Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No.

1 Tahun 2020

EFEKTIVITAS KEMITRAAN PEMERINTAH-SWASTA DALAM


PENYALURAN BANTUAN SOSIAL PANGAN NONTUNAI (BPNT)
DI KABUPATEN BOGOR

THE EFFECTIVENESS OF PUBLIC-PRIVATE PARTNERSHIP IN


THE DISTRIBUTION OF NON-CASH FOOD ASSISTANCE PROGRAM
IN BOGOR REGENCY

Didi Rasdi
Biro Perencanaan, Kementerian Sosial

Teguh Kurniawan
Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia

ABSTRAK

Kemitraan Pemerintah dan Swasta (Public-Private Partnership) dalam penyaluran bantuan


sosial pangan nontunai (BPNT) di Kabupaten Bogor mengalami berbagai kendala. Kendala
tersebut diantaranya penyaluran bantuan yang kurang optimal, kuota kebutuhan ewarong yang
belum sesuai kebutuhan, serta berbagai kendala teknis lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis efektivitas dan manfaat kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam
penyaluran bantuan sosial. Teori yang digunakan yaitu Efektivitas Kemitraan dari Brinkerhoff
dan Brinkerhoff (2011) serta manfaat kemitraan yang dikemukakan oleh Ronald W McQuaid
(2000). Efektivitas kemitraan menggunakan dimensi akuntabilitas, nilai bisnis dan insentif,
akses, serta responsivitas. Sedangkan untuk manfaat kemitraan menggunakan dimensi
sumberdaya dan efektif-efisien. Penelitian menggunakan pendekatan post-positivis dengan
metode pengumpulan data kualitatif menggunakan wawancara dan studi literatur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kemitraan yang dilaksanaan antara pemerintah dan swasta
dalam penyaluran bantuan sosial pangan nontunai di Kabupaten Bogor tidak sepenuhnya
efektif. Hal tersebut dikarenakan dari empat dimensi tersebut hanya dimensi nilai bisnis dan
insentif yang dinilai efektif terhadap kemitraan pemerintah dan swasta. Sedangkan untuk
dimensi akuntabilitas, akses serta responsivitas masih terdapat kendala. Hasil yang terkait
dengan manfaat kemitraan, menunjukan bahwa kemitraan yang dilaksanakan oleh kedua mitra
tersebut belum menunjukan tingkat kemanfaatan yang besar karena terdapat dimensi yang tidak
tercapai yaitu dimensi peningkatan kapasitas sumberdaya dan dimensi meningkatkan derajat
efektivitas dan efisiensi.

Kata kunci: kemitraan pemerintah dan swasta, efektivitas kemitraan, manfaat kemitraan,
penyaluran bantuan sosial pangan nontunai

25
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

ABSTRACT

Public-Private Partnership (PPP) in the distribution of non-cash food social assistance


(BPNT) program in Bogor Regency experienced various obstacles. Some challenges to be
faced were lack of optimalization during the distribution of social assistance, the unavailability
of ewarong quota reaching minimum requirement and other technical challenges. This
research aimed to analyze the effectivity and advantages of partnership between public and
private sector on distributing social assistance in Bogor Regency. This research is supported
by the theory of effectiveness partnership from Brinkerhoff (2011) as well as the theory of
advantage of partnership which was viewed by Ronald W MqQuaid (2000). The effectiveness
concept uses accountability, business and incentive value, accessibility as well as responsibility
dimension. Meanwhile, the advantage of partnership menthod use resources and effectivity-
efficiency dimension. Using post-positivism approach, by qualitative research design using
interview and literature review. The result showed that the representative partnership held by
the public-private sector within non-cash food assistance distribution in Bogor Regency were
not fully effective. It was caused by the four dimensions where only business and incentive
value showing positive assessment both for public and private sector. Whereas, the advantage
of partnership showed that both partners did not provide big impact yet due to unachieved
dimension such as capacity of resource and effectivity-efficiency acceleration.
Keyword : Public-private partnership, effectiveness of partnership, advantages of
partnership, non-cash food assistance distribution

A. Pendahuluan berkontribusi dalam meningkatkan


efisiensi pada pelayanan publik
Pemerintah dan swasta melaksanakan
(Panggabean, 2006).
kemitraan didorong oleh beberapa alasan.
Kemitraan pemerintah dan swasta
Alasan tersebut diantaranya untuk
dilakukan melalui berbagai upaya seperti
memecahkan permasalahan di masyarakat
pada bidang infrastruktur (Panggabean,
sebagaimana yang disampaikan oleh
2006), Pengembangan Ekonomi Kecil dan
Brinkerhoff and Brinkerhoff (2011), untuk
Menengah (Huda, et al, 2018) maupun
mencapai tujuan sosial (Skelcher, 2007),
melalui Pelaksanaan Corporate Social
serta adanya transformasi dan harapan yang
Responsibility/CSR (Brinkerhoff dan
besar dari masyarakat untuk perbaikan
Brinkerhoff, 2011). Salah satu pelaksanaan
layanan publik (Forrer et al, 2014). Alasan
kemitraan (PPP) di Indonesia melalui
tersebut mengharuskan pemerintah
kerjasama pemerintah dan perbankan
melaksanakan kerjasama yang baik dengan
dalam penyaluran dana bantuan sosial
mitra lainnya. Dalam upaya
secara nontunai kepada masyarakat.
penanggulangan kemiskinan, kemitraan
Penyaluran bantuan secara nontunai
dilaksanakan dengan mendorong sektor
dilakukan dengan transfer dana yang
swasta terlibat dalam upaya
ditujukkan kepada rekening penerima
penanggulangan kemiskinan dikarenakan
program melalui berbagai kartu bantuan.
pada dasarnya, Kemitraan Pemerintah dan
Pelibatan perbankan dalam penyaluran
Swasta (Public-Private Partnership/PPP)
bantuan sosial didorong oleh berbagai
dipandang efektif dalam membantu
manfaat yang akan diterima seperti
pemerintah merespon permintaan barang
memberikan kemudahan, keluasan
dan jasa publik, membantu pemerintah
jangkauan serta akuntabilitas pada
dalam melakukan sesuatu secara maksimal
dengan dukungan sektor lainnya, serta PPP implementasi program. Hal tersebut

26
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

dikarenakan jumlah penduduk miskin di penduduk miskin sebagian besar


Indonesia masih cukup banyak dengan mengalokasikan pendapatan untuk
cakupan wilayah yang sangat luas. Menurut memenuhi kebutuhan dasar berupa
BPS (2019) Jumlah penduduk miskin di kebutuhan pangan. Program Bantuan
Indonesia pada Maret 2019 sebanyak 25,14 Pangan NonTunai (BPNT) merupakan
Juta orang atau 9,41 persen yang tersebar di transformasi dari program Beras Sejahtera
seluruh wilayah Indonesia dengan (Rastra) akan diberikan kepada 15 Juta
didominasi wilayah perdesaaan 15,15 Juta Penduduk Miskin untuk seluruh wilayah
Jiwa atau 12,85 persen dan wilayah Indonesia sampai dengan tahun 2019
perkotaan sebesar 9,99 Juta Jiwa atau 6,69 (Renstra Perubahan Kemensos, 2019), dan
persen. diujicobakan kepada 219 Kabupaten/Kota.
Salah satu program prioritas yang Kabupaten Bogor merupakan
menggunakan mekanisme kemitraan bagian dari 219 kabupaten/kota yang
melalui kerjasama dengan perbankan melaksanakan program BPNT dipilih
adalah Bantuan Pangan NonTunai (BPNT). sebagai lokus penelitian dikarenakan
Pangan dijadikan sebagai prioritas dalam mempunyai dua alasan pokok yaitu;
penurunan kemiskinan dikarenakan BPS pertama mendapatkan alokasi jumlah
(2019) merilis bahwa pangan berperan peneriman program terbesar kedua di
besar dalam penurunan kemiskinan. Indonesia dan jumlah penerima terbesar di
Kontribusi pangan terhadap garis Jawa Barat dengan total 189.990 orang.
kemiskinan sebesar 73,66 persen (BPS, Perbandingan alokasi dengan daerah
2019). Hal senada sesuai dengan penelitian lainnya ditampilkan pada Grafik 1 di bawah
yang dilakukan Ahmad (2001) bahwa ini.

Grafik 1. Jumlah KPM BPNT sd Tahun 2018


Sumber. Data diolah peneliti dari Ditjen Penanganan Fakir Miskin, 2018

Alasan kedua, Kabupaten Bogor penduduk di Kabupaten Bogor masuk


merupakan daerah yang mempunyai jumlah dalam kategori miskin (BPS Jawa Barat,
penduduk miskin terbesar dari 2018). Perbandingan Kabupaten Bogor
27 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dengan daerah lainnya di Jawa Barat terkait
pada tahun 2017. Jumlah penduduk miskin dengan penduduk miskin disajikan pada
sebesar 487,28 ribu Jiwa atau 8,5 persen Grafik 2 berikut;

27
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

Grafik 2 Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Barat, 2017


Sumber. BPS Jawa Barat, 2018

Pelaksanaan BPNT di Kabupaten Selain itu, pelaksanaan kemitraan


Bogor mengalami beberapa kendala belum menunjukkan tingkat efektivitas dan
terutama terkait dengan kemitraan yang efisiensi dari program sebagaimana yang
dijalankan antara pemerintah dan disampaikan Brinkerhoff dan Brinkerhoff
perbankan/bank penyalur dalam (2011) kemitraan bermanfaat untuk
pelaksanaan penyaluran bantuan sosial, meningkatkan efektivitas dan efisiensi.
yaitu Pertama adanya presentase Pendapat senada disampaikan MqQuaid
penyerapan bantuan hanya sebesar 17.6 (2000) bahwa kemitraan mempunyai
persen pada Januari 2019. Hal ini potensi manfaat yang besar seperti efektif
menandakan adanya bantuan yang tidak dan efisien dalam meningkatkan program
tersalurkan kepada masyarakat sebesar maupun layanan publik, adanya pengalihan
82.04persen. Kondisi demikian sumberdaya pada masing-masing mitra,
memperlihatkan terdapatnya kendala serta menyebabkan legitimasi yang besar
kerjasama dalam kemitraan dalam terutama pelibatan aktor lain dalam
mencapai tujuan bersama yaitu kemitraan. Adapun penyerapan bantuan
menyalurkan bantuan sosial kepada disampaikan dalam Grafik 3 di bawah ini.
masyarakat.

Grafik 3 Penyerapan Bantuan Tahap V, di 54 Kabupaten/Kota di Tahun 2018


Sumber : Diolah peneliti dari Ditjen Penanganan Fakir Miskin, Januari 2019

28
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

Kendala kemitraan Kedua, kemitraan Kendala yang ditemukan dalam


yang terjalin antara pemerintah dan bank pelaksanaan program BPNT di Kabupaten
penyalur dalam penyaluran bantuan Bogor menyebabkan efektivitas kemitraan
menghendaki tempat yang digunakan untuk antara pemerintah dan bank penyalur
penyaluran bantuan sosial. Dari data, menjadi terganggu. Dalam memandang
Kabupaten Bogor membutuhkan Ewarong kemitraan yang efektif, The Shorter Oxford
sebanyak 722 tempat, sementara total Dictionary (dalam Hilton, Davis and
ewarong/agen yang ada sebanyak 377 Lorraine, 2007) mengungkapkan beberapa
tempat. Terdapat kebutuhan ewarong yang ciri dari kemitraan yang dipandang efektif
harus dipenuhi dalam pelaksanaan program yaitu adanya kerjasama yang baik antar
tersebut sebanyak 345 tempat (hasil mitra dengan prinsif partisipasi dan
wawancara awal dengan Dinas Sosial keterlibatan, terdapat pembagian peran dan
Kabupaten Bogor). Hasil kajian dari kewenangan diantara mitra yang bekerja
Microsave (2018) menunjukkan bahwa sama, adanya kemampuan dalam mencapai
ewarong rata-rata melayani sekitar 200 tujuan, tersedianya tujuan bersama antar
sampai dengan 500 KPM, bahkan di mitra, negosiasi, nilai kepercayaan, nilai
Pekanbaru rasio ewarong melayani sekitar saling menghormati, keterbukaan,
500 sampai dengan 1000 KPM. Hal kejujuran serta adanya komunikasi yang
tersebut menunjukkan hambatan baik antar mitra.
pembagian peran yang dilakukan antara
pemerintah dan swasta.

B. Rumusan Masalah kemitraan di Belanda terkait


pengorganisasian serta pengambilan
1. Rumusan Permasalahan
keputusan bersama. Osborne (2000),
Pada dasarnya setiap kemitraan menyatakan bahwa kemitraan tidak akan
yang dilakukan untuk mencapai terjadi dan tidak akan efektif ketika tidak
keuntungan bersama. Dalam penelitiannya, ada kejelasan pada tujuan, peran dan
Singh and Prakesh (2010) menjelaskan kedudukan yang tidak seimbang, serta
bahwa kemitraan dilakukan untuk terkait pengorganisasian kemitraan. Lebih
mencapai tujuan yang dikehendaki jauh Suripto (2006) menyampaikan jika
bersama. Tujuan tersebut tentunya agar kemitraan di Indonesia sering tidak
penyaluran bantuan sosial sampai diterima maksimal karena ketidakpatuhan pada
oleh penerima bantuan dapat berjalan baik kaidah transparansi dan akuntabilitas.
dan akuntabel. Lebih lanjut, potensi Berdasarkan latar belakang
manfaat yang dapat didapatkan dari penelitian tersebut, terdapat kendala dalam
kemitraan adalah efektif dan efisien pelaksanaan kemitraan pemerintah dan
(MqQuiad, 2000). perbankan/bank penyalur yang
Penelitian yang dilakukan oleh memengaruhi tujuan kemitraan. Sehingga
Pillay (et, al 2014) menjabarkan bahwa artikel ini akan membahas efektivitas dan
efektivitas dan efisiensi dalam kemitraan manfaat kemitraan pemerintah dan swasta
bisa tidak terjadi dengan perbedaan tujuan dalam penyaluran bantuan sosial pangan
bersama dan hubungan yang terjalin nontunai (BPNT) di Kabupaten Bogor.
diantara mitra. Terdapat beberapa 2. Tinjauan Pustaka
kemitraan antara pemerintah dan sektor
swasta mengalami keadaan yang a. Kemitraan Pemerintah dan Swasta
menyebabkan ketidakefektifan dan tujuan Kemitraan yang dibangun pemerintah dan
yang tidak tercapai. Penelitian yang swasta berdampak pada pergeseran peran
dilakukan oleh Klijn dan Teisman (2003) pemerintah (Forrer, 2014). Pemerintah
menunjukkan kelemahan pelaksanaan bukan lagi sebagai pemegang kendali

29
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

dalam layanan publik. Kondisi demikian bersama, adanya kontrol bersama serta
terjadi di Amerika terlihat pada tataran pembagian tanggung jawab bersama atas
pelibatan aktor lain dalam menjalankan kemitraan tersebut. sedangkan unsur
tugas pemerintahan. Pelibatan tersebut identitas organisasi dipahami sebagai
dijalankan dengan harapan tercapainya alasan dalam memilih mitra kerja serta
tujuan yang lebih besar yaitu pelayanan kompetensi mitra yang berpengaruh
publik terbaik yang diberikan kepada signifikan pada kemitraan. Dengan kata
masyarakat. Pergeseran tersebut lain, PPP diartikan sebagai kegiatan
memungkinkan manfaat yang besar bagi kolaboratif dengan tujuan untuk mencapai
penyelenggaraan pelayanan publik. tujuan bersama dengan adanya pembagian
Brinkerhoff and Brinkerhoff (2011) resiko, biaya, serta sumberdaya (Van Ham
mengungkapkan bahwa manfaat dari & Koppenjan, 2001).
dilaksanakannya kemitraan antara Lebih jauh, tujuan tersebut terbagi
pemerintah dan sektor swasta adalah efektif kedalam lima jenis yaitu tujuan kebijakan,
dan efisien pada layanan publik, untuk tujuan layanan publik, tujuan infrastruktur,
mengintegrasikan sumberdaya yang tujuan pengembangan kapasitas, serta
dimiliki dalam mengatasi permasalahan, tujuan pengembangan ekonomi
serta mendapatkan solusi bersama diantara (Brinkerhoff dan Brinkerhoff, 2011).
berbagai aktor yang saling bekerjasama. Kelima jenis tujuan tersebut mempunyai
Kemitraan pemerintah dan swasta dimensi yang berbeda dalam memahami
didefinisikan sebagai sebuah elemen yang dan menganalisis kinerja yang dapat
terdiri dari unsur mutualitas dan identitas digunakan. Tabel di bawah ini menjelaskan
organsasi (Brinkerhoff and Brinkerhoff, mengenai tujuan kemitraan, struktur
2011). Mutualitas adalah keadaan untuk organisasi yang dapat digunakan, matrik
saling bekerja bersama dalam sebuah kinerja yang akan dicapai serta dimensi
kemitraan, unsur mutualitas ini terdiri dari normatif untuk mengukur kinerja tersebut.
komitmen terhadap tujuan yang disepakati

Tabel 1. Kerangka Kerja


Berdasarkan Tujuan Kemitraan
PPP purpose Organizational structure Performance metric Normative dimensios
and processes
Policy Network Technical quality Equity/representativeness
Task force Responsiveness Citizen participation
Joint committee Concensus-building Transparancy
Special commission Legitimacy
Service Delivery Co-production Quality Accountability
Joint venture Efficiency Business value and incentives
Contract Effectiveness Access
Partnership Agreement Reaching targeted Responsiveness
(MoU) beneficiaries
Infrastructure Joint venture Quality Accountability
Build-operate-transfer Efficiency Business value and incentives
Build-operate-own- Value for money Access
transfer Maintenance and Responsiveness
Design-build-operate sustainability

Capacity Knowledge network Skills transfer Ownership


Building Twinning Intellectual capital Agency
Contract Social capital Empowerment
Partnership Agreement Organizational system and Autonomy/Independence
(MoU) output
Economic Joint venture Poverty reduction Equity
Development Contract Profitability Social inclusion
Partnership agreement Sustainability Empowerment
Sumber. Brinkerhoff and Brinkerhoff (2011)

30
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

Berdasarkan tabel kerangka kerja Menurut Daigneault (2014), dalam


berdasarkan tujuan (purpose base memahami bantuan sosial setidaknya
framework). Salah satu tujuan dari terdapat tiga paradigma yang dapat
dilakukannya kemitraan adalah untuk dijadikan bahan referensi yaitu (1)
mencapai pelayanan publik terbaik. Dalam Entitlment Paradigm, (2) Workfare
kerangka kerja tersebut, struktur organisasi paradigm, dan (3) Activation paradigm.
yang dapat diterapkan adalah dalam bentuk Pertama, paradigma berbasis hak
kontrak, perjanjian kerjasama (MoU) atau (Entitlment Paradigm). Dalam paradigma
kerjasama. Kinerja yang akan dicapai dari ini bantuan sosial merupakan hak inklusif
suatu kemitraan diantaranya kualitas, setiap warga negara. Hak sosial dipandang
efisiensi, efektivitas mencapai target sebagai kunci inklusi sosial warga negara.
manfaat. Pendapat mengenai tujuan Pada prinsip keadilan sosial paradigma ini
layanan publik menurut Torchia et al memprioritaskan nilai-nilai solidaritas dan
(2015), kemitraan menjadikan layanan egalitarian, dengan peran negara yang
publik lebih efektif dan meningkatkan sangat penting melindungi warga
kualitas pada layanan publik. masyarakat dari ketidakamanan ekonomi.
Kinerja yang akan menjadi ukuran Tujuan paradigma ini mengurangi
dari penelitian ini adalah efektivitas dengan kemiskinan dengan menjamin tingkat
struktur organisasi berupa perjanjian pendapatan yang layak bagi warga negara.
kerjasama antara pemerintah dan swasta. Kedua, paradigma berbasis kerja
Sehingga dengan menggunaan model (workfare paradigm). Paradigma bantuan
tersebut, dapat digunakan dimensi sosial ini menganggap bahwa kebebasan
akuntabilitas, nilai bisnis dan insentif, akses sebagai nilai terpenting dari kesejahteraan
serta responsivitas untuk menganalisis bagi individu. Paradigma ini memandang
efektivitas kemitraan. Sedangkan manfaat bahwa peran pasar dan keluarga adalah
kemitraan menggunakan dimensi yang
penting untuk mendukung indvidu
disampaikan oleh McQuaid (2000) yang berusaha. Paradigma ini memandang
terdiri dari dimensi sumberdaya serta ketidaksetaraan adalah alamiah. Budaya
efektif-efisien. ketergantungan terhadap bantuan sosial
sangat dihindari dari paradigma berbasis
kerja, dan fokus utama masyarakat adalah
b. Bantuan Sosial
adanya karakteristik layak atau tidak layak
Bantuan sosial merupakan sebuah untuk menerima bantuan sosial.
karakteristik negara kesejahteraan (welfare Persyaratan wajib dari pemberian bantuan
state). Konsep negara kesejahteraan sosial adalah bekerja sehingga akan
memberikan bantuan sosial kepada mengurangi ketergantungan pada bantuan
masyarakat miskin yang membutuhkan sosial. Ketiga, paradigma aktivasi
berupa sandang, pangan maupun papan. (Activation paradigm). Paradigma ini
Pemberian bantuan sosial diharapkan beranggapan bahwa bantuan sosial adalah
masyarakat miskin dapat bertahan dari kontrak antara negara dan individu dan
berbagai permasalahan sosial maupun konsepsi hak-hak sosial telah bergerak ke
ekonomi serta dapat bertahan hidup dan arah tanggung jawab individu. Peran negara
melanjutkan kehidupannya. Selain itu, dan pasar sangat dominan terkait dengan
bantuan sosial merupakan upaya kesejahteraan. Orientasi ideologis ini
penanggulangan kemiskinan yang konsisten dengan “Third Ways” yang
memandang bahwa masyarakat miskin membenarkan intervensi negara asalkan
mempunyai kesetaraan dalam kemandirian strategis dan tepat sasaran; negara pada
dan kebebasan mengakses sumberdaya dasarnya sebagai pelengkap dari pasar,
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. bukan sebagai pengganti pasar.

31
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

C. Metode pengertian ini, dapat dilihat sebagai dua sisi


yaitu kesediaan untuk mengambil tanggung
Penelitian ini menggunakan
jawab atas suatu tindakan dan harapan
pendekatan post-positivism dengan metode
bahwa tindakan ini akan diakui (Milward
pengumpulan data kualitatif. Dalam teknik
dan Provan 2006). Indikator dimensi
pengumpulan data secara kualitatif
akuntabilitas yaitu:
dilakukan prosedur wawancara mendalam
dan studi literatur. Pemilihan informan 1)Tersedianya dasar hukum pelaksanaan
berdasarkan teknik purposive sampling kemitraan: Terkait dengan dasar hukum
karena informan penelitian adalah orang pelaksanaan kemitraan, hasil penelitian
yang mempunyai pemahaman dan adanya menunjukkan bahwa terdapat dokumen
keterkaitan dengan topik penelitian yang Perjanjian Kerjasama (PKS) yang
sedang dibahas. ditandatangani oleh Direktorat Penanganan
Fakir Miskin Wilayah I dengan Divisi
Informan penelitian berjumlah 25
Hubungan Kelembagaan PT BNI (Persero)
orang yang terdiri dari; 4 orang dari unsur
Tbk bernomor 137/PFM.PFMD/ KS/01/
pemerintah pusat (Kementerian Sosial), 4
2019, Nomor. HLB/003/PKS/2019 tentang
orang dari unsur pemerintah daerah (Dinas
Penyaluran BPNT. Dokumen tersebut
Sosial, Bappeda Litbang, serta Sekretariat
memuat hak dan kewajiban serta sanksi
Daerah), 5 orang dari unsur PT BNI
masing-masing mitra. Dengan durasi
(Persero) Tbk (Divisi Hubungan Antar
selama 1 tahun dan bisa direview kembali
Lembaga, Kantor Wilayah serta Kantor
sesuai dengan rencana anggaran
Cabang), 3 orang tenaga pendamping
Kementerian Sosial.
program, 1 orang agen ewarong, 6 orang
Penerima Manfaat Program, 1 Orang Perjanjian Kerjasama (PKS) tidak
Akademisi, serta 1 orang Peneliti. dilakukan lagi oleh Pemerintah Daerah
dengan PT BNI Cabang. Pihak Pemerintah
Adapun keabsahan dan validitas data
Daerah (Dinas Sosial Kabupaten Bogor)
dilakukan dengan teknik triangulasi sumber
dan PT BNI Cabang melakukan tugas dan
data melalui bukti teori, dokumen tertulis,
tanggungjawab sesuai dengan kebijakan
informan utama, serta perbandingan
masing-masing. Namun, dalam tataran
dengan opini informan lainnya. Sedangkan
pelaksanaan di daerah, Dinas Sosial
teknik analisa data menggunakan metode
tipe ideal yaitu data yang ditemukan melakukan koordinasi dengan pihak PT
BNI Cabang untuk kelancaran penyaluran
dibandingkan dengan kondisi ideal yang
bantuan sosial.
harusnya ada menurut teori yang dipegang.
Analisa tersebut dapat digunakan dengan 2) Peran dan kedudukan pemerintah dan
membandingkan dampak dari konteks dan swasta: Peran ditandai dengan adanya hak,
analogi. kewajiban serta sanksi dari masing-masing
mitra. Dalam menjalankan salah satu
D. Pembahasan
kewajiban, pemerintah mempunyai kendala
1. Efektivitas Kemitraan Pemerintah yaitu data yang belum valid karena belum
dan Swasta dalam Penyaluran Bantuan dilaksanakan verifikasi dan validasi oleh
Sosial Pangan Nontunai (BPNT) di pemerintah daerah. kendala tersebut
Kabupaten Bogor menyebabkan permasalahan lainnya yaitu
a. Akuntabilitas penyaluran bantuan kepada masyarakat
menjadi terhambat. Sedangkan untuk pihak
Akuntabilitas terkait dengan PT BNI maka terdapat kendala terutama
hubungan khusus yang dibuat dan dalam distribusi kartu kepada penerima
kewajiban serta persyaratan yang diterima program. Kendala distribusi kartu ini dapat
baik oleh pemerintah maupun pihak swasta ditemui di Kecamatan Gunung Sindur
(Forrer et al, 2010). Akuntabilitas, dalam dengan adanya temuan 47 KKS yang belum

32
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

terdistribusi. Pada tataran kedudukan, tanggungjawab masing-masing yang


setiap mitra mempunyai kedudukan yang termuat dalam dokumen perjanjian
setara sesuai dengan kapasitas tugas dan kerjasama. Peran dan kedudukan dapat
fungsinya masing-masing. Kedudukan dilihat dalam tabel dibawah ini.
tersebut dapat dianalisis dari

Tabel 2. Peran Stakeholders dalam Program BPNT


No. Stakeholders Peran
1 Pemerintah Penyiapan data KPM, Penyiapan Ewarong,
Sosialiasi dan Edukasi, Penyiapan Bantuan,
2 Perbankan/Himbara Penyiapan agen bank, Sosialisasi dan Edukasi ke
KPM dan Ewarong, Registrasi dan Aktivasi
Kartu, Penyaluran Bantuan,
3 Ewarong/Agen bank Penyaluran Bantuan, Koordinasi dengan
penyedia bahan pangan (BULOG),
4 Pendamping Validasi data KPM, Sosialisasi dan Edukasi ke
KPM, pendampingan KPM
5 Masyarakat Data dalam Muskel/Musdes
Sumber. Diolah dari Pedoman Umum BPNT, 2017

3)Terdapatnya mekanisme pertanggung Pelaporan yang dilakukan oleh Dinas


jawaban: Sosial digunakan sebagai pembanding data
penyaluran bantuan masih tidak optimal.
Pertanggungjawaban kemitraan antara
Hal tersebut terkait dengan kendala bahwa
Kementerian Sosial dan PT BNI (Persero)
belum pernah Dinas Sosial melakukan
Tbk dilakukan dalam bentuk tertulis yang
pelaporan secara periodik. Kendala
disampaikan setiap bulan yang memuat
disebabkan kurang aktifnya pendamping
progress penyaluran bantuan dan kendala
yaitu TKSK dan Dinas Sosial dalam
yang ditemukan serta secara realtime
meminta rekapitulasi penyaluran BPNT.
melalui dashboard program BPNT.
Pelaporan secara realtime dengan 4) Tersedianya mekanisme kontrol
menggunakan dashboard masih belum bersama : Dalam pelaksanaan kemitraan
maksimal. Hal tersebut terlihat dari antara pemerintah dan bank penyalur, tidak
penggunaan dashboard yang belum ditemukan adanya monitoring dan evaluasi
userfriendly dan tidak dapat diakses oleh bersama yang dilakukan antara Kemensos
masyarakat. Padahal partisipasi masyarakat dan PT BNI (Persero) Tbk. Masing-masing
melalui informasi yang ditampilkan dalam mitra melakukan monitoring dan evaluasi
dashboard sangat efektif dalam menjaga sesuai dengan tugas dan fungsinya. Monev
akuntabilitas pada program maupun dilakukan juga oleh Tim Pengendali
kemitraan yang terjalin diantara masing- Bantuan Pangan Pusat, namun tidak
masing mitra. Sistem informasi daring dilakukan oleh Tim Pengendali Bantuan
atau dashboard dapat memuat informasi Pangan Daerah.
umum pelaksanaan BPNT di wilayah kerja
penyalur.

33
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

Salah satu tugas monitoring dilaksanakan keuangan yang digagas oleh Bank
oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Indonesia sesuai dengan Peraturan Presiden
Penanganan Fakir Miskin dengan Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi
melibatkan peneliti pada Balai Besar Nasional Keuangan Inklusi.
Penelitian dan Pengembangan 2) Keuntungan kemitraan: Bagi
Kesejahteraan Sosial Yogyakarta. Pemerintah, keuntungan yang didapat
Dimensi akuntabilitas cukup efektif tergolong dalam nilai sinergis (synergic
dikarenakan bahwa ketersediaan value) yaitu manfaat yang diterima dari
mengambil tanggungjawab diwujudkan pelaksanaan kemitraan berupa kemudahan
dengan tersedianya dasar hukum administrasi, lebih transparan dan
pelaksanaan kemitraan di tingkat tertentu, pemantauan dalam pelaksanaan penyaluran
walaupun masih terdapat kendala pada bantuan. Sehingga proses administrasi
pelaksanaan hak dan kewajiban masing- menjadi lebih mudah dan lebih transparan.
masing mitra, partisipasi serta pelaporan Keuntungan yang diterima oleh PT BNI
secara vertikal yang belum optimal dan (Persero) Tbk yaitu pada Transfer value dan
mekanisme kontrol yang masih Interaction Value. Nilai transfer (transfer
dilaksanakan tidak terpadu. value) yang didapatkan oleh PT BNI
merupakan keuntungan materil seperti ada
b. Nilai bisnis dan insentif
tambahan profit/laba dari dana yang
Dalam melihat nilai bisnis, menurut mengendap, serta penambahan nasabah
Broogard (2018) setidaknya terdapat tiga baru. Sedangkan untuk interaction value
hal utama yang menjadi perhatian bagi PT BNI (Persero) Tbk yaitu
diantaranya; 1) transfer value, nilai yang penambahan jejaring mitra dengan
ditransfer adalah sumber daya keuangan Kementerian Sosial serta penambahan agen
yang diperoleh dari PPP; antara lain, 46 atau ewarong baru sebagai “kantor
pengembangan pasar dan pelanggan; 2) cabang BNI di daerah”. Nilai bisnis atau
synergistic value, nilai sinergis merupakan keuntungan yang didapatkan dari kemitraan
manfaat inovatif yang berasal dari produk telah sesuai dengan regulasi yaitu Peraturan
dan mode produksi baru (kolaborasi) yang Menteri Keuangan Nomor
penting untuk inovasi bisnis; 3) interaction 254/PMK.05/2015 tentang Belanja
and associational value, interaksi dan nilai Bantuan Sosial pada Kementerian
asosiasional adalah manfaat tak berwujud Negara/Lembaga, disebutkan pada pasal 13
berkenaan dengan hubungan eksternal bahwa bank penyalur diberikan waktu 30
bisnis, seperti reputasi, pengetahuan, dan hari untuk mentrasfer dana kepada rekening
akses ke lembaga pemerintah. Indikator penerima. Potensi pengendapan tersebut
sebagai berikut: sesuai dengan regulasi yang ada.
1) Terdapatnya alasan melakukan 3) Kerugian kemitraan: Dalam
kemitraan: Adanya nilai atau tujuan melaksanakan kemitraan, penelitian ini
bersama yang ingin dicapai dalam proses tidak terdapat potensi kerugian dari
kemitraan yaitu untuk mencapai 6 Tepat dilaksanakannya kemitraan antara
yaitu “tepat sasaran, tepat waktu, tepat pemerintah dan bank penyalur. Hanya pada
jumlah, tepat kualitas, tepat harga dan tepat potensi sumberdaya yang harus fokus pada
administrasi” sesuai dengan petunjuk teknis program ini. Dalam struktur organisasi
program serta mendukung gerakan inklusi pemerintah dibentuk Direktorat Jenderal

34
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

Penanganan Fakir Miskin yang mempunyai dan tanggung jawab yang berbeda dan
tugas dalam penyaluran bantuan sosial sesuai kapasitas masing-masing.
pangan, sedangkan pada struktur kantor
2) Akses pada pengambilan keputusan
cabang PT BNI (Persero) Tbk terdapat bersama: Akses pengambilan keputusan
Asisten Branch Banking (ABB) yang salah dilaksanakan dengan kegiatan rekonsiliasi.
satu tugasnya fokus pada tanggungjawab Perlu menjadi perhatian bahwa rekonsiliasi
membantu program pemerintah. merupakan salah satu cara dalam
Dimensi nilai bisnis sudah efektif pemecahan permasalahan terkait dengan
karena masing-masing mitra sudah kendala di lapangan yang ditemui setiap
mengetahui tujuan dilaksanakannya tahap penyaluran bantuan sosial pangan
kemitraan yaitu penyaluran bantuan nontunai pelaksanaan di level pusat sudah
nontunai yang tepat sasaran, tepat waktu, dilaksanakan setiap tahap penyaluran/
tepat administrasi, tepat jumlah, tepat bulan. Namun belum optimal dilaksanakan
kualitas, dan tepat harga serta berbagai nilai di level pemerintah daerah dengan BNI
manfaat yang diterima mitra seperti nilai Cabang Wilayah Padanan. Padahal dampak
sinergi yang diterima pemerintah berupa besar dapat dirasakan dari dilaksanakannya
kemudahan administrasi dan akuntabilitas kegiatan rekonsiliasi pada level daerah
bantuan sosial, sedangkan nilai transfer dan yaitu memberikan data kondisi penyaluran
interaksi berupa keuntungan yang didapat di daerah kepada pemerintah pusat.
pihak perbankan/bank penyalur. Dimensi akses cukup efektif dari
c. Akses indikator yang ditemukan yaitu ketiadaan
akses pada sumber daya berupa sharing
Pendorong utama kemitraan adalah
teknologi, sumber daya manusia, maupun
mengakses sumber daya utama yang
anggaran. Sehingga dalam prakteknya
diperlukan untuk mencapai tujuan, tetapi
akses dipahami sebatas hak dan kewajiban
kurang atau tidak cukup dalam cadangan
yang melekat, akses pada pengambilan
individu satu aktor. Aset tersebut dapat
keputusan sudah baik di tingkat pusat
memerlukan sumber daya keras uang dan
namun terdapat kendala pada tingkat
bahan, serta sumber daya lunak yang
Kabupaten Bogor yang tidak melaksanakan
penting, seperti keterampilan manajerial
kegiatan rekonsilisasi (rapat rersama)
dan teknis, informasi, kontak, dan
membahas kendala dan permasalahan di
kredibilitas/ legitimasi (Brinkerhoff and
lapangan dengan pihak perbankan/bank
Brinkerhoff, 2011). Indikator yaitu:
penyalur.
1) Akses terhadap sumber daya: Tidak
ada akses sumber daya yang terjadi dalam d. Responsibilitas
kemitraan antara pemerintah dan PT BNI Dalam konteks PPP, disebutkan
(Persero) Tbk di Kabupaten Bogor. bahwa PPP telah secara signifikan
Ketiadaan akses pada sumber daya tersebut mengurangi kapasitas pemerintah
bukan berarti tidak ada hubungan yang berpartisipasi secara efektif dan mengawasi
terjalin diantara mitra yang saling pengaturan ini dan memastikan mereka
bekerjasama. Melainkan hubungan yang responsif terhadap tuntutan warga dan
terjadi pada pelaksanaan tugas masing- berkontribusi pada visi yang lebih luas,
masing setiap mitra. Hal tersebut lebih strategis dari barang publik
mengingat setiap mitra mempunyai tugas (Brinkerhoff & Brinkerhoff, 2011).
Indikator yang digunakan antara lain :

35
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

temuan bahwa masyarakat tidak


1) Jenis permasalahan: Kendala
mengetahui bagaimana solusi dari
kemitraan antara pemerintah dan bank
permasalahan penyaluran bantuan seperti
penyalur pada aspek teknis yaitu ditemukan
kartu hilang maupun saldo kosong.
adanya saldo nol seperti yang terjadi di
Kecamatan Leuwiliang sejumlah 600 2. Manfaat Kemitraan Pemerintah dan
penerima program dari 900 kuota Swasta dalam Penyaluran Bantuan
terkendala masalah saldo nol , Sosial Pangan Nontunai (BPNT) di
permasalahan kartu rusak/patah/terblokir Kabupaten Bogor
yang ditemui pada hampir setiap daerah di Menurut Singh and Prakesh (2010)
Kabupaten Bogor, permasalahan pada kartu yang menyatakan bahwa kemitraan
hilang serta permasalahan pada rekening dijalankan antara pemerintah dan swasta
yang gagal dibuka (Burekol) karena untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
ketersediaan data yang masih belum Tujuan tersebut merupakan nilai akhir yang
memenuhi unsur pembukaan rekening. diinginkan bersama dan menjadi tujuan
2) Terdapatnya mekanisme pengaduan bersama. Bahkan salah satu tujuan
masyarakat: mekanisme pengaduan tidak kemitraan adalah mewujudkan tata kelola
tercantum dalam klausul Perjanjian pemerintahan yang efektif, “Partnership
Kerjsama (PKS) Namun terdapat has most commonly been promoted as a
mekanisme pengaduan yang diberikan oleh means to enhancing governance
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) effectiveness” (Brinkerhoff dan
dengan media yang dapat digunakan seperti Brinkerhoff, 2011).
aplikasi LAPOR!, SMS, WA, maupun a. Sumber daya
melalui email. Mekanisme pengaduan
lainnya dapat secara langsung dengan Menurut Ronald MqQuaid (2000),
mendatangi pendamping TKSK, Dinas pada dasarnya kemitraan akan
Sosial Kabupaten Bogor, PT BNI Wilayah meningkatkan skala sumberdaya yang ada
Padanan, maupun kepada Tim Koordinasi dalam kemitraan. Sumberdaya tersebut
Bantuan Pangan Provinsi dan Kabupaten. diartikan sebagai kemudahan dalam
Temuan di lapangan mengindikasikan pencairan program serta adanya
bahwa mekanisme pengaduan masyarakat penambahan kompetensi dari pelaksana
di Kabupaten Bogor belum efektif program. Indikator sebagai berikut:
dikarenakan masyarakat belum mengetahui 1) Kemudahan pencairan bantuan:
bagaimana mekanisme pengaduan serta Dalam mencapai kemudahan pencairan
aspek kecepatan penanganan keluhan yang bantuan, terdapat agen/ewarong sebagai
masih lambat baik dari pendamping TKSK, tempat penyaluran bantuan sosial, namun
Pemerintah Daerah maupun dari PT BNI terdapat kendala yaitu kuota agen/ewarong
(Persero) Tbk. yang tidak ideal untuk melayani KPM yang
Dimensi responsibilitas cukup efektif sangat banyak. Salah satu contohnya adalah
dengan indikator bahwa permasalahan yang Kecamatan Suka Makmur, jumlah KPM
ditemui masih cukup banyak sehingga yang dilayani sebesar 10.052 orang,
masyarakat penerima bantuan terkendala sementara jumlah agen/ewarong hanya
untuk mendapatkan bantuan dari sebanyak 5 (lima) ewarong, dengan
pemerintah, pada indikator mekanisme kapasitas melayani sebesar 1.250 orang
pengaduan masyarakat tidak tercantum atau hanya sebesar 12% . Sama halnya
dalam klausul perjanjian, sehingga dengan Kecamatan Gunung Putri, 1 (satu)
permasalahan terjadi di lapangan dengan

36
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

ewarong melayani penyaluran bantuan help address specific cost and investment
sebanyak 825 KPM. Kondisi demikian challenges, deliver improvements in service
menjadikan penyaluran bantuan menjadi efficiency, and enhance service quality”
terhambat. Kondisi demikian menyebabkan (Torchia et al, 2015). Menurut Osborne,
indikator kemudahan pencairan bantuan (2000) kunci dari kebijakan publik di
sebagai bagian dari dimensi meningkatkan seluruh dunia yaitu bagaimana mencapai
skala kapasitas sumber daya tidak efektivitas dan efisiensi pada pelaksanaan
terpenuhi. suatu kebijakan.
2) Penambahan kompetensi pelaksana 1) Tepat waktu: Program penyaluran
program:Peningkatan kapasitas dilakukan bantuan sosial pangan nontunai di Pemkab
di Kabupaten Bogor. Mekanisme Bogor efektif dan efisien dilihat dari
peningkatan kapasitas tersebut dilakukan indikator ketepatan waktu. Hal tersebut
dengan melaksanakan sosialisasi dan berkaitan dengan penyaluran yang
edukasi kepada target yang berbeda. dilakukan setiap bulan. Walaupun pada
Pelaksanaan tersebut melibatkan tahap awal, penyaluran dilaksanakan
pemerintah maupun bank penyalur. Pada 2 bulan sekali terutama terjadi pada bulan
target masyarakat, pengenalan kartu November-Desember 2018. Pemkab Bogor
nontunai, cara penggunaan, kerahasiaan melaksanakan tahap awal penyaluran pada
PIN menjadi materi yang sangat penting November 2018 sampai penelitian ini
disampaikan. Pada target ewarong materi dilaksanakan pada Mei 2019. Dengan
yang disampaikan pada teknis penggunaan demikian penyaluran bantuan telah
mesin EDC serta bimbingan teknis dilaksanakan sebanyak enam kali sesuai
mengelola usaha yang disampaikan oleh dokumen yang dimiliki oleh Dinas Sosial.
bank penyalur. Pada target pemerintah 2) Tepat jumlah: Penyaluran bantuan
daerah maupun pendamping materi yang sosial di Kabupaten Bogor memenuhi unsur
disampaikan adalah pengenalan program, tepat jumlah yaitu sebesar
pengelolaan data terpadu, serta pedoman Rp.110.000/bulan/penerima. Pemerintah
umum program BPNT. maupun bank penyalur tidak melakukan
Pada dimensi sumber daya ditemukan pemotongan biaya transaksi maupun
bahwa manfaat yang didapatkan sangat administrasi kartu bulanan pada program
kecil. Hal tersebut dikarenakan jumlah ini. Sehingga masyarakat tidak dibebankan
tempat penyaluran bantuan masih tidak biaya-biaya tambahan. Kendala pada
sesuai dengan jumlah masyarakat penerima program ini terdapat pemberlakukan sistem
bantuan sehingga penyaluran bantuan pembelian paket sembako di semua
menjadi terhambat. Walaupun pengenalan wilayah di Kabupaten Bogor yang dapat
program melalui sosialisasi sudah merugikan penerima program. Sehingga
dilaksanakan untuk memberikan jumlah kilogram (kg) beras maupun
kelancaran pada penyaluran bantuan. komoditas lain seperti telur akan berbeda
antara satu kecamatan dengan kecamatan
b. Efektif dan Efisien
lainnya. Sistem paket sembako tidak sesuai
Salah satu manfaat kemitraan Public dengan tujuan dari program yaitu
Private Partnership (PPP) menjadikan memberikan kebebasan pada masyarakat
layanan yang efektif dan meningkatkan untuk bertransaksikapanpun dan berapapun
kualitas layanan, “PPPs, when rupiah yang ditukar.
appropriately structured and implemented,

37
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

3)Tepat sasaran: Hasil penelitian Pada dimensi nilai bisnis dan insentif
menunjukkan sasaran penerima program tidak ditemukan adanya kendala, sehingga
adalah keluarga yang sudah terdaftar dalam kemitraan dinilai sangat efektif. Kemitraan
Basis Data Terpadu (BDT) yang dikelola yang dilaksanakan sudah mempunyai arah
oleh Kementerian Sosial RI sesuai dengan tujuan bersama yang jelas, adanya nilai lain
ketentuan yang berlaku. Namun yang akan dicapai mitra, serta potensi
permasalahannya adalah pada validitas data kerugian yang tidak ditemukan dalam
penerima dengan kondisi eksisting penelitian ini. Dimensi akses menunjukkan
penerima program. Hal tersebut bahwa kemitraan dinilai cukup efektif
dikarenakan data yang ada dalam BDT dengan alasan tidak adanya akses pada
merupakan hasil susenas 2015. Data masing-masing sumberdaya kemitraan,
tersebut seharusnya dilakukan pengecekan meskipun media untuk melaksanakan
kembali melalui kegiatan verifikasi dan proses pengambilan keputusan telah ada
validasi data oleh pemerintah daerah. yaitu melalui kegiatan rekonsiliasi. Pada
Temuan di lokus penelitian menyimpulkan dimensi responsivitas, kemitraan dinilai
bahwa pemerintah daerah belum pernah cukup efektif dengan beberapa kendala
melaksanakan kegiatan verifikasi dan teknis yang ditemukan dan mekanisme
validasi data tersebut. Sehingga terdapat pengaduan masyarakat yang belum
potensi perubahan kondisi penerima digunakan secara optimal.
program. Hasil penelitian pada derajat
Pada dimensi efektif dan efisien, manfaat kemanfaatan dari kemitraan yang
yang dirasakan masyarakat sangat besar dilaksanakan ditemukan bahwa kemitraan
dikarenakan penyaluran bantuan dilakukan tersebut belum menunjukan tingkat
tepat waktu, tidak ada pemotongan bantuan kemanfaatan yang besar. Pada dimensi
serta diberikan pada orang yang peningkatan kapasitas sumberdaya
membutuhkan. menunjukkan bahwa kebutuhan akan
ewarong belum optimal dikarenakan
E. Kesimpulan dan Rekomendasi kondisi eksisting masih sedikit
dibandingkan dengan kebutuhan,
Hasil penelitian menunjukan bahwa mekanisme peningkatan kompetensi
kemitraan pemerintah dan swasta dalam dilakukan dengan kegiatan sosialisasi dan
penyaluran bantuan sosial pangan nontunai edukasi yang dilaksanakan oleh pemerintah
(BPNT) di Kabupaten Bogor tidak dan PT BNI (Persero) Tbk. Pada dimensi
sepenuhnya efektif. Pada dimensi efektivitas dan efisiensi pada program,
akuntabilitas kemitraan dinilai cukup kemitraan dinilai mempunyai manfaat yang
efektif dengan beberapa kendala yang besar terutama pada ketapatan waktu, dan
ditemui yaitu pelaksanaan verifikasi dan ketepatan jumlah walaupun terdapat
validasi data yang tidak dilaksanakan oleh pemberlakukan sistem pembelian paket
pemerintah daerah sehingga adanya potensi sembako yang dapat merugikan penerima
ketidaktepatan sasaran, distribusi kartu program, serta ditemukan ketidaktepatan
kepada penerima program belum sasaran karena proses verifikasi dan
maksimal, pelaporan secara realtime validasi yang tidak pernah dilakukan pada
dengan menggunakan dashboard lokus penelitian.
penyaluran BPNT yang belum maksimal, Beberapa rekomendasi yang dapat
pemerintah daerah yang tidak dilakukan diantaranya, pada dimensi
melaksanakan mekanisme pelaporan akuntabilitas dengan menjadikan proses
kepada pemerintah pusat serta kegiatan verifikasi dan validasi sebagai salah satu
monitoring dan evaluasi yang tidak kriteria penentuan daerah yang akan
dilakukan antar mitra. melaksanakan penyaluran bantuan sosial

38
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

nontunai, regulasi tambahan maupun SOP McQuaid, Ronald W. (2000). The Theory of
terkait dengan pelaporan secara buttom-up, Partnership: Why have Partnership.
perlu dilaksanakan monitoring dan evaluasi Stephen Osborne (Ed.). Public Private
bersama antar mitra. Pada dimensi akses Partnership: Theory and Practice in
dapat dilakukan dengan menambahkan International Perspective. New York:
sharing sumberdaya sebagai salah satu Routledge
klausul perjanjian. Pada dimensi Osborne, Steven. (2000). Public Private
responsivitas dengan melaksanakan Partnership: Theory and Practice in
sosialisasi dan edukasi fokus pada aspek International Perspective. New York:
pengaduan serta menyusun standar layanan Routledge
yang memuat jenis layanan pengaduan dan
kecepatan layanan. Pada dimensi Jurnal
peningkatan kapasitas sumberdaya Ahmad, Muhammad Azhar Ikram. (2001).
dilakukan penambahan kuota ewarong Poverty Alleviation and The Third
sesuai dengan ketentuan yang berlaku World.Pakistan Economic and Social
dengan melibatkan peran serta masyarakat, Review, Vol. 39, No. 1 (Summer
pendamping dan pemerintah desa untuk 2001), pp. 49-56 Published by:
mengusulkan tambahan ewarong tersebut, Department of Economics, University
merekomendasikan untuk mengganti of the Punjab
sistem pembelian paket sembako secara
Brogaard, Lena. (2018). Business Value in
paket dengan memberikan kebebasan pada
Public-Private Partnerships: The
masyarakat untuk melaksanakan transaksi
Positive Impact of Trust and Task-
sesuai kebutuhan, penyamaan persepsi bagi
Relevant Competencies on Business
pemerintah dan swasta mengenai kinerja
Outcomes in PPPs. International
program yang berorientasi pada prosentase
Public Management Journal. DOI:
transaksi masyarakat bukan pada jumlah
10.1080/10967494.2018.1457107
sisa saldo, merekomendasikan untuk
melaksanakan verifikasi dan validasi Daigneault, Pierre-Marc. (2014). Three
dengan anggaran pemerintah daerah Paradigms of Social Assistance.
Kabupaten Bogor. SAGE Open. October-December
2014: 1–8
DAFTAR PUSTAKA Forrer, John., James Edwin Kee, Kathryn E
Newcomer and Eric Boyer. Public
Buku Private Partnership and the Public
Brinkerhoff, Derick W and Jennifer M. Acontability Question. Public
Brinkerhoff. (2011). Public-Private Administration Review, Vol. 70, No. 3
Partnership: Perspective on Purpose, (May | June 2010), pp. 475-484
Publicness, and Good Governance.
Public Administration and Huda, Ary Miftahul. Antun Mardiyanta.
Development. Public Adm. Dev. 31, Erna Setijaningrum. (2018). Can
pp 2-14 publicprivate partnership policy
reduce poverty and grow sustainable
Hilton, Davis and Lorraine. (2007). economies in indonesia? (case study
Working in Partnership Through Early approach). E3S Web of Conferences
Support: Distance Learning Text 74, 01005 (2018). ICSoLCA 2018
(Working with Parents in
Klijn, E.H. and Teisman, G.R. (2003).
Partnership). Departemen: Education
Institutional and strategic Barriers to
and Skill
Public-Private Partnership: An
Analysis of Dutch Cases, Public
Money and management July

39
Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.


Panggabean, Adrian TP. (2006). Expanding (2018). Kemiskinan Kabupaten/Kota di
Acces to Basic Service in Asia and The Jawa Barat 2012-2017. Katalog
Pacific Region: Public-Private Nomor: 1306017.32. No Publikasi:
Partnership for Poverty Reduction. 32520.1806
ERD Working Paper No.87 Philippines:
Asian Development Bank MicroSave. (2018). Bantuan Pangan
Nontunai (BPNT) Operationas
Pillay, Hitendra. James J Watters, Luzhoff Assesment. Paparan Maret 2018
and Matthew Flynn. (2014).
Dimensions of Effectiveness and Website
Efficiency: A Case Study on Industry– Milward, H. Brinton, and Keith G. Provan.
School Partnerships. Journal of (2006). A Managers Guide to Choosing and
Vocational Education and Training Vol Using Collaborative Networks. Washington,
66 No 44 hal 537-553 ment.
http://www.businessofgovernment.org/pdfs/
Singh, A. and Prakash, G. (2010). Public– ProvanReport
Private Partnerships in Health Services
Delivery: A Network Organizations
Perspective. Public Management
Review, 12:6 pages 829–56

Suripto. (2006). The Accountability and


Transparency of Partnership Programs
at The Local Level: A Case Study for the
Management of Contracting Out at The
Regency of Sleman. Journal of
Sosiosains. Volume 19 No I. Januari
2006. The School of Pascasarjana
UGM. Yogyakarta

Torchia, Mariateresa. Andrea Calabro and


Michele Morner. (2015). Public-
Private Partnership in The Health Care
Sector: A Systemic Review of The
Literature. Public Management Review
Vol 17 No. 2, pp 236-261

Van Ham, H., & Koppenjan, J. (2001).


Building public–private partnerships:
Assessing and managing risks in port
development. Public Management
Review, 3(4), 593–616

Dokumen
Badan Pusat Statistik. (2019). Profil
Kemiskinan di Indonesia Maret 2019
Nomor 56/07/Th.XXII, 15 Juli 2019

40

Anda mungkin juga menyukai