Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

DI RUANG SOEPARJO ROSTAM ATAS RSUD Prof. Dr. MARGONO


SOEKARDJO
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

TUTI HARTINI
I4B019004

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2019
A. Latar Belakang
WHO menyatakan bahwa didunia penyakit kardiovaskular merupakan
penyebab kematian terbesar pada populasi usia 65 tahun keatas dengan jumlah
kematian lebih banyak dinegara berkembang. Hipertensi sering ditemukan
pada lansia. Diperkirakan 23% wanita dan 14% pria berusia lebih dari 65
tahun menderita hipertensi. Prevalensi hipertensi di dunia diperkirakan sekitar
15-20%. Hipertensi lebih banyak menyerang pada golongan usia 55-64 tahun
(Nurlaelyn, 2010 dalam Hanum, dkk. 2017).
Hipertensi menyerang 50 juta orang Amerika, termasuk 60%
diantaranya berusia di atas 60 tahun. Setiap tahun, ditemukan sekitar 1,8 juta
kasus baru hipertensi. Hipertensi merupakan penyebab umum terjadinya
stroke dan serangan jantung (heart attack) (Goldszmidt, 2011 dalam Hanum,
dkk. 2017). Stroke merupakan urutan kedua penyakit mematikan setelah
penyakit jantung. Serangan stroke lebih banyak dipicu karena hipertensi yang
disebut silent killer, diabetes mellitus, obesitas dan berbagai gangguan alliran
darah ke otak. Angka kejadian stroke didunia kira-kira 200 per 100.000
penduduk dalam setahun. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena serangan stroke dan sekitar 25% atau 125.000
orang meninggal sedangkan sisanya mengalami cacat ringan bahkan bisa
menjadi cacat berat (Pudiastuti, 2011 dalam Hanum, dkk. 2017).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi stroke
tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9). Sementara itu di Sumatera Utara
prevalensi kejadian stroke sebesar 6,3%. Prevalensi penyakit stroke juga
meningkat seiring bertambahnya usia. Kasus stroke tertinggi adalah usia 75
tahun keatas (43,1%) dan lebih banyak pria (7,1%) dibandingkan dengan
wanita (6,8%) (Depkes, 2013 dalam Hanum, dkk. 2017)

B. Pengertian
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di
otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragik antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Artiani,
2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2009).
Menurut Batticaca (2008), Stroke adalah suatu keadaan yang timbul
karena terjadi gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan terjadinya
kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya
pembuluh darah pada otak. Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di
dalam otak pecah. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan
dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat
mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan, mengumpul
menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan
tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.

C. Etiologi
Menurut Batticaca (2008), stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh
adanya perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekanan darah
systole > 200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik,
bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi
aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan
menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan
dan degenerasi pembuluh darah
Menurut Muttaqin (2008; 129), ada beberapa faktor risiko stroke
hemoragik, yaitu.
1. Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi
yang menekan dinding arteri sampai pecah.
2. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
3. Peningkatan hemotokrik meningkatkan risiko infark serebral.
4. Kontasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi).
5. Konsumsi alkohol.
6. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.
7. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih
besar.
8. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
9. Overdosis narkoba, seperti kokain.
D. Patofisiologi

STROKE HEMORAGIK
Ada dua bentuk perdarahan di otak
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau
hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar
otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan
kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral
sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus,
pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur
dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan
ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk
dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang
mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5
hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2
dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2
jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia,
tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak

E. Tanda dan Gejala


Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan
dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
1. Daerah a. serebri media
a. Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
b. Hemianopsi homonim kontralateral
c. Afasi bila mengenai hemisfer dominan
d. Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
2. Daerah a. Karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
3. Daerah a. Serebri anterior
a. Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
b. Incontinentia urinae
c. Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
4. Daerah a. Posterior
a. Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai daerah
makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media
b. Nyeri talamik spontan
c. Hemibalisme
d. Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
5. Daerah vertebrobasiler
a. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegi alternans atau tetraplegi
c. Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Batticaca (2008), Pemeriksaan penunjang diagnostik yang
dapat dilakukan adalah :
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal,
analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga
untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena ( masalah
sistem arteri karotis ) .
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang mengalami
infark, hemoragik ).
6. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarachnoid.

G. Pathway
H. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku
juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi,
tidak responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat – obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif,
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan
obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
6. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan
konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien
biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis,
peningkatan inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan
untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului
dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori: Dapat terjadi hemihipertensi

I. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual
maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam
mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi
keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah
kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan.
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori.
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
9. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat

J. Fokus Intervensi
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan
otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan,
tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat
dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta
tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan
pada fase akut.
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan
dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan
DAFTAR PUSTAKA

Hanum, P., Lubis, R., Rasmaliah. 2017. Hubungan Karakteristik dan


Dukungan Keluarga Lansia dengan Kejadian Stroke pada Lansia
Hipertensi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Jumantik. Volume 3 nomor 1. Diakses dari jurnal.unisu.ac.id.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2018. NANDA: Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai