Anda di halaman 1dari 40

BAB I

KLARIFIKASI ISTILAH
1. Telinga yaitu organ yang berfungsi menangkap suara, serta berfungsi juga sebagai
keseimbangan (Djafar, 2007)
2. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. (Smeltzer, 2001)
3. Pilek adalah radang yang terjadi pada lapisan hidung dan tenggorokan, sehingga
menyebabkan produksi lendir menjadi lebih banyak.(rachmanuddinchair, 2005)
4. Batuk adalah respons alami yang dilakukan tubuh untuk membersihkan lendir atau
faktor penyebab iritasi, seperti debu atau asap, agar keluar dari saluran
pernapasan(ruby,2009)
5. Demam atau pyrexia merupakan salah satu gejala umum yang paling sering
dialami seseorang ketika sakit, tubuh dapat dikatakan demam bila suhu tubuh
melebihi batas normal yaitu 36,5.(American association of critical-care, 2011)

BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
1

1. Anatomy , histology , dan fisiologi telinga ?


2. Penyebab cairan keluar dari telinga kiri ?
3. Bagaimana hubungn penyakit yang dialami sebelumnya dengan keluhan yang
dirasakan sekarang ?
4. Penegakan Diagnosis ?
5. Diagnosis banding

BAB III
ANALISIS MASALAH
1. Anatomy , histology dan fisiologi telinga ?
2

A. Anatomy
Secara anatomi, telinga dibagi atas 3 yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam. Telinga luar berfungsi mengumpulkan dan menghantarkan
gelombang bunyi ke struktur-struktur telinga tengah. Telinga luar terdiri dari daun
telinga (pinna atau aurikel) dan liang telinga sampai membrane timpani. Di dalam
telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, stapes.
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis.

Gambar 1 . Anatomi telinga

Daun telinga merupakan struktur tulang rawan yang berleku-lekuk dan


dibungkus oleh kulit tipis. Lekukan-lekukan ini dibentuk oleh heliks, antiheliks,
tragus, antitragus, fossa skafoidea, fossa triangularis, konkha dan lobulus.
Permukaan lateral daun telinga mempunyai tonjolan dan daerah yang datar. Tapi
daun telinga yang melengkung disebut tuberkulum telinga (darwn tubercle). Pada
bagian anterior heliks terdapat lengkungan yang disebut antiheliks. Bagian
superior antiheliks membentuk dua buah krura antiheliks dan bagian dikedua
krura ini disebut fosa triangulari. Di atas kedua krura ini terdapat fosa skafa. Di
depan antiheliks terdpat konka, yang terdiri atas dua bagian yaitu samba konka,
yang merupakan bagian anterior superior konka yang ditutupi oleh krus heliks dan
kavum konka yang terletak dibawahnya bersebrangan dengan konka, yang
merupakan bagian antero superior konka yang ditutupi oleh krus heliks dan
kavum konka yang terletak dibawahnya bersebrangan dengan konka dan terletak
3

di bawah krus heliks terdapat tonjolan kecil yang berbentuk segitiga kecil yang
disebut tragus dan terletak pada batas bawah anteheliks disebut antitragus.

Gambar 2. Anatomi daun telinga (aurikula)

Auricula terdiri dari potongan kartilago yang ditutupi kulit dan dihubungkan
ke tengkorank oleh oto dan ligamentum vestigial. Meatus acusticus externus
membentuk pipa melengkung seperti S yang terbentang dari auricular ke
membran tympani (gendang telinga). Meatus acusticus externa mempunyai
kerangka tulang rawan pada sisi paling laterlanya yang bersambung dengan
auricular.
Saluran ini dilapisi kulit yang melekat erat ke kerangka tulang rawan dan
tulang liang telinga. Kulit ini mengandung banyak glandula ceraminosa dan
vibrissae pada bagian terluarnya. Rangka luar dan bagian medial dibentuk oleh
pars tympanica, petrosa dan squamosa ossis temporalis. Os temporal membentuk
bagian dasra dan dinding lateral tengkorak. Telinga luar berfungsi mengumpulkan
dan menghantar gelombang bunyi ke struktur-struktur telinga tengah.
Jaringan subkutan daun telinga bagian superior sangat tipis, terutama di
permukaan anterior, sehingga kulit langsung menempel pada tulang rawan. Makin
ke bawah lapisan subkutan bertambah dan berakhir di lobulus yang tidak
mempunyai rangka tulang rawan. Perdarahan daun telinga bagian posterior berasal
dari cabang posterior a.karotis eksterna yang mendarahi juga sebagian kecil
permukaan depan daun telinga. Sebagian permukaan belakang daun telinga
terutama doperdarahi oleh a.oksipitalis. permukaan depan daun telinga terutama
diperdarahi oelh cabang anterior a.temporalis superficial anterior. Persarafan daun
telinga disuplai oleh cabang-cabgan aurikularis magnus dan oksipitalis minor dari
pleksus servikali, juga dari cabagng aurikulotemporal saraf trigeminal serta
cabgang auricular n.vagus.
Karena keunikan anatomi aurikula serta konfigurasi liang telinga yang
melengkung, maka telinga luar mampu melindungi membrana timpani dari
4

trauma, benda asing dan efek termal. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan
bagian tulang rawan pada sepertiga luar dan bagian tulang pada dua pertiga dalam.
Panjang liang telinga kira-kira 2,5 cm 3 cm. Bentuk liang telinga seperti huruf S
melar akibat perbedaan sudut bagian tulang rawan dan bagian tulang karena itu
membrane timpani biasanya tidak dapt terlihat langsung dari luar. Bagiang yang
tersempit dari liang telinga adalah dekat perbatasan tulang dan tulang rawan.
Hanya sepertiga bagian luar atau bagian kartilaginosa dari liang telinga dapat
bergerak.
Pada kulit yang normal di liang telingfa, ada bakteri flora seperti Micrococcus
dan Corynebacterium sp. Infeksi pada liang telinga oleh bakteri patogen
dipengaruhi kondisi host misalnya adanya trauma lokal, adanya perubahan sifat
serumen, dermatitis, dan perubahan pH di liang telinga. Kulit yang melapisi
bagian kartilaginosa lebih tebal daripada kulit bagian tulang, selain itu juga
mengandung folikel rambut yang banyak bervariasi antar individu namun ikut
membantu menciptakan suatu sawar dalm laing telinga. Anatomi liang telinga
bagian tulang sangat unik karena merupakan satu-satunya tempat dalam tubuh
dimana kulit langsung terletak di atas tulang tanpa adanya jaringan subkutan.
Dengan demikian daerah ini sangat peka, dan tiap pembengkakan akan sangat
nyeri karena tidak terdapat ruang untuk ekspansi.
Jika menggunakan otoskop, aurikula biasanya harus ditarik ke postero lateral
untuk dapat melihat bagiantulang dan membrana timpani. Bersama dengan lapisan
luar membrana timpani, liang telinga membentuk suatu kantung berlapis epitel
yang dpat memerangkap kelembaban, sehingga daerah ini menjadi rentan infeksi
pada keadaan tertentu. Kulit uang melapisi bagian kartilaginosa lebih tebal
daripada kulit bagian tulang, selian itu juga mengandung folikel rambut yang
banyaknya bervariasi antar individu namun ikut membantu menciptakan suatu
sawar dalam liang telinga.
Anatomi liang telinga bagiang tulang sangat unik karena merupakan satusatunya tempat dalam tubuh dimana kulit langsung terletak di atas tulang tanpa
adanya jaringan subkutan. Dengan demikian daerah ini akan sangat peka, dan tiap
pembengakakn akan sangat nyeri karena tidak terdapat ruang untuk ekspansi.

Gambar 3. Membran timpani yang normal

Ada tiga makroskopik mekanisme pertahanan dari liang telinga dan


permukaan lateral membrane timpani yaitu tragus dan antitragus, kulit dengan
lapisan serumen dari isthmus. Salah satu cara perlindungan yang diberikan telinga
luar adalah dengan pembentukan serumen atau kotoran telinga. Sebagian besar
struktur kelenjar sebasea dan apokrin yang menghasilkan serumen terletak pada
bagian kartilaginosa. Eksfoliasi sel-sel stratum korneum ikut pula berperan dalam
pembentukan materi yang membentuk suatu lapisan pelindung penolak air pada
dinding kanalis ini. pH gabungan berbagai bahan tersebut adalah sekitar 6, suatu
faktor tambahan yang berfungsi mencegah infeksi. Serumen diketahui memiliki
fungsi sebagai proteksi. Dapat berfungsi sebagai sarana pengangkut debris epitel
dan kontaminan untuk dikeluarkan dari membrane timpani. Serumen juga
berfungsi sebagai pelumas dan dapat mencegah kekeringan dan pembentukan
fisura pada epidermis.
Saluran limfatik merupakan bagian yang penting dalam penyebaran infeksi.
Bagian anterior dan superior dari meatus akustikus eksternus, disalurkan ke
pembuluh limfe preaurikular di kelenjar limfe servikal bagian superior.
Bagain inferior, disalurkan ke infra aurikuler dekat angulus mandibula. Bagian
posterior disalurkan ke kelenjar limfe postaurikuler dan kelenjar limfe servikal
bagian superior. Rangsangan pada aurikuler dan meatus akustikus eksternus
berasal dari saraf perifer dan cranial, yaiu dari saraf trigeminus (V), fasil (VII),
glosopharingeal (IX), dan vagus (X).
( Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD , 2010 )

Gambar 4 . Anatomi saluran telinga

B. Histology
Secara mikroskospis telinga dibagi mejadi 3 bagian yaitu : telinga bagian luar ,
tengah dan dalam.
1. TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri atas daun telinga (auricle/pinna), liang telinga luar (meatus
accus-ticus externus) dan gendang telinga (membran timpani).
a) Daun telinga /aurikula disusun oleh tulang rawan elastin yang ditutupi oleh
kulit tipis yang melekat erat pada tulang rawan. Dalam lapisan subkutis terdapat
beberapa lembar otot lurik yang pada manusia rudimenter (sisa perkembangan),
akan tetapi pada binatang yang lebih rendah yang mampu menggerakan daun
telinganya, otot lurik ini lebih menonjol.
b) Liang telinga luar merupakan suatu saluran yang terbentang dari daun telinga
melintasi tulang timpani hingga permukaan luar membran timpani. Bagian
permukaannya mengandung tulang rawan elastin dan ditutupi oleh kulit yang
mengandung folikel rambut, kelenjar sebasea dan modifikasi kelenjar keringat
yang dikenal sebagai kelenjar serumen. Sekret kelenjar sebacea bersama sekret
kelenjar serumen merupakan komponen penyusun serumen. Serumen merupakan
materi bewarna coklat seperti lilin dengan rasa pahit dan berfungsi sebagai
pelindung.
c) Membran timpani menutup ujung dalam meatus akustiskus eksterna. Permukaan
luarnya ditutupi oleh lapisan tipis epidermis yang berasal dari ectoderm, sedangkan
lapisan sebelah dalam disusun oleh epitel selapis gepeng atau kuboid rendah turunan
dari endoderm. Di antara keduanya terdapat serat-serat kolagen, elastis dan fibroblas.
Gendang telinga menerima gelombang suara yang di sampaikan lewat udara lewat
7

liang telinga luar. Gelombang suara ini akan menggetarkan membran timpani.
Gelombang suara lalu diubah menjadi energi mekanik yang diteruskan ke tulangtulang pendengaran di telinga tengah.
2. TELINGA TENGAH
Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang
terletak di bagian petrosum tulang pendengaran. Ruang ini berbatasan di sebelah
posterior dengan ruang-ruang udara mastoid dan disebelah anterior dengan faring
melalui saluran (tuba auditiva) Eustachius.
Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya
merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior pada
pada celah tuba auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris bersilia. Lamina
propria tipis dan menyatu dengan periosteum.
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang
maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga
sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan
inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes
melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada 2 otot
kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani
terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah
posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi
rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang
maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam
dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otototot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.
Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes,
memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skal vestibuli koklea. Oleh
karenanya getaran-getaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulangtulang pendengaran ke perilimf telinga dalam. Untuk menjaga keseimbangan tekanan
di rongga-rongga perilimf terdapat suatu katup pengaman yang terletak dalam
dinding medial rongga timpani di bawah dan belakang tingkap oval dan diliputi oleh
suatu membran elastis yang dikenal sebagai tingkap bulat (fenestra rotundum).
Membran ini memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala timpani koklea.
Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan
nasofarings lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang
rawan biasanya saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel
8

bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat farings. Dengan
menelan dinding tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat
masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi
membran timpani menjadi seimbang.
3. TELINGA DALAM
Telinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum
tulang temporalis. Telinga tengah di bentuk oleh labirin tulang (labirin oseosa)
yang di da-lamnya terdapat labirin membranasea. Labirin tulang berisi cairan
perilimf sedangkan labirin membranasea berisi cairan endolimfe.
( Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD , 2010 )

Gambar 4. Histologi telinga


c. Fisiologi
Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran adalah
membran tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga struktur penting
tersebut sangat berperan dalam proses mendengar. Pada bagian apikal sel rambut
sangat kaku dan terdapat penahan yang kuat antara satu bundel dengan bundel
lainnya, sehingga bila mendapat stimulus akustik akan terjadi gerakan yang kaku
bersamaan. Pada bagian puncak stereosillia terdapat rantai pengikat yang
menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan stereosilia yang lebih rendah,
sehingga pada saat terjadi defleksi gabungan stereosilia akan mendorong gabungangabungan yang lain, sehingga akan menimbulkan regangan pada rantai yang
menghubungkan stereosilia tersebut. Keadaan tersebut akan mengakibatkan
9

terbukanya kanal ion pada membran sel, maka terjadilah depolarisasi. Gerakan yang
berlawanan arah akan mengakibatkan regangan pada rantai tersebut berkurang dan
kanal ion akan menutup. Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa dan
endolimfa yang menunjang terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea disebut
koklea mikrofonik, berupa perubahan potensial listrik endolimfa yang berfungsi
sebagai pembangkit pembesaran gelombang energi akustik dan sepenuhnya
diproduksi oleh sel rambut luar (May, Budelis, & Niparko, 2004).
Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan dengan
amplitudo maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus yang
diterima. Gerak gelombang membran basilaris yang timbul oleh bunyi berfrekuensi
tinggi (10 kHz) mempunyai pergeseran maksimum pada bagian basal koklea,
sedangkan stimulus berfrekuensi rendah (125 kHz) mempunyai pergeseran
maksimum lebih kearah apeks. Gelombang yang timbul oleh bunyi berfrekuensi
sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian apeks, sedangkan bunyi berfrekuensi
sangat rendah dapat melalui bagian basal maupun bagian apeks membran basilaris.
Sel rambut luar dapat meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang berjalan
dengan meningkatkan gerakan membran basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan
ini disebut sebagai cochlear amplifier
Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
telinga luar, lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan ketelinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran tersebut
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan akan
diteruskan ke telinga dalam dan di proyeksikan pada membran basilaris, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (Keith, 1989).

10

Gambar 5. Skema fisiologi pendengaran

2.

Penyebab cairan keluar dari telinga kiri


Terjadi oklusi tuba auditiva
akibat tekanan negatif

Terjadi proses inflamasi pada


daerah telinga dan membrane
timpani. Terjadi kongesti
Saat terjadi proses inflamasi
leukosit melawan mikroorganisme
dengan cara leukosit
mengorbankan dirinya sendiri

Etiologi (Bakteri, Virus dan


Jamur) dari saluran
pernafasan atas
Sebagai hasilnya terbentuk
nanah dalam telinga tengah.
Mikroorganisme
menginvasi
Selain
itu pembengkakan
pada tubasekitar
auditiva
yangtuba
jaringan
saluran
mengalami
oklusi
auditiva
menyebabkan
lender
yang dihasilkan sel-sel
ditelinga tengah terkumpul
dibelakang membrane
timpani

11

Iskemia membrane timpani dan


akhirnya terjadi nekrosis. Daerah
nekrosis lebih lembek dan berwarna
kekuningan (yellow spot)
Membran timpani rupture
(Djafar 2007)

Membrane timpani
mengalami penonjolan
(bulging)

Sekret berupa nanah


mengalir dari telinga tengah
ke telinga luar

3. Bagaimana hubungn penyakit yang dialami sebelumnya dengan keluhan yang


dirasakan sekarang
Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada otitis
media. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah
dengan nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga ke arah nasofaring
dan sepertiganya terdiri atas tulang (Djaafar, 2007).
Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru terbuka apabila
udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan
menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi muskulus tensor veli palatini
apabila terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dan tekanan udara luar antara 20
sampai dengan 40 mmHg. Tuba Eustachius mempunyai tiga fungsi penting, yaitu
ventilasi, proteksi, dan drainase sekret. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan
udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu
melindung telinga tengah dari tekanan suara, dan menghalangi masuknya sekret atau
cairan dari nasofaring ke telinga tengah. Drainase bertujuan untuk mengalirkan hasil
sekret cairan telinga tengah ke nasofaring (Djaafar, 2007; Kerschner, 2007).
Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang
dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan
kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran
pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa
37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007).
12

Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu


drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang
berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter
tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba.
Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA
lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan
bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih
besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba
Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba
Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke
telinga tengah melalui tuba Eustachius (Kerschner, 2007).

Perbedaan tuba eustachius pada anak dan orang dewasa


Patogenesis :
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada
mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius
menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila
keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus
atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa
telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang
berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan
mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga
tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi.
Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi
serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba
patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan
mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri,
13

sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret
dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu
karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas
terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek
membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007).
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal.
Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu
timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu,
sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi
abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu.
Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).
4. Penegakan Diagnosis
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut,
yaitu:
1 Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2 Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti
menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada
gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran
3

timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.


Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada
membran timpani,

nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan

aktivitas normal,
Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu
ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di
telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang
purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti
demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran
timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan
demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.
5. Diagnosis Banding
Menurut Rubin et al. (2008), diagnosis banding dari Otitis media ada 3 yaitu :
a) Otitis media supuratif akut
b) Otitis externa sirkumkripta
c) Otitis externa difus

14

BAB IV
KERANGKA KONSEP

15

BAB V
LEARNING OBJECT
16

5.1 Diagnosis Banding Otitis Media Akut


a. Otitis Eksterna Difusa
b. Otitis Eksterna Sirkumcripta
5.2 Definisi dan Klasifikasi Otitis Media Akut
5.3 Etiologi Otitis Media Akut
5.4 Faktor Resiko Otitis Media Akut
5.5 Gejala Klinis Otitis Media Akut
5.6 Fisiologi, Patologi Otitis Media Akut
5.7 Patogenesis Otitis Media Akut
5.8 Penyebab anak-anak mudah terkena Otitis Media Akut
5.9 Stadium Otitis Media Akut
5.10 Diagnosis Otitis Media Akut
5.11 Tatalaksana Otitis Media Akut
5.12 Komplikasi Otitis Media Akut
5.13 Pencegahan Otitis Media Akut

BAB VI
BELAJAR MANDIRI

17

BAB VII
BERBAGI INFORMASI
7.1. Diagnosis Banding
a. Otitis Eksterna Difusa
Definisi
18

Otitis eksterna difusa yang dikenal juga sebagai telinga cuaca panas ( hot
weather ear), telinga perenang ( swimmer ear), adalah merupakan suatu problema
umum dibagian otologi yang didapat pada 5 20 % penderita yang berobat kedokter
di daerah-daerah tropis dan subtropis pada musim panas. Otitis eksterna difusa
merupakan komplek gejala peradangan yang terjadi sewaktu cuaca panas dan lembab
dan dapat dijumpai dalam bentuk ringan, sedang, berat dan menahun. Telinga menjadi
gatal serta semakin sakit dan kulit liang telinga menjadi eritema, edema dan dilapisi
oleh sekreta yang berwarna kehijau-hijauan. Dengan semakin berkembangnya
penyakit, pasien merasa sakit bila daun telinga disentuh dan bila mengunyah. Bila
peradangan tidak ditanggulangi secara adekuat, maka rasa sakit, gatal serta sekret
yang berbau akan menetap.
Etiologi
Biasanya terjadi pada cuaca yang panas dan lembab, terutama disebabkan oleh
kelompok Pseudomonas dan kadang-kadang juga Staphylococcus albus, Escherichia
coli dan Enterobacter aerogenes.
Faktor Resiko
Meskipun banyak faktor penyebab otitis eksterna difusa, beberapa diantaranya
dikenal sebagai faktor penunjang yang penting untuk terjadinya otitis eksterna difusa
akut pada seseorang.
Beberapa diantara faktor-faktor tersebut serta hubungannya

Faktor epidemiologis timbulnya penyakit ini disebabkan perubahan kelembaban


lingkungan,suhu yang tinggi,maserasi kulit liang telinga yang terpapar lama oleh
kelembaban, trauma lokal serta masuknya bakteri sebagian keadaan yang sering
berkaitan dengan penyakit ini. Banyak penelitian menyokong timbulnya infeksi

karena masuknya bakteri dari luar.


Kelembaban merupakan foktor yang penting untuk terjadinya otitis

eksterna

Agaknya air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan merupakan sumber
kontaminasi yang sering dari bakteri. Hoadley dan Knight memperlihatkan bahwa
sakit telinga terjadi 2,4 kali lebih sering pada perenang dari pada yang bukan
perenang. Jumlah terbesar otitis eksterna terjadi pada lingkungan panas dan
lembab dan jarang dijumpai pada iklim sejuk dan kering. Kandungan air pada
lapisan permukaan luar kulit diduga memegang peranan yang nyata didalam
mudahnya terjadinya infeksi telinga luar.Stratum korneum menyerap kelembaban
dari lingkungan yang mempunyai derajat kelembaban yang tinggi. Peningkatan
19

kelembaban dari keratin didalam serta disekitar unit-unit apopilo sebasea dapat
menunjang terjadinya pembengkakan serta peyumbatan folikel sehingga dengan

demikian menyebakan berkurangnya aliran sekret kepermukan kulit.


Diduga bahwa suhu yang tinggi ,kembaban yang tinggi dan kontaminasi kulit
(kolonisasi) dengan basil gram negatif merupakan tiga faktor terpenting yang
menunjang didalam hal patogenesis otitis eksterna difusa. Berdasarkan
kepustakaan bahwa peningkatan yang cepat dari insiden otitis eksterna terjadi

apabila suhu menaik pada lingkungan yang kelembaban relatif tinggi.


Kulit yang normal mengandung lapisan lemak yang tipis pada permukaan yang
diduga mempunyai kerja antibakteri dan fungistatik. Lapisan lemak ini
mempunyai fungsi penting dalam pencegahan maserasi kulit serta menghalangi
masuknya bakteri kedalam dermis melalui unit-unit apopilo sebasea. Apabila
lapisn lemak dari tulang rawan liang telinga dibuang, pada umumnya ia
menggantikan dirinya dalam waktu yang singkat. Namun apabila berulang-ulang
dicuci maka lapisan lemak tersebut akan menghilang dan bakteri oksogen yang

tertanam disini bisa berkembang.


Ada bukti yang kontradisi tentang pentingnya keringat didalam terjadinya otitis
eksterna. Telah diketahui dengan jelas bahwa kelenjar apokrin terdapat diliang
telinga luar. Adanya kelenjar ekrin yang terbuka ke folikuler liang telinga dan
menyokong tertumpuknya keratin di muara duktos apopilo sebasea, ke aliran
kelenjar sebasea dan ekrin selama cuaca panas. Jika tidak ada kelenjar ekrin dalam
liang telinga, tidak mungkin menyebabkan keringat berkumpul serta menjadi salah
satu faktor dikulit untuk terjadinya otitis eksterna. Secara histologis bahwa tidak
adanya kelenjar ekrin yang masuk kedalam saluran folikularis. Pada individu yang
peka pada cuaca panas dan lembab dan terjadinya penutupan saluran folikularis

oleh keratin.
Teori mengatakan bahwa kelenjar epidermal tidak mampu untuk melimpahkan
sekresinya kepermukaan kulit sehingga konsentrasinya menyebabkan penurunan
daya tahan terhadap infeksi. Biasanya riwayat trauma lokal mendahului
perkembangan otitis eksterna. Cederanya kulit tlinga memungkinkan invasi
organisme eksogen melalui permukaan superficial dari epidermis yang biasanya
resisten terhadap bakteri. Bentuk trauma seperti ini terjadi bila memasukan
bendabenda asing kedalam liang telinga didalam usaha untuk mengurangi rasa

gatal pada liang telinga, terlebih pada lingkungan yang panas dan lembab.
Tidak adanya serumen didalam liang telinga luar bisa merupakan suatu keadaan
predisposisi untuk terjadinya infeksi telinga. Telah dikemukakan bahwa serumen

20

dari telinga penyebab terjadinya lapisan asam (acid cloak) yang bersifat anti
bakteri yang dianggap berguna untuk mempertahankan telinga yang sehat.

Gejala Klinis

Rasa sakit didalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak
enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga
rasa sakit yang hebat, serta berdenyut.pada suatu penelitian multisenter yang
melibatkan 239 pasien yang dilakukan oleh Cassisi dkk, rasa sakit yang hebat
20%, sedang 27%, ringan 36% dan tidak ada rasa sakit 17%. Meskipun rasa
sakit sering merupakan gejala yang dominan, keluhan ini juga sering
merupakan gejala sering mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya
tidak sebanding dengan derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan
kenyataan bahwa kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan
periosteum dan perikondrium,sehingga edema dermis menekan serabut saraf
yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagi pula, kulit dan tulang rawan
1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga
sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun telinga akan dihantarkan kekulit
dan tulang rawan dari liang telinga luar dan mengkibatkan rasa sakit yang

hebat dirasakan oleh penderita otitis eksterna.


Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap awal dari
otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit dan nyeri

tekan daun telinga.


Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu
rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Rasa gatal yang hebat
9%, sedang 23%, ringan 35%, tidak didapat rasa gatal 33%. Pada kebanyakan
penderita rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda
permulaan peradangan suatu etitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik

merupakan keluhan utama.


Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna
akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan
kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen
kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif.30 Keratin yang
deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat -obatan yang digunakan
kedalam telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran
suara.
21

Histopatologi
Pada
hyperkeratosis

otitis

eksterna

epidermis,

difusa

akut

parakeratosis,

tampak

adanya

gambaran

erosi,

spingiosis,

akanthosis,

hiperplasia stratum korneum dan stratum germinativum, edema, hiperemis,


infiltrasi leukosit, nekrosis, nekrosis fokal diikuti penyembuhan fibroblastik
pada dermis dan aparatus kelenjar berkurang, aktifitas sekretoris kelenjar
berkurang.
Penatalaksanaan
Otitis ekseterna difusa harus diobati dalam keadaan dini sehingga
dapat menghilangkanedem yang menyumbat liang telinga. Untuk tujuan ini
biasanya perlu disisipkan tampon berukuran x 5 cm kedalam liang telinga
mengandung obat agar mencapai kulit yang terkena.Setelah dilumuri obat,
tampon kasa disisipkan perlahan-lahan dengan menggunakan forsephartmann
yang kecil. Penderita harus meneteskan obat tetes telinga pada kapas tersebut
satuhingga dua kali sehari. Dalam 48 jam tampon akan jatuh dari liang telinga
karena lumen sudah bertambah besar.Polimiksin B dan colistemethate
merupakan antibiotic yang paling efektif terhadap pseudomonas dan harus
menggunakan

vehiculum

hidroskopik

seperti

glikol

propilen

yang

telahdiasamkanbahan kimia lain, seperti gentian violet 2% dan perak nitrat 5%


bersifat bakterisid dan bisa diberikan langsung ke kulit liang telinga. Setelah
reaksi peradangan berkurang, dapatditambahkan alcohol 70% untuk membuat
liang

telinga

bersih

dan

kering.Pasien

harus

diingatkan

mengenai

kemungkinan kekambuhan yang mungkin terjadi pada pasien, terutama setelah


berenang. Untuk menghindarinya pasien harus menjaga agar telinganyaselalu
kering, menggunakan alcohol encer secara rutin tiga kali seminggu. Juga harus
diingatkanagar tidak menggaruk/membersihkan telinga dengan cotton
bud terlalu sering.
Komplikasi

Perikondritis - adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan infeksi pada
kulit dan jaringan yang mengelilingi tulang rawan pada telinga luar

22

Selulitis - adalah suatu kelainan kulit yang ditandai dengan kemerahan,


pembengkakan, nyeri tekan dan sakit pada kulit dikarenakan peradangan pada
jaringan ikat kulit
(Soepardi, 2007)

b. Otitis Externa Sirkkumskripta


Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel=bisul) merupakan peradangan pada
sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka ditempat itu dapat terjadi infeksi
pada pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel. Kuman penyebab biasanya
golongan Pseudomonas. Kuman lain yang dapat sebagai penyebab ialah
Staphylococcus albus, Escherichia colli dan sebagainya. Otitis eksterna difus
dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit, kadang
kelenjar getah bening regional membesar dan nyeri tekan, terdapat sekret yang
berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir (musin). Seperti sekret yang ke luar
dari kavum timpani pada otitis media

Pengobatannya dengan membersihkan linag telinga, memasukkan tampon


yang mengandung antibiotika ke liang telinga supaya terdapat kontak yanng baik
antara obat dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotika
sistemik.
23

Etiologi
Penyebab otitis eksterna sirkumskripta yang tersering adalah Staphylococcus
aureus, Staphylococcus albus. Faktor lainnya adalah maserasi kulit liang telinga
akibat sering berenang atau mandi denga shower, trauma, reaksi terhadap benda asing,
dan akumulasi serumen. Sering terjadi superinfeksi oleh bakteri piogenik (terutama
Pseudomonas atau staohylococcus) dan jamur.
Otitis eksterna rekuren biasanya disebabkan oleh pemakaian aplikator
berujung kapas yang sering atau sering berenag dalam kolam berenang berklorinasi
(atau keduanya).

Gambar. Salah satu penyebab otitis eksterna5


Patogenesis
Otitis eksterna sirkumskripta merupakan infeksi folikel rambut, bermula
sebagai folikulitis kemudian biasanya meluas menjadi furunkel. Organisme penyebab
biasanya Staphylococcus. Umumnya kasus-kasus ini disebabkan oleh trauma garukan
pada liang telinga. Kadang-kadang nfurunkel disebabkan oleh tersumbat serta
terinfeksinya kelenjar sebasea di liang telinga. Panas dan lembab dapat menurunkan
daya tahan kulit liang telinga, sehingga frekuensi penyakit ini agak meningkat pada
musim panas.
Pada kasus dini, dapat terlihat pembengkakan dan kemerahan difus didaerah
liang telinga bagian tulang rawan, biasanya posterior atau superior. Pembengkakan itu
24

dapat menyumbat liang telinga. Setelah terjadi lokalisasi dapat timbul pustula. Pada
keadaan ini terdapat rasa nyeri yang hebat sehingga pemeriksaan sukar dilakukan.
Biasanya tidak terdapat sekret sampai absesnya pecah. Toksisitas dan adenopati
muncul lebih dini karena sifat organisme penyebab infeksi.
Faktor Resiko
Faktor resiko penyakit otitis eksterna antara lain :
-

Suka membersihkan atau mengorek-ngorek telinga dengan cotton buds, ujung jari
atau alat lainnya

Kelembaban merupakan foktor yang penting untuk terjadinya otitis eksterna.

Sering berenang, air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan merupakan
sumber kontaminasi yang sering dari bakteri

Penggunaan bahan kimia seperti hairsprays, shampoo dan pewarna rambut yang
bisa membuat iritasi, yang memungkinkan bakteri dan jamur untuk masuk

Kanal telinga sempit

Infeksi telinga tengah

Diabetes
(Djafaar, 2010)
Gejala dan Tanda

Nyeri hebat yang diikuti otore purulen, meatus nyeri tekan, tampak

pembengkakan
Nyeri tekan pada tragus dan pada tarikan daun telinga
Gangguan pendengaran bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan

1. Anamnesa
Dari anamnesa dapat ditanyakan gejala dan tanda yang dirasakan
penderita.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan liang telinga, pada inspeksi tampak linag telinga
kemerahan, edema. Rasa nyeri juga dijumpai terutama saat menggerakkan
rahang (mengunyah), menekan tragus dan menggerkkan daun telinga.
Adanya inflamasi, hiperemis, edema yang terlihat pada linag telinga
luar dan jaringan lunak periaurikuler.
25

Nyeri yang hebta, yang ditandai adanya kekakuan pada jaringan lunak

ppada ramus mandibula dan mastoid.


Nervus kranialis harus (V-XII) diperiksa.
Status menteal harus diperiksa. Gangguan status mental dapat

menunjukkan komplikasi intracranial.


Membrane timfani biasanya intak.
Demam tidak umum terjadi.
3. Pemeriksaan penunjang
Biakan dan tes sensitivitas dari sekret.
Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan yang dapat diterapkan pada semua tipe otitis
eksterna antara lain

1. Membersihkan liang telinga dengan pengisap atau kapas dengan berhati-hati


2. Penilaian terhadap sekret, edema dinding kanalis, dan membrana timpani
bilamana mungkin keputusan apakah akan menggunakan sumbu untuk
mengoleskan obat
3. Pemilihan pengobatan lokal
Infeksi piogenik :

Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar linga

telinga tetap bersih dan kering dan melindunginya dari trauma. Kotoran harus
dibersihkan dengan dari liang telinga dengan irigasi secara lembut. Antibiotika
topikal yang dikombinasikan dengan kortikosteroid dalam bentuk tetes telinga
sangat penting. Berikan antibiotika sistemik (biasanya penisilin) dalam dosis
penuh dalam 10 hari jika terdapat tanda-tanfa penyebaran infeksi di luar kulit
liang telinga (demam, adenopati, atau selulitis daun telinga). Selama fase akut,
hindari berenang bila memungkinkan.
Pengankatan benda asing : Pengankatan harus selalu dilakukan dengan
melihat langsung dan jangan pernah melakukan dengan membabi buta.
Mengalirkan larutan garam hangat-hangat kukudengan terarah melalui benda
asing tersebut kedalam liang telinga mungkin mendorongnya mengapung keluar.
Benda berupa sayuran, seperti kacang dan buncis, mengembang bila terken air dan
harus dikeluarkan dengan kawat lengkung; hati-hati, jangan sampai mendorong
benda asing makin dalam lagi. Bila benda tersebut besar dan tertancap pada
tempatnya, pasien harus dirujuk ke dokter ahli THT.
Pengangkatan serumen terimpaksi : Serumen pada liang telinga luar harus
dibersihkan sebelum pemeriksaan dilanjutkan. Serumen dapat diangkat dengan
26

kawat lengkung atau dengan aplikatot kawat tipis berujung kapas. Bila perlu,
serumen dapat dilunakkan dengan meneteskan minyak mineral atau Cerumenex
(perhatian : Cerumenex dapat menimbulkan dermatitis kontak jika dibiarkan di
liang telinga selama lebih dari 30 menit). Serumen juga dapat dicuci keluar
dengan air atau larutan garam hangat, dengan memakai spuit. Irigasi
dikontraindikasikan jika terdapat kemungkinan perforasi membrane timpani.

NAMA OBAT

SPEKTRUM ORGANISME

Kolistin

Pseudomonas aeruginosa
Golongan Klebsiella-Enterobacter

Polimiksin B

Escherichia coli
Pseudomonas aeruginosa
Golongan Klebsiella-Enterobacter
Escherichia coli

Neomisin

Staphylococcus aureus dan S.albus


Escherichia coli
Golongan proteus

Kloramfenikol

Staphylococcus aureus dan S.albus


Golongan Klebsiella-Enterobacter
Escherichia coli

Nistatin
Klotrimazol
Mikonazol

Organisme jamur

Tolnafat
Karbol-fuhsin
Timol/alcohol
Asam salisilat/alcohol
Asam borat/alcohol
Asam asetat/alcohol

Terutama organisme jamur namun


dapat

pula efektif pada

infeksi bakteri dengan cara merendahkan


pH kulit liang telinga
M-kresil asetat
Mertiolat akueus

Umumya antiseptic

27

7.2. Otitis Media Akut


A. Definisi dan Klasifikasi
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut
(OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat
cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara
lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare,
serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan
otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi
telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada
membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani,
terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007). Otitis
media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non
supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu,
juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media
sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan
tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau
sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam,
gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran
timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman,
2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan
membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada
membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore
(Kerschner, 2007).

B. Etiologi
28

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut


penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya
melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus
lain tergolong sebagai nonpatogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme
penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah
Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (2530%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai
patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A
betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif.
Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada
anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus
influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang
dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak
(Kerschner, 2007).

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering
dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza
virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai
parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak
buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal,
meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan
menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan
menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific
enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi
dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus

(Buchman, 2003).
C. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor
genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu
formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis
kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,
disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007).
Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens
OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi
tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau
29

status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak
laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native
American, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi
dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga
berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas,
status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong
terjadinya OMA pada anakanak. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh
karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita OMA.
Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih
signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang
sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga
meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah
terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita
penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat
infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus (Kerschner, 2007).

D. Gejala Klinis
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada
anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di
samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat
gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar.
Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai
39,5C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit
waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang
sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga,
suhu tubuh turun dan anak tidur tenang (Djaafar, 2007).

E. Fisiologi dan Patologi


Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada
otitis media. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga
tengah dengan nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga ke arah
nasofaring dan sepertiganya terdiri atas tulang (Djaafar, 2007).
30

Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru
terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat
mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi
muskulus tensor veli palatini apabila terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dan
tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40 mmHg. Tuba Eustachius
mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan drainase sekret.
Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu
sama dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari
tekanan suara, dan menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke
telinga tengah. Drainase bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga
tengah ke nasofaring (Djaafar, 2007; Kerschner, 2007).
F. Patogenesis OMA
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema
pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba
Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada
telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan
refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius
untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi
gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan
terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus
terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat,
drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi
sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret.
Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator
inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus
respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga
menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus
bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu
karena membran timpani dan tulangtulang pendengaran tidak dapat bergerak
bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat
merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007).

31

Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan


ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses
inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di
telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan
dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme
pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi
adenoid (Kerschner, 2007).

G. Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA


Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan
orang dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan
kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran
pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang
dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar,
2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu
drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang
berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan
diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan
disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga
mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah
satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada
anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang
berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat
mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi
akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius
(Kerschner, 2007).
a.

Stadium OMA
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium,

bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba
Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi,
stadium perforasi dan stadium resolusi (Djaafar, 2007).
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

32

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam
telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi
dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang.
Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain
retraksi, membran timpani kadangkadang tetap normal dan tidak ada kelainan,
atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat
dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini (Djaafar,
2007; Dhingra, 2007).
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani,
yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan
adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi
tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.
Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi
kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien
mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin
masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses
hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum
timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari
(Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada
mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.
Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan
tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran
konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.

33

Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung
di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan
kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis
terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan

stadium

supurasi

dapat

ditangani

dengan

melakukan

miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada
membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang
telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan
apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali.
Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi
(Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).
Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan
tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih
tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah
tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu
setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media
supuratif kronik (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali
dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali
normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran
timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
34

Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani
menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis
media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani
tanpa mengalami perforasi membran timpani (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

H. Diagnosis
Kriteria Diagnosis OMA Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA
harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda
berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas
atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau
erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu
tidur dan aktivitas normal.
Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua
kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang
adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang
menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani,
membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga
terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam,
otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran
timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan
ditandai dengan demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang
bersifat sedang sampai berat.
a. Tatalaksana
Sesuai stadium OMA
35

Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA
rekuren,

seperti

miringotomi

dengan insersi tuba

timpanosintesis,

dan

adenoidektomi (Buchman, 2003).


1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani,
supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya
adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga
membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran
posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak
perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007).
Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam,
komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi
sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang
mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA.
Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak
OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk
menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur (Kerschner, 2007).
2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis
merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya
mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah
terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru
lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa
timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga
tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam
tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media
dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi
dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak
kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak
36

dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan


rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007).

b. Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai
dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis
komplikasi tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Mengikut
Shambough (2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi kepada
komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paresis
nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan
intracranial (abses otak, tromboflebitis). (Djaafar, 2005).
c. Pencegahan
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah
ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat,
menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan
terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain (Kerschner, 2007).

37

BAB VIII
PENUTUP

A) Kesimpulan
Dalam skenario 1 ini dibahas mengenai seorang anak perempuan berusia 6
tahun yang diantar ayahnya dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri sejak 2
hari yang lalu. Cairan yang keluar tersebut berwarna putih,kental dan tidak
berbau. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan diagnosis
penyakitnya adalah Otitis Media Akut (OMA).
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh
bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun
virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung
sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.
Diagnosis pasti dari OMA memenuhi semua 3 kriteria : onset cepat, tandatanda efusi telinga tengah yang dibuktikan dengan memperhatikan tanda
mengembangnya membran timpani, terbatas/tidak adanya gerakan membran
timpani, adanya bayangan cairan di belakang membran timpani, cairan yang
keluar dari telinga, tanda-tanda peradangan telinga bagian tengah, kemerahan
pada membran timpani dan nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas
normal. Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari perubahan dan
inflamasi diperlukan, temuan pada otoskopi menunjukkan adanya peradangan
yang terkait dengan OMA, penonjolan (bulging) juga merupakan prediktor terbaik
dari OMA.
Harus dapat membedakan antara OMA dan OME, OME terbatas pada keadaan
dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani tanpa
radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, membran timpani utuh dan disertai
tanda radang disebut OMA.
38

Terapi yang perlu dilakukan bergantung pada stadium. Otitis media akut yang
tidak tertangani dengan baik bisa berlanjut dan dapat menimbulkan komplikasi.
Oleh karena itu, diperlukan ketepatan diagnosis dan terapi yang tepat.

B) Saran
Dalam tutorial skenario 1 ini, pelaksanaan diskusi kelompok kami sudah
cukup baik. Namun masih terdapat beberapa anggota kelompok yang belum
menyampaikan pendapat dengan baik dan belum disertai referensi yang jelas.
Ketua sudah mampu memimpin diskusi tutorial dengan baik. Diharapkan untuk
tutorial-tutorial selanjutnya para mahasiswa dapat lebih meningkatkan kualitas
diskusi.

39

DAFTAR PUSTAKA

Adam, George, L. Boies. 2012. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC
American Academy of Pediatrics. 2004. Diagnosis and Management of Acute Otitis Media.
Pediatrics
Barone, C. P., Pablo, C. S., & Barone, G. W. (2004). Postanesthetic Care in The Critical Care
Unit. Journal of The American Association of Critical-Care Nurse, 24: 38-45
Davis, Keith, and John W. 1989. Newstrom, Human Behavior at Work:

Organization

Behaior. Singapore: Mc Graw Hill


Ganong, W. F. (2005). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Kelainan Telinga Luar. Dalam: Soepardi EA,
N, Bashirudin J, restuti RD, edisi: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi ke-6. Jakarta:

Telinga

Iskandar
Hidung

Balai Penerbit FKUI; 2010.

Kerschner, J.E. 2007. Otitis Media. In. Kliegman, R.M. (Ed.). Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th Edition. (pp. 2632-2646). New York, USA: Saunders
Sherwood, L. F. (2011). Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
Ed.8, EGC; Jakarta

40

Anda mungkin juga menyukai