Anda di halaman 1dari 23

REVIEW LAPORAN

PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN (PAK)


PADA PASIEN DENGAN KARSINOMA NASOFARING
RSUP DR. KARIADI SEMARANG

Disusun oleh :

RADIAH ILHAM P1337420820001


SUPARDI P1337420820002
ARNA SULISTIANA P1337420820003
NOVEMA ASHAR NURAHMAN P1337420820005

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER


TERAPAN PROGRAM PASCASARJANA POLTEKKES KEMENKES
SEMARANG 2020
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KARSINOMA NASOFARING
KEMOTERAPI

Pengertian Asuhan Keperawatan pada tumor ganas yang berasal dari


epitel mukosa atau jaringan limfoepitelial nasofaring
terutama pada fosa Rosenmuller yang terletak di bagian
belakang atas torus tubarius. Kanker nasofaring adalah
kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring yang berada
di rongga belakang hidung dan di belakang langit-langit
rongga mulut.
Asesmen Keperawatan 1. Tingkat kesadaran
2. Keadaan umum lemah, kurang aktif
3. Bunyi nafas abnormal
4. Status pernafasan
5. Mual dan muntah
6. Anoreksia
7. Status nutrisi
8. Intake dan output cairan
9. Penurunan imunitas
10. Profil darah abnormal (darah rutin, kimia klinik,
elektrolit)
11. Kenyamanan (nyeri)
12. Activity of Daily Living (ADL)
13. Gangguan konsep diri
14. Koping selama menjalani kemoterapi
15. Kesejahteraan psikologis
16. Kecemasan dalam tindakan kemoterapi
17. Trauma terhadap kemoterapi
18. Kepatuhan melakukan kemoterapi
19. Dukungan keluarga
Diagnosis Keperawatan Pre Kemoterapi
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D0001)
2. Nyeri Kronis (D.0078)
3. Resiko ketidakseimbangan cairan (D.0036)
4. Ansietas (D0081)
5. Defisit Pengetahuan (D0111)

Intra Kemoterapi
1. Resiko Infeksi (D0142)
2. Nausea (D0076)
3. Resiko Perdarahan (D0012)

Post Kemoterapi
1. Defisit Nutrisi (D0019)
2. Gangguan Integritas Jaringan (D0129)
3. Gangguan Citra Tubuh (D0083)
4. Gangguan Pola Tidur (D0055)
5. Resiko Konstipasi (D0052)

Intervensi Keperawatan Pre Kemoterapi :

1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D0001)


Pemantauan Respirasi (I.01014)
a. monitor frekuensi, irama,kedalaman dan upaya
nafas
b. monitor pola nafas
c. monitor kemampuan batuk efektif
d. monitor adanya produksi sputum
e. monitor adanya sumbatan jalan nafas
f. monitor saturasi oksigen
g. auskultasi bunyi nafas
h. monitor hasil x-ray thorax
i. dokumentasi hasil pemantauan
j. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
k. Informasikan hasil pemantauan
Fisioterapi dada (I.01004)
a. Gunakan bantal untuk membantu pengaturan posisi
b. Lakukan perkusi dengan posisi telapak tangan
ditangkupkan selama 3-5 menit
c. Lakukan vibrasi dengan posisi telapak tangan rata
bersamaan ekspirasi melalui mulut
d. lakukan penghisapan lendir untuk mengeluarkan
sekret jika perlu
e. ajarkan mengeluarkan sekresi melalui pernafasan
dalam
f. anjurkan batuk segera selama dan setelah prosedur
selesai
2. Nyeri Kronis (D.0078)
Pemantauan nyeri (I.08242)
a. Monitor faktor pencetus nyeri
b. Monitor kualitas, lokasi, penyebaran, intensitas,
durasi dan frekuensi nyeri
c. Ukur level nyeri
d. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
e. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Manajemen Nyeri (I.08238)
a. Berikan teknik SEFT selama 10 menit untuk
mengurangi rasa nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Pemberian Obat Analgesik
a. Identifikasi riwayat alergi obat
b. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik dengan
tingkat keparahan nyeri
c. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
d. Monitor efektivitas analgesik
e. Ketorolac 3x30mg

3. Resiko Ketidakseimbangan cairan (D. 0036)


Pemantauan cairan (I.03121)
a. Monitor status hidrasi
b. Monitor turgor kulit
c. Monitor waktu pengisian kapiler
d. Monitor elastisitas kulit
e. Monitor intake-output cairan
f. Hitung balance cairan 24 jam

Manajemen Cairan (I.03098)


a. Pemberian infus NaCl 0,9% 20 tpm

4. Ansietas (D.0080)
Reduksi ansietas (I.09314)
a. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non
verbal)
b. Pahami situasi pasien yang menyebabkan ansietas
c. Dengarkan dengan penuh perhatian
d. Anjurkan pasien untuk selalu berdzikir untuk
mengurangi kecemasan
e. Anjurkan keluarga untuk tetap menemani pasien
Terapi relaksasi otot progresif
a. Berikan relaksasi otot progresif selama 20 menit
b. Anjurkan menegangkan otot selama 5 sampai 10
detik, kemudian anjurkan untuk merilekskan otot
20-30 detik, masing-masing 8 sampai 16 kali

5. Defisit Pengetahuan
Edukasi Kemoterapi (I.12382)
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
b. Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
c. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
d. Berikan kesempatan untuk bertanya
e. Jelaskan efek obat-obatan anti neoplasma pada
sel-sel malignan
f. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai efek
terapi pada fungsi sumsum tulang, folikel
rambut, fungsi seksual dan toksisitas organ
h. Anjurkan melaporkan gejala demam,
menggigil, mimisan, lebam-lebam, tinja
berwarna merah atau hitam

Intra Kemoterapi :

1. Nausea (D.0076)
Manajemen Mual (I.03117)
a. kontrol mual
b. monitor frekuensi durasi dan tingkat keparahan
mual
c. identifikasi faktor penyebab mual
Manajemen Muntah (I.03118)
a. Identifikasi warna, konsistensi, frekuensi dan
durasi muntah
b. Jauhkan pasien dari bau, suara, dan makanan yang
memicu muntah
c. Berikan posisi miring apabila pasien berbaring
d. Berikan dukungan fisik yaitu membantu
membungkuk atau menundukkan kepala saat
muntah
e. Anjurkan keluarga menyediakan kantong plastik
untuk menampung muntah
f. Berikan balsem pada leher dan perut pasien ketika
mual dan muntah

Pemberian obat oral (I.03128)


a. Berikan obat domperidon oral 10 mg 3x1

Manajemen Kemoterapi (I.14511)


a. Periksa kondisi sebelum kemoterapi
b. Monitor mual dan muntah akibat kemoterapi
c. Monitor status gizi dan berat badan
d. Berikan asupan cairan adekuat
e. Berikan obat kemoterapi sesuai program
f. Jelaskan tujuan dan prosedur kemoterapi
g. Jelaskan efek obat pada sel kanker dan
fungsi sumsum tulang belakang
h. Anjurkan melaporkan efek samping kemoterapi
yang dirasakan (mis, demam, mimisan, memar
berlebih, kotoran berlendir)
i. Kolaborasi pemberian obat untuk
mengendalikan efek samping ( mis,
antiemetik)

2. Resiko Infeksi (D.0142)


Pencegahan Infeksi (I.14539)
Pencegahan infeksi :
a. batasi jumlah pengunjung
b. cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan
pasien
c. ajari cara mencuci tangan dengan benar
d. jelaskan tanda terjadinya infeksi

Edukasi pencegahan infeksi


a. ajarkan untuk memposisikan tangan di atas bantal
lebih tinggi. ini bermanfaat untuk meningkatkan
aliran darah menuju jantung sehingga mengurangi
pembengkakan.
b. mengajarkan cara perawatan kulit

Pengontrolan infeksi
a. lakukan dressing infus setiap hari
b. ganti infus set 3 hari sekali

Post Kemoterapi
1. Defisit Nutrisi (D0019)
Manajemen Nutrisi
a. Monitor berat badan
b. Monitor asupan makanan
c. Identifikasi status nutrisi
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori yang dibutuhkan

2. Gangguan Integritas Jaringan (D0129)


Perawatan Integritas Kulit
a. gunakan pelembab (misal: lotion) pada kulit
kering
b. hindari pemakaian produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering

3. Gangguan Citra Tubuh (D0083)


promosi citra tubuh
a. latihan peningkatan penampilan diri misalnya
berdandan
b. anjurkan menggunakan alat bantu, misal wig atau
kosmetik
4. Gangguan Pola Tidur (D0055)
Dukungan Tidur
a. identifikasi faktor pengganggu tidur seperti fisik
atau psikologis
b. modifikasi lingkungan seperti pencahayaan,
kebisingan dan tempat tidur
c. tetapkan jadwal tidur yang rutin
d. lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan seperti pijat atau pengaturan
posisi

5. Resiko Konstipasi (D0052)


pencegahan konstipasi
a. monitor tanda gejala konstipasi (defekasi kurang
2 minggu, defekasi lama/sulit, feses keras)
b. identifikasi penggunaan obat yang menyebabkan
konstipasi
c. anjurkan minum sesuai kebutuhan 1500-2000
ml/hari
d. lakukan masase abdomen
Edukasi dan Informasi 1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0001)
a. Edukasi Fisioterapi Dada (I.12372)
b. Edukasi Pengukuran Respirasi (I.12413)
2. Nyeri Kronis (D.0078)
a. Edukasi Aktifitas/Istirahat (I.12362)
b. Edukasi Kemoterapi (I.12382)
c. Edukasi Efek Samping Obat (I.12371)
d. Edukasi Kesehatan (I.12383)
e. Edukasi Manajemen Stres (I.12392)
f. Edukasi Manajemen Nyeri (I.12391)
g. Edukasi Proses Penyakit (I.12444)
h. Edukasi Teknik Nafas (I.124520
3. Defisit Nutrisi (D.0019)
a. Edukasi Diet (I.12369)
b. Edukasi Kemoterapi (I.12382)
4. Nausea (D.0076)
a. Edukasi Efek Samping Obat (I.12371)
b. Edukasi Kemoterapi (I.12382)
c. Edukasi Manajemen Nyeri (I.12391)
d. Edukasi Teknik Nafas (I.12452)
5. Gangguan Integritas Jaringan (D.0129)
a. Edukasi Perawatan Diri (I.12420)
b. Edukasi Perawatan Kulit (I.12426)
c. Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan (I.12435)
d. Edukasi Pola Perilaku Kebersihan (I.12439)
e. Edukasi Program Pengotan (I.12441)
10.Gangguan Citra Tubuh (D.0083)
a. Edukasi Perawatan Diri (I.12420)
b. Edukasi Teknik Adaptasi (I.12449)
11. Resiko Konstipasi (D.0052)
a. Edukasi Diet (I.12369)
b. Edukasi Toilet Training (I.12458)
12. Resiko Perdarahan (D.0012)
a. Edukasi Kemoterapi (I.12382)
b. Edukasi Proses Penyakit (I.12444)
13. Defisit Pengetahuan (D.0111)
a. Edukasi Berat Badan Efektif (I.12365)
b. Edukasi Komunikasi Efektif (I.12387)
c. Edukasi Manajemen Deman (I.12390)
d. Edukasi Manajemen Stres (I.12392)
e. Edukasi Mobilisasi (I.12394)
f. Edukasi Nutrisi (I.12395)
g. Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan (I.12435)
h. Edukasi Pencegahan Infeksi (I.12406)
i. Edukasi Pencegahan Jatuh (I.12407)
j. Edukasi Pengurangan Risiko (I.12416)
k. Edukasi Prosedur Tindakan (I.12442)
l. Edukasi Terapi Cairan (I.12455)
m. Edukasi Terapi Darah (I.12456)
n. Edukasi Termoregulasi (I.12467)
Discharge Planning 1. Edukasi keluarga mengenai kebutuhan nutrisi
2. Edukasi keluarga mengenai dukungan dan support
system kepada pasien
3. Edukasi istirahat yang cukup
Nursing Outcomes 1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D0001)
Bersihan Jalan Nafas (L01001)
a. batuk efektif meningkat (5)
b. produksi sputum menurun (5)
c. mengi menurun (5)
d. wheezing menurun (5)
e. frekuensi nafas membaik 5)
f. pola nafas membaik (5)
2. Nyeri Kronis (D.0078)
Tingkat Nyeri (L.08066)
a. Keluhan nyeri menurun (5)
b. Meringis menurun (5)
c. Sikap protektif menurun (5)
d. Gelisah menurun (5)
e. Kesulitan tidur menurun (5)
f. Frekuensi nadi membaik (5)
3. Resiko Ketidakseimbangan Cairan
Status cairan
a. Asupan cairan sedang
b. Haluaran urin sedang
c. Kelembaban membran mukosa sedang
d. Suhu tubuh normal

4. Defisit Nutrisi (D.0019)


Status Nutrisi (L03030)
a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat (5)
b. Frekuensi makan meningkat (5)
c. Nafsu makan meningkat (5)
5. Nausea (D.0076)
Tingkat Nausea (L.08065)
a. Keluhan mual menurun (5)
b. Perasaan ingin muntah menurun (5)
c. Nafsu makan meningkat (5)
d. Frekuensi menelan menurun (5)
6. Gangguan Pola Tidur
Pola Tidur (L.05045)
a. Keluhan sulit tidur menurun (1)
b. Keluhan tidak puas tidur menurun (1)
c. Keluhan pola tidur berubah menurun (1)
d. Keluhan istirahat tidak cukup menurun (1)

7. Gangguan Citra Tubuh


Citra Tubuh (L.09067)
a. Melihat bagian tubuh meningkat (5)
b. Menyentuh bagian tubuh meningkat (5)
c. Verbalisasi kecacatan bagian tubuh menurun (1)
d. Verbalisasi kehilangan bagian tubuh menurun (1)
e. Hubungan social membaik (5)
8. Ansietas (D.0080)
Tingkat Ansietas (L.09093)
a. Verbalisasi kebingungan menurun (5)
b. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
menurun (5)
c. Perilaku gelisah menurun (5)
d. Perilaku tegang menurun (5)
e. Konsentrasi membaik (5)
f. Pola tidur membaik (5)
9. Defisit Pengetahuan (D.0111)
Tingkat Pengetahuan (L02017)
a. Kemampuan menjelaskan suatu topik meningkat (5)
b. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi
menurun (5)
c. Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun (5)

10. Resiko Infeksi (D.0142)


Tingkat infeksi (L.14137)
a. Demam menurun (5)
b. Kemerahan menurun (5)
c. Nyeri menurun (5)
d. Bengkak menurun (5)
e. Leukosit menurun (5)
11. Risiko Gangguan Integritas Kulit (D.0139)
Integritas Kulit (L.14125)
a. Kerusakan lapisan kulit menurun (1)
b. Nyeri menurun (5)
c. Kemerahan menurun (5)
12. Risiko Perdarahan (D.0012)
Tingkat Perdarahan (L.02017)
a. Kelembaban membran mukosa meningkat (5)
b. Kelembapan meningkat (5)
c. Hematuria menurun (5)
d. Hemoglobin membaik (5)
e. Hematokrit membaik (5)
f. Tekanan darah, denyut nadi dan suhu
tubuh membaik (5)

13. Resiko Konstipasi (D.0052)


Eliminasi Fekal (L04033)
a. Keluhan defekasi lama dan sulit menurun (5)
b. Distensi abdomen menurun (5)
c. Konsistensi feses meningkat (5)
Penelaah Kritis Sub Komite Mutu Keperawatan
Kepustakaan Adham M. The role of EBV markers in diagnosis,
treatment
and monitoring of nasopharyngeal carcinoma in Jakarta,
Indonesia [Thesis]. Amsterdam: VU University of
Amsterdam; 2014.
Adriana R., 2015, Kesintasan Penderita
Karsinoma Nasofaring Dan Faktor Yang
Mempengaruhinya Di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Tesis,
Universitas Padjajaran Bandung Faiza S, Rahman S, Asri
A. Karakteristik klinis dan patologis karsinoma nasofaring
di bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2016; 5(1): 90-6
Anita, R. (2020). Hubungan Pengetahuan dan Sikap
terhadap Perilaku Manajemen Kebersihan Mulut pada
Pasien Kanker Nasofaring dengan Radiasi Eksterna di
Instalasi Radioterapi Rumah Sakit Kanker Dharmais
Jakarta (Doctoral dissertation, Universitas Binawan).
Helshappa RA, Thanky AH, Kuntegowdanahalli L,
Kanakasetty GB, Dasappa L, Jacob L. Epidemiology and
outcomes of nasopharyngeal carcinoma: Experience froma
regional cancer center in Southern India. South Asian J
Cancer. 2017; 6: 122-4
Putri, M. H., Rahaju, P., & Indrasworo, D. (2018).
Hubungan ototoksisitas dan kemoterapi neoadjuvan pada
karsinoma nasofaring berdasarkan ASHA, CTCAE, dan
DPOAE. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, 47(2),
102-112.
Rahayu, S. (2019). Asuhan Keperawatan Kanker
Nasofaring Dengan Fokus Studi Penatalaksanaan Nyeri Di
Rsud Tidar Kota Magelang. Jurnal Kesehatan
Mesencephalon, 5(1).
Roezin A, Adham M. Karsinoma nasofaring. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD
(eds). Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorokan, kepala dan leher. Edisi ke 7. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2017. H. 158-63.
Salehiniya H, Mohammadian M, Mohammadian-
Hafshejani A, Mahdavifar N. Nasopharyngeal cancer in
the world: Epidemiology, incidence, mortality and risk
factors. WCRJ. 2018; 5(1): 1-8
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (Edisi 2). (2017). Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik. DPP PPNI
Yusuf, A., & Rahmat, P. Relaksasi Afirmasi
Meningkatkan Self Efficacy Pasien Kanker Nasofaring
(Relaxation Affirmation Technique Increases Self Efficacy
of Patients with Nasopharyngeal Cancer). Jurnal Ners.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amirah (2017) Proporsi Pasien
Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama yang Dirawat Inap di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo (2016) proporsi 3 tertinggi
berdasarkan keluhan utama adalah pasien dengan keluhan limfadenopati leher yaitu
sebanyak 32 orang atau sebesar 47,76%, sakit kepala 14 orang atau sebesar 20,90%,
gejala khas di hidung sebanyak 10 orang atau sebesar 14,93%.
Keluhan utama KNF paling banyak adalah benjolan pada leher, karena leher
merupakan penyebaran terdekat secara limfogen dari sel kanker di nasofaring. Gejala
pada leher inilah yang seringkali mendorong penderita berobat ke dokter yaitu
sebanyak 70- 90%. Kemudian keluhan lain yang sering terjadi adalah keluhan pada
hidung yaitu sebanyak 56-79%. Keluhan tersebut terjadi karena tumor meluas ke arah
anterior menuju rongga hidung dan menimbulkan gejala seperti pilek yang lama
(kronis), ingus kental dan berbau busuk, serta epistaksis yang semakin sering dan
banyak disertai hidung tersumbat dan suara sengau. Pada jaringan tumor ini,
terbentuk pembuluh-pembuluh darah baru untuk memenuhi nutrisi sel-sel yang
berkembang, namun pembuluh darah pada tumor ini rentan pecah sehingga dapat
menyebabkan perdarahan pada hidung. Berdasarkan hasil penelitian, ketika ada
pasien datang dengan keluhan hidung tersumbat, benjolan di leher dan mimisan maka
pasien tersebut perlu dicurigai mengalami karsinoma nasofaring.

Berdasarkan Tinjauan teori didapatkan hasil bahwa terdapat beberapa diagnosa


utama yang dapat muncul berdasarkan gejala pada pasien dengan kanker nasofaring,
diantaranya:
1. Gangguan pendengaran
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan pada hidung,
pemeriksaan pada nasofaring harus dilakukan dengan cermat karena sering
gejala belum ada namun tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena
masih berada di mukosa (creeping tumor). Gangguan pada telinga biasanya
timbul lebih dini karena tempat asal tumor berada di dekat muara tuba
eustachius (fossa Rosenmuller). Gangguan pada telinga dapat berupa tinnitus,
rasa tidak nyaman di telinga, hingga rasa nyeri pada telinga. Letak nasofaring
berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang, maka
gangguan beberapa saraf dapat terjadi.
Gejala lanjutan yang sering terjadi adalah pembesaran kelenjar limfe
leher yang timbul di daerah samping leher. Benjolan ini merupakan
pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor
meluas ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri,
sehingga sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat
berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya.
Kelenjarnya menjadi melekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini
merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher
merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.
Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah
rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai
saraf otak dan menyebabkan penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati
rasa) di daerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan
gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat
berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang
tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor.
Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral)
tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai kedua sisi tubuh.
Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker mengalir bersama aliran
limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring,
hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan
paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat
buruk.
2. Bersihan jalan nafas
Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam
rongga hidung dan menutupi koana menyebabkan gejala menyerupai pilek
kronis, kadang kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya
ingus
kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas
untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek
kronis, sinusitis dan lain lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang
sedang menderita radang.
Kemudian keluhan lain yang sering terjadi adalah keluhan pada hidung yaitu
sebanyak 56-79%. Keluhan tersebut terjadi karena tumor meluas ke arah
anterior menuju rongga hidung dan menimbulkan gejala seperti pilek yang
lama (kronis), ingus kental dan berbau busuk, serta epistaksis yang semakin
sering dan banyak disertai hidung tersumbat dan suara sengau.
3. Nyeri akut
Nyeri kanker umumnya diakibatkan oleh infiltrasi sel tumor pada struktur
yang sensitif dengan nyeri seperti tulang, jaringan lunak, serabut saraf, organ
dalam, dan pembuluh darah. Nyeri juga dapat diakibatkan oleh terapi
pembedahan, kemoterapi, atau radioterapi. Meskipun penyebab nyeri kanker
dan tipenya bervariasi, mekanisme yang mendasarinya telah dipahami sebagai
fenomena neurofisiologik dan neurofarmakologik yang kompleks.
4. Defisit nutrisi
Penderita kanker yang melakukan kemoterapi berisiko mengalami penurunan
berat badan yang drastis, disebabkan karena efek samping terapi pengobatan
maupun hipermetabolisme tubuh. Kemoterapi mempunyai efek samping
berupa mual dan muntah yang hebat yang terjadi pada 24 jam setelah
pengobatan, hal ini disebabkan oleh zat anti tumor (kemoterapi) yang
mempengaruhi hipotalamus dan kemoreseptor otak untuk mengalami mual
dan muntah. Oleh karena itu, kemoterapi dapat mempengaruhi asupan makan
penderita kanker. Defisiensi yang paling sering ditemukan pada penderita
kanker adalah defisiensi energi dan protein. Hal ini disebabkan karena
penderita kanker mengalami turnover protein yang meningkat. Antioksidan
sangat ampuh untuk menangkal serangan radikal bebas, terutama antioksidan
yang berasal dari β-karoten yang merupakan provitamin A dan antioksidan
dari vitamin C.

5. Resiko perdarahan
Gejala klinis yang dapat dijumpai antara lain sumbatan Tuba Eustachius yang
menyebabkan keluhan rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang
disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang
sangat dini. Kelainan lanjutan yang bisa terjadi akibat penyumbatan muara
tuba sehingga rongga telinga tengah akan terisi cairan adalah peradangan
telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Apabila cairan yang
diproduksi makin lama makin banyak akhirnya terjadi kebocoran gendang
telinga dengan akibat gangguan pendengaran. Gejala pada hidung adalah
epistaksis, perdarahan yang terjadi akibat rangsangan dan sentuhan pada
dinding tumor yang rapuh. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang,
jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna
merah muda. Selain itu, sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat
pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana
menyebabkan gejala menyerupai pilek kronis, kadang kadang disertai dengan
gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini
bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai
pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain lainnya. Mimisan
juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang
DAFTAR PUSTAKA

Hermansyah, M. L., Dhamiyati, W., & Choridah, L. (2017). Modalitas Imejing pada
Karsinoma Nasofaring. Jurnal Radiologi Indonesia, 2(2), 117-122.
AP Pratiwi, A., & Mukhlis, I. (2020). Karsinoma Nasofaring dengan Multiple Cranial
Nerve Palsy Pada Pasien Wanita Usia 52 Tahun. MEDULA, medical
profession journal of lampung university, 9(4), 609-615.
Dawolo, A. P., Utama, D. S., & Kasim, B. I. (2017). Profil Klinis Karsinoma
Nasofaring di Departemen THT KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Tahun 2014-2015. Majalah Kedokteran Sriwijaya, 49(1), 1-9.
Edgar, D. S., Mukhlis, I., & Eka, C. (2019). Tatalaksana Radioterapi pada Karsinoma
Nasofaring. MEDULA, medical profession journal of lampung university,
8(2), 23-26.
Mentari, S., & Imanto, M. (2019). Kualitas Hidup Pasien Karsinoma Nasofaring:
Review Naratif. Jurnal Majority, 8(2), 227-233.
Kurniawan, J., Rahaju, P., & Soehartono, S. (2018). Pengaruh ekspresi p53 dan HIF1
terhadap peningkatan laktat jaringan nasofaring pada pasien karsinoma
nasofaring. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, 48(1), 74-87.
Bustam, F. P., Berawi, K. N., & Wahyudo, R. (2018). Konsumsi Ikan Asin sebagai
Faktor Resiko pada Pasien Karsinoma Nasofaring. Jurnal Medula, 8(1), 1-6.
Mahmud, Calcarina Fitriani Retno Wisudarti dkk. 2016. Penatalaksanaan Paliatif
Pasien Dengan Nyeri Kanker. Jurnal Komplikasi Anestesi Volume 4 Nomor
1
Habsari, A., Pradigdo, S. F., & Aruben, R. (2017). Hubungan beberapa faktor gizi
dan kemoterapi dengan status gizi penderita kanker (studi kasus di instalasi
rawat jalan poli onkologi rsud dr. soehadi prijonegoro kabupaten sragen
tahun 2017). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 5(4), 593-599.

Anda mungkin juga menyukai