Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No.

Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Program Pemberdayaan


Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan Klender

The Community Participation and Socialization in


Empowering Program (PPMK) at Klender Village
Defina1
1
Dosen Mata Kuliah Dasar Umum Institut Pertanian Bogor

Abstract

Village community empowerment program (PPMK) aims to overcome poverty. Socialization of the programs to the community is
one of the factors that can determine the participation of the community. Obtaining a description of socialization and community
involvement is the purpose of this paper. The description of community participation in PPMK that was presented by Adi was
analyzed with the definition of participation (community involvement in problem identification, decision-making process to solve
problem, implementation of the result and evaluation on a development activity). This paper will also present the percentage of
public knowledge about the program and the percentage of community involvement in the program.

Key word: poverty, empowerment, participation

Abstrak

Program pemberdayaan masyarakat kelurahan (PPMK) bertujuan mengatasi kemiskinan. Sosialisasi program ke masyrakat
salah satu faktor penentu partisipasi masyarakat. Untuk memperoleh gambaran sosialisasi dan keterlibatan masyarakat menjadi
tujuan tulisan ini. Gambaran partisipasi masyarakat pada PPMK dianalisis dengan definisi partisipasi yang dikemukan oleh Adi
yaitu keterlibatan masyarakat dalam pengidentifikasiaan masalah, proses pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah,
pelaksanaan hasil keputusan dan evaluasi pada suatu kegiatan pembangunan. Dalam tulisan ini juga akan dilihat persentase
pengetahuan masyarakat tentang program dan persentase keterlibatan masyarakat dalam program.

Kata Kunci: kemiskinan, pemberdayaan, partisipasi


Pendahuluan Jakarta terus membangun, masih banyak rakyat hidup
miskin. Pemerintah Khusus Ibu Kota Jakarta selama
Jakarta dengan luas 650 km2 memiliki jumlah ini telah berusaha membuat berbagai program untuk
penduduk 11 juta jiwa. Menurut data BPS DKI Jakarta menanggulangi masalah kemiskinan. Meskipun telah
tahun 2000, jumlah penduduk miskin di Jakarta banyak program yang dilakukan oleh pemeritah DKI
sebanyak 80 ribu KK atau 370 ribu jiwa. Meskipun Jakarta khususnya dan Indonesia umumnya untuk
jumlah penduduk miskin ini hanya beberapa persen mengatasi masalah kemiskinan, dalam realisasinya masih
dari jumlah penduduk miskin di Indonesia, yakni ditemukan kelemahan, terutama sekali masih belum
37 juta jiwa, tetap harus menjadi perhatian dalam optimalnya partisipasi masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari
pembangunan. Angka ini terus bertambah pada tahun apa yang diungkapkan Kusuma (Jurnal Analisis Sosial,
2004, yakni berdasarkan data yang dikeluarkan Badan 2002: 182), bahwa pelaksanaan P2KP masih lemah,
Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, penduduk miskin khususnya dalam upaya mensosialisasikan program.
Jakarta berjumlah 370.898 jiwa dengan 91.468 rumah Begitu juga dengan kegiatan Program Pengembangan
tangga miskin. Angka ini menunjukkan peningkatan Kecamatan (PPK), partisipasi masyarakat tidak terlalu
17% dari tahun sebelumnya. Jika dibandingkan tinggi. Menurut Sumarto (2004: 115-116), tingkat
dengan total penduduk Jakarta pada tahun yang sama, partisipasi pada Program Pengembangan Kecamatan
persentase penduduk miskin adalah 10%. Jumlah adalah sedang. Pada proses perumusan rencana
penduduk miskin di Jakarta menyebar. Daerah yang PPK, terlihat partisipasi dari kelompok miskin dan
banyak penduduk miskinnya adalah Jakarta Utara dan marginal. Namun pada pelaksanaan kegiatan, partisipasi
Jakarta Timur, mencapai ratusan ribu (Kompas Cyber masyarakat miskin dan perempuan masih kurang dan
Media, 21 April 2005). kebanyakan masih menggantungkan pada konsultan
Meskipun Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota pemerintah. Sementara itu, untuk program yang
1
Korespondensi penulis
116 E-mail: fina_faisal@yahoo.co.id
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

sama (PPK), Widodo (Jurnal Analisis Sosial, 2002: persentase pengetahuan masayrakat tentang PPMK;
168) melihat bahwa program ini belum berkelanjutan (3) Mendeskripsikan partisipasi masyarakat; (4)
sehingga untuk tercapainya tujuan belum maksimal. Menghitung persentase partisipasi masyarakat dalam
Begitu juga partisipasi masyarakat dalam Forum PPMK.
Komunitas Perencana Pembangunan, meskipun
sudah ada, tapi menurut Hasibuan dalam kesimpulan Metode Penelitian
tesisnya (2003: 203) masih sebatas diskusi atau
konsultasi. Dalam forum tersebut, aspirasi rakyat Penelitian ini bertujuan untuk menghitung
untuk ikut aktif dalam perencanaan pembangunan dan menjelaskan pengetahuan masyarakat tentang
belum maksimal. Menurut Zulhaeni (2003: 249) PPMK dan partisipasi masyarakat. Oleh karena
partisipasi masyarakat tidak maksimal dalam forum itu, pada penelitian ini pendekatan yang digunakan
warga karena lebih dikuasai oleh lurah. Di sisi lain, adalah gabungan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Widiantoro dalam tesisnya yang membahas tentang Pendekatan kualitatif dapat memberikan gambaran
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan yang mendalam mengenai keadaan atau kondisi objek
(P2KP) di Kelurahan Condong Catur, Kecamatan yang akan diteliti. Gambaran ini diperoleh melalui
Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta (2003: wawancara yang mendalam terhadap informan.
252), partisipasi masyarakat dalam program masih Sedangkan metode kuantitatif untuk melihat kuantitas
diabaikan. partisipias dan pengetahuan masyarakat. Bogdan
Dari paparan di atas, penelitian ini melihat dan Taylor dalam Moleong (2000:3) mendefinisikan
bahwa program-program selama ini belum didukung ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian
oleh masyarakat sepenuhnya. Keterlibatan masyarakat yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
masih belum optimal dan juga sosialisasi program tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
belum maksimal. Hal ini secara tidak langsung akan dapat diamati. Sementara Lofland (1984) dalam
memengaruhi pelaksanaan suatu program dan hasil Moleong (2000:112) mengatakan bahwa kata-kata
yang akan dicapai. Hal ini bisa dilihat salah satunya dari dan tindakan merupakan sumber data utama dalam
kenyataan bahwa sejak krisis moneter (1997) melanda penelitian ini. Sedangkan selebihnya adalah data
Indonesia, program yang dicanangkan pemerintah tambahan. Penelitian ini dilakukan dengan cara terjun
untuk menanggulangi masalah kemiskinan banyak, langsung ke lapangan untuk meneliti objek kajian.
namun penduduk miskin tetap masih banyak. Melihat Dalam hal ini untuk memperoleh informasi yang
kondisi tersebut dan dengan diberlakukannya Otonomi mendalam dengan cara berinteraksi langsung dengan
Daerah, maka Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota masyarakat
Jakarta, sejak tahun 2001 telah melaksanakan Program Pada penelitian ini pemilihan informan
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK). dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju
PPMK menekankan adanya partisipasi dari (Snowball Sampling). Jumlah informan awalnya
masyarakat. Penekanan ini terlihat pada prinsip yang sedikit dan akhirnya menjadi banyak. Penarikan
digunakan, salah satunya adalah partisipasi masyarakat. sampel bola salju ini mempunyai beberapa tahap.
Jadi, PPMK memberikan peranan yang lebih besar Pertama, menentukan responden awal yang akan
kepada masyarakat untuk merencanakan, melaksanakan diwawancarai. Kedua, setelah ada responden
dan mengawasi serta diharapkan dapat meningkatkan awal tersebut, akan diperoleh responden lainnya
partisipasi masyarakat, baik dalam bentuk pemikiran, berdasarkan petunjuk responden awal. Ketiga,
tenaga maupun finansial. Namun, yang menjadi hal ini dilakukan terus sampai diputuskan bahwa
pertanyaan dalam tulisan ini adalah: (1) Bagaimana jumlah responden sudah cukup. Pengumpulan
sosialisasi program? (2) Apakah masyarakat mengetahui data dilakukan dengan tiga tahap, yaitu: studi
program dan berapa persen? (3) Bagaimana partisipasi kepustakaan, observasi dan interviu.
masyarakat dalam PPMK dalam bentuk apa saja,
serta apakah dari awal sampai akhir? (4) Bagaimana Hasil dan Pembahasan
persentase partisipasi masyarakat itu? Adapun tujuan
penulisan ini adalah: (1) Mendeskripsikan sosialisasi Kelurahan Klender merupakan salah satu
program; (2) Mendeskripsikan dan menghitung kelurahan yang terpilih dari 25 kelurahan di DKI

117
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

Jakarta (masing-masing kota mendapatkan lima RW ini pun dengan musyawarah, yakni setiap RT di
kelurahan) sebagai pilot project. Sebagai salah masing-masing RW mengirimkan dua orang utusan
satu pilot project, Kelurahan Klender memperoleh untuk duduk di TPK RW. TPK dan UPK RW yang
bantuan dana sebesar Rp 2 miliar pada tahun 2001. telah terbentuk di 18 RW diberikan pelatihan selama
Dana Rp 2 miliar ini digunakan untuk tribina, yaitu: lima hari di Cisarua. Materi pelatihan berkaitan
50% bina ekonomi sebanyak Rp 1 miliar, 25% senilai dengan cara pelaksanakan PPMK, seperti: pembuatan
Rp 500 juta untuk bina sosial dan 25% lagi untuk bina proposal bina fisik dan bina ekonomi. Jadi, TPK dan
fisik. Pembagian ini berdasarkan keputusan Badan UPK RW bisa membantu masyarakat untuk membuat
Perencanaan Kota Jakarta Timur. Ketika terjadi proposal bina ekonomi dan bina fisik.
banjir pada tahun 2002, pemerintah DKI Jakarta Setelah dibentukan lembaga yang akan
memberikan perhatian kepada masyarakat dengan melaksanakan di tingkat RW, sosialisasi dilanjutkan
melaksanakan PPMK di kelurahan lainnya di Jakarta. ke masyarakat. Sosialisasi ini dilakukan oleh lembaga
Sementara itu, 25 kelurahan yang menjadi pilot yang telah dibentuk, yaitu TPK/UPK RW dibantu
project tidak diberi dana lagi, tetapi mereka harus oleh Dewan Kelurahan (Dekel) RW, dan pengurus
mengambil dana dari bina fisik atau sosial untuk RW. Sosialisasi ke warga dimulai di tingkat RW dan
dialokasikan ke bina ekonomi. Berdasarkan hasil dilanjutkan di tingkat RT. Sebelum suatu program
musyawarah Dekel dengan RW nya masing-masing, dilaksanakan pada suatu wilayah tertentu, diperlukan
akhirnya Dekel Klender mengalokasikan 50% dari sosialisasi awal. Sosialisasi ini dilakukan tidak hanya
dana bina sosial yang telah dialokasikan sebelumnya kepada tokoh atau pemuka masyarakat, tetapi juga
ke bina ekonomi. dilakukan untuk masyarakat. Begitu juga halnya
Hal ini dilakukan untuk membantu ekonomi dengan PPMK, sosialisasi juga haruslah gencar ke
masyarakat yang terkena banjir, sehingga usaha masyarakat agar program ini terlaksana dengan baik.
mereka bisa hidup kembali. Jadi, dari Rp 2 miliar Dari hasil wawancara dengan Sekretaris
yang dialokasi Kelurahan Klender, sebanyak Rp Lurah Klender, Ketua Dekel dan beberapa anggota
1,25 miliar untuk bina ekonomi. Kelurahan Klender Dekel, 8 orang tokoh masyarakat (RT, RW, mantan
kembali mendapatkan kucuran dana pada tahun 2004 ketua RW, TPK/UPK RW) dan LSM pendamping
dan tahun 2005. Tahun 2004, dana yang dialokasikan mereka mengatakan bahwa sosialisasi dilakukan
ke Kelurahan Klender sebesar Rp 250 juta. Dari dan sistem berjenjang. Sosialisasi dimulai di tingkat
jumlah tersebut, Dekel Klender mengalokasikan Rp kelurahan dengan mengundang RT, RW, dan tokoh
20 juta (sesuai dengan pedoman pelaksanaan PPMK) masyarakat. Sosialisasi dilanjutkan di tingkat RW
untuk biaya operasional. Sisa dana tersebut hanya dengan dibentuknya TPK (Tim Pelaksana Kegiatan)/
untuk bina sosial dan fisik, masing-masing Rp 104 UPK serta forum warga. Selanjutnya, sosialisasi
juta dan Rp 126 juta. Hal ini sesuai dengan intruksi dilanjutkan di tingkat RT, yaitu pada pertemuan
dari pemerintah Kota Jakarta Timur. Sedangkan pada bulanan RT. Hal ini juga sesuai dengan hasil
tahun 2005, Kelurahan Klender mendapatkan bantuan wawancara dengan Sekretaris Lurah Klender.
sebesar Rp 1,195 miliar. Setelah dikeluarkan biaya Sosialisasi program dilaksanakan 2-3 kali
operasional Rp 20 juta, dana tersebut baru dibagi, untuk masing-masing RW. Sosialisasi dilakukan oleh
yaitu Rp 705 juta untuk bina ekonomi dan masing- utusan RW yang menjadi anggota Dewan Kelurahan
masing Rp 235 juta untuk bina sosial dan bina fisik. (Dekel) Klender, TPK RW dan LSM pendaping.
Sebelum dana PPMK dicairkan pertama Sosialisasi kepada atokoh masyarakat dilakukan
kalinya, yaitu pada Oktober 2001, di Kelurahan dengan mengundang mereka untuk menghadiri
Klender dibentuk Dewan Kelurahan. Anggota Dewan sosialisasi di kelurahan. Sementara itu, untuk anggota
Kelurahan ini adalah mereka yang terpilih di RW Dekel, sosialisasi dilaksanakan selama 5 hari yakni
nya masing-masing melalui musyawarah. Dewan melalui pelatihan penguatan kelembagaan Dekel.
Kelurahan Klender yang berjumlah 18 orang (sesuai Hal senada juga dikatakan Direktur LSM
dengan jumlah RW di Kelurahan Klender) dilantik Lembaga Pengkajian Pengembangan Sosial Ekonomi
pada bulan April 2002. Setelah Dewan Kelurahan (LPPSE). Menurutnya, sosialisasi dilakukan
dibentuk, barulah dibentuk TPK, UPK dan forum secara berjenjang, yaitu dari Kota Jakarta Timur,
warga di masing-masing RW. Pemben-ukan TPK dilanjutkan ke tingkat kecamatan dan kelurahan.

118
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

Setelah itu, dilakukan sosialisasi ke RW, RT, dan membicarakan permasalahan yang dihadapi
tokoh masyarakat. Setelah dibentuk TPK/UPK di warga dan informasi dari pertemuan
tingkat RW, sosiliasi lebih gencar dilakukan oleh RW. Permasalahan yang dibahas tidak
TPK/ UPK bersama LSM, RW, Dekel RW dan RT hanya masalah sosial, tetapi juga fisik
ke masyarakat. Sebelum program dilaksanakan, dan lingkungan, seperti saluran air yang
sosialisasi pertama ke masyarakat dilakukan oleh UI tersumbat dan jalan yang tidak bagus. Saya
(Universitas Indonesia). Namun, sosialisasi ini hanya juga memberikan usulan kursus untuk bina
bersifat umum dan tidak berkesinambungan sehingga sosial. (Am, RT/RW 01/03, Nov. 2005).
tidak semua warga mengetahui. Akan tetapi, setelah
ada kerja sama dengan LSM, sosialisasi kembali Untuk lebih jelasnya partisipasi masyarakat
dilaksanakan dan lebih sering serta sampai ke dalam PPMK di Kelurahan Klender, di bawah ini
semua warga. Sosialisasi di tingkat warga langsung akan diuraikan lebih rinci. Uraian di bawah ini
dilaksanakan oleh RT dan gabungan beberapa RT. berdasarkan tujuan penelitian, yaitu mendeskripsikan
Dari uraian tersebut sebelumnya terlihat partisipasi masyarakat dan menghitung persentase
bahwa Sekretaris Lurah, LSM, Dekel, dan tokoh partisipasi masyarakat pada PPMK. Partisipasi pada
masyarakat kelurahan Klender menyatakan bahwa PPMK tersebut diuraikan dalam empat tahap, yaitu:
sosialisasi bertingkat dan telah menjangkau tahap assessment, perencanaan, pelaksanaan dan
masyarakat. Akan tetapi, ketika hal ini ditanyakan evaluasi dari tahun 2001-2005, dan pada tiga bina
ke warga, dari 25 orang yang diwawancarai, hanya (sosial, ekonomi, fisik).
tujuh orang (28%) yang mengetahui PPMK. Ada dari
mereka yang mengetahui PPMK setelah satu tahun Bina Sosial
prog-ram ini terlaksana. Hal tersebut dapat dilihat
dari kutipan di bawah ini: Gambaran Partisipasi Masyarakat pada Tahap
Assessment
Terus terang saya tidak tahu apa itu PPMK.
Setelah satu tahun PPMK berjalan, baru Berdasarkan informasi yang diperoleh
saya tahu ada PPMK. Saya pun tahu dari dari warga, pengurus RT, RW/TPK RW dan Dekel
teman-teman yang menjadi pemanfaat melakukan pengidentifikasian masalah (assessment)
program. Yang saya tahu PPMK adalah secara bertahap. Assessment dilaksanakan setiap
suatu program peminjaman modal dari dana bina sosial akan dicairkan. Dekel Klender
pemerintah. (Ded, RT/RW 01/15, Sep. mulai aktif pada bulan Agustus 2001 karena baru
2005). dilantik pada bulan April 2001. Agar tahun anggaran
2001 bisa dimanfaatkan, Dekel memfokuskan pada
Mereka yang menyatakan bahwa mereka bina ekonomi. Jadi, bina sosial belum diidentifikasi
mengatahui PPMK, ternyata mereka pun hanya dan direncanakan.
mengetahui bahwa ada pinjaman bergulir dari Identifikasi masalah sosial baru dilakukan
kelurahan. Dari 25 orang yang diwawancarai itu, pada tahun 2002. Identifikasi ini dilakukan secara
hanya dua orang (8%) menyatakan bahwa mereka bertahap. Tahap pertama adalah dilakukan untuk
mengatahui PPMK. Mereka mengetahui bahwa tingkat komunitas lebih kecil, yaitu rukun tetangga
PPMK suatu program tribina (fisik, sosial, ekonomi) (RT). Tahap kedua adalah pada komunitas yang
untuk menanggulangi kemiskinan. Kedua warga lebih besar yaitu rukun warga (RW). Sedangkan
tersebut mengetahui karena satu orang sering tahap terakhir adalah tahap pada komunitas lebih
membaca di koran dan satu orang lagi karena sering besar atau di tingkat lokal, yaitu kelurahan.
mengikuti rapat bulanan di RT. Hal itu dapat di lihat Di tingkat RT, assessment dilakukan pada
dari kutipan di bawah ini: pertemuan bulanan warga. Pertemuan ini dikenal
dengan arisan bulanan RT. Pada umumnya semua
Saya mengetahuinya melalui rapat yang kepala keluarga (KK) menjadi anggota arisan.
diadakan RT. Saya selalu hadir setiap Meskipun semua KK menjadi anggota arisan, tidak
arisan bulan RT. Pertemuan bulan itu semua KK (tidak mesti harus kepala keluarga,

119
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

bisa utusan keluarga) yang hadir pada setiap adalah masih banyaknya jumlah penduduk miskin,
pertemuan tersebut. Pertemuan itu, menurut Sla, narkoba, anak putus sekolah dan pengangguran.
mantan pengurus RT 06 RW 03 yang sekarang Namun, pertemuan tingkat kelurahan ini hanya
menjabat sebagai TPK/UPK RW 03, dihadiri oleh terlaksana satu kali dari tahun 2001-2005.
tiga perempat atau setengah dari KK. Bahkan, Pengidentifikasikan masalah atau pemetaan
menurutnya, kadang-kadang KK yang hadir tidak masalah sosial baru dilaksanakan kembali pada
cukup setengah dari jumlah KK yang ada di RT tahun 2004 dan 2005. Hal ini disebabkan anggaran
dan KK yang hadir pun bergantian. Pada pertemuan hanya cair pada tahun tersebut. Pada tahun 2003,
tersebut, utusan KK melakukan pengidentifikasian Kelurahan Klender tidak mendapatkan alokasi dana
masalah yang ada. RT hanya memfasilitasi saja. PPMK. Pengidentifikasian masalah ini pun hanya
Pada pertemuan ini masyarakatlah yang aktif dilaksanakan di tingkat RT dan RW. Sama halnya
untuk mengungkapkan permasalahan sosial yang pada tahun 2002, pada tahun anggaran 2004 dan
selama ini dirasakan ataupun dilihat. Di akhir tahun anggaran 2005, masyarakat berpatisipasi
pertemuan tersebut mereka mengumpulkan semua dengan hadir pada pertemuan tingkat RT dan
permasalahan yang ada. menyampaikan masalah sosial yang mereka rasakan.
Permasalahan yang sudah dibahas oleh
masyarakat di tingkat RT dibahas lagi pada Gambaran Partisipasi Masyarakat pada Tahap
komunitas lebih luas (RW). Pertemuan RW juga Perencanaan
dilaksanakan sekali sebulan. Utusan RT (dalam hal
ini biasanya pengurus RT) menyampaikan apa yang Setelah dilakukan identifikasi masalah
sudah dibicarakan atau dibahas pada pertemuan RT pada bina sosial, mereka difasilitasi untuk mencari
mereka masing-masing. Pertemuan ini dilaksanakan pemecahan masalah sosial yang ada. Pada
secara bergiliran. Seperti RW 03, menurut Sla pertemuan tingkat RT, mereka melakukan diskusi
(mantan Ketua RT 06) dan Mar (Ketua RT 12 untuk memecahkan masalahan tersebut. Setiap
RW 03), RW ini memiliki 15 RT. Jadi, pertemuan permasalahan sosial yang telah dibahas pada tahap
pertama dilaksanakan di RT 01, pertemuan kedua di assessment diurutkan dan dibuat skala prioritasnya.
RT 02, dan begitu seterusnya. Mereka mengurutkan masalah yang perlu dicarikan
Pertemuan komunitas lebih besar adalah solusinya terlebih dahulu. Untuk mengatasi masalah
pertemuan forum warga. Pertemuan ini menurut pengangguran dan kemiskinan, warga mengusulkan
Ketua Dekel (April 2006) difasilitasi oleh Lurah diadakannya kursus sesuai dengan keterampilan
dan LSM. Pertemuan ini dihadiri oleh utusan RT, yang dibutuhkan. Seperti yang disampaikan oleh
RW, tokoh masyarakat, TPK/UPK RW, organisasi Am (Nov 2005), salah seorang warga RW 03 bahwa
masyarakat (seperti Karang Taruna dan PKK) ia hadir setiap arisan bulanan RT. Hal ini membuat
dan pengurus Dekel Klender. Pada pertemuan ia menjadi tahu permasalahan yang ada di RT. Pada
forum warga di kelurahan pada bulan Juni 2002 pertemuan tersebut ia juga memberikan usulan
di aula kelurahan, masing-masing utusan warga keterampilan yang diinginkannya.
sudah memiliki data kondisi sosialnya. Menurut Hal ini juga diungkapkan sebelumnya oleh
Sub (Ketua Dekel), Say (Ketua RW 01) dan Sla beberapa TPK/UPK RW dan Dekel RW. Seperti
(TPK/UPK RW 03), pada pertemuan tersebut, yang dikatakan oleh TPK RW 03, Sla (Agus 2005)
peserta pertemuan menyampaikan permasalahan bahwa ia menampung masalah masyarakat. Ia juga
yang telah diidentifikasi di wilayahnya. Hal ini menampung usulan masyarakat untuk bina sosial
disampaikan oleh utusan warga atau RT nya masing- yang akan dilaksanakan nantinya. Namun, tidak
masing. Setelah setiap utusan RT menyampaikan semua masyarakat yang memberikan usulan, tetapi
permasalahan yang mereka temui di wilayahnya, hanya sebagian saja.
selanjutnya mengurutkan masalah keseluruhannya Sama halnya pada tahap assessment, tahap
untuk menjadi permasalahan tingkat kelurahan. perencanaan juga dilakukan di tingkat kelurahan
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh (pertemuan forum warga) pada tahun 2002.
Sub (Ketua Dekel) dan laporan pertemuan forum Identifikasi masalah dan usulan pemecahan masalah
warga, hasil identifikasi bidang sosial pada tahun 2002 yang sudah dibahas di tingkat RT dan RW kembali

120
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

dibicarakan. Berdasarkan masukan tersebut, di Menurut Ketua Dekel, hasil penghitungan usulan
pertemuan forum warga itu juga dilakukan skala kursus ini disosialisasikan lagi ke masyarakat.
prioritas untuk seluruh permasalahan yang ada Sosialisasi ini pun berjenjang dari Dekel ke RW/
dan mengatasinya. Bedanya dengan pertemuan TPK RW. RW/TPK RW melanjutkan ke RT dan RT
tingkat RT dan RW adalah pada tingkat kelurahan, menyampaikan ke masyarakat. Selain itu, Dekel
permasalahan dan pemecahan untuk skala lebih juga membuat spanduk yang dipasang di beberapa
besar, yaitu tingkat Kelurahan Klender. Permasalahan daerah atau pusat keramaian.
yang sudah diidentifikasi dan diurutkan diberikan Jadi, proses perencanaan bina sosial di
penomoran untuk diselesaikan terlebih dahulu. Kelurahan Klender berdasarkan kepada aspirasi
Sebelum dilaksanakan perencanaan bina masyarakat yang masuk ke Dekel Klender.
sosial, Dekel membuat angket atau daftar isian Partisipasi masyarakat memberikan usulan sangat
yang disebarkan ke masyarakat melalui TPK RW menentukan program yang akan dilaksanakan.
dan RT. Angket atau daftar isian tersebut berisi Namun, masyarakat tidak tahu usulan yang paling
daftar pelatihan atau kursus yang dapat dipilih banyak itu apa, karena mereka tidak dihadirkan
masyarakat. Angket itu berisi himbauan agar dalam pertemuan Dekel. Masyarakat diberitahu
masyarakat menyampaikan keinginannya kepada hasil terbanyak usulan tersebut setelah dilakukan
RT/RW/ Dekel. Keinginan tersebut adalah di bidang pembahasan di Dekel. Proses penentuan kursus ini
sosial untuk meningkatkan keterampilannya. Jadi, menurut ketua Dekel Klender, Sub, (April 2006)
masyarakat diminta membuat usulan kursus yang masyarakat memilih tiga kursus yang di-inginkannya
diinginkan sesuai dengan kebutuhannya. dari sepuluh jenis kursus yang telah dimuat dalam
Meskipun sudah ada forum untuk daftar isian. Mereka juga mengisi nama lengkap,
penyampaian aspirasi masyarakat, masih ada umur dan alamatnya. Hal ini bertujuan agar Dekel
anggota masyarakat yang langsung menyampaikan bisa meng-hubungi mereka kembali melalui TPK
usulan kepada TPK/UPK RW dan Dekel. Hal ini RW masing-masing. Jenis usulan yang sedikit,
diungkapkan oleh End, anggota Dekel RW 01 maka Dekel memanggil mereka yang mengusulkan
dan Nur, RW 13. Menurut mereka, ada beberapa dan menjelaskan bahwa usulan mereka tidak bisa
masyarakat RW-nya yang memberikan usulan dilaksanakan. Mereka dipersilahkan memilih kursus
kursus kepada mereka sesuai dengan kebutuhan yang lebih banyak diusulkan.
mereka. Meskipun sudah ada pertemuan forum warga
dan ada penyebaran angket, tidak semua masyarakat
Kita telah mensosialisasikan program bina berpartisipasi dengan memberikan usulan. Dari
sosial melalui angket. Angket tersebut beberapa masyarakat yang diwawancarai, ada di
disebarkan oleh pihak RT masing-masing antara mereka mengatakan tidak tahu kalau mereka
di wilayahnya. Diharapkan masyarakat harus memberikan usulan rencana kegiatan bina
memberikan usulan, apakah langsung ke sosial. Seperti ungkapan salah seorang warga,
Dewan Kelurahan atau melalui RT atau Wan (Agus 2005) mengatakan bahwa ia tidak
TPK RW. (Sub, Agus 2005) tahu ada usulan kursus di kelurahan. RT tidak
memberitahukannya. Ia hanya tahu ada pinjaman
Daftar isian ini disebarkan oleh Dekel ke bergulir di RW. Sementara itu, pihak LSM melihat
masyarakat melalui TPK RW dan RT setiap dana bahwa perencanaan bina sosial ini sudah aspiratif.
akan dicairkan, yaitu pada awal tahun 2002, tahun Masyarakat mengusulkan jenis kursus melalui
2004 dan 2005. Pada tahun 2003, Dekel tidak RT atau bisa langsung ke Dekel RW. Begitu juga
menyebarklan angket karena tidak ada anggaran dengan proses sosialisasinya dianggap sudah baik,
pada tahun tersebut. yakni secara berjenjang (struktural), yakni Dekel
Proses final, yakni jenis kursus yang akan mensosialisasikan ke RW/TPK RW, selanjutnya
dilaksanakan ditentukan dari jumlah usulan yang RW/TPK RW meneruskan sosialisasi ke RT masing-
dimasukan oleh masyarakat. Dekel hanya mengolah masing. Terakhir, RT mensosialisasikan lebih gencar
data usulan yang masuk. Jadi, masyarakat sendirilah ke warganya. Jadi, menurut Direktur LSM LPPSE,
yang menentukan kursus yang akan dilaksanakan. kalau informasi tersebut tidak sampai ke masyarakat,

121
Jurnal Penyuluhan, September 20152 Vol. 9 No. 2

itu adalah kesalahan RT. Diakuinya memang ada RT komputer, ingin membuka usaha sendiri, seperti
yang tidak mensosialisasikannya ke Warga. Pihak menerima upah jahitan atau membuka rental
RT menyimpan selembaran tersebut. komputer, maka mereka dibolehkan mengusulkan
pinjaman modal. Kalau memang mereka layak,
Gambaran Partisipasi Masyarakat pada Tahap mereka akan diberikan pinjaman. Menurut Ketua
Pelaksanaan Dekel, Sub (April 2005) ada beberapa peserta kursus
komputer dan menjahit yang mendapatkan bantuan
Pelaksanaan bina sosial pertama kalinya modal dari bina ekonomi.
dilaksanakan pada tahun 2002. Masyarakat ada Masyarakat tidak hanya berpartisipasi
yang berpartisipasi sebagai peserta kursus dan sebagai peserta, tetapi juga ada berpartisipasi sebagai
sebagai instruktur kursus. Agar bisa menjadi instruktur kursus. Ada di antara mereka mejadi
peserta kursus, mereka mendaftarkan diri terlebih instruktur menjahit, servis telepon genggam, bahasa
dahulu. Pendaftaran ini bisa dilakukan langsung ke Inggris, hias hantaran penganten, mengemudi, dan
kelurahan maupun ke Dekel RW-nya. Sementara komputer. Mereka mau diberi honor kecil. Meskipun
itu, pihak RT, RW, TPK/UPK RW dan Dekel honornya kecil, mereka tidak pernah bolos. Hal ini
membantu masyarakat mendaftar sebagai peserta sesuai dengan apa yang dikatakan ketua Dekel
kursus. Pada saat pendaftaran, mereka menentukan bahwa instruktur kursus diambil dari warga yang
sendiri kursus yang diinginkan sesuai dengan apa punya keahlian di bidang tersebut. Sebagai imbalan
yang telah ditentukan. Kalau mereka memilih mereka diberi honor. Meskipun honornya tidak besar,
komputer atau yang lainnya, mereka pun bebas mereka bersedia ketika dihubungi. Jadi, masyarakat
menentukan waktunya. Mereka bisa menyesuaikan banyak berpatisipasi sebagai peserta kursus, seperti:
dengan waktu kosongnya atau yang tepat, baik hari komputer,menjahit, dan mengemudi. Mereka tidak
maupun pukulnya. Masyarakat mengikuti pelatihan ada yang mengundurkan diri ketika kursus berjalan.
atau kursus dengan baik dan hampir tidak ada yang Bahkan, ketika kursus hampir selesai, ada di antara
libur atau absen. Seperti ungkapan seorang warga mereka ditawarkan pekerjaan, seperti sopir pribadi.
yang mendaftarkan anaknya untuk menjadi peserta Selama tahun 2002-2005 Dewan Kelurahan telah
kursus. melaksanakan sepuluh jenis kursus. Tahun 2002,
kursus yang dilaksanakan ada tiga jenis, yaitu:
Saya memang tidak tahu ada perencanaan komputer, mengemudi, dan tata busana. Tahun
kursus, tapi ketika tahu ada pelaksanaannya, 2004, kursus yang dilaksanakan ada empat jenis,
saya pun mendaftarkan anak saya melalui yaitu: melanjutkan tiga jenis kursus pada tahun 2002
Dekel RW saya untuk ikut kursus komputer. dan ditambah kursus boga serta MC. Sedangkan
Anak saya mengikuti kursus sampai selesai. pada tahun 2005, Dekel melaksanakan sepuluh
(Wan, Agus 2005). jenis kursus, yaitu melanjutkan empat jenis kursus
pada tahun 2004 dan ditambah enam jenis kursus
Masyarakat berpartisipasi sebagai peserta lagi. Keenam jenis kursus tersebut adalah kursus
kursus karena mereka memang membutuhkan memperbaiki telepon genggam, otomotif, bahasa
keterampilan untuk mencari pekerjaan. Selain itu, Inggris, hias hantaran penganten, pemberdayaan
jenis kursus yang dilaksanakan di Dekel menurut TPK/UPK RW dan penguatan kelembagaan.
mereka mempunyai peluang kerja yang banyak. Pelaksanaan bina sosial ini ditunjang dengan
Seperti kursus menyetir, mereka bisa bekerja membeli sepuluh unit komputer, dua unit mobil, dan
sebagai sopir angkutan kota, sopir perusahaan enam buah mesin jahit pada tahun 2002. Dengan
atau sopir pribadi. Bahkan, mereka berpartisipasi adanya fasilitas tersebut, pada tahun 2004 Dewan
sebagai peserta kursus karena tidak dipungut Kelurahan Klender telah berhasil melaksanakan
biaya. Mereka mengakui tidak punya uang untuk dua paket kursus menjahit, enam paket kursus
ikut kursus. Khusus kursus mengemudi, setelah mengemudi dan lima paket kursus komputer.
kursus mereka dibantu oleh Dekel mengurus SIM, Kegiatan kursus komputer yang dilaksanakan
sehingga memudahkan mereka mencari pekerjaan. selama dua bulan, tiga kali seminggu, dengan jumlah
Mereka yang telah mengikuti kursus menjahit atau satu kelompok 8 -10 orang. Kelompok tersebut ada

122
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

empat. Dalam satu hari langsung empat kelompok Menurut Sub, ketua Dekel, mereka banyak yang
dengan jadwal, yakni mulai pukul 08.00-10.00, pukul diterima bekerja di konveksi di Pulo Gadung. Mereka
10.00-12.00, pukul 12.00-14.00 dan pukul 14.00-16.00 yang tidak bekerja di luar rumah, memutuskan
Sedangkan kursus menjahit dilaksanakan selama untuk membuka usaha sendiri di rumah. Semntara
enam bulan. Jumlah orang dalam satu kelompok itu, peserta kursus komputer pada umumnya adalah
delapan orang dan jumlah pertemuan tiga kali lulusan SLTA. Meskipun kursus untuk mereka
seminggu. Sementara kursus menyetir mobil hanya yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi atau
satu bulan. Satu mobil untuk enam orang. Kursus ini akademi dan membutuhkan keterampilan untuk
juga dilaksanakan tiga kali seminggu. Ketiga kursus mencari kerja, Dekel tidak melarang mereka yang
tersebut dilaksanakan oleh Dekel bekerja sama dengan masih duduk di bangku sekolah. Pelajar yang boleh
warga Kelurahan Klender sebagai instrukturnya. menjadi peserta kursus komputer minimal duduk di
Berdasarkan dari Laporan Hasil Monitoring PPMK bangku kelas II SLTA. Hasil yang diharapkan dari
Tahun 2001-2004, jumlah pemanfaat kursus menyetir kursus komputer ini adalah memudahkan mereka
360 orang, menjahit 200 orang dan komputer 260 mendapatkan pekerjaan. Sama halnya dengan
orang. Sementara itu, pelatihan tata boga dan MC kursus menjahit, lulusan kursus komputer juga
yang dilaksanakan Dekel bekerja sama dengan mendapatkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Dekel
PKK kelurahan berhasil melatih 112 orang pada Klender.
tahun 2004. Selain empat kursus atau pelatihan di
atas, Dekel juga berhasil melaksanakan pelatihan Gambaran Partisipasi Masyarakat pada Tahap
penanganan kredit bermasalah di Cisarua Bogor. Evaluasi
Pelatihan ini dilaksanakan kerja sama dengan LSM
pen-damping (LPPSE). PPMK sudah dicanangkan sejak tahun 2001
Kursus menjahit dan mengemudi, pada di Jakarta termasuk Kelurahan Klender. Kelurahan
umumnya diikuti oleh warga yang menganggur Klender mulai melaksanakan program tersebut pada
dan ingin mencari pekerjaan. Seperti kursus tahun 2002 untuk bina sosial dan fisik setelah dana
mengemudi, pesertanya pada umumnya mereka cair pada akhir tahun 2001. Berdasarkan temuan
yang ingin menjadi sopir. Ada di antara mereka lapangan, evaluasi langsung dilakukan oleh Badan
yang sudah pernah menyetir mobil, namun lebih Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kota Jakarta
banyak yang tidak pernah menyetir mobil. Menurut Timur dan LSM pendamping. Sementara itu, pihak
instruktur kursus menyetir An (Nov 2005), peserta Kelurahan dan Dekel Klender hanya melaksanakan
kursus serius dalam latihan. Mereka tidak pernah monitoring pelaksanaan PPMK di kelurahan tersebut.
bolos, kalaupun ada yang bolos disebabkan mereka Pihak Dekel memberikan laporan pelaksanaan
sibuk memasukkan lamaran pekerjaan. Menurutnya, bina sosial ke BPM Kota Jakarta Timur. Laporan
kursus menyetir ternyata membutuhkan keberanian. ini langsung dibuat Dekel. Hal ini berbeda dengan
Sehubungan dengan hal tersebut, ia membawa laporan untuk bina fisik dan ekonomi. Laporan
peserta kursus mengemudi di kawasan industri bina fisik dan ekonomi dibuat Dekel berdasarkan
Polo Gadung. Setelah mengikuti kursus menyetir laporan dari TPK RW. Masyarakat, RT, RW dan
satu bulan, Dekel membantu mengurus SIM peserta TPK/UPK mengkui bahwa mereka tidak terlibat
kursus. Berdasarkan informasi yang telah diperoleh dalam evaluasi kegiatan bina sosial. Mereka tidak
dari TPK RW, Dekel RW dan instruktur kursus tahu baik atau buruknya pelaksanaan bina sosial
mengemudi, masyarakat yang telah mengikuti di Kelurahan Klender. Apalagi, pelaksanaan bina
kursus mengemudi selama satu bulan sudah banyak sosial dipusatkan di kelurahan.
yang mendapatkan pekerjaan. Mereka banyak
menjadi sopir pribadi dan sopir angkot. Namun, Bina Fisik
Dekel tidak mendata jumlah mereka yang sudah
bekerja dan yang belum. Gambaran Partisipasi Masyarakat pada Tahap
Di sisi lain, untuk kursus menjahit, meskipun Assessment
peserta hanya diberi keterampilan dasar menjahit
selama enam bulan, mereka sudah mahir menjahit. Assessment kegiatan bina fisik dilaksanakan

123
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

bersamaan dengan bina sosial. Untuk tingkat RT, Ketua Dekel Sub dan laporan pertemuan forum
assessment dilaksanakan pada tahun 2002, yaitu warga, hasil identifikasi bidang fisik lingkungan
setelah dana PPMK untuk bina ekonomi dicairkan pada tahun 2002 antara lain: masih banyaknya
pada November 2001. Assessment bina fisik kembali jalan setapak, MCK umum yang kurang memadai,
dilaksanakan pada tahun 2004 dan tahun 2005, saluran air di beberapa wilayah yang sering
karena pada tahun tersebut dana kembali dikucurkan. tersumbat, sarana keamanan dan sarana kebersihan
Pada bina fisik ini, identifikasi masalah sama dengan yang masih minim. Jadi, pada tahap ini, masyarakat
pada bina sosial. Masyarakat mengidentifikasi ikut terlibat dalam merumuskan masalah yang ada
masalah (assessment) secara bertahap juga. Tahap dilingkungannya. Keterlibatan masyarakat secara
tersebut dimulai dari tingkat RT, RW sampai tingkat langsung pada pertemuan tingkat RT. Sedangkan
kelurahan, yaitu pada pertemuan forum warga. Pada keterlibatan tidak langsung pada pertemuan tingkat
tingkat RT, masyarakat langsung mengidentifikasi RW dan Kelurahan.
masalah fisik lingkungan yang mereka rasakan dan
lihat. Untuk bidang fisik ini, masyarakat lebih mudah Gambaran Partisipasi Masyarakat pada Tahap
melakukan assessment. Alasan mereka karena bisa Perencanaan
dilihat dan dirasakan secara langsung.
Assessment bina fisik pada tahun 2004 dan Identifikasi masalah yang dilakukan
2005 hanya sampai pada tingkat RT dan RW. Untuk mulai ditingkat RT sampai pada forum kelurahan
tingkat kelurahan tidak ada pada tahun tersebut. dilanjutkan pada tahap perencanaan pada tahun
Menurut Ketua Dekel, Sub (April 2006) assessment 2002. Sama halnya dengan bina sosial, pada
tingkat kelurahan tidak ada karena di Kelurahan bina fisik ini, masalah yang sudah diidentifikasi
Klender tidak dilaksanakan pertemuan forum warga. berdasarkan kebutuhan masyarakat di tingkat RT
Menurutnya, seharusnya pertemuan forum warga dan RW tersebut dibahas dalam forum warga dan
dilaksanakan setiap tahun karena hasil pertemuan dibuatkan skala prioritasnya. Pada perencanaan bina
forum warga merupakan dasar dari Kelurahan dalam fisik, skala prioritas juga ditentukan masyarakat
membuat perencanaan pembangunan untuk tahun (perwakilan masyarakat RT) sendiri bersama dengan
yang akan datang. tokoh masyarakat, RT, RW, Dekel RW dan TPK
Bagaimana assessment untuk bina fisik, RW-nya. Hal ini juga dilakukan pada tahun 2004
dapat dilihat dari apa yang diungkapkan oleh salah dan tahun 2005. Namun, pada tahun 2004 dan tahun
seorang warga, Am (Nov 2005). Menurutnya, mereka 2005, perencanaan bina fisik hanya pada tingkat RT
tidak hanya membicarakan masalah sosial, tapi juga dan RW. Perencanaan bina fisik tidak ada di tingkat
fisik dan lingkungan, seperti saluran yang tersumbat kelurahan, karena di kelurahan tidak dilaksanakan
dan jalan yang tidak bagus pada pertemuan arisan pertemuan forum warga pada tahun 2004 dan 2005.
bulanan. Malah lanjutnya, sebelum ada PPMK, Warga bersama RT-nya membuat proposal
mereka telah memperbaiki saluran air dengan sistem usulan kegiatan yang akan dilaksanakan. Proposal ini
swadaya. sesuai dengan hasil perumusan masalah lingkungan
Sebelumnya, beberapa pengurus RT, seperti yang ada dan telah dibahas (pada tahap assessment)
Dal (RT 05/RW 01) dan Nas (RT 01/RW 15) juga di setiap pertemuan bulanan warga. Di sini peranan
mengungkapkan hal yang sama. Mereka ada yang pengurus RT hanya memfasilitasi warganya untuk
mengeluhkan kondisi jalan yang masih tanah membuat atau merumuskan proposal pembangunan
dan sering becek kalau hujan. Selain itu, saluran di wilayahnya. Hal ini sesuai dengan apa yang
pembuangan air yang sering tersumbat dan masih diungkapkan salah seorang warga Am. Menurutnya,
sempit, sehingga pada musim hujan sering banjir. warga merancang proposal bersama pengurus RT
Selanjutnya, masyarakat yang memanfaatkan di rumah ketua RT. Meskipun jumlah warga yang
fasilitas tempat mandi, cuci dan kakus (MCK) datang tidak terlalu banyak jika dibandingkan pada
umum selama ini mengeluhkan masih kurangnya arisan bulanan, hal itu sudah mewakili. Proposal
MCK umum. Mereka harus antri karena MCK yang dibuat, lanjutnya, tidak terlepas dari hal yang
umum masih kurang. telah dibahas pada arisan bulanan.
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh Sebelumnya, hal ini diungkapkan oleh Ketua

124
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

Dekel, seperti kutipan di bawah ini. Ketua RT membuat proposal hanya berdua dengan
sekretarisya. Seperti yang dikatakan oleh Ketua RT
Perencanaan di bina fisik diserahkan 01 RW 15 di bawah ini.
oleh dewan kelurahan ke masing-masing
RT. RT membuat proposal perencanaan Kami tidak melibatkan masyarakat dalam
bersama warganya dan diusulkan ke TPK perencanaan bina fisik. Saya hanya berdua
RW. TPK RW memfasilitasi pertemuan dengan sekretaris RT membuat proposal
untuk memusyawarahkan penentuan bina perencanaan bina fisik. Hal ini disebabkan
fisik yang akan dilaksanakan. Setelah itu, waktu untuk mengadakan rapat dengan
setiap TPK RW mengusulkan ke Dewan warga dan pengurusnya tidak ada. Waktu
Kelurahan program bina fisik yang akan terlalu mepet. Selain itu, saya dan sekretaris
dilaksanakan di RW-nya. (Sub, Agus 2005) saya beranggapan bahwa usulan masyarakat
tidak jauh berbeda dengan kenyataan atau
Masyarakat mempunyai wewenang untuk permasalahan yang ada di RT. (Nas, Sep
menentukan program yang akan dilaksanakan 2005)
tersebut. Wewenang tersebut terlihat dari prosedur
penetapan lokasi pembangunan fisik, yakni pada Informasi yang diperoleh di lapangan adalah
musyawarah warga RW. Pada musyawarah tersebut, ada informan tidak mengetahui adanya perencanaan
TPK RW menjelaskan dan memperlihatkan ke bina fisik. Mereka tiba-tiba diberi tahu untuk ikut
masyarakat proposal yang masuk. Selain itu, gotong royong melaksanakan pembangunan bina
TPK juga telah melakukan survei ke setiap RT fisik. Bahkan, ada di antara mereka yang tahu ada
berdasarkan proposal yang masuk dari RT. Hasil bina fisik pada saat pekerjaan itu berlangsung di
survei ini disampaikan pada saat musyawarah warga dekat rumahnya. Hal ini dapat dilihat dari apa yang
RW. Setelah itu, semua proposal dibahas bersama- diungkapkan oleh salah seorang warga, Ded, warga
sama, ditentukan bina fisik yang akan dilakukan RT 01 RW15 (Sep 2005). Menurutnya, ia tidak tahu
berdasarkan skala prioritas. sama sekali ada rapat untuk merencanakan bina fisik.
Tim TPK RW melaksanakan seleksi program Jangankan itu, PPMK ia juga tidak tahu. Apakah ia
bina fisik dari setiap proposal yang diajukan oleh yang tidak aktif karena terlalu disibukan dengan
masing-masing RT-nya. Hasil ini dibahas dan usaha dagang kulit kambing ini atau memang pihak
dimusyawarahkan pada pertemuan warga di RW, RT yang tidak memberitahukannya.
agar setiap warga RT bisa memahami permasalahan
yang paling prioritas. Gambaran Partisipasi Masyarakat pada Tahap
Namun, ada RT yang membuat proposal Pelaksanaan
perencanaan tanpa melibatkan masyarakatnya. Jadi,
ada masyarakat yang tidak berpartisipasi dalam Bina fisik di Kelurahan Klender dilaksanakan
perencanaan untuk menentukan skala prioritas setelah tahap perencanaan di masing-masing RW
pembangunan fisik di ligkungannya. Hal ini dapat terlaksana. RW melalui musyawarah memutuskan
dilihat dari apa yang diungkapkan Dal, Ketua RT 5 bina fisik yang akan dilaksanakan. Setelah itu,
RW 01 (Agus 2005) bahwa perencanaan bina fisik proposal tersebut diajukan oleh TPK RW ke Dekel.
dilakukan dengan membuat proposal hanya bersama Dekel mencairkan dana bantuan bina fisik ini secara
pengurus RT. Hal ini dilakukannya karena ia dan bertahap, yaitu sebanyak tiga tahap. Dana tahap
pengurus RT lainnya sudah tahu apa yang dibutuhkan awal ini dicairkan setelah proposal yang diajukan
masyarakat karena melihat sendiri kondisi fisik di TPK RW disurvei dan disetujui. Dana tahap dua
lingkungannya dan keluhan masyarakat selama ini. dicairkan setelah laporan tahap awal diberikan oleh
Jadi, ada proposal dibuat pengurus RT dengan TPK ke Dekel. Terakhir, dana tahap ketiga dicairkan
beberapa tokoh masyarakat di RT tanpa melibatkan setelah TPK memberikan laporan akhir pelaksanaan
masyarakat dan langsung mengusulkannya ke bina fisik.
TPK RW. Bahkan, ada RT yang sama sekali tidak Ketika masyarakat diberi tahu oleh RT-nya
melibatkan masyarakat maupun tokoh masyarakat. bahwa di daerah mereka akan diadakan pembangunan

125
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

(seperti saluran air, jalan setapak, MCK, dan balai air akan membuat rumah mereka tidak terkena
warga) mereka memberikan tanggapan yang positif. banjir lagi waktu musim hujan. Begitu juga dengan
Mereka ikut meninjau lokasi yang akan dibangun. pembangunan MCK dan jalan setapak, mereka bisa
Mereka menghadiri pertemuan yang diadakan oleh memanfaatkannya. Alasan lainnya, mereka memang
pihak RT dan RW untuk menentukan kapan pelaksanaan peduli dengan kondisi lingkungan. Apalagi selama ini
yang tepat. Bentuk keterlibatan masyarakat dalam mereka selalu bergotong-royong untuk membersihkan
pelaksanaan bina fisik ini bermacam-macam. Ada di lingkungannya. Mereka mengaku malu kalau tidak
antara mereka yang berpartisipasi dalam bentuk tenaga. ikut bergotong-royong.
Hal ini sesuai dengan daerah (RT) yang menjadi Meskipun demikian, pada tahun 2005 ini, di
pemanfaat bina fisik. Seperti pembangunan saluran RW 03 masyarakat tidak terlibat dalam pelaksanaan
air, apabila kelompok pemanfaatnya ada di empat bina fisik. Hal ini tidak hanya dialami oleh warga,
RT, setiap anggota RT bergantian bergotong-royong. tetapi juga oleh pengurus RT. Tej, Ketua RT 14 RW 03
Alasannya, mereka juga mempunyai kesibukan untuk dan Hil, Ketua RT 08 RW 03 mengakui bahwa mereka
mencari nafkah. tidak tahu ada pembangunan sarana fisik. Menurut Tej,
Bentuk partisipasi masyarakat yang lain itu pelaksanaan bina fisik di RT 14 RW 03 yang baru-
adalah menyumbangkan makanan kecil pada saat baru ini ada adalah pengaspalan jalan di ganggang
kerja bakti tersebut, meminjamkan alat-alat yang yang melalui RT 14. Pengaspalan ini tidak melibatkan
dibutuhkan dalam pembangunan sarana seperti warga, karena dilakukan pada malam hari dan telah
alat pertukangan, dan ada yang berpartisipasi ditentukan oleh RW dan TPK RW pemborongnya. Hal
meminjamkan tanahnya untuk dipakai membangun senada juga diungkapkan Hil, Ketua RT 08 RW 03,
sarana (seperti untuk pembangunan MCK dan bahwa masyarakat tidak terlibat dalam pelaksanaan,
balai warga). Hal ini dapat dilihat dari apa yang khususnya bina fisik yang dilaksanakan di RT-nya.
diungkapkan oleh salah seorang warga, Ras (Agus
2005). Warga RT 13 RW 03 ini mengatakan bahwa Saya tidak tahu kapan jalan di RT saya
ia hanya bisa menyumbangkan makan kecil untuk diaspal. Apakah mereka mengerjakannya di
Bapak-Bapak yang sedang bekerja bakti. Selain itu, malam hari? Pada sore sebelumnya kondisi
juga dikatakan bahwa ia tidak punya uang untuk jalan belum beraspal. Saya juga tidak tahu
disumbangkan. Sementara itu, Sot (Agus 2005) sumber dana pengaspalan jalan gang RT 7
yang juga warga RT 13 RW 03 mengatakan bahwa dan 8. (Feb, 2006).
ia membantu teman-teman yang gotong-royong
membangun jalan. Ia membantu kalau sudah pulang Sedangkan anggaran untuk bina fisik ini
dari berdagang. Selain itu, juga dikatakan bahwa ia sudah ditentukan oleh Dekel untuk setiap RW. Dana
hanyalah orang miskin sehingga tidak punya uang ini dicairkan oleh Dewan Kelurahan Klender ke
untuk di sumbangkan. Ia hanya punya tenaga untuk masing-masing RW pada tahun 2002. Jumlah dana
disumbangkan. pelaksanaan bina fisik tahun 2002 yang diserahkan
Bahkan, ada di antara mereka yang sehari- ke setiap RW berbeda-beda. Dana paling banyak
hari bekerja sebagai kuli bangunan, mau bekerja diberikan ke RW 04 yakni Rp 37,5 juta. Dana ini
sebagai tenaga upahan pada pelaksanaan program digunakan untuk perbaikan saluran air dan jalan
dengan honor yang tidak terlalu besar. Meskipun setapak. Sedangkan dana paling sedikit dicairkan di
bentuk partisipasi dalam bentuk uang tidak banyak, RW 14, yakni Rp 20 juta. RW 14 menggunakan dana
masih ada masyarakat yang menyumbang uang. tersebut untuk perbaikan saluran dan pembangunan
Seperti yang diungkapkan salah seorang anggota MCK. Jumlah dana keseluruhan yang telah dicairkan
Dekel, Nur, ”Pembangunan balai warga di RW saya untuk pelaksanaan bina fisik tahun 2002 adalah Rp
yang anggarannya sedikit dibantu penyelesaiannya 491.273.000,00. Dana ini telah dimafaatkan oleh
oleh salah seorang warga yang memang bekerja 5.094 KK
sebagai pengusaha.” (Agus, 2005) Adapun kegiatan bina fisik tahun 2002
Mereka berpartisipasi dalam pelaksanaan tersebut adalah: membuat saluran air, pembangunan
bina fisik karena mereka memang membutuhkan MCK, pembangunan jalan setapak, pembuatan bak
pembangunan sarana tersebut. Pembangunan saluran sampah, dan pembangunan balai pertemuan warga.

126
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

Namun, kegiatan yang paling banyak dilakukan ekonomi akan dicairkan, Dekel Klender langsung
adalah perbaikan saluran air dan perbaikan jalan meminta masyarakat mengisi daftar isian untuk
setapak. Sementara itu, tahun 2004 jumlah dana yang mengusulkan pinjaman. Permintaan ini melalui TPK
diberikan pada setiap RW sama. Dana diberikan RW. Jadi, pada tahun 2001 tidak ada assessment di
kepada setiap RW berjumlah Rp 7 juta pada tahun bidang ekonomi. Alasan Dekel, karena waktunya yang
2004. Jadi, jumlah dana yang dialokasikan untuk terlalu pendek. Dekel berusaha agar dana untuk bina
bina fisik tahun 2004 Rp 126 juta. Jumlah pemanfaat ekonomi bisa dicairkan dan tidak harus menunggu
bina fisik ini di masing-masing RW berbeda-beda. tahun anggaran 2002.
Jumlah pemanfaat paling banyak RW 03 1.125 Identifikasi atau pemetaan masalah oleh
KK. Sebaliknya, pemanfaat paling sedikit RW 05, masyarakat untuk PPMK di bidang ekonomi baru
14 dan RW 18, masing-masing 75 KK. Jumlah KK dilaksanakan pada tahun 2002. Identifikasi masalah
pemanfaat untuk bina fisik tahun 2004 adalah 5.250 yang dihadapi masyarakat dilakukan pada tingkat
KK. Bentuk kegiatan bina fisik tahun 2002 hampir RT, RW dan kelurahan pada tahun 2002. Sedangkan
sama dengan tahun 2004. pada tahun 2004 dan 2005 identifikasi masalah hanya
di tingkat RT dan RW. Identifikasi pada bidang
Gambaran Partisipasi Masyarakat pada Tahap ekonomi ini sangat berkaitan dengan bidang sosial.
Evaluasi Ala-sannya, masalah pengangguran dan kemiskinan
yang dialami sekelompok warga memengaruhi
Sama halnya dengan bina sosial, masyarakat perekonomian mereka. Mereka tidak memiliki
juga tidak dilibatkan dalam evaluasi bina fisik. keterampilan sehingga sulit mencari pekerjaan. Hal
Masyarakat hanya tahu pelaksanaan bina fisik ini membuat keluarganya tidak memiliki sumber
di wilayahnya saja. Masyarakat hanya bisa keuangan. Kalaupun ada di antara mereka yang
memberikan penilaian pelaksanaan bina fisik di berusaha dengan membuka usaha dagang, mereka
wilayahnya juga karena mereka terlibat dalam masih mengalami kekurangan modal. Ada juga
pelaksanaannya. Masyarakat tidak tahu pelaksanaan di antara mereka sudah memiliki keterampilan
bina fisik di Kelurahan Klender secara keseluruhan. tapi belum juga mendapat pekerjaan. Selain itu,
Menurut Sla, TPK/UPK RW 03, untuk bina fisik ia ada di antara mereka dipihak dari pekerjaannya.
hanya memberikan laporan kegiatan. Laporan ini Jadi, pada umumnya mereka mempersoalkan cara
diberikan sebanyak tiga kali, yakni laporan tahap meningkatkan pendapatan keluarganya.
awal, tahap per-tengahan dan tahap akhir ke Dekel.
Apakah pelaksanaan di derahnya lebih baik dari Gambaran Partisipasi Masyarakat pada Tahap
RW lainnya atau tidak, ia tidak mengetahuinya. Perencanaan

Bina Ekonomi Meskipun pada tahap assessment telah
diidentifikasi kebutuhan bina ekonomi masyarakat
Bina ekonomi dilaksanakan di Kelurahan oleh masyarakat sendiri, dalam tahap perencanaan
Klender pada tahun 2001. Bina ini lebih dahulu masyarakat tidak berperan serta. Perencanaan bina
dilaksanakan dibandingkan kedua bina yang lainnya. ekonomi ini tidak ada sejak tahun 2001-2005,
Menurut Ketua Dekel, Sub (April 20065), alasan karena pihak Dekel sudah menyediakan hal-hal
bina ekonomi lebih awal, karena prosedurnya lebih yang diperlukan oleh masyarakat pada pelaksanaan
cepat. Pihaknya tidak perlu membuat perencanaan bina ekonomi. Hal yang telah disediakan itu seperti
terlebih dahulu. Pihaknya langsung meminta TPK formulir yang harus diisi oleh masyarakat nantinya
RW untuk menyeleksi dan membuat daftar nama (dikenal dengan sebutan proposal), peraturan dan
pemanfaat bina ekonomi. jumlah dana yang digulirkan.
Pihak pelaksana program bina ekonomi
Gambaran Partisipasi Masyarakat pada Tahap memberikan keterangan melalui sosialisasi
Assessment PPMK. Ketika tahu ada sosialisasi PPMK, mereka
ikut dan menjadi pendengar yang baik. Mereka
Pada tahun 2001, ketika dana untuk bina mendengarkan uraian, khususnya tentang pinjaman

127
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

bergulir, terutama sekali persyaratan dan prosedur Komat mengantarkan semua formulir anggotanya
peminjaman. Selain itu, hal-hal yang harus mereka ke TPK RW.
persiapkan terlebih dahulu. Menurut Dekel RW dan TPK/UPK
Meskipun mereka sudah menjadi pendengar RW masyarakat betul-betul antusias. Seperti
yang baik, karena tingkat pendidikan yang rendah yang diungkapkan oleh UPK RW 15 Pur (Sep
dan usia yang sudah tua, mereka mengalami 2005), setelah ada sosialisasi program, warga
kesulitan untuk memahami prosedur dan persyaratan tidak hentihentinya mendatangi rumahnya untuk
pinjaman bergulir ini. Namun, mereka tidak berputus menanyakan cara agar mereka bisa meminjam
asa. Setelah sosialisasi selesai, mereka mendatangi uang. Bahkan, ia membantu mereka megisi formulir
pengurus RW, TPK RW atau Dekel RW. Di sana tersebut. Jadi, jumlah alokasi bina ekonomi un-tuk
mereka menanyakan hal yang tidak mereka pahami. masing-masing daerah tidak ditentukan oleh pihak
Dekel, tetapi ditentukan oleh masyarakat sendiri.
Gambaran Partisipasi Masyarakat pada Tahap Seperti yang dikatakan oleh Ketua Dekel Klender di
Pelaksanaan bawah ini:

Menurut warga, TPK/UPK dan Dekel, Perencanaan bina ekonomi sesuai dengan
setelah mengikuti sosialisasi PPMK dan mengerti yang telah ditentukan bersama antara Dekel
prosedur peminjaman dana bergulir pada tahun 2001, dengan Lurah. Sedangkan untuk masing-
masyarakat pun membentuk kelompok pemanfaat masing RT dan RW tergantung proposal
(Komat). Setelah Komat dibentuk, mereka yang masuk dari warga. Semakin banyak
memilih ketuanya dan memberi nama Komatnya. proposal yang masuk dari suatu RW dan
Di kelompok tersebutlah, anggota mendiskusikan memenuhi persyaratan, semakin banyak
jumlah pinjaman kelompoknya dan jumlah dana pula jumlah masyarakat pemanfaatnya.
yang diperoleh masing-masing anggota. (Sub, Agus 2005).
Setelah ada kesepakatan di Komat, mereka
mengisi sendiri formulir pinjaman. Mereka yang Hal ini juga diakui oleh TPK/UPK RW 15
tidak mengerti cara mengisi formulir tersebut, atau Pur (Sep 2005) bahwa perencanaan peminjaman
ada yang diragukan, biasanya mereka menayakan dana bergulir diserahkan langsung ke masyarakat.
terlebih dahulu dalam Komatnya. Tapi kalau Masyarakat boleh mengusulkan berapa nilai
anggota Komat yang lain tidak bisa menjelaskan, pinjamannya sesuai dengan jenis usahanya. Kalau
mereka mendatangi TPK RW/Dekel bahkan LSM masyarakat meminjam lebih dari Rp 5 juta, mereka
untuk minta penjelasan. Seperti yang diungkapkan harus punya angunan. Meskipun masyarakat yang
Ast (Agus 2005), bahwa ia langsung menemui merencanakan proposal peminjaman, pihak Dekel
Dekel RW-nya setelah sosialisasi dana bergulir. Ia dan TPK RW yang menentukan nilai pinjaman.
menanyakan persyaratan lebih rinci dan Dekel RW- Jumlah pinjaman masing-masing warga masyarakat
nya pun menjelaskannya. berbeda-beda sesuai dengan jenis usahanya dan
Begitu juga anggota masyarakat yang buta terlebih dahulu dilakukan survei.
huruf, mereka ada yang minta bantuan kepada Jadi, pada bina ekonomi masyarakat hanya
anggota keluarganya atau kepada TPK/UPK/Dekel terlibat pada tahap assessment. Tahap perencanaan
RW. Mereka membacakan isi formulir tersebut ditentukan oleh pihak lain. Hal ini sesuai dengan
sehingga anggota masyarakat yang buta huruf prosedur yang telah ditentukan, bahwa masyarakat
tersebut tahu apa maksudnya. Anggota masyarakat yang bisa meminjam adalah mereka yang telah
tersebut pun mendiktekan apa yang ingin ia tuliskan memenuhi persyaratan. Mereka yang tidak punya
dan pihak keluarga atau TPK/UPK/Dekel RW KTP tidak bisa berpartisipasi. Begitu juga dengan
yang menuliskannya. nJadi, masyarakat mengisi masyarakat yang miskin dan memiliki KTP tapi tidak
formulir isian yang sudah disediakan. Terserah punya usaha, mereka juga tidak bisa berpartisipasi.
mereka mengusulkan peminjaman berapa, tergantung Namun, masyarakat miskin dan ber-KTP ini
kesepakatan dalam Komatnya. Setelah semua anggota diberi sedikit kelonggaran kalau ada jaminan dari
dalam satu Komat selesai mengisi formulir, ketua warga yang lain. Kalau mereka memang ingin

128
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

berusaha, mereka merencanakan usaha yang akan ”Saya sisihkan setiap hari sepuluh ribu
dilaksanakan terlebih dahulu. sehigga satu bulan sudah terkumpul tiga
Sementara itu, dari segi pemanfaatan dana ratus ribu dan langsung saya setor ke Buk
pinjaman bergulir ini ditemui ada penyimpangan. Pur." (San, Sep 2005)
Ada warga yang menggunakan dana ini untuk
keperluan lain, bukan untuk menambah modal. Pada batas waktu yang telah ditetap-kan,
Seperti apa yang telah dilakukan oleh Suy, warga mereka melunasi termasuk tunggakan dalam satu
RT/RW 08/03, ia tidak hanya mengunakan dana bulan. Kalau waktu pengembalian pinjaman yang
pinjaman tersebut untuk modal berdagang sayur. ditentukan satu tahun, pada bulan ke 12 mereka sudah
Dana tersebut hanya sepertiga yang digunakan melunasinya. Mereka pada umumnya melunasi tepat
untuk penambahan modal, sedangkan selebihnya ia waktu. Kalau pun ada yang menunggak beberapa
gunakan untuk membeli televisi bekas. Hal ini juga bulan, mereka tetap melunasinya. Hal itu mereka
dilakukan oleh Sun (Feb 2006), pedagang nasi uduk, lakukan karena menjaga kepercayaan dan agar
warga RT/RW 07/03. Dana yang ia peroleh dari mereka bisa meminjam kembali.
TPK RW digunakan untuk membayar kontrakan. Di Klender, masyarakat banyak menunggu
Alasannya, jumlah uang tersebut cukup banyak giliran pinjaman bergulir ini. Setiap cicilan mereka
sehingga ia gunakan untuk membayar kontrakan. lunas, mereka memasukan proposal pijaman lagi.
Selama ini ia selalu kesulitan untuk membayar
kontrakan yang jumlahnya cukup besar. Alasan Saya sudah tiga kali meminjam. Pinjaman
lainnya adalah penambahan modal untuk berdagang saya pertama lunas, saya langsung
nasi uduk tidak akan menambah penghasilan karena memasukan usulan peminjaman lagi. Tahap
pembelinya tidak bertambah. pertama saya mendapat pinjaman Rp 500
Walaupun ada warga yang memanfaatkan ribu. Tahap dua dan tiga masing-masing
dana tidak sesuai dengan ketentuan, masyarakat dapat Rp 1 juta. Jadi kalau saya dapat
yang menggunakan dana sesuai dengan ketentuan meminjam, saya meminjam lagi (Kas, Agus
atau kesepatan yang dibuat cukup banyak. Menurut 2005).
warga, ketika dana sudah cair, mereka langsung
memanfaatkannya. Mereka menambah barang Masyarakat berpartisipasi disebabkan oleh
dagangannya. Semua uang tersebut digunakan beberapa faktor. Faktor pertama adalah mereka bisa
untuk meningkatkan dagangannya. Mereka meminjam berkali-kali. Dari data yang diperoleh,
membelanjakan semua uang tersebut ke barang ada di antara mereka yang sudah tiga kali meminjam
dagangan. Setelah satu bulan, mereka juga harus dan memasukan proposal pinjaman lagi pada tahun
menyediakan uang untuk mencicil peminjaman. 2005 ini. Alasan kedua, nilai pinjaman (jumlah uang)
Mereka membayar cicilan setiap awal bulan ke cukup besar jika dibandingkan dengan meminjam
TPK/UPK RW. Jumlah cicilan sesuai dengan jumlah di koperasi. Alasan ketiga, bunga pinjaman cukup
pinjaman dan waktu pengembalian. rendah jika dibandingkan dengan meminjam ke
rentenir. Alasan berikutnya, prosedur peminjaman
mudah dan tidak dikenakan sanksi atau denda
”Saya selalu mencicil ke Pak Sla setiap bulan. kalau terjadi penunggakan. Hal ini berbeda kalau
Saya antarkan langsung ke TPK/UPK RW. mereka meminjam ke bank dan rentenir. Masyarakat
Saya malu kalau Pak Sla yang menjemput yang meminjam di bawah Rp 5 juta tidak perlu
apalagi kalau sampai menunggak." (Kas, memberikan agunan. Alasan terakhir, perasaan malu
Agus 2005) kalau ditagih oleh TPK, apalagi kalau mendapatkan
surat teguran dan didatangi oleh TPK, Dekel, dan
Bahkan, ada warga yang malu kalau lurah.
ada tunggakan. Agar tidak menunggak, mereka Jadi, di kelurahan Klender tidak adanya
menyisihkan uang hasil jual beli setiap hari. Uang dana yang mengangur. Dana ini setiap bulan
yang disisihkan ini nantinya dibayarkan ke TPK/ digulirkan, setelah pada akhir bulan dikumpulkan
UPK-nya pada setiap awal bulan. dari masyarakat yang menyetor (cicilan masyarakat)

129
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

pada awal bulan ke TPK/UPK RW. Pada tahun 2001, Gambaran Partisipasi Masyarakatpada Tahap
perguliran dan ini bertahap. Jadi, dana ini setiap Evaluasi
tahun selalu digulirkan. Meskipun pada tahun 2003
tidak ada dana dari pemerintah DKI Jakarta, Dekel Menurut Sla, TPK/UPK RW 03 Untuk bina
Klender tetap menggulirkan dana ke masyarakat, ekonomi, ia setiap bulan menyetorkan uang cicilan
yaitu dana yang telah terkumpul kembali dari dari masyarakat dan mengambil dana dari UPK
masyarakat. Dekel untuk diberikan ke warga. Selain itu, ia juga
Sementara itu, di bina ekonomi ini, dana harus membuat laporan bulanan ke Dekel. Diakuinya
(dana awal ditambah dana guliran) yang telah juga bahwa ia tidak terlibat dalam evaluasi. Namun,
digulirkan oleh Dewan Kelurahan Klender dari pihak TPK dilibatkan pada saat monitoring, seperti
akhir tahun 2001 sampai 2004 berjumlah Rp monitoring pelaksanaan pembangunan bina fisik.
3.645.476.000,00 (tiga miliar enam ratus empat Sementara itu, menurut Ketua Dekel Sub,
puluh lima juta empat ratus tujuh puluh enam ribu pihaknya membuat laporan ke Lurah dan BPM
rupiah). Sebaliknya, jumlah pemanfaatnya adalah Kota Jakarta Timur berdasarkan laporan yang
1.525 orang. Jenis usahanya pun berbeda-beda, masuk dari TPK/UPK RW dan hasil monitoring
seperti klontong, warung nasi, dagang buah, dagang ke lapangan, seperti laporan untuk bina ekonomi
sayuran, dagang kepala dan kulit kambing, kredit yang ada tunggakan. Dekel melakukan monitoring
pakaian dan alat elektronik, pembuatan gerobak, ke sana. Sehingga apa yang dilaporkan TPK/UPK
dan usaha perabotan rumah tangga. Jumlah yang dapat dibuktikan dan ditindaklanjuti. Warga juga
mereka pinjam berfariasi, mulai dari Rp 500 ribu mengakui bahwa mereka tidak dilibatkan dalam
sampai Rp 20 juta. Begitu juga dengan jumlah monitoring dan evaluasi kegiatan. Hal ini membuat
cicil dan tenggang waktu, masing-masing mereka mereka tidak tahu hasil dari penerapan PPMK di
berbeda. Lama waktu pengembalian ada sepuluh Kelurahan Klender.
bulan, setahun dan delapan belas bulan(2001-2002).
Namun berdasarkan peraturan terbaru, lama Persentase Partisipasi Masyarakat dalam PPMK
pengembalian maksimal satu tahun. Masyarakat
pemanfaat yang meminjam lebih dari Rp 5 juta Dari hasil penghitungan, ternyata, persentase
harus memakai agunan atau jaminan. partisipasi masyarakat lebih tinggi pada tahap
Sejak tahun 2003, berdasarkan himbauan pelaksanaan. Persetase pada tahap plaksaaan paling
Walikota Jakarta Timur, agar masyarakat tidak tinggi ada pada bidang ekonomi, yakni 18 orang
mengalami kesulitan dalam pembayaran pinjaman dari 25 orang warga yang diwawancarai atau 72%.
dana bergulir, Dekel Klender mewajibkan masyarakat Pada tahap yang sama, urutan kedua pada bidang
pemanfaat untuk masuk asuransi. Asuransi yang fisik, yakni 20% dan ketiga sosial 4%. Pada tahap
bekerja sama dengan Dekel Klender adalah Asuransi assessmen, persentase partisipasi masyarakat sama
Bumi Putra. Umur maksimum yang boleh masuk pada ketiga bina, yakni delapan persen. Sementara
asuransi adalah 60 tahun. Tujuannya adalah apabila itu, pada tahap perencanaan dan evaluasi, tidak
masyarakat pemanfaat mengalami kecelakaan ada partisipasi masyarakat. Untuk lebih jelasnya,
sehingga lumpuh dan tidak bisa berusaha, atau yang partisipasi masyarakat pada keempat tahap dapat
bersangkutan meninggal dunia, sementara waktu
pengembalian masih berjalan, sisa pengembalian Tabel 4 Partisipasi Warga Pada tahap Assessment,
sesuai dengan kesepakatan akan diganti oleh pihak Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi
asuransi. Jadi, anggota keluarga yang ditinggalkan
tidak mesti menanggung pengembalian dana yang per-
dipinjam tersebut. Nama Bina Asessment enc- pelaksanaan evalasi
Masyarakat pun tidak keberatan mengenai naan
adanya asuransi ini. Mereka menerima karena Bina Fisik 2 - 10 -
jumlahnya tidak terlalu besar. Selama penelitian, Bina
2 - 18 -
Ekonomi
mereka tidak ada yang mengeluh mengenai asuransi
Bina Sosial 2 - 1 -
ini.

130
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

dilihat dari tabel di bawah ini. misalnya, masyarakat langsung berpartisipasi pada
pertemuan bulanan RT. Sedangkan pada pertemuan
Kesimpulan tingkat RW dan forum warga, partisipasi masyarakat
sudah dengan sistem keterwakilan, yakni melalui
Peranan masyarakat dalam menyukseskan utusan RT-nya masing-masing.
PPMK di Kelurahan Klender tidak hanya pada satu Partisipasi masyarakat yang tidak dengan
tahap saja tetapi pada setiap tahap (proses) dalam keterwakilan adalah pada tahap pelaksanaan. Pada
PPMK. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan ketiga bina tersebut, masyarakat berperan langsung.
Adi bahwa untuk melihat partisipasi masyarakat Hal ini bisa dilihat satu per satu. Di bina ekonomi,
desa dalam pembangunan adalah pada empat masyarakat menjadi pemanfaat dana bergulir dan
tahap, yakni: partisipasi dalam tahap assessment, mengembalikan dana sesuai dengan kesepatan
perencanaan, pelaksanaan dan partisipasi dalam yang telah dibuat. Masyarakat menjadi peserta
tahap evaluasi. Begitu juga halnya dengan dan instruktur pada pelaksanaan kursus (bina
partisipasi yang ditekankan dalam prinsip PPMK, sosial). Begitu juga dengan pelaksanaan bina fisik,
yaitu: perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. masyarakat berperan serta. Partisipasi masyarakat
Assessment tidak ada pada tahun 2001, karena pada tahap pelaksanaan bina fisik berupa tenaga,
program ini baru dilaksanakan pada tahun 2002 makanan kecil, peminjaman lahan dan alat-alat
untuk bina sosial dan fisik. Begitu juga dengan pertukangan yang dibutuhkan. Pelaksanaan program
bina ekonomi, assessment tidak ada, meskipun tidak saling ter-integrasi, yaitu sendiri-sendiri
bina ini telah dilaksanakan pada November 2001. Contohnya, masyarakat yang telah ikut pelatihan
Peranan masyarakat yang besar hanyalah pada tahap (kursus) tidak semuanya diberikan bantuan
assessment dan pelaksanaan pada tahun 2002, 2004 modal untuk membuka usaha. Pemberian batuan
dan 2005. Hal ini terlihat pada ketiga bina yang modal kepada masyarakat peserta kursus tidak
dilaksanakan dalam PPMK, yaitu: bina sosial, fisik direncanakan dari awal, hanya kebetulan saja ada
dan ekonomi. Pada tahap perencanaan, peranan beberapa orang peserta kursus yang mendapatkan
masyarakat hanya ada pada dua bina saja, yaitu: modal untuk membuka usaha.
sosial dan fisik. Sebaliknnya, pada bina ekonomi,
masyarakat tidak dilibatkan dalam perencanaan, Daftar Pustaka
sejak bina ekonomi dilaksanakan tahun 2001
sampai 2005. Semua perencanaan bina ekonomi Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan,
sudah ada dan diatur oleh pemerintah dan teknisnya Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
dipersiapkan oleh Dekel. Pada bina ekonomi Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
masyarakat tinggal menerima apa yang telah Ekonomi Universitas Indonesia.
diputuskan oleh pemerintah dan dipersiapkan oleh Chandra, Eka. 2002. Penguatan masyarakat
Dekel. Pada tahap evaluasi, partisipasi masyarakat sipil dalam konteks hubungan kekuatan dan
tidak ada sama sekali setelah satu tahun berjalannya kerterwakilan studi kasus terhadap forum
PPMK, yaitu dari tahun 2002-2005. Pada tahap masyarakat Majalaya Sejahtera. Di dalam
terakhir ini, berdasarkan pedoman pelaksanaan Analisis Sosial. Vol 7.No 2. hal. 110-140.
PPMK tahun 2003-2007, pada bagian tugas-tugas Kusuma, H. Soni. 2002. Membangun institusi warga
unit pelaksana PPMK di Provinsi DKI, unit yang untuk menanggulangi kemiskinan masyarakat
bertugas dalam evaluasi dan pemantauan kegiatan dan kelembagaan lokal pengalaman kasus
PPKK hanyalah Badan Pemberdayaan Masyarakat P2KP. Di dalam Analisis Sosial. Vol 7.No 2.
(BPM) Kota dan LSM pendamping yang telah hal. 169-186.
dikontrak. Sementara itu, Dekel memberikan Widodo, M. Agung. 2002. Program Pengembangan
laporan bulanan dan tahunan ke BPM Kota dan Kecamatan (PPK) menanggulangi kemiskinan
Lurah berdasarkan hasil monitoring yang telah melalui penguatan pastisipasi masyarakat dan
dilakukannya dan laporan bulanan dari TPK/ kelembagaan lokal. Di dalam Analisis Sosial.
UPK. Partisipasi masyarakat pun dilakukan secara Vol 7.No 2. hal. 155-168.
langsung dan perwakilan. Pada tahap assessment [Kompas]. 2005. Profil kemiskinan ibu kota.

131
Jurnal Penyuluhan, September 2012 Vol. 9 No. 2

Kompas Cyber Media (KCM) Kamis, 21 April.


Hasibuan, Fince D. 2003. Jenjang partisipasi
masyarakat dalam perencanaan pembangunan
melalui Forum Komunikasi Perencana
Pembangunan di Kota Depok. Tesis. Program
Pascasarjana Kesejahteraan Sosial. UI.
Jhonopa. 2004. Partisipasi masyarakat dalam
penyusunan program pembangunan nagari,
studi kasus di Kenagarian Singkarak Kecamatan
X Koto Singkarak Kecamatan Solok.
Tesis. Program Pascasarjana Kesejahteraan
Sosial UI.
Junaidi. 2004. Pemberdayaan masyarakat melalui
Program Pengembangan Kecamatan (PKK)
fase II: studi kasus Desa Gosong Talaga
Selatan, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten
Aceh Singkil. Tesis. Program Pascasarjana
Kesejahteraan Sosial UI.
Mikkelsen, Britha. 1999. Metoda Penelitian
Partisipasi dan Upaya-Upaya Pemberdayaan.
Jakarta: Yayasan Obor.
Moleong, Lexy. 1998. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Slamet, Y. 1993. Pembangunan Masyarakat
Berwawasan Partisipatif. Surakarta: Sebelas
Maret University Press.
Widiantoro, Heru. 2003. Kajian Proyek
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
(P2KP). studi kasus pelaksanaan P2KP di
Kelurahan Condong Catur, Kecamatan Depok,
Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Tesis. Program Pascasarjana
Kesejahteraan Sosial UI.
Zulhaeni. 2003. Partisipasi perempuan dalam Forum
Warga: studi tentang partisipasi perempuan
dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
melalui Forum Komunitas RT, RW Kelurahan
Pal Merah, Jakarta Barat. Tesis. Program
Pascasarjana Kesejahteraan UI.

132

Anda mungkin juga menyukai