Anda di halaman 1dari 25

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : An. I
Usia : 7 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : DS 1 Jirak
No. Rekam Medik : 129162
Tanggal Kunjungan : 30-10-2018 (Kunjungan pertama)

II. ANAMNESIS (Auto dan alloanamnesis tanggal, 30 Oktober 2018 pukul


14.00 WIB)

Keluhan Utama :
Demam mendadak tinggi sejak 3 hari lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien
mengalami demam. Demam dirasakan timbul mendadak dan terus
menerus. Demam tidak disertai menggigil. Menurut Ibu pasien demam
yang dialami pasien cukup tinggi, namun suhunya tidak diukur. Keluhan
demam disertai sakit kepala. Riwayat batuk dan pilek disangkal, riwayat
tidur mengigau disangkal, riwayat nyeri sendi disangkal. Pasien sudah
minum obat penurun panas yang didapat dari bidan dan demam turun,
namun kemudian demam timbul lagi.
Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan. Bintik merah pada tubuh
pasien tidak dijumpai. Riwayat perdarahan dari hidung disangkal, gusi
berdarah disangkal, batuk darah disangkal, BAB hitam diisangkal, dan
muntah disangkal. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.
Pasien kemudian dirawat inap di RSUD Sekayu.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

1
 Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga dan lingkungan


 Riwayat keluhan serupa seperti pasien dalam keluarga disangkal
 Riwayat lingkungan terkena DBD (+)

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 30 Oktober 2018)


Status Generalikus
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 68 x/menit
Suhu : 36,6 oC
Pernapasan : 24 x/menit
Tinggi Badan : 111 cm
Berat Badan : 16 kg
Status gizi : gizi kurang

Keadaan Spesifik
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat
isokor, uk 3/3mm, RC +/+
Hidung : Deformitas (-), Septum nasi ditengah, sekret (-)
Telinga : Deformitas (-), sekret (-)
Mulut : Simetris, lidah kotor (+), hiperemis (-), tremor (-)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil tidak membesar
Leher : Tidak ada pembesaran KGB pada inspeksi dan palpasi, JVP
(5-2) cmH2O
Dada : Simetris, retraksi tidak ada
Jantung : HR=68 x/menit, bunyi jantung normal, murmur tidak ada,
gallop tidak ada
Paru-Paru : Vesikuler (normal), ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : Simetris, datar, timpani, shifting dullness (-), bising usus
(+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, petechiae (-), CRT <2”, nadi isi dan tegangan
cukup (+), oedema (-)
KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Genitalia : Tidak ada kelainan
Rumple leede test (+)

IV. DIAGNOSIS BANDING


 Demam Berdarah Dengue

2
 Klinis Thyfoid
 Malaria

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( 30 – 10 - 2018)


Parameter Hasil pemeriksaan Nilai rujukan normal
Hematologi Rutin
Hb 11.8 12.0 – 16.0 gr/dL
Leukosit 5800 5000 – 10000 /mm3
Eritosit 5260000 4000000 – 5300000 /
mm3
Trombosit 97.000 150 – 450 ribu/mm3
Hematokrit 34,3 40 – 52 %
MCV 65,2 75,0 – 91,0 / fl
MCH 22,4 25,0 – 33,0 / pg
MCHC 34,4 31,0 – 37,0 g / L
Hitung Jenis Lekosit
Basofil 0,5 0-2 %
Eosinofil 0,0 0-5 %
Netrofil 43,6 32 - 52 %
Limfosit 49,5 30 - 60 %
Monosit 6,4 2 - 10 %
Malaia Rapid (DDR) Negatif Negatif
Widal
Salmonella typhi O Negatif Negatif
Salmonella typhi – H Negatif Negatif
S. paratyphi AO Negatif Negatif
S. paratyphi AH Negatif Negatif

(31-10-2018)
Imunoserologi
Anti Dengue IgG Positif Negatif
Anti Dengue IgM Positif Negatif

3
VI. DIAGNOSIS KERJA
Demam Berdarah Dengue Grade I

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


 Monitor tanda vital setiap 15-30 menit

VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
 IVFD RL gtt XX/m
 Ceftriaxone 1 x 1 gr / IV
 Paracetamol syr 3 x 1 cth (po)
 Psidii syr 3 x 1 cth (po)
 Vit B Complex 3 x 1 (po)
 MRS dr.Muslimin Zen, Sp.A

Non medikamentosa
 Minum air putih yang banyak
 Mengedukasi keluarga pasien untuk melakukan kegiatan pencegahan
DBD dengan 3M, yaitu menutup, menguras, mengubur barang-barang
yang dapat menampung air. Menganjurkan agar pasien memakai
repellan untuk mencegah gigitan nyamuk
 Menjaga asupan nutrisi yang seimbang, baik kualitas, maupun
kuantitasnya.

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam

X. FOLLOW UP
Tanggal 30-10- 2018

S: demam hari ke-4, menggigil(-), nafsu makan kurang, tidur mengigau (-), BAB
dan BAK tidak ada keluhan

O : Keadaan umum tampak sakit sedang.

Kesadaran kompos mentis, GCS 15

TD : 100/60 mmHg,

Nadi : 68x/menit,

RR : 24x/menit,

4
Suhu 36,6 C
Mata: Pupil isokor, bulat, Ø : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL: +/+, Konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik
Lidah: kotor (+), Hiperemis (-), tremor (-)
Jantung : S1 S2 reguler, irama teratur
Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Simetris, datar, timpani, shifting dullness (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik, Petekie (-).
A : Demam Berdarah Dengue (DBD)
P: IVFD RL gtt XX/m
Ceftriaxone 1x1 gr / IV
Paracetamol syr 3 x 1 cth (po)
Psidii syr 3 x 1 cth (po)
Vit B Complex 3 x 1 (po)

Tanggal 31 – 10 – 2018

S: demam hari ke 5 (+) menggigil (-) tidur mengigau (-) BAB dan BAK tidak ada
keluhan

O : Keadaan umum tampak sakit sedang.

Kesadaran kompos mentis, GCS 15

TD : 100/60 mmHg,

Nadi : 69x/menit,

RR : 22x/menit,

Suhu : 36,6 C
Mata: Pupil isokor, bulat, Ø : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL: +/+, Konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik
Lidah: Hiperemis (-) kotor (-) tremor (-)
Jantung : S1 S2 reguler, irama teratur
Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Simetris, datar, timpani, shifting dullness (-), bising usus (+) normal

5
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, nadi isi dan tegangan cukup, CRT <2
detik, Petekie (-).
A : Demam Berdarah Dengue (DBD)
P: IVFD RL gtt XX/m
Ceftriaxone 1x1 gr / IV
Paracetamol syr 3 x 1 cth (po)
Psidii syr 3 x 1 cth (po)
Vit B Complex 3 x 1 (po)

Tanggal 1 – 11 - 2018
S: demam (-) tidak ada keluhan

O : Keadaan umum tampak sakit ringan.

Kesadaran kompos mentis, GCS 15

TD : 100/60 mmHg,

Nadi : 70x/menit,

RR : 22x/menit,

Suhu : 36,6 C
Mata: Pupil isokor, bulat, Ø : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL: +/+, Konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik
Lidah: Hiperemis (-), kotor (-), tremor (-)
Jantung : S1 S2 reguler, irama teratur
Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Simetris, datar, timpani, shifting dullness (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik,nadi isi dan tegangan cukup, CRT <2
detik, Petekie (-).
A : Demam Berdarah Dengue (DBD)
P: Keluar rumah sakit
Vit B Complex 3 x 1 (po)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

6
2. Demam Berdarah Dengue
2.1 Pengertian
Penyakit infeksi disebabkan oleh vius dengue ditandai dengan
demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan
bertendensi menimbulkan renjatan dan kematian.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat juga ditularkan oleh Aedes
alboptictus, yang ditandai dengan demam tinggi mendadak, tanpa
sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 – 7 hari,
manifestasi perdarahan, termasuk uji Tourniquet positif,
trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100000 / ul), hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ≥ 20%), disertai dengan atau tanpa
perbesaran hati.
2.2 Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk genus Flavivirus,
keluarga Flaviviridae. Virus mempunyai empat serotipe yang
dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN4; dengan serotipe
DEN-3 yang dominan di Indonesia dan paling banyak berkaitan
dengan kasus berat. Terdapat reaksi silang antara serotipe Dengue
dengan Flavivirus lainnya. Infeksi oleh salah satu serotipe Dengue
akan memberikan imunitas seumur hidup, namun tidak ada imunitas
silang dengan jenis serotipe lain.

2.3 Epidemiologi

7
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan
kematian paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus
lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian
infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar
24.000 jiwa. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh
propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya
kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000
penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000
penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD cenderung menurun hingga
2% tahun 1999. 1,2,3,4,5

Gambar 2. Distribusi Virus Dengue, Infeksi dan Daerah Epidemis

Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan


kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan
kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup
untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan
kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya
penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya
infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus
sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei
setiap tahun.2

8
2.4 Penularan
Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus yang sebelumnya sudah menggigit orang yang
terinfeksi dengue. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh
pelosok Indonesia, terutama di tempat-tempat dengan ketinggian
kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Populasi nyamuk
ini akan meningkat pesat saat musim hujan, tetapi nyamuk Aedes
aegypti juga dapat hidup dan berkembang biak pada tempat
penampungan air sepanjang tahun. Satu gigitan nyamuk yang telah
terinfeksi sudah mampu untuk menimbulkan penyakit dengue pada
orang yang sehat.
Setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi Dengue,
virus akan mengalami masa inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7
hari). Setelah itu, pasien akan mengalami gejala demam akut disertai
berbagai gejala dan tanda nonspesifik. Selama masa demam akut
yang dapat berlangsung 2-10 hari, virus Dengue dapat bersirkulasi di
peredaran darah perifer. Jika nyamuk A. aegypti lain menggigit
pasien pada masa viremia ini, nyamuk tersebut akan terinfeksi dan
dapat mentransmisikan virus pada orang lain, setelah masa inkubasi
ekstrinsik selama 8-12 hari.

Gambar 3. Siklus Hidup Aedes Aegypti

9
Siklus Hidup Aedes Aegypti
Telur yang diletakan dalam air oleh nyamuk dewasa biasanya akan
menetas setelah kurang lebih 2 hari menjadi jentik nyamuk. Masa
nyamuk menjadi jentik sekitar 6 hari hingga 8 hari, kemudian jentik-
jentik ini akan berubah lagi menjadi kepompong selama 2 hari
hingga 4 hari. Masa pertumbuhan dari nyamuk mulai dari telur
hingga dewasa dimana rata-rata membutuhkan waktu hanya sekitar 9
hari hingga 10 hari.
1) Fase telur→ Nyamuk jenis aedes aegypti betina akan
meletakkan telurnya tepat diantara batas permukaan air dan
tempat-tempat yang lembab. Hanya membutuhkan waktu 48 jam
atau sekitar dua hari untuk telur nyamuk ini berkembang menjadi
embrio sempurna. apabila embrio nyamuk ini sudah sempurna,
maka telur tersebut akan mampu bertahan hingga satu tahun
lamanya jika berada di tempat kering. Apabila terjadi hujan dan
tempat telur yang kering tadi tergenang air, maka telur-telor
tersebut akan menetas. Akan tetapi tidak semua telur akan
menetas, itulah sebabnya nyamuk mampu mempertahankan
kelangsungan hidupnya dikarenakan memiliki kemampuan
bertahan telur pada kondisi iklim dan cuaca yang tidak
menguntungkan bagi nyamuk.
2) Fase jentik→ Ada 4 tahap perkembangan dari jentik, cepat
lambatnya perkembagan jentik nyamuk ini biasanya dipengaruhi
oleh ketersediaan makanan, suhu, serta banyaknya jentik yang
berada pada suatu kontainer atau tempat tersebut. 7 hari
merupakan waktu paling optimal bagi perkembangan nyamuk
mulai dari telur menetas hingga nyamuk dewasa termasuk di
dalamnya dua hari masa pupa. Apabila suhu yang ditempatinya
rendah, maka untuk menjadi nyamuk dewasa butuh hingga
beberapa minggu. Empat tahapan tingkatan perkembangan jentik

10
ini disebut juga dengan istilah instar, diantaranya yaitu: Instar I
dengan ukuran jentik paling kecil antara 1mm hingga 2mm.
Tingkatan selanjutnya yaitu Instar II dengan ukuran antara
2,5mm hingga 3,8mm. Pada Instar III biasanya ukuran larva
sedikit lebih besar dari Instar II, sedangkan pada Instar IV jentik
akan berukuran 5mm.
3) Fase kepompong/pupa→ Bentuk pada fase ini biasanya
menyerupai koma dengan ukuran yang agak besar namun sedikit
lebih ramping jika dibandingkan dengan siklus jentik larva
nyamuk. Sedangkan untuk aedes aegypti memiliki ukuran pupa
yang lebih kecil jika dibandingkan dengan nyamuk pada
umumnya. Dalam kurun waktu 1 hingga 2 hari maka pupa-pupa
nyamuk ini akan menetas dan menghasilkan nyamuk dewasa.
Pupa yang menetas terlebih dahulu biasanya nyamuk dengan
jenis kelamin jantan, sedangkan nyamuk betina akan menetas
setelahnya.
4) Fase nyamuk dewasa→ Satu hal yang unik dari nyamuk adalah
saat telah menetas dari fase kepompong ke fase dewasa biasanya
mereka akan langsung kawin. Betina dewasa yang telah dibuahi
juga akan segera mencari makan dalam waktu 24 sampai 36 jam
kedepan. Para nyamuk betina ini biasanya akan mencari darah
untuk dihisap. Hal ini dikarenakan darah menjadi sumber protein
yang paling penting guna pematangan telurnya.

2.5 Patogenesis
Aktifasi komplemen, agregasi trombosit, kerusakan sel
endotel kebocoan kapiler, ekstravasasi plasma,
hemokonsentrasi, renjatan, efusi cairan, ensefalopati, hipoksia
jaringan, vaskulopati + trombopati + kogulopati + trombositopenia
perdarahan, ensefalopati.

11
2.6 Bentuk Klinis
Berdasarkan kepastian diagnosis:
1. Tersangka demam berdarah (TDBD)
2. Demam Dengue (DD)
3. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Berdasarkan derajat penyakit:
Derajat I, II, III, IV. Derajat III dan IV DSS

2.7 Diagnosis
Dasar diagnosis:
Berdasarkan “kriteria WHO (1997)” dengan indikator demam 2-7
hari. Tendensi perdarahan, hepatomegali, renjatan, bukti kebocoran
plasma dan trombositopenia.
TDBD : panas tinggi akut (+), manifestasi perdarahan
paling sedikit test tourniquet (+), tidak disertai bukti penyakit lain.
Tersangka DD : panas akut 2 – 7 hari ditambah 2 atau lebih
manifestasi sakit kepala, sakit belakang bola mata, mialgia, atralgia,
rash, manifestasi perdarahan dan leukopenia tidak terbukttti adanya
kebocoran plasma dan tidak terbukti diagnosis klinis yang lain

DBD : minimal harus memenuhi kriteria sebagai berikut


a. Panas atau riwayat demam akut berlangsung 2-7
hari kadang-kadang bifasik.
b. Tendensi perdarahan dibuktikan dengan paling
sedikit satu dari test tourniquet (+), ptekie,
purpura, perdarahan gastrointestinal, perdarahan
pada tempat injeksi atau tempatt-tempat lain,
hematemesis dan atau melena.
c. Trombositopenia (≤ 100000/mm3)

12
d. Adanya bukti kebocoran plasma yang terjadi
karena kenaikan permeabilitas kapiler dengan
manifestasi sebai berikut:
 Peningkatan Ht ≥20% diatas rata-rata
umtuk umur, sex dan populasi.
 Turunnya Ht setelah dilakukan volume
replacement terapi ≥ 20% dari data dasar.
 Bukti adanya kebocoran plasma
misalnya: efusi pleura, asites, dan
hipoproteinemia.
Derajat I : demam (+), gejala non spesifik (+), manifestasi
perdarahan hanya uji tourniquet (+)
Derajat II :derajat I + perdarahan spontan dikulitt atau
perdarahan lainnya
Derajat III : kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi lembut,
hipotensi, takikardi, kulit lembab dan dingin, anak gelisah
Derajat IV : kalau memenuhi kriteria diatas ditambah dengan
buki kegagalan sirkulasi berupa tekanan nadi sempit ≤ 20 mmhg atau
hipotensi untuk usia itu, kulit yang dingin dan lembab serta anak
gelisah.

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO


yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris, yaitu sebagai berikut:
Kriteria klinis :
1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti
anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang, persendian ,
dan kepala, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

13
2) Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet
positif*, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan atau melena.
3) Hepatomegali
4) Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg,
atau hipotensi disertai gelisah dan akral dingin.
Catatan:* Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan
atas menggunakan manset pada tekanan sistolik ditambah
diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila
ditemukan 10 atau lebih petekie per 2.5 cm2 (1 inci).

Kriteria laboratoris :
1) Trombositopenia (≤ 100.000/µl)
2) Hemokonsentrasi (kadar Ht ≥ 20% dari orang normal)
Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris
dianggap cukup untuk menegakkan diagnogsis kerja DBD.

2.7.1 Sindrom Syok Dengue


Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan
sirkulasi yaitu :
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan nadi < 20 mmHg
5) Perfusi perifer menurun
6) Kulit dingin-lembab.

2.7.2 Penentuan Derajat Penyakit

14
Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi,
derajat klinis perlu ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang
akan dilakukan.(2,4)

Gambar 7. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi


dalam tabel berikut :
DERAJAT GEJALA & TANDA LABORATORIUM
DD Demam 2-7 hari Leukopenia Serologi
Disertai > 2 tanda : sakit Trombositopeni Dengue
kepala, nyeri retro-orbital, Kebocoran Plasma (-) Positif
mialgia, atralgia
DBD I Gejala di atas (+) Trombositopeni
Disertai uji bendung positif (<100.000/ul)
DBD II Gejala di atas (+)
Disertai perdarahan spontan Kebocoran Plasma
DBD/DSS Gejala di atas (+) (+):
III Disertai tanda kegagalan Peningkatan Ht >20%
sirkulasi Penurunan Ht >20%
DBD/DSS Syok berat disertai dengan
setelah pemberian
IV tekanan darah dan nadi yang
cairan yang adekuat.
tidak terukur

15
Kasus tipikal dari DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinik
mayor: demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan
kegagalan sirkulasi. Trombositopenia sedang sampai berat yuang
disertai dengan hemokonsentrasi adalah temuan laboratorium yang
khusus untuk DBD. Patofisiologi yang menunjukkan derajat
keparahan DBD dan membedakannya dari Demam Dengue adalah
keluarnya plasma yang bermanifestasi sebagai peningkatan
hematokrit (hemokonsentrasi), efusi serosa, atau hipoproteinemia.
Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnostik
klinik pada penderita DSS menurut Wong:
1) Clouding of sensorium
2) Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah
menurun.
3) Nyeri perut.
4) Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti
epistaksis, hematemesis, melena, hematuri dan hemoptisis.
5) Trombositopenia berat.
6) Adanya efusi pleura pada toraks foto.
7) Tanda-tanda miokarditis pada EKG.
Pembagian renjatan menurut Munir dan Rampengan:
1) Syok ringan/tingkat 1 (impending shock) yaitu gejala dan tanda-
tanda syok disertai menyempitnya tekanan nadi menjadi
20mmHg.
2) Syok sedang/tingkat 2 (moderate shock) yaitu=tingkat 1
ditambah tekanan nadi menjadi <20mmHg, tetapi belum sampai
nol, disertai menurunnya tekanan sistolik menjadi <80mmHg,
tetapi belum sampai nol.
3) Syok berat/tingkat 3 (profound shock) yaitu tekanan darah tidak
terukur/nol,tetapi belum ada sianosis/asidosis.

16
4) Syok sangat berat/tingkat 4 (moribund cases) yaitu tekanan darah
tidak terukur lagi disertai sianosis dan asidosis.

Pemeriksaan Laboratorium Uji laboratorium meliputi :


1) Isolasi virus
Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :
a. Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia.
Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang
ditunjukkan dengan immunoflouresen, atau adanya CPE
(cytopathic effect) pada biakan jaringan manusia.
b. Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk
Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue
pada kepala nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen.
2) Pemeriksaan Serologi
 Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
 Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test)
 Uji Netralisasi (Neutralization Test)
 Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent
assay)
 Uji IgG Elisa indirek
3) Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi dan USG, Kasus DBD, terdapat
beberapa kerlainan yang dapat dideteksi yaitu :
 Dilatasi pembuluh darah paru
 Efusi pleura
 Kardiomegali dan efusi perikard
 Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim
hati
 Caran dalam rongga peritoneum

17
2.7.3 Diagnosis Banding
 Adanya demam pada awal penyakit dapat dibandingkan
dengan infeksi bakteri maupun virus, seperti
bronkopneumonia, demam tifoid, malaria, dan sebagainya.
 Adanya ruam yang akut perlu dibedakan dengan morbili.
 Adanya pembesaran hati perlu dibedakan dengan hepatitis
akut dan leptospirosis.
 Penyakit-penyakit darah seperti idiophatic thrombocytopenic
purpurae, leukemia pada stadium lanjut, dan anemia aplastik.
 Demam Chikunguya.

2.8 Penatalaksanaan
1) Pada DSS segera beri infus kristaloid (Ringer laktat atau NaCl
0,9%) 10-20 ml/kgBB secepatnya (diberikan dalam bolus
selama 30 menit) dan oksigen 2 lt/mnt. Untuk DSS berat
(DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur)
diberikan ringer laktat 20ml/kgBB bersama koloid. Observasi
tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6
jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2) Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan
ringer laktat tetap dilanjutkan 15-20ml/kgBB, ditambah plasma
(fresh frozen plasma) atau koloid (HES) sebanyak 10-
20ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB (koloid diberikan pada jalur
infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya).
Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15
menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis,
elektrolit dan gula darah. Pada syok berat (tekanan nadi < 10
mmHg), penggunaan koloid (HES) sebagai cairan resusitasi

18
inisial memberi hasil perbaikan peningkatan tekanan nadi lebih
cepat.
3) Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar
hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi > 20mmHg, nadi kuat,
maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB. Volume
10ml/kgBB/jam dapat tetap dipertahankan sampai 24 jam atau
sampai klinis stabildan hematokrit menurun <40%. Selanjutnya
cairan diturunkan menjdi 7ml/kgBB sampai keadaan klinis dan
hematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan diturunkan
5ml dan seterusnya3ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian
cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi
klinis, nadi, tekanan darah, jumlah urin dikerjakan tiap jam
(usahakan urin >1ml/kgBB, BD urin <1,020) dan pemeriksaan
hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum
baik.
4) Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit
menurun tetapi masih >40 vol% berikan darah dalam volume
kecil10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan masif,berikan
darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid
10ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 58cmH2O)
padasyok berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan
pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
5) Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk
mengetahui kebutuhan cairan dan pasang kateter urin untuk
mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal (>10cmH2O),
maka diberikan dopamin.

2.8.1 Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO)2

1) Kristaloid

 Larutan ringer laktat (RL)

19
 Larutan ringer asetat (RA)

 Larutan garam faali (GF)

 Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

 Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

 Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

2) Koloid
Dekstran 40, Plasma, Albumin

2.8.2 Pilihan Cairan Koloid pada Resusitasi Cairan SSD


Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing
mempunyai keunggulan dan kekurangannya, yaitu golongan
Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl starch (HES).(2)
Golongan Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik,
maka pemberian dengan larutan tersebut akan menambah volume
intravaskular oleh karena akan menarik cairan ekstravaskular. Efek
volume 6% Dekstran 70 dipertahankan selama 6-8 jam, sedangkan
efek volume 10°/o Dekstran 40 dipertahankan selama 3-5 jam.
Kedua larutan tersebut dapat menggangu mekanisme pembekuan
darah dengan cara menggangu fungsi trombosit dan menurunkan
jumlah fibrinogen serta faktor VIII, terutama bila diberikan lebih dari
1000 ml/24 jam. Pemberian dekstran tidak boleh diberikan pada
pasien dengan KID.(2)
Golongan Gelatin (Hemacell dan gelafundin merupakan larutan
gelatin yang mempunyai sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume
larutan gelatin menetap sekitar 2-3 jam dan tidak mengganggu
mekanism pembekuan darah. (2)
Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6;
6% HES 450/0,7 adalah larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan
10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik dan hiponkotik. Efek

20
volume 6%/10°/o HES 200/0,5 menetap dalam 4-8 jam, sedangkan
larutan 6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 812
jam. Gangguan mekanisme pembekuan tidak akan terjadi bila
diberikan kurang dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena
pengenceran dengan penurunan hitung trombosit sementara,
perpanjangan waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial,
serta penurunan kekuatan bekuan.(2)

2.8.3 Kriteria Memulangkan Pasien2


Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan
dibawah ini
 Tampak perbaikan secara klinis
 Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
 Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura
atau asidosis)
 Hematokrit stabil
 Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/ul
 Tiga hari setelah syok teratasi
 Nafsu makan membaik

Bagan 1. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV


(Sindrom Syok Dengue/SSD) [2]
DBD derajat III & IV

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menit


2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
Ringer laktat/NaCl 0,9%
20ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?


Pantau tanda vital tiap 10 menit

21
Catat balance cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak


teratasi
Kesadaran membaik Kesadaran menurun
Nadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHg
Tidak sesak nafas/sianosis Distress pernafasan/sianosis
Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah
Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan
10 ml/kgBB/jam 15-20 ml/kgBB/jam
Evaluasi
Tanda vital 2. Tambahkan koloid/plasma
ketat
Tanda perdarahan Dekstran/FFP
Diuresis
Pantau Hb, Ht, Trombosit 3. Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam


Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi
Ht stabil dalam 2x Syok teratasi
Pemeriksaan Ht turun HtTetap tinggi/naik

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar


10 ml/kgBB Koloid 20 ml/kgBB
dapat diulang sesuai
Infus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhan
setelah syok teratasi

BAB III
ANALISIS KASUS

Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini. Penegakan
diagnosis DBD pada pasien ini berdasarkan adanya dua dari kriteria klinis WHO
yakni demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari dan terdapat manifestasi perdarahan berupa uji
tourniquet positif

22
Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin didapatkan
hasil leukosit, hemoglobin dan hematokrit yang berada dalam batas normal.
Kemudian didapatkan trombositopenia yaitu sebesar 97.000/mm3 (pemeriksaan
pada tanggal 30/10/2018), dan Anti Denguue IgG (+), serta Anti Dengue IgM
(+) (pemeriksaan pada tanggal 31/10/2018). Hal ini merupakan salah satu dari
kriteria laboratories DBD.
Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa pada Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yan disebabkan
oleh virus dengue dan ditulakan oleh nyamuk Aedes aegypi dan dapat juga
ditularkan oleh Aedes albopictus, yang ditandai dengan : demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 – 7 hari,
manifestasi perdarahan, termasuk uji Tourniquet positif, trombositopeni (jumlah
trombosit ≤ 100000 / ul), hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20%),
disertai dengan atau tanpa perbesaran hati.

Gambar 8. Pola demam pada DBD yang menyerupai Pelana kuda

Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya


perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan
plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap
adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan
mencegah terjadinya syok. Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat
peralihan dari fase demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris)
yang biasanya terjadi pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada

23
periode kritis tersebut diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya
perembesan plasma dan perdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis
dan pemantauan kadar hematokrit dan jumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan
dan jumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan.
Terapi yang diberikan pada pasien ini meliputi dilakukan pemasangan
infus cairan intravena berupa ringer laktat (RL) xx gtt / m. Ringer laktat adalah
salah satu larutan kristaloid yang direkomendasikan WHO pada terapi DBD.
Pada pasien ini berat badannya adalah 16 kg sehingga didapatkan cairan
maintenance yang diberikan adalah xx gtt/m.
Sebagai terapi simptomatik pada pasien ini diberikan ceftriaxone 1x1 gr /
IV, parasetamol syr untuk mengatasi demam dengan dosis sebanyak 3 x 1 cth
PO, psidii syr 3 x 1 cth/ PO untuk meningkatkan jumlah trombosit, dan
diberikan vitamin B complex.
Selain medikamentosa tidak lupa juga diberikan terapi non
medikamentosa, yaitu minum air putih yang banyak, mengedukasi keluarga
pasien untuk melakukan kegiatan pencegahan DBD dengan 3M menutup,
menguras, mengubur barang-barang yang dapat menampung air; menganjurkan
agar pasien memakai repellan untuk mencegah gigitan nyamuk, khususnya saat
berada di lingkungan sekolah; dan menjaga asupan nutrisi yang seimbang.
Pasien dapat dipulangkan apabila sudah tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit
stabil, tiga hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit > 50.000/mm 3 dan
cenderung meningkat, serta tidak dijumpai adanya distress pernafasan.
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit
pada pasien saat ini tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam,
karena organ-organ vital pasien masih berfungsi dengan baik dan tidak terdapat
adanya manisfestasi perdarahan. Untuk quo ad sanactionam bonam karena
kekambuhan pada DBD hanya dapat terjadi jika terdapat reinfeksi oleh virus
dengue. Dengan edukasi yang tepat, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan
terjadinya infeksi virus dengue.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2006
2. Departemen Kesehatan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2005
3. Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment, Prevention and
Control. Edition II. Geneva : World Health Organization. 2002. Available
from htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/-
Denguepublication Accessed September 15, 2017.
4. Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention.
Division of Vector Borne and Infectious Diseases. Atlanta : 2009
5. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T, editor. Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan;
2004.
6. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue haemorrhagic fever in
small hospital. World Health Organization Regional Office for SouthEast
Asia. New Delhi: WHO; 1999
7. Hadinegoro SR, Kodim M, Devaera Y, Idris NS, Ambarsari CG. Update
Management of Infectious Disease and gastrointestinal Disorders.
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan LXII. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2012

25

Anda mungkin juga menyukai