Oleh :
Kelompok 1
Asriaty Lambaty
Nilam sari
Muhammad Riswandi
A. ASFIKSIA
1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan
makin meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2007).
Asfiksia neonaturum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir
(Mansjoer,2005)
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas yang terjadi
secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.
Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara
sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala
lanjut yang mungkin timbul (Manuaba, 2007).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
asfiksia adalah bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan
sehingga dibutuhkan penanganan segera setelah bayi lahir agar tidak
menimbulkan akibat buruk dalam kelangsungan hidupnya .
2. Klasifikasi Asfiksia
Menurut Mochtar (2008), klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2
macam, yaitu sebagai berikut :
a. Asfiksia Livida yaitu asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit
kebiru-biruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan masih positif,
bunyi jantung reguler, prognosis lebih baik.
b. Asfiksia Pallida yakni asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat,
tonus otot sudah kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung
irreguler, prognosis jelek.
Berikut ini adalah tabel APGAR score untuk menentukan Asfiksia
(Ghai, 2010).
Tabel 2.1 Nilai APGAR
Nilai 0 1 2
1) Primipara
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang
cukup besar untuk hidup di dunia luar.
2) Multipara Multipara adalah wanita yang sudah hamil, dua kali atau
lebih.
3) Grandemultipara Grandemultipara adalah wanita yang telah
melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit
dalam kehamilan dan persalinan.
2. Faktor plasenta
Plasenta merupakan akar janin untuk menghisap nutrisi dari ibu dalam
bentuk O2, asam amino, vitamin, mineral dan zat lain dan membuang sisa
metabolisme janin dan O2. Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi
oleh luas kondisi plasenta. Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan
menyebabkan asfiksia janin. Fungsi plasenta akan berkurang sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan O2 dan memberikan nutrisi pada metabolisme
janin. Asfiksia janin terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta.
Kemampuan untuk transportasi O2 dan membuang CO2 tidak cukup sehingga
metabolisme janin berubah menjadi anaerob dan akhirnya asidosis dan PH
darah turun (Mochtar, 2008). Dapat terjadi pada situasi :
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Prematuritas adalah kelahiran hidup bayi dengan berat < 2500 gram
(Cone, 2005 ). Kriteria ini dipakai terus secara luas, sampai tampak bahwa
ada perbedaan antara usia hamil dan berat lahir yang disebabkan adanya
hambatan pertumbuhan janin. WHO (2001) menambahkan bahwa usia
hamil sebagai kriteria untuk bayi prematur adalah yang lahir sebelum 37
minggu dengan berat lahir dibawah 2500 gram. Bayi lahir kurang bulan
mempunyai organ dan alat-alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk
bertahan hidup diluar rahim. Makin muda umur kehamilan, fungsi organ
tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga semakin buruk.
Karena masih belum berfungsinya organ-organ tubuh secara sempurna
seperti sistem pernafasan maka terjadilah asfiksia.
b. Berat Bayi Lahir (BBL)
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang baru lahir yang berat 21
badannya saat lahir kurang dari 2500 gram. Berkaitan dengan penanganan
dan harapan hidupnya. Menurut Prawirohardjo (2005), bayi berat lahir
rendah dibedakan dalam:
1) Bayi dengan berat badan lahir rendah, berat lahir 1500-2500 gram.
2) Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, berat lahir 1000-1500
gram.
3) Bayi dengan berat badan lahir ekstra rendah, berat lahir <1000 gram.
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah Premature Baby
dengan
Low Birth Weight Baby (bayi dengan berat badan lahir rendah), dan
kemudian WHO merubah ketentuan tersebut pada tahun 1977 yang
semula kriteria BBLR adalah ≤ 2500 gram menjadi hanya < 2500 gram
tanpa melihat usia kehamilan.
c. Kelainan bawaan (kongenital), misalnya hernia diafragmatika, atresia/
stenosis pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). Janin yang
mengalami hipoksia atau gangguan suplai oksigen dapat menyebabkan
meningkatnya gerakan usus sehingga mekonium (tinja janin) akan
dikeluarkan dari dalam usus kedalam cairan ketuban yang mengelilingi
bayi didalam rahim. Mekonium ini kemudian bercampur dengan air
ketuban dan membuat ketuban berwarna hijau dan kekentalan yang
bervariasi.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal, yaitu:
a. Pemakaian obat analgesi/ anastesi yang berlebihan sehingga ibu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin. Analgesia 22
dan anastesi obstetrik maternal diberikan untuk menghilangkan nyeri akibat
kontraksi uterus dan pelahiran pervaginam atau perabdominam. Idealnya
analgesia dan anastesia obstetrik tidak boleh memperburuk kontraksi uterus,
usaha meneran ibu atau mengganggu kesejahteraan ibu dan janin (Saifuddin,
2006).
b. Trauma persalinan, misalnya perdarahan intrakranial.
5. Faktor Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari uterus melalui vagina ke dunia luar. Letak sungsang merupakan keadaan
dimana janin terletak memanjang/ membujur dengan kepala di fundus uteri
sedangkan bokong dibagian bawah kavum uteri (Mochtar, 2008).
a. Klasifikasi
1) Presentasi bokong (Frank breech) (50-70%).
Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki
terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala
janin.Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba
bokong.
2) Presentasi bokong kaki sempurna (Complete breech) ( 5-10%)
Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba
kaki.
3) Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Incomplete or footling) (10-30%).
Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki
di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada
presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.
b. Diagnosis
1) Palpasi : kepala teraba di fundus, bagian bawah bokong dan punggung
di kiri atau kanan. 23
2) Auskultasi: Denyut Jantung Janin (DJJ) paling jelas terdengar pada
tempat yang lebih tinggi dari pusat.
3) Pemeriksaan dalam: dapat diraba os sakrum, tuber ischii, dan anus,
kadang-kadang kaki.
4) Pemeriksaan abdomen : perasat Leopold I-IV
5) USG: USG idealnya digunakan untuk memastikan perkiraan klinis
presentasi bokong dan, bila mungkin, untuk mendeteksi anomali janin.
6) Foto sinar-X (rontgen) : bayangan kepala di fundus.
(Manuaba, 2007)
c. Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan hampir sama dengan letak kepala, hanya disini
yang memasuki pintu atas panggul (PAP) adalah bokong. Persalinan
berlangsung agak lama, karena bokong dibandingkan kepala lebih lembek,
jadi kurang kuat menekan, sehingga pembukaan agak lama. Persalinan
pada letak sungsang merupakan kontroversi karena komplikasinya yang
tidak dapat diduga sebelumnya, terutama persalinan kepala bayi
(Manuaba, 2007).
Persalinan sungsang pervaginam dengan prognosis baik bila skoring
antara 0-4. Persalinan sungsang perabdominam dengan SC saat ini lebih
sering dilakukan. Risiko SC terhadap ibu (perdarahan, anestesi dan
infeksi) dan risiko janin pada persalinan sungsang (asfiksia dan trauma)
harus merupakan pertimbangan kuat dalam pengambilan keputusan
mengenai cara persalinan yang dipilih (Saifuddin, 2006).
1) Persalinan pervaginam
Persalinan pervaginam dibagi 3 (tiga), yaitu :
a) Persalinan spontan, janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga
ibu sendiri. Cara ini disebut Bracht. Pertolongan pada tahap
persalinan ini tidak boleh tergesa-gesa oleh karena persalinan
kepala yang terlalu cepat pada presentasi sungsang dapat 24
menyebabkan terjadinya dekompresi kepala sehingga dapat
menyebabkan perdarahan intrakranial (Aminullah, 2005).
b) Manual aid (partial breech extraction), janin dilahirkan sebagian
dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga
penolong.
c) Ektraksi sungsang (total breech extraction), janin dilahirkan
seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
Bobak (2005) menyatakan bahwa syarat partus pervaginam pada
letak sungsang, antara lain:
(1) Janin tidak terlalu besar.
(2) Tidak ada suspek ( Cephalopelvic Disproportion) CPD.
(3) Tidak ada kelainan jalan lahir.
(4) Jika berat janin 3500 gram atau lebih, terutama pada
primigravida atau multipara dengan riwayat melahirkan kurang
dari 3500 gram, SC lebih dianjurkan.
Prawirohardjo (2005), menyatakan bahwa penyulit yang mungkin
terjadi pada persalinan letak sungsang adalah:
(1) Sufokasi
Bila sebagian besar badan janin telah lahir, terjadilah
pengecilan rahim, sehingga terjadi gangguan sirkulasi plasenta
dan menimbulkan anoksia janin sehingga darah, mukus cairan
amnion dan mekonium akan di aspirasi, yang dapat
menimbulkan sufokasi. Badan janin yang sebagian sudah
berada di luar rahim, juga merupakan rangsangan yang kuat
untuk janin bernapas.
(2) Asfiksia fetalis Selain akibat mengecilnya uterus pada waktu
badan janin lahir, yang menimbulkan anoksia, maka anoksia
ini diperberat lagi, dengan bahaya terjepitnya tali pusat pada
waktu kepala masuk 25 panggul (fase cepat).
(3) Kerusakan jaringan otak Trauma pada otak janin dapat terjadi,
khususnya pada panggul sempit atau adanya diproporsi sefalo-
pelvik, serviks yang belum terbuka lengkap, atau kepala janin
yang dilahirkan secara mendadak, sehingga timbul dekompresi.
(4) Prolaps tali pusat.
(5) Fraktur pada tulang tulang bayi. Cedera flexus brakialis,
hematoma otot-otot.
2) Persalinan Perabdominam
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500
gram (Aminullah, 2005). Beberapa kriteria yang dapat dipakai
pedoman bahwa letak sungsang harus dilahirkan perabdominam,
misalnya:
a) Primigravida tua.
b) Nilai sosial janin tinggi ( high social value baby).
c) Riwayat persalinan yang buruk ( bad obstetric history).
d) Janin besar , lebih dari 3500 gram – 4000 gram.
e) Dicurigai adanya kesempitan panggul.
f) Prematuritas.
TINJAUAN KASUS
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan utama
Bayi lahir post SC dengan sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang
Bayi baru lahir post SC dengan indikasi gagal vakum 1x, bayi di vakum 1x ±15 menit
kemudian gagal. 1 jam sebelum lahir direncanakan SC, bayi lahir secara SC, jenis
kelamin laki-laki, bayi tidak langsung nangis, nafas tidak spontan, BB 2750 gram,
PB: 48cm, Apgar skor : 3-4-5, tonus otot lemah, bayi pucat, air ketuban hijau. Hasil
TTV : Nadi : 105 x/m, RR : 46 x/m, S : 350C. Pada jam 23.46 bayi dapat bernafas
spontan, jam 00.00 bayi dibawa ke peristi, jam 00.05 di cek TTV( Nadi : 140x/m, RR
: 80x/m), bayi mengalami sianosis, tonus otot sangat lemah, bayi agak pucat.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 7 februari 2013 jam 07.30 WIB keadaan
bayi masih lemah, tonus otot lemah, agak sianosis, bayi menangis. Hasil TTV( N :
148x/m, S : 35,50C, RR : 55x/m).
3. Riwayat penyakit dahulu
Tidak terkaji
4. Riwayat penyakit keluarga
Di dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun dan menular
seperti HIV, hepatitis, TBC, DM, HT.
5. Riwayat kehamilan
G1 P0 A0, umur kehamilan 38 minggu lebih 4 hari, ANC: 9x, presentasi kepala
6. Riwayat persalinan
Bayi baru lahir post SC a/i gagal vakum 1x, bayi di vakum 1x±15 menit kemudian
gagal. 1 jam sebelum lahir direncanakan SC, bayi lahir secara SC, bayi tidak
langsung nangis, nafas tidak spontan, air ketuban hijau, APGAR Score: 1-2-3.
APGAR Score 1 menit 5 menit 10 menit
1. Appearance/ warna kulit 0 0 1
2. Pulse/ nadi 1 1 1
3. Grimace 0 0 0
4. Respiratory 0 1 1
5. Activity/ tonus otot 0 0 0
TOTAL 1 2 3
7. Riwayat imunisasi
Belum mendapat imunisasi Hbo dan lainnya
8. Genogram
Tidak terkaji
9. Kebutuhan cairan
Bayi usia 0 hari, rumus: 100ml/BB(kg) /hari atau 120-140ml/kg BB/hari
Jadi kebutuhannya 100ml/2,75kg/hari=275ml/hari atau 120/2,75kg/hari=330ml/hari.
140ml/2,75kg/hari=385ml/hari, jadi kebutuhannya 330-385ml/hari.
10. Kebutuhan kalori
Bayi usia 0 hari, rumus: 80-90kkal/kgBB/hari
= 80x2.75kg =220kkal/hari
= 90x2,75kg =247,5kkal/hari
Jadi kebutuhan kalorinya 220-247,5kkal/hari
C. PENGKAJIAN FUNGSIONAL (GORDON)
1. Pola persepsi Manajemen Kesehatan
Jika ada keluarga yang sakit maka langsung di bawa ke mantri/ bidan terdekat.
2. Pola Nutrisi/Metabolik
Diit ditunda
3. Pola Eliminasi
bayi sudah BAK 3x bau khas, warna kuning jernih dan BAB 1x mekonium warna
hijau kehitaman
4. Pola Aktivitas dan Latihan
bayi belum bergerak aktif disebabkan tonus otot masih lemah , gerakannya masih
lemah
5. Pola Tidur/Istirahat
bayi tidur selama ±5jam dan terbangun menangis jika BAB/BAK atau sebab lain
yang mengganggu kenyamanan bayi
6. Pola Persepsi Kognitif
tidak terkaji
7. Pola Konsep Diri
tidak terkaji
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. TTV : S: 35,50C, N: 148x/menit, RR: 55x/menit
2. Keadaan umum : lemah
3. Antropometri : BB: 2750 gram, PB: 48cm, LILA: 11cm, LK: 32cm,LD:31cm
4. Kepala :Mesocepal, tampak bekas luka di kaput ektrasi, ubun-
ubun/fontanel anterior dan pesterior belum menutup
5. Mata :simetris, sklera tak ikterik, konjungtiva tak anemis, tidak ada
kotoran yang melekat di mata
6. Telinga : simetris, tidak ada serumen, tidak ada kelainan bentuk telinga
7. Mulut : mukosa bibir agak kering, tidak ada labio palatoschizis, agak
sianosis
8. Hidung : simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret
9. Leher :tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada
peningkatan vena jugulasis
10. Dada
Jantung
a. Inspeksi : tampak retraksi dinding dada interkostalis dan suprasternalis
b. Perkusi : bunyi pekak
c. Palpasi : tidak teraba ictus cordis, tidak ada nyeri tekan
d. Auskultasi : S1-S2 Reguler, tidak ada bunyi tambahan
Paru
a. Inspeksi : expansi dada tidak optimal
b. Perkusi : terdengar bunyi sonor
c. Palpasi : fokal fremitus seimbang antara kanan dan kiri
d. Auskultasi : bunyi vesikuler, ada bunyi nafas tambahan ronkhi.
11. Abdomen
a. Inspeksi : tali pusat masih basah, perut cembung, agak sianosis
b. Auskultasi : peristaltik 12 x/mnt
c. Perkusi : tympani
d. Palpasi : tidak teraba pembesaran hepar
12. Punggung : simetris
13. Kulit : elastis, akral dingin, terlihat sianosis
14. Ekstermitas
a. Atas : lengkap kedua tangan, untuk bergerak masih lemah, tidak ada
kelainan bentuk tangan
b. Bawah :lengkap kedua kaki, untuk bergerak masih lemah, masih pucat, akral
dingin
15. Genetalia : alat kelamin yaitu antara kedua testis dan penis sudah
terbentuk sempurna, tidak ada kelainan pada anatomi fisiologinya.
16. Anus : Berlubang, tidak ada kecacatan, sudah dilakukan colok dubur
E. REFLEK
1. Moro : (+) masih lemah
2. Roothing : (+) masih lemah
3. Walking : (+) masih lemah
4. Grosping : (+) masih lemah
5. Sucking : (+) masih lemah
6. Tonick neck : (+) masih lemah
7. Swallowing : (+) masih lemah
F. ELIMINASI
1. Miksi : (+) kuning jernih
2. Mekonium : (+) hijau kehitaman
G. HASIL KOLABORASI
1. IVFD RL 10 tpm mikro
2. Inj. Vit K 1mg
3. Inj. Hepatitis B0
4. inj. ampicilin 2x140 mg
5. Erlamicetin salep mata
6. O2 headbox 10 L/mnt
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 7 Februari 2016, jam 00:59:09 WIB.
Pemeriksaan Hasil Satuan N
Parameters
WBC 26,19 (10^3/uL) M
RBC 4,19 (10^6/uL) M
HGB 14,8 (g/dl) M
HCT 44,6 (%) M
MCV 106,4 (fl) 79
MCH 35,3 (pg) 27
MCHC 33,2 (g/dl) 33
PLT 287 (10^3/uL) 15
RDW-CV 16,1 + (%) 11
RDW-SD 61,9 + (fl) 35
PDW 8,7 - (fl) 9,
MPV 8,6 – (fl) 7,
P-LCR 14,2 (%) 15
DIFFERENTIAL
NEUT# 10,54 (10^3/uL) 1,
LYMPH# 13,64 (10^3/uL) 0,
MONO# 1,73 (10^3/uL) 0,
EO# 0,19 (10^3/uL) 0,
BASO# 0,09 (10^3/uL) 0-
NEUT% 40,3 (%) 50
LYMPH% 52,1 (%) 25
MONO% 6,6 (%) 2-
EO% 0,7 (%) 2-
BASO% 0,3 (%) 0-
3 - Mengukur TTV
16.00 2,3
17.30
19.00
20.30
21.00 2,3
22.00 3
23.30
9/2/2016
02.30
04.00 2,3
04.30
05.30 2
9/2/2016 2,3 S :-
Jam 07.00 O:
- Tidak terlihat adanya tanda dan gejala infeksi
- Tidak tampak sianosis, akral hangat, tidak pucat
- S : 36,40c, N : 140 x/m, RR : 48 x/m
- Terpasang NGT
- Injeksi mpicillin 140mg masuk
- KU : masih lemah, bayi menangis
- Tali pusat mulai kering
A : hipotermi, resiko infeksi teratasi, resiko nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
P : pertahankan intervensi
- Monitor TTV
- Pantau tanda dan gejala infeksi
- Cuci tangan sesudah dan sebelum melakukan
tindakan
- Lanjutkan terapi program injeksi
A. Kesimpulan
Asfiksia neonatorum merupakan kasus yang banyak dijumpai dilapangan yang
disebabkan karena keadaan ibu, keadaan tali pusat, serta keadaaan bayi pada
pertolongan persalinan. Sebagai bidan tentunya harus memiliki kemampuan atau
berkompeten untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir saat terjadi kasus
asfiksia. Karena tindakan yang cepat dan tepat dalam penanganan kasus asfiksia
sangat berpengaruh terhadap penurunan Angka Kematian Bayi (AKB). Selain itu
konseling dan pemberian inform consent sangat penting dilakukan dalam penanganan
kasus asfiksia ini.
B. Saran
Hendaknya dalam asuhan kebidanan dikumpulkan data yang lengkap dan
valid, agar kita sebagai tenaga kesehatan memberikan asuhan yang optimal baik pada
intervensi maupun implementasi terlebih dalam menentukan atau mengidentifkasi
atau diagnosa dan masalah sehingga kita dapat memahami dan melakukan kebutuhan
segera melakukan penanganan yang sesuai atau kompeten.
DAFTAR PUSTAKA
Berhman, Kliegman & Arvin.( 1996 ). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Alih Bahasa : A. Samik
Wahab. Jilid 1. Jakarta : EGC
http://www.authorstream.com/Presentation/zhukma-195191-asfiksia-tugas-keperawatan-anak-
ii-asfiksi-education-ppt-powerpoint/
http://www.scribd.com/doc/31144164/ASKEP-ASFIKSIA NEONATORUM
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius.
Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta :
EGC
World Health Organization Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009).
Pelayaan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit & Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. World Health Organization: Jakarta