Anda di halaman 1dari 5

I.

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1 DENGAN


GANGGUAN NUTRISI TERKAIT DENGAN SISTEM ENDOKRIN

II. PATOFISIOLOGI

Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan
mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi, anatomi yang ada pada pria usia 50
tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan hyperplasia jaringan penyangga stroma dan elemen
grandular pada prostat. ( Purnomo, 2012)

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih
juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi urin
pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat
menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas (Basuki B Purnomo, 2011). Adapun
patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :

1. Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan
menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada prostat yang
membesar. (Yuliana elin, 2011)
2. Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama) terjadi karena detrusor membutuhka waktu
yang lama untuk dapat melewati resistensi uretra.
3. Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi
uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena
jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli. (Muttaqin, 2012)
4. Nocturia miksi pada malam hari dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap
pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek
5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks
berkurang dan tonus spingter dan uretra berkurang selama tidur
6. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi) jarang terjadi.
Jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunteer
7. Inkontenensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin keluar
sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan
dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
8. Hematuri biasanya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah submukosa pada prostat yang
membesar.
9. Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatic, sehingga
menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter
(hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal
10. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, dimana sebagian urin tetap berada dalam
saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organsime infektif. Karena selalu terdapat sisa
urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi reflex
dapat terjadi pielonefritis (Sjamsuhidajat dkk, 2011)
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN (DAFTAR MASALAH)
Menurut NANDA (2012) diagnosa keperawatan yang muncul untuk penderita BPH
(Benigna Prostat Hyperplasia) adalah:
a. Gangguan eliminasi urin b. d sumbatan saluran pengeluaran pada kandung kemih
b. Gangguan rasa nyaman b.d nyeri (spasme kandung kemih)
c. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular (nyeri)
d. Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan sebagai efek sekunder dari prosedur
pembedahan
e. Resiko pendarahan b.d trauma efek samping pembedahan
f. Ansietas b. d perasaan takut terhadap tindakan pembedahan
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d factor biologis

IV. FOKUS INTERVENSI (NIC NOC)


a. Gangguan eliminasi urin b.d sumbatan saluran pengeluaran pada kandung kemih.
1. Kaji keluaran urin secara komprehensif (misalnya ouput urin, pola
berkemih)
2. Anjurkan pasien untuk minum 3000 ml/hari
3. Pasang drain cateter sesuai kebutuhan
4. Rujuk pasien ke spesialis kontensia kemih
5. Pantau penggunaan obat seperti antikolinergik atau property alpha agonis
b. Gangguan rasa nyaman b. d nyeri (spasme kandung kemih)
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan.
4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi,
kompres hangat atau dingin.
5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
6. Tingkatkan istirahat.
c. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular (nyeri).
1. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
2. Latih pasien dalam pemenuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
3. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs pasien.
4. Berikan alat bantu jika pasien memerlukan
5. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.
d. Risiko infeksi b.d kerusakan jaringan sebagai efek sekunder dari prosedur
pembedahan
1. Batasi pengunjung bila perlu untuk mencegah resiko infeksi
2. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah meningggalkan pasien
3. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
4. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
5. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
6. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep
7. Dorong masukan cairan dan nutrisi yang cukup
e. Resiko pendarahan b.d trauma efek samping pembedahan
1. Monitor ketat tanda- tanda pendarahan
2. Monitor nilai lab (koagulasi) yang meliputi PT, PTT, trombosit
3. Pertahankan bed rest selama pendarahan aktif
4. Kolaborasi dalam pemberian produk darah (platelet atau fresh frozen plasma)
5. Instruksikan pasien untuk membatasi aktivitas
f. Ansietas b. d perasaan takut terhadap tindakan pembedahan
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
3. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut
4. Instruksikan pasien menggunakan tekhnik relaksasi
5. Identifikasi tingkat kecemasan
6. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan pasien.
7. Dengarkan dengan penuh perhatian.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d factor biologis
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
3. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
4. Monitor mual dan muntah
DAFTAR PUSTAKA

Purnomo BB. 2012. Buku kuliah dasar–dasar urologi. Jakarta: CV Infomedika.

Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika

Yuliana elin, Andradjati Retnonasi, dkk. (2011). Iso Farmakoterapi 2. ISFI, Jakarta

Sjamsuhidajat & de Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC

Nanda NIC & NOC. 2015-2017. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai