Anda di halaman 1dari 16

Bagian Ilmu THT-KL 16 Maret 2018

Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia

ATRESIA MEATUS AKUSTIKUS EXTERNUS

Disusun Oleh :

Andi Nur Patria

111 2015 2171

Pembimbing :

dr. Amira Trini Reihania, Sp. THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU THT-KL

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

RSUD HAJI

2018
PENDAHULUAN

Atresia liang telinga merupakan kasus yang jarang dan sering juga disebut

dengan istilah fibrosis meatus media post inflamasi, fibrosis kanal medial post

inflamasi, atresia didapat post inflamasi, atresia meatus akustikus eksterna dan

stenosis liang telinga.1,2 Becker dan Tos, seperti yang dikutip oleh Harcourt3

menemukan insiden atresia liang telinga yang didapat 0.5 per 100.000 pasien yang

datang ke klinik otologi di Copenhagen, Jerman.

Kelainan atresia liang telinga kongenital dapat terjadi bersamaan dengan

mikrotia ataupun gangguan pembentukan kraniofasial lainnya serta sering disertai

dengan anomali pada telinga tengah.6 Atresia liang telinga didapat ini biasanya

disebabkan karena infeksi dan peradangan kronik liang telinga, tindakan pembedahan

sebelumnya, kongenital atau trauma.5,6,7 Becker dan Tos, seperti yang dikutip oleh

Harcourt3 menemukan insiden atresia liang telinga yang didapat 0.5 per 100.000

pasien yang datang ke klinik otologi di Copenhagen, dimana atresia tipe membran 20

kali lebih kecil dibanding tipe solid. Klinik otologi di Tubingen, Jerman melaporkan

6 kasus atresia liang telinga tipe solid yang menjalani operasi dan di London

melaporkan hanya 7 kasus atresia fibrosa didapat yang menjalani operasi dalam 10

tahun.8
TINJAUAN PUSTAKA

A. Embriologi Telinga Luar

Meatus akustikus externus terbentuk dari perkembangan celah faring


pertama bagian dorsal. Pada awal bulan ke tiga perkembangan janin, terjadi
proliferasi sel-sel epitel di bawah meatus yang nantinya akan membentuk sumbatan
meatus. Lalu pada bulan ke tujuh, sumbatan meluruh dan lapisan epitel dilantai
meatus berkembang menjadi gendang telinga definitif. Dimana gendang telinga itu
dibentuk dari lapisan epitel ektoderm di dasar meatus akustikus externus, lapisan
epitel endoderm di cavum timpani dan lapisan intermediate jaringan ikat yang
membentuk stratum fibrosum. Sedangkan aurikula terbentuk dari hasil proliferasi
mesenkim di ujung dorsal pertama dan kedua lengkungan faring yang mengelilingi
celah faring pertama dan membentuk auricular hillock yang berjumlah tiga di masing-
masing sisi lateral meatus akustikus externus dan kemudian auricullar hillock akan
bersatu lalu membentuk auricula definitif. Pada awalnya, telinga luar berada di regio
leher bawah. Setelah terbentuk mandibula, telinga luar naik ke samping kepala
setinggi dengan mata. Atresia pada meatus akustikus externus disebabkan oleh
kegagalan kanalisasi dari celah faring pertama bagian dorsal.

Gambar 2.1 Embriologi telinga luar


B. Anatomi Telinga

Telinga terdiri dari :


a) Telinga luar (auris eksterna),
b) Telinga tengah (auris media), dan
c) Telinga dalam (auris interna).
Telinga luar terdiri dari :
1. Aurikulum
2. Meatus akustikus eksterna
3. Membran timpani
Fungsi : Membantu menghantarkan getaran suara
Batas-batas MAE :
Anterior : Fossa mandibular, parotis
Posterior : Mastoid
Superior : resessus epitimpanikum, cavum cranial
Inferior : parotis
Meatus akustikus eksterna
- Panjang pada orang dewasa sekitar 2 – 2,5 cm
- Terbagi atas :1/3 pars kartilagineus lateral2/3 pars osseus media
Lapisan kulit di atas kartilago mengandung gld. sebasea, gld. seruminosa
dan folikel rambut. Lapisan kulit di atas tulang tidak mengandung lapisan
subkutan kecuali periosteum.
Gambar 2.2 Anatomi Telinga
Membrana tympani
- Ukuran : panjang kira-kira 9mm, pendek 8 mm
- Tebal 0,1 mm, warna putih /kelabu, ada pantulan cahaya
- Bentuk bulat lonjong kerucut
- Posisi cranio-lateral ke caudo-medial
- Terbagi atas 4 kuadran : posterior-superior, posterior-inferior, anterior-
superior, anterior-inferior
- Terdiri dari 3 lapis : epitel skuamous, jar.fibrosa dan mukosa

Gambar 2.3 Membran Timpani Telinga Kiri

C. Atresia Meatus Akustikus Externus

Atresia liang telinga adalah suatu kelainan yang jarang terjadi dengan
karakteristik pembentukan jaringan fibrosis pada liang telinga. Trauma pada
liang telinga pada cedera kepala dapat menyebabkan atresia liang telinga
didapat pasca trauma sehingga menyebabkan tuli konduktif dan terbentuknya
kolesteatom di daerah cul de sac dan memerlukan tatalaksana dengan
kanaloplasti.
Atresia liang telinga sering juga disebut dengan stenosis liang telinga,
namun atresia liang telinga dan stenosis liang telinga sesungguhnya
merupakan 2 hal yang berbeda. Atresia liang telinga didapat merupakan
sumbatan atau plug jaringan lunak pada bagian medial liang telinga luar yang
dapat menempel pada bagian lateral membran timpani, seperti yang terlihat
pada gambar 2.4. Atresia liang telinga ini dapat disebabkan oleh trauma, pasca
operasi, neoplasma atau pasca inflamasi. Stenosis liang telinga adalah
penyempitan sepanjang liang telinga luar (Gambar 2.5). Stenosis liang telinga
luar ini dapat disebabkan oleh malformasi kongenital atau didapat karena
otitis eksterna persisten, trauma, keganasan atau radiasi.1

Gambar 2.4 Atresia liang telinga


Gambar 2.5 Stenosis liang telinga

a) Epidemiologi
Menurut Jahrsdoerfer, kejadian malformasi telinga di New
York City dari tahun 1952-1962 adalah 1 dari 5800 kelahiran.9 Dalam
satu tahun penelitian ini, kejadian atresia meatus akustikus externus
adalah 1 dari 8000 kelahiran.
Atresia meatus akustikus externus jarang terjadi pada orang
dengan pinna normal. Kejadian atresia meatus akustikus externus
dengan microtia adalah 1 dari 10.000-20.000 kelahiran hidup. Atresia
meatus akustikus externus unilateral 3-6 kali lebih mungkin terjadi
daripada atresia bilateral. Telinga kanan lebih sering didapatkan
dibanding telinga kiri. Riwayat keluarga yang menderita atresia
meatus akustikus externus tercatat pada 14% pasien.
Atresia meatus akustikus externus terjadi dengan pinna normal
atau dengan pinna abnormal (yaitu mikrotia bersamaan). Bila atresia
terjadi pada pasien dengan pinna normal, usia diagnosis rata-rata
adalah 2,5 tahun. Namun, ketika atresia meatus akustikus externus
terjadi dengan perkembangan pinna yang tidak normal, usia diagnosis
rata-rata adalah 3,5 tahun. Atresia meatus akustikus externus lebih
sering terjadi pada pria daripada pada wanita.
b) Etiologi
Etiologi yang tepat dari kegagalan kanalisasi meatus akustikus
externus tidak diketahui. Diduga terdapat hubungan antara atresia
meatus akustikus externus dan berat lahir rendah, trauma, toksin, atau
infeksi.
c) Patofisiologi
Meatus akustikus externus terdiri dari bagian tulang rawan
turbulen dan lateral. Komponen tulang berubah dari separuh panjang
MAE pada anak-anak menjadi dua pertiga dari panjang MAE pada
orang dewasa.
Bagian jaringan lunak lateral dari MAE mulai terbentuk pada
usia kehamilan 26-28 minggu, saat steker epitel yang timbul dari celah
faring pertama bagian dorsal mulai berkembang. Selama bulan keenam
perkembangan, bagian tulang medial dibuat dari kondensasi mesenkim
temporal tulang. Sejalan dengan proses kanalisasi, mastoid
memisahkan dari mandibula dan tumbuh di posterior dan inferior.
Atresia kongregasi pada MAE disebabkan oleh kegagalan
kanalisasi bagian steker epitel dari celah cabang pertama. Cincin
timpani yang persisten menghasilkan lempeng atresia pada sisi tulang
MAE pada tingkat membran timpani.
Kegagalan MAE untuk menyalurkan berarti bahwa suara tidak
dapat mencapai membran timpani. Dengan demikian, hasil
pemeriksaan pendengaran didapatkan tuli konduktif. Kelainan
ossicular bersamaan dapat menyebabkan gangguan pendengaran
konduktif tambahan. Selain itu, 11-47% pasien juga memiliki
gangguan pendengaran sensorineural di telinga yang terkena.
Patofisiologi atresia liang telinga karena jaringan lunak belum
jelas namun diperkirakan mengalami beberapa tahap. Tahap pertama,
beberapa kondisi seperti infeksi atau trauma menyebabkan tumbuhnya
jaringan granulasi pada liang telinga, membran timpani atau pada
keduanya. Jaringan granulasi terinfeksi dan terjadi proliferasi jaringan,
tahap ini disebut tahap aktif atau fase immatur. Tahap matur terjadi
ketika jaringan granulasi terus tumbuh dan dilapisi oleh epitel
skuamosa.
d) Klasifikasi
Tos & Bonding seperti yang dikutip oleh Harcourt3 dan
Becker8, membagi atresia liang telinga luar dalam dua kategori yaitu
tipe solid dan tipe membran. Atresia liang telinga tipe solid yaitu liang
telinga yang buntu karena terbentuknya jaringan ikat pada bagian
medial liang telinga, yang berhubungan dengan membran timpani
(gambar 2.6). Tipe solid biasanya berhubungan dengan otitis eksterna
atau otitis media. Atresia liang telinga tipe membran yaitu
terbentuknya suatu membran yang terdiri dari jaringan ikat yang
dilapisi oleh epitel kulit liang telinga pada bagian medial dan lateral
membran, terbentuknya atresia membran jauh dari membrane timpani
sehingga membagi liang telinga menjadi bagian lateral dan medial,
pada bagian medial dapat ditemukan kolesteatom (gambar 2.7). Tipe
membrane ini terutama disebabkan oleh trauma, di presipitasi oleh
iritasi sirkular, luka bakar atau ulserasi kulit liang telinga yang
melingkar. Beberapa etiologi dapat menyebabkan atresia liang telinga
seperti yang telah diuraikan di atas, tetapi patogenesisnya secara
umum adalah adanya respon inflamasi fibroproliferatif. 9
Gambar 2.6 Atresia liang telinga tipe solid

Gambar 2.7 Atresia liang telinga tipe membran

Schuknecht membagi atresia liang telinga luar kongenital


menjadi 4 tipe yaitu tipe A, tipe B, tipe C, dan tipe D.
- Tipe A : Atresia pada liang telinga yang terbatas pada bagian
fibrokartilago dari liang
- Tipe B : Atresia sebagian dengan penyempitan pada bgian tulang
dan kartilago dari liang
- Tipe C : Atresia total dengan tidak terbentuknya bagian tulang
liang
- Tipe D : sama seperti tipe C dengan ada sedikit pneumatisasi
mastoid9,10,11
e) Diagnosis
Diagnosis atresia liang telinga dapat ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan otoskopi, audiometri nada murni dan
pemeriksaan penunjang tomografi komputer. Pada audiometri nada
murni biasanya didapatkan tuli konduksi derajat sedang. Tomografi
komputer resolusi tinggi tidak hanya memastikan adanya jaringan
lunak dan penonjolan tulang di liang telinga, tapi juga menilai telinga
tengah, tulang pendengaran dan mastoid.2 Tomografi komputer
resolusi tinggi pada kasus atresia liang telinga dilakukan sebagai
pemeriksaan penunjang untuk mengevaluasi kondisi tulang dan
jaringan lunak di liang telinga serta membedakan atresia liang telinga
tipe solid dan tipe membrane.3 Tomografi komputer juga digunakan
untuk menilai kemungkinan adanya kolesteatom. Tipe dari atresia dan
adanya kolesteatom yang meluas dari liang telinga ke telinga tengah
dan kavum mastoid akan mempengaruhi teknik pembedahan.3,9
Data prenatal dan perinatal, infeksi, trauma, penggunaan obat,
riwayat kehamilan ibu, alkoholisme dan penyalahgunaan obat- obatan,
riwayat penyakit pada keluarga (gangguan pendengaran, kesulitan
bicara dan psikologis harus ditanyakan. Pemeriksaan harus dilakukan
secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada kelainan kongenital
lainnya. Fokus utama orang tua pada saat melihat kelainan pada
telinga adalah masalah pendengarannya. Pemeriksaan pendengaran
dengan brainstem evoked response audiometric test (BERA) dapat
dilakukan segera setelah lahir dan lebih baik dilakukan dalam
keadaan tidur tanpa sedasi. Pada kelainan telinga kongenital unilateral
seringkali telinga yang berbentuk normal tidak memiliki gangguan
pendengaran tetapi hal ini tetap harus dibuktikan. Telinga yang
mengalami kelainan biasanya mengalami tuli konduktif maksimum 60
dB dan kadang-kadang gangguan pendengaran berupa tuli
sensorineural yang ditemukan pada 10 15% kasus. Pada mikrotia
bilateral dengan tuli konduktif, penggunaan alat bantu dengar hantaran
tulang dapat membantu perkembangan bicara dan bahasa.
Jika memungkinkan, uji saring timpanometri dapat dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya otitis media efusi dan gangguan fungsi
tuba. Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan pada anak-anak dengan
atresia dengan gangguan pendengaran.
f) Penatalaksanaan
Tatalaksana atresia liang telinga didapat meliputi debridement
lokal, antibiotik dan kauterisasi pada fase aktif atau fase infeksi.
Ketika terjadi fibrosis atau fase matur pilihannya adalah pembedahan
berupa kanaloplasti.4,5 Terapi pembedahan diindikasikan untuk koreksi
tuli konduksi, untuk mencegah terbentunya kolesteatom, pembentukan
liang telinga yang lapang dengan self-cleaning yang normal dan
membrane timpani yang relatif tipis dan stabil.3,5,7
Pada anak-anak dengan atresia liang telinga unilateral dengan
pendengaran normal pada telinga kontralateral tidak diperlukan
intervensi medis segera karena tidak memiliki manfaat yang cukup
besar. Pada pasien atresia liang telinga digunakan alat bantu dengar
hantaran tulang (BAHA). Pemakaian alat bantu dengar lebih awal
dibutuhkan pada atresia liang telinga bilateral.
Sebagian besar ahli otology menyarankan untuk menunda
operasi rekonstruksi atresia unilateral sampai mencapai usia dewasa.
Operasi rekonstruksi atresia harus mempertimbangkan derajat
ketulian, prediksi kenaikan pendengaran setelah rekonstruksi dan
resiko cedera nervus fasialis. Peningkatan ambang dengar 25 dB atau
lebih akan meningkatkan kualitas hidup penyandang atresia liang
telinga, namun diperkirakan hanya 50% pasien yang dapat mencapai
kenaikan seperti ini. Rekonstruksi atresia telinga bilateral dilakukan
pada telinga yang lebih baik berdasarkan gambaran tomografi
komputer. Rekonstruksi atresia liang telinga bilateral dianjurkan saat
anak memasuki usia sekolah.
Terdapat beberapa kriteria untuk menentukan kandidat apakah
atresia telinga kongenital dapat dioperasi atau tidak, diantaranya
telinga dalam yang normal, fungsi koklea yang normal, skor
Jahrsdoerfer >6, atresia telinga bilateraldan tidak terdapat sindrom lain
seperti Goldenhar, Treachercollins, Crouzon yang menyertai.
Terdapat system penghitungan status perkembangan telinga
dari Jahrsdoefer untuk memprediksi hasil rekonstruksi, di mana nilai
total 7 atau lebih diartikan prognosis yang baik sedangkan nilai kurang
berarti prognosis yang kurang baik.
Terdapat beberapa pendekatan jenis operasi yang dilakukan
pada atresia liang telinga kongenital diantaranya pendekatan
transkanal, transmastoid dan pendekatan anterior. Pada kasus atresia
liang telinga kongenital dengan kolesteatom kongenital, pendekatan
yang dipilih adalah pendekatan transmastoid dan anterior dikarenakan
pendekatan transkanal mempunyai keterbatasan dalam mengevaluasi
daerah mastoid dan tidak dapat mengeradikasi jaringan patologis yang
terdapat di rongga mastoid sehingga pendekatan ini hanya dilakukan
pada kasus atresia liang telinga kongenital yang tanpa disertai
kolesteatom. Pada pendekatan transmastoid, dimulai dengan
melakukan pengeboran pada mastoid, kemudian dilakukan atikotomi.
Dilakukan pengeboran pada liang telinga yang atresia sehingga
terbentuk kanal sampai ke rongga telinga tengah. Pengeboran pada
liang dilakukan dengan menggunakan mata bor diamond sehingga
dapat mencapai telinga tengah tanpa merusak tulang-tulang
pendengaran.13

Meatoplasti sangatlah penting. Kavitas operasi ditampon


dengan tampon yang lebarnya kira-kira 1 cm dengan panjang
secukupnya yang telah diberi antibiotic, dipasang tidak terlalu padat
pada kavitas tersebut. Tampon telinga dipertahankan hingga 10 hari.
Pengangkatan tampon harus dilakukan dengan hati-hati. Bila
didapatkan jaringan granulasi maka di pasang gelfoam yang dilapisi
antibiotik di dalam kanal dan dipertahankan selama 7 sampai 10 hari.
Komplikasi dari rekonstruksi atresia telinga kongenital
yang dapat terjadi diantaranya lateralisasi graft membrane timpani (22-
28%), stenosis liang telinga (8-20%), trauma dan nyeri pada sendi
temporomandibular (2%), kerusakan saraf wajah (1%) dan tuli
sensorineural (2-5%).13
DAFTAR PUSTAKA

1. Jacobsen N, Mills R. Management of stenosis and acquired atresia of the


external auditory meatus. Laringology & Otology. 2006; 120:266-71.
2. Suzukawa K, Karino S, Yamasoba T. Surgical treatment of medial meatal
fibrosis Report of four cases. Auris Nasus Larynx . 2007 ;34:365– 368
3. Harcourt JP. Acquired atresia of the external ear. In: Gleesom M et al editors.
Scott-Brown’ Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 7nd ed. 2008. p.
3346-50
4. Battista RA, Esquivel C. Canaloplasty for canal stenosis. In Haberman RS.
Middle ear and mastoid surgery. Thieme. New York ;2004. p. 188-97
5. Lin VY, Chee GH, David EA, Chen JM.Medial Canal Fibrosis : Surgical
technique, result and propose grading system. Otology & Neurootology. 2005;
26: 825-29
6. El-Sayed Y. Acquired medial canal fibrosis. The journal of Laryngologi and
Otology. 1998; 112: 145-9
7. Kroon DF, Strasnick B. Diseases of the auricle, external auditory canal, and
tympanic membrane. In : Galsscock III ME, Gulya AJ, editors. Glasscock-
Sambaugh, Surgery of the ear.
8. Mattox DE, Nagaer GT, Levin LS. (1991). Congenital aural atresia:
embryology, pathology, classification, genetics, and surgical management. In:
Paparella MM, Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL, eds.
Otolaryngology. 3rd ed ., Vol. 2. Philadelphia : WB Saunders, 1191-1226.
9. Jahrsdoerfer, RA. Congenital Atresia of the Ear. Laryngoscope. 1978. 88(9 pt.
3 Suppl 13):1-48
10. Ishimoto S, Ito K, Yamasoba T. Correlation between microtia and temporal
bone malformation evaluated using grading system. Arch otolaryngol Head
Neck Surgery. 2005.
11. Sabbagh W. Early experience in microtia reconstruction : the first 100 cases.
2011.
12. Yellon RF. Congenital external auditory canal stenosis and partial atretic
plate. Int J of Ped Otol. 2009.
13. Digoy, G. Gueva A. Congenital aural atresia: review of short and longterm
surgical results. Journal of otology and neurotology. 2006.

Anda mungkin juga menyukai