Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan
untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu
bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi
menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari
telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan
menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk
diolah. Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi
dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu
bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi
menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari
telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan
menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk
diolah.
Trauma telinga adalah kompleks, sebagai agen berbahaya yang berbeda
dapat mempengaruhi berbagai bagian telinga. Para agen penyebab trauma
telinga termasuk faktor mekanik dan termal, cedera kimia, dan perubahan
tekanan. Tergantung pada jenis trauma, baik eksternal, tengah, dan / atau
telinga bagian dalam bisa terluka.

B. Tujuan Penulisan.
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Trauma telinga
2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi Trauma telinga
3. Mahasiswa dapat mengetahui menifestasi klinis dari Trauma telinga
4. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi Trauma telinga
5. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi Trauma telinga
6. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang Trauma telinga
7. Mahasiswa dapat mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan dari Trauma
telinga
8. Mahasiswa dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan Trauma telinga
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi Telinga


1. Anatomi Telinga
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut.
Telinga Luar, terdiri dari :
a. Pinna/Aurikel/Daun Telinga
Pinna merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi kulit, melekat
pada Sisi kepala. Pinna membantu mengumpulkan gelombang suara dan
perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus.
b. Liang Telinga/Kanalis Autikus Externus (KAE)
Memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian
medial, seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang
rawan ini. Terdapat di KAE adalah sendi temporoman-dibular, yang
dapat kita rasakan dengan ujung jari pada KAE ketika membuka dan
menutup mulut.
c. Kanalis Auditorius Exsternus
Panjangnya sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis mengandung kelenjar
glandula seruminosa yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut
juga serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan
perlindungan kulit. Kanalis Auditorius Eksternus akan berakhir pada
membran timpani.
Telinga Tengah, terdiri dari :
a. Membran Timpani/Gendang Telinga membatasi telinga luar dan tengah.
Merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncak-nya umbo
mengarah ke medial. Membrane timpani tersusun oleh suatu lapisan
epidermis, lapisan fibrosa, tempat melekatnya tangkai malleus dan
lapisan mukosa di bagian dalamnya.
b. Kavum Timpani
Dimana terdapat rongga di dalam tulang temporal dan ditemu-kan 3 buah
tulang pendengaran yang meliputi :
1) Malleus, bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga.
2) Inkus, menghubungkan maleus dan stapes.
3) Stapes, melekat pda jendela oval di pintu masuk telinga dalam.
c. Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian bawah
samping kavum timpani, antrum dilapisi oleh mukosa yang merupakan
lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani, rongga ini berhubungan
dengan beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat
dibelakang bawah antrum di dalam tulang temporalis.
d. Tuba Auditiva Eustakhius
Dimana terdapat saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan
miring kebawah agak ke depan dilapisi oleh lapisan mukosa. Tuba
Eustakhius adalah saluran kecil yang memungkinkan masuknya udara
luar ke dalam telinga.
Telinga Dalam, terdiri dari :
telinga dalam terdapat jauh didalam bagian petrous tulang temporal,
didalamnya terdapat organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan
(kanalis semisirkularis) dan saraf cranial VII (nervus fasialis) dan nervus
VIII (nervus kokleovestibularis).

2. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
pinna dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani, diteruskan ke
telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan lurus membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getaran tersebut akan diteruskan ke stapes yang menggerakan
tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibula bergerak. Getaran
diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe sehingga
akan menimbulkan gerakan relative antara membran basalis dan
membrantektoria.
Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
meimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke
korteks pendengaran di lobus temporalis.

B. Trauma Telinga
1. Pengertian
Trauma telinga adalah kompleks, sebagai agen berbahaya yang
berbeda dapat mempengaruhi berbagai bagian telinga. Para agen penyebab
trauma telinga termasuk faktor mekanik dan termal, cedera kimia, dan
perubahan tekanan. Tergantung pada jenis trauma, baik eksternal, tengah,
dan / atau telinga bagian dalam bisa terluka.
Trauma liang telinga umumnya disebabkan oleh kesalahan sewaktu
membersihkan telinga dengan cotton bud atau alat pembersih telinga
lainnya. Akibatnya terjadi luka atau hematoma pada kulit liang telinga.
Trauma pada membran timpani disebabkan oleh tamparan, ledakan
(barotrauma), menyelam yang terlalu dalam, luka bakar ataupun tertusuk.
Akibatnya timbul gangguan pendengaran berupa tuli konduktif karena
robeknya membran timpani atau terganggunya rangkaian tulang
pendengaran, yang terkadang disertai tinitus.
Trauma tulang temporal dan fraktur basis kranium yang terbanyak
adalah dari jenis fraktur yang mempunyai garis fraktur longitudinal. Fraktur
jenis ini mengenai liang telinga, membran timpani, telinga tengah, tuba
eustachius dan foramen laserum. Gejalanya berupa perdarahan pada liang
telinga, tuli konduktif, keluarnya cairan serebrospinal dan paresis saraf
fasial. Fraktur tulang temporal jenis lain adalah fraktur tulang temporal
dengan garis fraktur transversal. Biasanya memberikan gejala yang lebih
berat. Dapat ditemukan hemotimpanum, keluarnya cairan serebro spinal dari
hidung, tuli sensorineural dan sering ditemukan paresis saraf fasialis.

2. Etiologi
Menurut Soepardi (2000: 30), penyebab utama dari trauma telinga antara
lain:
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Perkelahian
c. Kecelakaan dalam bidang olahraga
d. Luka tembak
e. Kebiasaan mengorek kuping

3. Manifestasi Klinik
Menurut Soepardi (2000: 30), manifestasi klinik trauma telinga antara
lain:
a. Edema
b. Laserasi
c. Luka robek
d. Hilangnya sebagian/seluruh daun telinga
e. Perdarahan
f. Hematom
g. Nyeri kepala
h. Nyeri tekan pada kulit kepala
i. Fraktur tulang temporal

C. Trauma telinga luar


1. Pengertian
Trauma telinga luar merupakan cedera pada telinga luar
misalnya akibat pukulan t umpul, a t au akibat suatu
k e c e l a k a a n , b i s a m e n y e b a b k a n memar d i antara kartilago dan
perikondrium.
Macam-Macam Trauma
a. Laserasi
1) Etiologi, merupakan luka pendarahan yang disebabkan oleh
mengorek-ngorek telinga.
2) Gambaran klinis, laserasi pada dinding kanalis dapat menyebabkan
perdarahan sementara.
3) Pengobatan, tidak memerlukan pengobatan selain hentikan
perdarahan, bila perlu pergi ke dokter untuk memas t i kan
t i dak ada p er fo ra s i membran t impani. Laserasi hebat pada
aurikula harus diexplorasi untuk mengetahui apakah ada kerusakan
tulang rawan.
b. Frostbitea
1) Etiologi, Sengatan pada suhu yang dingin pada aurikula timbul dengan
cepat pada lingkungan bersuhu rendah dengan angin dingin yang kuat.
2) Gambaran klinis, Sengatan pada suhu yang dingin pada aurikula
timbul dengan cepat pada lingkungan bersuhu rendah dengan angin
dingin yang kuat. Sehingga mengalami Vasokontriksi hebat
pembuluh darah telinga bagian luar yang diikuti priode dilatasi
yang berlangsung lebih lama.
3) Pengobatan/penatalaksanaan
4) Pemanasan yang cepat 100-108 F/ tidak > 37 C.
5) Berikan analgesik
6) Jika menimbulkan infeksi yang nyata secara klinis, berikan antibiotic.
c. Hematoma
1) Etiologi, Gumpalan darah yang diakibatkan oleh luka dalam yang
sering terjadi pada petinju dan pegulat.
2) Gambaran klinis, Jika terjadi penimbunan darah di daerah yang cedera
tersebut, maka akan terjadi perubahan bentuk telinga luar dan
tampak massa berwarna ungu kemerahan. Darah yang
tertimbun ini (hematoma) bisa menyebabkan terputusnya
a l i ran darah ke kartilago sehingga t erjadi perubahan
bentuk telinga. Kelainan bentuk ini disebut telinga bunga kol, yang
sering ditemukan pada pegulat dan petinju.
3) Penatalaksanaan, Untuk membuang hematoma, biasanya
digunakan alat penghisap dan penghisapan dilakukan sampai
hematoma betul-betul sudah tidak ada lagi (biasanya selama 3-7
hari). Dengan pengobatan, kulit dan perikondrium akan
kembali ke pos i s i normal s ehingga darah b i s a kembali
me nc ap ai kartilago. Jika terjadi robekan pada telinga, maka
dilakukan penjahitan dan pe mb id ai an pada kartilagonya.
P ukulan yang kuat pada r ahang b i s a menyebabkan patah
tulang di sekitar saluran telinga dan merubah bentuk saluran
telinga dan seringkali terjadi penyempitan. Perbaikan bentuk bisa
dilakukan melalui pembedahan.`

D. Trauma Telinga Tengah


Trauma pada telinga tengah biasanya disertai dengan sakit telinga dan
kadang-kadang juga disertai dengan pendarahan dari telinga, gangguan
pendengaran, dan kelemahan wajah ipsilateral. Bentuk lengkung EAC, dengan
isthmus sempit, membantu untuk melindungi TM dari cedera langsung.
Fungsi laindari tuba eustachius juga membantu untuk mencegah
pecahnya TM dari perubahan tekanan berlebih. Ketika mekanisme pelindung
gagal, atau kekuatan ekstrem terjadi pada telinga atau kepala, perforasi
traumatis dari TM dapat terjadi, biasanya terjadi di bagian tengah. Sebuah
perforasi traumatik TM dapat disebabkan oleh trauma langsung ke TM oleh
FB, ledakan, tekanan perubahan dari udara atau air, atau akibat dari trauma
kepala dengan atau tanpa fraktur tulang temporal.
Mayoritas perforasi TM traumatis akan dapat sembuh secara spontan.
Jika tidak ada bukti infeksi, penggunaan topikal antibiotik tidak diperlukan.
Resep obat tetes telinga mengandung gentamisin selama lebih dari lima sampai
tujuh hari dapat mengakibatkan ototoxicity dan harus dihindari. Terapi
konservatif untuk mencegah infeksi sekunder biasanya diperlukan.
Tympanoplasty jarang diperlukan, kecuali bila perforasi terus-menerus terjadi.
Ketika luka misalnya terjadi perforasi TM sangat sulit untuk disembuhkan.
Dalam kondisi di mana perubahan tekanan eksternal yang cepat
(misalnya dalam penerbangan pesawat, menyelam, atau ledakan) barotrauma
otic mungkin terjadi. Pecahnya pembuluh darah halus di telinga tengah
menyebabkan pengumpulan darah pada dalam permukaan TM atau ruang
telinga tengah, yang dikenal sebagai hemotympanum. Pencegahan barotrauma
selama penerbangan pesawat sangat penting utamanya pada fungsi tuba
eustachius.
Trauma membran tympani adalah kelainan pada mebran timpani yang
disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung. Biasanya muncul
gejala tinius, gangguan pendengaran, vertigo, dan dapat terjadi infeksi.
Penangannya yaitu Pada keadaan akut, dilakukan pencegahan terjadinya
infeksi sekunder dengan menutup liang telinga yang trauma dengan kasa steril.
Biasanya perforasi akan sembuh secara spontan.Operasi emergensi dilakukan
pada trauma tembus dengan gangguan pendengaran sensorineural dan vertigo,
dengan kecurigaan fraktur dan impaksi kaki stapes ke vertbuler atau fistua
perilimpa. Jika perforasi menetap setelah 4 bulan, dan terdapat gangguan
pendengaran konduktif >20 dB, merupakan indikasi timpanoplasti. Lakukan
pemeriksaan Audiometri atau CT scan bila diduga ada benda asing atau
rusaknya rangkaian tulang pendengaran

E. Trauma telinga dalam


Organ yang sangat sensitif di dalam telinga adalah organ pendengaran
(koklea) dan keseimbangan (Reseptor otolithic dan kanal berbentuk setengah
lingkaran) yang terletak dalam bagian dari tulang temporal, dikelilingi oleh
tulang padat dikenal sebagai kapsul otic. Meskipun perlindungan yang baik
dari tulang dalam tubuh manusia, unsur-unsur telinga dalam yang rapuh, rentan
terhadap trauma kepala baik longitudinal atau transversal yang menyebabkan
fraktur. Seorang pasien dengan riwayat trauma kepala, menunjukkan
pendarahan dari telinga, mengalami gangguan pendengaran konduktif, dan
kelainan bentuk membran timpani yang diperiksa dengan menggunakan
otoscopy (Gambar 8), merupakan gejala dari fraktur longitudinal. Cedera
kepala berat, biasanya setelah pukulan ke tengkuk, dapat mengakibatkan
fraktur melintang di labirin tulang. Gambaran klinis dari fraktur melintang
meliputi kerusakan saraf sensorik yang mengakibatkan gangguan pendengaran
dan vertigo yang parah. Computed tomography (CT) scan tulang temporal
adalah alat yang bermanfaat untuk mendiagnosis.

F. Penatalaksanaan Kedaruratan trauma telinga


1. Pasien diistirahatkan duduk atau berbaring
2. Atasi keadaan kritis ( tranfusi, oksigen, dan sebagainya )
3. Bersihkan luka dari kotoran dan dilakukan debridement,lalu hentikan
perdarahan
4. Pasang tampon steril yang dibasahi antiseptik atau salep antibiotik.
5. Periksa tanda-tanda vital,
6. Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan penerangan yang baik, bila
mungkin dengan bantuan mikroskop bedah atau loup untuk mengetahui
lokasi lesi.
7. Pemeriksaan radiology bila ada tanda fraktur tulang temporal. Bila mungkin
langsung dengan pemeriksaan CT scan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan dengan Otoskopik
Mekanisme :
- Bersihkan serumen
- Lihat kanalis dan membran timpani
Interpretasi :
- Warna kemerahan, bau busuk dan bengkak menandakan adanya infeksi
- Warna kebiruan dan kerucut menandakan adanya tumpukan darah dibelakang
gendang.
- Kemungkinan gendang mengalami robekan.

b. Pemeriksaan Ketajaman
Test penyaringan sederhana
1. Lepaskan semua alat bantu dengar
2. Uji satu telinga secara bergiliran dengan cara tutup salah satu telinga
3. Berdirilah dengan jarak 30 cm
4. Tarik nafas dan bisikan angka secara acak (tutup mulut)
5. Untuk nada frekuensi tinggi: lakukan dgn suara jam

c. Uji Ketajaman Dengan Garpu Tala


Uji weber
1. Menguji hantaran tulang (tuli konduksi)
2. Pegang tangkai garpu tala, pukulkan pada telapak tangan
3. Letakan tangkai garpu tala pada puncak kepala pasien.
4. Tanyakan pada pasien, letak suara dan sisi yang paling keras.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pasien diistirahatkan duduk atau berbaring
2. Atasi keadaan kritis ( tranfusi, oksigen, dan sebagainya )
3. Bersihkan luka dari kotoran dan dilakukan debridement,lalu hentikan
perdarahan
4. Pasang tampon steril yang dibasahi antiseptik atau salep antibiotik.
5. Periksa tanda-tanda vital
6. Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan penerangan yang baik, bila
mungkin dengan bantuan mikroskop bedah atau loup untuk mengetahui
lokasi lesi.
7. Pemeriksaan radiology bila ada tanda fraktur tulang temporal. Bila mungkin
langsung dengan pemeriksaan CT scan.
I. Patofisiologi
1. Trauma liang telinga umumnya disebabkan oleh kesalahan sewaktu
membersihkan telinga dengan cotton bud atau alat pembersih telinga
lainnya. Akibatnya terjadi luka atau hematoma pada kulit liang telinga.
2. Benda asing yang masuk ke telinga biasanya disebabkan oleh beberapa
factor antara lain pada anak – anak yaitu factor kesengajaan dari anak
tersebut, factor kecerobohan misalnya menggunakan alat-alat pembersih
telinga pada orang dewasa seperti kapas, korek api ataupun lidi.
3. Masuknya benda asing ke dalam telinga yaitu ke bagian kanalis audiotorius
eksternus akan menimbulkan perasaaan tersumbat pada telinga, sehingga
klien akan berusaha mengeluarkan benda asing tersebut. Namun, tindakan
yang klien lakukan untuk mengeluarkan benda asing tersebut sering kali
berakibat semakin terdorongnya benda tersebut ke bagian tulang kanalis
eksternus sehingga menyebabkan laserasi kulit dan melukai membrane
timpani. Akibat dari laserasi kulit dan lukanya membrane timpanai, akan
menyebabkan gangguan pendengaran , rasa nyeri telinga atau otalgia dan
kemungkinan adanya risiko terjadinya infeksi.

J. Komplikasi
Akibat Trauma telinga yaitu akan terjadi komplikasi, yaitu tulang rawan
hancur dan menciut serta keriput, sehingga terjadi telinga lisut (cauliflower
ear).(Helmi Sosialisman dkk,2004)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA TELINGA

A. Pengkajian
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh adanya nyeri, apalagi jika daun telinga
disentuh. Didalam telinga terasa penuh karena adanya penumpukan serumen
atau disertai pembengkakan.Terjadi gangguan pendengaran dan kadang-
kadang disertai demam.Telinga juga terasa gatal.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang: Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan segera yang diberikan
setelah kejadian
b. Riwayat Kesehatan Masa. LaluTanyakan pada klien dan keluarganya:
1) Apakah klien dahulu pernah menderita sakit seperti ini?
2) Apakah sebelumnya pernah menderita penyakit lain, seperti panas
tinggi,kejang?
3) Apakah klien sering mengorek-ngorek telinga dengan benda asing
yangdapat mengakibatkan lesi (luka)?
4) Bagaima klien mengobati luka tersebut pada telinga?
5) Apakah pernah menggunakan obat tetes telinga atau salep?
6) Apakah pernah keluar cairan dari dalam telinga?
7) Bagaimana karakteristik dari cairannya (warna, bentuk, dan bau)?
3. Biodata
a. Identitas klien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor register,
dandiagnosa medis.
b. Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia,
pendidikan,pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan alamat.
c. Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin,
hubungandengan klien, dan status kesehatan.
4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Inspeksi keadaan umum telinga, pembengkakan pada MAE
(meatusauditorius eksterna) perhatikan adanya cairan atau bau, warna
kulit telinga,penumpukan serumen, tonjolan yang nyeri dan berbentuk
halus, serta adanya peradangan.
b. Palpasi, Lakukan penekanan ringan pada daun telinga, jika terjadi respon
nyeridari klien, maka dapat dipastikan klien menderita otitis
eksternasirkumskripta (furunkel).
5. Data subjektif dan data objektif
a. Data subjektif
1) Klien mengeluh telinganya sakit atau nyeri atau terasa gatal
2) Klien mengeluh pendengarannya berkurang.
3) Klien mengatakan sering mengorek telinganya dengan benda asing
sehingga menyebabkan lesi.
4) Klien mengatakan kepala terasa pusing.
b. Data objektif
1) Klien berespons kesakitan saat daun telinganya disentuh.
P : saat disentuh
Q : menusuk
R : daerah sekitar telinga
S:5
T : intermitten (saat disentuh)
2) Klien tampak meringis kesakitan
3) Klien sering mendekatkan telinganya kepada perawat saat
perawatberbicara.
4) Adanya benjolan atau furunkel pada telinga atau filamen jamur
yangberwarna keputih-putihan.
5) Liang telinga tampak sempit, hyperemesis dan edema tanpa batas
yangjelas.
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b/d trauma dan proses inflamasi
2. Gangguan persepsi sensori: pendengaran b/d adanya benjolan atau furunkel
3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kesukaran
memahami orang lain (kurangnya pendengaran).
4. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab infeksi dan
tindakan pencegahannya.
5. Resiko gangguan konsep diri berhubungan dengan terjadinya ketulian,
sekunder terhadap tanda-tanda infeksi.

C. Intervensi
1. Nyeri b/d trauma dan proses inflamasi
a. Kaji tingkat nyeri klien
b. Lakukan pembersihan telinga secara teratur dan hati-hati.
c. Beri penyuluhan kepada klien tentang penyebab nyeri dan penyakit yang
dideritanya.
d. Berikan kompres hangat pada daerah nyeri
e. Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan antibiotik.
2. Gangguan persepsi sensori: pendengaran b/d adanya benjolan atau furunkel
a. Masukkan tampon yang mengandung antibiotik ke dalam liang telinga.
b. Berikan kompres rivanol 1/1000 selama 2 hari.
c. Lakukan irigasi telinga dan keluarkan serumen atau secret.
d. Lakukan aspirasi secara steril (bila terjadi abses) untuk mengeluarkan
nanahnya.
3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kesukaran
memahami orang lain (kurangnya pendengaran)
a. Kaji kemampuan mendengar klien.
b. Identifikasi metode alternatif dan efektif untuk berkomunikasi
c. Usahakan saat berbicara selalu berhadapan dengan klien.
4. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab infeksi dan
tindakan pencegahannya.
a. Kaji status psikologis dan emosional
b. Anjurkan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
c. Gunakan terminologi positif, hindari penggunaan istilah yang
menandakan abnormalitas prosedur atau proses.
d. Berikan kesempatan pada klien untuk memberi masukan pada proses
pengambilan keputusan.
e. Anjurkan penggunaan/kontinuitas teknik pernapasan dan latihan
relaksasi.
5. Resiko gangguan konsep diri berhubungan dengan terjadinya ketulian,
sekunder terhadap tanda-tanda infeksi.
a. Dorong individu atau keluarga untuk mengekspresikan perasaan,
khususnya mengenai pandangan, pemikiran, dan perasaan seseorang.
b. Dorong individu atau keluarga untuk bertanya mengenai masalah,
penanganan, perkembangan dan prognosa kesehatan.
c. Berikan informasi yang akurat kepada klien dan keluarga dan perkuat
informasi yang sudah ada.
d. Perjelas berbagai kesalahan konsep individu mengenai diri, perawatan,
atau pemberi perawatan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan) . Indera pendengaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting
untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan
mendengar.
Trauma telinga adalah kompleks, sebagai agen berbahaya yang berbeda
dapat mempengaruhi berbagai bagian telinga. Para agen penyebab trauma
telinga termasuk faktor mekanik dan termal, cedera kimia, dan perubahan
tekanan. Tergantung pada jenis trauma, baik eksternal, tengah, dan / atau
telinga bagian dalam bisa terluka.
.
B. Saran
1) Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama
mahasiswa keperawatan
2) Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.
3) semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi
dan forum terbuka
DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. (1997). Boles: buku ajar penyakit THT. Jakarta: EGC.

Cody, D Thane, Kern, Eugene & Pearson, W Bruce. (1991). Penyakit telinga
hidung dan tenggorokan. Jakarta: EGC.

Doengoes, M.E., Moorhouse, Many Frances, & Geissler, Alice CC. (1999).
Rencana asuhan keperawatan:pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. edisi 3. Jakarta: EGC.

Haryani, Ani. (2004). Nursing diagnosis a guide to planning care. 4th ed.

Harold, Ludman. (1992). Petunjuk penting pada penyakit THT. Jakarta:


Hipokrates.

Ignativicius, Donna D., Bayne, Marilynn V. (1991). Medical surgical nursing: a


nursing process approach. Philadelphia: WB Saunders Company.

Nanda. (2001). Nursing diagnosis: definition and classification, 2001-2002.


Philadelphia: North American Nursing Diagnosis Association.

Priharjo, Robert. (1996). Pengkajian kepala dan leher. Dalam 4 Asih, Ni Luh
Gede.

Smeltzer, Suzzane C., Bare G. Brenda. (2000). Brunner and Suddart’s: textbook
of medical-surgical nursing. Philadelphia: Lippincett.

Anda mungkin juga menyukai