Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
Apotek sebagai sarana kesehatan yang menjalankan fungsi penting distribusi obat ke
masyarakat telah mengalami reformasi besar sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 25
Tahun 1980. Apoteker dipercaya menjadi satu-satunya pemilik izin apotek sehingga
bertanggung-jawab penuh atas setiap aktivitas yang diselenggarakan di apotek. Peran apoteker
kini juga semakin berkembang dengan adanya kewajiban menjalankan apotek sesuai dengan
standar pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup pasien,
sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang pelayanan kefarmasian di apotek.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/MENKES /SK/X/2002


tentang perubahan Permenkes No.922/MENKES/Per/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara
pemberian izin apotek, pasal 1 ayat 1 : apotek adalah suatu tempat, tempat tertentu dilakukannya
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat. Tugas dan fungsi apotek menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, yaitu:
1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
2. Sarana farmasi yang melakukan pengubahan bentuk dan penyerahan obat atau bahan
obat.
3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan
masyarakat secara meluas dan merata.
Apotek berperan untuk mengelola perbekalan farmasi di apotek. Menurut Permenkes Nomor
922/Menkes/Per/X/1993, pengelolaan perbekalan farmasi di apotek meliputi:
1. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan
penyerahan obat atau bahan obat.
2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi mengenai:
a Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi diberikan baik kepada
dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
b Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya suatu
obat dan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi tersebut di atas wajib
didasarkan kepada kepentingan masyarakat.
Tanggungjawab pengelolaan ini secara penuh diberikan pada apoteker. Menurut
Kepmenkes RI No.1332/MENKES/SK/X/2002, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai apoteker.
Tugas dan tanggung-jawab apoteker yang ditetapkan oleh WHO untuk pelaksanaan Good
Pharmacy Practice adalah :
1. Apoteker harus peduli terhadap kesejahteraan pasien dalam segala situasi dan kondisi.
2. Kegiatan inti apoteker adalah menyediakan obat, produk kesehatan lain, menjamin
kualitas, informasi dan saran yang memadai kepada pasien, dan memonitor penggunaan
obat yang digunakan pasien.
3. Bagian integral farmasi adalah memberikan kontribusi dalam peningkatan peresepan
yang rasional dan ekonomis serta penggunaan obat yang tepat.
4. Tujuan tiap pelayanan apoteker yang dilakukan harus sesuai untuk setiap individu,
didefenisikan dengan jelas dan dikomunikasikan secara efektif kepada semua pihak yang
terkait.
2.3 Pengelolaan Sumber Daya
2.3.1 Sumber Daya Manusia
Dalam mengelola apotek, seorang apoteker senantiasa harus mampu memberi pelayanan
dalam bentuk pelayanan klinis, analitis, teknis sesuai peraturan perundang-undangan, mengambil
keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi baik verbal, non verbal, mendengar
dan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan, menempatkan diri sebagai pemimpin dalam
multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan
membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.

2.3.2 Sarana dan Prasarana


Apotek hendaknya berlokasi pada daerah yag mudah diakses oleh masyarakat. Pada
halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Pelayanan produk
kefarmasian diberikan pada tempat terpisah dari aktifitas pelayanan dan penjualan produk
lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi
resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh
Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.

2.4 Studi Kelayakan untuk Mendirikan Apotek


Studi kelayakan adalah suatu kajian yang dilakukan secara menyeluruh mengenai suatu
usaha, dalam proses pengambilan keputusan, yang mengandung resiko belum jelas untuk
menghindar sedapat mungkin dari kegagalan. Pengenalan yang jelas tentang perapotekan,
kemampuan modal dan sumberdaya yang dimiliki, dan adanya lokasi yang tepat serta
pemahaman tentang analisa titik impas dapat menjadi dasar untuk mengambil keputusan dalam
mendirikan apotek. Lingkungan fisik juga sangat mempengaruhi kemajuan apotek. Semua
apotek bergantung pada konsumen yang berkunjung, dan keputusan untuk memasuki apotek
sebagian bergantung pada kesan konsumen akan bagian luar apotek. Keunikan bagian depan
apotek dan penggunaan kreatifitas akan menciptakan kesan apotek yang menyenangkan.

2.4.1 Pemilihan Lokasi yang Tepat


Sebelum direncanakan membuka apotek, ada baiknya terlebih dahulu dilakukan survei
atau penelitian antara lain dengan cara mengumpulkan informasi tentang situasi kondisi
masyarakat setempat. Variabel yang dapat dikumpulkan adalah jumlah penduduk yang ada di
wilayah tersebut, jenis dan jumlah pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan (rumah sakit,
dokter praktek), pola transportasi di depan apotek (satu jalur, kemacetan), jenis dan jumlah ritel
yang ada di sekitar apotek (apotek, toko obat, supermarket, dan lain-lain), jenis peruntukan
kawasan wilayah (perumahan, pertokoan, pasar), tingkat sosial ekonomi masyarakat di
sekitarnya (bawah, menengah dan atas).
2.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Perbekalan farmasi memiliki sifat kimia yang dapat mempengaruhi fungsi faal manusia,
oleh karena itu pemerintah menerbitkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata
cara pengelolaan perbekalan farmasi di apotek yaitu : 1) Obat non narkotik dan psikotropika
(bebas, bebas terbatas, obat keras, obat generik dan obat wajib apotek), 2) Obat narkotika dan
psikotropika. Pengelolaan apotek dalam hal ini mempunyai tujuan yang mengarah pada
terjaminnya ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan lainnya dengan kualitas yang benar,
termasuk juga sistem pengendalian keuangan beserta sumber daya manusianya.
Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat dibantu oleh
asisten apoteker. Pengelolaan yang baik dari sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di apotek
akan mempengaruhi kelengkapan, harga, pelayanan dan persediaan obat serta keuangan yang
pada akhirnya akan menentukan citra suatu apotek.
2.5.1 Pengadaan/Pembelian
Pembelian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan didasarkan atas kebutuhan
penjualan melalui resep dan penjualan bebas. Apoteker harus merencanakan pembelian dengan
baik untuk mencegah terjadinya kekosongan ataupun penumpukan barang sehingga perputaran
barang tidak mengalami hambatan.
Dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan penting dipertimbangkan
pemilihan distributor meliputi legalitas, harga yang kompetitif, pelayanan yang cepat, potongan
harga yang diberikan, tenggang waktu pembayaran yang ditawarkan serta dapat membeli barang
dalam jumlah yang sedikit.
2.5.2 Penyimpanan dan Penataan
Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan yang bermutu baik dan terjamin keabsahannya kepada pasien yang
membutuhkan. Untuk kegiatan penyimpanan tentunya difokuskan pada tujuan agar tetap
terjaminnya kualitas obat sekaligus mendukung jalannya proses pelayanan sesuai yang
ditetapkan. Jelas hal ini juga memerlukan wawasan pendukung yang memadai serta tenaga yang
cukup terlatih. Penataan dilakukan dengan memperhatikan point of interest, efektivitas dan
efisiensi pelayanan, efek farmakologis dan urutan abjad. Keterbatasan tempat penyimpanan
seringkali bisa disiasati dengan optimalisasi penggunaan ruang yang ada serta menyederhanakan
jalur pelayanan. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan lainnya dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan
pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (First In First Out)dan FEFO (First Expire
First Out).
2.5.3 Pelayanan Kefarmasian
Perubahan orientasi pelayanan kefarmasian dari pelayanan produk (product oriented)menjadi
pelayanan obat (drug oriented) telah menuntut farmasis untuk bisa memberikan pelayanan yang
sesuai dengan standar kompetensi. Peran farmasis/apoteker tidak hanya menjual obat, tetapi
lebih menjamin tersedianya obat yang berkualitas, jumlah yang cukup, aman, berkualitas, serta
pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup memadai, diikuti pemantauan pada saat
penggunaan obat dan pada akhirnya di evaluasi. Pelayanan farmasi atau yang dikenal dengan
istilah “Pharmaceutical Care” diharapkan dapat mengelola sediaan obat secara efektif dan efisien
dimana manfaat, keamanan dan mutu yang tepat, jenis obat yang tepat dan diberikan dengan
dosis yang tepat dan terus mewaspadai kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak diinginkan,
disamping itu pengelolaan pelayanan kefarmasian yang profesional, etis dan memenuhi kriteria
pelayanan yang berdasarkan keilmuan. Selain itu, dalam rangka pemberdayaan masyarakat,
Apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri
(swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilih obat yang sesuai dan Apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu penyebarluasan
informasi, antara lain dengan pengedaran brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain.
2.5.4 Tugas Teknis Kefarmasian
Tugas ini meliputi melaksanakan peracikan, penyerahan, pemesanan obat bius, pelayanan
obat/bahan obat atas permintaan dokter, serta pemberian informasi obat. Tugas ini dilaksanakan
oleh Apoteker dan asisten Apoteker.
2.5.5 Tugas Non Teknis Kefarmasian
Tugas ini merupakan kegiatan pengadaan barang yang meliputi: Pemesanan dan pembelian,
penyimpanan perbekalan farmasi, keuangan (kasir), pembukuan, pencatatan termasuk di
dalamnya kegiatan penyusunan neraca rugi laba apotek. Tugas ini biasanya dilakukan oleh
tenaga administrasi. Pengendalian persediaan sangat penting baik untuk apotek besar atau kecil.
Karena begitu besar jumlah yang diinvestasikan dalam persediaan obat yang tepat memiliki
pengaruh yang kuat dan langsung terhadap perolehan kembali atas investasi apotek.
2.5.5.1 Keuangan
Pengeluaran uang di apotek dapat dikategorikan untuk keperluan membayar utang usaha akibat
pembelian barang, membayar beban gaji dan beban operasional lain, uang kas, dan pengeluaran
lain-lain. Kebijakan pengeluaran uang dalam usaha apotek harus ditentukan, misalnya pelunasan
hutang. Semua pengeluaran dan masuknya uang harus dicatat sesuai ketentuan.
2.5.5.2 Administrasi
Administrasi merupakan proses pencatatan seluruh kegiatan teknis yang dilakukan oleh suatu
perusahaan, seperti juga sistem usaha lain kegiatan pengendalian operasional di apotek harus
dilakukan secara cermat demi tercapainya tertib administrasi dan manajemen yang baik.
Administrasi sangat diperlukan dalam pengelolaan suatu apotek untuk memperoleh sumber
informasi yang dapat dipercaya dalam rangka pengambilan keputusan oleh apoteker pengelola
apotek. Oleh sebab itu, diperlukan strategi khusus yang terencana dengan mantap sehingga
proses pengelolaan bisa berjalan dengan baik. Administrasi yang dilakukan di apotek meliputi:
1) Administrasi pembukuan yaitu pencatatan seluruh informasi mengenai arus uang dan
barang meliputi buku kas, bank, pembelian penjualan dan lain-lain
2) Administrasi pelaporan yaitu pencatatan seluruh kegiatan yang mencakup obat-obat
narkotika dan psikotropika.

TINJAUAN KHUSUS APOTEK RISMA


3.1 Letak Bangunan
Apotek Risma berada di lokasi strategis yang mendukung kemudahan akses calon
pelanggan, yaitu di Jalan Krakatau No 131 Medan. Luas bangunan 9x16 m2 bertingkat dua, yang
terdiri dari ruang tunggu, bagian penjualam obat bebas dan kasir, ruang peracikan, gudang dan
toilet. Denah bangunan dapat dilihat pada gambar 3.1.
II : Ruang racikan
f : meja racik
III : Ruang belakang
g : meja apoteker
a : etalase obat bebas
h : lemari buku
b : kasir
i : toilet
c : kursi tunggu pasien
Keterangan : j : gudang
I : Ruang depan d : lemari obat ethic
e : pintu k : lemari pendingin
Bangunan berdiri di tepi jalan yang berdekatan dengan persimpangan jalan yang
memiliki tingkat lalu lintas cukup padat. Apotek Risma berdampingan dengan berbagai jenis
usaha lain dan memiliki tempat parkir kendaraan yang layak. Apotek Risma tergolong dapat
dijangkau dengan mudah oleh pasien. Oleh karena di samping bangunan apotek Risma turut
digunakan sebagai tempat praktik dokter, apotek tersebut juga berdekatan dengan klinik dan
beberapa tempat praktik dokter lainnya.
3.2 Struktur Organisasi
Apotek Risma didirikan pada tahun 1992 dengan nomor SIA: 1362/KANWIL/FM-
0/SIA/VIII/1992 oleh Dra. Yulizar Apt. sebagai apoteker pengelola apotek sekaligus pemilik
sarana apotek. Apotek ini adalah buah dari kerja keras dan keberanian pendiri yang
memanfaatkan pinjaman bank sebagai modal usaha. Struktur organisasi apotek Risma dapat
dilihat pada gambar 3.2.

3.3 Pembelian

3.3.1 Perencanaan Pembelian


Perencanaan pembelian di apotek Risma dilakukan sesuai dengan kebutuhan penjualan
resep peracikan dan penjualan bebas. Barang yang sudah habis atau stok yang sedikit dapat
dilihat pada buku penjualan dan pada kotak tempat penyimpanan obat dan kemudian dicatat ke
dalam buku barang kosong/pesanan. Jumlah barang yang akan dibeli disesuaikan dengan sifat
barang, fast movingatau slow moving
3.3.2 Pelaksanaan Pembelian
Pembelian di apotek Risma dilakukan setiap pagi hari kecuali hari libur. Khusus untuk
pembelian narkotik, pemesanan dilakukan langsung ke PBF Kimia Farma Medan dengan
menggunakan Surat Pesanan Narkotik rangkap 4 yang ditanda tangani Apoteker Pengelola
Apotek yaitu satu lembar pesanan untuk satu item pesanan narkotika dan untuk pembelian
psikotropika digunakan Surat Pesanan Psikotropika.
3.3.3 Pemantauan Hasil Pembelian
Barang yang telah dipesan oleh petugas apotek akan diantar siang atau sore harinya.
Petugas penerima barang (Asisten Apoteker) melakukan pemantauan hasil pembelian sebagai
berikut :
 Memeriksa faktur yang diterima terhadap kelengkapan barang yang sudah dipesan dan
diparaf.
 Memeriksa barang yang diterima secara fisik seperti jumlah, ukuran, jenis, registrasi,
label, tanggal daluarsa dan bentuk barang, apakah sesuai atau tidak.
 Mencatat dan membukukan setiap penerimaan barang setiap harinya.
Apoteker Pengelola Apotek melakukan pemantauan hasil pembelian pada malam harinya,
meliputi:
 Memeriksa faktur-faktur yang diterima terhadap kelengkapan barang yang sudah dipesan
serta kebenaran harga atau diskon yang disepakati.
 Membuat catatan untuk diberitahukan kepada pemasok besok paginya jika ada harga atau
diskon harga barang yang tidak sesuai dengan perjanjian dan meminta segera dikoreksi.
 Meminta penjelasan dari pemasok bila ada barang yang tidak dikirim atau bila perlu
membatalkan agar bisa dipesan dari pemasok lain.
3.4 Penyimpanan
Apotek Risma tidak mempunyai gudang khusus untuk penyimpanan barang. Stok barang
dalam jumlah yang banyak disimpan dalam rak-rak lemari tertentu. Penyusunan barang di
Apotek Risma dilakukan berdasarkan bentuk sediaan, indikasi disusun secara alfabetis dan
menggunakan sistem FIFO(First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Obat-obat
diruang peracikan ditempatkan pada kotak-kotak yang mencantumkan nama obat dan harga obat.
Obat-obatan golongan narkotika disimpan dalam lemari khusus narkotika yang terpisah dari
obat-obat lain dan terkunci. Obat-obat psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri sedangkan
obat-obat seperti suppositoria disimpan dalam lemari pendingin.
3.5 Penjualan
Pelayanan penjualan di Apotek Risma meliputi pelayanan resep, pelayanan obat bebas,
kosmetika, alat-alat kesehatan, suplemen makanan, dan susu.
3.5.1 Pelayanan Resep
Pelayanan resep dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Apoteker menerima resep dari pasien dan memeriksa apakah obat-obat yang
tertulis pada resep ada atau tidak.
2. Apabila obat-obat yang tertulis pada resep ada, kemudian ditetapkan harga obat-
obat pada resep dan harga tersebut diinformasikan kepada pasien.
3. Apabila pasien setuju dengan harga obat yang diberikan, maka obat
disediakan/diracik, diberi etiket, diperiksa apakah obat dan etiket yang diberi telah
sesuai dengan resep, lalu obat tersebut dikemas.
4. Apoteker menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan pemberian informasi
yang diperlukan.
5. Pasien membayar harga resep.
6. Resep asli disimpan dan diarsipkan .
7. Resep yang mengandung narkotika dan psikotropika harus diperhatikan
kelengkapannya.
8. Resep tersebut disimpan secara terpisah untuk memudahkan pelaporannya.
3.5.2 Pelayanan Penjualan Bebas dan Swamedikasi
Pelayanan penjualan bebas dilakukan sebagai berikut :
1. Petugas penjualan menerima permintaan barang dari pasien dan
menginformasikan harga.
2. Jika pasien datang dengan keluhan menderita penyakit maka Apoteker Pengelola
Apotek membantu memilihkan obat yang sesuai dengan penyakit yang
dikeluhkan dan disertai dengan informasi tentang obat yang digunakannya serta
informasi kesehatan yang berkenaan.
3. Bila harga sesuai maka barang diserahkan dan pasien membayarnya.
3.6. Administrasi
Pengelolaan administrasi di apotek harus dilakukan dengan baik dan benar sehingga
apabila suatu saat diperlukan, dokumen tersebut dapat ditunjukkan sebagai bahan pengawasan,
pertanggung jawaban dan sebagai bahan pembantu bagi Apoteker Pengelola Apotek dalam
pengambilan keputusan.
Petugas administrasi melaksanakan pencatatan :
1. Administrasi pembukuan arus uang dan arus barang terdiri dari :
 Buku pembelian, mencatat semua barang yang diterima dari pemasok
 Buku penjualan, mencatat omzet penjualan barang baik dari resep maupun
dari penjualan bebas
 Buku pesanan barang, mencatat barang yang diperlukan untuk dipesan
kepada pemasok.
2. Administrasi pelaporan yaitu pelaporan narkotika dan psikotropika. Untuk obat-
obatan golongan narkotika, pelaporan dilakukan sekali sebulan paling lambat
tanggal 10 setiap bulannya. Sedangkan untuk obat psikotropika dilakukan sekali
setahun. Laporan-laporan tersebut ditanda tangani oleh Apoteker Pengelola
Apotek.
3.7 Perpajakan
Apotek Risma mempunyai kewajiban membayar Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 yaitu
pajak atas gaji/upah/honorarium, imbalan jasa dan kenikmatan lain yang dibayarkan kepada
orang pribadi, terhitung oleh pemberi pajak sehubungan dengan pekerjaan, jabatan dan hubungan
kerja lainnya yang dilakukan di Indonesia. Sistem pemungutan pajak PPh pasal 21 yang meliputi
menghitung, memotong, membayar dan pelaporan besarnya pajak, dilakukan sendiri oleh Apotek
Risma Medan.

Anda mungkin juga menyukai