Anda di halaman 1dari 49

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Katup Mitral


Katup mitral merupakan katup jantung yang memisahkan antara atrium kiri dan
ventrikel kiri atau juga sering disebut katup bikuspid. Katup mitral ini mengatur aliran
darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri. Katup ini menutup pada saat kontraksi
ventrikel. Katup mitral terdiri dari dua daun katup ( Puruhito, 2013 ).
Rata-rata ukuran katup mitral adalah 4-6 cm2 . Katup mitral mempunyai dua daun
katup / leaflet ( anteromedial & posterolateral leaflet). Katup mitral dibatasi oleh
cincin katup yang dinamakan mitral valve annulus. Katup anterior melingkupi 2/3
area katup mitral dan sisanya yaitu 1/3 bagian merupakan katup posterior. Katup-
katup ini dijaga oleh tendon yang melekat dibagian posterior katup mencegah agar
katup tidak prolaps. Tendon ini dinamakan chordae tendineae. Ujung chordae
tendineae menempel pada otot papilaris ( papillary muscle ). Otot papilaris sendiri
merupakan penonjolan dari dinding ventrikel . Ketika ventrikel kiri berkontraksi
tekanan intraventrikuler memaksa katup mitral untuk menutup. Tendon menjaga agar
leaflet tetap sejajar satu sama lain dan tidak bocor kearah atrium ( Reza& Hanafi,
2012 )

Gambar 1. Anatomi katup mitral

6
Saat diastole katup mitral yang berfungsi secara normal akan membuka akibat
tekanan yang meningkat dari atrium kiri saat terisi oleh darah. Hal ini menyebabkan
darah dari atrium kiri mengalir menuju ke ventrikel kiri sebanyak 70-80 %, darah
mengalir melalui fase early filling dari ventrikel kiri. Kontraksi dari atrium kiri yang
bersamaan dengan diastole ventrikel kiri menyebabkan sisa darah yang masih ada di
atrium kiri segera mengalir ke ventrikel kiri ( atrial kick ). Anulus atau cincin dari
katup berubah ubah bentuk dan ukurannya saat siklus jantung berlangsung.
Bentuknya mengecil saat sistole atrium karena kontraksi atrium kiri. Gangguan pada
annulus, katup dan struktur penyangga katup mitral dapat membuat katup mitral bocor
atau menyempit ( stenosis ) ( Reza & hanafi,2012 ).
2.2 Stenosis Mitral
2.2.1 Definisi
Stenosis Mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan ukuran
katup mitral ditemukan pengurangan ukuran sampai 2 cm2 ( Reza & Hanafi,
2012 ). Pasien dengan mitral stenosis secara khas memiliki daun katup mitral
yang menebal, komisura yang menyatu dan chorda tendineae yang menebal
dan memendek. Diameter transversal jantung biasanya dalam batas normal,
tetapi kalsifikasi dalam katup mitral dan pembesaran sedang dari atrium kiri
dapat terlihat. Selain itu peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat terjadi (
Leonard S. Lilly, 20011 ).

Pada kondisi stenosis mitral menyebabkan hambatan bagi jantung untuk


memompa darah ke seluruh tubuh sehingga kerja jantung juga akan bertambah
berat, menyebabkan detak jantung meningkat fase diastole menjadi singkat
sehingga jumlah darah yang dipompakan juga sedikit. Peningkatan detak
jantung berpotensi menurunkan curah jantung dan peningkatan tekanan
pulmonal, sehingga memungkinkan terjadinya arus balik darah dari atrium kiri
ke pembuluh darah paru ( Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010 ).

7
Gambar 2. Gambaran katup mitral

Pada keadaan normal area katup mitral mempunyai ukuran 4 – 6 cm2. Bila
orifisium katup ini berkurang sampai 2 cm2 maka diperlukan upaya aktif
atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran trans mitral
yang normal tetap terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup
berkurang hingga menjadi 1 cm2. Pada tahap ini dibutuhkan tekanan atrium
kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan curah jantung yang normal.

Gradien trans mitral merupakan tanda stenosis mitral selain luasnya area katup
mitral . Rahimtoola berpendapat bahwa gradient dapat terjadi akibat aliran
besar melalui katup normal atau aliran normal melalui katup sempit. Sebagai
akibatnya kenaikan tekanan atrium kiri akan diteruskan ke vena pulmonalis
dan seterusnya mengakibatkan kongesti paru serta keluhan sesak ( exertional
dyspnea ). Derajat berat ringannya stenosis mitral selain berdasarkan gradien
tranmitral dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral serta hubungan
antara lamanya waktu penutupan katup aorta dan kejadian opening snap.

8
Derajat stenosis mitral berdasarkan luasnya area katup mitral adalah sebagai
berikut :
Derajat stenosis Area MVA Gradient
Ringan (Mild ) > 1,5 cm 2 <5 mmHg
Sedang ( Moderate ) 1,0 – 1,5 cm 2 5– 10 mmHg
Berat ( Severe ) < 1,0 cm 2 >10 mmHg

Tabel 1. Derajat stenosis mitral sesuai panduan AHA

2.2.2 Etiologi
Sebagian besar mitral stenosis disebabkan oleh penyakit jantung rematik
(lebih dari 90%). Penyebab lainnya (kurang dari 1 %) adalah karena
kongengital, kalsifikasi ataupun karena infeksi endokarditis dimana adanya
vegetasi yang menyebabkan s tenosis (L. S. Lilly, 2011). Kelainan katup
mitral karena kongenital umumnya sangat jarang, disebabkan saat lahir daun
katub tidak terbentuk dengan baik, ukuran tidak sesuai (terlalu kecil/besar)
atau daun katup tidak menempel pada anulus sehingga terjadi
kebocoran/stenosis katup. Pada MS reumatik daun katup secara difus memadat
oleh jaringan fibrosis dengan atau deposit kalsifikasi.
Komisura mitral bergabung, korda tendenae memendek, daun katup kaku dan
perubahan ini menyebabkan pembatasan pada katup yang berbentuk funnel
chest ( mulut ikan). Kalsifikasi dari mitral stenosis melumpuhkan daun katup
dan penyempitan orifisium. Pembentukan trombus dan embolisasi arteri dapat
berkembang menjadi kalsifikasi katup, tetapi pada pasien dengan atrial
fibrilasi, trombus berkembang dari dilatasi atrium kiri ( Puruhito,2013 )

Pada proses degeneratif, biasanya pada usia 65 keatas disebabkan karena


penumpukan kalsium pada anulus dan daun katup (fibro calcific degeneratif)
sehingga mengganggu pergerakan katup. Infeksi endokarditis adalah proses
peradangan pada endokardium, khususnya katup jantung. Kuman yang paling
banyak berperan diantaranya staphylococcus aureus dan streptococcus viridan
selain bakteri bisa juga karena Fungi (candida, aspergilus), kuman ini paling
sering masuk melalui saluran napas atas, melalui genital, saluran pencernaaan
dan pembuluh darah (Brunner & Sudart, 2008).

9
2.2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi pasien dengan mitral stenosis berkaitan dengan tingkat aktivitas
fisik dan tidak hanya ditentukan oleh luasnya lubang mitral, misalnya wanita
hamil. Keluhan dapat berupa takikardi, dispnea, takipnea, atau ortopnea dan
denyut jantung tidak teratur. Tak jarang terjadi gagal jantung , batuk darah,
atau tromboemboli cerebral maupun perifer. Sebagian besar penderita mitral
stenosis mempunyai keluhan utama berupa sesak nafas dan dapat juga berupa
fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada
aktivitas sehari – hari , PND, ortopnea, dan oedema paru. Aritmia atrial berupa
fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis
mitral yaitu 30 – 40 %. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut atau distensi
atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri (Journal
cardiovascular innovation and applications Mitral Stenosis : A review, ISSN,
2016 ).
Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik tekanan arteri pulmonalis belum
terlalu tinggi keluhan lebih mengarah pada akibat bendungan atrium kiri, vena
pulmonal, dan interstitial paru. Jika ventrikel kanan sudah tidak mampu
mengatasi tekanan tinggi pada arteri pulmonalis, keluhan beralih ke arah
bendungan vena sistemik, terutama sudah terjadi insufisiensi trikuspid dengan
atau tanpa fibrilasi atrium.
Pada fase lanjutan ketika sudah terjadi bendungan interstisial dan alveolar
paru akan terdengar ronchi basah pada fase ekspirasi. Jika hal ini berlangsung
terus menerus dapat menyebabkan gagal jantung kanan, keluhan dan tanda –
tanda edema paru akan berkurang dan menghilang dan sebaliknya tanda –
tanda edema sistemikakan menonjol ( peningkatan tekanan vena jugularis,
hepatomegali, asites , dan edema tungkai ). Pada fase ini tanda – tanda gagal
hati akan mencolok, seperti ikterus, menurunnya protein plasma dan
hioperpigmentasi kulit ( Journal cardiovascular innovation and applications
Mitral Stenosis : A review, ISSN, 2016 ).

10
2.2.4 Patofisiologi
Pada keadaan mitral stenosis akibat demam rematik akan terjadi proses
peradangan ( valvulitis ) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis
penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun
katup, kalsifikasi, fusi komisura, serta pemendekan chorda. Keadaan ini akan
menimbulkan distorsi dari bagian mitral yang normal, mengecilnya area katup
mitral, fusi komisura akan menyebabkan penyempitan orifisium, sedangkan
fusi chorda akan menyebabkan penyempitan orifisium sekunder. Keadaan ini
akan menyebabkan kenaikan tekanan atrium kiri dan diteruskan ke vena
pulmonalis selanjutnya mengakibatkan kongesti paru serta keluhan sesak (
exertional dyspnea ) ( Puruhito, 2013 ).

Keluhan dan gejala stenosis mitral akan muncul bila luas area katup mitral
menurun sampai satu per dua dari normal ( < 2-2,5 cm 2 ). Dilihat dari fungsi
lama waktu pengisisan dan besarnya pengisian, gejala akan muncul bila waktu
pengisian menjadi pendek dan aliran trans mitral besar, sehingga terjadi
kenaikan tekanan atrium kiri walau area belum terlalu sempit ( > 1,5 cm2 ).
Pada stenosis mitral ringan gejala yang muncul biasanaya dicetuskan oleh
faktor yang meningkatkan kecepatan aliran atau curah jantung, menurunkan
periode pengisian diastole yang akan meningkatkan tekanan atrium kiri secara
dramatis pada beberapa keadaan seperti latihan, stress dan emosi, infeksi,
kehamilan serta fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat dengan
bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat
bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral < 1 cm2 yang berupa
stenosis mitra berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.

Dengan adanya stenosis mitral, darah akan mengalami kesulitan atau tidak
dapat masuk dari atrium kiri menuju ventrikel kiri, darah ini kemudian akan
tertampung di atrium kiri. Hal ini akan menyebabkan tekanan di atrium kiri
meningkat, bahkan dapat mengakibatkan refluk ke paru dan apabila
melakukan aktivitas berat hal ini akan memperberat kongesti paru sehingga
terjadi sesak nafas . Pada akhirnya akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah
yang dapat mengakibatkan extravasasi dan memperbesar jarak alveoli dan

11
kapiler sehingga mempersulit proses difusi. Extravasasi menuju ruang
intrapleura ini dapat mengakibatkan suara ronchi basah saat dilakukan
pemeriksaan paru. Selain itu bendungan di kapiler dan vena paru dapat
menyebabkan terjadinya pecahnya vena bronkhialis yang ditandai dengan
hemoptisis ( Puruhito, 2013 )

Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat , kemudian


terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katup trikuspid atau
pulmonal. Akhirnya vena – vena sistemik akan mengalami bendungan pula,
salah satunya bendungan pada hati dalam watu yang lama akan menyebabkan
gangguan fungsi hati.

Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah dengan


meningkatkan denyut jantung ( takikardi ). Tetapi kompensasi ini tidak
selamanya efektif menambah jumlah curah jantung karena pada tingkat
tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolik. Regangan pada otot – otot
atrium dapat menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium.
Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel dan mempermudah
pembentukan trombus di atrium kiri. Penilaian trombus di atrium kiri akan
lebih sensitif dengan menggunakan Transesofageal Echocardiografi ( TEE ).

Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis


mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan
tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru berupa
vasokonstriksi akibat reaksi neurohumoral atau perubahan anatomi yaitu
remodeling akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima yang mana
akan memicu terbentuknya trombus ( 20 % pasien) dan terjadinya atrial
fibrilasi ( 40 % pasien ). Pada kasus yang masih awal hal ini biasanya masih
bisa kembali ke normal, namun pada keadaan peningkatan tekanan pulmonal
yang lama dan berat akan menimbulkan kondisi yang ireversible. Pada kasus
dengan tekanan pulmonal yang tinggi tidak jarang diikuti dengan regurgitasi
trikuspid biasanya akibat dilatasi ventrikel kanan.

12
2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis stenosis mitral ditujukan untuk menghilangkan atau
menurunkan kemungkinan penurunan curah jantung dan terjadinya kongesti
paru ( Port & Matfin, 2009 ). Prinsip dasar penatalaksanaan mitral stenosis
adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit. Tetapi indikasi
intervensi ini hanya untuk pasien dengan kelas fungsional III & IV ( NYHA ) .
Intervensi dapat bersifat bedah dan non bedah ( Puruhito,2013 ).
1. Antibiotik profilaksis
Klien dengan riwayat demam reumatik dapat diberikan profilaksis
antibiotik terhadap bakteri yang menyebabkan demam reumatik (
Streptococcus group A betahemolitikus ). Secara premier
pencegahan faringitis streptococcus group A rekuren adalah
metode paling efektif untuk mencegah penyakit jantung rematik
berat( pencegaha sebelum reumati berulang atau berkembang ) (
Northwestern medicine , 2015 ). Namun demam reumatik dapat
berulang bahkan ketika infeksi simptomatik diobati secara optimal.
Oleh karena itu pencegahan demam reumatik membutuhkan
profilaksis antibiotik jangka panjang. Profilaksi ini mencegah
rekuren demam reumatik.
2. Terapi anticoagulan
Pasien dalam keadaan fibrilasi atrium dapat diberikan terapi
anticoagulasi dengan tujuan untuk mengendalikan laju ventrikel
dan mencegah emboli sistemik ( Smeltzer, Bare, Hikle,
Cheever,2010). Selain itu terapi anticoagulasi ini juga digunakan
untuk mengurangi risiko perkembangan trombus atrium ( Porth &
Matfin, 2009 ). Anticoagulan ini penting diberikan untuk mencegah
stroke akibat embolus yang timbul akibat atrial fibrilasi.
3. Obat – obatan
Fibrilasi atrium juga dapat di kontrol dengan Calcium Channel
Bloker dan Beta Bloker. Denyut ventrikel dapat diperlambat
dengan pemberian beta bloker IV atau calcium chanel bloker (
Diltiazem atau verapamil ). Denyut atau ritma jantung dapat di

13
kontrol dengan beta bloker oral, CCB, amiodarone, atau digoxin (
Dima , 2014 ).
4. Pengaturan aktivitas
Perlu diperhatikan bahwa pasien dengan stenosis mitral harus
menghindari aktivitas yang berat dan olah raga yang kompetitif
untuk menghindari peningkatan denyut jantung ( Smeltzer, Bare,
Hikle, Cheever,2010).
5. Intervensi bedah
Bila terjadi emboli berulang pada klien, maka perlu dilakukan
tindakan bedah meskipun terapi anticoagulan memadai ( Dima,
2014 ). Intervensi bedah diantaranya adalah baloon valvulotomi,
commissurotomy dan perbaikan atau penggantian katup mitral
dapat digunakan untuk mengatasi penyakit katup mitral
degeneratifdan fungsional ( Porth & Matfin , 2009 ).
Indikasi untuk dilakukan operasi adalah sebagai berikut :
a. Stenosis sedang sampai berat dilihat dari beratnya stenosis dan
keluhan.
b. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal
c. Stenosis mitral dengan risiko tinggi terhadap timbulnya
emboli, usia tua dengan atrial fibrilasi.

2.2.6 Pembedahan Penggantian Katup Mitral


Penggantian Katup Mitral adalah suatu prosedur pembedahan jantung dimana
katup mitral pasien yang mengalami gangguan diganti dengan katup mekanik
buatan atau katup bioprostetik. Pembedahan penggantian katup mitral
dilakukan dikarenakan katup mitral yang terlalu keras / kencang / sempit (pada
stenosis katup mitral) sehingga darah sulit mengalir ke ventrikel kiri, atau
justru sebaliknya katup mitral terlalu longgar / terbuka / bocor (pada
insufisiensi katup mitral) sehingga darah bocor kembali ke atrium kiri dan
dapat kembali lagi menuju paru. Penyakit katup mitral dapat terjadi karena
infeksi, kalsifikasi, penyakit kolagen genetik, atau penyebab lain. Karena
penggantian katup mitral merupakan pembedahan open-heart (Jantung
terbuka), maka pasien akan menjalani cardiopulmonary bypass (dihubungkan
ke mesin jantung-paru) ( Reza & Hanafy, 2012 ).
14
2.2.6.1 Jenis – Jenis Katup Pengganti
Terdapat dua tipe utama jenis katup mitral buatan, katup mekanis dan
katup bioprostetik yang terbuat dari jaringan (biologis). Katup mekanis
terbuat logam dan pyrolytic carbon, dan dapat bertahan seumur hidup.
Pasien dengan katup mekanik harus diberikan anti koagulant untuk
menghindari penggumpalan darah. Katup bioprostetik terbuat dari
jaringan hewan. Penggunaan katup biologis ini tidak memerlukan
pemberian anti koagulant seumur hidup cukup 3 bulan saja, namun
demikian katup bioprostetik hanya dapat bertahan 10 sampai dengan
15 tahun. Pemilihan katup jenis apa tergantung dari umur pasien,
kondisi medis, pilihan pengobatan, dan aktivitas dalam kehidupan
sehari-hari ( Reza&Hanafy, 2012 )
1. Katup Mekanik
Terbuat dari kombinasi metal alloys, pyrolite carbon dan
dacton.Pergerakan membuka dan menutupnya katup
dipengaruhi oleh perbedaan tekanan pada kedua sisi katup.
Bentuk-bentuk katup mekanik :
a. Caged Ball : terdiri dari bola plastik atau logam
didalam sangkar logam yang di hubungkan
kejahitan cincin. Karena trombogenitas dari plastik
dan logam serta turbulensi aliran yang mengitari
bola dan melalui sangkar sehingga bekuan darah
dapat terbentuk pada katup atau sekitar katup,
sehingga pemberian therapi antikoagulan jangka
panjang penting diberikan.

Gambar 3. Katup mekanik Caged Ball


15
b. Tilting Disc : dibuat dari disc yang dilekatkan
dengan penopang pada jahitan cincin. Bila tekanan
di Left Atrium lebih tinggi dari Left Ventrikel disc
miring terbuka kira-kira 60-80 derajat, bila tekanan
di Left Ventrikel lebih tinggi dari Left Atrium disc
kembali menutup. Katup ini memiliki karakteristik
lebih baik dari pada caged ball, alat ini memiliki
lama hidup yang panjang tetapi tetap memerlukan
therapi antikoagulan jangka panjang.

Gambar 4. Katup mekanik titling disk

c. Bileaflet tilting disc : sampai saat ini masih menjadi


pilihan terbaik tipe katup mekanik, dari ketiga
bentuk ini. Terdiri dari dua disc pirolitik karbon
semilunar atau daun-daun katup yang bergantung
pada jahitan cincin. Pada katup ini pembukaan katup
dapat lebih optimal dengan hambatan yang sangat
minimal. Tipe ini memiliki karakteristik
haemodinamik yang baik dan tahan lama, tetapi
trombogenik dan tetap memerlukan therapi
antikoagulan jangka panjang

16
Gambar 5. Bileaflet tilting disc

2. Katup Bioprothestik
Heterograf, terbuat dari katup jantung hewan (babi atau
sapi) yang diproses secara kimiawi, misalnya : Hancock
dan carpentier-Edward. Pada pemakaian katup bioprostese
juga dibutuhkan pemberian therapi antikoagulan meski
waktunya hanya 3 bulan, alasan ini karena mayoritas
peristiwa tromboembolisme terjadi pada 3 bulan pertama,
setelah itu diharapkan telah terjadi endotelisasi pada daerah
katup. Homograf aortik manusia yang telah meninggal
adalah pilihan lain untuk penggantian katup biologikal,
jenis ini memiliki karakteristik haemodinamik yang lebih
baik akan tetapi persedianya sangat terbatas.

Gambar 6. Katup bioprostetik

17
2.2.6.2 Kriteria pemilihan katup mekanik/bioprostese

Katup mekanik Katup bioprostetik


1. Anak-anak usia pertumbuhan 1. Wanita yang masih ingin
2. Usia produktif /pria dewasa muda hamil
3. Pasien dengan renal failure 2. Orang tua / lansia
4. Pasien dengan small valvular 3. Pasien dengan
annulus kontraindikasi anti
5. Pasien dengan operai resiko koagulan
tinggi 4. Riwayat perdarahan mayor
5. Pekerja keras dengan
resiko trauma tinggi
6. Pasien dengan resiko tinggi
tromboemboli
7. Ekonomi kurang, jauh dari
layanan kesehatan

Tabel 2. Kriteria pemilihan katup mekanik/bioprostese

2.2.7.3.Kelebihan dan kekurangan katup mekanik dan bioprostesa

Katup mekanik Katup bioprostetik


1. Lama hidup jangka 1. Lama hidup jangka panjang
panjang baik buruk
2. Haemodinamik baik 2. Tidak ada haemolisis
3. Bersifat trombogenik 3. Bersifat non trombogenik
4. Memerlukan therapi 4. Tidak memerlukan anti
antikoagulan jangka koagulan /Therapi sementara
panjang (seumur hidup) 5. Tidak ada komplikasi

18
5. Ada komplikasi tromboemboli
tromboemboli 6. Tidak terdengar bunyi klik
6. Bunyi klik terdengar 7. Risiko perdarahn sedikit
7. Ada risiko perdarahan

Tabel 3. Kelebihan dan kekurangan katup mekanik dan bioprostesa

2.2.7 Penggunaan mesin pintas jantung paru ( CPB )


Penggantian katup mitral merupakan pembedahan open-heart (Jantung
terbuka), maka pasien akan menjalani cardiopulmonary bypass (dihubungkan
ke mesin jantung-paru) ( Reza & Hanafy, 2012 ).

Mesin pintas jantung paru ( mesin CPB ) ini merupakan suatu sistem diluar
tubuh yang memungkinkan melakukan pintas sistem jantung paru hingga
untuk sementara fungsi jantung dan paru dapat dihentikan. Bagian terpenting
dalam mesin jantung paru ialah oxigenator sebagai pengganti fungsi paru –
paru dan pompa sebagai pengganti fungsi jantung ( Puruhito, 2013 ).
Pada operasi jantung terbuka MVR diperlukan tindakan kanulasi yaitu
memasukkan sebuah kanul ke dalam pembuluh darah besar jantung. Untuk
aliran arteri dilakukan kanulasi aorta, untuk aliran vena dilakukan kanulasi
melalui vena cava superior dan inferior. Untuk pemberian larutan cairan
kardioplegic dilakukan kanulasi cardioplegic secara antegrade melalui root
aorta. Cairan Heparin untuk mencegah pembekuan darah diberikan sesaat
sebelum kanulasi dengan dosis 3 mg/kg BB dengan dimonitor oleh besarnya
nilai ACT ( Activated Coagulation Time ). Kanulasi dapat dilakukan setelah
angka ACT mencapai > 200. Selain itu terdapat pipa – pipa penghisap (
Cardiotomy Suction ) yang dihubungkan dengan mesin CPB dan darah ini
dapat disalurkan kembali ke reservoir venous agar selama pembedahan pasien
tidak kehilangan banyak darah. On ByPass dimulai dengan membuka pipa –
pipa dan kanul – kanul tersebuti dan disebut bypass partial karena paru masih
berfungsi dan sebagian darah vena tidak hanya masuk ke kanul vena tetapi
masih masuk sebagian ke ventrikel kanan.
Dari saluran vena darah mengalir ke mesin CPB dengan berat gravitasi masuk
ke reservoir vena, setelah dipompa ke oksigenator dilakukan oksigenasi dan

19
darah dipompa kembali setelah melewati pengatur suhu ke saluran kanul aorta.
Parameter hemodinamik dimonitor oleh ahli bedah. Pada operasi penggantian
katup mitral bisa melalui atrium kiri dari arah lateral atau bisa juga melalui
atrium kanan dan membuka septum atrium . Bila dilakukan melalui atrium
kanan kanulasi dari kedua vena kava dikencangkan menggunakan pita
tourniquet yang mengalungi kedua vena cava maka semua darah vena masuk
ke mesin CPB dan atrium tidak terisi darah lagi , paru – paru dihentikan
fungsinya. Tetapi bila membuka melalui atrium kiri sisi lateral tidak perlu
menggunakan tourniquet .
Keadaan ini disebut Total Bypass ( aliran darah vena di alirkan semuanya ke
mesin CPB dan paru berhenti bekerja ) kemudian dilakukan klem silang aorta.
Henti jantung dilakukan dengan cara memberikan cairan kardioplegic ( 4 oC )
ke sirkulasi coroner ( antegrade atau retrograde ) selama 2 menit sampai
jantung berhenti berdenyut. Selain itu dapat dibantu dipercepat dengan
memberikan cairan dingin kedalam rongga pericard. Setelah jantung berhenti
maka ahli bedah dapat melakukan bedah jantung terbuka ( Puruhito, 2013 ) .
Setelah tindakan MVR selesai klem aorta dapat dibuka , kembali ke pintas
partial. Akhirnya pada keadaan yang stabil pintas jantung paru dapat
dihentikan dan fungsi jantung dikembalikan. Kontraksi jantung dapat
dirangsang dengan menggunakan DC shock ( Puruhito, 2013 )

2.2.8 Pemberian antikoagulasi pasca bedah

Untuk mencegah terjadinya trombosis pasien dengan post operasi MVR baik
itu menggunakan mekanik atau bioprostetik katup harus mendapatkan
antikoagulan. Therapi anti coagulan adalah obat yang bekerja untuk mencegah
penggumpalan darah dengan cara memperpanjang waktu darah untuk
membeku. Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja protein yang
terlibat dalam proses pembekuan darah yang disebut faktor pembekuan darah.
Obat yang sering dipakai untuk pasien post operasi MVR adalah jenis warfarin
yaitu golongan obat anticoagulan yang bekerja menghambat kerja vitamin K
sehingga darah akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membeku.
Terapi ini dimulai hari ketiga pasca bedah. Nilai INR juga harus dijaga yaitu
antar 2,5 – 3,0 . dibawah nilai ini timbul bahaya risiko perdarahan spontan, dan

20
diatas nilai tersebut ada bahaya terjadi trombposis katup. Hal ini merupakan
problem sosial yang besar bagi pasien karena penentuan nilai INR ini harus
secara berkala dicek untuk menentukan pemberian anticoagulasi secara tepat.
Pada katup bioprotesis jenis mutakhir pemberian anticoagulasi dapat diberikan
dalam waktu 3 bulan sedangkan pada katup mekanik selama seumur hidup (
Puruhito, 2013 )

2.2.9 Pendidikan kesehatan bagi pasien post operasi MVR dengan Katup Mekanik
Seperti yang sudah dijelaskan pada materi sebelumnya bahwa pasieng dengan
post operasi penggantian katup dengan katup mekanik harus mengkonsumsi
obat anti koagulan seumur hidup. Hai ini tidak mudah bagi pasien karena pasti
akan timbul rasa jenuh ataupun bosan pada pasien. Kita sebagai perawat wajib
melakukan edukasi pada pasien dan juga keluarga supaya tidak terjadi putus
obat dan meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi therapi antikoagulan guna
meningkatkan kualitas hidup pasien pasca operasi penggantian katup mekanik.
Hal hal yang harus disampaikan atau di edukasikan kepada pasien antara lain :
1. Pasien harus patuh minum obat anticoagulan setiap hari seumur hidup
pasien
2. Beri tahu kepada keluarga untuk selalu memberikan dukungan dan
motivasi kepada pasien
3. Anjurkan kepada semua anggota keluarga untuk saling mengingatkan
4. Beri tahu kepada pasien dan keluarga akibat atau bahaya jika tidak
mengkonsumsi obat secara rutin, dari kerusakan katup, operasi membuka
jantung kembali, bahkan kematian
5. Jika pasien melewatkan satu dosis maka segeralah dikonsumsi ketika
ingat, namun jika pasien tidak ingat hingga dosis berikutnya maka tidak
perlu untuk menggandakan dosi
6. Jelaskan efek samping obat kepada pasien dan jika ada keluhan hebat
segera menemui dokter terdekat, efek samping obat antara lain :
a. Perdarahan saat menstruasi lebih banyak
b. Urin yang berwarna kecoklatan sampai kemerahan
c. Berak/ feses darah
d. Perdarahan gusi dan gigi
e. Perdarahan hidung

21
f. Batuk darah
g. Muntah darah
h. Memar / lebam / hematoma
7. Hindari aktivitas fisik yang ,enimbulkan resiko cidera
8. Jika rumah jauh dari fasilitas kesehatan anjurkan untuk kontrol dokter 3
hari sebelum obat habis untuk mendapatkan resep
9. Cek laboratorium sesuai jadwal ( 2 minggu sekali ) untuk kontrol nilai INR
untuk menentukan dosis yang tepat
10. Makanan dan minuman yang harus dikurangi ( makanan yang banyak
mengandung vitamin K ) :
a. Alkohol / minuman keras harus dihindari
b. Sayuran berdaun hijau seperti bayam, sawi, kale, asparagus, kembang
kol, selada, kubis, brokoli
c. Buah buahan seperti buah plum, blueberry, alpukat, anggur, kiwi.

2.2.10 komplikasi pasca penggantian katup mitral


komplikasi pasca operasi penggantian katup mital antara lain adalah
perdarahan. Perdarahan sendiri dibagi menjadi dua , yaitu :
a. Perdarahan surgical
Perdarahan surgical adalah keadaan darurat yang mengancam hidup yang
biasa disebabkan oleh bocornya jahitan dalam jantung atau tusukan dari
kawat sternum. Pada perdarahan ini WSD terisi penuh dengan darah merah
terang dalam beberapa menit. Jumlah drainase tidak boleh melebihi
200ml/jam selama 4-6 jam pertama .
b. Perdarahan medical
Perdarahan medical lebih umum terjadi yang disebabkan karena gangguan
pembekuan darah akibat rusak dan pecahnya trombosit. Trombositopeni
dapat terjadi karena destruksi atau kehilangan trombosit oleh pengaruh
CPB. Heparin juga dapat menyebabkan perdarahan pasca operasi. Setelah
proses CPB heparin di netralisir oleh protamin namun dapat terjadi efek
residual heparin. Fungsi platelet mungkin rusak oleh beberapa sebab yaitu
lamanya pemakaian CPB atau pasien masih minum obat anti platelet.

22
Selain komplikasi perdarahan pasca bedah yang membutuhkan segera re –
open terdapat komplikasi – komplikasi lambat ( > 30 hari) yang dapat
terjadi antara lain :
a. Terjadinya dehisen katup yang disebabkan karena terlepasnya salah
satu jahitan , dedapat terjadi endocarditis pasca bedah yang
menyebabkan lembeknya jaringan annulus , hingga tidak dapat
menahan katup tersebut. Selain dari gejala klinis pasien dapat
dilakukan pemeriksaan – pemeriksaan penunjang seperti laboratorium,
ECHO, MSCT angio atau catheterisasi janytung .
b. Trombosis katup dapat terjadi meskipun sudah diberi anticoagulan,
misalnya adanya kelainan hemostatis atau inkompatibilitas dengan
bahan katup. Trombosis pada katup menyebabkan tidak berfungsinya
katup tersebut dan menunjukkan tanda – tanda insufisiensi dan harus
segera melakukan penggantian katup baru.
c. Macetnya mekanisme engsel keping katup ( kesalahan pabrikan ) dapat
menjadi kasus tuntutan hukum pada industri pembuat katup tersebut .
( Puruhito, 2013 ).
2.3 Asuhan Keperawatan Perioperatif
Asuhan keperawata pre operasi merupakan tahap awal dari keperawatan perioperatif.
Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini
, hal ini disebabkan karena fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk
kesuksesan tahapan – tahapan selanjutnya. Pengkajian pre operasi bertujuan agar
pasien kooperatif setelah pembedahan, persiapan mental dan fisik yang optimal, tidak
ada penyulit atau komplikasi ( Nurafif & Kusuma, dalam NANDA NIC – NOC,
2015 )
2.3.1 Pengkajian Preoperatif
a. Keluhan utama
Pada pasien dengan mitral stenosis yang akan dilakukan tindakan operasi
keluhan utama yang sering muncul yaitu cemas, takut, sesak nafas, mudah
lelah saat beraktivitas, atau terjadi edema.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien dengan stenosis mitral selain keluhan utama klien juga dapat
mengungkapkan kronologi awal mula pasien merasakan keluhan.
c. Riwayat penyakit dahulu
23
Perlu dikaji adakah riwayat penyakit demam reumatik atau infeksi saluran
pernafasan atas, selain itu perlu dikaji juga pasien pernah sakit atau operasi
apa.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pada pasien mitral stenosis riwayat penyakit keluarga tidak ada
korelasinya karena bukan merupakan penyakit keturunan , tetapi perlu
dikaji anggota keluarga yang tinggal satu rumah yang mempunyai riwayat
sakit ISPA dalam jangka waktu lama.
e. Pengkajian Activity daily living
1. Aktivitas / istirahat
Pada pasien mitral stenosis dapat dikaji aktivitas pasien sehari – hari,
pekerjaan pasien, adakah kelemahan saat beraktivitas , palpitasi,
gangguan tidur, yang ditandai dengan takikardi, pingsan saat aktivitas,
takipnea, dispnea
2. Sirkulasi
Kaji tanda – tanda vital pasien ( N,TD) , auskultasi bunyi jantung , (
ada bunyi murmur ).
3. Integritas ego
Kaji tanda – tanda kecemasan, gelisah ,melamun, pucat berkeringat,
gemetar.
4. Nutrisi dan cairan
Kaji adanya disfagia, perubahan berat badan, penurunan nafsu makan,
edema tungkai,
5. Neurosensori
Kaji riwayat pingsan pusing saat aktivitas atau istirahat
6. Nyeri / ketidaknyamanan
Kaji adakah keluhan nyeri dada atau rasa tidak nyaman pada dada.
7. Higiene
Ketergantungan pada orang lain, berbagai kesulitan untuk
melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.

24
f. Pemeriksaan fisik
1. Sistem kardiovaskular
Bunyi jantung tambahan akibat dari kerusakan katup mitral ( murmur
), irama jantung didapat ireguler bila bersifat kronik , tanda tanda vital,
pengisian kapiler.
2. Sistem respirasi
Frekuensi nafas , kedalaman nafas, penggunaan otot nafas tambahan(
cuping hidung ), suara nafas tambahan ( didapat ronchi ).
3. Sistem urologi
Kaji pola eliminasi pasien ( BAK & BAB ) frekuensi, warna dan
jumlah .
4. Sistem neurologi
Kaji apakah terdapat gangguan neurologi pada pasien , riwayat stroke
atau gangguan saraf lainnya .
5. Sistem gastrointestinal
Kaji ada tidaknya keluhan mual muntah, kaji bentuk abdomen,
auskultasi bunyi usus, kaji nyeri tekan abdomen
6. Sistem integumen
Kaji kelembapan kulit , turgor kulit, warna kulit
7. Sistem musculoskeletal
Kaji kekuatan otot pasien pada masing – masing ekstrimitas ada
gangguan atau tidak .
8. Status mental
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah penting dalam
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan
merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang
yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologi maupun psikologi.
Contoh perubahan fisiologi yang muncul akibat kecemasan/ketakutan
antara lain: pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami
kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan
tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.

25
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi
pengalaman operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda
pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu
dialami oleh setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai
alasan yang dapat menyebabkan ketakutan atau kecemasan pasien
dalam menghadapi pembedahan antara lain:
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
c. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang
mempunyai penyakit yang sama
d. Takut menghadapi ruang operasi, peralatan operasi dan petugas
e. Takut meninggal saat dibius/ tidak sadar lagi
f. Takut operasi gagal
Cara mengukur kecemasan menurut Hawari (2008) dapat
menggunakan alat ukur yang dikenal dengan nama Hamilton Rating
Scale For Anxiety (HRS-A). Pengukuran ini dapat mengukur derajat
kecemasan seseorang (ringan, sedang, atau berat berat). Alat ukur ini
terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing masing kelompok dirinci
lagi dengan gejala gejala yang lebih spesifik. Masing-masing
kelompok gejala diberi penilaian nilai antara 0-4. Skore 0 tidak ada
gejala, skor 1 satu gejala, skor 2 satu atau dua gejala, skore 3 lebih dari
dua gejala, skore 4 semua gejala .Masing-masing nilai dari ke 14
kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan
tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu total nilai
≤5 tidak ada kecemasan, nilai < 6 tidak ada kecemasan, 6-14
kecemasan ringan, nilai 15-27 kecemasan sedang, nilai ≥28 kecemasan
berat.

Alat ukur HRS-A ( Hamilton Rating Scale for Anxiety )


No Gejala Kecemasan Score (1-4)
1 Perasaan cemas
a. Cemas
b. Firasat buruk
c. Takut akan pikiran sendiri

26
d. Mudah tersinggung
2 Ketegangan
a. Merasa tegang
b. Lesu
c. Tidak bisa istrirahat tenang
d. Mudah terkejut
e. Mudah ,menangis
f. Gemetar
g. Gelisah
3 Ketakutan
a. Takut pada gelap
b. Takut pada orang asing
c. Takut ditinggal sendiri
4 Gangguan tidur
a. Sukar tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidur tidak nyenyak
d. Bangun dengan lesu
e. Banyak mimpi buruk
5 Gangguan kecerdasan
a. Sukar konsentrasi
b. Daya ingat menurun
c. Daya ingat buruk
6 Perasaan depresi
a. Hialngnya minat
b. Sedih
c. Bangun dini hari
d. Perasaan berubah ubah
7 Gejala somatik/ fisik ( otot )
a. Sakit dan nyeri otot
b. Kaku
c. Kedutan otot
d. Gigi gemerutuk

27
e. Suara tidak stabil
8 Gajala sensori
a. Tinitus ( telinga berdenging )
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah atau pucat
d. Merasa lemas
9 Gejala kardiovaskular
a. Takikardi
b. Berdebar debar
c. Nyeri dada
d. Denyut nadi kuat
e. Rasa lesu dan lemas
10 Gejala respiratori
a. Rasa tertekan saat bernafas
b. Rasa tercekik
c. Sering menarik nafas
d. Sesak nafas / nafas pendek
11 Gejala gastrointestinal
a. Sulit menelan
b. Perut melilit
c. Gangguan pencernaan/ nafsu
makan menurun
d. Nyeri perut sebelum dan sesudah
makan
e. Rasa penuh dan kembung
f. Mual muntah
g. Konstipasi
12 Gejala urogenital
a. Sering buang air kecil
b. Tidak dapat menahan untuk
kencing
13 Gejala autonom
a. Mulut kering

28
b. Muka merah
c. Mudah berkeringat
d. Kepala terasa berat
14 Tingkah laku
a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Kening sering mengkerut
e. Muka tegang
Tabel 4. Tabel alat ukur HRS-A ( Hamilton Rating Scale for Anxiety )

Tingkat kecemasan dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu


sebagai berikut :
a. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan persepsi.
b. Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah.
c. Kecemasan berat, sangat mengurangi persepsi seseorang yang
cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan
tidak dapat berpikir tentang hal lain.
d. Tingkat Panik, berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan
terror, karena mengalami kehilangan kendali, orang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan
perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung
persiapan mental pasien. Keluarga perlu mendampingi pasien
sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan
kata kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan
keputusan pasien untuk menjalani operasi.

29
g. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap ( Hb, Leokosit, Limfosit, LED, Trombosit,
Albumin, Globulin, Kalium, Natrium, Clorida, fungsi koagulasi,
Ureum Kreatinin, GDS ), pemeriksaan darah HbsAG, dan pemeriksaan
golongan darah.
2. EKG
Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitrral dan
juga sering dijumpai adanya atrial fibrilasi.
3. Foto thorak
Dari pemeriksaan foto thorak didapatkan pembesaran atrium kiri serta
pelebaran arteri pulmonalis dan tanda – tanda bendungan pada lapang
paru. Gambaran foto thorak dapat berupa aorta yang relatif kecil dan
pembesaran ventrikel kanan.
4. Echocardiografi
Echocardiografi adalah alat diagnostioc non invasif utama yang
digunakan untuk menilai keparahan stenosis mitral. Dari pemeriksaan
echocardiografi didapatkan berkurangnya permukaan katup mitral,
berubahnya pergerakan katup posterior dan penebalan katup akibat
fibrosis dan kalsifikasi.

h. Pemeriksaan status anestesi


Pemeriksaan status pembiusan atau anastesi dilakukan untuk keselamatan
selama tindakan pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi pasien akan
menjalani pemeriksaan status fisik yang sangat diperlukan untuk menilai
sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang
biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA
(American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena
obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi
pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
i. Persiapan medical/ Obat obatan
a. Obat anti koagulan dihentikan 1 minggu sebelum operasi
contoh: Sintrom, Simarc, dan Aspirin.

30
b. Obat diuretik dihentikan tiga hari sebelum operasi, contoh:
Furosemide, Spironolactone, kecuali bila ada instruksi lain dari
dokter.
c. Antibiotik diberikan untuk profilaksis dan diberi waktu untuk
induksi anastesi di dalam kamar operasi, hanya diperlukan untuk
test kulit agar kita mengetahui apakah pasien alergi atau tidak.
d. Obat Calsium Bloker atau Beta Bloker di berikan sampai hari
pelaksanaan tindakan pembedahan
j. Persiapan PMI
Permintaan darah di PMI ada 3 jenis darah yaitu: Packed Red Cell
(PRC) 1000 cc (15-20 cc/kg BB), Fresh Frozen Plasma 1000 cc (15-20
cc/kgBB), Trombosit 5 unit.
2.3.2 Pengkajian intra operatif
Perawatan intra bedah di mulai sejak penderita masuk ke kamar bedah.Untuk
mengetahui problem intra bedah dianjurkan untuk mengetahui problem
penderita prabedah sehingga dapat di antisipasi dengan baik problem
pernafasan, hemodinamik dan lain – lain.
a. Sistem kardiovaskular
Pada pengkajian intra operasi sistem kardiovaskuler dapat dikaji dengan
mencatat nilai hemodinamik pasien yaitu tekanan darah nadi ,nilai CVP,
suhu pasien , ekg dan irama jantung pasien, produksi urin, penggunaan
support therapi, assist device yang dipakai. Pemantauan EKG selama
operasi dilihat irama dasar jantung dan adanya kelainan irama jantung
seperti Atrial fibrilasi,Ventrikel ekstrasistol, Blok atrioventrikel dll. Serta
problem yang di hadapi terutama bila ada perubahan irama dasar jantung
yang membahayakan.
b. Sistem Respirasi
Kaji warna kulit pasien, RR, saturasi oksigen, pastikan kedalaman ETT ,
fiksasi ETT, kaji kepatenan oximeter, kaji ventilator mode yang
digunakan, kaji hasil laborat AGD intra op.
c. Sistem gastrointestinal
Kaji apakah pasien terpasang NGT atau tidak, kaji gangguan di
gastrointestinal, bising usus, bentuk abdomen.
d. Sistem persyarafan
31
Kesadaran pasien dalam pengaruh anestesi terpasang ETT.
e. Sistem eliminasi
Kaji pasien terpasang alat bantu BAK, jumlah urin selama operasi dan
warna urin.
f. Sistem penglihatan
Kaji bentuk kedua mata, warna sklera dan konjungtiva.
g. Sistem integumen
Kaji posisi pasien saat operasi , kaji kulit pasien ada kerusakan apa tidak,
kaji alat alat yang menempel pada kulit pasien, kaji apakah pasie memakai
blangket penghangat, ground diatermi, elektroda EKG, dan kulit pasien
dilindungi oleh material apa saja. Kaji apakah pasien dilakukan preparasi
kulit terlebih dahulu sebelum operasi. Kaji adanya kemerahan, lecet, bula
ataupun reaksi alergi terhadap alat alat yang menempel pada kulit pasien.
Kaji pengganjal apa saja yang dipakai dan di bagian mana.
h. Sistem musculoskeletas
Kaji BB dan TB,kaji edema perifer, terpasang alat invasif, akral, pulsasi
arteri di kaki kanan kiri, adanya riwayat fraktur.
i. Cairan dan elektrolit
Jumlah cairan yang diberikan selama opoerasi, jumlah perdarahan selama
operasi dan juga jumlah tranfusi darah bila ada .
j. Pemakaian mesin CPB dan penggunaan probe TEE

2.3.3. Pengkajian post operatif


Perawatan postoperatif dimulai sejak penderita masuk ke ICU. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada perawatan pasien pasca bedah terbagi atas :

1. Status Kardiovaskular
Tindakan operasi yang dilakukan beserta data hemodinamik post op meliputi
frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena sentral (CVP),
bentuk gelombang pada tekanan darah invasive, drainase rongga dada (WSD),
Monito jumlah drain tiap satuan waktu biasanya tiap jam tetapi bila ada
perdarahan maka observasi dikerjakan tiap ½ jam atau tiap ¼ jam. Perdarahan
yang terjadi lebih dari 3 cc/kgBB/jam dianggap sebagai perdarahan pasca bedah
dan mungkin memerlukan re-open untuk menghentikan perdarahan.

32
Fungsi pacemaker, tekanan darah, Peripheral oxygen saturation (SpO2), Obat-
obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi jantung, dosisnya, rutenya
dan lain-lain, alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pacu jantung,
selain itu perlu dikaji juga warna kulit, warna kuku, mukosa bibir, suhu kulit,
edema. Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar
jantung dan adanya kelainan irama jantung seperti AF, VES, blok atrioventrikel
dll. Rekording/pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali dalam sehari dan
tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila ada perubahan irama dasar
jantung yang membahayakan.

2. Sistem pernapasan
Penderita dari kamar bedah masih belum sadar. Sampai di ICU segera pasang alat
bantu nafas dan dilihat :
a. Ukuran dan kedalaman ETT yang dipakai
b. Tidal volume dan minut volume, RR, FiO2, PEEP, Mode ventilator
c. Lihat cairan yang keluar dari bronkhus / tube, apakah lendirnya normal,
kehijauan, kental atau berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru.
Bila perlu diperiksa kultur.
d. Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan untuk mengetahui secara
dini tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Perawat
mengkaji status respirasi pasien selama bedah, ukuran endotrakeal tube,
masalah yang dihadapi selama intubasi, lama penggunaan alat mesin
jantung paru. Selanjutnya kaji gerakan dada, suara nafas, setting
ventilator (frekuensi pernafasan/RR, volume tidal, konsentrasi oksigen,
Mode, PEEP), kecepatan nafas, tekanan ventilator, saturasi oksigen,
analisa gas darah.
3. Sistem neurologis dan sensori
Kesadaran dilihat dari pasien mulai bangun atau masih diberikan obat -obatan
sedatif dan relaxan. Bila pasien mulai bangun dianjurkan untuk menggerakkan
keempat ekstremitasnya. Kaji juga tingkat responsifitas , ukuran pupil dan reaksi
terhadap cahaya, reflex, gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST dan respon terhadap analgesik
4. Sistem perkemihan
Memonitor produksi urine tiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat
33
hemolisis dan lain-lain. Dilakukan pemerikasaan ureum dan kreatinin.
5. Sistem percernaan
Observasi status cairan, asupan nutrisi, auskultasi bising usus, palpasi abdomen,
nyeri pada saat palpasi.
6. Sistem integumen
Kaji alat alat invasif yang terpasang pada pasien, kaji luka operasi apakah dirawat
terbuka atau tertutup bila ada tanda – tanda infeksi seperti kemerahan dan
bengkak.
7. Sistem musculoskeletal
Kaji BB dan TB,kaji edema perifer, terpasang alat invasif, akral, pulsasi arteri di
kaki kanan kiri
8. Sistem nutrisi
Kaji status nutrisi pasien, berat badan pasien , apakah mengalami kenaikan atau
penurunan, kaji adakah mual muntah pada pasien .
9. Pemeriksaan penunjang
a. Hasil laborat post operasi
HB, HT, trombosit, leukosit, Analisa gas darah, SGOT/SGPT, Albumin,
ureum,kreatinin, fungsi pembekuan darah
b. Foto thorak
Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk melihat
alat-alat dirongga thorak. Perawatan pasca bedah di ICU harus disesuaikan
dengan problem yang dihadapi seperti komplikasi yang dijumpai. Umumnya
bila fungsi jantung normal, penyapihan terhadap respirator segera dimulai dan
begitu juga ekstubasi beberapa jam setelah pasca bedah.
c. Fisioterapi
Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan
ventilator. Bila sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk mencegah retensi
sputum (napas dalam, vibrilasi, postural drainase).
2.3.4. Penatalaksanaan perioperatif
a. Pre operasi
1. Persiapan administrasi
a. Surat ijin tindakan ( informed consent )
Pasien dan keluarga harus menyadari bahwa tindakan medis atau
operasi sekecil apapun memiliki risiko. Untuk itu setiap pasien yang

34
akan menjalani tindakan medis wajib untuk menuliskan surat
pernyataan persetujuan untuk dilakukannya tindakan medis baik itu
pembedahan ataupun anestesi. Meskipun mengandung risiko yang
tinggi tetapi sering kali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan
merupakan satu – satunya pilihan bagi pasien.
b. Formulir rencana tindakan / SLIP
Form ini adalah salh satu persyaratan yang sangat penting untuk
kelengkapan administrasi karena berkaitan dengan tindakan yang akan
dilakukan dengan pihak yang akan menjamin tindakan tersebut
disetujui untuk dilaksanakan.
2. Persiapan fisik
a. Kecukupan istirahat
Klien harus istirahat yang cukup sebelum tindakan karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup klien tidak akan mengalami stres yang
mempengaruhi hemodinamik saat pembedahan. Tubuh yang rileks
sangat dibutuhkan bagi klien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan
darahnya dapat stabil dan bagi klien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan
pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet
sebelum tidur untuk menurunkan kecemasan sehingga kebutuhan
istirahatnya terpenuhi.

b. Kebersihan lambung dan kolon


Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah klien
dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon
dengan menggunakan yal. Puasa harus dijalani pasien berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Tindakan puasa
pada klien yang memiliki riwayat diabetes mellitus harus dipantau
kadar gula darahnya untuk mewaspadai terjadinya hipoglikemia.
Khusus pada klien yang menbutuhkan operasi CITO (segera),
35
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT
(naso gastric tube).
c. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman
dan juga menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak
memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada klien luka
insisi pada lengan. Tindakan pencukuran harus dilakukan dengan hati-
hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan
daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin
(pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah
sekitar perut dan paha. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran
pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan. Tehnik pencukuran dilakukan dengan menggunakan
clipper. Pencukuran dilakukan satu jam sebelum dikirim ke kamar
bedah.

d. Personal Hygiene
Kebersihan tubuh klien sangat penting untuk persiapan operasi karena
tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien dengan
kondisi fisik kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan
daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya, jika klien tidak
mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka
perawat akan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene. Mandi antiseptik dilakukan pada hari dilakukannya operasi,
dengan cara membasahi rambut hingga seluruh badan, kemudian
rambut dikeramas dengan sabun anti septik lalu dibilas hingga bersih
dan anggota badan yang lain dilakukan proses penyabunan sebanyak 2
kali pengulangan dan dibilas hingga bersih
e. Pengosongan kandung kemih
36
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder dengan
tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance
cairan.
f. Latihan pra bedah
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini
sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi
pasca operasi, seperti: nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir
pada tenggorokan.
3. Implementasi peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara diantaranya adalah:
a. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan tindakan yang dialami
pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang
waktu operasi, hal hal yang akan dialami oleh pasien selama proses
operasi, menunjukan tempat kamar operasi, dll. Pasien yang telah
mengetahui berbagai informasi selama operasi akan menjadi lebih siap
menghadapi operasi.
b. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan
persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan, gunakan
bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa,
maka perawat harus menjelaskan kapan harus mulai puasa dan sampai
kapan, manfaat puasa untuk apa, memberikan penjelasan sebelum
pengambilan sampel darah pasien. Diharapkan dengan pemberian
informasi yang lengkap kecemasan yang dialami oleh pasien akan
berkurang dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.
c. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan
tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada
pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di
antar ke kamar operasi.
d. Mengoreksi pemahaman yang salah tentang tindakan pembedahan dan
hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan
kecemasan pada pasien.
e. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi,
seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk
37
menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan
istirahatnya terpenuhi.
f. Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar
operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga
membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan
pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar
pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk
menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.

b. Intra operasi
a. Dari perawata anestesi persiapan alat alat pemantauan hemodinamik
seperti EKG monitor, ETT, arteri line, PA line vena perifer, CVP, probe
temperatur, probe saturasi, swanganz.
b. Dari perawat perfusi menyiapkan mesin CPB yang akan di pakai
c. Dari perawat bedah menyiapkan alat – alat dasar yang akan dipakai, antara
lain :

- Basic set - Gergaji


- Mitral set - Jas operasi
- Retraktor mitral - Apron
- Sternum set - Plastik
- Wascom + pemanas - Kasa lipat
- Urin set preparasi set - Handuk steril
- Handle lampu - Sizer katup
- Handle klip biru - Sizer ring
- Pedal DC shock - Laken I,II
- Magnetic table
Tabel 5. Alat dasar

38
 BHP Farmasi
- Tempat jarum - Pisau 11 ( 2 ) - U drape
- Tip cleaner - Pisau 21 - Oppsite ( 2 )
- Diatermi - Silk no.1 tanpa jrm - Cardiotomi suction
- Connecting - Silk no 1 ( 4) - Suture ring
suction - Silk 3-0 ( 1 ) - Tourniquet + pita
- Bone wax - Safil 2-0 ( 3 ) - Thorac tube 28 &
- Dower cath no.14 - Safil 4-0 ( 1 ) 24
- Urin bag - Premicrone 3-0 ( 5) - WSD
- Aqua steril - Premilene 5-0 - Still wire
- Cath jelly - Premilene 4-0 - Handscone steril
- Sp 20 cc - Benang katup - Infus set
- Sp 50cc premicrone 2-0 - NGT no.16
- Sp 100 cc pleged 6x3 ( 2 - Nylone tape
Tabel 6. BHP farmasi

 Langkah langkah operasi


No Langkah langkah Instrumen
1 Menyiapkan selang selang perfusi Selang aorta, Vena, suction,
cardioplegic, towel klem (4)
- Speed up Tubing klem (3), gunting
selang
- Cek oklusi
2 Insisi kulit Pisau 21, diatermi, pinset,
kasa
3 Sternotomi Hak gigi, gergaji
Rawat perdarahan sternum Hak gigi (2), kasa, bonewax
Pasang retraktor Retraktor dada
4 Membuka pericard Pinset ( 3 ), suction
Tegel pericard Silk 1 , needle holder, gunting
benang, pinset

39
5 Persiapan kanulasi Premicrone 3-0, pinset
- Jahitan Kanulasi aorta gunting benang, snagel, pean
- Jahitan Kanulasi SVC & IVC
6 Kanulasi
- Kanulasi aorta Gunting jaringan, kanul aorta
Sambung ke selang aorta no.24, pisau no.11, silk no.1
sabet gunting benang, tubing
klem, silk 1 jarum.
- Kanulasi SVC & IVC Debecky (2), Pisau 11,
Sambung ke selang vena gunting jaringan, kanul SVC
( konector Y ) no.28, sabet silk 1, gunting
benang, tubing klem
7 Pemasangan lingkar tape SVC & Right angel + C klem, pita,
IVC pean bengkok, tourniquet
8 Jahitan kanulasi antegrade Premicrone 3-0 , snagel,
gunting benang, pean
9 Pemasangan jarum antegrade Jarum antegrade, pinset
10 Dripping plegic Com, wall suction
Sambung dengan selang Klem selang plegic
cardioplegic
11 Cardio Pulmonary Bypass on Tubing klem SVC IVC dibuka
Suhu diturunkan
12 Total bypass Snagel SVC IVC
13 Aorta kross klem Klamp aorta
14 Plegic masuk Klemp selang plagic dibuka

40
15 Tindakan operasi
- Tegel RA Silk 3-0, gunting benang, pean
- Membuka RA p.11, gunting jaringan
- Membuka septum atrium p.11, gunting jaringan
- Expose mitral hak mitral dan aksesoris
- Reseksi chordae pisau 11 panjang, gunting
jaringan panjang,
- Jahitan replace katup suture ring, premicrone 2-0
pleget 6x3, needle holder
panjang
16 - Sizering sizer katup On-X
- MVR dengan katup mekanik handle katup mekanik, needle
On-X no. 25 mm dengan 12 holder pendek
jahitan pleged
17 Katup mekanik sudah terpasang
Lepas handle Pisau 11
Ikat / fiksasi jahitan katup Siram siram air pakai sp 50 cc
18 Test katup Tester katup mekanik
19 Rewarming Ganti air dengan air hangat
20 Menutup septum atrium Optilene 4-0 HR26, needle
- Partial bypass holder, pinset, gunting
benang, rubber shot
- Diering jantung kiri (pompa Tourniquet aff
paru ) Suction biru high
- Aox off
21 Menutup atrium kanan Optilene 5-0 ( HR 17), needle
holder, pinset, gunting
benang, rubber shot
22 Weaning CPB Tubing klem (2)
- Dilakukan TEE Fungsi katup mekanik dan
posisi baik
- Dekanulasi SVC, IVC Pisau 11, pinset aff jahitan
SVC, IVC

41
23 Protamin in
Reinforce jahitan Premilene 5-0, needle holder
pinset, gunting benang
24 Dekanulasi aorta Tubing klem, p.11, pinset, aff
jahitan fiksasi kanul
Reinforce jahitan aorta Premilene 5-0, needle holder
pinset, gunting benang
25 Memasang drain substernal dan Pisau 11, jahitan silk 1,
intra pericard gunting benang,
Pean drain no.28 dan 24
sambung ke WSD
26 Menutup pericard Safil 2-0, needle holder,
pinset, gunting benang
27 Menutup sternum Hak gigi (2), still wire,
pemegang wire, needle holder
wire, gunting wire
28 Menutup subcutis Safil 2-0 ?92) ,needle holder,
pinset, gunting benang,
29 Menutup subcuticuler Safil 4-0 ,needle holder,
pinset, gunting benang,
30 Operasi selesai

Tabel 7. Langkah – langkah operasi

c. Post operasi
Serah terima pasien dari kamar operasi dilakukan oleh perawat yang
menangani pasien dari awal dengan perawat ICU sebagai penanggung jawab
pasien tersebut di ICU, hal hal yang perlu di sampaikan meliputi :
a. Keadaan umum pasien
Kesadaran pasien ,pasien telah dilakukan tindakan operasi apa saja di
kamar operasi, adakah penyulit selama operasi.
b. Setting ventilator
Kesadaran pasien dari kamar operasi masih dalam pengaruh anestesi,
sampai di icu segera respirator di pasang dan dimonitor ETT , tidal

42
volume, minute volume, RR, FiO2, PEEP, monitoring adakah cairan atau
secret yang keluar, bagaimana konsistensinya
c. Monitoring hemodinamik
Dilakukan pemantauan hemodinamik post operasi meliputi CVP, tekanan
darah arteri, denyut nadi perifer, HR, dosis support terapi yang digunakan,
alat alat yang terpasang pada pasien.
d. Merekam EKG
Perekaman EKG dilakukan segera setelah pasien pindah, dilihat irama
dasar jantung dan adanya kelainan irama jantung seperti AF,VES, Blok dll.
e. Sisitem neurologis
Kesadaran dilihat dari waktu pasien mulai bangun . kaji apakah pasien
masih diberikan obat obat sedatif atau pelumpuh otot. Bila pasien mulai
bangun ajarkan pasien untuk mulai menggerakkan ke empat ekstrimitas.
f. Fungsi ginjal
Monitor produksi urin tiap jam dan warna urin, adakan hematuri atau
tidak. Pemeriksaan ureum kreatinin bila diperlukann
g. Pemeriksaa laboratorium
Pemeriksaan laborat yang dikerjakan adalah Hb, Ht, trombbosit, leukosit,
ACT, INR, BGA, albuminn, GDS, ureum,kreatinin,
h. Monitoring produksi WSD
Monitoring produksi drain tiap jam , bila ada perdarahan lebih dari
200cc/jam perlu dilakukan minitiring tiap 15 menit atau 30 menit.
i. Pemeriksaan foto thorak
Pemeriksaan foto thorak di ICU dilakukan segera setelah pasien sampai di
ICU , bertujuan untuk melihat alat – alat invasif yang terpasang pada tubuh
pasien, seperti CVP, Swanganz, drain, ETT,

43
2.3.5. Diagnosa keperawatan perioperatif ( NANDA NIC – NOC , 2015 )
1. Diagnosa keperawatan pre operatif
a. Cemas berhubungan dengan prosedure bedah yang akan dilakukan
2. Diagnosa keperawatan intra operatif
a. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan fungsi jantung yang
terganggu dan kehilangan darah.
b. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
yang lama
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan
3. Diagnosa keperawatan post operatif
Diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi antara lain (NANDA, 2015):
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah, gangguan
fungsi miokardium (preload, afterload, kontraktilitas)
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
c. Nyeri berhubungan dengan trauma bedah dan akibat selang drain di dada.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi dan prosedur pembedahan

2.3.6 Rencana Keperawatan


1. Rencana keperawatan pre operatif
Diagnosa keperawatan Intervensi keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Cemas berhubungan NOC : NIC :
dengan Krisis  Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
situasional, Stress,  Koping (penurunan kecemasan)
perubahan status Setelah dilakukan tindakan  Gunakan pendekatan yang
kesehatan, ancaman keperawatan selama 1x60 menenangkan
kematian, perubahan menit diharapkan rasa cemas  Jelaskan semua prosedur
konsep diri, kurang pasien berkurang dengan  Temani pasien untuk
pengetahuan dan kriteria hasil : memberikan keamanan
hospitalisasi , proses  klien mampu dan mengurangi takut
pembedahn. mengidentifikasi dan  Berikan informasi faktual
mengungkapkan gejala mengenai diagnosis,

44
cemas dengan kriteria hasil tindakan prognosis
 klien mampu menunjukkan  Libatkan keluarga untuk
tehnik untuk mengontrol mendampingi klien
cemas  Instruksikan pada pasien
 Vital sign dalam batas untuk menggunakan
normal tehnik relaksasi
 Postur tubuh, ekspresi  Dengarkan dengan penuh
wajah, bahasa tubuh dan perhatian keluhan pasien
tingkat aktivitas  Identifikasi tingkat
menunjukkan berkurangnya kecemasan
kecemasan  Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Kelola pemberian obat
anti cemas
 Lakukan pendidikan
kesehatan mengenai
kepatuhan minum obat
anti koagulan seumur
hidup ( discharge palnning
)

45
2. Rencana keperawatan intra operatif

Diagnosa keperawatan Intervensi keperawatan


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Risiko penurunan curah Setelah dilakukan tindakan - Dokumentasikan adanya
jantung berhubungan keperawatan selama 1x60 disritmia jantung
dengan gangguan irama menit penurunan kardiak - Observasi tanda-tanda
jantung, stroke volume, output klien teratasi dengan vital selama operasi
preload dan afterload, kriteria hasil : - Observasi status
kontraktilitas jantung. - Tanda tanda vital dalam kardiovaskular
batas normal - Kaji tanda dan gejala
- Dapat mentoleransi penurunan curah jantung
aktivitas, tidak ada - Observasi status respirasi
kelelahan terhadap gejala gagal
- Tidak ada edema paru, jantung
perifer dan asites - Observasi keseimbangan
- Tidak ada penurunan cairan ( intake dan output
kesadaran cairan )
- AGD dalam batas normal - Kolaborasi pemberian
- Tidak ada distensi vena obat antiaritmia,
leher inotropik, dan vasodilator
- Pengeluaran urin normal untuk mempertahankan
- Tidak ada aritmia kontraktilitas jantung

Kerusakan integritas Ditandai dengan DO : NIC :


jaringan berhubungan Kerusakan jaringan (membran  Lakukan Pressure
dengan faktor mekaik ( mukosa, integumen, subcutan) management
tekanan , gesekan ) Faktor risiko :  Monitor kulit akan adanya
- Kondisi suhu ( hipertermi, kemerahan
hipotermia )  Observasi keadaan umum
- Faktor mekanik ( tekanan ) pasien sebelum dan
- Imobilitas fisik setelah operasi

46
Setelah dilakukan tindakan  Ganjal daerah tertekan
keperawatan 1x60menit dengan bantal
kerusakan inegritas pasien  Pasang ground diatermi di
tidak terjadi dengan kriteria kulit pasien
hasil :  Beri penghangat di alas
- Perfusi jaringan normal tempat tidur pasien
- Ketebalan dan textur
jaringan normal
- Tidak ada tanda – tanda
kerusakan integritas kulit

Resiko perdarahan NOC : NIC :


berhubungan dengan  Blood lose severuty Bleeding precaution
tindakan pembedahan  Blood coagulation  Monitor tanda – tanda
Setelah dilakukan asuhan perdarahan
keperawatan selama 1x 60  Catat nilai laborat ( Hb, Ht
menit diharapkan tidak ada )
tanda-tanda perdarahan dengan  Monitor nilai laborat
kriteria hasil : koagulasi ( ACT )
 Parameter hemodinamik  Monitor hemodinamik
dalam batas normal.  Identifikasi penyebab
 Perdarahan kurang dari 2 cc perdarahan
/ kgBB  Monitor status cairan
 Monitor tanda – tanda  Monitor produksi drain
perdarahan  Kolaborasi pemberian
produk darah

47
3. Rencana keperawatan post operatif

Diagnosa keperawatan Intervensi keperawatan


Kriteria hasil Intervensi
Penurunan curah jantung NOK : NIC :
berhubungan dengan  Cardiac pump effektiveness Perawatan jantung
kehilangan darah,  Circulation status  Lakukan penilaian
gangguan fungsi  Vital sign status komprehensif terhadap
miokardium (preload,  Tissue perfusion perifer sirkulasi perifer ( misalnya :

afterload, kontraktilitas) cek nadi perifer, edema,


Setelah dilakuakan asuhan pengisian kapiler, dan suhu
keperawatan selama 1x24 jam ekstremitas )
diharap klien menunjukkan  Dokumentasikan adanya
curah jantung adekuat dengan disritmia jantung
kriteria :  Observasi tanda-tanda vital
 Tekanan darah dalam  Observasi status
batas normal kardiovaskular
 Toleransi terhadap  Catat tanda dan gejala
aktifitas penurunan curah jantung
 Nadi perifer kuat  Observasi status respirasi
 Ukuran jantung normal terhadap gejala gagal
 Tidak ada distensi vena jantung
jungularis  Observasi keseimbangan
 Tidak ada disritmia cairan ( intake dan output
 Tidak ada bunyi jantung cairan )
abnormal  Instruksikan klien dan
 Tidak ada angina keluarga tentang
 Tidak ada edema perifer pembatasan aktifitas
 Tidak ada edema paru  Tentukan periode latihan
dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
 Observasi toleransi klien
terhadap aktivitas

48
Bersihan jalan nafas tidak Respiratory status : ventilation NIC :
efektif berhubungan Airway patency Airway management
dengan akumulasi sekret Setelah dilakukan tindakan Airway suctioning
keperawatan selama 1x24 jam - Posisikan klien untuk
diharap jalan napas kembali memaksimalkan ventilasi
efektif dengan kriteria hasil : - Auskultasi bunyi napas
- Pernafasan adekuat ( - Keluarkan secret dengan
menunjukkan jalan nafas batuk atau suction sesuai
yang paten ) kebutuhan
- Saturasi O2 dalam batas - Gunakan perlengkapan
normal steril dalam melakukan
- Tidak ada sianosis suction trachea
- Klien mampu mengeluarkan - Observasi status oksigen (
secret secara efektif saturasi oksigen ) klien dan
- Foto thorak dalam batas status hemodinamik (
normal MAP, irama jantung,)
sebelum selama dan
setelah suction
- Lakukan suction orofaring
setelah suction trachea

Nyeri berhubungan NOC : NIC :


dengan luka insisi post Pain level Pain management
operasi dan selang drain Pain control Analgetic assistance
comfort level - Kaji secara komprehensif ,
Setelah dilakuklan tindakan meliputi lokasi,
keperawatan selama 1x 24 jam karakteristik dan awitan,
diharapkan klien dapat durasi, frekuensi, kualitas,
Mengontrol nyeri dengan intensitas/beratnya nyeri,
kriteria hasil : dan factor presipitasi
- Mengenal faktor penyebab - Observasi isyarat non

49
nyeri verbal dari ketidak
- Menggunakan analgetik nyamanan, khususnya
dengan tepat dalam ketidak mampuan
- Menunjukkan tingkat nyeri untuk secara aktif
dengan kriteria - Kolaborasi pemberian
- Menyatakan nyeri analgetik sesuai kebutuhan
berkuranng - Gunakan komunikasi
- Menunjukkan ekspresi terapiutik agar klien dapat
wajah rileks mengekspresikan nyeri
- Kemampuanistirahat/tidur - Ajarkan penggunaan
cukup. teknik non farmakologi (
misalnya : relaksasi,
distraksi )
- Kolaborasi pemberian
analgetik

Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi


berhubungan terpasangnya keperawatan selama 1x 24 jam - Bersikan lingkungan
alat-alat invasif dan diharapkan tidak terjadi infeksi secara tepat setelah
prosedur pembedahan dengan kriteria hasil : digunakan oleh klien
- Tanda vital dalam batas - Ganti peralatan klien setiap
normal selesai setiap tindakan
- Tidak ada tanda-tanda - Batasi jumlah pengunjung
infeksi (rubor,dolor, kalor, - Anjurkan dan ajarkan klien
fungsiolaesa, tumor) untuk cuci tangan dengan
- Hasil laborat dalam batas tepat
normal ( Leukosit ) - Anjurkan pengunjung
untuk mencuci tangan
sebelum dan setelah
meninggalkan ruangan
klien
- Cuci tangan sebelum dan

50
sesudah kontak dengan
klien
- Gunakan sarung tangan
steril
- Lakukan peawatan aseptik
pada semua jalur iv
- Lakukan teknik perawatan
luka yang tepat
- Tingkatkan asupan nutrisi
dan cairan
- Kolaborasi pemeriksaan
Lab dan pemberian
antibiotik.

Resiko perdarahan NOC : NIC :


berhubungan dengan  Blood lose severuty Bleeding precaution
tindakan pembedahan  Blood coagulation - Monitor tanda – tanda
Setelah dilakukan asuhan perdarahan
keperawatan selama 1x 24jam - Catat nilai laborat ( Hb, Ht
diharapkan tidak ada tanda- )
tanda perdarahan dengan - Monitor nilai laborat
kriteria hasil : koagulasi ( ACT )
 Parameter hemodinamik - Monitor hemodinamik
dalam batas normal. - Identifikasi penyebab

 Perdarahan kurang dari 2 cc perdarahan

/ kgBB - Monitor status cairan

 Monitor tanda – tanda - Monitor produksi drain

perdarahan - Kolaborasi pemberian


produk darah

51
2.3.7 Implementasi
Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan intervensi setiap diagnosa yang
diangkat dengan memperhatikan kemampuan pasien dalam mentoleransi tindakan
yang akan dilakukan .
2.3.8 Evaluasi
Menilai apakah asuhan keperawatan yang diberikan dapat mengatasi masalah
keperawatan yang terjadi pada pasien.

52
RHD,
endocarditis
2.4 PATOFLOW
Peradangan

Terjadi
kerusakan
katup mitral

jaringan
fibrosis

penebalan
daun katup

kalsifikasi
katup

fusi komisura &


pemendekan
chordae

Peningkatan Dilatasi atrium


Volume darah di MS
Tekanan kiri
ventrikel kiri
Atrium kiri
Darah statis
Atrial Fibrilasi
Darah yang Peningkatan Di LA
Pulmonal
dipompa ke tekanan vena hipertensi
seluruh tubuh pulmonal & kapiler
Trombus Palpitasi
menurun

Kongesti paru Resistensi ejeksi


Takikardi ventrikel kanan Kebutuhan O2
( PVR meningkat) meningkat
Sesak saat
Penurunan cardiac aktivitas Beban kerja Kelelahan
output ventrikel kanan
Pola nafas tidak meningkat
efektif Intoleran
aktivitas
Gagal jantung
kanan

Efek backward :
Edema perifer, hepatomegali, asites 53
2.5 SKEMA KASUS

Non Bedah :
 Antibiotik
profilaksis
MV repair
 Terapi anti
coagulan Mitral
MV Replacement
 Obat stenosis Bedah
obatan
 Pengaturan
aktivitas Bioprostetic Mekanik

On CPB Penggunaan
Pre operasi Intra operasi Post operasi
heparin

Prosedur Lama operasi Pembedahan Pemberian Pembedahan


pembedahan therapi heparin rongga dada
6 jam rongga dada

imobilisasi Resiko Luka insisi Terputusmya


Kanulai
perdarahan kontinuitas
aorta,
Persepsi jaringan
SVC,IVC
mengancam Proses
Port de entry
jiwa cooling dan
On CPB & microorg
rewarming Kontraktilitas Resiko
cairan menurun perdarahan
cardioplegic n
Resiko gangguan Resiko infeksi
Cemas
integritas kulit
AOX

Penggunaan
Respon tubuh humoral cairan
Takikardi
cardioplegic

neuro
Pembuluh darah
menyempit Hipertonis

Pelepasan
hormon
Aliran darah Cairan keluar
vasokonstriktor
kurang dari sist
intravaskular

Vasokonstriksi
Penurunan Volume intravaskular
Pembuluh darah
cardiac output menurun
54

Anda mungkin juga menyukai