Anda di halaman 1dari 9

.OPEN ACCESS.

Jurnal Pengembangan Kota (2018)


EVALUASI PROGRAM PENYEDIAAN RUMAH Volume 6 No. 1 (66-74)
LAYAK HUNI BAGI MASYARAKAT MISKIN Tersedia online di:
http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jpk
DI KABUPATEN BELITUNG DOI: 10.14710/jpk.6.1.66-74

Bambang Winarno
Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Belitung

Abstrak. Permasalahan pemenuhan rumah bagi masyarakat miskin merupakan hal rumit karena faktor ekonomi,
kurangnya partisipasi pengembang dalam penyediaan rumah, tidak menarik dari sisi bisnis, dan ketidakmampuan
berusaha karena usia penghuni. Pemerintah sebagai fasilitator penyediaan perumahan yang layak huni bertanggung
jawab atas hal tersebut, sehingga muncul pertanyaan bagaimana penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat
miskin? Tujuan penelitian adalah mengevaluasi penyediaan rumah layak huni di Kabupaten Belitung. Hal ini penting
untuk mengetahui kesesuaian sasaran program dan mekanisme bantuan bagi masyarakat miskin. Metode yang
digunakan adalah deskriptif kualitatif, melalui penjelasan suatu fenomena secara mendalam. Hasil penelitian
menunjukan bahwa bantuan penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat miskin di Kabupaten Belitung sesuai
sasaran, namun perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait pengelolaan rumah layak huni pasca pembangunan.

Kata Kunci: evaluasi; rumah layak huni; masyarakat miskin

[Title: Evaluation of Liveable Housing Program for Poor Society in Belitung Regency]. Housing provision for the poor
is a complicated issue due to their economic factors, the lack participation from the developer in housing
procurement, unattractive from the business side and unproductive due to the elderly. Since the provision of liveable
housing is facilitated by the government, then it arises question of “how is the suitability of liveable housing provision
for the poor society ?” The purpose of this research is to evaluate liveable housing program in Belitung Regency. It is
important to know the suitability of the program based on its objectives and the assistance mechanisms for the poor
society. Qualitative descriptive was applied as the research method through the in depth explanation of a
phenomenon. The results showed that the provision of liveable housing for the poor in Belitung Regency is suitable
based on its target, but it is necessary to do further research related to its post-development management.
Keyword: evaluation; residential homes; poor people

Cara mengutip: Winarno, B. (2018). Skema Penyediaan Rumah Layak Huni bagi Masyarakat Miskin di Kabupaten
Belitung. Jurnal Pengembangan Kota. Vol 6 (1): 66-74. DOI: 10.14710/jpk.6.1.66-74

1. PENDAHULUAN
perkotaan, ilegal dan tidak terencana (Ragheb, El-
Bermukim di perkotaan memberi harapan besar Shimy, & Ragheb, 2016). Sedangkan (Havel, 1957)
dibandingkan perdesaan karena adanya menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
kelengkapan fasilitas kota (Bernstein, Altbeker, & kehidupan yang layak baik secara fasilitas, ekonomi
Storme, 2014), namun dianggap tidak dan hukum.
berkelanjutan karena bersifat konsumtif, penghasil
limbah dan pemanasan global (van der Heijden, Kepememilikan rumah erat kaitannya terhadap
2017). Secara ekonomi dan finansial tinggal di lingkungan sosial dan ekonomi penghuninya
permukiman kumuh perkotaan merupakan pilihan ISSN 2337-7062 (Print), 2503-0361 (Online) © 2018
bagi masyarakat miskin (Turok & Borel-Saladin, This is an open access article under the CC-BY-NC-ND license
2016). Hal tersebut dipicu adanya migrasi (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/). – lihat
masyarakat desa ke kota, tekanan ekonomi, halaman depan © 2018
kebijakan politik, dan konflik social (United Nation, Email: winarno_bambang@yahoo.co.id
2017), dan umumya perkampungan kumuh
merupakan hasil pertumbuhan nonformal Diterima 7 Mei 2018, disetujui 7 Juni 2018
melalui identity, security, dan stimulus (Turner & rumah bagi masyarakat miskin (Suprijanto, 2004)
Fichter, 1972). Pemenuhan kebutuhan perumahan termasuk didalamnya pembangunan rumah layak
bagi masyarakat miskin merupakan permasalahan huni yang bersumber dari APBN, APBD maupun
rumit, karena kemampuan pembiayaan dan tidak dari lembaga sosial non-pemerintah seperti CSR,
adanya partisipasi dalam pengadaan perumahan Baznas dan sejenisnya. Hal ini juga seperti yang
bagi mereka (Budiharjo, 2006). Umumnya terjadi di beberapa negara Asia lainnya, seperti
penghasilan masyarakat miskin berada di bawah China dan India, dimana peran pemerintah dalam
rata-rata sehingga kesulitan dalam mengakses penyediaan rumah layak huni dan terjangkau bagi
kredit perumahan dari perbankan (Panudju, 1999). masyarakat miskin memerlukan kebijakan khusus
Selain masalah keterbatasan biaya, penyediaan seperti kebijakan yang terkait dengan penyediaan
rumah bagi masyarakat miskin dianggap kurang lahan dan system pembiayaan yang sesuai (Cai &
menarik karena tidak memberikan keuntungan Lu, 2015; Ram & Needham, 2016; Shi, Chen, &
bagi pengusaha (Arimurty & Manaf, 2013; Ram & Wang, 2016).
Needham, 2016).
Seiring dengan peran pemerintah sebagai
Permasalahan perumahan di Indonesia yang fasilitator penyediaan rumah sehat dan terjangkau
terjadi sampai dengan tahun 2014 disebut dengan serta sebagai bentuk tanggung jawab sosial, maka
istilah backlog/kekurangan rumah utamanya bagi pemerintah Kabupaten Belitung telah
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memprogramkan kegiatan pembangunan rumah
(Bramantyo, 2012) yang mencapai 13,5 juta unit layak huni sejak 2009, dan ditetapkan melalui
dan kondisi permukiman kumuh seluas 37.407 Ha, Perbup Nomor 45 Tahun 2013 tentang Basis Data
dengan jumlah penghuninya sebanyak 3,4 juta Pemetaan Rumah Tidak Layak Huni Kabupaten
(Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Belitung. Pertanyaan utama dalam penelitian ini
Rakyat, 2016). Keterbatasan masyarakat adalah bagaimana mekanisme atau tata cara
berpenghasilan rendah dalam mengakses rumah penyaluran bantuan rumah layak huni di
layak mengakibatkan pengadaan rumah secara Kabupaten Belitung? Tujuan penelitian ini adalah
mandiri menjadi salah satu pilihan mereka. Selain mengevaluasi program penyediaan rumah layak
itu, kelayakan rumah bukan hanya secara fisik, huni di Kabupaten Belitung. Penelitian ini perlu
namun juga masalah lingkungan seperti polusi, dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
pencemaran, kesalahan lokasi, hingga bencana kesesuaian sasaran antara program dan pemerima
alam (Putra & Manaf, 2014), termasuk legalitas manfaat yang diperoleh bagi masyarakat miskin.
kepemilikan lahan menjadi pertimbangan dalam Penelitian ini berbeda dengan penelitian
pengadaan perumahan (Tunas & Peresthu, 2010). sebelumnya di India (Ram & Needham, 2016) dan
China (Cai & Lu, 2015; Shi dkk., 2016) yang
Permasalahan lain dalam penyediaan rumah bagi membahas kebijakan pemerintah pusat/nasional,
masyarakat miskin adalah ketimpangan antara penelitian ini memfokuskan pada kebijakan
jumlah warga miskin dengan kebutuhan yang pemerintah daerah di Indonesia yaitu Kabupaten
harus disediakan, tidak adanya akses prasarana Belitung dalam menghadapi desentralisasi
dan sarana dasar di bawah standar, serta mata penyediaan perumahan layak huni.
pencaharian yang tidak tetap (Sarimah, 2016).
Permintaan rumah murah tidak sebanding dengan 2. METODE PENELITIAN
ketersediaan yang ada. Hal ini karena keterbatasan
lahan, kebijakan tidak efektif, kemampuan pelaku Metode yang digunakan dalam penelitian ini
usaha, serta mahalnya pasokan bahan baku. Dari adalah metode penelitian deskriptif kualitatif,
sisi lain, faktor pembiayaan menjadi kendala utama bersifat induktif dan sering digunakan dalam
karena kurangnya dukungan dari lembaga penelitian yang berkaitan dengan individu,
keuangan (Kementerian Pekerjaan Umum dan kelompok, masyarakat, bahkan hingga lembaga
Perumahan Rakyat, 2015). Sebagai upaya dalam sosial. Metode ini berusaha memberikan
penyediaan perumahan bagi masyarakat penjelasan suatu fenomena secara umum dan
berpenghasilan rendah, maka diperlukan peran mendalam. Untuk mencapai tujuan penelitian,
pemerintah dalam memfasilitasi penyediaan

2 B. Winarno / JPK Vol. 6 No. 1 (2018) 66–74 7367


maka teknik yang akan digunakan yaitu dengan
menggali informasi berdasarkan observasi,
wawancara, maupun studi literatur dan dokumen
terkait yang kemudian diolah dan dianalisis. Dari
uraian tersebut, kemudian diperoleh fakta-fakta
berupa temuan yang diharapkan dapat menjawab
pertanyaan penelitian yang dirumuskan
sebelumnya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi Studi. Kabupaten Belitung merupakan Gambar 2. Jumlah RTS (Rumah Tangga Sasaran) Tiap
bagian dari Provinsi Kepualauan Bangka Belitung Kecamatan (BAPPEDA Kabupaten Belitung, 2017)
yang terbentuk berdasarkan Undang-undang
Republik Indonesia No. 27 Tahun 2000 sebagai Program penyediaan rumah bagi masyarakat
Provinsi yang ke-31. Secara geografis, Kabupaten miskin oleh Pemerintah Kabupaten Belitung
Belitung terletak antara 107o08’ BT sampai 107o58’ melalui kegiatan pembangunan rumah layak huni
BT dan 02o30’ LS sampai 03o15’ LS dengan luas yang dimulai diagendakan sejak tahun 2009
daratan seluruhnya 229.369 Ha. Gambar 1 dengan total terbangun 903 unit rumah yang
merupakan peta wilayah Kabupaten Belitung tersebar di lima wilayah kecamatan yang dibiayai
dengan batas-batas yakni sebelah utara oleh APBD maupun program bantuan sosial lainya
berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah seperti CSR, PNPM, Perumahan Swadaya, Baznas
timur dengan Kabupaten Belitung Timur, sebelah dan lain-lain. Agar tidak terjadi kesalahan
selatan dengan Laut Jawa, dan sebelah barat implementasi di lapangan, maka pemerintah
berbatasan dengan Selat Gaspar. daerah telah menetapkan Peraturan Bupati Nomor
45 Tahun 2013 tentang Basis Data Pemetaan
Rumah Tidak Layak Huni Kabupaten Belitung.

Tinjauan Literatur. Secara umum perumahan


mencakup semua kegiatan sosial masyarakat
dalam memperoleh haknya sebagaimana
mestinya, sekaligus sebagai pusat pembentuk
struktur fisik wilayah atau pemukiman (Aribigbola,
2000) dan merupakan persyaratan terpenting
dalam keberlanjutan bagi kehidupan dan
regenerasi manusia (Omolola & Ayoride, 2016).

Permasalahan pokok perumahan meliputi masalah


pertumbuhan penduduk dan penyebarannya, tata
Gambar 1. Peta Administratif Kabupaten Belitung
ruang, lahan yang terbatas; prasarana lingkungan,
pembiayaan rumah layak, teknologi, bahan
Data jumlah penduduk Kabupaten Belitung tahun bangunan dan jasa konstruksi, kelembagaan, peran
2015 adalah sebesar 175.048 jiwa dengan tingkat serta masyarakat dan regulasi (Yudohusodo, 1991).
kemiskinan sebesar 8,38% yang meliputi 9.949 KK Lambannya upaya untuk memenuhi kebutuhan
merupakan rumah tangga sasaran yang tersebar masyarakat perumahan dan permukiman yang
menjadi lima kecamatan yaitu Membalong 1.803 sehat disebabkan belum terciptanya iklim yang
RTS, Tanjungpandan 4.176 RTS, Badau 1.039 RTS, memadai serta terbatasnya kemampuan Pemda
Sijuk 2.446 RTS dan Selat Nasik 485 RTS untuk membiayai pembangunan perumahan dan
sebagaimana Gambar 2. permukiman (Sastra & Marlina, 2006).

68
74 B. Winarno / JPK Vol. 6 No. 1 (2018) 66–74
Selain itu, sumber daya (resource) yang ada di masyarakat mana yang menjadi prioritas untuk
lingkungan masyarakat dan dunia usaha belum mendapatkan bantuan, salah satunya dengan
optimal dalam menangani pembangunan sistem “housing queue” (Kementerian Pekerjaan
perumahan dan permukiman. Khususnya bagi Umum dan Perumahan Rakyat, 2015).
Pemda, peningkatan peran serta masyarakat dan
dunia usaha untuk membangun dan memelihara Untuk mendukung program penyediaan
prasarana perumahan dan permukiman, perumahan sistem housing queue bagi masyarakat
menciptakan mekanisme kemitraan yang efektif miskin, pemerintah pusat telah menetapkan
antara pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia aturan terkait penerima manfaat program sebagai
usaha merupakan tantangan yang harus dihadapai landasan agar tidak terjadi kesalahan dalam
dan diselesaikan (Arimurty & Manaf, 2013). pelaksanaan penyaluran bantuan, yaitu melalui
Peraturan Menteri Sosial Nomor 20 Tahun 2017
Pemanfaatan sumber dana di luar APBN atau APBD tentang Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni
maupun yang ada di perusahaan-perusahaan milik dan Sarana Prasarana Lingkungan. Regulasi
negara dan swasta pada dasarnya dapat tersebut bertujuan mengembalikan keberfungsian
dimanfaatkan dalam sumber pembiayaan sosial dan meningkatkan kualitas tempat tinggal
perumahan baik melalui Program Kemitraan dan fakir miskin melalui perbaikan kondisi rumah atau
Bina Lingkungan (PKBL) maupun program sarana prasarana lingkungan baik secara
Corporate Social Responsibility (CSR), yang menyeluruh maupun sebagian dengan
merupakan program perguliran dana program menggunakan semangat kebersamaan,
dana hibah. Saat ini, pemanfaatan dana tersebut kegotongroyongan, dan nilai kesetiakawanan sosial
belum optimal khususnya untuk pembiayaan masyarakat.
maupun pendanaan perumahan.
Kriteria Rumah Tidak Layak Huni yang dapat
Untuk menjembatani kesenjangan antara diperbaiki berdasarkan Permensos No 20 Tahun
kebutuhan dan ketersediaan rumah layak huni 2017 meliputi (a) kondisi dinding dan/atau atap
maka pemerintah melalui Undang-undang Nomor dalam kondisi rusak yang dapat membahayakan
23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah keselamatan penghuni; (b) dinding dan/atau atap
(Pemda) mengamanatkan bahwa perumahan terbuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk; (c)
merupakan salah satu bidang yang menjadi urusan lantai terbuat dari tanah, papan, bambu/semen,
wajib pemerintahan provinsi dan pemerintahan atau keramik dalam kondisi rusak; (d) tidak
kota/kabupaten. Dalam rangka menyelenggarakan memiliki tempat mandi, cuci, dan kakus; serta (e)
urusan wajib tersebut, Pemda tentunya harus luas lantai kurang dari 7,2 m2/orang (tujuh koma
berperan aktif membantu pemenuhan perumahan dua meter persegi perorang). Sedangkan calon
bagi masyarakatnya baik dari sisi supply maupun penerima Bantuan Sosial Rehabilitasi Sosial Rumah
demand. Peran aktif Pemda dari sisi supply antara Tidak Layak Huni harus memenuhi syarat seperti
lain dapat berupa (1) pemberian kemudahan (a) fakir miskin yang terdata dalam data terpadu
dalam perizinan; (2) penyediaan PSU; (3) perintisan program penanganan fakir miskin; (b) belum
(penyediaan) land banking; dan (4) penetapan pernah mendapat bantuan sosial rehabilitasi sosial
zonasi untuk rumah sejahtera. rutilahu; (c) memiliki kartu identitas diri atau kartu
keluarga; serta (d) memiliki rumah di atas tanah
Sedangkan dari sisi demand, Pemerintah Daerah milik sendiri yang dibuktikan dengan sertifikat/girik
dapat menyediakan anggaran (APBD) untuk atau surat keterangan kepemilikan dari camat
bantuan sebagian pembiayaan perumahan bagi selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah.
MBR sebagai pendamping bantuan pembiayaan
yang diberikan oleh pemerintah. Dalam upaya Temuan dan Pembahasan
membantu agar pemberian bantuan tersebut Sektor perumahan bagi masyarakat
dapat dilaksanakan secara lebih akuntabel dan berpenghasilan rendah menjadi perhatian serius
lebih tepat sasaran, maka pemerintah dapat bagi pemerintah baik pusat maupun daerah,
mengembangkan berbagai instrumen yang melaui Kementerian PUPR telah mencanangkan
dijadikan landasan oleh Pemda dalam menentukan Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah.

4 B. Winarno / JPK Vol. 6 No. 1 (2018) 66–74 73 69


Dasar program ini karena adanya ketimpangan Perbup hanya mengakomodasi bagi masyarakat
ketersediaan dan kebutuhan rumah atau backlog sangat miskin dan memiliki rumah yang tidak layak
rumah hingga 2015 mencapai 11,4 Juta unit yang berdasarkan kriteria yang sejalan dengan standar
terdistribusi merata hampir diseluruh Permensos Nomor 20 Tahun 2017. Berikut
kabupaten/kota yang ada di Indonesia (Pitoko, diuraikan secara singkat program-program
2016). penyediaan perumahan berbasis masyarakat
miskin di Kabupaten Belitung.
Oleh karena itu, penyediaan perumahan bagi
Program Rehabilitasi RTLH Kemenpera
masyarakat miskin di Kabupaten Belitung
Program Bantuan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak
dilaksanakan secara sinergis baik oleh pemerintah
Huni yang dicanangkan oleh Kementerian
pusat, provinsi, daerah maupun perusahaan
Perumahan Rakyat bertujuan meningkatkan
swasta. Program tersebut ditetapkan melalui
derajat rakyat miskin dengan nominal bantuan
Perbup No 45 Tahun 2013 tentang rumah tangga
bervariasi antara Rp 7,5 juta sampai dengan Rp 15
sasaran penerima rumah layak huni dan
juta. Program ini dilaksankan di Kabupaten
implementasinya telah dilaksanakan melalui
Belitung pada tahun 2013 hingga 2014 dengan
sumber dana seperti bantuan rehabilitasi RTLH
pembangunan/rehabilitasi rumah sebanyak 147
Kemenpera, Program Satam Emas oleh Pemprov
unit. Penerima manfaat adalah masyarakat miskin
Babel, APBD Kabupaten, CSR, Dana Desa, dan lain-
yang memiliki rumah tidak layak dengan kriteria
lain.
seperti kondisi dinding atau atap rusak, dinding
atau atap terbuat dari bahan semi permanen dan
Penerima manfaat adalah masyarakat dengan
mudah rusak/lapuk, lantai dari tanah, papan, tidak
kategori miskin dan sangat miskin yang tetapkan
memiliki kamar mandi dan lain-lain. Sedangkan
berdasarkan Badan Pusat Statistik yaitu garis
calon penerimanya memiliki kriteria seperti fakir
kemiskinan merupakan standar nilai rupiah yang
miskin yang masuk database di tingat
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok
kecamatan/desa, belum pernah mendapat
minimum makanan setara dengan 2.100
bantuan sosial, memiliki identitas diri dan memiliki
kilokalori/kapita/hari dan selain makanan. Dengan
rumah di atas lahan sendiri.
asumsi tersebut, maka diperolah nilai garis
kemiskinan Kabupaten Belitung adalah Rp.
Tahap awal kegiatan ini adalah dengan
580.050/bulan, lebih tinggi dibandingkan dengan
mengadakan sosialisasi ke desa-desa yang akan
provinsi Bangka Belitung yang hanya Rp.
menjadi sasaran program yang dilakukan oleh tim
488.701/bulan. Berdasarkan data TKP2K Belitung
kabupaten yang didampingi oleh kecamatan dan
tahun 2016, jumlah penduduk miskin Kabupaten
konsultan pendamping yang ditunjuk. Setelah
Belitung adalah 8,38% dari 175.048 jiwa atau
sosialisasi maka diperoleh daftar nama prioritas
14.669 jiwa dengan jumlah rumah tangga sasaran
yang akan menerima bantuan sesuai dengan
(RTS) adalah 9.949 KK yang tersebar di lima
kriteria sebelumnya. Selanjutnya kelompok
wilayah kecamatan yaitu Tanjungpandan, Sijuk,
penerima manfaat membuka rekening bank untuk
Badau, Membalong dan Selat Nasik.
menyalurkan bantuan dimaksud. Mekanisme
pencairan dana bantuan yaitu yang pertama
Dalam penetapan rumah tangga sasaran prioritas
adalah pencairan dana sebanyak 40% dari total
berdasarkan Perbup Nomor 45 Tahun 2013 adalah
bantuan, dengan dilampirkan proposal rencana
mereka yang tidak memiliki penghasilan tetap dan
pemakaian dana yang meliputi material bangunan
umumnya adalah para lansia/jompo atau keluarga
apa saja yang akan dibeli.
yang sudah tidak produktif dan memerlukan
bantuan hunian yang layak. Berdasarkan
pendataan dan laporan yang telah direkap dari Penerima bantuan diharapkan memilih toko
seluruh kecamatan, maka diperoleh jumlah unit bangunan yang harga bahan bangunannya murah
rumah yang masuk dalam data basis sampai dan dekat dengan rumahnya. Dana bantuan dari
dengan tahun 2013 adalah 914 Unit. Angka Kemenpera ini hanya untuk membeli bahan
tersebut sangat jauh berbeda dari angka standar bangunan, sedangkan untuk pembuatan/perbaikan
kemiskinan yang ditetapkan BPS, sementara dalam rumahnya dilakukan secara gotong royong.

74
70 B. Winarno / JPK Vol. 6 No. 1 (2018) 66–74
Pencairan tahap kedua dilakukan setelah Kegiatan bersumber dari APBD provinsi yang
perbaikan/pembuatan rumah mencapai 30% yang dimulai sejak 2015 hingga 2017. Pelaksanaan
dibuktikan dengan dokumentasi (lihat Gambar 3) program hampir mirip dengan program-program
dan laporan kepada masing-masing penanggung bantuan sosial lainnya. Pembangunan rumah layak
jawab kecamatan/kabupaten. huni melalui program Satam Emas di Kabupaten
Belitung sebanyak 189 unit yang terbagi menjadi
lima wilayah kecamatan yaitu Kecamatan
Membalong, Tanjungpandan, Badau, Sijuk dan
Selat Nasik. Mekanisme pembangunan rumah
layak huni melalui KMPS (Kelompok Masyarakat
Pekerja Swakelola) yang dibentuk masing-masing
desa. Anggaran perunit rumah adalah Rp 40 juta
Gambar 3. Program Rehabilitasi RTLH Kemenpera sudah termasuk upah tukang, material, dan pajak.
Pelaksanaannya juga didampingi oleh Sarjana
Yang menarik dalam program tersebut adalah Pendamping Penggerak Pembangunan (SP3).
kesulitan dalam mendapatkan pekerja/tukang yang Seluruh dana Kegiatan ditransfer langsung ke
bersedia menjadi tenaga sukarelawan (volunteer) rekening kelompok (KMPS) dan dikelola secara
untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Hal ini swakelola.
cukup beralasan karena dalam program tersebut
tidak mengakomodasi upah pekerja. Selain itu,
kurangnya partisipasi masyarakat pesisir atau
daerah kepulauan yang cenderung individualis,
menurunnya kepedulian sosial (gotong-royong)
terhadap lingkungan sekitar, tuntutan ekonomi
yang mengharuskan setiap waktu untuk bekerja
Gambar 4. Program Pembangunan RLH Satam Emas
serta pendapat bahwa setiap pekerjaan harus
dinilai dengan materi menambah permasalahan Program Satam Emas lebih diterima oleh
pelaksanaan di lapangan. Kondisi ini yang masyarakat karena cukup realistis, dalam
menyulitkan pengelola di tingkat pemerintah pengelolaannya melibatkan kelompok masyarakat
daerah selain rendahnya anggaran yang disalurkan, setempat. Anggaran biaya pembangunan
sehingga dalam pelaksanaan program memerlukan digunakan untuk pembelian material dan upah
pendampingan yang intensif agar keberhasilan pekerja, sehingga banyak manfaat yang diperoleh
program sesuai rencana. dari program tersebut. Tidak hanya unit rumah
yang terbangun (lihat Gambar 4), namun juga
Program Satam Emas. Program Satam Emas kesempatan bekerja bagi masyarakat yang
(Satu Milyar untuk Tiap Kecamatan Menuju memiliki keterampilan dalam membangun rumah
Pembangunan Efektif, Merata, Adil dan Selaras) menjadi sasaran program yang lain. Program ini
merupakan program pemerintah Provinsi Bangka mengadopsi model pembangunan infrastruktur
Belitung dalam rangka percepatan dan berbasis masyarakat yang banyak diterapkan
pemerataan pembangunan di Kabupaten/Kota secara nasional.
untuk mengurangi angka kemiskinan dan
pengangguran. Dana bantuan keuangan diberikan Namun demikian, terdapat beberapa kelemahan
kepada 47 kecamatan dalam wilayah provinsi dalam implementasinya yaitu karena tidak adanya
Babel dengan sasaran utamanya adalah untuk audit program secara mendalam sehingga
penguatan modal bagi Usaha Menengah Kecil dan berpotensi terjadi penyelewengan atau
Mikro (UMKM), perkebunan, pertanian dan penyimpangan terkait pelaksanaan baik secara
kegiatan strategis kecamatan lainnya untuk administrasi maupun teknis. Hal ini karena masing-
mempercepat pengentasan kemiskinan salah masing kelompok memiliki asumsi/persepsi yang
satunya dengan program bedah rumah atau berbeda-beda dalam pelaksanaan sehingga
pembangunan rumah layak huni (Zulkodri, 2017).

6 B. Winarno / JPK Vol. 6 No. 1 (2018) 66–74 73 71


membutuhkan pengawasan dan pendampingan maupun teknis. Dimana pada akhir kegiatan
dari fasilitastor lapangan. dilakukan audit oleh inspektorat daerah bahkan
tim audit dari BPK pusat, hal ini lah yang membuat
Pembangunan RLH oleh APBD program tersebut memiliki tingkat transparansi
Program Pembangunan Rumah Layak Huni yang anggaran yang baik. Selain itu, program
bersumber dari APBD Kabupaten Belitung telah pembangunan RLH dengan APBD memiliki jumlah
dimulai sejak tahun 2009. Program ini dilaksanakan unit terbanyak dibanding program yang lain, hal ini
untuk meningkatkan kelayakan taraf kehidupan cukup beralasan karena pemerintah daerah fokus
masyarakat miskin utamanya dalam hal kesehatan, pada pengentasan kemiskinan dan meningkatkan
karena jika menilik kondisi rumah warga penerima kesetaraan sehat bagi masyarakat miskin.
manfaat sangat memprihatinkan (lihat Gambar 5).
Hal ini karena keterbatasan kemampuan hidup dan Namun demikian terdapat kelemahan pasca
kesempatan berusaha utamanya di perdesaan dan pembangunan terkait pencatatan aset, karena
daerah kepulauan yang tersebar di lima wilayah penerima manfaat adalah kaum lansia atau jompo
kecamatan. Hingga tahun 2017 jumlah unit Rumah maka jika mereka meninggal akan menyulitkan
Layak Huni yang terbangun dari sumber APBD dalam pengadministrasian, mengingat belum ada
adalah 320 unit. mekanisme atau aturan yang jelas terkait hal
tersebut, sehingga perlu mendapat perhatian
Mekanisme pembangunan Rumah Layak Huni yang untuk menghindari persoalan yang muncul pada
bersumber dari APBD adalah melalui pihak ketiga kemudian hari.
(kontraktor) yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Pembangunan RLH oleh CSR BRI
Belitung. Pemilihan kontraktor dengan cara Sebagai wujud tanggung jawab sosial perbankkan,
penunjukan langsung dengan melakukan penilaian Pembangunan Rumah Layak Huni yang bersumber
secara kompetitif terhadap kinerja mereka selama dari Corporare Social Responsibity (CSR) Bank
3-5 tahun terakhir. Nilai proyek dari tahun ke Rakyat Indonesia juga berpartisipasi dalam
tahun cukup bervariatif, mulai dari Rp 25 Juta di program ini. Dimana BRI merupakan bank dengan
awal program hingga Rp 35 Juta. Penentuan nilai aset terbesar di Indonesia, maka sudah selayaknya
juga mempertimbangkan jarak/lokasi seperti turut memberikan manfaat nyata bagi masyarakat
daerah kepulauan. Sebelum ditetapkan dalam miskin di Kabupaten Belitung. Data yang diperoleh
Perbup Nomor 45 Tahun 2013, penetapan dari Tim Nasional Program Penanggulangan
penerima manfaat berdasarkan Surat Keputusan Kemiskinan Kabupaten Belitung mencatat bahwa
Camat yang sebelumnya telah diseleksi melalui sejak Program Pembangunan Rumah Layak Huni di
desa yang bersangkutan yang mengacu kepada luncurkan Tahun 2013, BRI berpartisipasi dalam
kriteria dan parameter sebagaimana dalam pembangunan sebanyak 13 unit yang tersebar di
peraturan dari kementerian sosial. berbagai wilayah kecamatan di Kabupaten Belitung
(Gambar 6).

Gambar 5. Program RLH APBD Kabupaten Belitung (BAPPEDA


Kabupaten Belitung, 2017) Gambar 6. Program RLH CSR BRI (BAPPEDA Kabupaten
Belitung, 2017)
Program pembangunan RLH dengan skema APBD
dinilai cukup berhasil karena menggunakan Dari beberapa program penyediaan Rumah Layak
mekanisme pembiayaan yang harus Huni bagi masyarakat miskin di Kabupaten Belitung
dipertanggungjawabkan baik secara administrasi sejak diluncurkan hingga tahun 2017 terdapat

72
74 B. Winarno / JPK Vol. 6 No. 1 (2018) 66–74
sebanyak 903 unit rumah yang bersumber dari bahan bangunan dan jasa konstruksi,
dana APBN Kemenpera dan perumahan swadaya, kelembagaan, dan peran serta masyarakat serta
Bantuan Pemerintah Provinsi dan APBD Kabupaten regulasi setempat.
Belitung serta bantuan yang bersifat dana hibah
seperti CSR, PNPM dan lain-lain (lihat Tabel 1). 4. KESIMPULAN
Pelaksanaan program tersebut sejalan dengan
pendapat Arimurty dan Manaf (2013) dan Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan program bantuan penyediaan rumah layak huni
Rakyat (2015) yang menggarisbawahi bahwa tugas bagi masyarakat miskin di Kabupaten Belitung
pemerintah daerah selaku fasilitator penyediaan sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Republik
rumah layak huni. Indonesia Nomor 20 Tahun 2017 Tentang
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan
Tabel 1. Realisasi pelaksanaan Program RLH Kabupaten Sarana Prasarana Lingkungan. Penentuan nama
Belitung Tahun 2013-2017 (BAPPEDA Kabupaten penerima telah terdata berdasarkan kriteria
Belitung, 2017) masyarakat miskin dan pembangunan fisik rumah
TAHUN (Unit)
KETERANGAN layak huni tersebut sesuai dengan ketentuan dan
2013 2014 2015 2016 *2017
petunjuk teknis program yang bersangkutan.
APBD 38 50 62 55 52
APBD Perubahan - 31 32 - -
Namun karena belum adanya kejelasan aturan
Kemenpera 70 77 - - - pasca penyerahan bangunan, maka perlu
CSR BRI 1 5 3 - 4 diantisipasi karena berpotensi terjadi
CSR BAZ 1 2 - - - penyimpangan dan menimbulkan konflik dalam
PNPM Perkotaan - 3 - - - masyarakat. Untuk itu perlu kajian atau penelitian
Satam Emas - - 91 67 31 lanjutan terkait kebijakan penerima manfaat pasca
Swadaya 4 13 24 9 12 pembangunan Rumah Layak Huni di Kabupaten
Dana Desa - - - 2 1 Belitung, agar program tersebut memberikan
Latsitarda - - - 2 - dampak yang berkelanjutan bagi pengentasan
Pindah - 4 12 6 8
kemiskinan daerah.
Terjual 4 1 10 2 2
Meninggal 2 9 17 14 9
Status Tanah - - - 37 14 5. DAFTAR PUSTAKA
Tidak Bersedia - - - 5 5
JUMLAH 120 195 251 199 138 Aribigbola, A. (2000). Conceptual Issues in Housing and
TOTAL REALISASI 903 Unit Housing Provision in Nigeria. In A. O. Bayo
(Ed.), Effective Housing in 21st century Nigeria.
Akure: Environmental Forum, School of
Dari data di atas yang menjadi isu menarik adalah
Environmental Technology, Federal University
status kepemilikan bagi yang telah meninggal, of Technology.
pindah, status tanah yang bermasalah hingga Arimurty, A., & Manaf, A. (2013). Lembaga Lokal dan
rumah yang dihibahkan terjual. Hal ini menjadi Masyarakat dalam Pemenuhan Kebutuhan
persoalan rumit karena berpotensi menjadi konflik Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan
keluarga dan masyarakat sekitar, atau jika pindah Rendah. Jurnal Pengembangan Kota, 9(3), 10.
karena alasan lain sehingga dalam pengalihan doi:10.14710/pwk.v9i3.6542
nama kepemilikan terkait aset yang diserahkan BAPPEDA Kabupaten Belitung. (2017). Capaian
terjadi penyimpangan. Hal-hal tersebut perlu Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten
dipertimbangkan dalam penyediaan rumah Belitung. Kabupaten Belitung: BAPPEDA
Kabupaten Belitung. Diakses dari
sebagaimana pendapat Tunas dan Peresthu (2010)
http://bappeda.belitungkab.go.id/groc/foto/fil
dan Cai dan Lu (2015) yang menyatakan bahwa es/Paparan%20Wakil%20Bupati_10%20April%
legalitas kepemilikan lahan menjadi pertimbangan 202017.pdf. 30 April 2018
dalam pengadaan perumahan serta pendapat Bernstein, A., Altbeker, A., & Storme, E. (2014). Cities of
Yudohusodo (1991) yang menyatakan bahwa Hope: Young People and Opportunity in South
permasalahan pokok perumahan adalah lahan, Africa’s Cities. Johannesburg: The Centre for
prasarana lingkungan, pembiayaan, teknologi, Development and Enterprise.

8 B. Winarno / JPK Vol. 6 No. 1 (2018) 66–74 73


Bramantyo. (2012). Efektivitas Regulasi Perumahan di Sarimah. (2016). Pelaksanaan Pembangunan Dalam
Indonesia dalam Mendukung Penyediaan Program Bantuan Rumah Tidak Layak Huni
Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan (RTLH) Kelurahan Karas Kecamatan Galang
Rendah (MBR). Widyariset, 15(1), 243-248. Kota Batam. (Bachelor), Universitas Maritim
Budiharjo, E. (2006). Beberapa Pemikiran Dasar tentang Raja Ali Haji, Tanjungpinang. Diakses dari
Perumahan dan Perkampungan. In J. Silas (Ed.), http://jurnal.umrah.ac.id/wp-
Sejumlah Masalah Permukiman Kota (pp. 241- content/uploads/gravity_forms/1-
252). Bandung: PT Alumni. ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2016/0
Cai, W., & Lu, X. (2015). Housing Affordability: Beyond 3/jurnal-sarimah.pdf. 21 Oktober 2017.
the Income and Price Terms, using China as a Sastra, M. S., & Marlina, E. (2006). Perencanaan dan
Case Study. Habitat International, 47, 169-175. Pengembangan Perumahan: Sebuah Konsep,
doi:10.1016/j.habitatint.2015.01.021 Pedoman dan Strategi Perencanaan dan
Havel, J. E. (1957). Living and Housing Theory (Vol. 1). Pengembangan Perumahan. Yogyakarta: Andi
Perancis: France of University Press. Offset.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Shi, W., Chen, J., & Wang, H. (2016). Affordable Housing
(2015). Rencana Strategis Kementerian Policy in China: New Developments and New
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Challenges. Habitat International, 54, 224-233.
Tahun 2015-2019. Jakarta: Kementerian doi:10.1016/j.habitatint.2015.11.020
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Suprijanto, I. (2004). Reformasi Kebijakan & Strategi
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Penyelenggaraan Perumahan & Permukiman.
(2016). Kementerian PUPR Siapkan Empat DIMENSI - Journal of Architecture and Built
Strategi Penyediaan Perumahan. Diakses dari Environment, 32(2), 161-170.
https://www.pu.go.id/berita/view/10648/kem doi:10.9744/dimensi.32.2.
enterian-pupr-siapkan-empat-strategi- Tunas, D., & Peresthu, A. (2010). The Self-help Housing
penyediaan-perumahan. 10 Oktober 2017 in Indonesia: The Only Option for the Poor?
Omolola, O. O., & Ayoride, O. S. (2016). Socio-Economic Habitat International, 34(3), 315-322.
Correlates of Housing Finance Strategies in doi:10.1016/j.habitatint.2009.11.007
Ibandan, Southwest, Nigeria. Procedia - Social Turner, J. F., & Fichter, R. (1972). Freedom to Build:
and Behavioral Sciences, 216, 295-305. Dweller Control of the Housing Process. New
doi:10.1016/j.sbspro.2015.12.041 York: Macmillan.
Panudju, B. (1999). Pengadaan Perumahan Kota dengan Turok, I., & Borel-Saladin, J. (2016). The Theory and
Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Reality of Urban Slums: Pathways-Out-of-
Rendah. Bandung: PT Alumni. Poverty or Cul-de-Sacs? Urban Studies, 55(4),
Pitoko, R. A. (2016). Menilik Skema Ideal dan Manfaat 767-789. doi:10.1177/0042098016671109
Bantuan Perumahan Swadaya. Diakses dari United Nation. (2017). New Urban Agenda: Habitat III.
https://properti.kompas.com/read/2016/10/1 Diakses dari http://habitat3.org/wp-
1/070000421/menilik.skema.ideal.dan.manfaat content/uploads/NUA-English.pdf. 11 Oktober
.bantuan.perumahan.swadaya. 31 Januari 2018 2017
Putra, A. S., & Manaf, A. (2014). Perencanaan van der Heijden, J. (2017). Urban Sustainability and
Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Resilience. Acton ACT, Australia: ANU Press.
Rendah di Kecamatan Banyumanik, Kota Yudohusodo, S. (1991). Rumah untuk Seluruh Rakyat.
Semarang. Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Jakarta: Yayasan Padamu Negeri.
Kota), 3(4), 719-728. Zulkodri. (2017). 17 Rumah Bantuan Program Satam
Ragheb, G., El-Shimy, H., & Ragheb, A. (2016). Land for Emas di Basel Resmi Diserahkan. Diakses dari
Poor: Towards Sustainable Master Plan for http://bangka.tribunnews.com/2017/12/27/17
Sensitive Redevelopment of Slums. Procedia - -rumah-bantuan-program-satam-emas-di-
Social and Behavioral Sciences, 216, 417-427. basel-resmi-diserahkan. 28 Januari 2018
doi:10.1016/j.sbspro.2015.12.056
Ram, P., & Needham, B. (2016). The Provision of
Affordable Housing in India: Are Commercial
Developers Interested? Habitat International,
55, 100-108.
doi:10.1016/j.habitatint.2016.03.002

74 B. Winarno / JPK Vol. 6 No. 1 (2018) 66–74

Anda mungkin juga menyukai