Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perencanaan dan pengendalian laba merupakan proses yang ditujukan


untuk membantu manajemen dalam melaksanakan fungsi-fungsi perencanaan
dan pengendalian secara efektif. Perencanaan laba merupakan rencana kerja
perusahaan untuk mencapai target laba yang telah ditentukan. Sedangkan
pengendalian merupakan suatu langkah yang dilakukan manajemen untuk
menigkatkan kecenderungan pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam
tahap perencanaan dan juga untuk memastikan bahwa seluruh bagian
organisasi berfungsi sesuai dengan kebijakan cukup penting bagi manajemen,
perencanaan efektif dan pengendalian laba yang sistematis.

Perencanaan yang efektif dalam pengendalian laba jangka panjang dan


laba jangka pendek akan menguntungkan perusahaan dimasa yang akan
datang. Selain itu, untuk mempermudah keinginan perusahaan yaitu
memperoleh laba semaksimal mungkin maka perusahaan perlu membuat
laporan laba rugi, karena dengan membuat laporan laba rugi perusahaan akan
dapat mengevaluasi perkembangan laba rugi perusahaan.

Perencanaan dan pengendalian laba merupakan suatu hal yang sangat


penting bagi perusahaan sehingga dalam perencanaan dan pengendalian laba
harus menggunakan pendekatan yang layak diterapkan pada setiap masalah.
Program perencanaan dan pengendalian tidak dapat memecahkan masalah-
masalah khusus personalia, tetapi dapat mengarahkan pertimbangan yang
seksama terhadap masalah tersebut dan membantu penempatannya secara
perspektif.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asumsi penggunaan analisis CVP (Cost Volume Profit)?
2. Bagaimana peranan marjin kontribusi (dasar-dasar analisis CVP)?
3. Jelaskan Breakeven Product Mix!
4. Bagaimana perencanaan laba melalui model CVP?
5. Jelaskan aplikasi rumus BEP single produk!
6. Bagaimana menetapkan maksimum biaya variabel per unit?
7. Bagaimana menetapkan biaya tetap dengan tujuan tertentu?
8. Bagaimana hubungan MOS (Margin of Safety), PM (Profit Margin) dan
Rasio Marjin Kontribusi (RMK)?
9. Bagaimana pengembangan analisis CVP (Cost Volume Profit)?
10. Jelaskan Operating, Financial dan Total Leverage!

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui asumsi penggunaan analisis CVP (Cost Volume Profit).
2. Untuk mengetahui peranan marjin kontribusi (dasar-dasar analisis CVP).
3. Untuk mengetahui Breakeven Product Mix.
4. Untuk mengetahui perencanaan laba melalui model CVP.
5. Untuk mengetahui aplikasi rumus BEP single produk.
6. Untuk mengetahui menetapkan maksimum biaya variabel per unit.
7. Untuk mengetahui menetapkan biaya tetap dengan tujuan tertentu.
8. Untuk mengetahui hubungan MOS (Margin of Safety), PM (Profit Margin)
dan Rasio Marjin Kontribusi (RMK).
9. Untuk mengetahui pengembangan analisis CVP (Cost Volume Profit).
10. Untuk mengetahui Operating, Financial dan Total Leverage.

2
BAB II

PEMBAHASAN

PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN LABA

A. Asumsi Penggunaan Analisis CVP (Cost Volume Profit)

Perlu dicatat bahwa penggunaan suatu model tidak terlepas dari


keterbatasan-keterbatasannya, yang berarti harus menggunakan asumsi-asumsi
tertentu. Dengan mengetahui batasan yang dimaksud menyebabkan pengguna
analisis dan model tidak menimbulkan kekeliruan dan kesalahan dalam
pengambilan keputusan (Kamaruddin Ahmad, 2009: 57).

Dalam perencanaan laba, manajer dapat menentukan aktivitas-aktivitas


perusahaan untuk mencapai target laba yang telah berjalan dengan baik. Dalam
perencanaan laba melibatkan kegiatan seperti penetapan tujuan dan target laba
yang realistis serta cara untuk mencapainya. Laba dapat ditingkatkan dengan
cara meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya, menghilangkan
pengulangan beberapa pekerjaan-pekerjaan serta ketidak konsistenan
(http://akuntansi4b.blogspot.com).

Batasan-batasan CVP adalah seperti berikut.

1. Konsep tentang variablitas cost dapat diterima, karena itu biaya harus
realistis diklasifikasi sebagai variabel dan tetap.
2. Range yang relevan pada semua tahap analisis harus ditentukan.
3. Harga jual per unit tidak berubah jika terjadi perubahan volume.
4. Hanya dijual satu jenis produk (single produk).
5. Jika analisis digunakan untuk berbagai produk atau kombinasi produk
(product mix), sales mixnya harus tetap atau konstan.
6. Kabijakan manajemen terhadap operasi perusahaan tidak berubah secara
material dalam jangka waktu pendek.
7. Tingkat harga umum stabil dalam jangka pendek.

3
8. Sinkronisasi antara penjualan dan produksi, yang berarti tingkat investori
harus konstan atau kosong (nol).
9. Efisiensi dan produktivitas tidak mengalami perubahan-perubahan,
khususnya dalam jangka pendek (Kamaruddin Ahmad, 2009: 57).

B. Peranan Marjin Kontribusi (Dasar-dasar Analisis CVP)


Dalam menggunakan analisis CVP umumnya dan BEP khususnya,
pengertian dan perhatian yang lebih besar terhadap Contribution Margin (CM)
sangat diperlukan sekali, karena dengan cepat pula kita dapat membuat suatu
keputusan dan sebagai titik awal dari keputusan-keputusan berikutnya, atau di
dalam pembahasan soal-soal manajemen akuntansi.
Keputusan-keputusan atau masalah-masalahnya yang dapat
diselesaikan dengan memperhatikan Contribution Margin, antara lain sebagai
berikut:
1. Menutup atau meneruskan segmen atau bagian tertentu. Dengan melihat
CM saja dapat diambil keputusan pertama, CM yang positif akan
menguntungkan perusahaan secara keseluruhan, jika Fix costnya
tanggungan bersama.
2. Jika alternatif penutupan suatu segmen atau bagian itu dilakukan dan
dilakukan alternatif lain, maka keputusannya pun hanya membandingkan
CM saja.
3. Dalam analisis joint cost dengan joint product, keputusannya hanya
membandingkan harga jual baru dikurangi harga jual lama dengan CM
(yaitu biaya proses lanjutan) sudah dapat diambil keputusan.
4. Tidak memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit dan lebih efisien
terutama dalam analisis BEP (Kamaruddin Ahmad, 2009: 58).

Dalam analisi BEP dua jenis kontribusi yaitu:

1. Marjin kontribusi dalam unit,


Harga Jual per unit – biaya variabel per unit
2. Marjin kontribusi dalam persen

4
Harga jual (persen) – biaya variabel (persen) atau,
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
1−
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
Dengan CM ratio dan CM unit dapat ditentukan BEP.
a) BEP dalam Rupiah
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
𝑀𝐾 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛
b) BEP dalam unit (kuantitas)
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
𝑀𝐾 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑅𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡
Jika ingin merencanakan laba tertentu, maka rumusnya:
(laba tanpa pajak):
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 + 𝐿𝑎𝑏𝑎
𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 =
𝑀𝑎𝑟𝑗𝑖𝑛 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖
Untuk laba setelah dipotong pajak:
Rumusnya:
𝐿𝑎𝑏𝑎
Biaya Tetap +
1−𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 = Marjin Kontribusi

C. Breakeven Product Mix


BEP kombinasi produk, harus dengan asumsi proporsi atau kombinasi
konstan (misalnya produk A 3 unit, produk B 4 unit dan produk C 5 unit), jika
kombinasi berubah, berarti total sales, total variabel cost dan marjin
kontribusinya berubah, dus mengubah pula titik BEP nya. Dan asumsi
kontribusi yang terjual pun konstan (Kamaruddin Ahmad, 2009: 60).
Rumus yang digunakan:
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
𝐵𝐸𝑃 =
(𝑀𝐾𝐴 × 𝑃𝑟𝑜𝑝.𝐴 ) + (𝑀𝐾𝐵 × 𝑃𝑟𝑜𝑝.𝐵 ) + (𝑀𝐾𝑁 + 𝑃𝑟𝑜𝑝.𝑁 )

Prop. = Proporsi penjualan yang direncanakan atas produk A, produk B,


dan produk N.

5
Contoh:
Perusahaan menjual 2 jenis produk A dan B. Volume penjualan A 40
unit dan B 60 unit. Harga jual A Rp 1.000,- , biaya variabel Rp 750,-. Harga B
Rp 2.000,- , biaya variabel Rp 1.000,-. Biaya tetap perusahaan Rp 42.000,-.
Marjin Kontribusi A = Rp 250,- (1.000  750)
B = Rp 1.000,- (2.000  1.000)
Proporsi A = 40/100 = 2/5 (40%)
Proporsi B = 60/100 = 3/5 (60%)
42.000
𝐵𝐸𝑃 = (250×40%)+(1.000×60%)
42.000
= = 60 𝑢𝑛𝑖𝑡
700

Atau masing-masing terjual:


Produk A = 40% x 60 unit = 24 unit
Produk B = 60% x 60 unit = 36 unit

BEP dalam Rupiah = Unit x Harga Jual


= A : 24 x Rp 1.000,- = Rp 24.000,-
B : 36 x Rp 2.000,- = 27.000,-
Rp 96.000,-
Perhitungan Laba-Rugi:
Penjualan A : 24 x Rp 1.000,- = Rp 24.000,-
B : 36 x Rp 2.000,- = 27.000,-
Rp 96.000,-
Biaya variabel:
A : 24 x Rp 750,- = 18.000,-
B : 36 x Rp 1.000,- = 36.000,-
= 54.000,-
Marjin Kontribusi Rp 42.000,-
Biaya tetap 42.000,-
Laba (Rugi) Rp 0

6
Gambar 4.1. BEP dan Marjin Kontribusi Produk Mix dan Produk Tunggal
Catatan:
1. Garis vertikal di sebalah atas menunjukkan laba dan sebelah bawah
menunjukkan rugi. Garis vertikal adalah volume penjualan atau dapat dibuat
dalam nilai penjualan dalam rupiah
2. Garis diagonal tebal menggambarkan kontribusi marjin kombinasi A dan B.
Laba maksimal Rp 28.000,-. Titik impas (BEP) 60 unit. Garis ini dimulai
dari rugi biaya tetap Rp 42.000,-
3. Garis putus-putus menggambarkan kontribusi masing-masing produk. Di
mulai dari produk A, dengan penjualan sebanyak 40 unit (marjin kontribusi
sebesar Rp 10.000,- = 250 x 40), atau rugi Rp 32.000,- yaitu biaya tetap
dikurangi MK produk A.
4. Setelah garis MK produk A, dilanjutkan dengan MK B, mulai titik rugi Rp
32.000,- dan ditarik sampai titik impas (BEP tunggal) atau sebanyak 40 unit
A ditambah 32 unit atau 72 unit (A+B). Selanjutnya diteruskan ke laba
maksimal.

7
D. Perencanaan Laba Melalui Model CVP
Bagian ini merupakan ilustrasi terhadap perencanaan laba melalui
persamaan Cost-Volume dan Profit. Misalnya: Diasumsikan suatu investasi
sebesar Rp 1.000.000,- oleh suatu perusahaan dan menetapkan return/laba
sebesar 15% per tahun.
Biaya tetap saat ini per tahun Rp 400.000,- dengan biaya variabel Rp
15,- per unit produk. Pada tahun lalu perusahaan memproduksi dan menjual
produknya sebanyak 50.000 unit dengan harga Rp 25,- per unit (Kamaruddin
Ahmad, 2009: 62).
Bagaimana manajemen dapat mencapai laba Rp 150.000,- (15% x
investasi)?
Problemnya dapat diatasi dengan beberapa cara berikut.
1. Mengurangi Biaya Tetap
Persamaan:
Laba = Hp x Q Total BT (Biaya Tetap)  BVp x Q
Hp = Harga jual per unit
BVp = biaya variabel per unit
Maka,
Rp 150.000 = (50.000 x Rp 25)  total BT  (50.000 x Rp 15)
Rp 150.000 = 1.250.000  TBT  Rp 750.000
TBT = 1.250.000  750.000  150.000
TBT = Rp 350.000,-
Atau TBT (Total Biya Tetap) harus berkurang Rp 50.000 (Rp 400.000  Rp
350.000).
2. Pengurangan Biaya Variabel
Rp 150.000 = 50.000 x Rp 25  400.000  50.000 (BVp)
150.000 = 1.250.000  400.000  50.000 (BVp)
50.000 (BVp) = 1.250.000  400.000  150.000 = Rp 70.000
50.000 (BVp) = Rp 700.000,-
700.000
𝐵𝑉 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 = 50.000
= 𝑅𝑝 14, 

8
Atau variabel per unit turun Rp 1,- (15 – 14).
3. Meningkatkan Harga Jual Per Unit
Rp 150.000 = 50.000 (HJp)  Rp 400.000 50.000 (Rp 15)
Rp 150.000 = 50.000 (HJp)  Rp 400.000 750.000
50.000 (HJp) = 150.000  400.000  750.000
50.000 (SP) = 1.300.000
𝑅𝑝 1.300.000
𝐻𝐽 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 = = 𝑅𝑝 26, −
50.000
Atau harga jual harus dinaikan Rp 1,- (26 – 25)
4. Meningkatkan Unit (Q) yang Dijual
Rp 150.000 = Rp 25,- (Q)  Rp 400.000  Rp 15,- (Q)
Rp 25 (Q)  Rp 15 (Q) = Rp 400.000  150.000
Rp 10 (Q) = Rp 550.000,-
𝑅𝑝 550.000,−
Q= = 55.000
𝑅𝑝 10,−

Atau manajemen memerlukan menaikan kuantitas satu volume penjualan


sebesar 5.000 unit Tu 10% dari unit tahun lalu, agar mendapatkan laba
yang diinginkan sebesar Rp 150.000,-.

E. Aplikasi Rumusan BEP Single Produk

Menurut Kamaruddin Ahmad (2009: 64) menetapkan volume


penjualan minimum sesuai dengan target. Pengertian ini sama dengan
menentukan titik BEP, dengan menggunakan Marjin Kontribusi unit dan rasio
data diatas, maka:

MK unit = Rp 25 – Rp 15 = Rp 10,-
(HJp) – (BVp) = MK per unit

MK rasio = 100%  60% (15/25) = 40%.

Dari data tersebut, maka sales minimal = BEP adalah:

9
1. Dalam Unit (Q) penjualan
400.000
𝐵𝐸𝑃 𝐷𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑈𝑛𝑖𝑡 = = 40.000 𝑢𝑛𝑖𝑡
10

2. Dalam Rupiah penjualan


400.000
𝐵𝐸𝑃 𝐷𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑅𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ = = 𝑅𝑝 1.000.000, −
40%

F. Menetapkan Maksimum Biaya Varibel Per Unit


Menurut Kamaruddin Ahmad (2009: 65) masalah ini lebih sederhana
menggunakan metode persamaan, hitung rata-rata Biaya Tetap dan Rata-rata
Laba atau langsung ke persamaan:
𝐵𝑇 𝐿𝑎𝑏𝑎
𝐵𝑉 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 = 𝐻𝐽 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒

Dengan data yang sama, misalkan perusahaan diatas menerima pesanan


khusus sebanyak 80.000 unit dengan harga khusus Rp 22,50 per unit,
berapakah perusahaan bersedia mengeluarkan biaya variabel per unit untuk
memproduksinya jika laba yang diinginkan tetap sebesar Rp 150.000,-.
Melalui persamaan diatas,
𝑅𝑝 400.000 𝑅𝑝 150.000
𝐵𝑉 𝑢𝑛𝑖𝑡 = 𝑅𝑝 22,50 − −
80.000 80.000

= Rp 22,50 – Rp 5 – Rp 1,875

= Rp 15. 625,-.

G. Menetapkan Biaya Tetap dengan Tujuan Tertentu


Misalnya, perusahaan diatas ingin menaikkan volume salesnya 60.000
unit, memerlukan biaya promosi, dengan mengacu data semula, berapa biaya
iklan harus dikeluarkan?
Biaya tetap semula Rp 400.000,-, harga jual Rp 25,-, dan Biaya
Variabel per unit Rp 15,-. Melalui persamaan,
Laba = HJ per unit (Q) – BVp per unit (Q) – Biaya Tetap
Rp 150.000 = Rp 25 (60.000) – Rp 15 (60.000)

10
Rp 150.000 = Rp 1.500.000 – Rp 900.000 – BT + Promosi
BT + Promosi = Rp 450.000,-
Karena Biaya Tetap yang lama Rp 400.000,- berarti biaya promosi yang
bersedia dikeluarkan adalah Rp 50.000,-.
Mengacu data diatas Biaya Tetap Rp 400.000. total kuantitas 60.000
unit. Harga jual per unit Rp 25, dan BV per unit Rp 15, jika digambarkan
tampak sebagai berikut.

Gambar 4.2. grafik BEP dan MOS

H. Hubungan MOS (Margin of Safety), PM (Profit Margin) dan Rasio


Marjin Kontribusi (RMK)
Menurut Kamaruddin Ahmad (2009: 67) MOS diartikan penurunan
persentase penjualan yang aman, atau besarnya penurunan penjualan dan
perusahaan masih dalam situasi tidak merugi.
MOS adalah selisih:
a. Penjualan yang dianggarkan – BEP
Atau
b. Penjualan maksimal – BEP
Umumnya MOS dinyatakan dalam Rasio (Persentase), yaitu:

11
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 − 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐼𝑚𝑝𝑎𝑠
𝑀𝑂𝑆 =
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛
MOS dengan PM dan RMK saling berkaitan sebagai berikut:
PM (Profit margin) = MOS x Rasio Marjin Kontribusi atau jika
memperhatikan formula variabelnya:
PM = MOS x RMK
𝑆 − 𝐵𝑇 − 𝐵𝑉 𝑆 − 𝐵𝐸𝑃 𝐵𝑉
= 𝑋1−
𝑆 𝑆 𝑆

S = Sales (Total Penjualan)


BT = Biaya Tetap total
BV = Biaya Variabel total
BEP = Brekeven point (Titik Impas)
Persamaan diatas diperoleh dari:
𝑆 − 𝐵𝑇 − 𝐵𝑉 𝐵𝑇 𝐵𝑉
=𝑆− ×1−
𝑆 𝐵𝑉 𝑆
1− 𝑆
𝑆
Contoh:
Sales 100 unit @Rp 2.000,- = Rp 200.000,- = 100%
BV 100 unit @ ” 1.500,- = “ 150.000,- = 75%

MK (Marjin Kontribusi) Rp 50.000,- = 25%


BT “ 40.000,- = 20%

PM (Profit Marjin) Rp 10.000,- = 5%

𝐵𝑇 40.000
𝐵𝐸𝑃 = = = 𝑅𝑝 160.000, −
25% 0,25

12
𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 − 𝐵𝐸𝑃
𝑀𝑂𝑃 (𝑀𝑎𝑟𝑗𝑖𝑛 𝑜𝑠 𝑆𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 =
𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
200.000 − 160.000
=
200.000
= 20%

PM = MOS x RMK
5% = 20% x 25%
𝑃𝑀 𝑃𝑀
𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑀𝑂𝑆 = 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑅𝑀𝐾 =
𝑅𝑀𝐾 𝑀𝑂𝑆

I. Pengembangan Analisis CVP (Cost Volume Profit)


1. Analisis Return On Investment (ROI)
Menurut Kamaruddin Ahmad (2009: 68) dalam menggunakan alat
CVP dalam analisis ROI ini, pertama-tama perlu diingatkan lagi perumusan
ROI, yaitu:
𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑟𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒
𝑅𝑂𝐼 = ×
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑟𝑒𝑣𝑒𝑛𝑢𝑒 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡
= Profit Margin ×Investment Turn Over
Hal-hal yang harus mendapat perhatian:
a. Profit didalam buku Financial/pembelajaran, menggunakan Net Profit
Margin (EBIT) atau laba sebelum pajak sedangkan di dalam pembahasan
ini menggunakan Operation Margin (laba kotor);
b. Investment = Total Asset, dan Total Revenue = total sales
(harga jual unit × kuantitas)
Sebagai ilustrasi:
Di bawah ini disajikan data sebuah perusahaan.
a. Data pendapatan: harga jual per unit Rp 10,-, biaya variabel per unit Rp
6,-, biaya tetap total Rp 31.000, dengan volume (kuantitas) 10.000 unit.
b. Data investasi: Aktiva lancar Rp 20.000,- dan Aktiva tetap Rp 30.000,-
9.000 100.000
c. ROI : 18% = 100.000 × 50.000

13
Kasus: misalkan perusahaan ingin memperoleh Profit Margin 10%. Assets
Turover tetap 2 x.
Pemecahan ini harus memperhatikan hubungan ROI yang telah
dijelaskan di atas: Profit Marjin 10%, dan Assets Turnover 2x, maka ROI
harus 2 x 10% = 20%.
Modifikasi rumus:
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
𝐵𝐸𝑃 = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 =
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑀𝐾 − 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛
31.000
= = 𝑅𝑝 103.333,33
40% − 10%

Assets turnover 2 x, Maka investasi:

2 = 103.333,33
Investasi

Investasi = 103.333,33 = 51.666,67


2
Keterbatasan analisis di atas:
a. Asumsinya, turnover konstan, sedangkan dalam prakteknya total investasi
( total assets) yang diperlukan tidak profesional dengan volume penjuakan;
b. Tidak memperhitungkan tarif pajak. Dalam buku-buku pembelanjaan
terdapat pengertian yang berbeda terhadap profit magrin, yaitu ada Net
Profit, Gross Profi dan Operating Margin;
c. Kelemahan lain dari analisis ROI di atas:
Jika profit margin melebihi margin kontribusi, katakanlah 20% maka
rumus yang dikemukakan di atas tidak dapat dipergunakan.

2. Struktur Pendaptan Perusahaan terhadap Penerimaan Tetap (Fixed


Revenue)
Yaitu perusahaan yang di samping menerima pendapatan tertentu
tergantung volume, tetapi meneri ma pula penghasilan tetap yang tidak
tergantung volume ( liha soal 2.21 Charles T. Horngren).

14
Contoh:
Perusahaan “Citra” suatu perusahaan yang bergerak di bidang siaran
TV swasta. Pada tahun 19...A merencanakan untuk melayani pelanggan
sebanyak 1.000 orang. Setiap pelanggan harus membayar sewa tetap sebesar
Rp 12.000 per tahun, pendapatan perjam pemakaian Rp 25, biaya per jam Rp
5, sedangkan biaya tetap Rp 132.000.000 per tahun.
Kasus: a. Berapa jam perusahaan berada pada BEP.
b. Laba yang diharapkan Rp 30,000.000,-.

a. Rumus yang digunakan:


BEP = Biaya tetap – Total Pendapatan Tetap
Marjn Kontribusi
=132.000.000 – (1.000 x Rp 12.000)
Rp 25- Rp 5
=6.000.000 jam siaran.
atau BEP sales = 6.000.000 x Rp 25 = Rp 150.000.000,-
b. Volume Dengan Laba Rp 30.0000.000,-
Menggunakan rumus yang sama
Penjualan = Biaya Tetap – Pendapatan Tetap + Laba
Marjin Kontribusi
=132 Juta – 12 Juta + 30 Juta
Rp 20
= 7.500.000 Jiwa

3. Struktur Pendapatan Dipengaruhi Kapasitas


Misalnya kapasitas pesawat “FOKKER 28” 100 orang/tempat duduk.
Palembang- Jakarta ditempuh kurang lebih 1 jam. Frekuensi penerbangan 3
kali satu harinya.
Informasi operasi perusahaan sebagai berikut:
Kapasitas terisi 80%; Harga tiket satu kali jalan ( one-way ) Rp200.000,- atau
pulang pergi Rp400.000,-

15
Biaya variable per jam pesawat Rp 9.600.000,- Biaya tetap Rp4.800.000,-
BEP dalam frekuensi penerbangan dan dalam hari.
BEP = Biaya Tetap
Harga tiket x Tempat terisi – Biaya Variable
= 4.800.000.000 = 750 penerbangan.
200.000 x 80 – 9.600.000
Atau 750/2 kali pulang pergi.
Atau 375/3 x sehari = 125 hari penerbangan.

4. Analis Pemilihan Mesin dan Hubungannya dengan Kapasitas Penggunaan


Bagian ini khusus membahas suatu keputusan pemilihan jenis mesin.
Katakanlah Mesin A atau Modern yang mempunyai sifat biaya tetap lebih
tinggi dan biaya variable per satuanya relatif rendah, sebaliknya Mesin B atau
Mesin Tradisional, biaya tetapnya relatif rendah, tetapi biaya variable per
unitnya lebih tinggi dibanding mesin modern.
Contoh:
Manajer PT DINI merencanakan memproduksi 1 jenis produk dengan
harga jual Rp 1.000,- per unit. Produksi tersebut dapat menggunakan Mesin A
atau Mesin B. Kedua mesin memiliki kapasitas sama yaitu 5.000 unit per
tahun, dan umur ekonomisnya sama.
Perbandingan biaya operasi sebagai berikut:
a. Mesin A, biaya tetap Rp 600.000,- dan biaya variable Rp 600,- per unit.
b. Mesin B, biaya tetap Rp 1.800.000,- dan biaya variable Rp 200,- pper unit.
Pemecahan : pertimbangan yang paling penting adalah, berapa perusahaan
dapat menjual produknya.
Langkah- langkah yang diperlukan.
1) Menghitung BEP masing-masing mesin.
2) Membuat satu gambar BEP untuk ketua mesin.
3) Menghitung “indifferent point” atau pada saat biaya kedua mesin sama
besar.

16
Pemecahan:
a. Kuantitas BEP : mesin A = 1.500 unit.
b. BEP dan indifferent point kedua mesin.

GAMBAR 4.3 BEP dan indifferent point


c. Indifferent point atau total biaya mesin A dan mesin B tidak berbeda
dihitung sebagai berikut;
Total Biaya A = Total Biaya B
1.000 – 600 (Q) + 600.000 = 1.000 – 200 (Q) + 1.800.000
400 Q + 600.000 = 800 Q + 1.800.000
400 Q = 1.200.000
Q = 3.000 Unit (indifferent point)
Kesimpulan Gambar di atas :
a. BEP mesin A 1.500 unit, dan Mesin B 2.250 unit.
b. Pada 3.000 unit, penggunaan mesin A atau B tidak berbedak biayanya dan
juga keuntungannya.
c. Jika volume perusahaan dibawah 3.000 unit, baik menggunakan mesin A
atau mesin B tidak ada bedanya.
d. Jika volume perusahaan di bawah 3.000 unit, penggunaan mesin A lebih
menguntungkan.
e. Sebaliknya jika perusahaan mampu menjual di atas 3.000 unit, mesin B
lebih menguntungkan.

17
5. Penggunaan BEP pada Target Laba Sebelum dan Sesudah Pajak
a. Rumus pada target laba sebelum pajak :
Penjualan = Biaya Tetap + Tarrget Laba
BV
1- Atau;
Total Penjualan
Penjualan = Biaya Tetap

BV
1- - Target Laba
Penjualan

b. Rumus pada Target Laba setelah pajak :


Biaya Tetap + Target Laba
(1- Tarif pajak)
Penjualan = 1- Biaya Variabel
Penjualan
Catatan : Biaya variable dan penjualan dapat mengambil angka per unit
maupun total pada keduanya.
Contoh :
a. Misalkan harga jual Rp 1.000,- Biaya variabel per unit Rp 600,- biaya
tetap Rp 600.000,-
Ditetapkan target laba sebelum pajak 15%
Pemecahan :
Penjualan = 600.000 + 15% penjualan
1 – 60%
P = 600.000 + 15% p
40%
40 % P = 600.000 + 15%p
25% P = 600.000
P = Rp 2.400.000,-
Atau: Rp 2.400.00,-/ Rp 1.000,- = 2.400 unit.

18
b. Sama dengan contoh a. Target laba 15% setelah pajak tarif pajak 25%
Pemecahan:
600.000 + 15% penjualan
(1 – 25%)
Penjualan =
40%
600.000 + 15% penjualan
75%

Penjualan = 600.00 + 20% P

40%

40% P = 600.000 + 20% P

40 % P – 20% P = 600.000

20%p = 600.000

P = 600.000

20%

P = Rp 3.000.000,-

Atau dalam unit Rp 3.000.000/Rp 1.000 = 3.000 unit.

DAFTAR LABA RUGI

Penjualan : 3.000 x Rp 1.000,- = Rp 3.000.000,-

Biaya variabel : 3.000 x Rp 600,- = Rp 1.800.000,-

Marjin Kontribusi Rp 1.200.000,-

Biaya Tetap Rp 600.000,-

19
Laba sebelum pajak Rp 600.000,-

Pajak 25% Rp 150.000.-

Laba Setelah Pajak Rp 450.000,-

Rp 450.000,-

Target Laba 15% =

Rp 3.000.000,-

J. Operating, Finacial dan Total Leverage


1. Leverage Operasi (operating leverage)

Arti “Leverage” adalah pengungkit, pengumpil atau pencuil, dalam


termonologi bisnis berarti mengankat penjualan relatif kecil untuk
mendapatkan laba yang tinggi.

Operating leverage didefinisikan (lukman syamsuddin) sebagai


kemampuan perusahaan dalam menggunakan “ biaya Operasi tetap “ untuk
memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan aas EBIT. Atau
didefinisikan (Weston & Copeland), berapa jauh perubahan tertentu dari
volume penjualan berpengaruh pada laba operasional bersih (Kamaruddin
Ahmad, 2009: 65).

Formula untuk mengukur Tingkat Leverage Operasi:

% Perubahan EBIT

DOL (Degree of Operating Leverage) = % Perubuhan Penjualan

Marjin Kontribusi
Atau, DOL pada penjualan tertentu = EBIT

Selain pengukuran di atas, leverage operasi juga mempunyai pengaruh


negatif, yaitu “risiko operasi”. Maksudnya perusahaan dengan biaya operasi
yang tinggi akan mempunyai tingkat laba operasi dan BRP yang tinggi pada

20
volume yang tinggi, dibandingkan dengan perusahaan yang “ Biaya Operasi
Tetap”nya rendah. Namun penurunan penjuakan sedikit saaja, akan
mempengaruhi laba operasi cukup besar dibandingkan dengan perusahaan
dengan biaya operasi tetap yang relatif rendah.

2. Leverage Keuangan (financial Leverage)

Didefinisikan (Weston & Copeland), persenase peruahan “Laba


Bersih” yang tersedia untuk pemegang saham dengan persentase perubahan “
Laba sebelum bunga dan pajak” (EBIT).

Leverage keuangan ini timbul karena kewajiban- kewajiban yang


sifatnya tetap, yaitu:

a. Bunga atas utang/ pinjaman;


b. Dividen saham preferen.
Seperti telah dibahas pada Analisis Rentabilitas Modal sendiri
(ROE=Return On Equaity) dengan tingkat bunga pinjaman, tingkat ROE akan
semakin tinggi pada pertambahan laba operasi tertentu, tetapi Tingkat Resiko
(Financial Risk) semakin tinggi jika penurunan yang sedikit saja dari Laba
operasional perusahan.
Formula tingkat Leverage Keuangan:

DFL (Degree of financial Leverage) = % Perubahan Laba Bersih

% Peubahan EBIT

DFL pada tingkat penjualan tertentu = EBIT

Laba Sebelum Pajak

21
Dengan demikian jika ada Dividen Saham Proferen, rumusnya:

DFL = EBIT

Laba Sebelum pajak - Deviden Saham Prefern

(1- Tarif Pajak)


3. Leverage Kombinasi (Combinatin Leverage)

Kombinasi leverage mengukur pengaruh Biaya Operasi Tetap” dan


“Kewajiban Tetap”.

Dengan demikian Leverage Kombinasi:

DCL (Degree of Combined Leverage) = DOL x DFL

DCL = % Perubahan laba bersih atau;

% Perubahan penjualan

DCL pada tingkat penjualan tertentu = Marjin Kontribusi

Laba Sebelum Pajak

Contoh:

Harga jual Rp 100,- per unit, sebanyak 100 uni. Biaya variabel rp 20,- per
unit, biaya tetap Rp 6.000,- Bunga pinjaman Rp 1.600,- tarif pajak 40%

Penjualan kenaikan penjualan

100 Unit (%) 150 unit

Penjualan 10.000 50% 15.000

Biaya variabel 200 3.000

Marjin Kontribusi 8000 50% 12.000

22
Biaya Tetap 6.000 6.000

EBIT 2.000 200% (2x) 6.000

Bunga 1.600 1.600

Laba Sebelum Pajak 400 4.400

Pajak 40% 160 1.760

Laba bersih 240 1.000% (100x) 2.640

DOL = % Kenaikan EBIT

% kenaikan penjualan

= 200% / 5% = 4x

DFL = % kenaikan Laba Bersih

% Kenaikan EBIT

= 1.000%/ 200%= 5x

DCL = % Kenaikan Laba Bersih = 1.000% = 20%

% Kenaikan Penjualan 50%

Atau, DCL = DOL x DFL = 4x x 5x =20x

Menggunakan Angka Laba-Rugi 100 unit:

Penjulan Rp 10.000,-

Biaya Variabel 2.000,-

23
Marjin Kontribusi 8000,-

Biaya Tetap 6.000,- DOL = 4 x

EBIT 2.000,- DCL = 20x

Bunga 1.600,- DFL = 5 x

Laba Sebelum Pajak 400,-

Pajak 160,-

Laba Bersih 240,-

DOL = Marjin Kontribusi Q (HJ – BV)


=
EBIT Q (HJ – BV) - BT

DFL = EBIT Q(HJ – BV) – BT


=
Laba Sebelum Pajak (HJ – BV) – BT – B
DOL = Marjin Kontribusi
DCL = EBIT Q (HJ – BV)
EBIT =
Laba Sebelum pajak (HJ – BV) – BT - B

Keterangan Q = Kuantitas Penjualan

HJ = Harga Jual per unit

BV = Biaya Variabel per unit

BT = Biaya Tetap (Total)

B = Bunga

24
4. Kesimpulan
a. Dari rumusan yang telah dibahas maka arti sederhana dari:
1) DOL (degree of levarage) adalah seberapa besar kenaikan atau
penurunan EBIT disebabkan kenaikan atau penurunan EBIT disebabkan
kenaikan atau penurunan penjualan.
2) DFL (degree of financial levarage) adalah mengukur seberapa besar
kenaikan atau penurunan laba bersih penurunan EBIT.
3) DCL(degree of combined levarage)adalah mengukur seberapa besar
kenaikan atau penurunan laba bersih disebabkan kenaikan atau
penurunan penjualan.
b. DOL sebesar 4 kali, berari jika penjualan naik 50% maka EBIT akan naik
sebesar 200% (4 x 150%). Tetapi sebaliknya jika terjadi penurunan
penjualan 50% mengakibatkan EBIt juga akan turun 200%.

Jadi DOL yang tinggi (biaya operasi tetap yang tinggi) akan menaikan EBI
cukup besar dengan hanya sedikit kenaikan penjualan (volume),
sebaliknya resiko yang cukup tinggi pula, jika terjadi sedikit saja
penurunan penjualan.

c. DFL sebesar 5 kali mempunyai arti, bahwa jika EBIT naik sebesar 200%,
maka laba bersih aka sebesar 1.000% atau5 x 200%. Tetapi sama dengan
pembahasan DOL, jika terjadi penurunan EBIT 200%, maka laba bersih
akan mengalami penurunan sebesar 5 x 200% atau 1000%.

Penurunan laba bersih atau risiko yang berkaitan dengan kewajiban tetap
seperti bunga pinjaman akan lebih tinggi pula.

Jika perusahaan tidak menggunakan modal asing (pinjaman), meskipun


DFL rendah, tetapi risiko (penurunan) EBIT, tidak terlalu besar
mempengaruhi perubahan laba bersih.

d. DCL (Degree of Combination Leverage) atau sering disebut DTL (Degree


of Total Leverage).

25
Pada contoh di atas = 20 kali, menunjukkan bahwa jika penjualan naik
50%, maka laba bersih untuk pemegang saham (EFS = Earning per Share)
juga akan mengalami kenaikan sebanyak 1.000% atau (20 x 50%) atau
meningkat 10 kali.
Laba bersih pada contoh:
Laba bersih sebelum kenaikan Rp 240,-
Kenaikan 10 x Rp 240,- Rp 2.400,-

Laba bersih setelah kenaikan Rp 2.640,-

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perencanaan laba merupakan rencana kerja perusahaan untuk
mencapai target laba yang telah ditentukan. Sedangkan pengendalian
merupakan suatu langkah yang dilakukan manajemen untuk menigkatkan
kecenderungan pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam tahap
perencanaan dan juga untuk memastikan bahwa seluruh bagian organisasi
berfungsi sesuai dengan kebijakan cukup penting bagi manajemen,
perencanaan efektif dan pengendalian laba yang sistematis.

Dalam perencanaan laba, manajer dapat menentukan aktivitas-aktivitas


perusahaan untuk mencapai target laba yang telah berjalan dengan baik.
Dalam perencanaan laba melibatkan kegiatan seperti penetapan tujuan dan
target laba yang realistis serta cara untuk mencapainya. Laba dapat
ditingkatkan dengan cara meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya,
menghilangkan pengulangan beberapa pekerjaan-pekerjaan serta ketidak
konsistenan

B. Saran
Makalah ini dibuat untuk memberi motivasi pada pembaca agar
pembaca dapat lebih memahami tentang Perencanaan dan Pengendalian Laba.
Di dalam makalah ini sudah banyak dijelaskan beberapa tentang Perencanaan
dan Pengendalian Laba. Semoga makalah ini berguna, saran dan kritiknya
saya harapkan dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kamaruddin. (2009). Akuntansi Manajemen: Dasar-dasar Konsep Biaya


dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: Rajawali Pers

Proses Perencanaan dan Pengendalian Laba. (2019). “Perencanaan dan


Pengendalian Laba”. (http://akuntansi4b.blogspot.com). Online Tanggal
12 Oktober 2019

28

Anda mungkin juga menyukai