Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN HIV-AIDS

DUKUNGAN NUTRISI PADA ORANG DENGAN HIV-AIDS (ODHA)

Oleh :

Zulfa Suhailah 131711123002

Mohammad Dheni Ardhiyanto 131711123007

Linda Pradani Agesti 131711123009

Bella Putri Sinta Prastika 131711123010

Vania Pangestika Purwaningrum 131711123047

Muhammad Hadiyanul Haqi 131711123065

Ribka Putri Sholecha 131711123070

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit HIV-AIDS menjadi penyakit yang menakutkan sekarang ini, dimana
penyakit ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang mengakibatkan turunnya
atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
Dewasa ini HIV-AIDS menjadi penyakit yang menyerang jutaan penduduk dunia.
Hampir di setiap negara HIV-AIDS menjadi masalah nasional yang perlu mendapatkan
perhatian serius dari semua pihak daari mulai pemerintah hingga ke seluruh lapisan
masyarakat.

Gambaran umum data terbaru yang tersedia mengenai epidemiologi HIV sebanyak
36,9 juta orang. 21,7 (58,8%) juta orang mendapatkan terapi ARV. Sedangkan untuk
negara tertinggi berada di Africa di susul oleh America, Asia Tenggara, dan Eropa
(WHO, 2017).

Di Indonesia, HIV-AIDS ditemukan pada tahun 1987 di provinsi Bali, namun


hingga saat kini telah menyebar di 386 kabupaten/kota di seluruh provinsi. Pada tahun
2014 sejumlah 22,869 orang yang terkena HIV dan 1,876 orang terkena AIDS yang
banyak terjadi pada usia kelompok produktif 25-49 tahun, diikuti kelompok usia 20-24
tahun. Pola penularan HIV berdasarkan jenis kelamin memiliki pola yang jampir sama
dalam 7 tahun terakhir yaitu lebih banyak terjadi pada kelompok laki-laki dibandingkan
dengan kelompok perempuan(Kemenkes RI, 2014).

Dukungan keluarga adalah sikap, bantuan dan tindakan keluarga terhadap anggota
keluarga yang sakit. Dukungan keluarga dapat dirasakan juga dengan adanya pemberian
saran-saran, motivasi, mendengar keluhan dari penderita, serta memenuhi kebutuhan
fisik penderita. Aspek perawatan fisik meliputi universal precaution, pengobatan infeksi
dan pemberian ARV, pemberian nutrisi dan aktifitas istirahat.Kurangnya dukungan
keluarga tersebut, maka kemungkinan besar penderita bisa mengalami depresi, stres dan
penyakit HIV bisa memperparah keadaan pasien sampai meninggal.

Memburuknya status gizi merupaka risiko tertinggi penyakit ini sehingga


kesehatan umum pada orang dengan HIV-AID (ODHA) cepat menurun. Tanpa
dukungan asupan zat gizi yang adekuat akan mengakibatkan indeks massa tubuh (IMT)
yang rendah menjadi prediktor independen terhadap mortalitas awal HIV-
AIDS(Yuniarti, Purba, & Pangastuti, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


1. Mengapa nutrisi penting untuk orang dengan HIV-AIDS (ODHA)?
2. Bagaimana metabolisme gizi pada orang dengan HIV-AIDS (ODHA) ?
3. Apa saja prinsip pemberian nutrisi untuk orang dengan HIV-AIDS (ODHA)?
4. Bagaimana intervensi kebutuhan gizi untuk orang dengan HIV-AIDS (ODHA) ?
1.3 Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui pentingnya nutrisi untuk orang dengan HIV-AIDS (ODHA)
2. Untuk dapat mengetahui metabolisme gizi pada orang dengan HIV-AIDS (ODHA)
3. Untuk dapat mengetahui prinsip pemberian nutrisi untuk orang dengan HIV-AIDS
(ODHA)
4. Untuk dapat mengetahui intervensi kebutuhan gizi untuk orang dengan HIV-AIDS
(ODHA)
BAB 2

TINJAUAN MATERI

2.1 HIV/ AIDS dan Nutrisi

Nutrisi dan HIV sangat terkait antara satu sama lain, yakni gangguan kekebalan
apa pun akibat HIV / AIDS menyebabkan kekurangan gizi, dan malnutrisi menyebabkan
kerusakan kekebalan tubuh, memperburuk efek HIV dan berkontribusi terhadap
perkembangan yang lebih cepat menjadi AIDS. Dengan demikian malnutrisi dapat
berkontribusi dan hasil dari perkembangan HIV. Seseorang yang kekurangan gizi dan
kemudian tertular HIV lebih mungkin untuk berkembang lebih cepat menjadi AIDS,
karena tubuhnya sudah lemah dan tidak dapat melawan infeksi. Orang yang bergizi baik
memiliki tubuh yang lebih kuat untuk mengatasi HIV dan melawan penyakit. Gambar 1
mengilustrasikan hubungan antara HIV dan malnutrisi. Sementara orang dengan HIV
dan AIDS memiliki kebutuhan gizi khusus, penting untuk dicatat bahwa semua orang
akan mendapat manfaat dari nutrisi yang cukup. Nutrisi yang baik meningkatkan
ketahanan terhadap infeksi dan penyakit, meningkatkan energi, dan dengan demikian
membuat seseorang pada umumnya lebih kuat dan lebih produktif.
Relationship Between HIV/AIDS and Nutrition

Immune Impairments
“Weak body”

“Body can’t fight Illness”

Malnutrition
“Swollen body and
feet” Infectious Disease
“Pale skin, eyes,
hair”
Diarrhea
“Lack of blood”
Tuberculosis(TB)

HIV
“Underweight” Malaria

“Thinness” Pneumonia “Muscle


wasting”

Orang yang terinfeksi HIV lebih berisiko mengalami malnutrisi karena alasan berikut:

1. Mengurangi asupan makanan. Orang dewasa dengan HIV / AIDS menderita


kehilangan nafsu makan (anoreksia) dan mengalami kesulitan makan; sehingga
mereka makan lebih sedikit dan gagal memenuhi kebutuhan diet mereka. Ada
beberapa alasan bagi seseorang untuk mengurangi asupan makanan mereka. Orang
itu mungkin menderita infeksi, seperti sariawan atau demam. Efek samping dari obat
yang digunakan untuk mengobati penyakit dapat menyebabkan penurunan nafsu
makan. Depresi karena berurusan dengan penyakit fatal dan stigma sosial yang
mungkin juga dapat menyebabkan orang kehilangan nafsu makan dan mengurangi
asupan makanan mereka.
2. Penyerapan yang buruk. HIV / AIDS mempengaruhi bagaimana tubuh menggunakan
makanan yang dikonsumsi, mengakibatkan penyerapan nutrisi yang buruk (protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air). Penyerapan nutrisi yang buruk
menyertai diare, yang umum terjadi pada infeksi HIV. Parasit seperti giardia dan
infeksi lain yang disebabkan oleh bakteri dan virus menyebabkan diare dan
mengurangi penyerapan. HIV juga dapat merusak sel-sel usus yang mempengaruhi
penyerapan lemak dan karbohidrat. Penyerapan lemak yang buruk juga
mempengaruhi penyerapan mikronutrien seperti Vitamin A dan E, yang penting
untuk berfungsinya sistem kekebalan tubuh.
3. Perubahan metabolisme. Dengan penyerapan nutrisi yang buruk, individu mungkin
tidak dapat mencerna makanan secara efisien dan oleh karena itu tubuh mungkin
tidak dapat menggunakan nutrisi dengan benar, terutama lemak, karbohidrat dan
protein.
4. Infeksi dan penyakit kronis. Demam dan infeksi yang menyertai infeksi HIV
menyebabkan kebutuhan nutrisi yang lebih besar dan penggunaan nutrisi yang buruk
oleh tubuh. Selain itu, orang-orang yang sakit kronis mungkin juga memiliki nafsu
makan yang berkurang, yang menyebabkan berkurangnya asupan makanan dan
penurunan berat badan.

Hasil dari faktor-faktor ini termasuk penurunan berat badan, kehilangan jaringan
otot tanpa lemak dan peningkatan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh. Faktor-faktor
ini paling umum untuk orang dewasa tetapi mereka juga lazim pada anak-anak yang
terinfeksi HIV. Sejumlah gejala dan penyakit lain yang umumnya disebabkan oleh
infeksi HIV memiliki konsekuensi gizi yang dapat menyebabkan kekurangan gizi.

1. Anorexia
Anorexia, atau kehilangan nafsu makan, terjadi selama banyak infeksi yang berbeda
dan ketika demam hadir. Ini mengarah pada penurunan berat badan secara umum, dan
umum terjadi ketika individu depresi atau tinggal di lingkungan yang secara sosial dan
emosional tidak menguntungkan.
2. Diare
Diare terjadi ketika seseorang memiliki beberapa gerakan usus halus atau berair dalam
sehari. Ada beberapa penyebab diare: air minum yang tidak bersih, infeksi, parasit
atau bahkan beberapa perawatan medis. Ini menghasilkan kehilangan air, nutrisi dan
mineral dan membuat seseorang lebih berisiko mengalami dehidrasi. Diare juga
mengurangi nafsu makan dan menyebabkan penyerapan nutrisi yang buruk. Jika diare
berlanjut untuk jangka waktu yang lama, hasil malnutrisi yang parah.
3. Demam
Demam berarti tubuh terasa lebih hangat dari biasanya. Orang dengan demam
mungkin menggigil, lebih banyak berkeringat, mengalami nyeri otot dan sendi atau
lelah. Demam sering terjadi pada orang yang hidup dengan HIV / AIDS, dan tidak
selalu menunjukkan penyakit yang serius. Ada banyak alasan untuk demam, dan
seringkali sulit untuk menentukan apakah demam disebabkan oleh HIV atau penyakit
lain seperti malaria. Dari sudut pandang nutrisi, demam dapat mengakibatkan
kebutuhan nutrisi meningkat, karena tubuh menggunakan nutrisi buruk ketika demam
hadir.
4. Mual / Sering Muntah
Mual dan sering muntah dapat dihasilkan dari obat yang digunakan untuk mengobati
HIV / AIDS atau dari infeksi oportunistik. Mual juga menyebabkan berkurangnya
nafsu makan dan miskinnya pemanfaatan makanan yang dikonsumsi.
5. Sariawan
Sariawan adalah infeksi jamur (candida ragi) yang umum pada orang yang terinfeksi
HIV yang telah merusak sistem kekebalan tubuh. Sariawan mengacu pada bintik-
bintik putih di bagian dalam mulut, lidah, vagina atau anus. Meskipun luka ini tidak
nyaman, mereka tidak mengancam kehidupan. Bahayanya adalah luka-luka ini dapat
mengakibatkan kesulitan makan, kehilangan nafsu makan, dan mengurangi asupan
makanan sehingga menyebabkan penurunan berat badan.

Summary of Nutritional Imacts of HIV

●Poor food intake


●Poor nutrient absorption
●Disruption of metabolism
●Chronic infection
●Muscle wasting or loss in lean body tissue

Illnesses Associated with Nutritional Impacts


● Anorexia ● Diarrhea
● Fever ● Nausea
● Thrush ● Anemia

Excerpted from Network of African People Living with AIDS (November 1997).
2.2 Pentingnya Nutrisi Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA)

Nutrisi yang adekuat sangat dibutuhkan oleh orang dengan HIV-AIDS (ODHA)
karena dapat mempertahankan sistem imunitas, mempertahankan kekuatan otot,
mempertahankan berat badan, dan mempertahankan sistem syaraf, ketahanan
mental/memori yang akan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan sehingga kualitas
hidup ODHA juga akan meningkat (Ernawati & Yunie, 2014).

Vitamin dan mineral sangat dibutuhkan orang dengan HIV-AIDS (ODHA) dalam
jumlah banyak yang dapat diperoleh dalam makanan sehari-hari karena sebagian besar
ODHA akan mengalami defisiensi vitamin yang dimulai sejak masih stadium dini.
Vitamin dan mineral dapat meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan
berkembangnya HIV dalam tubuh maka defisiensi vitamin dan mineral pada ODHA
harus dicegah(New Mexico AIDS Infonet, 2004 & Falma Foundation, 2004 dalam
Kurniawati & Nursalam, 2007).

Menurut Yuniarti, Purba, & Pangastuti (2013) ada pengaruh dukungan


instrumental keluarga terhadap program pengobatan hiv aids di posyansus rumah sakit
umum pusat haji adam malik medan tahun 2011. Dukungan Instrumental merupakan
sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya kesehatan penderita dalam hal
kebutuhan makan, minum dan istirahat. Keluarga berperan dalam membutuhi keperluan
oleh pasien dalam menjalani program pengobatan sehari-hari berupa obat dan nutrisi
pasien.

Pada ODHA terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi yang disebabkan antara lain
karena stres metabolisme, demam, diare, malabsorbsi, infeksi oportunistik dan terjadi
perubahan komposisi tubuh yaitu berkurangnya masa bebas lemak terutama otot. Gizi
yang adekuat pada ODHA dapat mencegah kurang gizi, meningkatkan daya tahan
terhadap infeksi oprtunistik, menghambat berkembangnya HIV, memperbaiki efektivitas
pengobatan dan memperbaiki kualitas hidup (Kemenkes RI, 2010).

2.3 Metabolisme Gizi pada Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA)

Anoreksia, depresi, rasa lelah, mual, muntah, sesak napas, diare serta infeksi sering
terjadi pada ODHA yang akan menyebabakan asupan gizi tidak adekuat dan kebutuhan
energi tidak dapat terpenuhi. Kekurangan gizi dapat menurunkan kapasitas fungsional,
memberikan kontribusi tidak berfungsiya kekebalan dan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Salah satu faktor yang berperan dalam penurunan sistem imun adalah
defisiensi zat gizi baik mikro maupun makro. Memburuknya status gizi bersifat
multifaktor, terutama disebabkan oleh kurangnya asupan makanan, gangguan absorbsi
dan metabolisme zat gizi, infeksi oportunistik serta kurangnya aktifitas fisik (Kemenkes
RI, 2010)

2.4 Cara Mempertahankan Nutrisi yang Baik pada ODHA

Menurut WHO 201, nutrisi yang baik untuk semua individu, tetapi terutama ODHA,
membutuhkan konsumsi jumlah yang cukup, yakni macronutrien (protein, karbohidrat
dan lemak), dan mikronutrien (vitamin dan mineral).

1. Macronutrients

Kekurangan dalam macronutrients, juga dikenal sebagai "malnutrisi energi


protein," memanifestasikan dirinya dalam penurunan berat badan dan pemborosan
yang khas dari pasien AIDS. Gejala-gejala ini terjadi sebagai akibat dari berkurangnya
asupan makanan; penyerapan nutrisi yang buruk; dan perubahan dalam metabolisme
yang mempengaruhi pertumbuhan sel, proses enzimatik dan reaksi sistem kekebalan
tubuh. Karena efek ini, orang yang terinfeksi HIV memiliki tambahan kebutuhan gizi:
10-15 persen tambahan asupan energi dan 50 hingga 100 persen peningkatan asupan
protein dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV.

2. Micronutrients

Mengkonsumsi mikronutrien (terutama Vitamin A, B6 dan B12, zat besi dan


seng) penting untuk membangun sistem kekebalan yang kuat dan memerangi infeksi.
Misalnya, kekurangan vitamin A dikaitkan dengan tingkat penularan ibu-anak yang
lebih tinggi, perkembangan lebih cepat dari HIV ke AIDS, kematian bayi yang lebih
tinggi, dan kegagalan pertumbuhan anak. Vitamin B-group memainkan peran penting
dalam regulasi kekebalan tubuh, dan defisiensi memainkan peran dalam
perkembangan penyakit. Prinsip Pemberian Nutrisi (makro dan mikro)

a. Perhitungan kebutuhan energi

Perhitungan kebutuhan energi adalah suatu perhitungan jumlah energi yang


dibutuhkan seseorang dalam berbagai aktifitas selama 24 jam untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal. Ada beberapa cara untuk menetapkan perkiraan
kebutuhan energi seseorang dan cara yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan
klien berdasarkan penyakit yang diderita. Hal penting yang perlu dilakukan adalah
memonitor dan mengevaluasi apakah konsumsinya sudah seimbang.

1) Harris benedict (Basal Energi Expenditur/BEE)


Merupakan cara yang sering digunakan untuk menetapkan kebutuhan energi
seseorang. Rumusan dibedakan antara kebutuhan untuk laki-laki dan
perempuan.

Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)

Perempuan = 65,5 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x


U)

2) Basal metabolik rate (BMR) dan aktifitas


Untuk menghitung perkiraan BMR seseorang digunkan berat badan sebenarnya.

Laki-laki = 1 kkal x BB x 24 jam

Perempuan = 0,9 kkal x BB x 24 jam

Selain BMR, kebutuhan energi dipengaruhi oleh tingkat aktifitas. Aktifitas


tubuh umumnya dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
Aktifitas sangat ringan = 20% x BMR
Aktifitas ringan = 305 x BMR
Aktifitas sedang = 40% x BMR
Aktifitas berat = 50% x BMR
(Kemenkes RI, 2010)
3) Perhitungan kebutuhan protein
Kebutuhan protein berdasarkan proporsi energi adalah 12-15% dan tingkat
kecukupan yang dianjurkan berdasarkan BB ideal per hari adalah 0,8 – 1 g/kg
BB (kemenkes RI, 2010).
4) Perhitungan kebutuhan lemak
Kebutuhan lemak berdasarkan proporsi energi dari lemak yaitu berkisar 20-25%
dar total energi (Kemenkes RI, 2010).
5) Perhitungan kebutuhan karbohidrat
Kebutuhan karbohidrat berdasarkan proporsi energi dari karbohidrat adalah 60-
75% dari total energi atau sisa total energi setelah dikurangi energi yang berasal
dari protein dan lemak (Kemenkes RI, 2010).
6) Perhitungan kebutuhan cairan
- Seorang dewasa biasanya membutuhkan cairan antara 1,5 – 2 L/hari
- Berdasarakan berat badan, dewasa muda 30-40 ml/kg BB/ hari sedangkan
manula 25 – 30 ml/kg BB/ hari
- Pada kondisi penyakit tertentu yang membutuhkan pembatasana cairan maka
perhitungan cairan berdasarkan perhitungan balance cairan (Kemenkes RI,
2010).

Energy needs
An active non-HIV-infected adult requires approximately 2070 kcal/day.

An HIV-infected adult requires 10 to 15 percent more energy per day (or


appro-ximately 400 additional kcal for men and 300 kcal for women).

Protein needs:
A non-HIV-infected man requires about 57 grams/day of protein and a
woman requires 48 grams/day.

An HIV-infected adult needs approximately 50 to 100 percent more protein


for a total of 85 grams/day for men and 72 grams/day for women.
Sources: Woods (1999); James and Shofield (1990);WHO (2001).

Adequate nutrition has multiple positive effects for a PLWHA


● Prevents malnutrition and wasting,
● Achieves and maintains optimal body weight and strength,
● Enhances the body’s ability to fight opportunistic infections,
● May help delay the progression of HIV,
● Improves the effectiveness of drug treatments,
● Improves the quality of life.
2.5 Intervensi Kebutuhan Gizi

Pada ODHA kebutuhan gizinya disesuaikan dengan stadium penyakitnya.


Stadium 1 Kebutuhan energi mengikuti kebutuhan normal
dengan memperhatikan gizi seimbang

Staidum 2 Kebutuhan energi meningkat 10% dari kebutuhan


normal

Stadium 3 dan 4 Kebutuhan energi meningkat 20% - 30 % dari


kebutuhan normal

2.6 Pyschosocial Support

Kebutuhan ODHA sangat luar biasa, jauh melampaui perawatan gizi dan
kesehatan. ODHA membutuhkan perawatan emosional dan dukungan psikologis untuk
mengatasi implikasi dari penyakit yang mengancam nyawa, serta stigma potensial dari
anggota keluarga dan masyarakat. Seringkali, mereka yang mencurigai atau mengetahui
bahwa mereka terinfeksi HIV merasa tidak berdaya; mereka bisa menjadi depresi dan
putus asa. Orang yang sudah menikah atau dalam hubungan yang stabil membutuhkan
dukungan dalam melindungi orang yang dicintai dari virus, menyampaikan berita itu
kepada pasangannya dan berurusan dengan masalah seks di luar nikah. Perempuan,
khususnya, mungkin menemukan diri mereka dicurigai, bahkan ketika pasangan stabil
mereka telah menginfeksi mereka. Dukungan sosial diperlukan untuk membantu
mencapai banyak konsekuensi dari diagnosis HIV dan serangan penyakit berulang,
termasuk dukungan untuk keluarga yang mungkin juga menderita kekurangan gizi,
penyakit dan kemiskinan saat menghadapi perawatan dari anggota yang terinfeksi HIV.
Orang yang terinfeksi HIV tidak dapat bertahan hidup sendirian dan membutuhkan
bantuan dari keluarga dan teman (WHO,201).

2.7 Involvement in Community Activity

ODHA dapat membantu komunitas mereka dengan meningkatkan pengetahuan dan


kesadaran akan penyebab, gejala dan cara pencegahan HIV / AIDS. Individu-individu ini
dapat memimpin pendidikan gizi dan kegiatan konseling di komunitas, keluarga atau
pengaturan satu-satu, mendorong orang lain untuk meningkatkan konsumsi makanan
utama dan nutrisi dan untuk berlatih kebersihan yang aman. Mereka juga dapat
membantu ODHA lain dengan menyediakan bantuan manajemen stres dan dukungan
emosional dan moral. ODHA berfungsi sebagai sumber informasi dan pengetahuan yang
dapat dipercaya bagi komunitas mereka, karena mereka sendiri berjuang dengan
tantangan hidup dengan virus.

2.8 Nutritional Counseling and Support

Pada semua titik kontak dengan ODHA, manajer program, petugas kesehatan dan
penyedia layanan harus memberikan konseling tentang nutrisi dan praktik pemberian
makan untuk memastikan bahwa ODHA memelihara pola makan yang sehat, mengelola
penyakit dan memantau serta mempertahankan status gizi. Memastikan bahwa ODHA
makan dengan baik dan mengonsumsi berbagai makanan dapat membantu untuk
menekan penyakit dan mempertahankan kehidupan yang sehat. Pekerja dan penyedia
penyuluhan juga harus bekerja dengan rumah tangga untuk merencanakan periode-
periode atau “musim lapar” ketika persediaan beberapa makanan rendah atau tidak ada.
Individu dapat mengurangi asupan makanan dengan mengurangi ukuran porsi atau
melewatkan makan. Manajer program harus bekerja dengan masyarakat untuk
menyelidiki semua pilihan untuk memperoleh nutrisi dan mempromosikan kebiasaan
makanan yang meningkatkan asupan akar, sayuran dan buah-buahan lokal, kacang,
serangga dan biji minyak yang dapat memberikan nutrisi tetapi tidak diakui sebagai
penting untuk diet. Untuk menjaga kesehatan, orang dengan HIV harus mencoba makan
sepanjang hari. Dalam kasus di mana berbagai makanan tidak tersedia, bekerja dengan
rumah tangga untuk memastikan bahwa anggota yang sakit diberi makan lebih sering dan
menerima porsi ekstra penting untuk menjaga kesejahteraan mereka (WHO,201)
BAB 3

KONSEP KEPERAWATAN DEFISIT NUTRISI PADA HIV/AIDS

3.1 Konsep Defisit Nutrisi pada Penderita HIV/AIDS


3.1.1 Pengertian
Defisit nutrisi merupakan asupan nutrisi yang tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme (PPNI, 2016). Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan individu memiliki penurunan
kemampuan mengonsumsi cairan dan/atau makanan padat dari mulut ke
lambung (Potter & Perry, 2005). Defisit nutrisi merupakan suatu keadaan ketika
individu yang tidak puasa mengalami atau berisiko mengalami penurunan berat
badan yang berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat atau metabolisme
nutrient yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik (Carpenito, 2013).

3.1.2 Penyebab

Penyebab defisit nutrisi menurut (PPNI, 2016) yaitu:


1. Ketidakmampuan menelan makanan
Masuknya nutrisi yang adekuat atau sesuai kebutuhan dipengaruhi oleh
kemampuan pemilihan bahan dan cara persiapan makanan, pengetahuan,
gangguan menelan, kenyamanan saat makan, anoreksia, mual dan muntah
atu kelebihan intake kalori. Intake nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh
menimbulkan kekurangan nutrisi (Tarwoto & Wartonah, 2015)
Padapasien HIV/AIDS disebabkan oleh asupan gizi yang tidak
adekuat karena berkurangnya nafsu makan, yang bisa disebabkan oleh
kesulitan dalam menelan makanan akibat dari infeksi seperti sariawan atau
esofagitis yang disebabkan oleh jamur Candidasp., infeksi oportunistik
umum lainnya, demam, efek samping obat-obatan berupa perasaan mual
dan muntah, atau depresi.
2. Ketidakmampuan mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrient
Kemampuan mencerna dan mengabsorpsi makanan dipengaruhi oleh
adekuatnya fungsi organ pencernaan. Adanya peradangan saluran cerna
dapat juga menimbulkan tidak adekuatnya kebutuhan nutrisi (Tarwoto &
Wartonah, 2015). Padapasien HIV/AIDS terjadi perubahan mekanisme
kerja traktus digestivus, interaksi obat dengan zat gizi. Hal ini menyebabkan
malabsorbsi karbohidrat dan lemak sehingga mempengaruhi vitamin larut
dalam lemak seperti vitamin A dan E, yang penting dalam system kekebalan
tubuh.

3.1.3 Tanda dan Gejala


Menurut (PPNI, 2016) tanda dan gejala yang mencerminkan defiit nutrisi
dibagi menjadi tanda gejala mayor yaitu berat badan menurun minimal 10% dari
rentang ideal dan tanda gelaja minoryaitu cepat kenyang setelah makan,
kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising usus hiperaktif, otot
pengunyah lemah, otot menelan lemah, membrane mukosa pucat, sariawan,
serum albumin turun, rambut rontok berlebih dan diare.
Secara spesifik tanda gejala defisit nutrisi pada pasien HIV/AIDS Menurut
Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular tahun 2003 yaitu pasien HIV pada
umumnya mengalami penurunan nafsu makan. Tanda dan gejala lain defisit
nutrisi pada ODHA yakni terjadinya penurunan berat badan minimal 10% dari
rentang ideal dan diare kronis menyebabkan dehidrasi, absorpsi makanan buruk
(Nursalam & Kurniati, 2009).

3.1.4 Patofisiologi
Perjalanan klinis ODHA dari tahap terinfesi HIV sampai tahap AIDS,
sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas sekunder
dan menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan imunitas biasanya
diikuti dengan adanya peningkatan resiko dan derajat keparahan infeksi
oportunistik serta penyakit keganasan(Nursalam & Kurniati, 2009). Semua
orang yang terinfesi HIV sebagian besar berkembang menjadi AIDS pada tiga
tahun pertama, 50% menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun dan hampir 100%
ODHA menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun(Rendi & Margareth, 2012).
Perjalanan alamiah penyakit HIV pada umumnya terdiri dari 3 tahap,
tahap infeksi primer, tahap asimptomatik dan tahap simptomatik dan AIDS.
Pada tahap infeksi primer, terjadi repilkasi virus HIV secara cepat diikuti dengan
kadar CD4+ penderita yang menurun. Pada tahap tersebut, respon imun tubuh
juga akan berusaha melawan virus HIV dengan mekanisme imunitas seluler dan
humoral (Nursalam & Kurniati, 2009).
Tahap selanjutnya adalah tahap asimptomatik, dimana pada tahap ini,
replikasi virus tetap terjadi, namun cenderung lambat. Jumlah CD4+ pada tahap
ini juga menurun lebih lambat dari pada tahap sebelumnya. Jika jumlah sel
CD4+ penderita mencapai <200 sel/mm3 dan terdapat minimal 1 infeksi
opurtunistik pada penderita, maka penderita sudah masuk pada tahap AIDS.
Pada tahap ini, gejala yang dialami penderita berupa penurunan berat badan
demam >1bulan tanpa sebab yang jelas, diarekronis >1 bulan, kandidiasis oral,
serta gejala lainnya (Folasire, Folasire, & Sanusi, 2015).
Pasien HIV/AIDS pada umumnya mengalami penurunan nafsu makan.
Hal ini bisa disebabkan karena pengaruh obat ARV dan kesulitan menelan
akibat infeksi jamur kandida pada mulut. Penderita HIV/AIDS juga menderita
diare yang menyebabkan dehidrasi, absorbsi makanan yang buruk sehingga
terjadi penurunan berat badan secara signifikan. Saat diare juga terjadi hilangnya
zat gizi dalam tubuh seperti vitamin dan mineral sehingga harus diberikan
asupan zat gizi yang tepat. Terjadinya demam yang lama sehingga menyebabkan
kehilangan kalori dan cairan (Nursalam & Kurniati, 2009).

3.2 Asuhan Keperawatan pada Pasien HIV/AIDS Dengan Defisit Nutrisi

3.2.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian keperawatan adalah suatu bagian dari komponen proses
keperawatan sebagai suatu usaha perawat dalam menggali permasalahan yang
ada di pasien meliputi pengumpulan data tentang status kesehatan pasien yang
dilakukan secara sistematis, menyeluruh atau komprehensif, akurat, singkat
dan berlangsung secara berkesinambungan (Muttaqin, 2010). Pada klien
dengan defisit nutrisi dalam kategori fisiologis dengan subkategori nutrisi dan
cairan, perawat harus mengkaji data mayor dan minor yang tercantum dalam
buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017). Tanda gejala mayor
diantaranya yaitu obyektif (berat badan menurun minimal 10% dibawah
rentang ideal). Tanda gejala minor diantaranya yaitu subyektif (nafsu makan
menuru) dan obyektif (bising usus hiperaktif, membrane mukosa pucat,
sariawan, serum albumin turun, diare).
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk megidentifikasi respon klien individu, keluarga
atau komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI,
2016). Diagnosa keperawatan dalam masalah ini adalah defisit nutrisi. Defisit
nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme (PPNI, 2016).
Diagnosa defisit nutrisi menurut Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia termasuk kedalam kategori fisiologis dan subkategori nutrsi dan
cairan. Penyebab dari defisit nutrisi yaitu ketidakmampuan menelan makanan
dan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient. Adapun gejalan dan tanda mayor
defisit nutrisi yaitu obyektif (berat badan menurun minimal 10% dibawah
rentang ideal). Tanda gejala minor diantaranya yaitu subyektif (nafsu makan
menurun) dan obyektif (bising usus hiperaktif, membrane mukosa pucat,
sariawan, serum albumin turun, diare) (PPNI, 2016).

3.2.3 Intervensi Keperawatan


Menurut Nurarif & Kusuma (2015)setelah merumuskan diagnosa
dilanjutkan dengan intervensi dan aktivitas keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan serta mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan ini
disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas diagnose
keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi,
merumuskan intervensi serta aktivitas keperawatan.
Bedasarkan Nursing Interventions Classification (NIC) Bulecheck,
Butcher, Dochterman, & Wagner (2016) intervensi yang dapat dirumuskan
pada pasien HIV/AIDS dengan Defisit Nurisi adalah :
Nutrition Management
1. Identifikasi adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
3. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut (oral hygiene)
4. Monitor kalori dan asupan makanan
5. Monitor terjadinya penurunan dan kenaikan berat badan
6. Anjurkan pasien untuk memantau kalori dan intake makanan
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
8. Monitor lingkungan selama makan
9. Monitor dan manajemen mual dan muntah

3.2.4 Implementasi Keperawatan


Menurut Kozier, Erb, Berman, & Snyder (2010) implementasi
keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan rencana
atau intervensi yang sudah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan
terminology NIC, implementasi terdiri dari melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi. Aktivitas yang dilakukan pada tahap implementasi
dimulai dari pengkajian lanjutan, membuat prioritas, menghitung alokasi
tenaga, memulai intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan
dan respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan (Debora, 2013).

3.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan suatu perbandingan yang sistematis dan terencana
antara hasil akhir yang diamati dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah
dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya (Asmadi, 2008).
Menurut Dinarti et al., (2009) format evaluasi keperawatan adalah
menggunakan SOAP (Subjektive, Objektive, Analisys, dan Planning).
Subjective yaitu pernyataan atau keluhan yang diutarakan oleh pasien.
Objektive yaitu data yang didapat dari observasi perawat. Analisys yaitu
masalah keperawatan yang dialami oleh pasien. Planning yaitu rencana
tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis. Hasil yang diharapkan dari
asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan defisit nutrisi yaitu berikut
:
1. Asupan gizi tidak menyimpang dari rentang normal (skala 5)
2. Asupan makanan tidak menyimpang dari rentang normal (skala 5)
3. Rasio berat badan dan tinggi badan tidak menyimpang dari rentang
normal (skala 5) (Moorhead et al,. 2016)
BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Nutrisi dan HIV sangat terkait antara satu sama lain, yakni gangguan kekebalan
apa pun akibat HIV / AIDS menyebabkan kekurangan gizi, dan malnutrisi menyebabkan
kerusakan kekebalan tubuh, memperburuk efek HIV dan berkontribusi terhadap
perkembangan yang lebih cepat menjadi AIDS. Dengan demikian malnutrisi dapat
berkontribusi dan hasil dari perkembangan HIV. Seseorang yang kekurangan gizi dan
kemudian tertular HIV lebih mungkin untuk berkembang lebih cepat menjadi AIDS,
karena tubuhnya sudah lemah dan tidak dapat melawan infeksi. Orang yang bergizi baik
memiliki tubuh yang lebih kuat untuk mengatasi HIV dan melawan penyakit. Orang
dengan HIV dan AIDS memiliki kebutuhan gizi khusus, penting untuk dicatat bahwa
semua orang akan mendapat manfaat dari nutrisi yang cukup. Nutrisi yang baik
meningkatkan ketahanan terhadap infeksi dan penyakit, meningkatkan energi, dan
dengan demikian membuat seseorang pada umumnya lebih kuat dan lebih produktif.
Pada semua titik kontak dengan ODHA, manajer program, petugas kesehatan dan
penyedia layanan harus memberikan konseling tentang nutrisi dan praktik pemberian
makan untuk memastikan bahwa ODHA memelihara pola makan yang sehat, mengelola
penyakit dan memantau serta mempertahankan status gizi. Memastikan bahwa ODHA
makan dengan baik dan mengonsumsi berbagai makanan dapat membantu untuk
menekan penyakit dan mempertahankan kehidupan yang sehat.

4.2 SARAN

Untuk praktisi kesehatan, sebaiknya memberikan contoh kepada seluruh


masyarakat, terutama pada keluarga, sahabat, komunitas atau kepada siapapun apabila
dalam sebuah keluarga maupun lingkungan rumah, menjumpai ODHA, khususnya dalam
hal kebutuhan ODHA yang berhubungan dengan nutrisi dalam rangka menjaga imunitas
ODHA supaya tetap baik dan sehat guna meningkatkan kualitas hidup ODHA.
DAFTAR PUSTAKA

Ernawati, & Yunie, A. (2014). Analisis Kebutuhan Perawatan Di Rumah. Prosiding Seminar
NAsional & Internasional, 4.

Kemenkes RI. (2010). Pedoman Pelayanan Gizi Bagi ODHA. Jakarta.

Kemenkes RI. (2014). Situasi dan Analisis HIV AIDS. Pusat Data dan Informasi, 1-2.

Kurniawati, N. D., & Nursalam. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

PEPFAR. (2016). 2016 Annual Report To Congress. United States of America.

WHO. (2017). HIV/AIDS. World Health Organization, 1.

Yuniarti, Purba, M., & Pangastuti, R. (2013). Pengaruh Konseling Gizi dan Penambahan
Makanan Terhadap Asupan Zat Gizi dan Status Gizi Pasien HIV/AIDS. Jurnal Gizi
Klinik Indonesia, 133-140.

Anda mungkin juga menyukai