis syukur yg pertama. Syukur

jenis kedua ini tdk dilakukan kecuali oleh salah satu dari dua jenis orang:

Seseorang yg semua keadaan sama. Arti sikap sama terhadap yg disukai dan tdk disukai dan

dia bersyukur atas semua sebagai bukti keridhaan diri terhadap apa yg terjadi. Ini merupakan

kedudukan ridha.

Seseorang yang bisa membedakan keadaannya. Dia tidak menyukai sesuatu yang tidak

menyenangkan dan tidak ridha bila menimpanya. Namun bila sesuatu yang tidak

menyenangkan menimpa dia tetap mensyukurinya. Kesyukuran sebagai pemadam kemarahan

sebagai penutup dari berkeluh kesah dan demi menjaga adab serta menempuh jalan ilmu.

Karena sesungguh adab dan ilmu akan membimbing seseorang utk bersyukur di waktu

senang maupun susah. Tentu yg pertama lbh tinggi dari yg kedua.

Ketiga: Seseorang seolah-olah tidak menyaksikan kecuali Yang memberi keni’matan.

Arti bila dia melihat yg memberi keni’matan dlm rangka ibadah dia akan menganggap besar

ni’mat tersebut. Dan bila dia menyaksikan yg memberi keni’matan krn rasa cinta niscaya

semua yg berat akan terasa manis baginya.

Manusia dan Syukur

Kita telah mengetahui bahwa syukur merupakan salah satu sifat yg terpuji dan sifat yg

dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi tdk semua orang bisa mendapatkannya.

Arti ada yg diberi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ada pula yg tidak.
Manusia dan syukur terbagi menjadi tiga golongan:

Pertama: Orang yg mensyukuri ni’mat yg diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kedua: Orang yg menentang ni’mat yg diberikan alias kufur ni’mat.

Ketiga: Orang yg berpura-pura syukur padahal dia bukan orang yg bersyukur. Orang yg

seperti ini dimisalkan dgn orang yg berhias dgn sesuatu yg tdk dia tdk miliki.

Dalil-dalil tentang Syukur

‫تَعبُدُونَ إِيَّاهُ ُكنتُم إِن ِِلِ َواش ُك ُروا‬

“Bersyukurlah kalian kepada Allah jika hanya kepada-Nya kalian menyembah.”

‫تَكفُ ُرو ِن َولَ ِلي َواش ُك ُروا أَذ ُكر ُكم فَاذ ُك ُرونِي‬

“Maka ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengingat kalian dan bersyukurlah

kalian kepada-Ku dan jangan kalian kufur.”

ُ‫تُر َجعُونَ ِإلَي ِه لَهُ َواش ُك ُروا َواعبُدُوه‬

“Dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya dan kepada-Nya kalian dikembalikan.”

‫سيَج ِزي‬ َّ ‫ال‬


َ ‫شا ِك ِرينَ للاُ َو‬

“Dan Allah akan membalas orang2 yg bersyukur.”

‫شكَرتُم لَئِن َربُّ ُكم تَأَذَّنَ َوإِذ‬


َ ‫شدِيد َعذَابِي إِ َّن َكفَرتُم َولَئِن أل َ ِزيدَ َّن ُكم‬
َ َ‫ل‬

“Dan ingatlah ketika Rabb kalian memaklumkan: Jika kalian bersyukur niscaya Kami akan

menambah dan jika kalian mengkufuri sungguh azab-Ku sangat pedih.”


Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata:

‫ي أَ َّن‬
َّ ِ‫صلَّى للاِ نَب‬
َ ُ‫سلَّ َم َعلَي ِه للا‬
َ ‫ط َر َحتَّى اللَّي ِل ِمنَ يَقُو ُم َكانَ َو‬
َّ ‫قَدَ َماهُ تَت َ َف‬، ‫شةُ فَقَالَت‬
َ ِ‫ َعائ‬: ‫سو َل يَا َهذَا ت َصنَ ُع ِل َم‬
ُ ‫للاِ َر‬، ‫َوقَد‬

‫قَا َل تَأ َ َّخ َر؟ َو َما ذَنبِكَ ِمن تَقَد ََّم َما لَكَ للاُ َغفَ َر‬: َ‫ش ُكو ًرا؟ َعبدًا أ َ ُكونَ أَن أ ُ ِحبُّ أَفَال‬
َ

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun di malam hari sampai pecah-pecah kedua kaki

beliau lalu ‘Aisyah berkata: ‘Ya Rasulullah kenapa engkau melakukan yg demikian padahal

Allah telah mengampuni dosamu yg telah lewat dan akan datang?’ Beliau menjawab:

‘Apakah aku tdk suka menjadi hamba yg bersyukur?’”

Masih banyak dalil lain yg menjelaskan tentang keutamaan syukur dan anjuran dari Allah

Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Semoga apa yg dibawakan di sini mewakili yg tdk

disebutkan.

Ancaman bagi orang2 yg Tidak Bersyukur

Yang tdk bersyukur lbh banyak dari yg bersyukur. Hal ini tdk bisa dipungkiri oleh orang yg

berakal bersih. Sebagaimana orang yg ingkar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lbh banyak

dari yg beriman.

Demikianlah keterangan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dlm firman-Nya:

َ ‫ش ُكو ُر ِعبَاد‬
‫ِي ِمن َوقَ ِليل‬ َّ ‫ال‬

“Dan sedikit dari hamba-hambaKu yg bersyukur.”

Sebuah peringatan tentu akan bermanfaat bagi orang yg beriman. Di mana Allah Subhanahu

wa Ta’ala telah memperingatkan dari kufur ni’mat setelah memerintahkan utk bersyukur dan

menjelaskan keutamaan yang akan di dapati sebagaimana penjelasan Al-Imam As-Sa’di

rahimahullahu dalam tafsir beliau:


“Jika seseorang bersyukur niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengabadikan ni’mat yg

dia berada pada dan menambah dgn ni’mat yg lain.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫شكَرتُم لَئِن َربُّ ُكم تَأَذَّنَ َوإِذ‬


َ ‫شدِيد َعذَابِي إِ َّن َكفَرتُم َولَئِن أل َ ِزيدَ َّن ُكم‬
َ َ‫ل‬

“Dan Rabb kalian telah mengumumkan jika kalian bersyukur niscaya Kami akan menambah

dan jika kalian mengkufuri sungguh azab-Ku sangat pedih.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan:

“Jika kalian mengkufuri ni’mat menutup-nutupi dan menentang mk yaitu dgn dicabut ni’mat

tersebut dan siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpa dgn

sebab kekufurannya.Dan disebutkan dlm sebuah hadits: ‘Sesungguh seseorang diharamkan

utk mendapatkan rizki krn dosa yg diperbuatnya’.”

Syukur dan Sabar

Kita akan bertanya:

“Jika engkau ditimpa sebuah musibah lalu engkau mensyukuri mk tentu pada sikap

kesyukuranmu terdapat sifat sabar dan sifat ridha terhadap musibah yg menimpa dirimu. Dan

kita mengetahui bahwa ridha merupakan bagian dari kesabaran. Sementara syukur

merupakan buah dari sifat ridha.”

Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan:

“Syukur termasuk kedudukan yg paling tinggi dan lbh tinggi -bahkan jauh libih tinggi-

daripada kedudukan ridha. Di mana sifat ridha masuk dlm syukur krn mustahil syukur ada

tanpa ridha.”
Kenapa Kebanyakan Orang Tidak Bersyukur?

Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan:

“Makhluk ini tdk mau mensyukuri ni’mat krn pada ada dua yaitu kejahilan dan kelalaian.

Kedua sifat ini menghalangi mereka utk mengetahui ni’mat. Karena tdk tergambar bahwa

seseorang akan bisa bersyukur tanpa mengetahui ni’mat.

Jika pun mereka mengetahui ni’mat mereka menyangka bahwa bersyukur itu hanya sebatas

mengucapkan alhamdulillah atau syukrullah dgn lisan. Mereka tdk mengetahui bahwa makna

syukur adl mempergunakan ni’mat pada jalan ketaatan kepada Allah.”

Kesimpulan ucapan Ibnu Qudamah rahimahullahu adl bahwa manusia banyak tdk bersyukur

krn ada dua perkara yg melandasi yaitu kejahilan dan kelalaian.

Mengobati Kelalaian dari Bersyukur

Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan:

“Hati yg hidup akan menggali segala macam ni’mat diberikan. Adapun hati yg jahil tdk akan

menganggap sebuah ni’mat sebagai ni’mat kecuali setelah bala’ menimpanya.

Cara hendaklah dia terus memandang kepada yg lbh rendah dari dan berusaha berbuat apa yg

telah dilakukan oleh orang2 terdahulu.

Mendatangi tempat orang yg sedang sakit dan melihat berbagai macam ujian yg sedang

menimpa mereka kemudian berpikir tentang ni’mat sehat dan keselamatan.

Menyaksikan jenazah orang yg terbunuh dipotong tangan mereka kaki-kaki mereka dan

diazab lalu dia bersyukur atas keselamatan diri dari berbagai azab.”

BAB X
SYARIAH ISLAM

Pengertian syariah secara bahasa berarti jalan, peraturan, undang-undang tentang suatu

perbuatan atau menggariskan suatu peraturan/ pedoman. Disamping itu syariah secara

leksikal berarti jalan menuju perhimpunan air untuk diminum manusia dan juga untuk

binatang-binatang periharaan. Dari makna kebahasaan ini orang arab menggunakanya sebagai

ungkapan tentang jalan lurus yang dipedomani bersama. Makna jalan menuju air adalah

bahwa air merupakan sumber kehidupan sehingga syariah berarti suatu jalan yang ditempuh

guna mendapatkan kehidupan yang sejati,bahagia dan abadi.

Secara istilah syariah adalah undang-undang yang dibuat oleh Tuhan Allah SWT.Jadi dapat

dimaknai bahwa syariah adalah seperangkat aturan dari Allah yang diwahyukan kepada Nabi

Muhammad untuk dijelaskan kepada manusia supaya menjadi way of life bagi kehidupan agar

mereka mencapai hidup baik, bahagia, dan selamat dunia dan akhirat. Pelaksanaan syariah

sebagai ajaran islam mencakup semua ajaran berupa iman islam dan ihsan dan didalamnya

tidak dapat dipisahkan dari etika.

Dengan kesimpulan Syariah berarti seluruh ketentuan agama Islam, baik berupa seperangkat

aturan hukum taklifi, ketentuan keimanan, dan undang-undang moral yang mengatur

pelaksanaan ajaran agama Islam dengan sebaik-baiknya.Syariah, sebagai ajaran Islam yang

mencakup semua ajaran berupa iman, Islam dan ihsan. Bisa diartikan lagi bahwasyariah

Islam adalah aturan agama yang diajarkan Allah untuk hamba-Nya, yang didalamnya berisi

ajaran keimanan/ keyakinan, aturan dan cara-cara peribadatan, cara berkelakuan baik dan

menghindar dari keburukan, cara-cara berinteraksi dan cara-cara membangun sistem hidup

bersama ditengah-tengah masyarakat dan bangsa-bangsa beragamyang mempunyai tujuan

untuk menciptakan atau merealisasikan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Syariah

Islam mencakup ajaran-ajaran iman kepada Allah, para malaikat, para utusan-Nya, adanya
realitas ghaib-metafisik-immateria, mengajarkan relasi dan cara-cara (prinsip) hidup yang

baik. Jadi Syariah Islam adalah syariah yang bermuatan etika yanginclude dalam pelaksanaan

syariah tersebut.

Pengertian Thariqah secara bahasa berasal dari bahasa arab yang berarti melewati suatu jalan

atau jalan tembusan secara leksikal dapat diartikan sebagai jalan , metode, prosedure, teknik

proses. Menurut abu bakar aceh dikutip dari Mustafa zahri adalah jalan petunjuk melakukan

ibadah tertentu sesuai dengan ajaran yang dicontohkan nabi Muhammad saw. Dan dilakukan

oleh sahabatnya,tabi’in dan tabi’it tabi’in secara turun temurun hingga sampai kepada para

ulama atau guru-guru tasawuf secara berantai(membentuk sebuah silsilah/sanadtarekat)

hingga kepada kita sekarang ini.

Menurut pakar orientalis tarekat-tasawuf L. Massignon dalam penelitianya menjelaskan

bahwa tarekat memiliki dua pengertian yakni sebagai sebuah disiplin ilmu dan sebagai

sebuah organisasi.Yang dimaksud sebagai disiplin ilmu adalah tarekat merupakan bidang

kajian atau bidang praktikal berupa disiplin ilmu kejiwaan dalam bidang latihan kejiwaan

/kerohanian baik untuk perseorangan ataupun kelompok melalui aturan tertentu untuk

mencapai tingkat spiritual-kerohanian tertentu (maqomat) dan mendapatkan kondisi

kerohanian tertentu pula (ahwal). Yang kedua yaitu tarekat sebagai sebuah organisasi adalah

karena pada awalnya terdapat seorang guru yang mengajarkan teknik atau ibadah tertentu

berdasarkan ajaran guru-guru sampai keatas hingga bersumber dari nabi Muhammad saw.

Hingga akhirnya hal ini diikuti orang-orang yang ingin mendapat bimbingan spiritual oleh

guru supaya mencapai takwa sehingga akhirnya tarekat menjadi sebuah kelompok dalam

ikatan disiplin tertentu.

Pembuat tarekat pertama kali adalah sufi iran, Muhammad Ahmad al-Maihimy (w.430

H).disana beliau membuat seperangkat aturan peribadatan untuk murid-muridnya yang


terkenal dengan nama darwis dan rumah ibadah tersebut bernana khangah. Pada abad ke 5

dan 6 H tarekat berkembang menuju ke arah barat. Muncullah tarekat Rifa’iyyah. Di Iraq

muncul tarekatqodiriyyah .ada al-ahmadiyyah dan syadiliyyah di mesir. Jadi tumbuhnya

tarekat itu adalah dari khurassan iran dan messopotamia, Iraq. Dari sini tarekat menjamur di

seluruh dunia seiring hancurnya kekuatan politik islam di Baghdad (1258M) sehingga

terekatlah yang tampil memandu tegaknya dakwah islam ke seluruh negeri,termasuk

Indonesia (abad ke14 M). di Indonesia dakwah islam sufistik dengan pola kelembagaan yang

lebih di kenal dengan pondok pesantren khusus untuk pulau jawa yang di praktikan oleh wali

atau lebih di kenal wali songo.

Pengertian Haqiqah secara harfiah, haqiqah berarti “yang nyata”.”yang benar” dan “yang

sejati”. Sesuatu diketahui hakikatnya ketika telah menunjukan kepastianya yang telah tetap ,

sehingga tidak dapat diingkari lagi. Para pakar ilmu hakikat (ilmu tasawuf) menjelaskan

bahwa hakikat adalah konsep –konsep yang tumbuh mengakar di dalam hati berupa

kejelasan-kejelasan dan ketersingkapan ha-hal samar (goib), rahasia wujud. Ini merupakan

pemberian Allah untuk hamba-hambanya, sebagai kemuliaan (keramat) bagi mereka yang

dengan ini dapat sampai pada kebajikan dan ketaatan. Hakikat adalah kesadaran batin bahwa

Allah-lah satu-satunya Dzat yang menggerakan segala sesuatu, menunjukan dan menyesatkan

jalan, memuliakan dan menghinakan, memberikan bantuan dan menelantarkan memberi

kekuasaan dan mencabutnya. Segala yang baik dan buruk berguna dan berbahaya, iman dan

kufur, kebodohan dan kejelasan, semua tarjadi da nada karena ditentukan oleh Allah.

Dalam hal ini hakikat dimaksudkan dengan tingkatan seseorang mengamalkan agama ini,

serta kedalaman seseorang dalam menjalankan agama untuk tujuan sebenarnya. Dari sisi

pengetahuan agama dan pengamalanya, maka hakikat berarti pemahaman seseorang akan arti

menjalankan agama ini dan mengenal tujuan agama ini bagi manusia yaitu dapat
menghadirkan dirinya sebagai hamba yang sadar akan Tuhanya, sehingga dapat menampilkan

dirinya sebagai ideal Allah.

Secara harfiah, kata ma'rifat yang berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti pengetahuan

yang mantap dan meyakinkan. Kata ma'rifat berarti pengetahuan batin yang berbasis

kekuatan kalbu sehingga membuahkan suatu pengenalan tentang sesuatu, dan terasa dekat

serta hadir dalam sesuatu yang dikenali tersebut. Ma'rifat dapat dicapai melalui ilmu dan

antara keduanya tentu terjalin secara otomatis, sehingga tanpa ilmu, maka tidak dapat

diperoleh ma'rifat. Secaara istilah sebagai pakar ilmu haqiqah dikatakan sebagai berikut:

"Ma'rifat adalah mengerti dan memahami nama-nama allah swt.Dan sifat-sifat-Nya secara

jujur dan tulus untuk berinteraksi dengan-Nya dan serius dalam segala kondisinya, dan

senantiasa berkoneksi dengan-Nya dalam kondisi suasana sirri, serta berupaya kembali

kepad-Nya dalam segala sesuatunya dengan membersihkan dirinya dari sifat-sifat rendah-

tercela."

Demikian gambaran operasional tentang ma'rifat.Semakin dia menyadari wujud dirinya

secara riil, maka dia terhijab dengan Allah.Sebaliknya semakin dia menyadari ketidaknyataan

eksistensinya maka ma'rifatnya semakin kuat.Allah adalah wujud yang nyata dan realita

wujud itu sendiri, sedangkan manusia dan mahluk lainya adalah maujud yang berarti

wujudnya itu karena diwujudkan.Perbedaan antara al-wujud dan maujud yaitu al-wujud itu

Allah swt Dzat yang nyata adanya sedangkaan maujud adalah makhluk-makhluk yang

wududnya tidak nyata karena di wujudkn oleh Tuhan.Kondisi demikian menunjukan bahwa

seorang hamba mengalami hadir dalam hadhrah keagungan Allah, sehingga mengalami

kesirnaan diri.Keadaan demikian pernah terjadi, dialami nabi Musa as.Sebagaimana dalam al-

qur'an surah al-a'raf ayat 143.Dalam ayat tersebut terjadi perbedaan pendapat dikalangan

mufassirin namun ta menjadi soal.Bagaimanapun juga, tampaknya Tuhan itu bukanlah


menampakan sebagai makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak

dapat diukur dengan ukuran manusia.Dapat dipahami bahwa ma'rifat merupakan suatu

kondisi spiritual dimana seorang hamba mencapai pengetahuan yang mendalam dan

kesadaran hakiki akaan kehambaannya yang bersifat sirna dan tidk memiliki wujud/

eksistensi yang sesungguhnya jia dihubungkan dengan wujud tuhan.

B. Korelasi antara Syariah, Thariqah, Haqiqah dan Ma'rifat

Uraian tentang syariat,thariqah,haqiqah dan ma'rifat di atas menggambarkan betapa seriusnya

para ulama sufi dalam upaya memberi jalan bagi umat untuk mengamalkan ajaran Islam

dengan mudah dan tepat, sehingga mengantarkan hamba menuju kebahagiaan lahir dan batin.

Bahwa keempat tema tersebut adalah sebuah konseptualisasi terhadap islam oleh para sufi

dalam rangka menjelaskan prosedur pengamalan islam dengan benar sehingga berfungsi

bagaikan program dan kurikulum yang harus di lalui seorang hamba agar mencapai tujuan

ber-islam. Islam sebagai agama Allah ini adalah berdimensi luas, yaitu zhahir dan batin

(esosentrik dan esoteri) sebagaimana kesempurnaan Allah sendiri yang Maha Zhahir dan

Maha Batin sekaligus.

Jika syariah mewakili dimensi eksoterik islam, maka haqiqah dan ma'rifat adalah menempati

dimensi batinnya. Demikian itu adalah karena memang ada seorang hamba yang

mengamalkan Islam hanya berdimensi badaniah zhahiriah saja. Adpula yang mengamalkan

serempak menembus dimensi rohaniahnya, sehingga dapat mencapai tujuan pengalaman

islam.Singkatnya,konseptualisasi tersebut menggambarkan intensitas keislaman

pengamalnya, bukannya mengkotak-kotakan islam menjadi empat dimensi terpisah.


BAB XI

TAUBAT

Tobat merupakan awal pertama bagi kita untuk menyucikan diri. Ya, membersihkan jiwa,
bathin dan hati dari segala kerak noda dosa yang melekat ditubuh. Dalam tazkiyatun nufus,
untuk pembersihan jiwa tobatlah jalan awal bagi mereka. Hati yang sudah berkerak dengan
noda dosa sangat susah masuk sinar nur, hidayah, dan hikmat dalam hati jiwa sanubarinya.

Apa itu Taubat?

Taubat memiliki arti: berhenti melakukan kemaksiatan dan kembali menuju ketaatan.

Taubat adalah amalan yang sangat dicintai Allah Subhanhu Wa Ta'ala:

َ َ ‫ال ُمت‬
َّ ُّ‫ط ِه ِرينَ َوي ُِحبُّ الت َّ َّوابِينَ ي ُِحب‬
‫َللاَ إِ َّن‬

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Taubat hukumnya wajib atas setiap mukmin:

‫َللاِ ِإلَى تُوبُوا آ َمنُوا الَّذِينَ أَيُّ َها يَا‬


َّ ً‫صو ًحا تَوبَة‬
ُ َ‫ن‬

“Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sungguh-
sungguh.” (QS. At-Tahrim : 8)

Taubat bisa mendatangkan kemenangan:

َّ ‫تُف ِلحُونَ لَعَلَّ ُكم ال ُمؤ ِمنُونَ أَيُّهَ َج ِميعًا‬


‫َللاِ إِلَى َوتُوبُوا‬

“Bertaubatlah kepada Allah, wahai orang-oran beriman sekalian agar kalian beruntung.” (QS.
An-Nur : 31)

Dan keberuntungan akan dicapai manusia tatkala dirinya merasa sangat butuh kepada-Nya
hingga Allah Subhanhu Wa Ta'ala menyelamatkan jiwa yang terperosok mengikuti hawa
nafsunya itu.

Taubat yang sungguh-sungguh akan mendatangkan limpahan ampunan Allah atas dosa-dosa
seorang hamba. Dosa yang makin hari kian bertambah banyak.

َ ‫طوا َل أَنفُ ِس ِهم َعلَى أَس َرفُوا الَّذِينَ ِعبَاد‬


‫ِي يَا قُل‬ ُ َ‫َللاِ َرح َم ِة ِمن تَقن‬
َّ ‫َللاَ إِ َّن‬ َ ُ‫ور ه َُو إِنَّهُ َج ِميعًا الذُّن‬
َّ ‫وب يَغ ِف ُر‬ ُ ُ‫الر ِحي ُم الغَف‬
َّ

“Katakanlah: Wahai para hamba-Ku yang melampaui batas terhadap dirinya sendirinya,
janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah Mengampuni semua
dosa dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)

Saudaraku yang berbuat dosa, jangalah kalian berputus asa terhadap rahmat Rabb mu karena
pintu taubat itu senantiasa terbuka sampai matahari terbit dari arah barat.
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah Subhanhu Wa Ta'ala membentangkan tangan-Nya di malam hari untuk


menerima taubat hamba yang berdosa di siag hari. Dan Allah Subhanhu Wa Ta'ala
membentangkan tagan-Nya di siang hari untuk menerima taubat hamba yang berdosa di
malam hari, sampai matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim).

Betapa banyak orang yang bertaubat atas dosa-dosanya yang besar dan Allah menerima
taubat mereka. Allah Subhanhu Wa Ta'ala berfirman,

َ‫َللاِ َم َع يَدعُونَ َل َوالَّذِين‬


َّ ‫س يَقتُلُونَ َو َل آ َخ َر إِ َل ًها‬ َ ‫َللاُ َح َّر َم الَّتِي النَّف‬ ِ ‫) ( أَثَا ًما يَلقَ ذَلِكَ يَفعَل َو َمن يَزنُونَ َو َل بِال َح‬
َّ ‫ق ِإ َّل‬
‫ضا َعف‬ َ ُ‫َاب َمن إِ َّل ) ( ُم َهانًا فِي ِه َويَخلُد ال ِقيَا َم ِة يَو َم العَذَابُ لَهُ ي‬ َ َ‫َللاُ يُبَ ِد ُل فَأُولَئِك‬
َ ‫صا ِل ًحا َع َم ًال َو َع ِم َل َوآ َمنَ ت‬ َّ ‫َسيِئ َاتِ ِهم‬
‫سنَات‬ َ ‫َللاُ َو َكانَ َح‬ ً ُ‫َر ِحي ًما َغف‬
َّ ‫ورا‬

“Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesembahan lainnya dan tidak
membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina
dan barangsiapa yang melakukan demikian itu niscaya dia mendapat hukuman yang berat.
(Yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam
adzab itu dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan
mengerjakan kebajikan maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha
Pengampun , Maha Penyayang.”(QS. Al-Furqan : 68-70)

Taubat yang nasuhah (serius) tidak terlepas dari 5 syarat:

Pertama, Ikhlas karena Allah Subhanhu Wa Ta'ala yaitu berniat semata-mata mengharap
wajah Allah, pahala atas taubatnya serta berharap selamat dari siksaan-Nya.

Kedua, menyesali kemaksiatan yang ia lakukan, merasa sedih dan berjanji untuk tidak
mengulanginya.

Ketiga, menjauhkan diri dari perbuatan maksiat sesegera mungkin. Jika perbutan tersebut
melanggar hak-hak Allah maka segera tinggalkan. Karena perbuatan tersebut haram
dilakukan sehingga wajib ditinggalkan. Adapun jika berkaitan dengan hak-hak makhluk
maka bergegaslah meminta maaf baik dengan mengembalikan haknya atau meminta
kelapangan hatinya agar mau memaafkan.

Keempat, bertekad untuk tidak mengulangi kemaksiatan tersebut di waktu-waktu mendatang.

Kelima, hendaknya taubat dilakukan sebelum ditutupnya pintu taubat, yaitu sebelum ajal
menjemput dan sebelum terbitnya matahari dari arah barat. Allah Subhanhu Wa Ta'ala
berfirman,

‫ت‬ َ ‫ت يَع َملُونَ ِللَّذِينَ التَّوبَةُ َولَي‬


ِ ‫س‬ ِ ‫سيِئ َا‬ َ ‫اْلنَ تُبتُ إِنِي قَا َل ال َموتُ أ َ َحدَهُ ُم َح‬
َّ ‫ض َر إِذَا َحتَّى ال‬

“Dan Taubat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang berbuat kejahatan hingga apabila
datang ajal kepada seorang diantara mereka barulah dia mengatakan, ‘Saya benar-benar
taubat sekarang.’” (QS. An-Nisa : 18)

Sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,

“Barangsiapa yang taubat sebelum terbitnya matahari dari arah barat maka Allah terima
taubatnya.” (HR Muslim)

Ya Allah berilah kami taufik agar senantisa bertaubat dengan sungguh-sungguh dan terimalah
amalan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha mengetahui.

Lalu bagaimanakah agar taubat seorang hamba itu diterima?

Syarat Taubat Diterima

Agar taubat seseorang itu diterima, maka dia harus memenuhi tiga hal yaitu:

Menyesal,

Berhenti dari dosa, dan

Bertekad untuk tidak mengulanginya.


Taubat tidaklah ada tanpa didahului oleh penyesalan terhadap dosa yang dikerjakan. Barang
siapa yang tidak menyesal maka menunjukkan bahwa ia senang dengan perbuatan tersebut
dan menjadi indikasi bahwa ia akan terus menerus melakukannya. Akankah kita percaya
bahwa seseorang itu bertaubat sementara dia dengan ridho masih terus melakukan perbuatan
dosa tersebut? Hendaklah ia membangun tekad yang kuat di atas keikhlasan, kesungguhan
niat serta tidak main-main. Bahkan ada sebagian ulama yang menambahkan syarat yang
keempat, yaitu tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut. sehingga kapan saja seseorang
mengulangi perbuatan dosanya, jelaslah bahwa taubatnya tidak benar. Akan tetapi sebagian
besar para ulama tidak mensyaratkan hal ini.

Tunaikan Hak Anak Adam yang Terzholimi

Jika dosa tersebut berkaitan dengan hak anak Adam, maka ada satu hal lagi yang harus ia
lakukan, yakni dia harus meminta maaf kepada saudaranya yang bersangkutan, seperti minta
diikhlaskan, mengembalikan atau mengganti suatu barang yang telah dia rusakkan atau curi
dan sebagainya.

Namun apabila dosa tersebut berkaitan dengan ghibah (menggunjing), qodzaf (menuduh telah
berzina) atau yang semisalnya, yang apabila saudara kita tadi belum mengetahuinya (bahwa
dia telah dighibah atau dituduh), maka cukuplah bagi orang telah melakukannya tersebut
untuk bertaubat kepada Allah, mengungkapkan kebaikan-kebaikan saudaranya tadi serta
senantiasa mendoakan kebaikan dan memintakan ampun untuk mereka. Sebab dikhawatirkan
apabila orang tersebut diharuskan untuk berterus terang kepada saudaranya yang telah ia
ghibah atau tuduh justru dapat menimbulkan peselisihan dan perpecahan diantara keduanya.

Nikmat Dibukanya Pintu Taubat

Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Allah bukakan pintu taubat
baginya. Sehingga ia benar-benar menyesali kesalahannya, merasa hina dan rendah serta
sangat membutuhkan ampunan Alloh. Dan keburukan yang pernah ia lakukan itu merupakan
sebab dari rahmat Allah baginya. Sampai-sampai setan akan berkata,

“Duhai, seandainya aku dahulu membiarkannya. Andai dulu aku tidak menjerumuskannya
kedalam dosa sampai ia bertaubat dan mendapatkan rahmat Allah.” Diriwayatkan bahwa
seorang salaf berkata, “Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbuat suatu dosa, tetapi dosa
tersebut menyebabkannya masuk surga.” Orang-orang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa
terjadi?” Dia menjawab, “Dia berbuat suatu dosa, lalu dosa itu senantiasa terpampang di
hadapannya. Dia khawatir, takut, menangis, menyesal dan merasa malu kepada Rabbnya,
menundukkan kepala di hadapan-Nya dengan hati yang khusyu’. Maka dosa tersebut menjadi
sebab kebahagiaan dan keberuntungan orang itu, sehingga dosa tersebut lebih bermanfaat
baginya daripada ketaatan yang banyak.”

BAB XII

TAKWA

Pengertian dan makna takwa yaitu berasal dari kata "Takwa" adalah mengambil tindakan
penjagaan dan juga memelihara diri dari sesuatu yang mengganggu dan juga
keburukan.Pengertian takwa menurut syara' "Takwa" itu berarti menjaga dan memelihara
diri dari siksa dan murka Allah dengan jalan melaksanakan perintah-perintah-Nya serta
menjauhi semua larangan-larangan-Nya, menjauhi semua kemaksiatan dan taat kepada Allah
SWT.

Sebagaimana dengan firman Allah berkenaan dengan takwa tersebut di atas yaitu : Artinya
"Sesungguhnya orang-orang yang paling mulia di antara kamu sekalian di sisi Allah adalah
orang yang paling bertakwa".

Rasulullah saw. pernah ditanya oleh seseorang : "Wahai Rasulullah saw. siapakah keluarga
Muhammad itu?.

Rasulullah saw, menjawabnya : "Orang yang bertakwa kepada Allah SWT. dan takwa itu
merupakan suatu kumpulan perbuatan baik, sedangkan esensinya adalah selalu taat kepada
Allah SWT. supaya sadar dan terhindar dari siksa-Nya.

Hal semacam itu supaya ditaati bukan untuk diingkari, agar diingat tidak untuk dilupakan,
serta supaya disyukuri bukan untuk dikufuri".

Takwa itu adalah membentengi diri dari siksa Allah SWT. dengan jalan taat kepada-Nya,
(menurut pendapatdari para ahli Tashawwuf), sedangkan menurut pendapat dari Fuqaha (ahli
fiqih) Takwa itu berarti bahwa menjaga diri dari segala sesuatu yang dapat melibatkan diri
kepada perbuatan dosa.

Adapun pendapat dari Abdullah Ibnu Abbas ra. menerangkan bahwa orang yang bertakwa itu
ialah :
 Orang yang selalu berhati-hati dalam ucapan dan perbuatannya agar tidak
mendapatkan suatu murka dan siksa Allah juga meninggalkan dorongan hawa nafsu.
 Orang yang selalu mengharapkan suatu rahmat dari Allah dengan jalan meyakini dan
juga melaksanakan semua ajaran yang telah diturunkan Allah.
Takwa itu merupakan satu modal dari persiapan sedangkan sabar itu adalah merupakan
satu dari amal perbuatan baik, dan tidak ada satupun argumentasi yang benar kecuali
Rasulullah saw, sebab itu tidak ada seorang pun yang dapat menolong kecuali Allah SWT.
(menurut pendapat dari Sahal bin Abdullah).

Agar supaya manusia itu bertakwa maka akhirat diciptakan sedangkan supaya manusia itu
menerima cobaan maka diciptakan dunia, itulah pendapat dari Al-Kattani. Seseorang dapatlah
dikatakan sempurna takwanya jika orang tersebut dapat menjaga diri dari segala perbuatan
dosa meskipun seberat biji sawi atau sekecil atom sekalipun, dan meninggalkan sesuatu yang
tidak halal sebab takut akan tergelincir kepada hal-hal yang dimurkai allah dan dosa, maka
dengan demikian akan terbentuk suatu benteng pengingat kokoh sekali di antara dirinya
dengan sesuatu yang berakibat dosa dan perbuatan yang dimurkai oleh Allah SWT.,
itulahpengertian takwa menurut pendapat dari Abu Darda.

Menurut pendapat Musa bin A'yun menerangkan bahwa bertakwa berarti membersihkan
diri dari bermacam-macam subhat, sebab takut akan jatuh ke dalam hal yang sama
sehingga dari beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai ciri-
ciri dari orang yang bertakwa antara lain adalah : kecuali tuntunan Allah, maka segala sesuatu
haruslah ditinggalkan. Segala sesuatu yang dapat menjauhkan diri dariAllah SWT., maka
haruslah ditinggalkan.

Menentang hawa nafsu serta meninggalkan segala hasrat jiwa.

Melaksanakan serta memelihara tata cara kehidupan menurut syariat Islam di dalam segala
ucapan juga perbuatan haruslah mengikuti dan mencontoh tuntunan dari Rasulullah saw.

Ada beberapa arti mengenai kata "Takwa" yang telah dijelaskan oleh Al-Qur'an, di antaranya
adalah sebagai berikut :

Sebagaimana di dalam firman Allah SWT. arti takwa mempunyai arti "Taubat", yakni di
dalam surat Al Hujarah ayat 41 artinya adalah :

"Dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa". Takwa mempunyai makna "Ketaatan dan
ibadah", sesuai dengan firman Allah SWT. yang artinya adalah sebagai berikut: "Hai orang-
orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". (QS. 3 : 102).

Takwa berarti "Bersih hati dari dosa", firman Allah SWT.: "Dan barangsiapa yang taat
kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka
itu adalah orang-orang yang telah mendapatkan kemenangan". (QS. An-Nur : 52).

Dari ketiga dalil tersebut di atas maka yang dimaksudkan oleh tokoh-tokoh Shufi adalah yang
terakhir, sehingga mereka mengambil sebuah kesimpulan bahwa Takwa itu adalah
terpeliharanya hati dari berbagai dosa, yang memungkinkan akan terjadi karena adanya
keinginan yang kuat untuk meninggalkannya, maka dengan demikian manusia akan
terpelihara dari segala kejahatan.

Kecuali hanya kepada Allah SWT., maka kepada segala apapun, seorang hamba tidak akan
takut, itulah yang dimaksud dengan takwa menurut Nashr Abadzi. Di samping itu juga Nashr
menerangkan satu hal lagi yaitu : "Barangsiapa yang selalu bertakwa, maka ia akan merasa
keberatan sekali untuk meninggalkanakhirat" sebagaimana firman Allah sebagai berikut:

Artinya : "Desa akhirat itu lebih baik bagi orang-orang bertakwa, apakah kalian semua tidak
berpikir". (QS. Al-An'am: 32).

"Barangsiapa yang selalu menginginkan agar takwanya benar, maka dia harus meninggalkan
semua perbuatan dosa". (Menurut pendapat Sahal).

Allah akan memudahkan hatinya untuk berpaling dari kemewahan dunia, barangsiapa yang
mampu untuk merealisasikan takwa, menurut sebagian dari para Ulama'.

Takwa menurut Abu Bakar Muhammad Ar-Rudzabari adalah meninggalkan segala sesuatu
yang dapat menjauhkan! diri dari Allah SWT., sedangkan menurut dari Dzun Nun yang
dimaksud dengan takwa ialah: orang yang tidak mengotori jiwa secara lahir dengan suatu hal-
hal yang bertentangan dan tidak mengotori jiwa batin dengan interaksi sosial di dalam
kondisi demikian, seseorang itu akan selalu kontak dengan Allah SWT. dan dapat
berkomunikasi dengan Allah.

Takwa itu terbagi menjadi dua bagian, menurut pendapat ini Ilmu Atha' yakni : Takwa lahir
adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Takwa lahir batin adalah
niat dan ikhlas. sehingga di dalam hal seperti ini Dzun Nun Al-Misri mengedapankan
pendapatnya dalam bentuk syair ada kehidupan yang sejati kecuali dengan kekuatan hati
mereka yang selalu merindukan takwa dan menyukai dzikir ketenangan telah merasuk ke
dalam jiwa yakin dan baik sebagaimana bayi yang masih menetek lelah merasuk ke dalam
pangkuan.

Bertakwa itu dapat dijadikan standar apabila telah memenuhi dalam tiga hal, menurut
pendapat seorang laki-laki, antara lain: Niat yang baik dalam hal yang tidak mungkin
diperolehnya, Ridha yang baik dalam hati yang telah diperoleh, Sabar dalam hal yang "baik
dalam hal yang telah lewat. .

Menurut satu pendapat yang lain bahwa takwa itu dapat dibagi menjadi beberapa bentuk ialah
:
 Takwa orang awam karena menghindarkan diri dari syirik.
 Takwa orang yang istimewa karena menghindarkan diri dari perilaku maksiat.
 Takwa para wali karena menghindarkan diri dari perbuatan jelek.
 Takwa para Nabi karena menghubungkan diri dengan berbagai aktivitas yang di
dalamnya terkandung takwa.
Telah dituturkan oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. bahwa sebaik-baik orang di
dunia ini adalah orang yang dermawan dan juga sebaik-baik orang di akhirat nanti adalah
orang yang takwa.

Adapun dalil-dalil yang menerangkan dan juga memperjelas mengenai Takwa itu adalah
antara lainberdasarkan pada firman-firman Allah SWT. dan juga hadits-hadits Nabi. .

Terdapat di dalam surat Ali-Imran ayat 102, artinya: "Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah SWT. dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". .

Di dalam surat Al-A'raf ayat 35, artinya adalah : "Barang- siapa yang bertakwa dan berlaku
baik, tidak akan ada rasa khawatir pada diri mereka dan mereka tidak akan berduka cita". .

Terdapat di dalam surat Al-Baqarah ayat 103, artinya: "Sekiranya mereka beriman dan
bertakwa, tentu akan mendapatkan pahala yang lebih baik di sisi Allah, sekiranya mereka
mengetahui". .

Di dalam surat An-Nahl ayat 128, yang artinya adalah : "Sesungguhnya Allah menyertai
orang-orang yang takwa dan orang-orang yang berbuat kebajikan". .

Terdapat pada surat Al-Maidah ayat 96, artinya "Takwalah kamu kepada Allah SWT. yang
kepada-Nya nanti kamu akan dikumpulkan". .

Surat Al-Ahzab, ayat 70 - 71, artinya adalah : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah menghendaki
bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.

Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul- Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat
kemenangan yang besar".
Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, adalah: "Aku berpesan kepadamu dengan takwa
kepada Allah dalam segala urusanmu baik yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan".

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad juga, artinya : "Aku berpesan kepadamu
untuk takwa kepada Allah, karena takwa itu pokok pangkal segala sesuatu". Hadits riwayat
Tirmidzi, artinya adalah : "Takwalah kepada Allah di dalam segala sesuatu yang kamu
ketahui",

Di dalam hadits yang telah diriwayatkan oleh Muslim, yakni artinya adalah : "Ya Allah!.
Sesungguhnya aku mohon kepada-Mu bimbingan, takwa, perlindungan, dari perbuatan
haram, dan kecukupan". hadits yang telah diriwayatkan oleh Thabrani, artinya : "Wajib atas
kamu takwa kepada Allah, sesungguhnya takwa itu mengumpulkan setiap kebaikan dan wajib
atasmu berjihad di jalan Allah, karena sesungguhnya jihad ke jalan Allah kependetaan dalam
Islam. Wajib atas kamu ingat kepada Allah dan membaca kitab-Nya, maka sesungguhnya Dia
itu cahaya bagimu di bumi dan ingatan untuk kamu di langit. Dan sembunyikanlah lidahmu
kecuali dalam kebaikan, karena sesungguhnya dengan demikian itulah kamu mengalahkan
setan". hadits riwayat Ahmad yang artinya adalah sebagai berikut: "Sesungguhnya orang
yang paling utama kepada-Ku adalah orang-orang yang takwa, siapa pun mereka, dan di
mana pun mereka berada".

Demikianlah dalil-dalil yang menerangkan atau memperjelas sebagai bukti takwa, untuk
dijadikan sebagai bahan rujukan agar kita dapat memelihara iman kita kepada Allah, juga
agar tetap takwa kepada Allah SWT. karena hanya kepada-Nyalah kita akan kembali juga
hanya kepada Allah jualah tempat segala-galanya.

BAB XIII
AKHLAK
Akhlaq berasal dari bahasa arab, yaitu jama’ dari kata “khuluq” ( ‫ ) خلوق‬secara bahasa kata ini
memiliki arti perangai atau yang mencakup diantaranya: sikap, prilaku, sopan, tabi’at, etika,
karakter, kepribadian, moral dll. timbang”. Sedangkan menurut Mukhtar Ash Shihah akhlak
adalah berarti watak. Sedangkan menurut Al Firuzabadi akhlak adalah watak, tabi’at,
keberanian, dan agama.[1]
Kemudian, dalam Bashaa-ir Dzawi Al Tamyiz fi Lathaa- if Al Kitab Al Aziz Baashiroh fi
Akhlak adalah pikiran yang lurus. Kata al-khuluqu digunakan pula dalam menciptakan
sesuatu yang tanpa perrmulaan dan tanpa meniru.

Pada dasarnya al khulqu dan al kholqu sama hanya saja al kholqu itu khusus tertuju pada
tingkah – tingkah atau keadaan dan bentuk – bentuk yang bisa dilihat dengan mata,
sedangkan khulqukhusus pada kekuatan dan tabi’at yang ditembus dengan hati. Ibnu Abbas
r.a berkata “maksudnya benar – benar berragama yang agung, agama yang paling kucinta dan
tak ada agam yang Aku ridhoi selain selainna.agama itu adalah islam” kemudian, Alhasan
berkata, “maksudnya etika Al-Qur’an” kemudian Qotadah berrkata “maksudnya sesuatu yang
diperintahkan Allah dan yang dilarang-Nya”. Adapun maknanya adalah “sesungguhnya kamu
benar – benar berakhlak yang telah dipilih Allah untukmu dalam Al – Qur’an.[2] Dalam Ash-
Shohihainai dikatakan, bahwa Hisyam bin Hakim berrtanya kepada ‘Aisyah tentang akhlak
Rosulullah, kemudian ‘Aisyah menjawab, “akhlak beliau adalah akhlak Al-Qur’an”.

Menurut pendapat saya jika dilihat dari berbagai uraian diatas dapat diambil kesimpulan
akhlak menurut bahasa adalah Tabi’at atau tingkah laku, dan akhlak yang baik adalah tingkah
laku yang sesuai dengan Al-Qur’an

Akhlak Menurut Terminologi

Prof.Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan kehendak. Ini berarti
bahwa kehendak itu bila dibiasakan akan sesuatu maka kebiasaannya itu di sebut akhlak.
Contohnya bila kehendak itu dibiasakan member, maka kebiasaan itu ialah akhlak
dermawan[3]. Sedangkan menurut syekh Muhammad Nawawi Al Jawiyydalam kitabnya
“Murooqiyul ‘Ubudiyah” Akhlak adalah ‫و فكر غير من افعالها الي لها داعية للنفس حال اخالق‬
‫“ لرواية‬akhlak adalah kedaan didalam jiwa yang mendorong prilaku yang tidak terpikir dan
tidak ditimbang”[4]. Dalam buku lain dijeaskan bahwasanya akhlak menurut terminologi
akhlak adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh para ulama:” Gambaran batin seseorang
“. Karena pada dasarnya manusia itu mempunyai dua gambaran :

Gambaran zhahir (luar): Yaitu bentuk penciptaan yang telah Allah jadikan padanya sebuah
tubuh. Dan gambaran zhahir tersebut di antaranya ada yang indah dan bagus, ada yang jelek
dan buruk, dan ada pula yang berada pada pertengahan di antara keduanya atau biasa-biasa
saja.

Gambaran batin (dalam): Yaitu suatu keadaan yang melekat kokoh dalam jiwa, yang keluar
darinya perbuatan- perbuatan, baik yang terpuji maupun yang buruk (yang dapat dilakukan)
tanpa berfikir atau kerja otak.[5]

Menurrut Imam Maskawaih akhlak adalah suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong
seseorang melakukan tindakan – tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan
pertimbangan. Keadaan ini terbagi menjadi dua: ada yang berasal dari tabi’at aslinya, dan ada
pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang – ulang. Boleh jadi pada mulanya tindakan
– tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemidian dilakukan terum – menerus maka
jadilah suatu bakat dan akhlak.[6]
Kemudian Al – Ghozali mendifinisikan akhlak sebagai suatu ungkapan tentang keadaan pada
jiwa bagian dalam yang melahirkan macam – macam tindakan dengan mudah, tanpa
memerlukan pikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. Dari dua devinisi diatas, kita dapat
memahami beberapa hal, diantaranya:

Akhlak itu suatu keadaan bagi diri, maksudnya ia merupakan suatu sifat yang dimiliki aspek
jiwa manusia, sebagaimana tindakan merupakan suatu sifat bagi aspek tubuh manusia

Sifat kejiwaan mesti menjadi bagian terdalam, maksudnya keberadaan sifat itu tida terlihat. Ia
diwujudkan pad orangnya sebagai kebiasaan yang terus – meenerus selama ada kesempatan.
Oleh karena itu, orang kikir yang hanya bersedekah sekali selama hidupnya belum disebut
pemurah.

Sifat kewajiban yang merupakan bagian terdalam itu melahirkan tindakan – tindakan dengan
mudah. Maksudnya, tindakan itu tidak sulit dilakukan. Oleh karena itu, orang jahat yang
bersikap malu, tidak disebut pemalu.

Munculnya tindakan – tindakan dari keadaan jiwa atau bakat kejiwaan itu tanpa dipikir atau
dipertimbangkan lebih dahulu. Maksudnya, tanpa ragu – ragu dan tanpa memilih waktu yang
cocok. Akhlak itu sudah menjadi adat dan kebiasaan maka tindakan itu lakukan tanpa
berpikir, meskipun pemikirannya aktif dalam mempertimbangkan dari berbagai segi. Orang
dermawan misalnya, ia tidak ragu – ragu untuk memberi dan berkorban, tetapi ia hanya
mempertimbangkan dari segi kebaikan, jenis kebaikan itu atau sifat pribadi yang suka
memberi. Jadi pemikirannya itu hanya diarahkan pada segi kebaikan dan aspek – aspeknya
saja.

Dari akhlak itu ada yang bersifat dan tabi’at dan alami. Maksudnya, bersifat fitroh sebagai
pembawaan sejak lahir, misalnya sabar, inta, dan malu

Dari akhlak juga ada hasil yang diupayakan, yakni lahir dari kebiasaan, latihan dan
lingkungan, misalnya takut dan berani.

Kata akhlak dipakai untuk perbuatan terpuji dan perbuatan tercela. Oleh karena itu, akhlak
memerlukan batasan, agar dikatan akhlak terpuji dan akhlak tercela

Akhlak yang didahului tindakan – tindakan kejiwaan, ia menjadi langkah terakhir dari
tindakan – tindakan itu.

Yang pertama kali datang pada hati manusia adalah ide yakni perkataan diri. Setelah itu, diri
manusia berbicara kepada hati tentang berbagi hal, maka hati itu cenderung pada salah satu
hal tersebut.

Kecendrungan adalah tujuannya seseorang pada salah satu ide yang tergambar dalam hati dan
ingin mencapai tujuan dan ide tersebut. Jikia salah kecendrungan mengalahkan kecendrungan
– kecendrungan yang lainnya, kecendrungan itu menjadi harapan.

Harapan adalah menangnya salah satu kecendrungan atas semua kecendrngan atas semua
kecendrungan dalam hati seseorang. Jika orang itu memikirkan dan mempertimbangkan
harapan ini secara matang, lalu membulatkan tekad kepadanya, harapan ini menjadi suatu
keinginan.

Keinginan adalah sifat diri yang telah membulatkan tekad terhdap salah satu harapan diatas
untuk dapat dibuktikan. Jika keinginan itu terus – menerus dan berulang – ulang maka jadilah
suatu adat dan kebiasaan.[7]

Dasar – Dasar Ilmu Akhlak

Menolong orang lain, suka memberi, adil, dermawan, mengapa beberapa perbauatan tersebut
dinilai sebagai kebaikan? Dan mengapa juga kebohongaan, kezaliman, kekerasan dinilai
sebagai keburukan? Untuk menjawab pertanyaan yang muncul tersebut harus dijawab dengan
argumen yang kuat dan mempunyai dasar.

Perbuatan-perbuatan yang mempunyai nilai baik dan buruk, mempunyai dasar-dasar yang
jelas. Pada pembahasan sebelumnya sudah disebutkan bahwa ada ilmu yang membahas dan
meberikan klarifikasi pada persoalan baik dan buruk, itulah Ilmu Akhlak. Tentunya ilmu
tersebut mempunyai dasar. Adapun dasar-dasar Ilmu Akhlak adalah sebagai berikut:

Al-Qur’an[8]

Al-Qur’an sebagai dasar (rujukan) Ilmu Akhlak yang pertama, hal ini dinilai karena
keontetikannya yang lebih tinggi, dibandingkan dengan dasar-dasar yang lain. Mengingat al-
Qur’an merupakan firman Tuhan, sehingga tidak ada keraguan baginya untuk dijadikan
sebagai dasar atau asas. Walau nantinya ada beberapa perangkat yang diperlukan untuk
mendukungnya. Dan tidak akan dibahas di sini, karena ada ilmu khsusus yang membahasnya.

Nilai-nilai yang ditawarkan oleh al-Qur’an sendiri sifatnya komprehensif. Perbuatan baik dan
buruk sudah dijelaskan di dalamnya. Hanya saja, ada yang perlu diperhatikan. Mengingat ada
banyak ayat-ayat al-Qur’an yang membutuhkan penafsiran. Sehingga untuk mememudahkan,
orang-orang akan merujuk kepada al-Hadits ( sebagai Asbabun Nuzul suatu ayat) dan al-
Aqlu (penalaran akal). Sejauh manakah campur tangan kedua dasar tersebut pada persoalan
Ilmu Akhlak. Pastinya al-Hadits dan al-Aqlu tidak akan merubah pesan yang ingin
disimpaikan oleh al-Qur’an.

Al-Hadits

Asbabul Wurud suatu hadits berbeda-beda. Ada hadits yang dikeluarkan oleh Nabi karena
seorang sahabat bertanya kepadanya, karena Nabi menegur seorang sahabat, karena
peringatan dan penjelasan Nabi terhadap al-Qur’an.

Dalam riwayat Aisyah pernah ditanya oleh seseorang tentang akhlak Nabi. Aisyah menjawab
akhlak Nabi adalah al-Qur’an.[9] Dengan demikian, Nabi merupakan interpretasi yang hidup
terhadap al-Qur’an. Karena segala ucapan (Qauliyah), perbuatan (Fi’liyah), dan penetapan
(Taqririyah) merupakan sebuah wahyu dari Allah, dan apa-apa yang datang dari Nabi
senantiasa terjaga.[10] Dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an dan al-Hadits berasal dari sumber
yang sama, yaitu Allah SWT.

Di dalam al-Qur’an terlah dijelaskan bahwa Nabi itu peribadi yang agung.[11] Karena
memang pada dirinya terdapat sebuah suri tauladan yang baik[12]. Keistimewaan tersebut,
tidak hanya diakui oleh umat Islam saja, akan tetapi non-muslimpun mengakui hal tersebut.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Machael H. Hart tentang 100 tokoh yang paling
berpengaruh dalam sejarah, dia menyatakan bahwa Nabi Muhammad menduduki posisi
pertama. [13]Jelaslah bahwa tidak ada kecacatan dalam peribadi Nabi, karena memang tugas
diutusnya beliau adalah untuk menyempurnakan akhlak.[14]

Al-Aqlu (Akal)

Salah satu angerah Tuhan kepada manusia yang menjadi esensi dari dirinya adalah akal.
Dengannya manusia dapat berfikir secara rasional, membedakan antara yang hak dengan
yang bathil.

Jika manusia dimuliakan oleh Allah karena mempergunakan akalnya dengan baik, maka
Allah akan memberikan ganjaran atas perebuatan baik yang telah dilakukan. Kedudukan
manusia di mata Allah akan melebihi Malaikat apabilah mereka dapat menggunakan potensi
yang telah diberikan dengan baik. Dan begitu pun sebaliknya, orang yang tidak menggunakan
potensinya dengan baik, maka derajatnya lebih rendah dibandingkan dengan binatang.[15]

Mereka yang dapat selamat dari kesesatan adalah orang-orang yang senantiasa
mempergunakan akalnya dengan baik. Kita lihat orang-orang yang tercerahkan sebelum
datangnya al-Qur’an, apa yang mereka jadikan dasar, tidak lain adalah akal mereka.
Apakah Phytagoras, Anaximenes, Aristoteles, Plato, Socrates, Plotinus, dan beberapa
filsuf lainnya berpegang teguh dan senantiasa mengamalkan al-Qur’an, tentu tidak, Islam
saja belum ada di zaman mereka. Tapi mereka terkenal sebagai orang-orang yang bijak.[16]

Tujuan Kajian Ilmu Akhlak

Setelah mengetahui defenisi dan dasar Ilmu Akhlak, maka akan dibahas tujuan dari pada Ilmu
Akhlak ini sendiri, guna memberikan kejelasan lanjutan. Dalam hal ini, ada dua tujuan utama
Ilmu Akhlak, yaitu:

Tujuan IIlmu Akhlak adalah untuk menyempurnakan prilaku manusia dengan menyodorkan
kebaikan,[17]

Dalam pembahasan Ilmu Akhlak dipaparkan tentang hal-hal yang baik dan buruk, guna
memahamkan kita dalam bertingkah laku agar tidak salah mengambil langkah yang akan
merugikan diri sendiri, maupun orang lain dalam lingkungan bermasyarakat.

Pada dasarnya ada dua persoalan yang dibicarakan, yaitu pemaparan tentang kebaikan dan
keburukan. Namun terdapat perbedaan, mepelajari kebaikan untuk mengerjakannya namun
mempelajari keburukan untuk meninggalkannya, serta memberikan kecenderungan untuk
berperilaku baik.
Tujuan Ilmu Akhlak adalah untuk mencapai tujuan hidup yang ideal.

Setelah kita memahami tentang apa saja yang baik dan yang buruk, maka secara naluri kita
akan berusaha untuk meninggalkan keburukan dan berusaha menuju kepada kebaikan.
Karena apa yang ditawarkan oleh Ilmu Akhlak adalah sebuah peta perjalanan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari kita.

Mungkin ada sebuah jalan yang bisa ditempuh dan mengantarkan kita kepada tujuan akhir
kita, yaitu untuk mencapai kebahagian.[18]Namun tidak ideal untuk dijadikan sebagai
petunjuk dan pedoman. Dengan adanya Ilmu Akhlak maka jalan yang seharusnya ditempuh
dengan begitu rumit dan menjelemet, akan terasa nyaman dan penuh dengan kedamaian,
karena konsep ideal dari Ilmu Akhlak.

Ruang Lingkup Ilmu Akhlak

Ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan-pebuatan manusia, kemudian


menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan
yang buruk. Ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang. Akhlak sebagai suatu disiplin ilmu agama sudah sejajar
dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti tafsir, tauhid, fiqh, sejarah islam, dll. Pokok-
pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia.
Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam
hubungan ini Ahmad Amin mengatakansebagaiberikut : Bahwa objek ilmu akhlak adalah
membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau
buruk.

Kemudian menurut Muhammad Al-Ghazali akhlak menurutnya bahwa kawasan pembahsaan


ilmu akhlak adalah seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebgai individu maupun
kelompok. Dalam masyarakat Barat kata akhlak sering diidentikkan dengan etika, walaupun
pengidentikkannya ini tidak sepenuhnya tepat. Mereka yang mengidentikkan antar a\akhlak
dengan etika mengatakan bahwa etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat
manusia. Namun perlu ditegaskan kembali bahwa yang dijadikan objek kajian Ilmu Akhlak
disini adalah perbuatan akhlak yang memiliki ciri-ciri dilakukan atas kehendak dan kemauan,
sebenarnya mendarah daging dan telah dilakukan secara kontinyu atau terus-menerus dalam
kehidupannya.[19]

Imam Al-Ghazali membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam, yaitu:

Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya,


sehingga pelakunya disebut al-jahil ( ‫) الخاهل‬.

Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa meninggalkannya karena


nafsunya sudah menguasai dirinya, sehingga pelakunya disebut al-jahil al-dhollu (‫الجاهل‬
‫) الضال‬.
Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik baginya sudah
kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggapnya baik. Maka pelakunya disebut al-jahil
al-dhollu al-fasiq ( ‫) الفاسق الضال الجاهل‬.

Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada umumnya, sedangkan
tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya kekhawatiran akan
menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang melakukannya disebut al-jahil
al-dhollu al-fasiq al-syarir ( ‫) الشرير الفاسق الضال الجاهل‬.

Menurut Imam Al-Ghazali, tingkatan keburukan akhlak yang pertama, kedua dan ketiga
masih bisa dididik dengan baik, sedangkan tingkatan keempat sama sekali tidak bisa
dipulihkan kembali. Karena itu, agama Islam membolehkannya untuk memberikan hukuman
mati bagi pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat umum. Sebab kalau dibiarkan hidup,
besar kemungkinannya akan melakukan lagi hal-hal yang mengorbankan orang banyak.

Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu – Ilmu Lainnya

1. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf

Antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang berdekatan. Akhlak
dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan
tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak
menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan
akhlak. Pengertian Ilmu Tasawuf adalah Ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-hal yang
terkait dengan kebaikan dan keburukan jiwa.

Para ahli ilmu tasawuf membagi tasawuf menjadi tiga bagian, yaitu tasawuf falsafi,
tasawuf akhlaki dan tasawuf amali. Ketiga macam ini mempunyai tujuan sama yaitu untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela
dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan demikian dalam proses pencapaian
tujuan bertasawuf seseorang harus terlebih dahulu berakhlak mulia .

2. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid

Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid merupakan hubungan yang bersifat
berdekatan, sebelum membahas lebih jauh apa hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu
Tauhid terlebih dahulu kita mengingat kembali apa pengertian Ilmu Akhlak dan Ilmu Tauhid.

Menurut Ibn Maskawih Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
macam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sedangkan Ilmu Tauhid adalah Ilmu yang membahas tentang cara-cara mengEsakan Tuhan
sebagai salah satu sifat yang terpenting diantar sifat Tuhan lainnya. Ilmu Tauhid dengan
segala nama lainnya (Ushul al-Din, al-‘Aqaid), ilmu ini sangatlah penting yang tidak boleh
dibuka atau dilepaskan begitu saja karena bahayanya sangat besar bagi kehidupan manusia.
Selain itu ilmu Tauhid juga disebut ilmu kalam. Dalam ilmu ini menimbulkan
pertentangan yang cukup keras dalam umat Islam. Sebagian berpendapat kalam Tuhan itu
adalah makhluk, sebagian berpendapat kalam Tuhan adalah qadim .

Hubungan Ilmu antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid dapat dilihat melalui beberapa
analisis

dilihat dari segi obyek pembahasannya, Ilmu Tauhid sebagaimana diuraikan di atas
membahas masalah Tuhan baik dari segi Dzat, sifat, dan perbuatan-Nya. Kepercayaan yang
mantap kepada Tuhan yang demikian itu, akan menjadi landasan sehingga perbuatan yang
dilakukan manusia semata-mata karena Allah SWT. Dengan demikian Ilmu Tauhid akan
mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas dan keikhlasan ini merupakan salah satu
akhlak yang mulia.

dilihat dari segi fungsinya, Ilmu Tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak
hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang
terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subyek yang
terdapat dalam rukun iman itu. Misalnya jika seseorang beriman kepada malaikat, maka yang
dimaksudkan antara lain adalah agar manusia meniru sifat-sifat yang terdapat pada malaikat,
seperti sifat jujur, amanah, tidak pernah durhaka dan patuh melaksanakan segala yang
diperintahkan Tuhan, percaya kepada malaikat juga dimaksudkan agar manusia merasa
diperhatikan dan diawasi oleh para malaikat, sehingga ia tidak berani melanggar larangan
Tuhan.

Dengan cara demikian percaya kepada malaikat akan membawa kepada perbaikan akhlak
yang mulia. Dari uraian yang agak panjang lebar ini dapat dilihat dengan jelas adanya
hubungan yang erat antara keimanan yang dibahas dalam Ilmu Tauhid dengan perbuatan baik
yang dibahas dalam Ilmu Akhlak. Ilmu Tauhid tampil dalam memberikan bahasan terhadap
Ilmu Akhlak, dan Ilmu Akhlak tampil memberikan penjabaran dan pengamalan dari Ilmu
Tauhid. Tauhid tanpa akhlak yang mulia tidak akan ada artinya dan akhlak yang mulia tanpa
Tauhid tidak akan kokoh. Selain itu Tauhid memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak
memberi isi terhadap arahan tersebut. Disinilah letaknya hubungan yang erat dan dekat antara
Tauhid dan Akhlak .

3. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa

Ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan proses mental yang
terjadi pada manusia. Dengan kata lain, ilmu ini meneliti tentang peranan yang dimainkan
dalam perilaku manusia. Psikologi meneliti tentang suara hati (dhamir), kemauan (iradah),
daya ingat, hafalan, prasangka (waham), dan kecenderungan-kecenderungan (awathif)
manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa yang menggerakkan perilaku manusia.
Prof. Ahmad Luthfi berpendapat, “ilmu akhlak tidak akan bisa dijabarkan dengan baik tanpa
dibantu oleh ilmu jiwa (psikologi)”. Itulah yang menyebabkan Imam Al-Ghozali sebelum
mengajar ilmu akhlak, beliau mengajarkan terlebih dahulu kepada muridnya mengenai ilmu
jiwa, dan itulah mengapa Imam Al Ghazali menyusun kitab Ma’arijul Qudsi Fi Madaariji
Ma’riftin Nafsi.

Ilmu jiwa mengarahkan pembahasan pada aspek batin yang di dalam Qur’an diungkapkan
dengan istilah insan. Dimana istilah ini berkaitan erat dengan kegiatan manusia yaitu kegiatan
belajar, tentang musuhnya, penggunaan waktunya, beban amanah yang dipikulkan,
konsekuensi usaha perbuatannya, keterkaitan dengan moral dan akhlak, kepemimpinannya,
ibadahnya dan kehidupannya di akhirat. Quraish Shihab mengemukakan bahwa secara nyata
terlihat dan sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik dan
sebaliknya.

Dalam diri manusia terdapat potensi rohaniah yang cenderung kepada kebaikan dan
keburukan. Potensi rohaniah secara lebih dalam dikaji dalam ilmu jiwa. Untuk
mengembangkan ilmu akhlak kita dapat memanfaatkan informasi yang diberikan oleh ilmu
jiwa.

4. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan

Ilmu pendidikan sebagai dijumpai dalam berbagai literatur banyak berbicara mengenai
berbagai aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini
antara lain dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan , materi pelajaran kurikulum, guru,
metode, sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses belajar mengajar dan lain
sebagainya. Ahmad D. Marimba misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung
implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepadanya. Sementara itu mohd. Athiyah al-
abrasyi, mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam , dan
Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah tujuan
sebenarnya dari pendidikan. Selanjutnya al attas mengatakan bawa tujuan pendidikan Islam
adalah manusia yang baik. Kemudian Abdul Fatah Jalal mengatakan bahwa pendidikan Islam
ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.

Jika rumusan dari keempat tujuan pendidikan adalah terbentuknya seorang hamba Allah yang
patuh dan tunduk melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya serta memiliki
sifat-sifat dan akhlak yang mulia. Rumusannya ini dengan jelas menggambarkan bahwa
antara pendidikan Islam dengan ilmu akhlak ternyata sangat berkaitan erat. Pendidikan Islam
merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak.
Bertolak dari rumusan tujuan pendidikan tersebut , maka seluruh aspek pendidikan lainnya,
yakni materi pelajaran, guru, metode, sarana dan sebagainya harus berdasarkan ajaran Islam.

5. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat

Sebagaimana Ilmu Tasawuf, Ilmu Filsafat juga mempunyai hubungan yang berdekatan
dengan Ilmu akhlak. Pengertian Ilmu Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha
menyelidiki segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran.
Filsafat memiliki bidang-bidang kajiannya mencakup berbagai disiplin ilmu antara lain:

Metafisika: penyelidikan di balik alam yang nyata

Kosmologo: penyelidikan tentang alam (filsafat alam)

Logika: pembahasan tentang cara berfikir cepat dan tepat

Etika: pembahasan tentang timgkah laku manusia

Theodica: pembahasan tentang ketuhanan

Antropologi pembahasan tentang manusia

Dengan demikian, jelaslah bahwa etik atau akhlak termasuk salah satu komponen dalam
filsafat. Banyak ilmu-ilmu yang pada mulanya merupakan bagian filsafat karena ilmu
tersebut kian meluas dan berkembang akhirnya membentuk disiplin ilmu tersendiri dan
terlepas dari filsafat. Demikian juga etika atau akhlak, dalam proses perkembangannya,
sekalipun masih diakui sebagian bagian dalam pembahasan filsafat, kini telah merupakan
ilmu yang mempunyai identitas sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/04/17/mlea68-keagungan-
bismillah
http://quranicgen.com/ruhiyah/ujian-itu-hadiah-dari-allah/
https://mylittlepencil.wordpress.com/category/dakwah-dan-tarbiyyah/page/9/
https://dokumenkuliah.wordpress.com/tag/hikmah-beriman-kepada-allah/
http://misabiiluttaqwasawahan.blogspot.com/2013/04/pengertian-ayat-qauliyah-dan-
ayat.html
http://abusuhud.blogspot.com/2009/09/islam-dan-ilmu-pengetahuan.html
http://nostalgiaislam31.blogspot.com/2011/04/tauhidullah-sebagai-landasan-
pandangan.html
http://islamiyyah.mywibes.com/Hakekat%20manusia%20menurut%20alquran
http://suwardisagama94.blogspot.com/2013/04/hubungan-manusia-dengan-agama.html
http://salimahsalam.blogspot.com/2011/03/kerangka-dasar-islam-aqidah-syariah.html
https://saputra51.wordpress.com/2012/03/02/jika-bersyukur-dan-bersabar/
http://anggunnevada.blogspot.com/2014/05/pengertian-syariah-thoriqoh-haqiqah-
dan.html
http://dakwahsyariah.blogspot.com/2013/09/taubat-menurut-al-quran-dan-hadits.html
http://islamiwiki.blogspot.com/2013/01/arti-taqwa-menurut-syara-dan-
macamnya.html#.VLYvykqUfq0
https://kamaliaida.wordpress.com/2013/12/16/pengertian-akhlak/

Anda mungkin juga menyukai