1 Plastik Biodegradable
Secara umum kemasan plastik biodegradable diartikan sebagai film kemasan yang dapat didaur ulang
dan dapat dihancurkan secara alami. Griffin (1994), plastik biodegradable adalah suatu bahan dalam
kondisi tertentu, waktu tertentu mengalami perubahan dalam struktur kimianya, yang mempengaruhi
sifat-sifat yang dimilikinya oleh pengaruh mikroorganisme (bakteri, jamur, algae). Sedangkan Seal (1994),
kemasan plastik biodegradable adalah suatu material polimer yang berubah kedalam senyawa berat
molekul rendah dimana paling sedikit satu tahap pada proses degradasinya melalui metabolisme
organisme secara alami. Menurut Pranamuda (2001), plastik biodegradable adalah plastik yang dapat
digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas
mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke
lingkungan. Plastik biodegradable merupakan bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan karena
sifatnya yang dapat kembali ke alam. Secara umum, kemasan biodegradabel diartikan sebagai film
kemasan yang dapat didaur ulang dan dapat dihancurkan secara alami.Pada dasarnya film kemasan
mensyaratkan sifat-sifat fleksibel, dapat-dicetak, tidak berbau, mampu menghambat keluar masuknya
gas dan uap air, serta transparan. Di samping bersifat dapat dihancurkan secara alami maupun
mikrobiologis, bahan bioplastik sebaiknya mudah diperoleh dengan siklus waktu penyediaan yang
singkat (Paramawati, 2007). Bahan pertanian yang mempunyai potensi untuk pembuatan film kemasan
ramah lingkungan antara lain adalah polisakarida. Dengan mempertimbangkan segi kebutuhan
komparatif, polisakarida dari hasil pertanian bernilai lebih murah karena tersedia melimpah. Oleh karena
itu, Indonesia dapat menjajaki kelayakan teknisnya sebagai bahan bioplastik. Beberapa penelitian
terhadap polisakarida jenis pati sebagai bahan bioplastik telah dilakukan dengan menggunakan gandum
(Bhatnagar dan Hanna 1995, Gennadios dan Weller 1990), biji kapas (Marquie eta/. 1995), beras dan
kacang polong (Mehyar dan Han 2004), dan beberapa pati tropis (Pranamuda 2001).
2.2 Pati
Pati merupakan polisakarida kompleks yang tersusun atas satuan glukosa yang saling berikatan dengan
ikatan1,4 glukosa secara alami. Pada umumnya pati terdiri dari 2 tipe komponen, yang terpisah satu
dengan yang lainnya, yaitu amilosa dan amilopektin (Kirk and Othmer, 1954).
- Amilosa
Di dalam amilosa, molekul-molekul glukosa saling bergandengan melalui gugus glukopiranosa α-1,4 ;
berbeda dengan pada selulosa yang saling bergandengan melalui gugus glukopiranosa β-1,4. Pada
hidrolisis, amilosa menghasilkan maltose disamping glukosa dan oligosakarida lainnya.
- Berupa komponen panjang yang tidak mempunyai rantai yang bercabang dengan ikatan 1,4 glikosa.
- Amilopektin
Pada amilopektin, sebgaian dari melekul-molekul glukosa di dalam rantai percabangannya saling
berikatan melalui gugus α-1,6. Ikatan α-1,6 sangat sukar diputuskan, lebih-lebih jika dihidrolisis memakai
katalisator asam. Untuk kepentingan tumbuh-tumbuhan itu sendiri, cadangan pati di dalam sel-sel
penyimpanannya dapat diuraikan kembali menjadiglukosa untuk kemudian dikonversikan menjadi
energi. Pada saat yang tepat, tubuh tanaman akan mensintesa α-amilase, β-amilase, dan R-enzim
semuanya secara bersama-sama bertugas memutus ikatan-ikatan rantai pati menjadi molekul-molekul
glukosa bebas (Kirk and Othmer, 1954).
- Berupa komponen panjang dan mempunyai rantai bercabang dengan ikatan 1,6 glukosid.
1.Sebagai Pupuk Kompos. Batang jagung memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi..
2.Pakan Ternak. Selain digunakan sebagai pupuk kompos, batang jagung juga dapat digunakan
sebagai pakan ternak, khususnya sapi.
Batang tanaman jagung mengandung selulosa 42,6%, hemiselulosa 21,3%, dan lignin 8,2% sehingga
potensi limbah batang tanaman jagung yang tinggi tersebut berpeluang sebagai salah satu alternatif
sumber selulosa untuk berbagai kebutuhan industri.
2.4 Selulosa
Selulosa merupakan bahan yang keberadaannya sangat melimpah di alam karena selulosa
merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Selulosa tersusun atas polimer
dengan rantai lurus dari 1,4 β-D glukosa. Sebagian selulosa terdapat dalam bentuk murni seperti
pada biji kapas, tetapi kebanyakan masih bercampur dengan lignin dan hemielulosa yang berada
dalam sel tanaman berkayu. (Klemm, 1998)
Selulosa dapat digunakan di industri kertas, industri pangan, obat-obatan dan industri kimia.
Khususnya dalam industri pangan, selulosa dan turunannya digunakan sebagai bahan tambahan
dalam pembuatan makanan maupun minuman. Isolasi selulosa dapat dilakukan pada limbah atau
sisa-sisa kegiatan pertanian antara lain limbah kelapa sawit, tongkol jagung, sagu, bambu,
enceng gondok, limbah kulit kakao, bagase, batang tanaman dan limbah pertanian lainnya. Pada
beberapa penelitian ekstraksi selulosa seperti pada cake kernel kelapa sawit memiliki kandungan
selulosa sekitar 20-30%,kandungan selulosa pada kulit gandum, kulit padi, fiber pada tomat,
batang pisang, tandan kosong kelapa sawit dan tongkol jagung berturut-turut 32,2%; 24,4%;
19,7%; 37,5%; 34,15% dan 44,9%.
Aplikasi selulosa secara luas yang spesifik untuk produk pangan dapat dibedakan dari
karakteristik fisik dan kimia hasil turunan (modifikasi) selulosa. Beberapa turunan selulosa yang
secara komersil banyak dikembangkan antara lain methyl cellulose (MC), carboxymethyl
cellulose (CMC), hydroxypropyl cellulose (HPC), dan hydroxypropylmethyl cellulose (HPMC).
Turunan selulosa merupakan hasil modifikasi fisik dan kimia yang digunakan dalam
memperbaiki sifat reologi, emulsifikasi, stabilitas larutan, modifikasi pembentukan dan
pertumbuhan kristal es, dan meningkatkan kapasitas pengikatan air (WHC) serta kapasitas
pengikatan minyak (OHC). Selulosa dan produk turunannya dapat digunakan sebagai anti caking
agent, emulsifier, stabilizer, agen dispersi, pengental, dan biodegradable films. Aplikasinya pada
makanan atara lain: frozen dessert, kue/roti, saos, sirup, dan produk beverage, serta dapat juga
dimanfaatkan sebagai edible coating film.