Anda di halaman 1dari 20

REFLEKSI KASUS Maret, 2017

DEMAM TIFOID

Nama : Yulita Sari Purba


No. Stambuk : N111 16 015
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang mengenai


sistem retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu.
Disebabkan terutama oleh Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi) dan
menular melalui jalur fecal-oral.Sampai saat ini demam tifoid masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat serta berkaitan erat dengan sanitasi yang buruk
terutama di negara-negara berkembang.[1,2,3]
Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang cenderung
meningkat pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan yang rendah.
91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat
setelah umur 5 tahun. Data surveilans yang tersedia menunjukkan bahwa pada
tahun 2000, estimasi penyakit adalah sebanyak 21.650.974 kasus, kematian terjadi
pada 216.510 kasus tifoid dan 5.412.744 pada penyakit paratifoid.[2,3,4,5]
Salmonella enterica serotipe typhi, sebagai penyebab demam tifoid
merupakan basil Gram negatif. Penyebaran Salmonella ke dalam makanan atau
minuman bisa terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang
air besar maupun setelah berkemih. Lalat bisa menyebarkan bakteri secara
langsung dari tinja ke makanan (oro-fecal) [6,7]
Tatalaksana demam tifoid pada anak dibagi atas dua bagian besar, yaitu
tatalaksana umum dan bersifat suportif dan tatalaksana khusus berupa pemberian
antibiotik sebagai pengobatan kausal. Tatalaksana demam tifoid juga bukan hanya
tatalaksana yang ditujukan kepada penderita penyakit tersebut, namun juga
ditujukan kepada penderita karier Salmonella typhi.[8]
Prognosis pasien demam tifoid tergantung pada umur anak, kondisi
kesehatan sebelum sakit, serotipe Salmonella dan komplikasi yang terjadi.
Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan usus dan
perforasi, sekitar 5% penderita demam tifoid mengalami komplikasi ini. [8]

1
BAB II
KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. T
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir/Usia : 10 Agustus 2011 / 6 tahun
Alamat : Jln. Kartini
Agama : Islam
Waktu Masuk : 23 Februari 2017/
Tempat Pemeriksaan : Rs Wirabuana

B. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien demam sejak 8 hari sebelum masuk RS, Demam
dirasakan naik turun, dan meningkat menjelang malam hari Demam
turun ketika pasien mengonsumsi obat penurun panas dan kemudian
meningkat lagi. Demam tidak disertai mengigil (-) dan kejang (-).
Keluhan disertai muntah (+) 3 kali isi makanan sebelum masuk
rumah sakit dengan volume sedikit, BAB (-) sejak 3 hari yang lalu.
Buang air kecil lancar. Sejak sakit, pasien menjadi kurang nafsu
makan dan tampak lemas
Nyeri sendi (+) sejak 3 hari yang lalu, sakit kepala (+). Batuk
(-), flu (-), sesak (-), mimisan (-) dan perdarahan gusi (-).

c. Riwayat Penyakit Sebelumnya


Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

2
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang memiliki keluhan sama di dalam keluarga.
e. Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga dengan sosial-ekonomi menengah. ,
tinggal di rumah yang beratapkan seng, dengan dinding tembok dan
lantai semen, yang di huni oleh 6 orang anggota keluarga
f. Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan
Pasien adalah anak yang aktif bermain di luar rumah dan juga
memiliki kebiasaan jajan sembarangan. Rumah terletak di pinggir
jalan yang berdebu.
g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Anak ke- 2 dari 4 bersaudara, lahir normal di tolong oleh bidan,
bayi lahir langsung secara spontan dan menangis dengan usia
kehamilan cukup bulan, dan Berat Badan Lahir : 2900 gram, Panjang
Badan Lahir: 48 cm. Selama kehamilan, ibu pasien tidak menderita
sakit ataupun masalah lainnya.

h. Kemampuan dan Kepandaian Bayi


Tumbuh dan kembang anak sesuai dengan usianya, dan saat ini
anak tidak mengalami keterlambatan atau gangguan tumbuh dan
kembang.
i. Anamnesis Makanan
Pasien mendapatkan ASI mulai dari usia 0 – 8 bulan dan
dilanjutkan dengan konsumsi susu formula sampai sekarang. Bubur
saring mulai umur 7 bulan, makanan padat umur 1 tahun. Saat ini
pasien mengkonsumsi makanan seperti orang dewasa.
j. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap.

3
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 21 kg
Tinggi Badan : 122 cm
Status Gizi : CDC 109 %, gizi baik

Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Denyut Nadi : 86×/menit, kuat angkat, irama reguler
Respirasi : 22 ×/menit, reguler
Suhu axilla : 38,1 0C
1. Kulit:
Warna : Sawo matang
Efloresensi : (-)
Sianosis : (-)
Turgor : Segera kembali (<2 detik)
Kelembaban : Cukup
Lapisan lemak : Cukup
Rumple leed : (-)
2. Kepala:
Bentuk : Normocephalus
Rambut : Warna hitam, tampak kering, tidak mudah
dicabut, tebal, alopecia (-)
3. Mata:
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik(-/-)
Refleks cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Cekung : (-/-)

4
4. Hidung:
Pernafasan cuping hidung : (-)
Epistaksis : (-)
Rhinorrhea : (-)
5. Mulut:
Bibir : Kering, sianosis (-), stomatitis (-)
Gigi : karies (-)
Gusi : perdarahan (-)
Lidah:
Tremor : (+)
Kotor/Berselaput : (+)
Warna : Tepi lidah tampak hiperemis
6. Telinga:
Sekret : (-)
Nyeri : (-)
7. Leher:
Kelenjar getah bening : Pembesaran(-/-), nyeri tekan (-)
Kelenjar Tiroid : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
Faring : Hiperemis (-)
Tonsil : T1-T1
8. Toraks:
a. Dinding Dada/Paru:
Inspeks : Pergerakan dinding dada simetris bilateral kanan =
kiri, retraksi (-), jejas (-), bentuk normochest,
Palpasi : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris
kanan = kiri, nyeri tekan (-).
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Vesicular (+/+) Rhonchi (-/ -),Wheezing (-/-)

5
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V arah medial
linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal, cardiomegaly (-)
Auskultasi : Bunyi jantung SI / SII murni reguler, murmur (-),
gallop (-).

9. Abdomen:
Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), distensi (-),
meteorismus (-).
Hati : Hepatomegali (-)
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
10. Anggota Gerak:
a. Ekstremitas superior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)
b. Ekstremitas inferior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)
11. Genitalia: Dalam batas normal
+/+
12. Otot-Otot: Eutrofi +/+, kesan normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
23/02/2017 Pemeriksaan Darah Rutin
Hasil Rujukan Satuan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 11,6 11,7 – 17,0 g/dl
Leukosit 16,7 5,0 – 10,0 103/uL
Eritrosit 3,93 4,0 – 5,0 106/uL
Trombosit 289 150 – 440 103/uL
Hematokrit 36,5 35,0 – 55,0 %

6
23/2/2107 Pemeriksaan Widal
Jenis Hasil Interpretasi
Nilai Normal
Pemeriksaan Pemeriksaan

S. thypi O 1/320 Negatif ↑

S. thypi H 1/320 Negatif ↑

S. parathypi AH 1/320 Negatif ↑

S. parathypi BH 1/160 Negatif ↑

E. RESUME
An. T, 6 tahun, masuk dengan keluhan febris sejak 8 hari SMRS, febris
naik turun, dan meningkat menjelang malam hari. Keluhan sakit perut (+),,
malaise (+), anoreksia (+), nausea (+), dan vomitus (+) 3 kali. Nyeri sendi
(+) sejak 3 hari yang lalu serta sakit kepala (+). Pasien mengeluhkan tidak
BAB sejak 3 hari sebelum masuk Rs serta BAK lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran compos mentis, tekanan
darah 110/70 mmHg, denyut nadi 86×/menit kuat angkat, respirasi
22×/menit, suhu axilla 38,10C, lidah berselaput putih dengan tepi lidah
hiperemis, nyeri tekan epigastrium (+). Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan leukosit 11,6 ×103/uL, trombosit 289×103/uL, dan hematokrit
36,5 %. Hasil tes serologi widal meningkat.

F. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Demam Tifoid

G. TERAPI
Non-Medikamentosa
- Tirah baring sampai 5 hari bebas demam
- Diet makanan biasa/lunak dan rendah serat
- Menjaga higienitas personal

7
Medikamentosa
- IVFD Ringer Lactat 63 mL/Jam (21 gtt/menit)
- Chloramphenicol 4 x 250 mg (10-14 hari)
- Paracetamol 3x ½ tab
H. FOLLOW UP
Hari/Tanggal: 24 Februari 2017
S Demam hari ke-9 , naik turun
Mual (+), muntah (-), sakit perut (+), sakit menelan (+ ),
batuk (-), flu (-)
BAB (-), 4 hari
BAK lancar
O Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Denyut Nadi : 82 x/menit, kuat angkat
Respirasi : 24 x/menit
Suhu Tubuh : 38,6 C
TD : 110/60
Berat Badan : 21 kg
Tinggi Badan : 122 cm
Status Gizi : CDC 109 % Gizi kurang
Paru
- Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral
- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Vesicular +/+, Rhonchi-/-, Wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V
arah medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal, Cardiomegali (-)
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+) ,
Pemeriksaan Lain
- Lidah kotor : (+), tepi lidah hiperemis (+)
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera

A Demam Tifoid

8
P Non-Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet makanan biasa/lunak dan rendah serat

Medikamentosa
- IVFD Ringer Lactat 63 mL/Jam (21 gtt/menit)
- Chloramphenicol 4 x 250 mg
- Paracetamol 3x 1/2 tab
Hari/Tanggal: 25 Februari 2016
S Demam hari ke-10,bebas demam hari 1
Mual (-) Muntah (-), sakit perut (+), sakit kepala (-),
batuk (-), flu (-)
BAB biasa
BAK lancar
O Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Denyut Nadi : 94 x/menit, kuat angkat
Respirasi : 24 x/menit
Suhu Tubuh : 36,8 C
Berat Badan : 21 kg
Tinggi Badan : 122 cm
Status Gizi : CDC 109 % Gizi kurang
Paru
- Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral
- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Vesicular +/+,Rhonchi -/-, Wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V
arah medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal, cardiomegaly (-)
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
- Auskultasi : Peristaltik (-), kesan normal
- Perkusi : Timpani (-) diseluruh abdomen
- Palpasi : Nyeri tekan epigatsrium (-)
Pemeriksaan Lain
- Lidah kotor : (+) berkurang
- Ekstremitas : Akral hangat

9
- Turgor : Kembali segera
A Demam Tifoid

Non-Medikamentosa
P
- Tirah baring
- Diet makanan biasa/ lunak dan rendah serat
Medikamentosa
- IVFD Ringer Lactat 63 mL/Jam (21 gtt/menit)
- Chloramphenicol 4 x 250 mg
- Paracetamol 3x ½ tab
Hari/Tanggal: 26 Februari 2017
S Demam hari ke-11, bebas demam hari ke-2
mual (-), sakit kepala (-), muntah (-), sakit perut (-), sakit
kepala (-), batuk (-), flu (-)
BAB biasa
BAK lancar
O Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Denyut Nadi : 88 x/menit, kuat angkat
Respirasi : 26 x/menit
Suhu Tubuh : 36,9 C
Berat Badan : 21 kg
Tinggi Badan : 122 cm
Status Gizi : CDC 109 % Gizi kurang

Paru
- Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral
- Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Vesicular +/+,Rhonchi -/-, Wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V
arah medial linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal, cardiomegaly (-)
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler,
bunyi tambahan: murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, kesan normal
- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen.
- Palpasi : Nyeri tekan (-)

10
Pemeriksaan Lain
- Lidah kotor : Berkurang
- Ekstremitas : Akral hangat
- Turgor : Kembali segera
A Demam Tifoid
P Non-Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet makanan biasa
Medikamentosa
- IVFD Ringer Lactat 63 mL/Jam (21 gtt/menit)
- Chloramphenicol 4x 250 mg
- Paracetamol 3x ½ tab
Pengobatan di rumah :
-Tirah baring sampai 5 hari bebas demam
-Diet makanan biasa/lunak dan menjaga kebersihan
makanan
-Paracetamol syrup 3x ½ tab (bila demam)
- Chloramphenicol 4 x 250 mg

11
BAB III
DISKUSI KASUS

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus (terutama
didaerah illeosecal) dengan gejala demam selama 7 hari atau lebih, gangguan
saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran. Demam tifoid (termasuk para-
tifoid) disebabkan oleh Salmonellatyphi, Salmonella paratyphi A,Salmonella
paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C. Jika penyebabnya adalah Salmonella
paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Bakteri ini termasuk bakteri Gram negatif yang memiliki flagel,
tidak berspora, motil, berbentuk batang, berkapsul, dan bersifat fakultatif anaerob
dengan karakteristik antigen O, H, dan Vi. Pada minggu pertama sakit, demam
tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya. Untuk memastikan
diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan bakteri untuk konfirmasi.[1,5,10]
Salmonellatyphi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan
dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urin penderita
demam tifoid dan mereka yang diketahui sebagai carrier (pembawa) demam
tifoid. Setelah bakteri sampai ke lambung, maka mula-mula timbul usaha
pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu, adanya suasana asam oleh
asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Ada beberapa faktor yang
menentukan apakah bakteri dapat melewati barier asam lambung, yaitu (1) jumlah
bakteri yang masuk dan (2) kondisi asam lambung.[5,6]
Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak 106-
109 yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung (pH
<2) dapat menghambat multiplikasi Salmonella. Sebagian bakteri yang tidak mati
akan mencapai usus halus tepatnya di ileum dan jejenum yang memiliki
mekanisme pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus. Pada
dasarnya, apabila respon imunitas (Imunoglobulin A) usus kurang baik, maka
bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M), selanjutnya ke lamina
propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel
fagosit terutama makrofag.[2,5]

12
Tahapan selanjutnya, bakteri akan menuju kelenjar getah bening
mesenterika. Melalui ductus torasikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag
masuk ke dalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang tidak
menimbulkan gejala. Dari sini bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi darah,
sehingga terjadi bakteremia kedua yang simptomatis (menimbulkan gejala klinis).
Disamping itu bakteri yang ada didalam hepar akan masuk ke dalam kandung
empedu dan berkembang biak disana, lalu bakteri tersebut bersama dengan asam
empedu dikeluarkan dan masuk ke dalam usus halus. Sebagian bakteri ini akan
dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi bakteri akan menginvasi epitel usus
kembali dan menimbulkan tukak pada mukosa diatas plaque peyeri yang dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan dan perforasi usus yang menimbulkan
gejala peritonitis.[1]
Gejala-gejala klinis yang biasa ditemukan pada demam tifoid, yaitu :[5]
1. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I, suhu tubuh cenderung
meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada
sore hari dan malam hari. Dalam minggu II, penderita terus berada dalam
keadaan demam. Dalam minggu III suhu berangsur-angsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu III.[5]
2. Gangguan saluran cerna
Pada mulut; nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah
(rhagaden), lidah ditutupi oleh selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat dijumpai adanya kembung
(meteorismus). Hepar dan lien yang membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya terdapat juga konstipasi pada anak yang lebih tua dan remaja, akan
tetapi dapat juga normal bahkan terjadi diare pada anak yang lebih muda.[5]
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walau tidak berapa dalam,
dapat berupa apatis sampai somnolen.[5]

13
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala,
malaise, anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan, gejala
gastrointestinal bervariasi, pasien dapat mengeluhkan diare, obstipasi, atau
obstipasi kemudian disusul episode diare. Pada sebagian pasien, lidah tampak
kotor dengan putih ditengah sedangkan tepi dan ujungnya tampak kemerahan,
bradikardi relatif jarang dijumpai pada anak.[2]
Setelah seorang terinfeksi S. typhi, periode asimtomatik berlangsung 7
sampai 14 hari. Awitan bakteremia ditandai gejala demam dan malaise. Pasien
pada umumnya datang ke RS menjelang akhir minggu pertama setelah terjadi
gejala demam, gejala mirip influenza, nyeri kepala, anoreksia, nausea, nyeri perut,
batuk kering dan mialgia. Lidah kotor, nyeri abdomen, diare, hepatomegali dan
splenomegali sering ditemukan. Bradikardia relatif dan konstipasi dapat
ditemukan pada demam tifoid, namun bukan gejala yang konsisten ditemukan di
beberapa daerah geografis lainnya. Demam akan meningkat secara progresif dan
pada minggu kedua, demam seringkali tinggi dan menetap (39-40 derajat celsius).
Beberapa rose spot, lesi makulopapular dengan diameter sekitar 2-4 mm,
dilaporkan pada 5%-30% kasus yang tampak terutama pada abdomen dan dada
Diagnosis demam tifoid pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis,
ditemukan febris, dirasakan sejak 8 hari SMRS, febris remitent, meningkat pada
menjelang malam hari. Disertai nyeri epigastrik, sakit kepala, penurunan nafsu
makan, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, kesadaran compos
mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 86×/menit kuat angkat,
respirasi 22×/menit, suhu axilla 380C, lidah berselaput putih dengan tepi lidah
hiperemis, nyeri tekan epigastrium (+). Hasil pemeriksaan ini telah sesuai dengan
teori mengenai gambaran klinis demam tifoid yang telah diuraikan.
Pada kasus ini, hasil pemeriksaan laboratorium hematologi rutin
menunjukkan leukosit 16,7 ×103/uL, trombosit 289 ×103/uL, dan hematokrit 36,5
%. Hasil serologi –IgM anti salmonella typhi (+). Pada demam tifoid jumlah
leukosit dapat normal, menurun, atau meningkat, mungkin didapatkan
trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri,

14
mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase
lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan
jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas,
spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan
antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan
limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.[11]
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.
typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau
dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih
mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,
sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses. [11]
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam
tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi
maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Beberapa uji serologis yang dapat
digunakan pada demam tifoid ini meliputi : (1) uji Widal; (2) tes TUBEX®; (3)
metode enzyme immunoassay (EIA); (4) metode enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA); dan (5) pemeriksaan dipstik.[8]
Pada pasien ini digunakan pemeriksaan serologi widal anti salmonella
typhi untuk mendiagnosis demam tifoid. Uji Serologi Widal yaitu suatu metode
serologik ysng memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O),
flagela (H) yang banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid.Angka
titer O aglutinin >1/40 dengan memakai uji widal slide aglutination menunjukan
nilai ramal postif 96%. Artinya apabila hasil test postif, 96% kasus benar sakit
demam tifoid, akan tetapi bila negatif tidak menyingkirkan. [8]

Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang


sederhana, cepat (kurang lebih 5 menit) dan sangat akurat dalam diagnosis infeksi
akut demam tifoid karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM Anti Salmonella
dan tidak mendeteksi antibodi IgG.[10]
Tes TUBEX mendeteksi adanya antibodi terhadap Salmonella O9 dari
serum pasien dengan kemampuan dari antibodi tersebut untuk menghambat ikatan

15
antara partikel indikator yang dilapisi monoklonal antibodi dengan partikel
magnetik yang dilapisi antigen (Salmonella Typhi LPS) tersebut. Tes ini
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi Salmonella
typhi. Penelitian Razel dkk (2006) di Filipina mendapatkan hasil tes TUBEX®
menjadi tes serologis yang paling bagus dalam mendiagnosis demam tifoid
dibandingkan dengan tes serologis lainnya. Hal ini disebabkan karena tes TUBEX
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang paling tinggi yaitu sebesar 94,7% dan
80,4%.[10]
Penatalaksaan penderita dengan demam tifoid yang secara garis besar
ada 3 bagian yaitu:[5]
a) Perawatan
Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas,
tetapi tidak harus tirah baring sempurna. Pada penderita dengan kesadaran
yang menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi serta tanda-tanda
komplikasi demam tifoid yang lain termasuk buang air kecil dan buang air
besar perlu mendapat perhatian.[1,4]
b) Diet
Dahulu penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kekambuhan
penderita. Banyak penderita tidak senang diet demikian, karena tidak sesuai
dengan selera dan ini mengakibatkan keadaan umum dan gizi penderita
semakin mundur dan masa penyembuhan ini menjadi makin lama. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini,yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid [1,5]
c) Medikamentosa
Berikut pilihan terapi antibiotic yang diberikan untuk demam tifoid: [1]
- Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari, oral atau IV, dibagi
dalam 4 dosis selama 10-14 hari
- Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral atau intravena, selama 10 hari

16
- Kotrimoksasol 6 mg/kgBB/hari, oral, selama 10 hari
- Seftriakson 80 mg/kgBB/hari, intravena atau intramuscular, sekali sehari,
selama 5 hari
- Sefiksim 10 mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari

Dengan mempertimbangkan bahwa kasus demam tifoid di Indonesia


masih sangat endemis, dan kebanyakan kasusnya masih berada di daerah pelosok
Indonesia dengan higienitas masyarakatnya yang masih sangat rendah, serta masih
sangat terbatasnya jangkauan pelayanan kesehatan yang benar-benar optimal,
maka untuk pengobatan demam tifoid ini, khususnya di Indonesia, kloramfenikol
tetap menjadi pilihan utama, khususnya pada pengobatan demam tifoid tanpa
komplikasi. [7]
Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa fluorokuinolon,
termasuk siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin dan gatifloksasin merupakan
obat pilihan yang optimal untuk pengobatan demam tifoid, khususnya pada
dewasa dan anak di beberapa negara. Tingkat efikasinya yang tinggi serta efek
sampingnya yang rendah, membuat obat ini banyak digunakan secara luas di
beberapa wilayah di dunia. [7]
Namun akhir-akhir ini telah banyak ditemukan kasus demam tifoid yang
resisten terhadap kuinolon. Penggunaannya pada anak masih kontroversial,
mengingat efek obat ini yang dapat merusak pertumbuhan tulang rawan pada
anak, sehingga disebagian besar negara di dunia, obat ini tidak digunakan sebagai
obat demam tifoid, sementara di sebagian lain hanya digunakan pada kasus-kasus
berat atau kasus yang dicurigai resisten terhadap kloramfenikol. Sedangkan
sebagian negara lainnya menganggap obat ini tetap bisa digunakan dengan
mempertimbangkan rasio keuntungan dan resikonya.[7]
Dalam literatur lainya yang membandingkan pemberian antibiotik
kloramfenikol dan seftriakson menyatakan seftriakson secara bermakna dapat
mengurangi lama pengobatan dibandingkan dengan pemberian jangka panjang
kloramfenikol. Perbedaan yang mendasar pada kedua antibiotik ini adalah lama
demam turun lebih cepat sehingga lama terapi lebih singkat, efek samping lebih

17
ringan, dan angka kekambuhan yang lebih rendah pada penggunaan seftriakson
dibandingkan kloramfenikol. [1]
Durasi terapi seftriakson bervariasi antara 3 -10 hari dengan waktu
demam turun rata-rata empat hari, dan aman diberikan pada anak dengan dosis
antara 50-100 mg/kg/hari. Efek samping yang mungkin ditemukan karena
pemberian kloramfenikol adalah supresi sumsum tulang. Harga seftriakson lebih
mahal dibanding kloramfenikol, namun lama rawat yang lebih pendek sangat
mengurangi biaya pengobatan. [1]

Komplikasi pada demam tifoid, dapat dibagi menjadi:[9]


- Intraintestinal: perforasi usus atau perdarahan saluran cerna.
- Ekstraintestinal: tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis,
pneumonia, syok septik, pielonefritis, endocarditis, osteomyelitis, dll.

Pemantauan terapi dapat dilakukan dengan mengevaluasi demam melalui


monitor suhu, apabila pada hari ke 4-5 setelah pengobatan demam tidak reda,
maka harus segera kembali dievaluasi adakah komplikasi, sumber infeksi lain,
resistensi S. typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah menegakkan
diagnosis. Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, klinis perbaikan, dan tidak dijumpai
komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.[9]
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada atau tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan
terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang,
angka mortalitasnya >10%, mortalitas pada penderita yang dirawat 6%, biasanya
karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan yang meningkatkan
kemungkinan komplikasi dan waktu pemulihan.[1,5]

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Sidabutar S, Satari HI. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak:
Kloramfenikol atau Seftriakson?. Sari Pediatri. 2010; 11 (6): 434-439.
2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Hal 367-75.
3. Rampengan TH. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. Hal 46-62.
4. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi 1.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2004. Hal 91-4.
5. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: 2007. Hal. 1186-1190.
6. Bambang WT. Kajian Faktor Pengaruh Terhadap Penyakit Demam Tifoid
pada Balita Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2009; 12 (4).
7. Hadinegoro SR, Kadim M, Devaera Y, Idris NS, Ambarsari CG. Update
Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders. Jakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2012.
8. Lubis R. Faktor Resiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid Penderita yang
Dirawat di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Tesis; 2008.
9. Tumbelaka AR. Typhoid Fever in Children. Division of Infectious Diseases
& Tropical Pediatrics, Department of Child HealthFMUI – Cipto
Mangunkusumo General Hospital. Jakarta: 2010.
10. Septiawan, 2013. Pemeriksaan Immunoglobulin M Anti Salmonella Dalam
Diagnosis Demam Tifoid. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah . Denpasar : 2013.

19

Anda mungkin juga menyukai

  • Ruptur Perineum GR - III
    Ruptur Perineum GR - III
    Dokumen49 halaman
    Ruptur Perineum GR - III
    Anonymous xtDUXVyJ
    Belum ada peringkat
  • SDD
    SDD
    Dokumen27 halaman
    SDD
    komang
    Belum ada peringkat
  • Modul 4
    Modul 4
    Dokumen2 halaman
    Modul 4
    komang
    Belum ada peringkat
  • Lkokm
    Lkokm
    Dokumen2 halaman
    Lkokm
    komang
    Belum ada peringkat
  • GHHH
    GHHH
    Dokumen30 halaman
    GHHH
    komang
    Belum ada peringkat
  • Ba Iv
    Ba Iv
    Dokumen2 halaman
    Ba Iv
    komang
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen5 halaman
    COVER
    komang
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    komang
    Belum ada peringkat
  • Aghy
    Aghy
    Dokumen2 halaman
    Aghy
    komang
    Belum ada peringkat
  • SFF
    SFF
    Dokumen7 halaman
    SFF
    komang
    Belum ada peringkat
  • Hiperemi
    Hiperemi
    Dokumen1 halaman
    Hiperemi
    komang
    Belum ada peringkat
  • AA
    AA
    Dokumen6 halaman
    AA
    komang
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    komang
    Belum ada peringkat
  • FG
    FG
    Dokumen8 halaman
    FG
    komang
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat F
    Cover Referat F
    Dokumen3 halaman
    Cover Referat F
    ade
    Belum ada peringkat
  • FG
    FG
    Dokumen8 halaman
    FG
    komang
    Belum ada peringkat
  • Fix BST Print
    Fix BST Print
    Dokumen30 halaman
    Fix BST Print
    komang
    Belum ada peringkat
  • Drugs Eruotion
    Drugs Eruotion
    Dokumen7 halaman
    Drugs Eruotion
    Latifa Tistanty Permadi Alchairid
    Belum ada peringkat
  • File Lapsus
    File Lapsus
    Dokumen11 halaman
    File Lapsus
    komang
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis Numular
    Dermatitis Numular
    Dokumen6 halaman
    Dermatitis Numular
    Latifa Tistanty Permadi Alchairid
    Belum ada peringkat
  • GS
    GS
    Dokumen6 halaman
    GS
    komang
    Belum ada peringkat
  • Drugs Eruotion
    Drugs Eruotion
    Dokumen7 halaman
    Drugs Eruotion
    Latifa Tistanty Permadi Alchairid
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis Numular
    Dermatitis Numular
    Dokumen6 halaman
    Dermatitis Numular
    Latifa Tistanty Permadi Alchairid
    Belum ada peringkat
  • Depresi Post Partum
    Depresi Post Partum
    Dokumen15 halaman
    Depresi Post Partum
    komang
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Kasus Demam Tifoid Pada Anak Stase Pediatri
    Refleksi Kasus Demam Tifoid Pada Anak Stase Pediatri
    Dokumen13 halaman
    Refleksi Kasus Demam Tifoid Pada Anak Stase Pediatri
    occha_fun08
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Tingkah Laku Masa Kanak: Refarat
    Gangguan Tingkah Laku Masa Kanak: Refarat
    Dokumen21 halaman
    Gangguan Tingkah Laku Masa Kanak: Refarat
    komang
    Belum ada peringkat
  • Penentu Sosial Utama Kesehatan Ibu Di Antara Negara-1
    Penentu Sosial Utama Kesehatan Ibu Di Antara Negara-1
    Dokumen13 halaman
    Penentu Sosial Utama Kesehatan Ibu Di Antara Negara-1
    komang
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat F
    Cover Referat F
    Dokumen3 halaman
    Cover Referat F
    ade
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen1 halaman
    Lembar Pengesahan
    komang
    Belum ada peringkat