NIM : P1337420919078
TAHUN 2019
i
ABSTRAK
Devi Novitasari
Mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan dan Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Semaranf
Koresponden: devinovitasari63044@gmail.com
Latar Belakang: Ca buli adalah kanker yang ditandai dengan adanya total
hematuria tanpa atau disertai rasa nyeri dan bersifat intermiten. Orang yang
terkena Ca Buli jika berkemih terasa nyeri.
Metode: Metode yang digunakan dengan pendekatan studi kasus pada pasien Ca
Buli
Hasil: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam pada pasien Ca buli
dengan tindakan manajemen analgetik dan latihan relaksasi tarik nafas dalam,
masalah keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor teratasi
sebagian
Kesimpulan: Relaksasi Tarik nafas dalam dan pemberian analgetik kurang efektif
menurunkan nyeri secara perlahan.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................ i
ABSTRAK............................................................................................ ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................... 1
B. Web of Coution (WOC)...................................................... 2
BAB II LAPORAN KASUS KELOLAAN.......................................... 3
BAB III PEMBAHASAN..................................................................... 23
A. Analisa Kasus..................................................................... 23
B. Analisa Intervensi Keperawatan......................................... 24
BAB IV PENUTUP.............................................................................. 25
A. Kesimpulan........................................................................ 25
B. Saran................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ca buli adalah kanker yang ditandai dengan adanya total hematuria tanpa
atau disertai rasa nyeri dan bersifat intermiten. Pada karsinoma yang telah
mengadakan infiltratif tidak jarang menunjukkan adanya gejala iritasi dari buli-
buli seperti disuria, polakisuria, frekuensi dan urgensi dan juga biasa dengan
keluhan retensi oleh bekuan darah (Purnomo, 2011).
1
disuria. Manifestasi ini biasanya selesai dalam 1 atau 2 hari. Terkadang
hematuria, demam, malaise, mual, menggigil, nyeri sendi dan gatal-gatal
dilaporkan. Manifestasi ini lebih representatif terhadap reaksi sistemik dan
harus segera dilaporkan. Efek samping dari pemberian sinar X adalah rasa
mual dan muntah, kulit menghitam di bagian tubuh yang terkena radiasi,
rambut rontok sedikit demi sedikit (namun jika melakukan radioterapi pada
bagian kepala, leher, atau muka, mungkin kerontokan yang terjadi akan lebih
banyak) merasa kelelahan, gangguan menstruasi pada perempuan, gangguan
terhadap jumlah dan kualitas sperma pada laki-laki, serta timbul berbagai
masalah kulit. (Black & Hawks, 2014).
B. WEB OF CAUTION
(Terlampir)
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Ruang : Rajawali V A
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. Y
Alamat : karangmalang
Hubungan dengan pasien : Istri
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan utama
Tn. A mengatakan bahwa perutnya terasa nyeri.
P: Nyeri timbul saat kencing keluar dan saat klien bergerak
Q: seperti ditusuk-tusuk,
R: Perut sebelah kiri dan dikepala
S : skala 7,
3
T: hilang timbul
O : lebih dari 3 bulan dimulai bulan Mei 2019
Genogram:
4
Keterangan :
:Laki-laki :Perempuan
meninggal
:Pasien
5
Tidak terkaji
Perkusi
Terdengar sonor
Auskultasi
Suara nafas vesikuler di semua lapang paru.
5. Abdomen
Inspeksi : Kondisi perut tampak sedikit lebih besar
Auskultasi : ada bising usus, 5 kali permenit.
Palpasi : ada nyeri tekan.
P: Nyeri timbul saat kencing keluar dan saat klien bergerak
Q: seperti ditusuk-tusuk,
R: Perut sebelah kiri dan benjolan dikepala sebelah kiri
S : skala 7,
T: hilang timbul
O : lebih dari 3 bulan dimulai bulan Mei 2019
6. Ekstremitas
7. Eliminasi : klien jarang berkemih sehari 2-3 kali dan warna urine
(tidak terkaji), klien belum BAB selama 1 hari
6
Porsi yang dihabiskan : klien mengatakan selalu habis 1 porsi
makan
Minum : klien mengatakan minum air putih biasanya 6-8
gelas per hari
TB : 160 cm
BB : 60 kg
b. Saat dirawat
Keluarga pasien mengatakan selama di RS Tn. A susah makan,
makan hanya 3 sendok kadang tidak mau
3. Pola Eliminasi
a. Sebelum Sakit
Klien mengatakan sebelum sakit miksi teratur 4-5 kali dalam sehari
dengan warna kuning jernih dan berbau khas. Defekasi normal 1
hari sekali dengan warna kuning dan konsistensi padat.
b. Saat dirawat
Klien mengatakan saat sakit sulit BAK dan terasa nyeri saat BAK.
Dan Tn. A belum BAB selama 2 hari.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total
5. Pola Kognitif Perseptual Sensori
a. Klien mengatakan bahwa saat ini klien mengalami sakit dan
membutuhkan perawatan dirumah sakit.
b. Klien mengatakan bahwa saat ini dirawat di RSUP Dr Kariadi.
7
Keluarga pasien mengatakan klien tidak mengalami gangguan
tidur.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dirumah : keluarga pasien mengatakan Tn. A adalah individu yang
bertanggungjawab
Di RS : Keluarga pasien mengatakan Tn. A sedih karena sudah
tidak bekerja lagi
8. Pola Peran dan Hubungan
Dirumah : keluarga mengatakan Tn. A berhubungan baik dengan
keluarga dan tetangga
Di RS : Keluarga mengatakan Tn. A berhubungan baik dengan
perawat, dokter, dan petugas kesehatan lainnya
9. Pola Reproduksi seksual
Dirumah : Tidak ada masalah pada organ reproduksi
Di RS : Organ Reproduksi normal
10. Pola pertahanan diri
Klien mengatakan dapat beradaptasi dengan baik di ruang rawat.
11. Pola Keyakinan dan Nilai
Klien beragama islam. Klien selalu berdoa agar segera sembuh dari
penyakit yang dideritanya.
F. OBAT-OBATAN
1. Infus Triofusin 500 ml 20 tpm intravena.
2. Ondansentron 8 mg/ 8 jam melalui intravena
3. Lansoprazol 30 mg/ 12 jam melalui intravena
4. Ketorolac 30 mg/8 jam melalui intravena
5. Ranitidine 50 mg/ 12 jam melalui intravena
6. Durogetic patch 25 mg/ 12 jam melalui topical
7. Burnasim cream melalui topical
8. Lactulose syrup 15 mg/ 12 jam melalui oral
9. Alprazolam 0,5 mg/ 24 jam melalui oral
10. Paracetamol 500 mg/ 8 jam melalui oral
11. Asam folat 1 mg/24 jam melalui oral
12. Natrium bikarbonat 500 mg/ 8 jam melalui oral
13. Amlodipine 5 mg/ 24 jam melalui oral
14. Ramipril 5 mg/ 24 jam melalui oral
15. Vitamin B, B6, B12 1 tablet/ 8 jam melalui oral
16. Gabapentin 100 mg/ 8 jam melalui oral
8
G. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium patologi klinik tanggal 18 Mei 2016
Hematologi paket
Hemoglobin 10.9 g/dl 12.00-15.00 L
Hematokrit 32.5 ∞ 35-47 L
Eritrosit 4.28 10^6/µL 4.4-5.9 L
MCH 25.5 Pg 27.00-32.00
MCV 75.9 Fl 76-96
MCHC 33.5 g/dl 29.00-36.00
Leukosit 9.6 10^3/µL 3.6-11 L
Trombosit 407 10^3/µL 150-400 L
RDW 15.9 ∞ 11.60-14.80 H
MPV 9 FI 4.00-11.00
9
mendesak prostat ke posterior, serta mendesak rectosigmoid ke sisi
kiri, curiga soft tissue sarcoma disertai infiltrasi ke vesical urinaria
- Moderate hidronefrosis dan hidroureter kanan kiri
- Multiple limfadenopati pada region inguinal kanan kiri, presacral, dan
para aorta (ukuran terbesar ± 2.1 x 2.3 cm pada parasacral)
- Multiple lesi litik disertai erosi pada proksimal os femur kanan dan os
ilium kanan serta lesi litik pada corpus vertebrata L1, cenderung bone
metastasis
DAFTAR MASALAH
10
7/8/2019 Klien mengatakan perutnya terasa sakit. berhubungan
Pukul P: Nyeri timbul saat kencing keluar infiltrasi tumor
06.45 dan saat klien bergerak
Q: seperti ditusuk-tusuk,
R: Perut sebelah kiri dan benjolan
dikepala sebelah kiri
S : skala 7,
T: hilang timbul
O : lebih dari 3 bulan dimulai bulan
Mei 2019
DO:
Klien didiagnosa Ca Buli
Kadang-kadang klien tampak
meringis.
Hasil MSCT Abdomen dicurigai soft
tissue sarcoma disertai infiltrasi ke
vesical urinaria
Hasil MSCT kepala dicurigai
metastasis
TD = 100/70 mmHg
Nadi = 106 kali/menit
Suhu = 37,3 oC
RR = 20 kali/ menit
RENCANA KEPERAWATAN
11
karena nyeri berkurang yang diperlukan untuk
- TTV dalam batas
merencanakan asuhan
normal
- Pasien bisa melakukan 2. Cek obat meliputi
relaksasi Tarik nafas jenis, dosis, dan
dalam frekuensi pemberian
analgetik.
Rasional :
memberikan obat
sesuai dengan keluhan
pasien dan anjuran
dokter
3. Tentukan jenis
analgetik ( Narkotik,
Non-Narkotik)
disamping tipe dan
tingkat nyeri.
R : Untuk
mengetahui terapi
yang dilakukan sesuai
atau tidak, atau malah
menyebabkan
komplikasi
4. Gali pengetahuan
keluarga dan pasien
tentang nyeri
Rasional : menentukan
tindakan selanjutnya
apakah perlu
pemberian informasi
atau tidak
5. Berikan informasi
tentang nyeri
- Rasional : klien bisa
mengontrol nyeri
6. Latih relaksasi Tarik
nafas dalam dan beri
pengalihan nyeri
R : Untuk
meningkatkan
12
kenyamanan dengan
mengalihkan perhatian
klien dari rasa nyeri
7. Monitor tanda –
tanda vital sebelum
dan setelah pemberian
analgetik.
R: mengetahui
keadaan umum pasien
8. Evaluasi nyeri
R: Untuk mengetahui
efektifitas penanganan
nyeri, tingkat nyeri
dan sampai
sejauhmana klien
mampu menahannya
serta untuk
mengetahui kebutuhan
klien akan obat-obatan
anti nyeri
IMPLEMENTASI
13
kiri dan benjolan
dikepala sebelah
kiri
S : skala 7,
T: hilang timbul
O : lebih dari 3
bulan dimulai
bulan Mei 2019
DO :
Pasien tampak
meringis
DS: Klien
menjawab nama
dan menanyakan
jenis obat apa yang
diberikan
DO : klien
13.55 2. Mengecek 6 mengangguk
benar obat saat setelah saya
pemberian obat jelaskan
DS :Klien
menanyakan jenis
obat yang diberikan
DO: Klien hanya
terdiam saat
14.00 dilakukan
3. Melakukan penyuntikan
pemberian obat
Ketorolac 30
mg/8 jam DS: Klien dan
melalui keluarga klien
intravena pada belum mengetahui
klien cara mengatasi
09.10 nyeri secara non
farmakologis
14
pengetahuan N : 100 x/mnt
pasien tentang
nyeri RR : 22 x/mnt
S : 36oC
11.00
5. Monitor tanda –
tanda vital
2. Melakukan DS :Klien
pemberian menanyakan jenis
obat Ketorolac obat yang diberikan
30 mg/8 jam
14.00 melalui DO: Klien tampak
intravena pada meringis saat
klien disuntik
3. Memberikan
informasi DS: Keluarga Klien
15
09.40 tentang cara mengangguk saat
mengatasi dijelaskan
nyeri dengan
tindakan non
farmakologis:
relaksasi Tarik
nafas dalam
5. Evaluasi Nyeri
13.00
DS : pasien masih
nyeri
P: Nyeri timbul
saat kencing keluar
dan saat klien
bergerak
Q: seperti ditusuk-
tusuk,
R: Perut sebelah
kiri dan benjolan
dikepala sebelah
kiri
S : skala 7,
T: hilang timbul
O : lebih dari 3
bulan dimulai
bulan Mei 2019
DO :
Pasien tampak
meringis
16
No TGL, DIAGNOSA TINDAKAN RESPON PASIEN TTD
JAM KEP KEPERAWATAN
DO: Klien
09.10 3. Melatih klien memperagakan
untuk relaksasi relaksasi Tarik
Tarik nafas nafas dalam
dalam
4. Monitor tanda –
DS: TD : 120/70
tanda vital
11.00 mmHg
N : 100 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36oC
17
bergerak
Q: seperti ditusuk-
tusuk,
R: Perut sebelah
kiri dan benjolan
dikepala sebelah
kiri
S : skala 6,
T: hilang timbul
O : lebih dari 3
bulan dimulai
bulan Mei 2019
DO :
Pasien tampak
meringis
EVALUASI
18
TD : 120/70 mmHg
N : 100 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36oC
19
BAB III
PEMBAHASAN
A. ANALISA KASUS
Tn. A usia 40 tahun status sudah menikah didiagnosis Ca buli sejak
Mei 2019. Awalnya klien mengalami kencing darah pada bulan Mei 2019,
dan oleh keluarga klien dibawa ke RS Kudus. Di RS Kudus klien
dilakukan pemeriksaan teropong dan terlihat bahwa di kandung kemih ada
massanya. Dari RS Kudus merujuk Tn. A ke RSUP Dr. Kariadi. Di RSUP
Dr. Kariadi dilakukan pemeriksaan CT Scan dan terdapat ada benjolan di
otak Tn. A. Selain itu, klien juga dilakukan MSCT Abdomen yang
menunjukkan bahwa ada massa di kandung kemih klien. Tn. A juga
mengeluh gangguan menelan setelah diperiksa ternyata ada impaksi gigi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas pada tanggal 8 Juli 2019 Tn. A
operasi odondectomy dan pengambilan tumor regio parietal sinistra.
Setelah itu Tn. A mengalami program radioterapi hingga saat ini.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 7 Agustus 2019 dengan hasil
TD = 100/70 mmHg, Nadi = 106 kali/ menit, Suhu= 37,3 oC, RR= 20
kali/ menit. Saat ditanya keluhan pasien, keluarga pasien mengatakan jika
klien mengeluh nyeri P: Nyeri timbul saat kencing keluar dan bergerak, Q:
seperti ditusuk-tusuk, R: Perut sebelah kiri dan benjolan kepala sebelah
kiri, S : skala 7, T: hilang timbul, O : lebih dari 3 bulan dimulai bulan Mei
2019.
Ca buli berbentuk papiler, tumor non invasif (in situ), noduler
(infiltratif) atau campuran antara bentuk papiler dan invasif. Ca buli yang
terus berkembang akan mendesak kandung kemih sehingga menyebabkan
iritasi dan terjadi hematuria. Dampak hematuria yang berlangsung terus
menerus dapat mengancam jiwa karena dapat menimbulkan penyulit
berupa terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran darah,
sehingga dapat menimbulkan syok hipovolemik/ anemi dan menimbulkan
urosepsis. Selain itu iritasi kandung kemih juga menyebabkan nyeri saat
berkemih. (Black & Hawks, 2014)
20
Keluhan nyeri pada Tn. A diambil diagnose keperawatan berupa
nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor. Nyeri kronis adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan sebagai suatu
kerusakan (International Association for the Study of Pain); serangan yang
tiba-tiba atau lambat dengan intesitas ringan hingga berat, terjadi konstan
atau berulang yang barakhirnya tidak bisa diantisipasi atau diprediksi, dan
berlangsung lebih dari 3 bulan (Herdman, 2018)
Pasien kanker ca buli dengan metastase ke organ lain seperti kepala
maka intensitas nyerinya akan meningkat dan terus menerus karena
pertumbuhan sel kanker akan mendesak organ disekitar sehingga
menimbulkan rasa nyeri, rasa nyeri itu dihantarkan ke otak dan dari otak
akan dipersepsikan nyeri dan dihantarkan ke organ tersebut, semakin parah
kanker tersebut maka akan semakin sering juga nyeri itu muncul. Kanker
Buli bisa sampai menjalar ke otak. Jika sudah mengenai saraf otak maka
akan merambat ke saraf mata dan tumor itu mengisi rongga orbita
sehingga mendesak bola mata dan menyebabkan mata menonjol serta
mengalami kesulitan penglihatan seperti pada kasus Tn. A yang matanya
menonjol dan penghilatannya kurang jelas. . (Black & Hawks, 2014)
Penanganan nyeri sedang yaitu dengan pemberian obat anti nyeri
yang sudah disetujui oleh dokter. Pada kasus Tn. A obat anti nyeri berupa
ketorolac 30 mg/ 8 jam melalui Intravena, durogetic patch 25 mg/ 12 jam
melalui topical, alprazolam 0,5 mg / 24 jam, parasetamol 500 mg/ 8 jam
melalui oral, gabentin 100 mg/ 8 jam. Semua obat anti nyeri itu diberikan
secara bergantian karena efek samping obat yang membahyakan
digunakan dalam waktu yang lama. Efek samping obat ketorolac yaitu
sakit perut, mual atau muntah ringan, diare, konstipasi, Heartburn ringan,
nyeri perut, kembung, pusing, sakit kepala, mengantuk, berkeringat; dan
telinga berdenging. Jika digunakan dalam waktu yang lama maka akan
membahayakan kondisi pasien, bisa saja pasien mengalami iritasi
lambung, namun pada kasus Tn. A tidak mengalami efek samping diatas.
Durogetic patch adalah obat pereda nyeri yang digunakan untuk
21
meredakan rasa sakit yang hebat yang bekerja dengan mengubah respon
otak dan sistem saraf pusat terhadap rasa sakit. Penggunaan durogetic
patch dapat menyebabkan ketergantungan dan iritasi jika obat ini dioleskan
pada kulit yang terdapat luka bakar, sayatan, atau iritasi. Efek samping
obat tersebut yaitu sesak napas, irama jantung melambat, otot kaku,
pusing, gangguan panglihatan, mual dan muntah, gatal, berkeringat,
tekanan darah tinggi. (Andarmoyo, 2013)
Alprazolam bekerja pada otak dan saraf (sistem saraf pusat) untuk
menghasilkan efek menenangkan. Efek samping yang biasa terjadi yaitu
Mmngantuk, pusing, merasa lelah, atau mudah marah, penglihatan kabur,
sakit kepala, masalah ingatan, kesulitan berkonsentrasi, masalah tidur
(insomnia), bengkak di tangan atau kaki, kelemahan otot, kurangnya
keseimbangan atau koordinasi, bicara cadel, perut mulas, mual, muntah,
sembelit, diare, meningkatnya keringat, mulut kering, hidung tersumbat,
perubahan nafsu makan atau berat badan, kehilangan minat pada seks,
masalah memori. Paracetamol ditargetkan untuk mengobati bagian otak
yang menimbulkan rasa nyeri. Obat ini akan menghentikan produksi zat
kimiawi yang menyebabkan bagian otak tersebut meradang. Gabapentin
merupakan obat yang digunakan untuk meredakan nyeri neuropati (nyeri
yang disebabkan oleh kerusakan atau penyakit pada sistem saraf). Efek
samping obat gabapentin hampir sama dengan obat anti nyeri lainnya.
Semua obat anti nyeri memiliki efek samping yang membuat pasien tidak
nyaman. Penggunaan obat anti nyeri dalam waktu yang lama bisa
menyebabkan ketergantungan, kerusakan hati, iritasi lambung dan
menyebabkan perdarahan hebat, dan masih banyak lagi efek samping
lainnya yang bisa timbul akibat penggunaan waktu yang lama.
(Andarmoyo, 2013)
22
dengan skala 8-10. Penanganan nyeri ringan yaitu dengan terapi non
farmakologis dan kolaborasi obat-obatan. Pada pasien dengan nyeri
sedang biasanya susah untuk diajak kerja sama sehingga
penatalaksanaanya biasanya diberikan terapi farmakologis. Pada nyeri
berat klien sudah tampak cemas agitasi sehingga langsung diberikan terapi
farmakologis. (Andarmoyo, 2013)
Pada kasus ini Tn. A mengeluh nyeri dengan skala 7 atau masuk
kedalam nyeri sedang sehingga intervensi yang dilakukan yaitu kolaborasi
dengan dokter tentang terapi farmakologis setelah pengkajian yang
diberikan yaitu pemberian obat Ketorolac 30 mg/8 jam melalui intravena.
Sebelumnya pasien mendapatkan obat anti nyeri yang bermacam-macam
yang diberikan secara bergantian. Ketorolac adalah obat dengan fungsi
mengatasi nyeri sedang hingga nyeri berat untuk sementara. Ketorolac
adalah golongan obat nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) yang
bekerja dengan memblok produksi substansi alami tubuh yang
menyebabkan inflamasi. Efek ini membantu mengurangi bengkak, nyeri,
atau demam. Efek samping dari obat ketorolac adalah menyebabkan mual
dan bisa mengiritasi lambung. Maka dari itu obat ketorolac tidak
dianjurkan diberikan dalam waktu yang lama. (Andarmoyo, 2013)
Walaupun Tn. A mengalami nyeri sedang namun keluarga dan
pasien perlu mengetahui tentang pengertian, penyebab, cara mengatasi
nyeri. Maka dari itu pada intervensi saya cantumkan menggali
pengetahuan nyeri pada pasien dan keluarga dan didapatkan hasil bahwa
keluarga belum mengetahui nyeri. Manajemen nyeri berupa farmakologis
dan non frmakologis. Non farmakologis bisa diberikan pada klien dengan
nyeri ringan. Tindakan manajemen nyeri non farmakologis bisa berupa
relaksasi nafas dalam, guide imaginary ( imajinasi terbimbing) dengan
membayangkan sesuatu yang indah- indah, distraksi atau pengalihan.
Distraksi atau pengalihan bisa dilakukan dengan melakukan hal yang
disukai pasien missal mendengarkan music, atau menggambar, atau yang
lainnya. (Andarmoyo, 2013)
23
Pada kasus Tn. A saya mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
untuk mengurangi nyeri karena mudah diaplikasikan. Relaksasi Tarik
nafas dalam bisa dilakukan mandiri oleh pasien tanpa menggunakan alat
serta jika pasien sedang tidak bersama keluarga dan merasa nyeri, pasien
bisa mengaplikasikan relaksasi tersebut. Relaksasi nafas dalam bisa
dilakukan dimanapun, bisa dilingkungan yang ramai maupun sepi. Jika
dibandingkan dengan teknik non farmakologis yang lain seperti distraksi
atau pengalihan dan guided imaginary. Distraksi dan guided imaginary
hanya bisa dilakukan di lingkungan yang sepi dan tenang saja.
Asuhan keperawatan berupa pemberian obat ketorolac 30 mg/8 jam
melalui intravena bisa menurunkan skala nyeri walaupun tidak drastis dan
perlahan seperti pada Tn. A yang sebelumnya mengeluh nyeri skala 7
berkurang menjadi skala 6. Asuhan keperawatan yang lain dalam
mengatasi nyeri yaitu melatih relaksasi nafas dalam, walaupun Tn. A
mengalami nyeri sedang namun perlu diberikan informasi tentang cara
penanganan nyeri dengan non farmakologis agar bisa diterapkan saat
sendiri dan dirumah. Intervensi pemberian obat anti nyeri dan latihan
relaksasi nafas dalam efektif menurunkan nyeri hanya saja perlu
diperhatikan efek samping dari obat ketorolac yang dapat mengiritasi
lambung sehingga perlu diperhatikan juga lama penggunaan obat tersebut.
Manajemen non farmakologis selain relaksasi Tarik nafas dalam seperti
distraksi dan guided imaginary bisa diajarkan kepada keluarga dan pasien.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang sudah dipaparkan penulis
mengenai diagnose Nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor.
Implementasi yang dilakukan yaitu manajemen nyeri secara farmakologis dan
non farmakologis. Tujuannya agar skala nyeri berkurang. Manajemen nyeri
24
secara farmakologis yaitu dengan memberikan obat Pereda nyeri. Obat yang
digunakan dalam kasus ini yaitu obat Ketorolac 30 mg/8 jam melalui
intravena, durogetic patch 25 mg/ 12 jam melalui topical, alprazolam 0,5 mg /
24 jam, parasetamol 500 mg/ 8 jam melalui oral, gabentin 100 mg/ 8 jam.
Semua obat tersebut digunakan secara bergantian karena obat tersebut tidak
bisa digunakan dalam waktu jangka panjang dan menyebabkan kerusakan
organ seperti lambung dan hati. Selain itu juga dilakukan tindakan pemberian
informasi tentang mengatasi nyeri dengan cara non farmakologis yang bisa
dilakukan mandiri oleh pasien. Manajemen nyeri secara non farmakologis
berupa relaksasi nafas dalam juga efektif dilakukan karena tidak
membutuhkan alat, dan bisa dilakukan dimanapun.
Berdasarkan tindakan diatas masalah nyeri pada klien teratasi
sebagian, namun klien masih merasa nyeri dan skala 6. Hal ini terjadi karena
metastasis tumor sudah menyebar ke kepala juga yang menyebabkan lokasi
nyeri semakin banyak, sehingga nyeri susah diatasi. Selain itu, relaksasi Tarik
nafas dalam juga perlu dilakukan secara berulang saat nyeri dating untuk
mengontrol nyeri. Namun pada implementasi keperawatan diatas hanya
dilakukan 1 kali saja.
B. SARAN
Diharapkan latihan relaksasi Tarik nafas dalam bisa dilakukan lebih
dari 1 kali sampai klien bisa melakukan secara mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
25
Moorhead Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th
Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia.
Purnomo, B. B. (2011). Dasar-dasar Urologi edisi ketiga. Jakarta: Sagung Seto.
WHO (World Health Organization), 2013. Cancer: Prevention and Control.
WHO : Globalhealth.
26