Anda di halaman 1dari 30

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. Rosmiati

2. Umur : 59 Tahun

3. JenisKelamin : Perempuan

4. Pekerjaan : IRT

5. Agama : Islam

6. Status : Menikah

7. Tanggal masuk Rs : 01 Juni 2018

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)


Keluhan Utama :
Bintil – bintil merah dan berisi air pada wajah

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dari bagian saraf dikonsul ke bagian Kulit dan Kelamin dengan
keluhan bintil – bintil bergerombol berisi air yang diketahui sejak 1 hari yang
lalu. Awalnya pasien merasa demam dan batuk-batuk sehingga kondisinya
kurang fit kemudian timbul merah-merah pada wajahnya dan lama-kelamaan
timbul bintil – bintil berisi air bergerombol pada wajah sisi kanan, hanya
terdapat pada sisi kanan wajah dan tidak didapatkan pada bagian tubuh lainnya.
Pada bintil- bintil tersebut terasa gatal, nyeri dan panas,

Riwayat Penyakit Dahulu


 Penderita tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
 Penderita mengaku pernah cacar air sebelumnya ketika masih kecuil
 Diabetes Melitus (-).
 Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
1
 Riwayat kontak dengan bahan iritan disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
 Dalam keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang sama.

Riwayat Psikososial
 Penderita mandi 1x sehari
 Air yang dipergunakan di rumah pasien adalah air sumur
 Kebersihan rumah dan sekitar tempat tinggal pasien cukup bersih.

III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Baik
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Extremitas : Dalam batas normal

2. Status Dermatologis
 Regio : Regio facialis dextra, cabang dari nervus trigeminus V1,V2
 Effloresensi : Terdapat vesikel yang bergerombol dengan dasar makula
eritematosa yang menyebar pada daerah facialis dextra. Vesikel berisi
cairan jernih. Ukuran vesikel bervariasi,

IV. RESUME
Pasien dari bagian saraf dikonsul ke bagian Kulit dan Kelamin dengan
keluhan bintil – bintil bergerombol dan berisi air yang diketahui sejak 1 hari
yang lalu. Awalnya demam (+) sakit kepaala (+) kemudian timbul merah-merah

2
pada wajahnya dan lama-kelamaan timbul bintil – bintil berisi air bergerombol
pada wajah sisi kanan, terasa gatal, nyeri dan panas.
Status Dermatologis
 Regio : Regio facialis dextra, cabang dari nervus trigeminus V1,V2
 Effloresensi : Terdapat vesikel yang bergerombol dengan dasar makula
eritematosa yang menyebar pada daerah facialis dextra. Vesikel
berisi cairan jernih. Ukuran vesikel bervariasi.

V. DIAGNOSA
Herpes Zoster Ophtalmica Dextra.

VI. ANJURAN PEMERIKSAAN


Tzank test

VII. DIAGNOSA BANDING


- Herpes Simplex
- Varicella

VIII.PENATALAKSANAAN
Terapi dari perawatan saraf :
RL 20 tpm
- Injeksi ketorolak 1 amp/8 jam
- Injeksi ranitidine 1 amp/12 jam
Terapi dari perawatan kulit :
Sistemik :
- Paracetamol 500 mg 3 x 1
- Asiklovir 5 x 800 mg/hr
- Gabapentin 2x100 mg
Topikal
- Fuson cream (pagi-sore)
- Bedak salisil 3 % (pagi-sore)
3
IX. EDUKASI
 Memberi penjelasan kepada penderita bahwa nyeri pada daerah ini bisa
timbul lagi tanpa harus ada bintil berisi air.
 Menjaga kesehatan untuk mempertahankan sistem kekebalan tubuh.
 Menjelaskan kepada penderita untuk menaati aturan terapi.

X. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Dubia
Qua ad functionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia
Qua ad cosmetikam : Dubia ad bonam

4
XI.FOLLOW UP

Tgl 02 Juni 2018 (HARI PERTAMA)


S Demam (+), Nyeri kepala (+), selera makan berkurang (+),Nyeri pada lesi di
daerah wajah kiri.
O Tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Nadi 76x/menit
Suhu 37,8oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Generalisata : Papul dengan dasar eriteme dan vesikel
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC (10,9/ul), RBC (4,2/ul),
HGB (12,4 g/dl), HCT (34.3 %), PLT (263/ul), GDS (149 mg/dl)
A Herpes Zoster Ophtalmica Dextra.
P Non-Medikamentosa
 Bed rest
 Medikamentosa
 Sistemik
─ Acyclovir 5 x 800 mg
─ Gabapentin 2 x 100 mg
─ Cetirizine 10 mg ( 1 dd 1)

 Topikal

─ Asam fusidat 2% untuk yang pecah


─ Salycil talk 2% untuk lesi yang gelembung
Dokumentasi .

5
Tgl 03 Juni 2018 (HARI KEDUA)
S Demam (+), Nyeri kepala (+), selera makan berkurang (+),Nyeri pada lesi di
daerah wajah kiri.

O Tanda vital
TD 130/80 mmHg
Nadi 78 x/menit
Suhu 36,6oC
Pernapasan 20x/menit

6
Status Dermatologi
Generalisata : Papul dengan dasar eritema dan vesikel
Hasil Laboratorium
WBC (10,9/ul), RBC (4,2/ul), HGB (12,4 g/dl), HCT (34.3 %), PLT (263/ul),
GDS (149 mg/dl)
A Herpes Zoster Ophtalmica Dextra.
P Non-Medikamentosa
 Bed Rest
 Medikamentosa
 Sistemik
─ Acyclovir 5 x 800 mg
─ Gabapentin 2 x 100 mg
─ Cetirizine 10 mg ( 1 dd 1)

 Topikal

─ Asam fusidat 2% untuk yang pecah


─ Salycil talk 2% untuk lesi yang gelembung

Tgl 04 Juni 2018 (HARI KETIGA)


S Demam (+), Nyeri kepala (+), selera makan berkurang (+),Nyeri pada lesi di
daerah wajah kiri.
7
O Tanda vital
TD : 130/90 mmHg
Nadi 82 x/menit
Suhu 36,6oC
Pernapasan 20 x/menit
Status Dermatologi
Generalisata : Papul eritem dan vesikel

Hasil Laboratorium
WBC (10,9/ul), RBC (4,2/ul), HGB (12,4 g/dl), HCT (34.3 %), PLT (263/ul),
GDS (149 mg/dl)
A Herpes Zoster Ophtalmica Dextra.
P Non-Medikamentosa
 Bed Rest
 Medikamentosa
 Sistemik
─ Acyclovir 5 x 800 mg
─ Gabapentin 2 x 100 mg
─ Cetirizine 10 mg ( 1 dd 1)

 Topikal

─ Asam fusidat 2% untuk yang pecah


─ Salycil talk 2% untuk lesi yang gelembung
Dokumentasi

8
BAB II
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien dengan identitas Ny. R seorang perempuan berusia 59
tahun. keluhan bintil – bintil bergerombol dan berisi air yang diketahui sejak 1 hari
yang lalu. Awalnya demam (+) sakit kepaala (+) kemudian timbul merah-merah pada
wajahnya dan lama-kelamaan timbul bintil – bintil berisi air bergerombol pada wajah
sisi kanan, terasa gatal, nyeri dan panas.
Dari anamnesis diatas sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa stadium
awal dari hepres zoster adalah stadium prodormal yang biasanya ditandai dengan rasa

9
sakit dan parestesia pada dermatom yang terkena disertai dengan panas, malaise dan
nyeri kepala.(1)
Kemudian timbul merah-merah pada wajahnya dan lama-kelamaan timbul bintil
– bintil berisi air bergerombol, hal ini sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa
stadium erupsi ditandai dengan mula-mula timbul papul atau plakat berbentuk urtika
yang setelah 1-2 hari akan timbul gerombolan vesikel diatas kulit yang eritematus,
sedangkan kulit diantara gerombolan tetap normal, usia lesi pada satu gerombolan lain
adalah sama sedangkan usia lesi dengan gerombolan lain adalah tidak sama(2).

Lokasi pada wajah sisi kanan, hanya terdapat pada wajah dan tidak didapatkan
pada bagian tubuh lainnya, hal ini sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa
lokasi lesi sesuai dermatom, unilateral dan biasanya tidak melewati garis tengah dari
tubuh.(2)

Bintil-bintil tersebut juga berada dekat mata kanan penderita dan membengkak
sehingga mata sulit untuk dibuka, penderita juga mengeluh nyeri pada matanya dan
pandangan seperti dobel sehingga pasien disarankan untuk konsul ke poli mata, hal ini
sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa Herpes zoster oftalmikus disebabkan
oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada
mata, disamping itu juga cabang kedua menyebabkan kelainan kulit pada daerah
persarafannya.(2)
Pada status dermatologis regio oftalmikus dextra, cabang dari nervus trigeminus
V1,V2 terdapat vesikel yang bergerombol dengan dasar makula eritematosa yang
menyebar pada daerah facialis dextra, Vesikel berisi cairan jernih. Ukuran vesikel
bervariasi,. Lokasi lesi unilateral dextra.

Pada pustaka dikatakan bahwa effloresensi tampak gerombolan vesikel diatas


kulit eritematous, isi vesikel sebagian jernih sebagian keruh di beberapa tempat
terdapat pustula, erosi, krusta. Kulit diantara gerombolan vesikel normal, unilateral
sesuai dermatom.(3)

10
Berdasarkan hasil anamnesis dan poemeriksaan fisik maka pasien di diagnosis
dengan Herpes Zoster oftalmica, adapun pada pemeriksaan penunjang dapat
dilakuakan pemeriksaan hapusan Tzanck untuk mengkonfirmasi kecurigaan klinis
namun pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Adapun dari hasil
anamnesis yaitu pasien mengalami bintil – bintil bergerombol dan berisi air yang
diketahui sejak 1 hari yang lalu. Awalnya demam (+) sakit kepaala (+) kemudian
timbul merah-merah pada wajahnya dan lama-kelamaan timbul bintil – bintil berisi air
bergerombol pada wajah sisi kanan, terasa gatal, nyeri dan panas Gejalan klinis yang
didapat adalah: vesikel yang bergerombol dengan dasar makula eritematosa yang
menyebar pada daerah facialis dextraa. Vesikel berisi cairan jernih. Ukuran vesikel
bervariasi, sebagian besar vesikel masih tampak utuh dan beberapa tampak pecah.
Lokasi lesi unilateral dextra.

Pada pasien ini di Diagnosis Banding dengan herpes simpleks karena pada herpes
didapatkan Lesi primer didahului gejala prodromal berupa rasa panas ( terbakar ) dan
gatal. Setelah timbul lesi dapat terjadi demam, malaise dan nyeri otot dengan tempat
predileksi pada mukosa adapun Status dermatologi : berupa vesikel yang mudah
pecah, erosi, ulcus dangkal bergerombol di atas dasar eritema dan disertai rasa nyeri.
Predileksi pada wanita antara lain labium mayor, labium minor, klitoris, vagina,
serviks dan anus. Pada laki-laki antara lain di batang penis, glans penis dan anus.
Adapun diagnosis banding lain yaitu Varicella karena pada penyakit ini
didapatkan Pada stadium prodomal timbul banyak makula atau papula yang cepat
berubah menjadi vesikula, yang umur dari lesi tersebut tidak sama. Kulit sekitar lesi
eritematus. Pada anamnesa ada kontak dengan penderita varisela atau herpes zoster.
Khas pada infeksi virus pada vesikula ada bentukan umbilikasi (delle) yaitu vesikula
yang ditengah nya cekung kedalam. Distribusinya bersifat sentripetal.dengan
predileksi Paling banyak di badan, kemudian muka, kepala dan ekstremitas. (3)

Pada kasus diatas pasien mendapat terapi Sistemik berupa Paracetamol 500 mg
3 x 1 sebagai antipiretik, dan asiklovir 5 x 800 mg/hr selama 7 hari sebagai terpai

11
spesisfik antivirus varicella zoster dan terapi Topikal Gentamisin cream 5 gr , Bedak
salisil 3 % yang diberikan pagi dan sore, Kompres NaCl 4% (untuk daerah luka).
Selain terapi medikamentosa, pasien diberitahu agar menjaga kesehatannya
sehingga dapat mempertahankan sistem kekebalan tubuhnya dan tidak mudah
terserang infeksi berulang1.4.

Prognosis
Kurang baik karena pasien berusia 56 tahun, menurut pustaka menyatakan bahwa
neuralgia pascahepatik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang
bervariasi dalam kehidupan sehari –hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang
yang mendapat herpes zoster diatas usia 40 tahun.(4)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela- zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelah infeksi primer.(1,2,3)

b. Sinonim
Dampa, cacar ular (2), shingles (3,4,5)

12
c. Epidemiologi
Penyebaran herpes zoster sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang
diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita
mendapat varisela. Kadang – kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada
pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien
yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.(2)
Virus varicella-zoster menyebabkan dua sindrom yang berbeda. Infeksi primer
muncul sebagai varicella (cacar atau), penyakit ini menular dan biasanya terjadi pada
anak-anak. Reaktivasi virus varicella-zoster laten di serabut ganglia dorsalis
menyebabkan erupsi kulit yang disebut "herpes zoster" (atau "shingles"). Penurunan
virus-specific cell-mediated immune(CMI) responses terjadi alamiah pada proses
penuaan yang menyebabkan immunosuppressive illness atau perawatan medis, yang
meningkatkan terjadinya shingles.(1.6,)
Lebih dari 90 persen orang dewasa di Amerika Serikat memiliki bukti serologis
terinfeksi virus varicella-zoster dan beresiko untuk terjadinya herpes zoster. Kejadian
tahunan herpes zoster adalah sekitar 1,5 sampai 3,0 kasus per 1000 orang. Sebuah
kejadian 2,0 kasus per 1000 orang akan diartikan terdapat lebih dari 500.000 kasus
setiap tahun di Amerika Serikat. Bertambahnya usia adalah faktor risiko utama untuk
terjadinya herpes zoster, kejadian herpes zoster pada orang tua dari usia 75 tahun
melebihi 10 kasus per 1000 orang/ tahun. Selama hidup risiko terkena herpes zoster
diperkirakan 10 sampai 20 persen. (6,)
Faktor risiko herpes zoster diperantarai oleh cell mediated immunity (CMI). Pasien
dengan penyakit neoplastik (khususnya kanker lymphoproliferative), pengguna obat
imunosupresif (termasuk kortikosteroid), dan penerima transplantasi organ berada di
risiko tinggi untuk terjadinya herpes zoster. Namun, hal yang mendasari terjadinya
kanker tidak dibenarkan pada orang sehat yang mengalami herpes zoster. (6)
Herpes zoster terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi di antara orang-orang
yang seropositif untuk human immunodeficiency virus (HIV) dari kalangan mereka
yang seronegatif. Sebuah studi longitudinal menunjukkan suatu kejadian 29,4 kasus
herpes zoster per 1000 orang-tahun di antara HIV-seropositif orang, seperti

13
dibandingkan dengan 2,0 kasus per 1000 orang-tahun di antara HIV-seronegatif
kontrol. Karena herpes zoster mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi HIV yang
dinyatakan asimtomatik, pengujian serologi mungkin tepat pada pasien tanpa faktor
risiko jelas untuk herpes zoster (Misalnya, orang sehat yang lebih muda dari usia 50
tahun). (6)

d. Etiologi

Gambar 6. Herpes Virus Varicella. Preparasi phospotungstate dari cairan vesikel.(a)


Bagian tengah yang hitam terjadi akibat dari penetrasi dari capsid virus. (b) Bagian
yang buram merupakan pembungkus nukleokapsid virus varicella
(4) zoster.(4)
Varicella zoster virus (VZV) adalah penyebab diantara varicella (cacar air) dan
zoster (shingles). Tiga genotipe dari α-herpesvirus telah diidentifi kasi dan terbukti
memiliki variasi geografis. (4)

e. Patogenesis
Selama perjalanan dari varicella, VZV lewat melalui lesi di kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan diangkut secara sentripetal sampai serabut saraf
sensorik ke ganglia sensoris. Di ganglia, virus membentuk infeksi laten yang bertahan
untuk hidup. Herpes zoster terjadi paling sering pada dermatom dimana ruam
varicella terbanyak yang diinervasi oleh saraf oftalmikus dari ganglia sensoris
trigeminal dari T1 ke L2 (1,3)
14
Walaupun virus laten di ganglia mempertahankan potensi untuk infektivitas
penuh, reaktivasi bias sewaktu-waktu dan jarang, infeksi virus tidak tampak saat fase
laten. Mekanisme yang terlibat dalam reaktivasi VZV laten tidak jelas, namun
reaktivasi telah dikaitkan dengan immunosupresi, stres emosional, iradiasi dari
sumsum tulang belakang, keterlibatan tumor, serabut ganglion dorsalis, atau struktur
yang berdekatan, trauma lokal, manipulasi bedah tulang belakang , dan sinusitis
frontalis (sebagai endapan zoster oftalmica). Yang paling penting adalah penurunan
kekebalan seluler VZV spesifik yang terjadi dengan bertambahnya usia (1,3)
VZV juga dapat mengaktifkan kembali tanpa menghasilkan penyakit yang jelas.
Jumlah kecil yang dilepaskan antigen virus selama reaktivasi tersebut, diharapkan
dapat merangsang dan mempertahankan system kekebalan tubuh VZV. (3)

15
Ketika kekebalan seluler VZV spesifik berada pada beberapa tingkat kritis,
reaktivasi virus tidak terkandung lagi. Virus berkembang biak dan menyebar di dalam
ganglion, menyebabkan nekrosis neuronal dan peradangan parah, sebuah proses yang
sering disertai dengan neuralgia parah. Infeksi VZV kemudian menyebar secara
antidromikal menuruni saraf sensorik, menyebabkan neuritis parah, dan dilepaskan

dari saraf sensorik yang berakhir di kulit, di mana ia menghasilkan karakteristik dari
vesikel zoster. Penyebaran infeksi ganglionic proksimal sepanjang akar saraf posterior
ke meninges dan hasil serabut di leptomeningitis lokal, pleocyosis cairan
serebrospinal, dan myelitis segmental. Infeksi motor neuron di kornu anterior dan
radang akun akar saraf anterior untuk palsi lokal yang mungkin menyertai erosi kulit,
dan infeksi berkelanjutan dalam sistem saraf pusat (SSP) dapat mengakibatkan
komplikasi herpes zoster (meningoenchepalitis, myelitis melintang).(3,4)
Gambar 7. Varicella dan herpes zoster A. Selama infeksi (varicella dan cacar air)
primer varicella-zoster virus (VZV) virus menginfeksi ganglia sensoris. B. VZV tetap
dalam fase laten dalam ganglia untuk kehidupan C. Indiviual dengan fungsi kekebalan
tubuh berkurang, VZV aktif kembali dalam ganglia sensoris, turun melalui saraf
sensorik, dan direplikasi di kulit.(3)

Patogenesa Nyeri pada Herpes Zoster dan Postherpetic Neuralgia

16
Nyeri adalah gejala utama dari herpes zoster. Didahului dengan gejala ini dan
umumnya disertai ruam, dan gejala ini sering berlanjut walau ruam sudah sembuh,
dengan komplikasi yang dikenal sebagai postherpetic neuralgia (PHN). Sejumlah
mekanisme yang berbeda tetapi tumpang tindih tampaknya terlibat dalam patogenesis
nyeri pada herpes zoster dan PHN.(3,8)
Cedera pada saraf perifer dapat memicu sinyal rasa nyeri pada saraf di ganglion
aferen. Peradangan di kulit memicu sinyal nosiseptif yang lebih terasa nyeri di kulit.
Rilis yang berlebihan dari pengeluaran asam amino dan neuropeptida yang
disebabkan oleh rentetan berkelanjutan dari impuls afferent selama fase akut dan
prodormal pada herpes zoster kemungkinan dapat menyebabkan cedera eksitotoksik
dan hilangnya hambatan interneuron di sumsum tulang belakang.
Kerusakan neuron di sumsum tulang belakang, ganglion dan saraf perifer, adalah
penting dalam patogenesis PHN. Kerusakan saraf aferen primer dapat menjadi aktif
secara spontan dan peka terhadap rangsangan perifer dan simpatis. Aktivasi
nosiseptor yang berlebihan dan impuls ektopik mungkin, menurunkan sesitivitas SSP.
penambahan dan perpanjangan rangsangat pada pusat itu berbahaya. Pada klinis, ini
dinamakan allodynia (nyeri dan / atau sensasi yang tidak menyenangkan yang
ditimbulkan oleh rangsangan yang biasanya tidak menyakitkan (sentuhan ringan)
dengan rangsang sensori sedikit atau tidak ada sama sekali. (3,7,8)
Perubahan anatomi dan Fisiologi bertanggung jawab terhadap manifestasi PHN
yang dibentuk di awal perjalanan dari hepes zoster. Hali ini akan menjelaskan korelasi
antara keparahan nyeri awal dan adanya nyeri prodormal dengan perkembangan
selanjutnya dari PHN, dan kegagalan terapi antivirus untuk mencegah PHN. (3)

17
Gambar 8. Patognesis PHN(3)

f. Gejala klinis
Terbagi menjadi tiga stadium antara lain : (1,2.7,8,)
 Stadium prodromal :
Biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena disertai
dengan panas, malaise dan nyeri kepala.
 Stadium erupsi :
 Mula-mula timbul papul atau plakat berbentuk urtika yang setelah 1-2 hari akan
timbul gerombolan vesikel diatas kulit yang eritematus, sedangkan kulit diantara
gerombolan tetap normal, usia lesi pada satu gerombolan lain adalah sama
sedangkan usia lesi dengan gerombolan lain adalah tidak sama. Lokasi lesi sesuai
dermatom, unilateral dan biasanya tidak melewati garis tengah dari tubuh.

18
 Stadium krustasi :
Vesikel menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1-2 minggu.
Sering terjadi neuralgi pasca herpetica terutama pada orang tua yang dapat
berlangsung berbulan-bulan parestesi yang bersifat sementara.(7,8)
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi – lesi baru yang tetap
timbul brlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira
1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah
bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal
sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan
motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur
ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena
member gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena
gangguan pada nervus trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan
otikus (dari ganglion genikulatum).(2)

19
Gambar 9. Dermatome Tubuh(10)

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus


trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang
kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. (2)

20
Gambar 10. Dermatome Wajah(11)
Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang
sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus
dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan. (2,13)

(3)

Gambar 12. Tampak herpes zoster cephalic yang menyerang daerah bagian mulut
dimana terdapat lesi berupa vesikel. (a) regio lingual. (b) region palatum.(1,2)

Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat
dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritema.(2)
Herpes zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah
kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikel yang soliter dan ada
umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi
fisikny sangat lemah, misalnya pada penderita limfoma malignum.(2)
Neuralgia pascahepatik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang
bervariasi dalam kehidupan sehari –hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang
yang mendapat herpes zoster diatas usia 40 tahun.(2)

21
g. Diagnosis
Teknik yang sama digunakan untuk mendiagnosis varicella dan digunakan untuk
mendiagnosa herpes zoster juga. Tampilan klinis seringkali cukup untuk menegakkan
diagnosis, dan pada hapusan Tzanck dapat mengkonfirmasi kecurigaan klinis.(1.5,6,).
Namun, lokasi atau penampilan dari lesi kulit mungkin atipikal (terutama di
immunocompromised pasien) sehingga membutuhkan konfirmasi laboratorium. (1,6)
Kultur virus adalah dimungkin, tetapi virus varicella-zoster itu labil dan relatif
sulit untuk pulih dari penyeka lesi kulit. Sebuah uji direct imunofluorescence lebih
sensitif dibandingkan kultur virus dan memiliki tambahan keuntungan dari biaya yang
lebih murah dan waktu yang lebih cepat. Seperti kultur virus, direct
imunofluorescence assay dapat membedakan infeksi virus herpes simplex dengan
infeksi virus varisela-zoster. Polymerase-chain-reaction techniques yang berguna
untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di cairan dan jaringan.(6)

Gambar 13. Tzanck smear dan Direct Immunoflouscene assay(6)

Herpes simplex zosteriform bisa dengan hasil positif untuk Tzanck smear, namun
jumlah lesi biasanya lebih terbatas dan derajat nyeri substansialnya kurang. Persiapan
selain Tzanck, uji DFA lebih disukai untuk kultur virus, karena cepat, identifikasi
jenis virus, dan memiliki hasil yang lebih akurat. Bila dibandingkan
(6)
pada VZV,
Tzanck smear adalah 75% positif (sampai dengan 10% false-positif dan variabilitas
yang tinggi, tergantung pada keterampilan edema interseluler dan intraseluler.(5)
Bagian atas dari dermis, dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi
perivaskular limfosit dan leukosit polimorfonuklear, Limfosit atipikal mungkin juga
22
ditemukan. Sebuah vaskulitis leukocytoclastic mendasari kesan infeksi VZV selama
HSV. Inflamasi dan perubahan degeneratif juga dicatat dalam serabut ganglia
posterior dan serabut saraf dorsalis yang terkena. Lesi sesuai dengan sistem persarafan
dari ganglon saraf yang terkena, dengan nekrosis sel-sel saraf.(5)

h. Diagnosis banding
Herpes Simpleks Definisi : Penyakit akut yang ditandai dengan
timbulnya vesikula yang berkelompok diatas dasar
eritema, berulang, mengenai permukaan mukokutaneus.
Etiologi : Disebabkan oleh virus herpes simplex.
Gejala klinis :Lesi primer didahului gejala prodromal
berupa rasa panas ( terbakar ) dan gatal. Setelah timbul
lesi dapat terjadi demam, malaise dan nyeri otot.
Predileksi : mukosa
Status dermatologi
(3) : berupa vesikel yang mudah
pecah, erosi, ulcus dangkal bergerombol di atas dasar
eritema dan disertai rasa nyeri. Predileksi pada wanita
antara lain labium mayor, labium minor, klitoris,
vagina, serviks dan anus. Pada laki-laki antara lain di
batang penis, glans penis dan anus. Ekstragenital yaitu
hidung, bibir, lidah, palatum dan faring.(8)

(3)

Varisella Definisi : vesikula yang tersebar, terutama menyerang

23
anak-anak, bersifat mudah menular
Etiologi : virus Varisela zoster.
Predileksi : Paling banyak di badan, kemudian muka,
kepala dan ekstremitas.
Gejala Klinis : Pada stadium prodomal timbul banyak
makula atau papula yang cepat berubah menjadi
vesikula, yang umur dari lesi tersebut tidak sama. Kulit
sekitar lesi eritematus. Pada anamnesa ada kontak
dengan penderita varisela atau herpes zoster. Khas pada
infeksi virus pada vesikula ada bentukan umbilikasi
(delle) yaitu vesikula yang ditengah nya cekung
kedalam. Distribusinya bersifat sentripetal.(7)

(3)

24
((1)

i. Penatalaksanaan
Umum (1,14,15)
a. Analgetika : Metampiron sehari 4 x 1 tablet
b. Bila ada infeksi sekunder :
 Erytromycin 250-500 mg sehari 3 x 1 tablet
 Dicloxacillin 125-250 mg sehari 3 x 1 tablet
c. Lokal :
 Bila basah : kompres larutan garam faali
 Bila erosi : salep sodium fusidate
 Bila kering : bedak salycil 2%

Khusus
1. Acyclovir
 Dosis: Dewasa : 800 mg sehari 5 kali selama 7-10 hari
25
Anak : 20 mg/kgBB sampai 800 mg sehari 4 kali
Acyclovir tidak dapat menghilangkan neuralgi pasca herpetik
2. Neuralgia pasca herpetik
a. Aspirin : 500 mg sehari 3 kali.
b. Anti depresan trisiklik : Amitriptylin 50- 100 mg/hari
 Hari pertama : 1 tablet (25mg)
 Hari kedua : sehari 2 kali satu tablet
 Hari ketiga : sehari 3 kali satu tablet
c. Carbamazepine:200mg sehari 1-2 kali ( untuk trigeminal neuralgia).
3. Herpes zoster ophtalmicus perlu konsul ke spesialis mata atau dapat
diberikan:
 acyclovir salep mata 5 kali setiap 4 jam
 dan juga ofloxacin atau ciprofloxacin obat tetes mata
- hari 1 dan 2 : 1 tetes/2-4 jam,
- hari 3-7 : 1 tetes 4 kali/hari.(7,8)
Pencegahan
Pemberian vaksin varicella virus vaccine (oka strain)
Indikasi :
 usia tua (>60 tahun)
 pasien imunokompromais dengan penyakit kronik (7)

26
j. Komplikasi

 Neuralgia paska herpetik.


Adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari
sebulan setelah penyakitnay sembuh. Neuralgia ini dapat berlangsung selama
berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Nyeri bisa dirasakan terus-menerus atau
hilang timbulndan bisa semakin memburuk pada malam hari atau jika terkena panas
maupun dingin. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.(8)

 Infeksi sekunder.
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan
nekrotik.(2)

 Kelainan pada mata.


Disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster pada cabang pertama pada nervus
trigeminus (N. Ophtalmicus) sehingga menimbulkan kelainan pada mata. Selain itu,
virus dapat menyerang cabang kedua (N.Maxilaris) dan cabang ketiga
(N.Mandibularis) yang menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya.
Kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis,
korioratinitis dan neuritis optic.(8)

 Ramsay Hunt Sindrom


Paralisa wajah akut yang disertai dengan vesikel-vesikel virus herpes zoster pada
kulit telinga, liang telinga ataupun keduanya, diakibatkan oleh gangguan nervus
fasialis dan nervus optikus, sehingga memberikan gejala paralisa otot muka ( paralisa
bell ), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat ;persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
27
pendengaran, nistagmus dan nausea juga terdapat gangguan pengecapan. Herpes
zoster ini terjadi bila mengenai ganglion genikulatum.(1.2.5)

 Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai
paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika
urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.(2)

k. Prognosis
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada
tindakan perawatan secara dini.(1.2,)

28
BAB IV
KESIMPULAN

Dilaporkan bahwa terdapat pasien dengan diagnosis Herpes Zoster Oftalmika


dextra pada Ny. R berusia 59 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis
dengan keluhan bintil-bintil berisi air bergerombol pada wajah bagian kanan yang
dirasakan sejak 1 hari yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan lesi berupa vesikel yang bergerombol dengan
dasar makula eritematosa, berisi cairan jernih dengan ukuran miliar sampai lentikuler
yang terletak di region fascialis dextra.
Pada kasus diatas pasien mendapat terapi topikal yaitu Fuson cream 5 gr
diberikan pagi dan sore, bedak salisil 3 % diberikan pagi dan sore. Terapi sistemik
diberikan Asyclovir 5 x 800 mg dan Gabapentin 2 x 300 mg
Jika nyeri sudah hilang obat tidaak perlu diminum lagi. Selain terapi
medikamentosa, pasien diberitahu agar menjaga kesehatannya sehingga dapat
mempertahankan sistem kekebalan tubuhnya dan tidak mudah terserang infeksi
berulang.
Prognosa pada pasien ini kurang baik karena usianya lebih dari 40 tahun dan
resiko terjadinya neuralgia post herpetik bertambah.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Schmader E. Kanneth, Oxman N. Micheal ,Fitzpatrick’s Color Atlas And


Synopsis Of Clinical Dermatology. Herpes Zoster. 7th Ed. MCgraw-hill Medical :
USA; 2009. Hal : 2383-2401.
2. Thomas T. Yoshikawa. Aging And Infactions Disease: Herpes Zoster In Older
Adults. 2001.
3. Gnann W John , Witley J Richard. Journal of Herpes Zoster, New England
Journal of Medicine 2002,
4. Burn’s T et all. Rook’s Texbook Of Dermatology. Herpes Zoster. Ed 8.
Blackwell Publishing Ltd USA. 2010. Pages 33.22
5. James W. D. Andrew’s Skin Disease Of The Skin : Clinical Dermatology. Herpes
Zoster. Philadelphia, Pennsylvanian, USA. 2006. Hal : 372 – 377
6. Sock shin. Chan Ho na, In Guk Song. Case Of Human Imunodificiancy Virus
Infaction, Presented With Disseminated Herpes Zoster. 2010.
7. Wung K. Peter, et all. Herpes Zoster In Immunocompromised Patients :
Incidence, Timing, And Risk Factors. The American Journal Of Medicine. Vol
118. 2005.
8. Menaldi S. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Herpes Zoster. Edisi ke 7. FK UI.
2015. Hal 121 – 124

30

Anda mungkin juga menyukai