Anda di halaman 1dari 10

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN DISTRIK


Kajian Kebijakan dan Implementasinya di Provinsi Papua

Muchtar

ABSTRAK

Kajian Implementasi Program Pengembangan Distrik (PPD) di Provinsi Papua bertujuan memahami
penanganan kemiskinan melalui strategi pemberdayaan. Pendekatan kajian ini adalah kualitatif yang
menekankan esensi dan substansi (pemahaman, pandangan, dan tanggapan) informan yang menghasilkan
data deskriptif, yakni gambaran implementasi program di lapangan. Data tersebut diperoleh melalui studi
dokumen dan wawancara. Informan ditentukan secara purposive, yakni informan mengetahui secara baik
pemasalahan yang sedang dikaji. Untuk itu, informan dalam penelitian ini adalah aparat Badan
Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Provinsi Papua sebagai pengelola PPD. Hasil kajian menunjukkan,
meskipun pelaku PPD di Propinsi Papua khususnya pada awal implementasi program mampu melakukan
pembangunan sejumlah prasarana dasar desa melalui dana program ditambah swadaya masyarakat setempat
dan menyalurkan dana program kepada kelompok masyarakat untuk usaha ekonomi produktif, tetapi jika
dicermati, belum terjadi proses pemberdayaan khususnya bagi kelompok miskin, karena tidak ada transfer
daya kepada kelompok miskin. Program lebih dimanfaatkan oleh kalangan tertentu saja, dan proses belajar
sosial relatif kurang berlangsung, sebab program lebih bernuansa ekonomi saja. Untuk itu, saran ditekankan
pada kualitas pelaku program di berbagai tingkatan (khususnya tingkat kampung), yaitu: (a) mereka perlu
memahami program secara baik pentingnya pembekalan; (b) perlunya pelaksanaan sosialisasi program
kepada masyarakat secara benar, yang tidak semata penyebaran informasi, tetapi juga perlu diarahkan pada
penyadaran tentang permasalahan yang sedang dihadapinya, dan tumbuhnya semangat untuk memecahkan
masalah secara mandiri; (c) perlunya pendampingan (fasilitator lokal) secara berkelanjutan terhadap para
pelaku program di tingkat kampung, dalam kurun waktu tertentu, hingga mereka dinilai mampu melakukan
penanganan masalah kemiskinan warganya secara mandiri. Untuk itu, diperlukan petugas pendamping
yang memiliki kompetensi yang memadai, profesional, visionis, taktis, tekun, dan mempunyai semangat
tinggi.

Kata kunci : Pemberdayan masyarakat,PPD.

I. PENDAHULUAN penduduk Indonesia hidup dibawah garis


kemiskinan. Dari jumlah itu, 70% berada di
A. Latar Belakang perdesaan (Data BPS 1981 dalam
Sumodiningrat 1989: 120). Hal serupa
Daerah perdesaan (baca: kampung) tidak dikemukakan oleh Sarbini (1989: 221), lebih
hanya ditandai oleh keadaan yang serba dari 80% rakyat Indonesia hidup di perdesaan.
terbelakang, tapi ia juga menanggung beban Diantara mereka itu hanya 10-15% yang dapat
mempekerjakan mayoritas angkatan kerja yang disebut sebagai orang berada. Sisanya 85%
berpendidikan sekolah dasar atau kurang, rakyat desa hidup serba kekurangan, bahkan
menampung penganggur semu, serta meng- lebih kurang 40% tergolong sangat miskin.
hidupi lapisan penduduk di bawah garis
kemiskinan (Baswir, 1999: 72). Tahun 1999, jumlah penduduk miskin di
Indonesia mencapai 48,4 juta jiwa (23,4%)
Fenomena keterbelakangan masyarakat sebagai dampak langsung krisis moneter
perdesaan di republik ini, telah lama (ekonomi), padahal pada tahun 1996
mengemuka, yang terlihat dalam data dimana penduduk miskin hanya berjumlah 22,5 juta jiwa
tahun 1980-an, terdapat 40,6 juta (27%) (11,9%). Tahun 2002, jumlah penduduk miskin

1
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 12, No. 02, 2007 : 1-10

mengalami sedikit penurunan menjadi 35,7 juta program. Hasil kajian ini diharapkan
jiwa (17,6%). Dari jumlah itu, sebagian besar bermanfaat bagi pihak-pihak terkait guna
tinggal di perdesaan, yang mencapai 22,6 juta penyempurnaan program yang akan datang,
jiwa (11,2%), dan selebihnya, 12,9 juta jiwa dan sebagai informasi awal bagi mereka yang
(6,4%) di perkotaan (BPS-Depsos R.I., 2003: ingin melakukan kajian secara lebih mendalam
15-17). Tahun 2006, data Susenas dalam upaya pemberdayaan penduduk miskin
menunjukkan, angka kemiskinan kembali perdesaan kampung.
melonjak, dari 35,10 juta (15,97%) tahun 2005
menjadi 39,05 juta jiwa (17,75%) tahun 2006, B. Telaah Pustaka
dengan garis kemiskinan Rp. 152.847 per
kapita per bulan (setara konsumsi 2.100 kilo- 1) Konsep pemberdayaan
gram kalori/kkal), bahkan Bank Dunia (Novem- Pemberdayaan masyarakat me-
ber 2006) mencatat dengan kriteria yang rupakan strategi pembangunan. Dalam
mereka acu, angka kemiskinan di Indonesia perspektif pembangunan ini, disadari
mencapai 149 juta jiwa (49%) dari total betapa penting kapasitas manusia dalam
penduduk Indonesia. Sebagian besar mereka upaya meningkatkan kemandirian dan
itu (63,41%) ada di perdesaan (Kompas, 16 kekuatan internal atas sumber daya materi
Maret 2007). dan nonmaterial. Sebagai suatu strategi
pembangunan, pemberdayaan dapat
Atas realitas itu, program pemberdayaan diartikan sebagai kegiatan membantu
penduduk perdesaan/kampung (yang pada klien untuk memperoleh daya guna
umumnya miskin), sudah mendesak untuk mengambil keputusan dan menentukan
dilakukan oleh berbagai pihak, khususnya dari tindakan yang akan dilakukan, terkait
penyelenggara negara, baik di tingkat pusat dengan diri mereka termasuk mengurangi
maupun di daerah, sejalan dengan perubahan hambatan pribadi dan sosial dalam
paradigma pembangunan dari sentralisasi ke melakukan tindakan melalui peningkatan
desentralisasi (akhir 1990-an). Perubahan itu kemampuan dan rasa percaya diri untuk
tidak hanya terbatas pada bidang politik, tetapi menggunakan daya yang dimiliki dengan
juga pada bidang lainnya khususnya mentransfer daya dari lingkungannya
pemenuhan kebutuhan pangan, kesehatan, dan
(Payne, 1997: 266 dalam buku “Modern
kesejahteraan rakyat lainnya. Perbaikan
social work theory”). Sementara itu Ife
berbagai bidang tersebut, sebagian besar harus
(1995: 182 dalam buku “Community de-
dipenuhi di tingkat daerah sejalan dengan
velopment: Creating community alterna-
kebijakan otonomi daerah yang telah menjadi
tives-vision, analysis and practice”)
komitmen nasional dan telah harus
diberlakukan. memberikan batasan pemberdayaan
sebagai upaya penyediaan kepada or-
Searah dengan pemikiran itu, Pemerintah ang-orang atas sumber, kesempatan,
Propinsi Papua sejak tahun 1998 melaksanakan pengetahuan, dan keterampilan untuk
PPD dengan dukungan dana APBN dalam meningkatkan kemampuan mereka
upaya pemberdayaan masyarakat miskin di menentukan masa depannya dan
wilayah Propinsi Papua, akan tetapi untuk berpartisipasi di dalam dan
efektifitasnya belum seperti diharapkan. Atas mempengaruhi kehidupan komunitas
permasalahan tersebut, pertanyaannya adalah: mereka.
(1) bagaimana gambaran kemiskinan di Sementara itu, Sutrisno (2000:185)
Wilayah Propinsi Papua? (2) Bagamaimana menjelaskan, dalam perspektif pem-
gambaran PPD? (3) Bagaimana capaian berdayaan, masyarakat diberi wewenang
program? dan (4) Apa kendala dalam untuk mengelola sendiri dana pem-
implementasi program? bangunan baik yang berasal dari
Atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, pemerintah maupun dari pihak lain,
kajian ini bertujuan memahami dan disamping mereka harus aktif ber-
mendeskripsi: (1) kemiskinan di Wilayah Propinsi partisipasi dalam proses pemilihan,
Papua, (2) implementasi program, (3) capaian perencanaan, dan pelaksanaan pem-
program, dan (4) kendala dalam implementasi bangunan. Perbedaannya dengan

2
Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Pengembangan Distrik (Muchtar)

pembangunan partisipatif adalah Untuk itu, menurut Max Neef dalam


keterlibatan kelompok masyarakat sebatas Zikrullah (2000:11), sekurang-kurangnya
pada pemilihan, perencanaan, dan ada enam macam kemiskinan yang perlu
pelaksanaan program, sedangkan dana di fahami oleh pihak-pihak yang menaruh
tetap dikuasai oleh pemerintah. perhatian terhadap penanganan ke-
Meskipun rumusan konsep pem- miskinan, yaitu: (a) kemiskinan substensi,
berdayaan berbeda-beda antara ahli penghasilan rendah, jam kerja panjang,
yang satu dengan yang lainnya, tetapi perumahan buruk, fasilitas air bersih
pada intinya dapat dinyatakan bahwa mahal; (b) kemiskinan perlindungan,
pemberdayaan adalah sebagai upaya lingkungan buruk (sanitasi, sarana
berencana yang dirancang untuk merubah pembuangan sampah, polusi), kondisi
atau melakukan pembaruan pada suatu kerja buruk, tidak ada jaminan atas hak
komunitas atau masyarakat dari kondisi pemilikan tanah; (c) kemiskinan
ketidakberdayaan menjadi berdaya pemahaman, kualitas pendidikan formal
dengan menitikberatkan pada pem- buruk, terbatasnya akses atas informasi
binaan potensi dan kemandirian yang menyebabkan terbatasnya ke-
masyarakat. Dengan demikian mereka sadaran akan hak, kemampuan dan
diharapkan mempunyai kesadaran dan potensi untuk mengupayakan perubahan;
kekuasaan penuh dalam menentukan (d) kemiskinan partisipasi, tidak ada akses
masa depan mereka, dimana provider dari dan kontrol atas proses pengambilan
pemerintah dan lembaga non government keputusan yang menyangkut nasib diri dan
organization/NGO hanya mengambil komunitas; (e) kemiskinan identitas,
posisi partisipan, stimulan, dan motivator. terbatasnya perbauran antara kelompok
sosial, terfragmentasi; dan (f) kemiskinan
2) Konsep kemiskinan kebebasan, stress, rasa tidak berdaya, tidak
Kemiskinan adalah konsep yang cair, aman baik ditingkat pribadi maupun
tidak pasti, dan mutidimensional. Oleh komunitas.
karena itu, terdapat banyak terminologi Narhetali mengutip hasil penelitian
kemiskinan baik yang dikemukakan tentang kemiskinan yang dilakukan Yeates
oleh pakar secara individu maupun & Mc Laughlin dari Bank Dunia (2000)
secara kelembagaan. Dalam pengertian menyatakan, orang miskin mempunyai
konvensional, kemiskinan (hanya) penekanan yang berbeda dari pembuat
dimaknai sebagai permasalahan kebijakan tentang hal-hal yang dipersepsi
pendapatan (income) individu, kelompok, sebagai dimensi kemiskinan. Selain tingkat
komunitas, masyarakat yang berada pendapatan, konsumsi, pen-didikan, dan
dibawah garis kemiskinan (Zikrullah, kesehatan, kaum miskin juga menekankan
2000:11). Hal ini setidaknya terlihat pada faktor psikologis seperti kepercayaan diri,
batasan yang dikemukakan UNDP (1997) ketidakberdayaan (powerlesness) serta
dalam Cox (2004:9), bahwa seseorang pengucilan fisik dan sosial sebagai sumber
dikatakan miskin jika tingkat kemiskinan. Dengan demikian secara jelas
pendapatannya (hanya) berada dibawah terlihat bahwa bagi orang, kelompok,
garis kemiskinan. Oleh Karena itu, upaya komunitas, masyarakat miskin, ternyata
penanganan kemiskinan yang dilakukan peningkatan pendapatan bukanlah satu-
pada negara dunia ketiga baik oleh satunya hal yang amat penting. Tetapi,
pemerintah maupun organisasi non perlakuan humanis penuh harga diri, self-
pemerintah, kebanyakan (hanya) respect juga merupakan sesuatu yang amat
bertumpu pada upaya peningkatan bernilai (Kompas, 5 Maret 2003)
pendapatan. Padahal kemiskinan meliputi Meskipun banyak terminologi
aspek ekonomi, sosial, dan aspek-aspek mengenai kemiskinan, tetapi secara umum
lainnya. Itu sebabnya, berbagai upaya dapat dinyatakan, bahwa istilah
penanganan kemiskinan itu tidak kemiskinan selalu menunjuk pada sebuah
menyelesaikan masalah dan cenderung kondisi yang serba kekurangan. Kondisi
gagal.

3
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 12, No. 02, 2007 : 1-10

serba kekurangan tersebut bisa diukur pemusatan perhatian pada penyederhanaan,


secara obyektif, dirasakan secara subyektif, transformasi data kasar yang muncul dari
atau secara relatif didasarkan pada catatan-catatan lapangan; (b) Penyajian data,
perbandingan dengan orang lain, kegiatan penyajian sekumpulan informasi dalam
sehingga melahirkan pandangan obyektif, bentuk teks naratif; dan (c) penarikan
subyektif, dan relatif tentang kemiskinan. kesimpulan, mencari arti, pola-pola,
Berdasarkan kajian teoritik itu, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur
penanganan kemiskinan melalui PPD sebab akibat. Penarikan kesimpulan dilakukan
mulai memandang, bahwa peningkatan secara cermat dengan melakukan verifikasi
pendapatan bukan satu-satunya hal yang berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan
amat penting, tetapi perlakuan humanis, lapangan sehingga data yang ada teruji
mengakui potensi mereka dengan validitas dan reliabilitasnya.
pendekatan pemberdayaan merupakan
unsur lain yang ditekankan. II. HASIL KAJIAN DAN
C. Metode Kajian PEMBAHASAN
Kajian ini bermaksud mendapatkan A. Gambaran Kemiskinan di Papua
gambaran nyata implementasi PPD secara
Provinsi Papua berpenduduk 1.956.224
sistematis dan faktual di lapangan, dan
jiwa yang tersebar di 19 kabupaten/kota (219
pencapaian hasil program. Oleh karena itu jenis
distrik, 2500 kampung/kelurahan). Dari jumlah
kajian ini adalah deskriptif. Menurut Newman
(1997:19), kajian deskriptif mampu menyajikan penduduk tersebut, 966.800 jiwa (38,69%)
gambaran secara detail dari sebuah situasi dan dalam kategori miskin (BPMD, 2006). Secara
atau setting social. Menurut Danim (2002:61), lebih jelas persebaran penduduk miskin di
pada pendekatan kualitatif, data yang Provinsi Papua tersebut, terlihat pada matrik 1
dikumpulkan umumnya berbentuk kata-kata, berikut:
gambar dan bukan angka-angka, kalaupun Matriks 1: Data kemiskinan penduduk Propinsi
ada angka-angka sifatnya hanya sebagai Papua berdasarkan Kabupaten/Kota
penunjang. Data dimaksud meliputi transkrip
wawancara, catatan lapangan, foto-foto, NO KABUPATEN/KOTA %
dokumen pribadi, nota, dan catatan lain-lain. 1 Kota Jayapura 22,98
Atas alasan itulah dipilih pendekatan data 2 Jayapura 28,39
kualitatif. 3 Sarmi 27,88
Kajian ini dilakukan di Papua pada 4 Yapen Waropen 42,62
September 2006 selama lima hari. Penentuan 5 Biak Numfor 44,87
informan dalam penelitian ini secara purposive. 6 Supiori -
Artinya, informan dipilih berdasarkan
pertimbangan mereka mengetahui secara baik 7 Nabire 43,01
pelaksanaan PPD. Untuk itu, informan yang 8 Paniai 49,09
telah dipertimbangkan sesuai dan mengetahui 9 Jayawijaya 46,21
secara baik pelaksanaan program adalah 10 Asmat 31,37
aparat kantor Badan Pemberdayaan 11 Mappi 29,97
Masyarakat Desa (BPMD) Provinsi Papua. 12 Merauke 28,15
Pengumpulan data dan informasi di 13 Pegunungan Bintang 47,85
lapangan digunakan studi dokumen guna 14 Puncak Jaya 50,67
menghimpun dan merekam data yang bersifat 15 Yahukimo 45,74
dokumentatif, seperti: foto-foto kegiatan, arsip-
arsip penting, kebijakan, dan lainnya. 16 Tolikara 46,21
Disamping itu juga digunakan teknik 17 Waropen 44,48
wawancara. 18 Mimika 30,75
Analisis data dilakukan dalam tiga 19 Boven Digul 28,76
Sumber: BPMD, 2006.
tahapan: (a) Reduksi data, proses pemilihan,

4
Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Pengembangan Distrik (Muchtar)

B. Gambaran PPD 2) Prinsip PPD


PPD adalah suatu program pendesen- a) Transparansi
tralisasian kewenangan dan dana ke tingkat b) Partisipasi
kampung, dimana masyarakat kampung
c) Desentralisasi
mengelola secara sendiri pembangunan di
kampungnya dengan prinsip dari, oleh, dan d) Kompetisi sehat
untuk masyarakat. e) Pertanggungjawaban pekerjaan
1) Tujuan PPD f) Pelestarian/keberlanjutan
a) Meningkatkan keterlibatan orang 3) Bentuk fasilitasi PPD
miskin dan perempuan terutama
dalam pengambilan keputusan a) Bantuan langsung masyarakat (BLM)
1) Dana untuk menyelenggarakan
b) Meningkatkan kualitas hidup masya- kegiatan pembangunan sarana
rakat miskin melalui bidang prasarana sosial dasar dan
pendidikan dan kesehatan ekonomi
2) Diperuntukkan kepada masya-
c) Meningkatkan penyediaan pra-
rakat di kampung terutama untuk
sarana sosial ekonomi masyarakat
kampung penduduk miskin

d) Memperoleh kesempatan berusaha b) Bantuan teknis pendampingan


dan pengembangan usaha bagi 1) Berupa bantuan teknis kepada
masyarakat miskin di kampung institusi sosial lokal, pemerintahan
desa, unit pengelola keuangan
e) Mengembangkan kemampuan/ (UPK) dan usaha-usaha kecil
kapasitas masyarakat dalam serta mikro terutama yang
merencanakan, menyelenggarakan dikelola oleh penduduk miskin
dan melestarikan pembangunan 2) Transformasi pendampingan
di kampung serta mengakses kepada pendamping lokal,
sumberdaya yang dimilikinya aparat pemerintah dan institusi
f) Meningkatkan kemampuan masya- lokal
rakat dalam melakukan pe- 4) Jenis kegiatan PPD
ngawasan terhadap program
pembangunan di kampung a) Sarana prasarana (SP)
b) Usaha Ekonomi Produktif (UEP)
g) Mengembangkan dan memperkuat
kelembagaan pembangunan di c) Simpan pinjam untuk kelompok
kampung atau antar kampung perempuan (SPP)
d) Pendidikan
e) Kesehatan
5) Alokasi dana perdistrik
JUMLAH ALOKASI
LOKASI KETERANGAN
PENDUDUK/DISTRIK DANA
Selama kurun waktu 1988-2006
> 25.000 jiwa 1 milyard
dialokasikan dana 121.250 Milyard.
Seluruh distrik Tahun 2006, PPD melalui dana
15.000-25000 jiwa 750 juta
Provinsi Papua APBN dipersiapkan alih ke dana
APBD (Otonomi khusus/Otsus)
< 15.000 jiwa 500 juta dengan alokasi dana 1 Milyard

Jumlah KK/kampung
Alokasi perkampung = x Alokasi dana/distrik
Total KK semua kampung

5
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 12, No. 02, 2007 : 1-10

6) Mekanisme pencairan dana 7) Dampak program yang diharapkan


Dana dialokasikan untuk rekening a) Adanya proses pembelajaran
kampung melalui Tim Pengelola kegiatan b) Proses bottom up planning terjadi di
kampung di setiap distrik pada KPPN, Bank, masyarakat
Cabang pembantu bank terdekat. Pencairan
dana direalisasikan setelah melakukan proses c) Adanya lapangan pekerjaan
perencanaan melibatkan berbagai komponen d) Peningkatan kapasitas kelembagaan
di kampung dalam forum musyawarah e) Perubahan prilaku
kampung (Muskam) dan setelah diverivikasi/
disetujui dalam musyawarah distrik dapat f) Peningkatan swadaya masyarakat
dicairkan setelah ditandatangani oleh Tim g) Keberanian/kritis mengemukakan
Pengelola Kegiatan di kampung, Pendamping, pendapat
dan Penanggung Jawab Operasional Kegiatan h) Kompetensi
(PJOK) distrik. Proses pencairan pada tahap I
sebesar 60%, tahap II 40%. i) Tersedia dana (perputaran, saving)
di tingkat kampung untuk meng-
gerakkan ekonomi lokal

8) Struktur organisasi dan pelaku program


a) Struktur organisasi di tingkat
kampung

Tiga Tungku Kepala Kampung Bamuskam

Fasilitator lokal

TPK Masyarakat Tim Penulis Usulan

Sumber : BPMD Provinsi Papua, 2006.

Keterangan : 1. Tiga Tungku (Kepala Kampung, Tokoh Adat, Tokoh Agama)


2. Mamuskam (Badan Musyawarah Kampung)
3. TPKK (Tim Pengelola Kegiatan Kampung)

6
Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Pengembangan Distrik (Muchtar)

b) Struktur organisasi di tingkat Distrik


Kepala Distrik

PjOK/PjAK Fasilitator Distrik

Tim Verivikasi

UPKD

Sumber: BPMD Provinsi Papua, 2006.

Keterangan : 1. PJoK/PJAK (Penanggung Jawab Operasional Kegiatan/Penanggung Jawab Administrasi


Kegiatan
2. UPKD (Unit Pengelola Kegiatan Distrik)

c) Pelaku di tingkat Kabupaten/Kota sarana prasarana, bidang usaha ekonomi


1) Bupati/Walikota produktif, bidang pendidikan, dan kesehatan ,
2) DPRD dan dikuatkan oleh informan melalui
3) Tim Koordinasi wawancara, diperoleh data sebagai berikut :
4) Konsultan managemen kabu-
paten/kota (teknik & pem- A. Pembangunan Sarana Prasarana
berdayaan) 1) Sarana air bersih di Kampung Asaryendi
d) Pelaku di tingkat Provinsi (Numfor Timur, Biak Numfor) dengan
1) Gubernur (penanggung jawab) dana PPD Rp. 38.000.000,- dan dana
2) Sekretaris Daerah (pengarah) swadaya masyarakat Rp. 3.287.000,-
3) Badan Pemberdayaan Masya-
2) Sarana air bersih di kampung Kalifan
rakat Desa/BPMD (Pengarah) (Waris, Keerom) dengan dana PPD
4) Tim Koordinasi Rp.133.727.300,- dan dana swadaya
5) Konsultan masyarakat Rp. 13.717.500,-
9) Jumlah pelaku PPD (1998-2006): 3) Jembatan beton ukuran 6X4 m di
a) Konsultan Provinsi : 10 orang Kampung Telagasari (Kurik, Merauke)
dengan dana PPD Rp. 61.539.000,-
b) Aparatur/PjOK : 101 orang dan dana swadaya masyarakat
c) Konsultan Manajemen Rp.29.915.000,-
Kabupaten : 19 orang 4) Jembatan beton panjang lima meter di
d) Fasilitator Distrik : 432 orang Kelurahan Awiyo (Abepura, Jayapura)
dengan dana PPD Rp. 38.310.000,-
e) Unit Pengelola dan dana swadaya masyarakat
Kegiatan (UPK) : 432 orang Rp. 1.953.000,-
f) Fasilitator kampung/ 5) Jembatan kayu, ukuran 13X3 m
lokal : 1300 orang di Kampung Agenggem (Sinak,
Puncak Jaya) dengan dana PPD
Rp. 30.142.697,-
III. CAPAIAN PPD DI PAPUA
6) Listrik desa di Kampung Pasi (Padaido,
Mencermati dokumen PPD yang ada, Biak Numfor) dengan dana PPD
terkait capaian program bidang pembangunan Rp. 46.001.000,- dan swadaya
masyarakat Rp. 950.000,-

7
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 12, No. 02, 2007 : 1-10

7) Lantai penjemuran coklat di kampung IV. KENDALA DALAM


Yuwainda (Waris, Keerom) dengan dana
PPD Rp. 66.131.300,- dan swadaya
IMPLEMENTASI PPD
masyarakat Rp. 12.467.000,- Kendala-kendala yang ditemui selama
pelaksanaan PPD sejak 1998, meliputi:
B. Bidang Usaha Ekonomi Produktif :
a) Belum ada kesamaan persepsi dari
1) Usaha jualan sayur keliling di Kampung sebagian pemerintah kabupaten/kota
Harapan Makmur (Kurik, Merauke tidak tentang program yang didanai APBD
diperoleh informasi dana, baik dari PPD (Otonomi khusus).
maupun swadaya masyarakat ).
b) Pada tataran implementasi, kepala distrik
2) Usaha jualan di kios (Kampung Abatadi, (seringkali) menetapkan mekanisme diluar
Paradide, Paniai) dengan dana PPD panduan yang telah ada, dan alokasi
Rp. 8.498.700,- dana program tidak diturunkan ke bawah.
3) Usaha kios di Kampung Ampera Oleh karena itu, program ditangani oleh
(Mandobo, Boven Digul) dengan dana unit kerja pemerintah kabupaten/kota
PPD Rp. 9.243.500,- c) Sosialisasi program masih lemah
khususnya di kabupaten pemekaran.
C. Bidang Kesehatan Dalam pelaksanaan program pem-
Pembangunan Puskesmas Pembantu berdayaan, cenderung tidak melibatkan
(Pustu) di Kampung Amungun (Agim, Mimika) masyarakat, baik pada saat perencanaan
dengan dana PPD Rp. 40.000.000,- swadaya maupun pelaksanaan, sehingga rawan
masyarakat Rp. 1.185.000,- terjadi penyimpangan oleh aparat (distrik/
kab/kota).
D. Bidang Pendidikan Atas dasar gambaran program, capaian
1) Pemberian bea siswa dan pembelian program (hasil), kendala dalam implementasi
pakaian seragam sekolah di Citak (tapi dan dianalisis berdasarkan kerangka teori
tidak diperoleh informasi dana, baik dari pemberdayaan, dapat digambarkan sebagai
PPD maupun swadaya masyarakat ). berikut:

2) Pengadaan sanggar belajar ukuran


7X6 m di Kampung Entiyebo (Deppapre
Jayapura) dengan dana PPD.
Rp. 84.306.400.- dan swadaya
masyarakat Rp.14.830.000,-

8
Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Pengembangan Distrik (Muchtar)

TUJUAN PROGRAM KERANGKA TEORITIK HASIL PROGRAM

Membangkitkan semangat Sasaran pemberdayaan Implementasi program


kemandirian dan kegiatan adalah kelompok belum/tidak mampu
usaha ekonomi kelompok masyarakat miskin menjangkau kelompok
miskin miskin

Memberdayakan dan Terjadinya transfer daya, Tidak terjadi transfer daya


mengkoordinasikan sehingga mereka kepada kelompok miskin,
masyarakat melalui (beneficeries) mampu karena program lebih
kelembagaan lokal menentukan dimanfaatkan oleh
masyarakat nasib/pilihannya golongan tertentu saja.
Transfer hanya terjadi di
tingkat lembaga yang
Adanya proses belajar keberadaannya cenderung
sosial bagi kelompok didominasi oleh elit
sasaran menuju birokrasi (kabupaten/kota,
penyadaran tentang distrik, kampung).
permasalahan yang
dihadapi dan tumbuhnya
semangat untuk Proses belajar sosial relatif
memecahkannya tidak berlangsung, karena
program lebih bernuansa
economic
Adanya kelembagaan
yang mampu menampung
dan menyuarakan
kepentingan kelompok
miskin

Gambar 4 : Olahan dari hasil bahasan

V. PENUTUP karena program lebih bernuansa ekonomis


(pengelola program memberikan pinjaman
A. Kesimpulan dana kepada peminjam).
Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan B. Saran
tersebut dapat disimpulkan, PPD belum mampu
memberdayakan kelompok miskin, karena Bertolak dari kesimpulan tersebut, saran
kurangnya pemahaman dari para pelaku pro- yang diajukan lebih ditekankan pada kualitas
gram di berbagai tingkatan, khususnya di pelaku program, yaitu: (a) para pelaku perlu
tingkat kampung dan distrik terhadap program. mempunyai pemahaman terhadap PPD secara
Hal itu diperburuk oleh sosialisasi program, lebih baik. Untuk itu, diperlukan fasilitator lokal
dimana sosialisasi difahami oleh para pelaku (kampung, distrik) secara lebih baik, dan
program hanya sebatas penyebaran informasi perlunya pembekalan kepada mereka secara
proyek, bukannya sebagai bagian proses memadai; (b) perlunya pelaksanaan sosialisasi
penyadaran terhadap masyarakat (kelompok program kepada masyarakat secara benar,
miskin) terhadap visi dan missi program dalam dimana sosialisasi bukan semata penyebaran
upaya peningkatan kemandirian masyarakat informasi, tetapi lebih dari itu, sebagai bagian
dalam memecahkan masalah yang di- penyadaran tentang permasalahan yang
hadapinya, serta (hanya) sekedar memenuhi dihadapi dan tumbuhnya semangat untuk
target (formal) proyek. Tidak terjadinya proses memecahkannya secara mandiri, karena itu
pemberdayaan itu terlihat dari hasil capaian diperlukan petugas yang berkualitas; (c)
program, dimana: (a) tidak terjadi transfer daya perlunya pendampingan oleh fasilitator lokal
kepada kelompok miskin, karena program lebih secara berkelanjutan. Untuk itu, diperlukan
dimanfaatkan oleh kalangan tertentu saja (elit fasilitator lokal yang mempunyai pemahaman
birokrasi: kabupaten/kota, distrik, kampung); (b) baik terhadap program, ulet, sabar, tekun, dan
proses belajar sosial relatif tidak berlangsung, mempunyai semangat yang tinggi.

9
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 12, No. 02, 2007 : 1-10

DAFTAR PUSTAKA
Baswir, Revrisond. 1999. Pembangunan Pedesaan dan Penanggulangan Kemiskinan, Penyunting dalam
Hasan Basri Pembangunan Ekonomi Rakyat di Pedesaan sebagai Strategi Penanggulangan
Kemiskinan. Kerjasama Yayasan Adi Karya IKAPI & The Ford Foundation, Jakarta: Bina Rena Pariwara.
BPS Kerjasama dengan Depsos R.I., 2003. Penduduk Fakir Miskin Indonesia 2002, Jakarta.
Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD). Provinsi Papua. 2006.
Cox. Poverty alleviation programs in the Asia-Pacific Region, Seminar, 3rd March, 2004, Jakarta.
Danim, Sudarman. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Ife, Jim. 1995. Community Development: Creating community Alternatives-vision, Analysis and
Practice, Australia, Longman Pty Ltd.
Narhetali, Erita. Kemiskinan yang Berkelanjutan, KOMPAS, Rabu, 3 Maret 2003.
Neuman, L.W. 1997. Social Research Methodes: Qualitative & Quantitative Approach. Boston: Allyn
Bacon.
Payne, Malcolm. 1997. Modern Social Work Theory. Second edition London: MacMillan Press Ltd.
Qodir, Zuly. Islam dan Jeratan Kemiskinan. KOMPAS, 16 Maret 2007.
Sarbini. 1989. Ekonomi Kerakyatan, dalam Penyunting Sjahrir dkk. Menuju Masyarakat Adil Makmur.
70 Tahun Prof. Sarbini Sumawinata, Jakarta: Gramedia.
Soetrisno, Loekman. 1997. Kemiskinan, Perempuan, Pemberdayaan, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
———————— 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif, Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Zikrullah, Y., Adam. 2000. Struktur Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan, Media Partisipatif-P2KP, No.
07 Edisi Oktober.

BIODATA PENULIS :
Muchtar, Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan
Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI.

10

Anda mungkin juga menyukai