Anda di halaman 1dari 15

Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan

Perubahan Sosial
D

Oleh :

Harry Divya Ananda

Afrina Dewi

Mursyidah

Wahyu Hidayat

Dosen pembimbing : Ns. Linda Adriani,MMkes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes DARUSSALAM LHOKSEUMAWE
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.Berkat rahmat dan
karunia-Nya kami menyelesaikan makalah.Adapun maksud penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas pada Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan
Darussalam Lhokseumawe Jurusan Keperawatan yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Lansia dengan Perubahan Sosial”.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
kelemahan.Makadari itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
konstruktif dari pembaca, untuk membangun perbaikan makalah ini.
Dalam kesempatan yang baik ini, kami ingin mengucapkan terimakasih
kepada yang terhormat :
1. Ns. Linda Adriani,MMkes selaku Pembimbing Mata Kuliah keperawatan
gerontik
2. Kedua orang tua yang memberikan motivasi kepada penyusun dalam studi
di Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan Darussalam Lhokseumawe Jurusan
Keperawatan.
3. Rekan-rekan, orang tua dan semua pihak yang telah membantu pembuatan
makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini besar manfaatnya bagi
pembaca umumnya dan bagi kami khususnya. Amin.

Lhokseumawe, 2019

Kelompok 8
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peningkatan penduduk lansia pada dasarnya merupakan dampak positif


dari pembangunan. Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat, men
urunkanangka kematian dan meningkatkan usia harapan hidup. Namun, disisi
lain pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif
melalui perubahan nilai-nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik
terhadap kesejahteraan lansia.Lansia sering kehilangan pertalian keluarga
yang selama ini diharapkan. Perubahanyang terjadi juga menyebabkan
berkurangnya peran dan status lansia dalam keluarga.Selain itu juga mulai
terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan keluarga terhadaplansia (Junaidi,
2007).
Penduduk lansia di Indonesia tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa,dengan usia
harapan hidup 66,2 tahun, tahun 2010 diperkirakan jimlah lansia sebesar23,9
juta jiwa dengan usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020
jumlahlansia diperkirakan sebesar 28,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup
71,1 tahun.Peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh tingkat
sosial ekonomimasyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan
kesehatan dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat
(MENKOKESRA, 2007).
Pada perubahan sosial antara lain terjadinya penurunan aktivitas, peran
dan partisipasi sosial (Partini, 2002). Permasalahan yang dihadapi lansia
memerlukan pemecahan sebagai upaya untuk menyesuaikan diri atau
beradaptasi terhadap masalah dan tekanan yang menimpamereka.
Konsep untuk memecahkan masalah ini disebut dengan mekanisme
koping.Koping dilakukan untuk menyeimbangkan emosi individu dalam
situasi yang penuh tekanan. Koping merupakan reaksi terhadap tekanan yang
dibutuhkan lansia untukmemecahkan, mengurangi, dan menggantikan kondisi
yang penuh tekanan (Hawari,1997). Dukungan sosial bagi lansia sangat
diperlukan selama lansia masih mampumemahami makna dukungan sosial
tersebut sebagai penyokong atau penopang kehidupannya.
Kenyataanya ada sebagian lansia yang mampu memahami dan
memanfaatkan dukungan sosial dengan optimal dan ada pula lansia yang
kurang mampu memahami adanya dukungan sosial dari orang lain, sehingga
meskipun ia telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja menunjukkan
adanya ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan perilaku yang maladaptif
seperti, kecewa,kesal dan perilaku menyimpang lainnya (Kuntjoro, 2002).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas dari Mata Kuliyah Keperawatan
Gerontik sertamengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
lansia
2. Tujuan Khususa.
 Agar mahasiswa mengetahui pengertian lansia
 Agar mahasiswa mengetahui masalah kesehatan yang dapat terjadi pada
lansia
 Agar mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada lansia
dengan kasus perubahan sosial yang terjadi pada lansia

C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah sebagai berikut :
 Untuk Mahasiswa: di harapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai
pembelajaran mata kuliah keperawatan gerontik.
 Untuk masyarakat: sebagai bahan informasi untuk
menambah pengetahuan kesehatan tentang lansia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Teori Lansia


1. Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proseskehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh
setiap individu. Padatahap ini individu mengalami banyak perubahan baik
secara fisik maupun mental,khususnya kemunduran dalam berbagai
fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan
fisik sebagian dari proses penuaan normal,seperti rambut yang mulai
memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca
indera,acaman bagi integritas orang usia lanjut.
Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan
peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan denganorang-orang yang
dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang
cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000).
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan
akal danfisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam
hidup. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia
mempunyaikemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi
hidup berubah,seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan
memasuki selanjutnya, yaituusia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia
yang normal, siapa orangnya, tentu telahsiap menerima keadaan baru
dalam setiap fase hidupnya dan mencobamenyesuaikan diri dengan
kondisi lingkungannya (Darmojo, 2004).
2. Batas Usia Lansia
Batasan LansiaMenurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut
Usia meliputi:
 Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
 Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
 Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
 Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
Proses Menua Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses
alamiah yang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-
kanak, masadewasa dan masa tua (Nugroho, 1992).
secara biologis maupun secara psikologismemasuki masa tua berarti
mengalami kemunduran secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran
fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut putih, penurunan
pendengaran, penglihatan menurun, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitasemosional meningkat.

3. Klasifikasi Lansia
 Pralansia (prasenilis)Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
 LansiaSeseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
 Lansia Resiko Tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun denganmasalah kesehatan
(Depkes RI, 2003)
 Lansia Potensial Lansia yagn masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkanbarang/jasa (Depkes RI, 2003)
 Lansia tidak Potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada oranglain (Depkes RI, 2003)
4. Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut:
 Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13
tentang Kesehatan)
 Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhanbiopsikososial sampai spiritual, serta kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptife
 Lingkungan tempat tinggal yang bervasiasi

B. Perubahan Aspek Psikososial


Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi
dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (k
natif)meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti
gerakan,tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang
cekatan.Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga
mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepri
badian lansia.Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe
kepribadian lansia sebagai berikut:
Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya
 Tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai
sangat tua.
 Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini
adakecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada
masa lansiatidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi
pada dirinya
 Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini
biasanyasangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan
keluarga selaluharmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi
jika pasangan hidupmeninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
 Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini
setelahmemasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya,
banyakkeinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara
seksama sehinggamenyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
 Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe
iniumumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu
orang lainatau cenderung membuat susah dirinya.

C. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuanideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
jaminan haritua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,
karena pensiunsering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan,
jabatan, peran,kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki
masa pensiunlebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah
diuraikan pada point tiga di atas.

D. Perubahan Dalam Peran Sosial


Masyaraka Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,
gerak fisik dansebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia.Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran
sangat berkurang, penglihatankabur dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak
mereka melakukan aktivitas, selamayang bersang kutan masih sanggup, agar
tidak merasa terasing atau diasingkan.Karena jika keterasingan terjadi akan
semakin menolak untuk berkomunikasidengan orang lain dan kadang-kadang
terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan
menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak
kecil.Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia
yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) , adanya
perasaan keputus asaan dan kurang berharga dalam hidup.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Konsep Gangguan Interaksi Sosial


1. Pengertian
Gangguan interaksi sosial adalah suatu gangguan kepribadian yang
tidakfleksibel, pada tingkah laku yang maladaptif, mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosialnya. Hal ini disebabkan oleh cara
pemecahan masalah yang diselesaikannyakepada orang lain atau
lingkungan sosial (Hamid Achir Yani, dkk. 1994).
2. Rentang Respon Hubungan Sosial
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari selalu
membutuhkan orangdan lingkungan sosial. Manusia tidak akan mampu
memenuhi kebutuhan hidup nyatanpa adanya hubungan dengan
lingkungan sosial, berada dalam rentang yang adaptif sampai
maladaptif. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima
oleh norma-norma sosialdan kebudayaan secara umum yang berlaku,
dengan kata lain bahwa individu tersebut masih dalam batas. Batas
normal menyelesaikan masalah, respon ini meliputi :
1. Menyendiri (solitute) adalah respon yang dibutuhkan seseorang
untukmerenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan
sosialnya dan suatu caramengevaluasi diri untuk menentukan
langkah selanjutnya.
2. Otonomi adalah kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3. Bekerjasama adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana individutersebut mampu untuk saling memberi dan
menerima.
4. Interdependen adalah saling ketergantungan antara individu dengan
orang laindalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu
untuk menyelesaikan masalahnya, misalnya yang sudah
menyimpang dari norma-norma sosial dankebudayaan suatu
tempat. Respon maladaptif yang sering ditemukan antara lain :
 Menarik diri: Terjadi dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membinahubungan secara terbuka dengan orang lain.
 Ketergantungan (dependen): Terjadi bila seseorang gagal
mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk
berfungsi secara sukses.
 Manipulasi: Gangguan hubungan sosial ini terdapat pada
individu yangmenganggap orang lain sebagai obyek. Individu
tersebut tidak dapat membinahubungan sosial secara dalam.
 Curiga: Gangguan ini terjadi bila seseorang gagal
mengembangkan rasa percaya(basic trust) dengan orang lain.
 Narcisisme: Pada individu narcisisme terdapat harga diri yang
rapuh secara terus-menerus, berusaha mendapatkan penghargaan
dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain
tidak mendukung.
3. Diagnosa Keperawatan
 Harga diri rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi
kegagalan pada peristiwa-peristiwa kehidupan.
 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan
ketidakseimbangan sistemsaraf; kehilangan memori;
ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dankemampuan
memecahkan masalah.
 Ansietas berhubungan dengan krisis situasional/maturasional.
 Ketidak patuhan berhubungan dengan sistem penghargaan pasien;
keyakinankesehatan,nilai spiritual, pengaruh kultural.
4. Rencana Keperawatan
 Intervensi Diagnosa 1
 Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang
dikatakannya.Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat
untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas
mengenai perubahan fungsi/gaya hidup.
 Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan
hal-hal tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan
atau dirubah.Rasionalnya: memberi kesempatan untuk
mengidentifikasi kesalahan konsepdan mulai melihat pilihan-
pilihan; meningkatkan orientasi realita.
 Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber
komunitas.Rasionalnya: memungkinkan pasien untuk
berhubungan dengan grup yangdiminati dengan cara yang
membantu dan perlengkapan pendukung, pelayanan dan
konseling.
 Intervensi Diagnosa 2
Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan
teknikrelaksasi keinginan untuk mengekspresikan
perasaan.Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping
yang berhasildilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan
sekarang untukmengatasi tegangan dan memelihara rasa kontrol
individu.
 Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki
pasienRasionalnya: membantu mengidentifikasi dan
membenarkan persepsi realitadan memungkinkan dimulainya
usaha pemecahan masalah.
 Intervensi diagnosa 3:
 Pahami rasa takut/ansietasRasionalnya: perasaan adalah nyata
dan membantu pasien untuk terbukasehingga dapat
mendiskusikan dan menghadapinya.
 Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat
ansietas.Rasionalnya: respon individu dapat bervariasi
tergantung pada pola kulturalyang dipelajari. Persepsi yang
menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar
perasaan.
 Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat
ini dan apayang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan
tidak tertolong dan ansietas.Rasionalnya: menyediakan
petunjuk untuk membantu pasien dalammengembangkan
kemampuan koping dan memperbaiki ekuilibrium.
 Intervensi diagnosa 4:
 Tentukan kepercayaan kultural, spiritual dan
kesehatan.Rasionalnya: memberikan wawasan mengenai
pemikiran/faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi
individu.
 Kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien tentang
situasi dan partisipasi dalam regimen keperawatan.
 Kaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.Rasionalnya:
adanya keluarga/orang terdekat yang
memperhatikan/pedulidapat membantu pasien dalam proses
penyembuhan.
5. Implementasi
a. Intervensi Diagnosa 1:
 Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya..
 Membantu untuk menjelaskan pada pasien hal-hal yang
mungkin perludirubah.
 Memberikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber
komunitas.
b. Intervensi Diagnosa 2:
 Melakukan tindakan untuk memunculkan mekanisme koping.
 Memperbaiki konsep yang dimiliki pasien ke arah yang benar.
c. Intervensi diagnosa 3:
 Memahami rasa takut/ansietas pasien.
 Melakukan tindakan tingkat realita bahaya bagi pasien dan
tingkat ansietas.
 Memotivasi pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi
saat ini dan apayang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan
tidak tertolong dan ansietas.
d. intervensi diagnosa 4:
 Mengarahkan ketentuan kepercayaan kultural, spiritual dan
kesehatan.
 Meningkatkan kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien
tentang situasidan partisipasi dalam regimen keperawatan.
 Mengkaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.
6. Evaluasi
 Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan
diri sebagaiorang yang mampu mengatasi masalahnya.
 Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping
pribadi/kemampuanmemecahkan masalah.
 Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya
ansietas ketingkat yang dapat diatasi.
 Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit
dan pemahaman regimen pengobataan.

Anda mungkin juga menyukai