Anda di halaman 1dari 23

ASPSIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS SISTEM


E-AUDIT (STUDI PADA BPK RI PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR)

R. ARIF KURNIAWAN
BAMBANG HARYADI
MUHAMMAD SYAM KUSUFI
Universitas Trunojoyo Madura

ABSTRACT
The purpose of this study to know the influence of auditor competence, system quality,
perceived ease of use, perceived of usefulness, and standard operating procedure on the
effectiveness of e-audit system in Audit Board of the Indonesian Republic (BPK-RI)
representatives of East Java Province. This study use explanatory research approach with the
type of causal research. The research data is primary data using research instrument are
questionnaires. Questinnaires distributed to auditors in Audit Board of the Indonesian
Republic (BPK-RI) representatives of East Java Province. The sampling method is simple
random sampling. The data technical analysis use analysis multiple linear regression with
software statistical package for the social sciences (SPSS version 21). The conclusion of study
that auditor competence and system quality positive influence on effectiveness of e-audit
system, while perceived ease of use, perceived of usefulness, and standar operating procedure
don’t have influence on the effectiveness of e-audit system.

Keywords: The effectiveness of e-audit system, auditor competence, system quality, perceived
ease of use, perceived of usefulness, standard operating procedure

1. Pendahuluan
Seiring berjalannya waktu, perhatian pemangku kepentingan baik dari lembaga

perwakilan, pemerintah, maupun masyarakat umum terhadap hasil pemeriksaan BPK semakin

meningkat. Poernomo dalam Rencana Strategis Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2011

sampai dengan Tahun 2015 menyatakan bahwa banyak pihak menantikan dan memperhatikan

opini audit BPK atas laporan keuangan pemerintah. Hal ini menitikberatkan bahwa opini audit

BPK tidak hanya sekedar memberikan kesimpulan kewajaran, melainkan juga dapat

memberikan kesimpulan bahwa laporan keuangan pemerintah juga transparan, akuntabel,

bersih, dan terbebas dari penyimpangan (fraud).


Namun dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan pemerintahan, BPK

mengalami banyak kendala mulai dari waktu pemeriksaan yang terlalu lama sedangkan BPK

dituntut untuk segera memberikan laporan hasil pemeriksaan. Hal tersebut terjadi karena

lambatnya dokumen-dokumen pemeriksaan sampai kepada BPK (Pradita, 2013). BPK juga

mengalami kendala jumlah auditor yang dimiliki saat ini, hal ini sesuai dengan pernyataan

Muzakkir sebagai pimpinan BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur dalam Warta BPK edisi

02 vol.IV tahun 2014. Waktu pemeriksaan yang hanya dua bulan, serta jumlah auditor yang

dimiliki oleh BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur sebanyak 160 auditor dengan jumlah

entitas yang lumayan besar yakni 40 entitas. Jumlah pemeriksa masih kurang jika dibanding

dengan jumlah entitas yang diperiksa dengan waktu pemeriksaan yang hanya dua bulan.

Dalam hal reformasi birokrasi, pemanfaatan teknologi turut dikembangkan dalam

melaksanakan pemeriksaan laporan keuangan pemerintah. BPK memprakarsai pembentukan

sinergi data dengan auditee. Dengan diterapkannya sistem e-audit, seluruh pemeriksaan

dilakukan secara elektronik sehingga dapat mempercepat proses audit sesuai dengan

pernyataan Muzakkir dalam Warta BPK edisi 02 vol.IV tahun 2014. Penerapan e-audit

memberikan keuntungan bagi BPK selaku auditor maupun entitas pemerintah sebagai auditee.

Menurut Citra (2013), bagi Badan Pemeriksa Keuangan yakni pemeriksaan akan lebih efektif,

cakupan pemeriksaan akan lebih luas, biaya pemeriksaan akan lebih hemat, serta proses dan

penyelesaian pemeriksaan akan lebih cepat. Sedangkan bagi auditee yakni menghemat waktu

dalam menyediakan dokumen pertanggungjawaban keuangan yang diperlukan pemeriksa,

serta dapat lebih cepat untuk mengetahui dan memperbaiki jika terjadi penyimpangan dalam

pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.

Dalam Warta BPK (2011), BPK telah menerapkan e-audit pada aplikasi kas di

pemerintah Provinsi Jawa Timur yang digunakan untuk mengetahui jumlah penerimaan kas

pada Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur baik per UPTD maupun seluruh UPTD.
Penerapan e-audit juga diterapkan pada aplikasi e-controlling pada pemerintah Kota

Surabaya, aplikasi tersebut dirancang untuk monitoring dan mengendalikan pelaksanaan

APBD khususnya belanja langsung. BPK Perwakilan Jawa Timur juga telah dapat melakukan

pemeriksaan dengan e-audit pada perjalanan dinas, pemeriksaan e-audit tersebut dilakukan

dengan cara membandingkan boarding pass Garuda dengan harga tiket yang sebenarnya

sesuai yang tertuang dalam Warta BPK edisi 02 vol.IV tahun 2014. Dengan demikian, BPK

tidak hanya menerapkan e-audit pada pemeriksaan perjalanan dinas, melainkan juga

menerapkan dalam hal pelaksanaan APBD dan penerimaan kas di lingkungan Provinsi Jawa

Timur.

Penelitian terkait dengan e-audit sudah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu Pradita

(2013), Pratama (2013), Citra (2013), Sutrisno (2014), Zamzami (2014), Irianto (2014),

Nindyastuti dan Kiswara (2014), dan Sutarto (2015). Penelitian-penelitian tersebut hanya

meneliti mengenai implementasi, perubahan proses, serta evaluasi sistem e-audit dalam

melakukan pemeriksaan secara elektronik. Namun penelitian terkait faktor-faktor yang

mempengaruhi efektivitas sistem e-audit belum banyak dilakukan karena penerapan e-audit

masih tergolong baru. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit.

2. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis


2.1 Technology Acceptance Model (TAM)
Technology acceptance model (TAM) merupakan model penerimaan sistem teknologi

informasi yang tergolong baru dalam hal untuk mencapai tujuan pemakai. Hal tersebut senada

dengan pernyataan Nugraha (2014) bahwa TAM merupakan model yang dibangun untuk

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer.

TAM mengganggap 2 keyakinan individual, yaitu persepsi manfaat (perceived usefulness)

dan persepsi kemudahan (perceived ease of use) adalah faktor utama yang mempengaruhi
perilaku penerimaan komputer (Nindyastuti dan Kiswara, 2014). Konteks penelitian dan

alasan studi menggunakan TAM sebagai dasar teori adalah untuk menjelaskan indikator-

indikator yang dapat menentukan tingkat penerimaan penggunaan teknologi khususnya pada

sistem e-audit.

2.2 Adaptive Structuration Theory (AST)


Penerapan sistem e-audit menjadi sebuah konsep dalam penggunaan teknologi untuk

menciptakan suatu pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Adaptive structuration

theory dikembangkan dengan menyajikan suatu kerangka teoritis yang bertujuan untuk

memahami faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana teknologi digunakan secara luas

(Dowling, 2009). Menurut Nindyastuti dan Kiswara (2014), adaptive structuration theory

merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek yang menjadi landasan bahwa kompetensi

pemeriksa dan kualitas sistem memiliki hubungan dalam proses penilaian seberapa efektif

sistem e-audit yang telah diterapkan.

2.3 Pengaruh Kompetensi Pemeriksa terhadap Efektivitas Sistem E-Audit


Suatu kompetensi atau keahlian dari seseorang pemeriksa dapat dicapai melalui

pengetahuan serta pengalaman kerja di bidang audit. Seorang pemeriksa baik internal maupun

eksternal suatu entitas, harus memiliki kompetensi yang tinggi untuk meyakinkan klien dan

pihak lainnya bahwa jasa audit yang dilakukannya dapat dipercaya dipertanggungjawabkan,

dan berkualitas. Nindyastuti dan Kiswara (2014) mengemukakan bahwa seorang pemeriksa

BPK harus memiliki kompetensi yang memadai dalam bidang pemeriksaan keuangan negara,

terutama kompetensi dalam penggunaan sistem e-audit dengan terampil dan profesional.

Hasil penelitian Dowling (2009) menyatakan bahwa kemampuan auditor berpengaruh

positif terhadap penggunaan sistem audit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik

kemampuan auditor, maka semakin baik dalam penggunaan sistem audit. Hal tersebut juga

diperkuat oleh teori BPK (2011) bahwa sumber daya manusia yang merupakan pemeriksa
BPK termasuk faktor penunjang dalam pelaksanaan sistem e-audit BPK. Berdasarkan

penjelasan tersebut, maka hipotesis pertama yaitu:

H1 : Kompetensi pemeriksa berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem e-audit

2.4 Pengaruh Kualitas Sistem terhadap Efektivitas Sistem E-Audit


Kualitas sistem dapat membantu pemeriksa dalam melaksanakan sistem e-audit. Dalam

melaksanakan kinerja entitas yang berbasis sistem (e-audit) dengan baik, kesiapan sistem

merupakan faktor kunci keberhasilan kinerja entitas. DeLone dan McLean (1992) dalam Dewi

(2013) bahwa kualitas sistem merupakan kombinasi hardware dan software dalam sistem

informasi.

Hasil penelitian Nindyastuti dan Kiswara (2014) pada audit perjalanan dinas di BPK

Perwakilan Jawa Tengah menjelaskan bahwa pemeriksa BPK setuju jika kualitas sistem

memiliki hubungan positif dengan efektivitas sistem e-audit yang diterapkan. Hal ini

diperkuat oleh penelitian Citra (2013) yang menyatakan bahwa sarana prasarana pada sistem

e-audit berpengaruh positif terhadap efektivitas pencegahan fraud di Pemerintah Provinsi

Gorontalo. Dalam teori BPK (2011) juga dijelaskan bahwa sarana prasarana yang merupakan

sistem e-audit termasuk faktor penunjang dalam pelaksanaan sistem e-audit BPK.

Berdasarkan penjelasan tersebut dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis kedua yaitu:

H2 : Kualitas sistem berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem e-audit

2.5 Pengaruh Persepsi Kemudahan terhadap Efektivitas Sistem E-Audit


Persepsi kemudahan penggunaan merupakan pemikiran pengguna mengenai kemudahan

penggunaan teknologi yang masih tergolong baru. Hal tersebut dipertegas oleh Davis et al.

(1989) dalam Nindyastuti dan Kiswara (2014) bahwa persepsi kemudahan penggunaan

sebagai suatu tingkat keyakinan seseorang bahwa dalam memanfaatkan sistem tertentu tidak

memerlukan usaha yang keras atau dapat dikatakan mudah dalam mengoperasikan sistem

tersebut.
Penelitian Tangke (2004) yang menyatakan bahwa persepsi kemudahan berpengaruh

positif terhadap sikap pengguna dalam menjalankan teknik audit berbantuan komputer. Hasil

penelitian Nindyastuti dan Kiswara (2014) di BPK Perwakilan Jawa Tengah menunjukkan

bahwa pemeriksa BPK sangat setuju jika persepsi kemudahan penggunaan memiliki

hubungan positif dengan efektivitas sistem e-audit yang diterapkan. Berdasarkan penjelasan

tersebut dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis ketiga yaitu:

H3 : Persepsi kemudahan berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem e-audit

2.6 Pengaruh Persepsi Kemanfaatan terhadap Efektivitas Sistem E-Audit


Menurut Davis (1989) dalam Nugraha (2014), persepsi tentang kegunaan teknologi

didefinisikan sebagai tingkat dimana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tertentu

akan meningkatkan kinerjanya. Dengan demikian, persepsi manfaat merupakan suatu

kepercayaan mengenai proses pengambilan keputusan. Ketika seseorang mempercayai bahwa

sistem informasi yang diterapkan dapat membantu meningkatkan kinerjanya, maka dapat

mempengaruhi penerimaan pemeriksa atas sistem e-audit tersebut.

Hasil penelitian Tangke (2004) menyatakan bahwa persepsi kegunaan berpengaruh

positif terhadap penerimaan pengguna akan teknik audit berbantuan komputer. Penelitian

Nindyastuti dan Kiswara (2014) menunjukkan bahwa pemeriksa BPK Perwakilan Jawa

Tengah sangat setuju jika persepsi kemanfaatan memiliki hubungan positif dengan efektivitas

sistem e-audit yang diterapkan. Berdasarkan penjelasan tersebut dan hasil penelitian

terdahulu, maka hipotesis keempat yaitu:

H4 : Persepsi kemanfaatan berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem e-audit

2.7 Pengaruh Standar Operasional Prosedur terhadap Efektivitas Sistem E-Audit


Standar operasional prosedur (SOP) merupakan pedoman yang dimiliki pemeriksa

dalam melakukan tugasnya dalam memeriksa laporan keuangan pemerintah. Menurut

Chakravarty (1997) dalam Baju (2011), standard operating procedure adalah suatu tata cara
atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja

tertentu. SOP merupakan faktor penting yang diperlukan oleh pemeriksa BPK dalam

melaksanakan sistem e-audit.

Penelitian Citra (2013) mendapatkan hasil bahwa penerapan e-audit ditinjau dari standar

operasional prosedur berpengaruh positif terhadap efektivitas pencegahan fraud di Provinsi

Gorontalo. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh teori BPK (2011) bahwa standard

operating procedure termasuk faktor penunjang dalam pelaksanaan sistem e-audit BPK.

Dengan adanya standar operasional prosedur diharapkan dapat membantu pemeriksa BPK

dalam mengoperasikan sistem e-audit. Berdasarkan penjelasan tersebut dan hasil penelitian

terdahulu, maka hipotesis kelima yaitu:

H5 : Standar operasional prosedur berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem e-audit

3. Metode Penelitian
3.1 Data dan Sampel Penelitian
Data penelitian ini menggunakan data primer dengan menyebarkan kuesioner kepada

pemeriksa BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur. Pemeriksa di BPK perwakilan Provinsi

Jawa Timur terbagi ke dalam 4 sub auditorat. Sub auditorat Jawa Timur I terdiri dari 41

pemeriksa, sub auditorat Jawa Timur II terdiri dari 40 pemeriksa, sub auditorat Jawa Timur III

terdiri dari 40 pemeriksa, dan sub auditorat Jawa Timur IV terdiri dari 39 pemeriksa. Metode

teknik penentuan sampel yang digunakan adalah simple random sampling sehingga setiap

populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel.

3.2 Pengukuran Variabel


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kompetensi pemeriksa, kualitas

sistem, persepsi kemudahan, persepsi kemanfaatan, standar operasional prosedur, dan

efektivitas sistem e-audit. Pengukuran variabel penelitian dijelaskan pada bagian berikut.
Kompetensi Pemeriksa (X1)
Proses peningkatan kompetensi pemeriksa BPK dilakukan dengan berbagai cara salah satunya

dengan penerapan pemutakhiran sistem yaitu sistem e-audit (Nindyastuti dan Kiswara, 2014).

Menurut Purwanti dan Sumartono (2014), kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan

pengalaman memadai yang dimiliki auditor dalam bidang auditing dan akuntansi. Pengukuran

indikator variabel kompetensi pemeriksa diadopsi dari Dowling dan Leech (2009), antara lain:

(1) Independensi, integritas, dan profesionalisme; (2) Pendidikan yang berkelanjutan; (3)

Pelatihan dibidang e-audit; dan (4) Kemampuan dan pengetahuan pemeriksa.

Kualitas Sistem (X2)


Kualitas sistem dapat didefinisikan sebagai suatu spesifikasi yang diharapkan atas sistem yang

diterapkan oleh pengguna (Nindyastuti dan Kiswara, 2014). Kirana (2010) dalam Dewi

(2013) menyebutkan bahwa indikator kualitas sistem dapat diwujudkan dalam seperangkat

pertanyaan kualitas sistem yang diukur melalui beberapa indikator, antara lain: kemudahan

penggunaan, kecepatan akses, keandalan sistem, fleksibilitas, dan aman. Pengkuruan indikator

variabel ini diadopsi dari Wixom dan Todd (2005) dalam Nindyastuti dan Kiswara (2014),

antara lain: (1) Dapat selalu diakses oleh pemeriksa; (2) Fitur yang memahami pengguna; (3)

Tidak mudah mengalami error; dan (4) Membantu efektivitas dan efisiensi atas waktu dan

biaya.

Persepsi Kemudahan (X3)


Menurut Davis et.al (1989) dalam Nugraha (2014), persepsi kemudahan penggunaan

teknologi didefinsikan sebagai tingkat dimana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem

tertentu akan bebas dari usaha. Persepsi kemudahan penggunaan diartikan sebagai suatu

tingkat keyakinan seseorang bahwa penggunaan sistem tertentu adalah mudah sehingga jika

seseorang merasa percaya bahwa sistem informasi mudah digunakan maka seseorang tersebut

akan menggunakannya. Pengukuran indikator variabel ini diadopsi dari Wixom dan Todd
(2005) dalam Nindyastuti dan Kiswara (2014), antara lain: (1) Mudah digunakan; (2) Mudah

dalam pemasukan data; dan (3) Memudahkan dalam mencapai tujuan organisasi.

Persepsi Kemanfaatan (X4)


Davis (1989) dalam Nindyastuti dan Kiswara (2014) menambahkan bahwa persepsi manfaat

merupakan faktor yang secara signifikan mempengaruhi sikap penerimaan dari pengguna

terhadap penerapan suatu sistem informasi. Dengan demikian, keyakinan pengguna

(pemeriksa BPK) bahwa penerapan sistem e-audit dapat membantu meningkatkan kinerjanya

akan dapat mempengaruhi penerimaan pemeriksa atas sistem e-audit tersebut. Pengukuran

indikator variabel ini diadopsi dari Wixom dan Todd (2005) dalam Nindyastuti (2014), antara

lain: (1) Meningkatkan kinerja dalam audit laporan keuangan pemerintahan; (2)

Meningkatkan kualitas laporan hasil pemeriksaan; (3) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi

kerja; dan (4) Membantu mengungkapkan transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan

pemerintah.

Standar Operasional Prosedur (X5)


Standar operasional prosedur dapat diartikan sebagai suatu pedoman tertulis yang

dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan

organisasi. Menurut Teori BPK yang dituangkan dalam Warta BPK edisi 7 vol 1 Juli Tahun

2011, untuk menunjang pelaksanaan sistem e-audit dibutuhkan standard operating procedure

(SOP) berdasarkan tingkat kebutuhan dalam melaksanakan sistem e-audit. Berikut ini

indikator dari variabel standar operasional prosedur, antara lain: (1) Terdapat petunjuk teknis

(Juknis) implementasi e-audit; (2) Terdapat petunjuk pelaksanaan (Juklak) pemeriksaan e-

audit; dan (3) Terdapat standar pemeriksaan keuangan negara menggunakan sistem e-audit.

Efektivitas Sistem E-Audit (Y)


Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus

dicapai. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Steers (1980:1) dalam Nindyastuti dan Kiswara
(2014) yang mendefinisikan kata efektif dalam melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan jika

pekerjaan yang dilakukan dapat memberikan keluaran (output). Suatu pekerjaan dapat

dikatakan berjalan efektif jika diselesaikan tepat pada waktunya. Pengukuran indikator

variabel ini diadopsi dari Nindyastuti dan Kiswara (2014), antara lain: (1) Menghasilkan

laporan hasil pemeriksaan yang andal; (2) Efektif dan efisien dalam pengumpulan data hingga

proses audit; (3) Meningkatkkan kepekaan terhadap akuntabilitas laporan keuangan; dan (4)

Sebagai upaya dalam menegakkan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan.

3.3 Teknik Analisis Data


Untuk menguji hipotesis 1 sampai dengan 5 digunakan analisis regresi linier berganda

dan uji t dengan persamaan sebagai berikut.

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e .....................


Keterangan:
Y = Efektivitas sistem e-audit
b0 = Konstanta
b1, b2, b3, b4, b5 = Koefisien regresi
X1 = Kompetensi pemeriksa
X2 = Kualitas sistem
X3 = Persepsi kemudahan
X4 = Persepsi kemanfaatan
X5 = Standar operasional prosedur
e = Error
Sebelum dilakukan analisis menggunakan analisis regresi linier berganda, terlebih

dahulu dilakukan uji validitas, reliabilitas, normalitas, multikolinearitas, dan

heteroskedastisitas.

4. Hasil Penelitian
4.1 Hasil Pengumpulan Data
Hasil pengumpulan data melalui pengiriman kuesioner, disajikan pada tabel 1 sebagai

berikut.
Tabel 1
Distribusi dan Pengembalian Kuesioner
Keterangan Jumlah
Kuesioner yang disebarkan 100
Kuesioner yang tidak kembali 29
Kuesioner yang kembali dan dianalisis 71
Sumber : data diolah 2015

Pada Tabel 1 tersebut tampak bahwa total kuesioner yang dikirim 100 dan yang kembali

71 atau 71 persen. Jadi, jumlah data yang dianalisis sebanyak 71.

4.2 Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Normalitas, Multikolinearitas, Heteroskedastisitas


Hasil uji validitas menggunakan product moment pearson correlation menunjukkan

bahwa nilai r-hitung dari corrected item-total correlation lebih besar dari r-tabel. Hasil ini

mengindikasikan bahwa item-item dalam kuesioner dinyatakan valid. Sementara itu, hasil uji

reliabilitas menggunakan cronbach’s alpha menunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha lebih

dari 0,70. Hasil ini mengindikasikan bahwa item-item dalam kuesioner dinyatakan reliabel.

Hasil uji normalitas menggunakan kolmogorov smirnov menunjukkan bahwa nilai

signifikansinya lebih besar dari 0,05. Hasil ini mengindikasikan bahwa data terdistribusi

normal dan jawaban antara responden tidak ada perbedaan yang signifikan.

Selanjutnya, hasil multikolinearitas melihat besaran VIF (Variance Inflation Factor)

dan tolerance menunjukkan bahwa nilai tolerance  dari 0,10 dan nilai VIF  10. Hasil ini

mengindikasikan bahwa kelima variabel independen tidak terjadi korelasi antar sesama

variabel. Hasil uji heteroskedastisitas menggunakan uji glejser menunjukkan bahwa nilai

signifikansi lebih dari 0,05. Hasil ini mengindikasikan bahwa model regresi ini layak

digunakan untuk memprediksi variabel dependen yaitu efektivitas sistem e-audit. Hasil

analisis determinasi menggunakan nilai R Square sebesar 0,532 atau 53,2%. Hasil ini

mengindikasikan bahwa informasi yang terkandung dalam data 53,2% dapat dijelaskan oleh

model tersebut. Sisanya 46,8% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain.
4.3 Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Hasil pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda dan uji t

disajikan pada tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2
Hasil Pengujian Hipotesis
Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized T Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) -4,317 3,948 -1,094 ,278
Kompetensi pemeriksa ,280 ,086 ,379 3,253 ,002
Kualitas sistem ,217 ,095 ,209 2,279 ,026
1
Persepsi kemudahan ,096 ,186 ,062 ,515 ,608
Persepsi kemanfaatan ,258 ,173 ,199 1,490 ,141
Standar operasional prosedur ,182 ,114 ,191 1,597 ,115
a. Dependent Variable: Efektivitas sistem e-audit
Sumber: data diolah SPSS, 2015

4.3.1 Pengaruh kompetensi pemeriksa terhadap efektivitas sistem e-audit


Pada tabel 2 hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai t hitung variabel

kompetensi pemeriksa adalah 3,253 lebih besar dari t tabel 1,669 dan nilai signifikansinya

sebesar 0,002 lebih kecil dari α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel

kompetensi pemeriksa berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit. Nilai koefisien regresi

yang positif menunjukkan hubungan yang positif antara kompetensi pemeriksa dengan

efektivitas sistem e-audit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan pemeriksa

yaitu auditor Badan Pemeriksa Keuangan, maka akan semakin baik pemeriksa dalam

menjalankan sistem e-audit secara efektif. Hasil ini mendukung penuh hipotesis pertama yang

diajukan oleh peneliti bahwa kompetensi pemeriksa berpengaruh positif terhadap efektivitas

sistem e-audit.

Kompetensi pemeriksa sangat dibutuhkan dalam melaksanakan sistem e-audit karena

perubahan proses pemeriksaan yang dijalankan secara elektronik. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Nindyastuti dan Kiswara (2014) bahwa seorang pemeriksa BPK harus memiliki

kompetensi yang memadai dalam bidang pemeriksaan keuangan negara, terutama kompetensi
dalam penggunaan sistem e-audit dengan terampil dan profesional. Hal tersebut juga

diperkuat oleh teori BPK (2011), bahwa faktor penunjang terciptanya efektivitas e-audit salah

satunya adalah sumber daya manusia yakni kompetensi pemeriksa. Kompetensi seorang

pemeriksa dapat dinilai berdasarkan tingkat pendidikan dan lamanya pengalaman di bidang

audit. Kompetensi pemeriksa memiliki peran penting dalam efektivitas sistem e-audit, karena

dapat menggambarkan kinerja pemeriksa BPK dalam mengoperasikan sistem tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kompetensi pemeriksa sangat berperan penting dalam

menentukan efektivitas sistem e-audit. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan

yaitu kompetensi pemeriksa secara signifikan berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit.

Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya, yakni penelitian

Dowling (2009) yang dilakukan pada auditor yang bekerja di enam perusahaan audit

internasional terbesar di Australia menyimpulkan bahwa kemampuan auditor berpengaruh

terhadap penggunaan sistem audit. Kemampuan auditor dalam penelitian Dowling (2009)

ditinjau dari intensitas penggunaan sistem dan pengendalian diri dalam menggunakan sistem

audit. Hal ini juga membuktikan bahwa intensitas penggunaan dapat menambah pengalaman

auditor sehingga dapat membantu auditor dalam menggunakan sistem audit. Semakin tinggi

tingkat kemampuan auditor, semakin baik pula penerapan audit menggunakan sistem.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kompetensi pemeriksa berpengaruh terhadap

efektivitas sistem e-audit. Dengan demikian, instrumen yang digunakan oleh peneliti mampu

menjelaskan teori yang dipaparkan dan mendukung penelitian sebelumnya. Jadi, dapat

dikatakan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh pemeriksa harus memiliki tingkat kompetensi

yang tinggi dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai hasil kinerja yang baik sehingga

penerapan sistem e-audit dapat berjalan efektif.

Penyebab hasil penelitian ini signifikan adalah lamanya responden menjadi auditor

pemerintah yang berkisar < 5 tahun sebanyak 9 atau 12,7% dari total responden, responden
yang berkisar antara 5-10 tahun sebanyak 43 atau 60,6% dari total responden, sedangkan

responden yang berkisar antara 10-15 tahun sebanyak 15 atau 21,2% dari total responden, dan

responden yang berkisar > 16 tahun sebanyak 4 atau 5,6% dari total responden. Auditor

semakin lama menjalani tugasnya sebagai pemeriksa laporan keuangan maka kompetensi

mereka semakin meningkat, karena kompetensi pemeriksa dapat dicapai melalui pengetahuan

serta pengalaman kerja di bidang audit atau pemeriksaan laporan keuangan. Hal ini yang

menyebabkan kompetensi pemeriksa berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit.

4.3.2 Pengaruh kualitas sistem terhadap efektivitas sistem e-audit


Pada tabel 2 hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai t hitung variabel

kualitas sistem adalah 2,279 lebih besar dari t tabel 1,669 dan nilai signifikansinya sebesar

0,026 lebih kecil dari α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kualitas sistem

berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit. Nilai koefisien regresi yang positif

menunjukkan hubungan yang positif antara kualitas sistem dengan efektivitas sistem e-audit.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kualitas sistem yang digunakan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan, maka akan semakin tinggi tingkat efektivitas penerapan sistem e-audit.

Hasil ini mendukung penuh hipotesis kedua yang diajukan oleh peneliti bahwa kualitas sistem

berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem e-audit.

Kualitas sistem merupakan elemen e-audit yang memiliki peran penting dalam

menjalankan suatu sistem. Sistem yang baik akan mudah diterima oleh pengguna. Kecepatan

akses juga dapat membantu mempercepat kerja pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan

laporan keuangan. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan yaitu kualitas sistem

secara signifikan berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit.

Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya, yakni penelitian yang

dilakukan oleh Citra (2013) pada Badan Keuangan Daerah Provinsi Gorontalo yang

merupakan auditee atau pihak yang diaudit. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa

sarana prasarana yang merupakan kualitas sistem berpengaruh positif terhadap efektivitas
sistem e-audit dalam pencegahan fraud di pemerintah Provinsi Gorontalo. Penelitian

Nindyastuti dan Kiswara (2014) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif

dan signifikan antara variabel kualitas sistem dengan efektivitas sistem e-audit.

Penelitian Sutarto (2015) yang menyimpulkan bahwa BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa

Timur telah memiliki sarana pendukung yang memadai dalam penerapan sistem e-audit.

Semakin tinggi kualitas sistem yang digunakan, maka semakin tinggi pula tingkat efektivitas

dari sistem e-audit Badan Pemeriksa Keuangan. Pemanfaatan teknologi dalam proses audit

dapat membantu pemeriksa dalam melaksanakan tiga prinsip dalam audit manajemen yaitu

efektif, efisien, dan ekonomis.

Hasil penelitian ini juga mendukung teori BPK (2011) yang menyatakan bahwa kualitas

sistem termasuk dalam sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk penerapan e-audit.

Dalam warta BPK edisi 7 vol I Juli 2011, diperlukan dua perangkat yakni perangkat keras dan

perangkat lunak. Perangkat keras berupa jaringan akses data dan jaringan internet, sedangkan

perangkat lunak berupa software pengolah data maupun audit. Dengan demikian, kualitas

sistem sangat penting diperlukan dalam penerapan sistem e-audit.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kualitas sistem berpengaruh terhadap efektivitas

sistem e-audit. Dengan demikian, instrumen yang digunakan oleh peneliti mampu

menjelaskan teori yang dipaparkan dan mendukung penelitian-penelitian sebelumnya. Jadi

dapat dikatakan bahwa sistem yang telah dibuat oleh BPK telah memadai karena tidak mudah

mengalami kerusakan atau error, dan memiliki kecepatan atau ketepatan waktu dalam proses

pengaksesan sehingga efekitivitas penerapan sistem e-audit akan terwujud.

4.3.3 Pengaruh persepsi kemudahan terhadap efektivitas sistem e-audit


Pada tabel 2 hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai t hitung variabel

persepsi kemudahan adalah 0,515 lebih kecil dari t tabel 1,669 dan nilai signifikansinya

sebesar 0,608 lebih besar dari α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel persepsi

kemudahan tidak berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit. Nilai koefisien regresi yang
positif menunjukkan hubungan yang positif antara persepsi kemudahan dengan efektivitas

sistem e-audit. Hasil ini tidak mendukung hipotesis ketiga yang diajukan oleh peneliti bahwa

persepsi kemudahan tidak berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem e-audit..

Penyebab hasil penelitian ini tidak signifikan adalah ketidakmudahan pemeriksa dalam

mengoperasikan sistem e-audit. Beberapa pemeriksa BPK mempunyai pemikiran bahwa

dalam mengoperasikan sistem e-audit tidak mudah sehingga mempengaruhi niat pemeriksa

dalam menggunakan e-audit. Hal tersebut terjadi karena sistem e-audit masih tergolong baru

diterapkan pada Badan Pemeriksa Keuangan sehingga pemeriksa belum terbiasa dalam

menggunakan sistem e-audit. Hasil penelitian ini didukung dengan data yang diperoleh oleh

Sutarto (2015) yang menyatakan bahwa dari statistik pengguna portal e-audit Badan

Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia didominasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Riau, sedangkan Badan Pemeriksa Keuangan

Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Timur sendiri berada pada posisi keempat.

Lebih lanjut hasil penelitian Sutarto (2015) menyatakan bahwa beberapa auditor kurang

familiar dalam mengakses portal e-audit, auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik

Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Timur yang pernah login ke portal masih 64 orang.

Angka ini tentu masih jauh dibandingkan dengan jumlah auditor yang berada di Badan

Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Timur.

Hasil penelitian ini konsisten dengan teori technology acceptance model (TAM) bahwa

persepsi kemudahan penggunaan teknologi menentukan niat seseorang untuk menggunakan

sistem yang berfungsi sebagai perantara. Persepsi kemudahan penggunaan merupakan tingkat

dimana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tersebut mudah. Apabila seseorang

merasa percaya bahwa sistem informasi mudah digunakan, maka seseorang tersebut akan

menggunakannya dalam mencapai target maupun tujuannya. Pemeriksa BPK sampai saat ini

masih mempunyai pemikiran bahwa tidak mudah dalam menggunakan sistem e-audt sehingga
niat pemeriksa BPK dalam menggunakan sistem e-audit juga masih minim yakni 64 orang

pemeriksa atau 40% dari total 160 pemeriksa yang ada. Hal ini yang menyebabkan persepsi

kemudahan tidak berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi kemudahan tidak

memiliki pengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit. Hal ini dikarenakan beberapa kendala

maupun permasalahan yang dihadapi oleh pemeriksa BPK. Jadi dapat dikatakan bahwa

perlunya perbaikan persepsi pemeriksa BPK mengenai kemudahan menggunakan sistem e-

audit sehingga niat pemeriksa dalam menggunakan sistem e-audit akan meningkat serta

efekitvitas penerapan sistem e-audit akan terwujud.

4.3.4 Pengaruh persepsi kemanfaatan terhadap efektivitas sistem e-audit


Pada tabel 2 hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai t hitung variabel

persepsi kemanfaatan adalah 1,490 lebih kecil dari t tabel 1,669 dan nilai signifikansinya

sebesar 0,141 lebih besar dari α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel persepsi

kemanfaatan tidak berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit. Nilai koefisien regresi

yang positif menunjukkan hubungan yang positif antara persepsi kemanfaatan dengan

efektivitas sistem e-audit. Hasil ini tidak mendukung hipotesis keempat yang diajukan oleh

peneliti bahwa persepsi kemanfaatan tidak berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem e-

audit.

Penyebab hasil penelitian ini tidak signifikan adalah pemeriksa BPK masih belum

mengetahui manfaat yang didapatkan maupun kelebihan dalam menggunakan sistem e-audit.

Hal ini dapat dilihat dari karakteristik responden yang telah mengikuti sosialisasi mengenai

sistem e-audit, hanya 27 atau 38% responden pemeriksa BPK yang pernah mengikuti

pendidikan dan pelatihan sistem e-audit sedangkan 44 atau 68% responden belum pernah

mengikuti pendidikan dan pelatihan mengenai sistem e-audit dari total 71 responden dalam

penelitian ini. Kurangnya sosialisasi kepada pemeriksa BPK mengenai sistem e-audit

berdampak terhadap persepsi pemeriksa tentang manfaat yang didapatkan dalam penerapan
sistem e-audit. Hal ini yang menyebabkan persepsi kemanfaatan tidak berpengaruh terhadap

efektivitas sistem e-audit.

Tangke (2004) menjelaskan bahwa persepsi kegunaan dipengaruhi oleh persepsi

kemudahan sehingga apabila persepsi kemudahan seseorang telah terwujud maka dengan

sendirinya akan mempengaruhi persepsi kegunaan. Hal ini juga ditegaskan oleh Allahyari

(2012) bahwa persepsi manfaat atau kegunaan juga dapat dilihat langsung dipengaruhi oleh

persepsi kemudahan penggunaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian

Nindyastuti (2014) yang dilakukan pada BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah menyatakan

bahwa persepsi kemanfaatan memiliki hubungan yang positif dengan efektivitas sistem e-

audit yang diterapkan di BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori technology acceptance model (TAM) yang

menyatakan bahwa persepsi kemanfaatan merupakan sejauh individu percaya bahwa

menggunakan sistem informasi akan meningkatkan produktivitasnya. Persepsi kemanfaatan

menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya yang berkaitan dengan produktivitas,

kinerja tugas, efekitivitas, dan pentingnya suatu tugas. Dengan kata lain, persepsi

kemanfaatan mengarahkan pada kepercayaan individu yang secara positif atau negatif

meningkatkan kinerja melalui penggunaan teknologi dan sistem informasi. Dengan demikian,

ketika pemeriksa BPK mengetahui dan mempercayai manfaat yang didapatkan dari penerapan

sistem e-audit dapat meningkatkan kinerja dan produktivitasnya maka akan mempengaruhi

sikap pemeriksa dalam menggunakan sistem tersebut.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa persepsi kemanfaatan tidak memiliki pengaruh

terhadap efektivitas sistem e-audit. Dengan demikian, instrumen yang digunakan oleh peneliti

mampu menjelaskan teori yang dipaparkan. Jadi dapat dikatakan bahwa sosialisasi kepada

pemeriksa mengenai sistem e-audit sangat penting untuk dilakukan karena dapat

menumbuhkan persepsi kemanfaatan pemeriksa BPK sehingga dapat meningkatkan kinerja


pemeriksa. Apabila pemeriksa mengetahui manfaat yang didapatkan dalam menggunakan e-

audit dapat meningkatkan kinerja dan produktivitasnya, maka akan mempengaruhi niat

pemeriksa dalam menggunakan sistem e-audit sehingga efektivitas sistem e-audit akan

terwujud.

4.3.5 Pengaruh standar operasional prosedur terhadap efektivitas sistem e-audit


Pada tabel 2 hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai t hitung variabel

standar operasional prosedur adalah 1,597 lebih kecil dari t tabel 1,669 dan nilai

signifikansinya sebesar 0,115 lebih besar dari α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa

variabel standar operasional prosedur tidak berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit.

Nilai koefisien regresi yang positif menunjukkan hubungan yang positif antara standar

operasional prosedur dengan efektivitas sistem e-audit. Hal ini menunjukkan bahwa standar

operasional prosedur e-audit yang dibuat tidak berdampak terhadap keefektifan penerapan

sistem e-audit. Hasil ini tidak mendukung hipotesis kelima yang diajukan oleh peneliti bahwa

standar operasional prosedur tidak berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit.

Penyebab hasil penelitian ini tidak signifikan yakni belum disusun dan ditetapkannya

Standar Pemeriksa Keuangan Negara (SPKN) mengenai sistem e-audit untuk mendukung

penerapan sistem e-audit. Hal ini diperkuat dengan jawaban yang diberikan oleh responden

pada instrumen penelitian bahwa sampai penelitian ini dilakukan, pemeriksa BPK

berpendapat bahwa belum adanya SPKN e-audit sebagai pedoman pemeriksa BPK dalam

menerapkan sistem e-audit. Petunjuk teknis e-audit juga belum keseluruhan diterapkan

kepada entitas-entitas yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

Perwakilan Provinsi Jawa Timur. Menurut Sutarto (2015), BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa

Timur telah melakukan penandatanganan keputusan bersama tentang juknis e-audit dengan 34

pemerintah daerah sehingga tersisa lima pemerintah daerah yang belum melakukan
penandatanganan keputusan bersama tentang juknis e-audit yaitu Kabupaten Lamongan,

Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sampang, Kota Sidoarjo, dan Kabupaten Magetan.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Citra (2013) yang menggunakan

auditee sebagai objek penelitian yakni Badan Keuangan Daerah Provinsi Gorontalo, hasil

penelitian tersebut menyatakan bahwa standar operasional prosedur berpengaruh terhadap

efektivitas e-audit dalam pencegahan fraud di Provinsi Gorontalo. Hasil penelitian ini juga

tidak konsisten dengan teori Badan Pemeriksa Keuangan yang tertuang dalam Warta BPK

edisi 7 vol 1 Juli tahun 2011 yang menyatakan bahwa untuk SOP berdasarkan tingkat

kebutuhan terdapat 3 macam yakni, petunjuk teknis implementasi e-audit, petunjuk

pelaksanaan pemeriksaan e-audit, dan revisi SPKN yang membahas mengenai sistem e-audit.

Namun dalam kenyataannya, standar operasinal prosedur yang tertuang dalam Warta BPK

edisi 7 vol 1 Juli Tahun 2011 belum seluruhnya terpenuhi. Hal ini yang menyebabkan standar

operasional prosedur tidak memiliki pengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa standar operasional prosedur tidak memiliki

pengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit. Hal ini disebabkan belum terpenuhinya seluruh

standar operasional prosedur dalam menerapkan sistem e-audit, Badan Pemeriksa Keuangan

Republik Indonesia terus mengupayakan untuk melengkapi standar operasional yang sesuai

dengan kebutuhan. Jadi dapat dikatakan bahwa SOP merupakan faktor penting yang harus

dipenuhi karena dapat digunakan sebagai pedoman oleh pemeriksa untuk membantu proses

pemeriksaan dengan menggunakan sistem e-audit. Standar operasional prosedur merupakan

pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok

untuk mencapai tujuan organisasi. Pentingnya standar operasional prosedur sistem e-audit

untuk pemeriksa BPK yakni memperlancar tugas dan mengarahkan pemeriksa dalam

melaksanakan sistem e-audit.


5. Simpulan, Keterbatasan dan Saran
5.1 Simpulan
Pertama, kompetensi pemeriksa berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem e-audit.

Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kemampuan pemeriksa yaitu auditor Badan Pemeriksa

Keuangan Perwakilan Provinsi Jawa Timur, maka sistem e-audit yang diterapkan semakin

efektif. Kedua, kualitas sistem berpengaruh positif terhadap efektivitas sistem e-audit. Hal ini

berarti bahwa semakin baik kualitas sistem yang digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Perwakilan Provinsi Jawa Timur, maka akan semakin tinggi tingkat efektivitas penerapan

sistem e-audit. Ketiga, persepsi kemudahan tidak berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-

audit. Hal ini disebabkan karena sistem e-audit masih tergolong baru diterapkan pada Badan

Pemeriksa Keuangan sehingga pemeriksa BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur kurang

familiar dan belum terbiasa dalam mengakses portal e-audit. Keempat, persepsi kemanfaatan

tidak berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit. Hal ini disebabkan karena minimnya

sosialisasi mengenai sistem e-audit kepada pemeriksa BPK sehingga beberapa pemeriksa

BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur belum mengetahui manfaat maupun kelebihan yang

diperoleh dalam menggunakan sistem e-audit. Kelima, standar operasional prosedur tidak

berpengaruh terhadap efektivitas sistem e-audit. Hal ini disebabkan karena beberapa standar

operasional prosedur penerapan e-audit belum terpenuhi sehingga pemeriksa BPK RI

Perwakilan Provinsi Jawa Timur belum memiliki secara lengkap pedoman penerapan e-audit.

5.2 Keterbatasan dan Saran


Objek penelitian hanya dilakukan di Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi

Jawa Timur sehingga perlu adanya perluasan objek penelitian. Diharapkan bagi penelitian

berikutnya dapat memperluas objek penelitian untuk meningkatkan generalisasi kesimpulan

hasil penelitian. Kemudian masih terdapat variabel independen lain yang mempengaruhi

variabel dependen efektivitas sistem e-audit yang belum dapat dijelaskan pada penelitian ini.
Diharapkan bagi penelitian berikutnya dapat mengembangkan model penelitian dengan

penambahan variabel, yakni variabel moderating maupun intervening.

Daftar Pustaka
Agustin, Latifa. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Audit Internal
Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Allahyari, Akbar. 2012. Studying Impact of Organizational Factors in Information
Technology Acceptance in Accounting Occupation by Use of TAM Model (Iranian Case
Study). ARPN Journal of System and Software, Vol 2, No 1.
Baju, Bernadus Sinun. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas
Implementasi SOP (Standard Operating Procedure) Pada Bagian Warehouse (Mc
Donald’s King’s Plaza Bandung). Skripsi. Universitas Widyatama Bandung.
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta. 2012. Siaran Pers: Implementasi E-Audit Untuk
Mencegah Korupsi.
Citra. 2013. Pengaruh Penerapan E-Audit Terhadap Pencegahan Fraud Di Pemerintah
Provinsi Gorontalo.
Dewi, Sang Ayu NT. 2013. Pengaruh Dukungan Manajemen Puncak, Kualitas Sistem,
Kualitas Informasi,Pengguna Aktual Dan Kepuasan Pengguna Terhadap Implementasi
Sistem Informasi Keuangan Daerah Di Kota Denpasar. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana, Vol 4, No 1.
Dowling, Carlin. 2009. Appropriate Audit Support System Use: The Influence of Auditor,
Audit Team, and Firm Factors. The Accounting Review, Vol 84, No 3, pp.771-810.
Irianto, Bayu. 2014. Analisis Faktor Tekanan E-Audit Serta Perubahan Proses Dan Teknik
Audit. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Nindyastuti dan Kiswara. 2014. Faktor-Faktor Efektivitas Sistem E-Audit (Studi Empirik
Pada E-Audit Perjalanan DInas Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Perwakilan Provinsi Jawa Tengah). Diponegoro Journal Of Accounting, Vol 3, No 3.
Nugraha, Arya. 2014. Anteseden Penerimaan Teknologi Informasi Dalam Profesi Auditor
Internal Dengan Menggunakan Technology Acceptance Model (Studi pada Bank
Perkreditan Rakyat di Jawa Tengah). Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang.
Pradita, Alvita U. 2013. Implementasi E-Audit Dalam Meningkatkan Fungsi Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara Pada BPK-RI.
Pratama, Arie. 2013. Pemeriksaan Keuangan Negara Berbasis Teknologi Informasi:
Implementasi E-Audit Pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan UNPAD, Vol 8, No 2.
Purwanti, Meilani dan Sumartono. 2014. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor
Terhadap Efektifitas Proses Auditr Serta Dampaknya Pada Ketepatan Pemberian Opini
Akuntan Publik. Study & Accounting Research, Vol XI, No 1.
Sutarto, David. 2015. Analisis Pelaksanaan E-Audit Pada Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Timur. Skrispi. Universitas Brawijaya
Malang.
Sutrisno. 2014. Penerapan E-Audit Pada Audit Sektor Publik Sesuai Undang-Undang
Pemeriksaan Keuangan Negara. Jurnal STIE Semarang, Vol 6, No.1.
Tangke, Natalia. 2004. Analisa Penerimaan Penerapan Teknik Audit Berbantuan Komputer
(TABK) Dengan Menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) Pada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol 6, No 1. Hal. 10-
28.
Warta BPK. 2011. Kualitas Meningkat, Masalah Masih Melekat. Edisi 5, Vol 1.
Warta BPK. 2011. Menuju E-Audit Yang Paripurna, Edisi 7, Vol 1.
Warta BPK. 2014. Strategi Menuju Akuntabilitas Publik. Edisi 2, Vol 4.
Warta BPK. 2014. Badan Pemeriksa Keuangan Mulai Terapkan E-Audit Pada Transaksi Kas
Pemda. Edisi 3, Vol 4.
Zamzami, Faiz. 2014. Evaluasi Sistem Aplikasi E-Audit Pengadaan Barang dan Jasa Di
Sektor Pemerintah. Seminar Nasional: Research Methods And Organizational Studies,
Hlm: 127-133.

Anda mungkin juga menyukai