Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

PENYAJIAN DATA

4.1. Data Analisis Situasi Program yang Akan Dievaluasi

4.1.1. Data Geografis

Wilayah kerja Puskesmas Babat Toman seluas 627 Km2 dan

mempunyai 13 Desa di Kecamatan Babat Toman, yaitu:

1. Desa Sereka

2. Desa Sugi Raya

3. Desa Sugi Waras

4. Desa Beruge

5. Desa Muara Punjung

6. Desa Mangun Jaya

7. Desa Babat

8. Desa Toman

9. Desa Bangun Sari

10. Desa Sungai Angit

11. Desa Srimulyo

12. Desa Kasmaran

13. Desa Pangkala Jaya

30
4.1.2. Data Demografis

Dari data didapatkan jumlah penduduk wilayah kerja

Puskesmas Babat Toman sebesar 35.833 jiwa. Adapun gambaran

jumlah penduduk tiap kelurahan sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah, Jumlah KK dan Luas Wilayah di
Wilayah Kerja Puskesmas Babat Toman Tahun 2017
Jumlah Jumlah Jumlah Luas
No Desa
Penduduk Rumah KK Wilayah
1 Sereka 1.527 314 340 45 Km2
2 Sugi Raya 660 92 162 30 Km2
3 Sugi Waras 1.246 260 349 45 Km2
4 Beruge 1.130 215 272 58 Km2
5 Muara Punjung 1.604 308 361 51 Km2
6 Mangun Jaya 5.208 1.029 1.379 38 Km2
7 Babat 4.166 997 1.082 58 Km2
8 Toman 7.912 1.112 1.990 50 Km2
9 Bangun Sari 2.372 712 870 52 Km2
10 Sungai Angit 2.428 415 468 60 Km2
11 Srimulyo 1.759 468 635 50 Km2
12 Kasmaran 4.794 1.258 1475 55 Km2
13 Pangkalan Jaya 1.027 275 297 35 Km2
Jumlah 35.833 7455 9.680 627 Km2

4.1.3. Gambaran Mengenai Puskesmas

Sumber daya tenaga Puskesmas Babat Toman adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.2 Sumber daya tenaga Puskesmas Babat Toman


Status Tenaga
No Jenis Tenaga Jumlah
PNS PTT Kontrak TKS
1 Dokter Umum 3 - - - 3
2 Dokter Gigi - 1 - - 1
3 SKM 2 1 - - 3
4 Perawat (S.Kep, S1) 1 - - 1 2
5 Perawat (Am.Kep, DIII) 5 10 - - 15
6 Perawat (SPK) 11 - - - 11
7 Bidan (Am.Keb, DIII) 11 16 - - 27
8 Bidan (D1) - - - - -

31
9 Perawat Gigi (AKGI, DIII) 2 2 - - 4
10 Perawat Gigi (SPRG) - - - - -
Asisten Apoteker (S.Farm,
11 1 1 - - 2
S1)
Asisten Apoteker (AMF,
12 1 - - - 1
DIII)
13 Nutrisionis (AMG, DIII) 1 - - - 1
Kesehatan Lingkungan
14 1 - - - 1
(DIII)
15 Teknik Lingkungan (DIII) 1 - - - 1
16 Sanitarian (SPPH) 1 - - - 1
17 Analis Laboratorium 1 1 - 1 3
18 SMA 3 1 - - 4
19 LCPK 1 - - - 1
20 SMP 2 - - - 2
21 SD 2 - - - 2
Jumlah 50 33 - 2 85

4.1.4. Struktur Organisasi Program Pencegahan dan Penanggulangan

TB paru

Kepala Puskesmas Babat Toman


(Muhammad Firman, SKM, MM)

Penanggung Jawab
(dr. Rahayu)

Pengelolah Program
(Evri Astuti, AM.Kep)

Pelaksana
(Tenaga Kesehatan Puskesmas dan Kader Terkait)

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Program Pencegahan dan Penanggulangan TB paru

32
4.1.5. Data Khusus

Program Pencegahan dan Penanggulangan TB Paru (P2TB)

periode Januari 2017 - Desember 2017 dilaksanakan pada semua

pasien dengan hasil pemeriksaan sputum BTA Positif yang datang ke

Puskesmas Babat Toman. Berikut adalah data-data hasil pencapaian

program P2TB Puskesmas Babat Toman. Tidak ada pasien yang

meninggal dari semua kelompok umur. Tidak ada data pasien yang

ditangani dari Puskeskel atau Pustu di wilayah kerja puskesmas.

Tabel 4.3 Jumlah pasien dengan gejala TB Paru dan pemeriksaan sputum BTA di
Puskesmas Babat Toman periode Januari 2017 – Desember 2017
BTA (+) BTA (-) Sembuh
Bulan Jumlah
L P L P L P
Januari 4 0 3 0 7 1 1
Februari 1 0 2 0 3 0 2
Maret 2 1 6 6 15 0 0
April 3 3 7 4 17 0 1
Mei 0 3 1 5 9 0 0
Juni 0 0 0 0 0 2 1
Juli 4 1 2 1 8 1 0
Agustus 4 1 4 0 9 2 0
September 2 0 3 2 7 3 2
Oktober 2 0 1 1 4 0 2
November 1 0 2 0 3 0 1
Desember 1 0 2 0 3 0 0
Jumlah 24 9 33 19 85 9 10

Program P2TB periode Januari 2017 - Desember 2017,

dilaksanakan pada penderita dengan hasil pemeriksaan sputum BTA

Positif yang datang ke Puskesmas. Jumlah penderita TB Paru BTA

Positif selama periode tersebut berjumlah 33 orang. Dibagi

berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki berjumlah 24 orang dan

33
perempuan berjumlah 9 orang, dari total penjaringan pasien TB

periode tersebut yaitu berjumlah 85 orang.

Tabel 4.4 Pencapaian program P2TB di wilayah kerja Puskesmas Babat Toman
No Variabel Tolak ukur Pencapaian Masalah
1 Temuan pasien TB BTA Positif 70% 30.5% (+)
2 Temuan pasien TB BTA Positif sembuh 85% 57,5% (+)

4.2 Menetapkan Masalah

Identifikasi masalah yang ada pada program P2TB BTA Positif

dilakukan dengan membandingkan pencapaian keluaran dengan tolak ukur.

Tabel 4.5 Identifikasi masalah program P2TB BTA Positif di wilayah kerja Puskesmas
Babat Toman
No Variabel Tolak ukur Pencapaian Masalah
1. Temuan pasien TB BTA Positif 70% 30.5% (+)
2. Temuan pasien TB BTA Positif sembuh 85% 57,5% (+)

Dari data diatas kemudian diidentifikasi beberapa masalah dalam

Program P2TB BTA Positif di Puskesmas Babat Toman Kecamatan Babat

Toman Kabupaten Musi Banyuasin yaitu:

1. Penemuan kasus baru TB BTA Positif yang rendah.

2. Kepatuhan pasien masih rendah dalam menjalani pengobatan

3. Kurangnya PSP (pengetahuan, sikap dan perilaku) masyarakat mengenai

TB

4.3 Penetapan Prioritas Masalah

Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan beberapa masalah pada program

P2TB BTA Positif yang harus diselesaikan. Ditemukannya permasalahan ini

maka harus dibuat program prioritas penanganan masalah karena adanya

34
keterbatasan dana dan sumber daya. Penetapan prioritas masalah dilakukan

dengan menggunakan kriteria matriks seperti pada Tabel 4.6 Prioritas

masalah ditetapkan dengan sistem skoring dan akan dinilai beberapa kriteria:

a) Pentingnya masalah (importancy) yang terdiri dari:

 Besarnya masalah (Prevalence) = P

 Akibat yang ditimbulkan masalah (severity) = S

 Kenaikan besarnya masalah (rate of increase) = RI

 Keuntungan sosial karena selesainya masalah (Social benefit) = SB

 Derajat keinginan masyarakat tidak terpenuhi (degree of unmeetneeds)

= DU

 Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (public concern) = PB

 Suasana politik (political climate) = PC

b) Kelayakan teknologi (technilcal feasibility) = T

c) Sumber daya yang tersedia (Resources availability) = R

Untuk setiap kriteria diberikan nilai dalam rentang 1 (tidak penting) hingga

5 (sangat penting). Masalah yang menjadi prioritas utama ialah masalah

dengan nilai tertinggi.

Tabel 4.6 Penetapan prioritas masalah


Importance Jumlah
No Daftar Masalah T R
P S RI DU SB PB PC P=IxTxR
Penemuan kasus TB BTA
1. 4 4 4 3 3 3 5 4 3 312
(+) baru masih rendah
Kepatuhan pasien masih
2. 4 4 4 3 3 3 5 2 3 156
rendah dalam pengobatan
Kurangnya PSP
(pengetahuan, sikap dan
3. 5 5 4 4 4 4 5 5 4 620
perilaku) masyarakat
mengenai TB

35
Dari penetapan prioritas berdasarkan teknik kriteria matriks diatas,

maka prioritas masalah yang dipilih adalah kurangnya PSP masyarakat

mengenai penyakit TB. Adapun urutan prioritas masalah yang berhasil

ditetapkan adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya PSP masyarakat/pasien mengenai penyakit TB

2. Rendahnya penemuan kasus TB baru dengan BTA (+)

3. Kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan

Kurangnya PSP masyarakat mengenai penyakit TB merupakan masalah

yang menjadi prioritas suatu masalah kesehatan masyarakat (prevalence).

Kurangnya tingkat PSP ini menggambarkan kurangnya informasi masyarakat

mengenai suatu penyakit menular di wilayah kerja Puskesmas. Kurangnya

PSP masyarakat dapat berdampak pada temuan penyakit atau kepedulian

masyarakat dalam upaya pemecahan masalah kesehatan, terlebih dalam kasus

TB yang merupakan salah satu jenis penyakit menular. Selain memberikan

pelayanan berupa pengobatan, puskesmas juga diharapkan mampu melakukan

pencegahan, salah satunya dengan mengadakan penyuluhan atau sosialisasi

baik secara aktif maupun pasif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan

perilaku masyarakat.

Rendahnya angka kunjungan penderita ke puskesmas dapat diartikan

masih banyak yang kasus yang tidak teridentifikasi, sehingga tindak lanjut

berupa penyuluhan mengenai penyakit TB haruslah sampai pada penderita

atau masyarakat. Akibat dari kurangnya pengetahuan penderita dan keluarga

mengenai pencegahan TB Paru dapat meningkatkan risiko penularan ke

36
keluarga dan bahkan ke masyarakat sekitar, terlebih lagi jika kegiatan

penyuluhan ke masyarakat tidak berjalan. Atas alasan-alasan diatas, akibat

yang ditimbulkan (severity) oleh kurangnya pengetahuan, sikap, dan perilaku

masyarakat mengenai penyakit TB diberikan nilai paling besar.

Angka cakupan penemuan kasus TB BTA (+) yang belum memenuhi

target menunjukan bahwa masih banyak penderita TB Paru yang tidak datang

berobat ke puskesmas dan tidak adanya pelayanan pemeriksaan atau

pengobatan TB di puskeskel/pustu (seperti program puskesmas keliling), atau

porsi pemeriksaan dan pengobatan dilakukan juga oleh beberapa pusat

pelayanan kesehatan yang lain seperti praktek dokter swasta serta pusat

pelayanan kesehatan swasta lainnya.

Puskesmas sebagai sentra layanan kesehatan primer seharusnya menjadi

lini pertama dalam kegiatan penemuan kasus TB baru. Diharapkan dapat

dilakukan perbaikan dalam penemuan kasus-kasus TB baru, sehingga dari

temuan tersebut pasien dapat mendapatkan penanganan awal TB Paru yang

tepat sehingga tidak sampai terjadi komplikasi atau bahkan terjadi penularan

di sekitar lingkungan tempat tinggal penderita TB. Kader yang bersentuhan

langsung dengan masyarakat sebenarnya diharapkan mampu memperluas

daya jangkau program P2TB di wilayah kerja puskesmas.

Nilai kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang masih rendah

dapat mengakibatkan kesembuhan TB menjadi lebih lama bahkan

dikhawatirkan terjadi resistensi, sebaiknya hal seperti ini disampaikan kepada

pasien agar selalu memperhatikan pengobatannya dan kepada pihak keluarga

37
pasien agar turut serta dalam mengawasi minum obat serta kontrol

pengobatannya. Jika dibiarkan, hal ini dapat memunculkan anggapan buruk

pada masyarakat tentang penanganan di Puskesmas yang akan semakin

membuat angka kesembuhan dapat berkurang atau terjadinya peningkatan

risiko penularan pada masyarakat.

Kenaikan besar masalah (Rate of Increase) untuk angka cakupan

penemuan kasus baru TB BTA (+) mencapai 30,5% dari nilai idealnya 75%.

Ini berarti terdapat kesenjangan sebesar 44,5%. Jumlah pelaksanaan

screening yang lebih kecil dari standar untuk tiap penderita dapat

menyebabkan penegakan diagnosis dan penanganan TB menjadi terlambat.

Hal ini terkendala pada kemauan pasien dengan gejala TB untuk dilakukan

pemeriksaan sputum BTA, atau pasien tersebut mengalami kesulitan untuk

mengeluarkan dahak yang akan dilakukan pemeriksaan BTA.

Selain rendahnya temuan kasus baru, kepatuhan yang masih rendah dan

kurangnya pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat mengenai penyakit

juga memiliki nilai yang sama. Kurang aktifnya peran petugas puskesmas dan

kader juga dapat mencerminkan kurangnya perhatian dan peran serta

masyarakat terhadap penanggulangan kasus TB. Oleh karena itulah,

diharapkan petugas puskesmas untuk meningkatkan kualitas kinerjanya dan

bagi kader yang bersentuhan langsung dengan masyarakat sebenarnya

diharapkan mampu memperluas daya jangkau program P2TB yang berjalan

di wilayah kerja puskesmas.

38
Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (degree of

unmeetneed) untuk rendahnya angka pengetahuan masyarakat mengenai

penyakit TB menunjukkan betapa pentingnya informasi untuk sampai kepada

masyarakat agar dapat muncul kepedulian masyarakat dalam pemberantasan

penyakit menular seperti TB. Untuk temuan kasus baru TB BTA (+) dan

kepatuhan dalam pengobatan menempati nilai yang sama. Kesembuhan

merupakan harapan utama dari seorang penderita, oleh karena itu dibutuhkan

penyampaian informasi kepada masyarakat dan penanganan yang tepat untuk

setiap kasus TB yang sesuai dengan standar, termasuk kepatuhan dalam

berobat. Masyarakat juga menginginkan penularan TB dapat diminimalisasi.

Untuk mewujudkannya, tidak cukup dengan pelayanan TB dalam puskesmas

saja, tetapi juga dibutuhkan peran serta masyarakat baik dalam berbagai aspek

(pelayanan, penyuluhan, dan pencegahan), dengan salah satu bentuk nyatanya

adalah pelayanan oleh kader.

Keuntungan sosial (Social benefit) yang diperoleh jika masalah

rendahnya angka cakupan pelayanan informasi (pengetahuan) mendapat nilai

terbesar, kemudian disusul oleh nilai kepatuhan dan penemuan kasus baru.

Adanya penyelesaian terhadap seluruh masalah tersebut diharapkan dapat

memutus rantai penularan karena kasus-kasus yang ada dapat teridentifikasi

dan mendapat penanganan yang tepat dan tindak lanjut berupa penyuluhan

tentang pencegahan, screening, dan pengobatannya.

Perhatian masyarakat (public concern) terhadap permasalahan TB Paru

secara umum masih kurang baik. Kebanyakan masyarakat masih ada yang

39
belum mengetahui tentang masalah yang ditimbulkan oleh penyakit TB, hal

ini tentu patut untuk menjadi sorotan dalam edukasi masyarakat. Selain itu,

pasien masih banyak yang tidak berobat ke puskesmas pada saat terjadi TB

paru. Cakupan kepatuhan berobat yang masih kurang baik, kurangnya kinerja

petugas puskesmas dan tidak adanya pelayanan oleh kader diberikan nilai

yang sama, karena hal ini adalah keadaan yang dapat dilihat dalam

masyarakat secara langsung dan mempengaruhi penilaian masyarakat

terhadap kinerja puskesmas. Ketiadaan data mengenai pasien yang sembuh

tidak menjadi sorotan, karena bentuk pencatatan ini tidak secara langsung

dilihat oleh masyarakat manfaat dan pelaksanaannya.

Pemerintah telah membentuk program P2TB dan sangat mendukung

dalam pelaksanaan program tersebut dengan penerapan protap Global Fund.

Dikarenakan hal tersebut maka keseluruhan permasalahan tersebut memiliki

nilai political climate yang sama, namun ada baiknya puskesmas melakukan

strategi baru dalam menjalankan Program P2TB agar dapat mencapai target

program P2TB.

Dari penilaian teknis (technical feasibility), data mengenai tingkat PSP

masyarakat yang masih rendah mendapatkan nilai yang paling tinggi, karena

pada saat ini, sudah banyak kemajuan teknologi yang dapat digunakan untuk

mendukung dalam edukasi masyarakat. Screening temuan kasus baru juga

mendapat sorotan, namun hal ini sebenarnya tidaklah sulit dilakukan karena

di puskesmas sendiri sudah tersedia pemeriksaan sputum BTA. Mengenai

kepatuhan pasien, hal tersebut terkendala oleh pasien sendiri dikarenakan

40
terdapat pasien yang tidak melakukan kontrol atau pengambilan OAT sesuai

jadwal yang ditentukan.

Untuk ketersediaan sumber daya (Resources availability), maka bagian

promosi kesehatan untuk peningkatan pengetahuan masyarakat memiliki nilai

yang cukup tinggi, sedangkan temuan kasus baru dan kepatuhan pasien dalam

pengobatan mendapatkan nilai menengah, karena puskesmas sebenarnya

memiliki petugas dan kader, namun belum menjangkau keseluruhan kegiatan

seperti pelaksanaan program P2TB dengan baik di poskeskel/pustu. Hal ini

berhubungan dengan peranan petugas puskesmas dan kader yang belum

optimal dalam pelayanan TB.

41

Anda mungkin juga menyukai