Anda di halaman 1dari 81

Interpretasi Kuantitatif: Pendekatan Baru dengan Menggunakan Inpefa

Dan IWF dalam Mengkarakterisasi Reservoir Karbonat di Cekungan


Jawa Barat
Quantitative Interpretation: A Novel Approach Using INPEFA and IWF in Characterizing
Carbonate Reservoir on West Java Basin

Mohammad Hasyim Taufik1*, Adisa Putri Utami1, Fitriah Nuraeni 1


1
Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha Nomor 10, Coblong, Bandung, Jawa Barat 40132

*) Email: hatsyim@gmail.com

ABSTRAK

Kesalahan analisa dalam melakukan interpretasi data seismik merupakan hal yang sangat berbahaya dalam proses
eksplorasi minyak dan gas. Untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi, dibutuhkan pemahaman geologi yang
baik, ketersediaan data yang memadai juga dapat mengurangi potensi kesalahan. Sebagai upaya dalam mengurangi
ambiguitas dari analisa kualitatif, analisa kuantitatif dapat dilakukan pada data yang tersedia. Penelitian ini dilakukan
untuk dapat mengatasi dua permasalahan pada tahapan pembuatan model statik; rendahnya nilai resolusi vertikal
seismik dan tidak tersedianya data seismik pre-stack. Dengan hanya memanfaatkan data seismik post-stack 3D yang
memiliki tuning amplitude lebih besar dibandingkan lapisan zona reservoar, penelitian ini akan membahas cara lain
dalam analisa data seismik kuantitatif untuk melakukan karakterisasi zona reservoar, sebagai upaya dalam mengurangi
nilai ambiguitas akibat analisa kualitatif yang dilakukan saat proses korelasi sumur. Penelitian ini mengemukakan dua
inovasi metode dalam analisa kuantitatif. Penelitian ini menerapkan iterative Wiener filter (IWF) sebagai upaya dalam
menanggulangi ketidakmampuan data seismik dalam meresolusi lapisan reservoar, Metode ini memanfaatkan prinsip
kerja dari optimum wiener filter yang biasa digunakan pada proses dekonvolusi processing data seismik, yang juga
berfungsi dalam peningkatan resolusi vertikal. Penelitian ini memanfaatkan Wiener filter dalam peningkatan kualitas
data pada proses transformasi multiatribut. Selain metode IWF, penelitian ini juga menerapkan metode lain yakni
integrated prediction error filter analysis (INPEFA). Metode ini digunakan sebagai upaya dalam peningkatan
keakuratan dalam melakukan korelasi sumur. Proses delineasi zona reservoar melalui data sumur merupakan tahapan
awal yang sangat penting dalam pembuatan model statik. Pembuatan model statik yang baik nantinya akan
berpengaruh pada proses kalkulasi volumetrik reservoar yang relevan pula. Interpretasi data yang dilakukan secara
kuantitatif, menunjukkan peningkatan kualitas data saat melakukan proses korelasi sumur secara kualitatif.
Peningkatan ini ditunjukkan dengan kurva hasil INPEFA yang mampu mendeteksi perubahan iklim dan ukuran butir
secara lebih rinci. Zona reservoar dapat secara lebih detil dipetakan menggunakan transformasi multiatribut seismik.
Proses IWF mampu mengurangi nilai eror (hingga 38%) sekaligus meningkatkan nilai korelasi (hingga 38%) pada
proses transfromasi multiatribut. Penggunaan kedua metode terbukti dapat meningkatkan kualitas data pada pembuatan
model statik. Pemodelan statik yang baik dilakukan dengan mempertimbangkan analisa kuantitatif dan penerapan
metode IWF dinilai mampu merepresentasikan sebaran zona reservoar pada cekungan Jawa Barat ini.

Kata kunci: INPEFA, IWF, Interpretasi Kuantitatif, Model Statik

ABSTRACT

Misinterpretation of seismic data could lead to disastrous impact towards oil and gas exploration process. As a way to
prevent it, seismic interpreters should have strong both geological and geophysical background, in addition to that,
the wide range of available dataset is also plays an imperative part. Quantitative interpretation improves the
conventional qualitative method in application of seismic and wireline logs data by narrowing the ambiguities thus
decreasing the error. This paper provides two example of relatively new methods in quantitative interpretation. We
approach the enhancement of vertical seismic resolution by applying iterative Wiener Filter (IWF) through multi-
attribute seismic analysis, another method that we provide during this research is the integrated prediction error filter
analysis (INPEFA). The INPEFA is applied during well correlation process. The well correlation process affects the
whole process in building static model, we approach the improvement in delineating reservoir zones using INPEFA.
The changes in clay minerals of siliciclastic sediments as well as the mean sea level changes both are governed by the
INPEFA trends. The result of INPEFA shows that, when the provided wireline log is high frequency or noisy, the
interpretation of both lithofacies and electrofacies becomes straightforward. The IWF result shows significant a
decrease in error value by 38 percent and an increase in correlation value by 38 percent. Combining these two
processes with a thoroughly analysis of the carbonate reservoir will result in advanced carbonate reservoir distribution
in this West Java basin.

Keywords: INPEFA, IWF, Quantitative Interpretation, Static Model


1. PENDAHULUAN / INTRODUCTION hasil gamma ray log yang digunakan langsung
berhubungan dengan perubahan komposisi clay
Proses pengolahan data sumur untuk mineral, sehingga analisa gamma ray log dapat
mendapatkan properti geologi yang logis dan mengandung informasi tentang ukuran butir lapisan
memiliki korelasi dengan kondisi yang sebenarnya, bawah permukaan. Pada penelitian ini, akan dibahas
merupakan langkah yang fundamental dalam proses pemanfaatan IWF dan INPEFA pada reservoar
pemodelan reservoir. Untuk sampai pada hasil karbonat di cekungan Jawa Barat, sehingga analisa
model yang realistis dan berkorelasi dengan keadaan lebih lanjut dari pengaplikasian INPEFA haruslah
geologi bawah permukaan, langkah terpenting dalam memiliki korelasi logis dengan kondisi geologi yang
pemodelan adalah interpretasi data sumur dan tersedia.
seismik. Data seismik menghasilkan rekaman
dengan resolusi lateral yang baik, sedangkan data Geologi Daerah Penelitian
sumur menghasilkan rekaman dengan resolusi
vertikal yang baik. Data seismik dan data sumur Periode awal sedimentasi di Cekungan Jawa
yang tersedia dapat memberikan tambahan informasi Barat Utara dimulai pada kala Eosen Tengah–
dalam memetakan persebaran zona reservoir. Oligosen Awal (fase transgresi) yang menghasilkan
Kesalahan dalam tahapan statik modeling sedimentasi vulkanik darat–laut dangkal dari
merupakan kesalahan fatal dalam proses eksplorasi Formasi Jatibarang (gambar1).
dan pengembangan suatu lapangan migas. Pada
umumnya, banyak kesalahan yang terjadi karena
kurangnya pemahaman yang komprehensif
mengenai hasil interpretasi data seismik dan data
sumur. Selain itu, kendala yang terkadang ditemukan
adalah ketidakmampuan gelombang seismik dalam
meresolusi tebal lapisan reservoir. Oleh karena itu
telah banyak dikembangkannya beberapa metode
geostatistik untuk menjawab permasalahan tersebut,
salah satunya adalah pengaplikasian multi atribut
seismik.
Pada multi atribut digunakan lebih dari satu
atribut untuk memprediksi beberapa properti fisik
batuan (Hampson dkk, 2001). Penelitian ini juga
membahas mengenai pengaplikasian IWF dan
INPEFA dalam optimalisasi transformasi
multiatribut seismik agar membantu meresolusi
ketebalan dari reservoir pada daerah penelitian.
Batas minimal dari ketebalan lapisan batuan yang
dapat dibedakan oleh gelombang seismik disebut
tuning thickness, biasanya besar tuning thickness
yang digunakan adalah ¼ dari panjang gelombang
seismik (Sheriff, 2002). Pada prinsipnya, IWF
merupakan salah satu filter yang didesain
sedemikian rupa agar dapat menghasilkan suatu nilai
least-square error yang paling minimum antara
output sebenarnya dengan output yang diinginkan
(Robinson dkk, 2006).
Proses INPEFA pada dasarnya merupakan
langkah matematis dalam melakukan korelasi sumur Gambar 1. Stratigrafi Regional Cekungan Jawa Barat
dan penentuan sekuen stratigrafi menggunakan data Utara dan target penelitian (kotak bergaris putus merah)
(Widianto, 2006).
sumur yang pada umumnya dilakukan secara
kualitatif. Tantangan muncul saat seorang
Periode selanjutnya merupakan fase
interpreter dihadapkan dengan data sumur yang
transgresi yang berlangsung pada kala Oligosen
terlalu noisy (berfrekuensi tinggi) sehingga analisa
Akhir–Miosen Awal yang menghasilkan sedimen
fasies sulit untuk dilakukan secara kualitatif. Proses
trangresif transisi–deltaik hingga laut dangkal yang
INPEFA secara matematis memanfaatkan proses
setara dengan Formasi Talang Akar pada awal
autoregresi linear (Burg, 1975). Hasil dari metode ini
permulaan periode. Pada Akhir Miosen Awal daerah
dapat menggambarkan keadaan muka air laut yang
cekungan relatif stabil, dimana karbonat
berkaitan dengan iklim saat suatu formasi terbentuk.
berkembang baik sehingga membentuk setara
Metode ini umumnya digunakan pada suatu formasi
dengan formasi Baturaja, sedangkan bagian timur
yang terdiri dari batuan-batuan silisiklastik, karena
merupakan dasar yang lebih dalam. Pada kala
Miosen Tengah yang merupakan fase regresi, sumur yang sensitif tersebut akan disebar ke dalam
Cekungan Jawa Barat Utara diendapkan sedimen- bentuk volume 3D dan nantinya dilakukan proses
sedimen laut dangkal dari formasi Cibulakan Atas. transformasi seismik multiatribut (regresi linear)
Sumber sedimen yang utama dari formasi Cibulakan dengan menerapkan IWF dan INPEFA sebagai
Atas diperkirakan berasal dari arah utara–barat laut. atribut eksternal. Secara lebih spesifik, seluruh alur
Pada akhir Miosen Tengah kembali menjauhi pengerjaan yang dilakukan pada penelitian ini
kawasan yang stabil, batugamping berkembang tercantum pada gambar 3.
dengan baik. Perkembangan yang baik ini
dikarenakan aktivitas tektonik yang sangat lemah
dan lingkungan berupa laut dangkal. Kala Miosen
Akhir–Pliosen (fase regresi) merupakan fase
pembentukan Formasi Parigi dan Cisubuh. Kondisi
daerah cekungan mengalami sedikit perubahan
dimana kondisi laut semakin berkurang masuk ke
dalam lingkungan paralik.

Gambar 3. Flowchart pengolahan data umum.

Metode Sensitivity Analysis


Gambar 2. Peta Lokasi Cekungan Jawa Barat Utara dan Proses ini dilakukan untuk menentukan
Lokasi Pengukuran (kotak merah) (Anonim, 2006).
parameter yang dapat memisahkan litologi pada
Daerah penelitiaan merupakan sumur daerah penelitian. Proses ini penting dalam
eksplorasi yang secara geografi terletak + 25 km persebaran parameter yang nantinya hendak
sebelah barat laut kota Rengasdengklok atau ± 35 km dijadikan acuan dalam memprediksi persebaran zona
sebelah utara kota Bekasi, di Kabupaten Karawang, reservoir yang diharapkan. Analisis ini dilakukan
Jawa Barat (gambar 2). Dilakukannya eksplorasi dengan cara cross-plot antara satu parameter atribut
pada daerah ini yaitu untuk membuktikan kandungan sumur dengan parameter lainnya, dan dibantu oleh
hidrokarbon di MMC (Mid Main Carbonate) dalam parameter ketiga yaitu color key berupa resistivitas
Formasi Cibulakan Atas yang terperangkap dalam yang menyediakan informasi tambahan pada hasil
kombinasi jebakan struktur dan stratigrafis. Secara cross-plot yang dilakukan. Parameter yang
regional Prospek ini berada dibagian barat Tinggian dikatakan sensitif terhadap data penelitian adalah
Rengasdengklok bagian barat laut, pada perbatasan parameter yang secara jelas dapat membentuk
dengan Tinggian Tambun. Perangkap pada lapangan semacam zonasi dengan trend tertentu pada hasil
FN merupakan struktur 4-way dip closure, faulted, cross-plot.
dan perangkap stratigrafi. Perangkap pada zona
“MMC” adalah struktural dan stratigrafis, karena Metode IWF
adanya perubahan fasies batugamping.
IWF merupakan pengembangan dari metoda
2. METODE PENELITIAN / METHODS Optimum Wiener Filter, metode ini merupakan salah
satu metode yang memiliki banyak kegunaan,
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini diantaranya adalah menaikkan resolusi dari data
diharapkan dapat menghasilkan data yang lebih seismik. Pada penelitian ini mengasumsikan data
kompeten pada saat melakukan properti modeling. input dan output- nya merupakan linear time variant
Penelitian ini mencakup proses sensitivity analysis sehingga diperoleh suatu OWF yang dapat
untuk mendapatkan properti sumur yang sensitif diaplikasikan pada data lapangan. Sistem Linear
dalam membedakan litologi pada lokasi penelitian. Time Invariant (LTI) merupakan sistem di mana
Selain itu, akan dibahas juga estimasi wavelet yang output dan input dihubungkan melalui persamaan
memiliki nilai korelasi tinggi saat melakukan well to linear, serta output tidak dipengaruhi oleh perbedaan
seismic tie pada penelitian ini. Selanjutnya properti waktu antara data input dan data output. Pada sistem
LTI input dan output memenuhi teori superposisi
(penjumlahan dan homogenitas) karena bersifat
linear, dan apabila terjadi pergeseran waktu pada
sinyal input, maka pergeseran tersebut akan dialami
juga oleh sinyal output dengan besar yang sama
(Sacchi, 2002).
Pada prinsipnya metode ini merupakan salah
satu filter yang didesain sedemikian rupa agar dapat
menghasilkan suatu nilai least-square error yang
paling minimum antara output sebenarnya dengan
output yang diinginkan (Yilmaz, 1987), seperti pada
Gambar 5. Konsep Pseudo Depth (Muszagia, 2018).
gambar 4. Keistimewaan dari filter ini adalah kita
bisa mendapatkan filter dengan panjang n yang dapat
Metode Analisa Multiatribut Seismik
mengubah input ke dalam berbagai jenis output yang
diinginkan, di mana output yang diinginkan menjadi Proses ini merupakan langkah yang
dasar dalam perancangan filter ini (Robinson dan dilakukan untuk melibatkan atribut-atribut seismik
Treitel, 2006). Selanjutnya menggabungkan filter dalam karakterisasi zona reservoir yang dilakukan
tersebut dengan beberapa atribut untuk dengan membuat model volume properti sumur.
menghasilkan resolusi data seismik yang lebih baik. Transformasi ini memanfaatkan beberapa turunan
Alur pengerjaan dari metode IWF ini tercantum pada seismik atribut dan mencari korelasi antara atribut-
gambar 4. atribut yang digunakan dengan data sumur yang
akan disebar dalam spasi ruang (volume).
�(�) = �0 + �1�1(�) + �2�2(�) + �3�3(�)
Rumus yang digunakan dalam metoda multiatribut :

1
�2 = ∑(� − � + + �2 �2�

� 0
�=1 �1 �1�
+ �3 �3� )2

Metode PEFA

Secara umum, prediction error filter analysis


merupakan selisih antara nilai data gamma ray log
yang digunakan, dengan data hasil prediksi
autoregresi linear menggunakan filter Burg. Secara
matematis, proses pada metode ini merupakan hasil
konvolusi antara koefisien filter Burg dengan data
gamma ray log yang digunakan.

���� = ∑ �� ∗
Gambar 4. Alur pengerjaan IWF sebagai tahap pre ��
conditioning data seismik. �=1
Keterangan :
Metode Pseudo Depth � ∶ Length data
�� ∶ Burg ′ s Coefficient
Pseudo Depth yaitu sumur dengan tebal yang �� ∶ Data (����� ��� ���)
berbeda-beda dibuat menjadi seolah-olah tebalnya
sama. Konsep pseudo depth ditunjukkan oleh Metode INPEFA
gambar 5. Kedalaman masing-masing sumur
ditransformasikan menjadi kedalaman baru dengan Secara umum, INPEFA merupakan spectral
acuan target reservoir yang paling tebal dengan cara trend dari data gamma ray log yang digunakan, alur
melakukan strech data menggunakan pseudo- pengolahan data INPEFA seperti tertera pada
velocity yang nilainya berbeda-beda disetiap sumur. gambar 6. Analisa perubahan clay mineral dan
perubahan muka air laut sejatinya didasari oleh
perubahan dari spectral trend gamma ray log yang
digunakan. Berikut workflow dalam proses
perhitungan INPEFA.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN / RESULTS
AND DISCUSSION

Metode INPEFA

Gambar 7. Hasil korelasi kuantitatif menggunakan metode


INPEFA pada ketiga sumur dengan fokus penelitian
(kotak biru) Pewarnaan INPEFA log tidak menunjukkan
warna litologi melainkan berdasarkan nilai rendah (hijau)
Gambar 6. Flowchart pengolahan data INPEFA (Huang, dan nilai tinggi (kuning).
2014).
Metode INPEFA yang biasa dilakukan pada
Secara matematis, INPEFA adalah hasil
reservoar klastik, haruslah dianalisa dengan
integrasi dari PEFA atau secara lebih umum
beberapa data tambahan saat digunakan pada
dijelaskan pada persamaan di bawah :
reservoar karbonat. Pada penelitian ini, analisa yang
�−1 dilakukan menggunakan beberapa data tambahan
seperti data cutting analysis, core analysis, dan data
������ = ∑ ����(�����ℎ ���� − 1) mud log. Hasil dari trend INPEFA log pada gambar
�=0
7 menunjukkan trend yang mengecil dari bawah ke
atas saat terjadi coarsening upward pada suksesi
vertikal dan membesar ke atas saat terjadi fining
upward pada suksesi vertikal.
Ambiguitas akan muncul saat analisa
INPEFA log dilakukan pada formasi non-klastik.
Ambiguitas ini terjadi karena pada rservoar non-
klastik perubahan trend INPEFA log tidak
berasosiasi langsung terhadap kandungan clay
mineral sehingga saat nilai gamma ray log rendah,
litologi formasi dapat tersusun oleh batupasir
maupun karbonat (Emery dan Myers, 1996).
Sehingga, analisa INPEFA pada reservoar karbonat
pada penelitian ini membutuhkan data tambahan dari
data cutting, core, dan mud logs untuk menentukan
Keterangan :
top tiap formasi. Fokus penelitian tergambar pada
N : Length data
bagian berwarna biru transparan pada gambar 7.
Metode IWF

Gambar 8. Histrogram dari data porositas efektif pada


sumur 1,2, dan 3.

Gambar 11. Plot nilai volume of shale dan pseudo volume


of shale untuk ketiga sumur, dan hasil filter yang telah
dilakukan iterasi.

Tabel 2. Hasil korelasi antara volume of shale dengan


pseudo volume of shale

Iterasi Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3


1 0.9113 0.8875 0.9916
2 0.9198 0.8937 0.9915
3 0.9235 0.8966 0.9904
4 0.9254 0.8988 0.9893
5 0.9267 0.9003 0.9885
6 0.9276 0.9015 0.9878
Gambar 9. Plot nilai porositas efektif dan pseudo porositas
efektif untuk ketiga sumur, dan hasil filter yang telah 7 0.9282 0.9023 0.9873
dilakukan iterasi. 8 0.9288 0.9030 0.9869
9 0.9292 0.9036 0.9865
Tabel 1. Hasil korelasi antara porositas efektif dengan
pseudo porositas efektif 10 0.9295 0.9040 0.9862
11 0.9298 0.9044 0.9859
Iterasi Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 12 0.9300 0.9047 0.9857
1 0.9495 0.9336 0.9768 13 0.9302 0.9049 0.9855
2 0.9560 0.9399 0.9788 14 0.9304 0.9051 0.9854
3 0.9584 0.9420 0.9787 15 0.9305 0.9053 0.9852
4 0.9592 0.9428 0.9786 16 0.9306 0.9054 0.9851
5 0.9594 0.9432 0.9787 17 0.9307 0.9056 0.9850
6 0.9595 0.9434 0.9788 18 0.9308 0.9057 0.9850
7 0.9595 0.9435 0.9789
Itterative Wiener Filter ini pada dasarnya
sama seperti Optimum Wiener Filter, namun pada
IWF dilakukan perulangan/iterasi pada nilai input
yang digunakan, di mana pada iterasi pertama nilai
input menggunakan nilai impedansi akustik, dan
nilai input pada iterasi selanjutnya menggunakan
nilai actual output yang merupakan hasil filter dari
nilai input sebelumnya dengan menggunakan filter
wiener, begitu seterusnya untuk iterasi ke-n.

Gambar 10. Histrogram dari data volume of shale pada


sumur 1,2, dan 3.
Berdasarkan hasil iterasi yang telah Integrasi Metode INPEFA dan IWF
dilakukan dengan menggunakan filter wiener,
korelasi yang dihasilkan antara desired output dan
actual output terus meningkat pada sumur 1 dan 2
seiring dilakukannya iterasi, namun berkurang pada
sumur 3 seperti tertera pada tabel 1. dan tabel 2. Hal
ini disebabkan oleh adanya perbedaan nilai properti
sumur yang digunakan antara sumur 1 dan 2 dengan
sumur 3 sehingga pencarian korelasi antara
ketiganya menimbulkan nilai korelasi yang semakin
berkurang seiring bertambahnya iterasi.

Gambar 13. Sebaran dua nilai properti sumur pada target


horizon sebelum diaplikasikannya IWF pada analisa
multiatribut seismik, porositas efektis (kiri) dan volume of
shale (kanan) colorkey yang digunakan berjenis sama
dengan rentang nilai sesuai data yang digunakan.

Gambar 12. Cross-plot perbandingan antara porositas


efektif (dua paling atas) dan volume of shale (dua paling
bawah). Perbandingan antara sebelum diaplikasikan IWF
(dua gambar kiri) dan sesudah (dua gambar kanan).

Hasil pengaplikasian IWF dalam upaya


meningkatkan kualitas resolusi seismik
menggunakan analisa multi atribut seismik,
menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Pada penggunaan properti porositas efektif
sebagai target, penggunaan IWF (gambar 12 bagian
kanan atas) sebagai atribut eksternal mampu
meningkatkan nilai cross-correlation dari 0.574
menjadi 0.787 dan mampu menekan nilai eror dari Gambar 14. Sebaran dua nilai properti sumur pada target
0.085 menjadi 0.064. horizon setelah diaplikasikannya IWF pada analisa
multiatribut seismik, porositas efektis (kiri) dan volume of
Pada penggunaan properti volume of shale
shale (kanan) colorkey yang digunakan berjenis sama
sebagai target, penggunaan IWF (gambar 12 bagian dengan rentang nilai sesuai data yang digunakan.
kanan bawah) sebagai atribut eksternal mampu
meningkatkan nilai cross-correlation dari 0.490 Dengan membandingkan kedua gambar 13
menjadi 0.654 dan mampu menekan nilai eror dari dan gambar 14, dapat terlihat jelas adanya
0.218 menjadi 0.194. peningkatan resolusi data setelah pengaplikasian
IWF untuk mengetahui sebaran properti sumur. Pada
gambar 13, terlihat bahwa metode multiatribut
konvensional masih kurang mampu dalam
memetakan properti sumur di sekitar sumur
penelitian yang memiliki nilai frekuensi jauh lebih
tinggi dibanding data seismik yang tersedia. Hal ini
dapat terlihat dari hasil sebaran volume of shale yang
masih menunjukkan adanya apparent layering yang
tidak sesuai dengan litologi pada lapangan
penelitian. Pada gambar 14, properti sumur lebih
jelas teresolusi di sekitar sumur penelitian, hal ini
ditunjukkan dengan tidak ditemukannya apparent
layering yang secara geologi tidak memiliki korelasi UCAPAN TERIMAKASIH /
yang logis. Berdasarkan data geologi yang ada, pada ACKNOWLEDGMENT
interval horizon penelitian, batuan tersusun atas
fasies wackestone-packestone pada sumur 3 dan Penulis mengucapkan terimakasih kepada
batulempung pada sumur 1 dan 2. Departemen Teknik Geofisika Institut Teknologi
Hasil sebaran yang didapatkan kemudian Bandung yang telah membantu perihal pembuatan
dibandingkan dengan data-data yang tersedia: Paper ini. Pemikiran, penelitian, dan kesimpulan
cutting analysis (gambar kecil pada 13 dan 14 kolom atau rekomendasi yang tercantum pada publikasi ini
1) dan analisa litologi core (gambar kecil pada 13
adalah buah karya penulis. Terimakasih juga penulis
dan 14 kolom 2 dan 3). Hasil sebaran porositas
ucapkan untuk seluruh pihak yang tekah membantu
efektif (gambar 14 kanan) memiliki korelasi dengan
dalam penyelesaian penelitian ini. . Terutama kepada
analisa data tambahan yang digunakan. Pada sumur
1 dan sumur 2 nilai porositas yang diperoleh bernilai Bapak Ignatius Sonny Winardhi sebagai Pembina
sangat rendah, hal ini terlihat pada analisa core dan yang selalu memberikan masukan dan saran yang
cutting yang didominasi oleh batulempung dengan membangun pada penulisan karya tulis ini.
sedikit perselingan karbonat. Pada sumur 3 nilai Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Mas M.
porositas yang diperoleh bernilai sangat relatif Reza selaku pembimbing penulis selama masa kerja
tinggi, hal ini terlihat pada analisa core dan cutting praktik di PT. Pertamina EP.
yang didominasi oleh batupasir dan karbonat dengan
sedikit perselingan batulempung. Warna litologi DAFTAR PUSTAKA / REFERENCES
yang digunakan pada tiap-tiap data core antar sumur
berbeda-beda. [1] Emery, D and Myers, KJ, (ed). (1996).
Sequence stratigraphy. Blackwell science
4. KESIMPULAN / CONCLUSION limited. pp.297.
[2] Hampson, D.P., Schuelke, J. S., and Quireor, J.
1. Metode INPEFA mampu meningkatkan A. (2001). Use of multi attribute transforms to
kualitas data sumur saat data yang digunakan predict log properties from seismic data.
ringy karena memiliki frekuensi yang tinggi. Geophysics, 66, 1.
Saat metode ini digunakan pada reservoar [3] Huang, J. (2014). Study of autoregressive (ar)
non-klastik, dibutuhkan data tambahan untuk spectrum estimation for vibration signals of
industrial steam turbines. International Journal
dapat menganalisa trend dari INPEFA log
of Control and Automation. 7. 8. Pp 349-362.
dan untuk menghindari ambiguitas saat nilai
[4] Muszagia, A. D. (2018). Aplikasi filter wiener
bacaan gamma ray log rendah yang multi- optimum sebagai tahap pre-conditioning data
tafsir dalam penentuan litologi. seismik untuk memprediksi properti reservoir,
2. Metode IWF mempu mengoptimalisasi hasil Tugas Akhir Program Sarjana, Institut
dari analisa multiatribut dengan cara Teknologi Bandung.
memprediksi suatu attribut dengan [5] Sacchi,M. D. (2002). Statistical and transform
menggunakan pseudo attribute nya. Tingkat methods in geophysical signal processing (pp.
keakuratan metode ini dipengaruhi variasi 29). Canada : Department of Physics, University
dari properti sumur yang digunakan dan of Alberta.
tingkat frekuensi data. Kedua faktor ini juga [6] Sheriff, R.E. (2002). Encyclopedic dictionary of
memengaruhi jumlah iterasi yang digunakan applied geophysics (4th Ed.). United States of
pada proses IWF untuk mendapatkan hasil America : Society of Exploration
Geophysicists.
korelasi yang baik.
[7] Widianto, Eko. (2018). Petroleum system of
3. Integrasi kedua metode dalam menentukan
northwest java basin based on gravity data
kemungkinan distribusi reservoar karbonat analysis. IOP Conference Series: Earth and
pada penelitian ini menunjukkan hasil yang Environmental Science. 106.
cukup signifikan dalam peningkatan resolusi. [8] Yilmaz, O. (1987). Seismic data processing.
Kedua metode ini mampu meningkatkan United States of America: Society of
hasil analisa multi-atribut seismik dengan Exploration Geophysicis
meningkatnya nilai korelasi dan penurunan
nilai eror yang masing-masing 38% dan 38%.
Sebaran properti sumur yang didapatkan akan
semakin mendekati data-data geologi yang
tersedia jika sumur yang digunakan lebih
tersebar spasial.
Penentuan Zona Permeabel pada Prospek Geotermal Way Umpu, Provinsi
Lampung Berdasarkan Analisa Citra Satelit & Geostatistik Unsur Hg

Aditya Rizki Ramadhan 1,a), Dhyandra Widhiastari Nugrahandita1,b), Berta Syafira


Putri 1,c)
1
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknlogi Kebumian, ITB
Jalan Ganeca 10, Kota Bandung, Kode Pos: 40116

Email: a)adityarizkiramadhan@gmail.com, b) dhyandrawnugrahandita@gmail.com, c)


bertasyafira1996@gmail.com

ABSTRAK

Hasil survei tanah dengan pengambilan sampel Hg oleh Badan Geologi di daerah Way Umpu
menunjukan bahwa anomali Hg tidak berhubungan dengan keberadaan mata air panas, padahal keberadaan mata air
panas dan anomali unsur Hg akan menunjukan zona permeabel. Perbedaan ini disebabkan karena metode delineasi
anomali Hg dan analisa struktur geologi belum optimal. Oleh karena itu, riset ini melakukan analisa citra satelit
untuk mengetahui keberadaan struktur geologi dan analisa geostatistik untuk mendelineasi anomali Hg sehingga
dapat menentukan zona permeabel. Penelitian ini menggunakan data sekunder berjumlah 149 data Hg dry basis,
Data SRTM dan Citra Satelit Landsat 8 OLI. Metode Fault Fracture Density (FFD) pada data SRTM menggunakan
software QuantumGIS dan Arcmap, didapatkan area densitas kelurusan tinggi pada wilayah barat daerah penelitian
dengan trend regional berarah timur laut - barat daya yang sesuai dengan pola struktur orde dua Pulau Sumatra
bagian selatan. Keberadaan struktur yang diintrepetasikan sebagai sesar yang permeabel dibuktikan oleh keberadaan
anomali suhu tanah sebesar 29oC-34,3oC yang berarah timur laut - barat daya. Pengolahan data citra Landsat
digunakan untuk mengetahui tutupan lahan oleh vegetasi, hingga didapatkan area yang terpengaruh oleh aktivitas
geotermal. Perhitungan kerapatan titik-titik yang memiliki nilai NDVI yang sama dengan area air panas menunjukan
kerapatan tertinggi berada di bagian lereng Gunung Remas dan timur Gunung Punggur. Analisis data Hg Dry Basis
dilakukan dengan Exploratory Data Analysis (EDA) dalam bentuk Descriptive Analysis, Histogram, Box and
Whisker menggunakan software Microsoft Excel 2010. Hasil EDA menyimpulkan bahwa data memiliki outlier
dengan skewness 0.97. Model variogram terpilih didapat setelah beberapa pemodelan dengan hasil yang optimal
adalah model spherical dengan nugget 120, sill 3800, dan range 5800 meter. Berdasarkan hasil olah kriging
menggunakan software ILWIS terdapat anomali Hg di Gunung Punggur, anomali ini berkaitan dengan zona
permeabel pada area prospek geotermal. Hasil kriging dikoreksi oleh eror kriging sehingga hasil kriging dianggap
valid. Riset ini menyimpulkan bahwa Zona permeabel berada di bagian tengah area penelitan sepanjang sesar timur
laut - barat daya, lereng bagian utara Gunung Remas dan lereng bagian timur Gunung Punggur.

Kata kunci : Hg, Fault Fracture Density, Landsat 8, Zona permeabel Geotermal, Way Umpu

ABSTRACT

Soil survey with Hg samples from Badan Geologi shows that Hg anomalies in Way Umpu Area unrelated with hot
spring zone, besides hot spring and Hg anomalies shows permeable zone. Differences are detected because Hg
anomaly deliniation and geology structure analysis are not optimum. Therefore, this research is used remote sensing
analysis to detect geology structure and geostatistic analysis to deliniate Hg anomalies, then combine both to define
permeable zone. This research are using 149 secondary Hg dry basis data, SRTM & satellite image LANDSAT OLI 8.
Fault fracture density (FFD) method in SRTM data is processed by QuantumGIS and ArcMap software and find the
high fracture density zone in the western of Way Umpu Area with Southeast-Northwest trend and parallel with second
massive active structure in South Sumatra Region. This structure is intepreted as permeable fault zone which has
southeast-northwest trend with temperature anomalies between 29-34,3 Celcius degree. Satellite image LANDSAT
processing is used to shows vegatation distribution to define geothermal activities on surface. Area with similiar
NDVI value with hot spring occurance shows in Remas Mount Slope and eastern of Punggur Mount. Hg dry basis is
analyzed with Microsoft Excel 2010. EDA shows the data contains outliers with skewness 0,97. The choosen
variogram model is the best optimum variogram in ILWIS software with nugget 120, sill 3800, and range 5800 m.
Depend on Krigging Analysis in ILWIS, Punggur Mount has anomalies and related to permeabel zone in geothermal
prospect area. Krigging map is corrected with Error Krigging Map and makes data more valid. Conclusion of this
research is permeable area is located at the center of Way Umpu Region along with southeast-northwest fault,
northern slope of Remas Mount and eastern slope of Punggur Mount.

Keywords : Hg, Fault Fracture Density, LANDSAT 8, Geothermal Permeable Zone, Way Umpu
1. PENDAHULUAN

Secara geografis, daerah Way Umpu berada di data, ketiga melakukan kriging dan kriging eror
Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung. Daerah untuk melihat penyebaran data.
geotermal Way Umpu ditandai dengan keberadaan Metode penentuan daerah Permeabel
sumber mata air panas yang berada disekitar sungai dengan menghitung panjang kelurusan tiap pixel
Way Umpu.Daerah geotermal Way Umpu dan NDVI , lalu dihasilkan peta Fault Fracture
berasosiasi dengan daerah vulkanik berumur Density. Kelurusan dan NDVI ini diasumsikan
kuarter, yaitu Gunung Remas, Gunung Ulujamus, berasosiasi dengan fracture atau fault di daerah
dan Gunung Punggur. panas bumi. Fault dan fracture ini diasumsikan
Keberadaan unsur Hg yang berasosiasi sebagai bidang lemah dan menjadi jalur pergerakan
dengan proses vulkanik (Rychagov, 2010), dapat fluida termal sehingga dapat menjadi petunjuk bagi
bervariasi antar satu tempat dengan tempat lain lokasi daerah permeabel atau reservoir (Bujung
daerah penelitian. Telah dilakukan pengambilan dkk, 2011). Persebaran suhu tanah digunakan untuk
beberapa sampel, lalu dianalisis untuk mengetahui mendukung analisa-analisa yang sudah ada.
besar kandungan unsur Hg dalam daerah
pengambilan sampel.
Berdasarkan analisa yang dilakukan oleh
Badan Geologi, daerah anomali konsentrasi Hg
tanah dengan kadar tinggi terletak disebelah barat
daerah penelitian, sementara disekitar pemunculan
mata air panas justru tidak menunjukkan adanya
anomali Hg tinggi. Anomali Hg tanah dengan
kadar tinggi tersebut diperkirakan tidak
berhubungan dengan sistem panas bumi di daerah
tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat
delineasi Zona permeabel prospek geotermal di
Way Umpu.
Metode penentuan nilai pada unsur Hg di
daerah yang tidak diambil sampelnya adalah
dengan menggunakan analisis metode geostatistik.
Pertama, dimulai dengan melakukan EDA untuk
Gambar 1 Peta Lokasi
melihat kenormalan data, kedua dilanjutkan dengan
membuat variogram untuk melihat hubungan antar

Gambar 2 Peta Daerah Studi


2. DATA DAN METODE PENELITIAN daerah dengan nilai NDVI yang sama diproses
menggunakan Isodata Clasification pada ENVI 5.3.
Terdapat 4 metode yang digunakan untuk Metoda analisa suhu tanah dilakukan
menentukan daerah geotermal, yaitu Ordinary untuk menentukan area terdampak oleh aktivitas
Kriging unsur Hg, Fault & Fracture Density geotermal. Terdapat 149 data suhu tanah. Data ini
klasifikasi NDVI (Normalized Difference diambil dengan cara menggali lubang sedalam satu
Vegetation Index) serta analisa suhu tanah. meter pada tanah lalu mengukur suhu di dalam
Ordinary Kriging pada unsur Hg menggunakan lubang tersebut. Pengukuran ini dilakukan oleh
data-data sekunder dari jurnal penelitian Pusat Tim Survei Terpadu dari PSDG. Analisa
Sumber Data Geologi yang berjudul, “Survei Geostatisik menunjukan data tidak memiliki
Terpadu Geologi, Geokimia, dan Geofisiska korelasi secara spasial, sehingga hanya di gunakan
Daerah Geotermal Umpu, Kabupaten Way Kanan, metoda tiga titik untuk mencari persebaran lateral
Provinsi Lampung”(Tim Survei Terpadu Badan dari suhu permukaan tanah menggunakan software
Geologi, 2012). Data diambil dari soil sampling di Surfer 11.
Way Kanan, Lampung. Jumlah data yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 149
datadengan pengambilan data secara regular
menggunakan metode gabungan antara kuantitatif
dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk
mencari estimasi nilai Hg dengan interpolasi
menggunakan aplikasi ILWIS 3.3 dan metode
kualitatif digunakan untuk melihat kolerasi antara
persebaran nilai Hg, strukrur geologi, suhu tanah
dan morfologi yang terdapat di daerah penelitian.
Pengolahan data pertama kali dilakukan
dengan melakukan analisis EDA (Exploratory Data
Analysis) melalui histogram, analisis deskriptif dan
box plot yang digunakan untuk melihat penyebaran
data dan kenormalan dari suatu data.Penelitian kali
ini tidak melakukan pembuangan data outlier
dimana nilai Hg yang terdapat pada data dianggap
ideal.
Fault & Fracture Density menggunakan data
SRTM 30m. Penentuan kelurusan menggunakan
Hillshading dari 4 arah azimuth, yaitu 45o,135o,
225o, dan 315o. Data kelurusan yang didapat di
plot pada rose net diagram untuk melihat arah
dominan kelurusan dan dibandingkan dengan
struktur regional yang diambil dari literatur.
Kerapatan kelurusan dapat dihitung dari
panjangnya kelurusan per pixel.
Metode klasifikasi NDVI dilakukan untuk
mendukung 2 metode sebelumnya. Asumsi yang Grafik 1 Diagram Alir
digunakan adalah panas yang dihasilkan oleh
sumber getoermal akan mempengaruhi kondisi
3. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
tutupan vegetasi diatasnya. Daerah manisfestasi
merupakan area yang mendapat pengaruh panas
dari sumber geotermal. Pengklasifikasian nilai Geomorfologi
NDVI dilakukan untuk mengetahui persebaran
daerah dengan nilai NDVI yang sama dengan nilai Geomorfologi pada daerah penelitian, seperti
NDVI daerah manisfestasi. yang terlihat di Gambar 2, dapat dikelompokan
Metode ini menggunakan data berupa citra menjadi empat satuan geomorfologi, yaitu :
Satelit Landsat 8 yang diambil pada 12 Juni 2016, 1. Satuan Geomorfik Kerucut Gunung api
jam 10.11 WIB. Radiometric Correction dan (warna merah)
FLAASH Correction dilakukan untuk 2. Satuan Geomorfik lembah (warna biru)
menghilangkan gangguan atmosfer dan gas-gas 3. Satuan Geomorfik Dataran (warna hijau)
lainya. Perhitungan NDVI dilakukan berdasarakan
nilai Band Red dan Band Near Infrared. Penentuan
Satuan ini tersingkap di sekeliling puncak
hingga kaki Gunung Ulujamus bagian atas.
Tersusun atas aliran lava andesitik hingga basaltik,
dan terkekarkan dengan intensif, baik berupa kekar
primer maupun kekar sekunder. Satuan ini di
beberapa tempat mengalami ubahan berupa mineral
sekumder lempung dan oksida besi.
3. Satuan Breksi Vulkanik Ulujamus (Qvbu)
Satuan breksi vulkanik Ulujamus tersebar di
lereng Gunung Ulujamus. Tersusun atas breksi
vulkanik dengan fragmen batuan andesit hingga
basalt hasil rombakan dari satuan lava Ulujamus.
Berdasarkan hubungan urutan pembentukan
terhadap satuan lainnya, satuan breksi vulkanik
Gambar 3 Peta Kontur Way Umpu Ulujamus berumur Kuarter.
4. Satuan Lava Gunung Punggur (Qvlp)
Satuan geomorfologi kerucut gunung api Satuan ini tersingkap di lereng Gunung Punggur
menempati sebagian besar daerah penelitian. bagian atas, tersusun atas aliran lava andesitik dan
Berada dibagian barat laut, barat, selatan dan basaltik, terkekarkan sangat intensif berupa kekar
tenggara deerah penelitian. Satuan geomorfologi berlembar. Puncak Gunung Punggur memiliki
lembah berada diantara satuan geomorfologi beberapa kubah lava yang seluruhnya berkomposisi
gunung api. Arah persebaran satuan ini dipengaruhi andesitik. Berdasarkan hubungan urutan
oleh keberadaan sesar yang berarah timur laur- pembentukan terhadap satuan lainnya, satuan lava
barat daya. Pada satuan ini muncul manisfestasi Gunung Punggur berumur Kuarter.
mata air panas. Satuan geomorfologi dataran 5. Satuan Breksi Vulkanik Gunung Punggur
berada di bagian timur dan timur laut daerah (Qvbp)
penelitan. Satuan breksi vulkanik Gunung Punggur
tersingkap dengan baik di sebelah selatan Gunung
Punggur. Tersusun atas breksi vulkanik dengan
fragmen andesit hingga basalt hasil rombakan dari
satuan lava Punggur. Berdasarkan hubungan urutan
pembentukan terhadap satuan lainnya, satuan
breksi vulkanik Gunung Punggur berumur Kuarter.
6. Satuan Lava Gunung Remas-1 (Qvlr-1)
Satuan ini tersingkap di lereng sebalah utara
dan selatan Gunung Remas. Tersusun atas satuan
lava andesitik yang mengalami proses pengekaran
cukup intensif. Kontak satuan ini di bagian lereng
utara Gunung Remas terbentuk tepat di atas satuan
breksi tuff. Berdasarkan hubungan urutan
pembentukan terhadap satuan lainnya, satuan lava
Gambar 4 Peta Satuan Geomorfologi Way
Umpu
Gunung Remas-1 berumur Kuarter.
7. Satuan Lava Gunung Remas-2 (Qvlr-2)
Volkanostratigrafi Satuan ini tersingkap di bagian atas kerucut
Gunung Remas berupa kubah-kubah lava
berkomposisi andesit terkekar membentuk kekar-
1. Satuan Batuan Breksi Tufaan (Qbt)
kekar berlembar dan tidak menunjukkan gejala
Satuan ini hampir tersingkap di seluruh daerah
ubahan. Berdasarkan hasil analisis umur batuan
penelitian. Terdiri atas breksi polimiktik, dengan
dengan metode jejak belah (fission track)
ukuran fragmen mencapai 5 cm. Massa dasar
menunjukkan bahwa umur satuan ini adalah sekitar
tersusun atas butiran berukuran pasir kasar.
0.2-0.1 juta tahun lalu atau pada kala Pleistosen.
Beberapa tempat mengandung sisipan tuff dengan
8. Satuan Breksi Vulkanik Gunung Remas
ketebalan mencapai 1 meter dengan jurus
(Qvbr)
perlapisan relatif berarah barat-timur dengan
Satuan ini tersingkap di lereng bagian utara
kemiringan ke arah selatan. Berdasarkan peta
Gunung Remas, tersusun atas fragmen lava
geologi regional lembar Baturaja, satuan ini
andesitik dan basalt, serta fragmen skoria yang
termausk dalam Formasi Kasai yang berumur
diperkirakan berasal dari kegiatan erupsi magmatik
Kuarter Bawah.
masa lalu. Satuan ini diperkirakan berumur
2. Satuan Aliran Lava Gunung Ulujamus
Kuarter.
(Qvlu)
9. Satuan Endapan Alluvial (Qal)
Satuan endapan alluvial merupakan hasil sebalah baratdaya mata air panas, selain itudi
rombakan satuan-satuan batuan yang berada di beberapa titik sepanjang sesar ini terdeformasi
hulu sungai. Terdiri atas beraneka ragam fragmen dengan sangat intensif oleh kekar-kekar.Struktur
batuan, dengan bentuk membundar sampai geologi ini mengontrol pembentukan mata air
membundar tanggung, dan tidak kompak. panas di daerah Way Umpu. Struktur sesar lainnya
10. Satuan Lava Riolitik (Qpli) adalahSesar Minanga Siamang yang berarah sama
Satuan lava riolitik tersingkap di sekitar mata dengan Sesar Way Umpu, diperkirakan juga
air panas Way Umpu, terbentang di dasar sungai sebagai sesar normal yang mana blok baratlaut
Way Umpu. Di dekat manifestasi air panas Way relatif lebih turun terhadap blok tenggara. Sesar ini
Umpu telah mengalami deformasi kuat oleh menerus mulai dari satuan batuan breksi tuff
struktur berarah relatif timur laut-barat daya. disebelah timurlaut menyusuri Sungai Minanga
Sumber erupsi dari satuan aliran lava ini tidak Siamang hingga ke selatan vulkanik produk
diketahui lokasinya. Berdasarkan kedudukan Gunung Ulujamus.
terhadap satuan lain dan kesebandingan dengan Struktur sesar lainnya tersebar dibagian
satuan yang ada di peta geologi regional timurlaut dan selatan , terindikasi dari kelurusan
diperkirakan satuan ini berumur Kuarter Awal. sungai dan kelurusan gawir. Mempunyai pola
yangsama dengan Sesar Way Umpu dan Minanga
Siamang.
Struktur kawah terindikasi pola sirkularatau
pola gawir yang melingkar pada peta DEM.
Terdapat pada puncak Gunung Punggur dan
Gunung Remas, struktur kawah ini diperkirakan
akibat aktivitas erupsi, bukti ini ditunjang juga oleh
adanya fragmen-fragmen skoria pada satuan breksi
vulkanik. Struktur kawah ini telah mengalami
deformasi oleh struktur geologi yang berarah
timurlaut-baratdaya, sehingga memanjang kearah
timurlaut.
Struktur kaldera terindikasi oleh adanya
bentukan gawir yang melingkar disebelah barat dan
timur lereng Gunung Remas. (Tim Survei Terpadu
Gambar 5 Peta Volkanostratigrafi Way Umpu, Badan Geologi, 2012)
Tim Survei Terpadu Badan Geologi, 2012)
Manifestasi Geotermal
Struktur Geologi Manisfestasi geotermaldi daerah penelitian
hanya berupa mata air panas yang terdapat di
Struktur geologi yang berkembang sekitar Sungai Way Umpu. Terdapat enam mata air
dipengaruhi pola utama dari sesar Sumatera yang panas yang kesemuanya berada di sisi kanan , kiri
berarah baratlaut-tenggara dan sebagian sesar yang dan tengah Sungai Way Umpu.
berarah utara-selatan.Manifestasi yang muncul 1. Mata air panas Way Umpu 1
merupakan kontrol dari arah sesar tersebut. Mata air panas ini berada di tepi sungai
Berdasarkan peta kerapatan yang didapat dari peta Way Umpu, yaitu di Desa Jukuhbatu,
DEM menunjukan bahwa konsentrasi kelurusan Kecamatan Banjit, Kabupaten Way
terdapat disekitar kerucut Gunung Ulujamus, Kanan.
lereng utara, dan tenggara Gunung Remas serta 2. Mata air panas Way Umpu 2
lereng utara dari Gunung Punggur. Mata air panas ini berada di tengah sungai
Kerapatan yang tinggi di Gunung Way Umpu dari rekahan yang terbentuk
Ulujamuskarena proses erosi yang lebih intensif dibatuan mikrogranit.
dibandingkan dengan daerah lain, karena Gunung 3. Mata air panas Way Umpu 3
Ulujamus merupakan gunung yang paling tua Mata air panas ini berada di tengah sungai
diantara gunung lainnya. Way Umpu dari rekahan yang terbentuk
Struktur sesar utama di daerah penelitian dibatuan mikrogranit.
adalah sesar Way Umpu yang berarah relatif 4. Mata air panas Way Umpu 4
timurlaut-baratdaya, melewati sepanjang Sungai Mata air panas ini berada di tepi sungai
Way Umpu.Diperkirakan, sesar tersebut adalah Way Umpu.
sesar normal dimana bloksebelah tenggara relatf 5. Mata air panas Way Umpu 5
lebih turun terhadapa blok sebelah baratlaut. Sesar Mata air panas ini berada di kebun sekitar
ini terindikasi dari kelurusan mulai dari satuan sungai Way Umpu.
batuan sedimen disebelah timur laut hingga ke
6. Mata air panas Way Umpu 6Mata air
panas ini berada sekitar 10 meter sebelah
barat lokasi mata air panas Way Umpu 5.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Citra Satelit

NDVI merupakan indeks vegetasi yang paling


dikenal dan sering digunakan.NDVI dikembangkan
oleh Rouse, dkk (1973). Data yang digunakan
merupakan citra Landsat 8 OLI. Data yang diambil Gambar 7 Spectral profile citra Landsat 8 OLI, setelah
bersifat optis sehingga diperlukan Radiometric Radiometric dan FLAASH Correction
Correction dan FLAASH Correction. Radiometric
Correction digunakan untuk mengkalibrasi data NDVI dikembangkan berdasarkan
citra menjadi radiance, reflektansi atau kecerahan perbedaan antara absorpsi maksimum pada
temperatur. FLAASH Correction merupakan gelombang merah dan reflektan maksimum pada
metode yang digunakan untuk mengoreksi panjang gelombang inframerah yang didasarkan pada
gelombang pada cahaya tampak melalui near struktur sel daun.
infrared dan shortwave infrared region sampai
dengan 3 µm.

Indikator permukaan area panas bumi


adalah mineral permukaan, alterasi hidrotermal,
vegetasi, dan anomali termal (Bujung, Cyrke A.N.
dkk. 2010). Asumsi yang digunakan adalah tutupan
vegetasi yang berada di permukaan dipengaruhi
oleh keberadaan panas yang berasal dari sumber
geotermal. Keberadaan manisfestasi berupa air
panas menunjukan pengaruh dari sumber
geotermal. Sehingga untuk mencari persebaran
daerah yang dipengaruhi oleh sumber geotermal,
Gambar 6 Spectral profile citra Landsat 8 OLI dilakukan pemetaan daerah yang memiliki nilai
NDVI yang sama dengan nilai NDVI yang sama
dengan nilai NDVI di daerah manisfestasi.

Gambar 8 Peta Persebaran NDVI Wilayah Way Umpu


Gambar 9 Peta Persebaran NDVI dengan nilai 0.6-0.68

Daerah dengan konsentrasi nilai NDVI berada di tiga titik, di lereng Gunung Remas,
yang besar menandakan daerah tersebut Gunung Ulujamus dan di daerah dataran antara
kemungkinan besar dipengaruhi sumber geotermal. dataran antara kedua gunung.
Kerapatan NDVI merupakan banyaknya titik tiap
1km2. Persebaran daerah dengan nilai NDVI besar

Gambar 10 Peta NDVI Density Wilayah Way Umpu

Fault and Fracture Density (FFD) beku. Daerah yang memilkisesar dan rekahan
merupakan metode sederhana yang digunakan merupakan daerah yang permeabel, sehingga fluida
untuk menentukan area dengan kerapatan struktur dapat melewatinya dan menjadi manifestasi
tinggi yang dibentuk oleh interkoneksi antara sesar permukaan seperti silika sinter, fumarol, dll.
dan rekahan. (Suryantini,2010). O' Leary dkk Metode ini telah terbukti dalam eksplorasi panas
(1976) dalam Hung L.Q dkk (2005) menjelaskan bumi dan eksploitasi bahwa zona permeabel
bahwa kelurusan adalah fitur linear yang dapat merupakan target pengeboran yang signifikan
dipetakan dari permukaan, dan merupakan ekspresi untuk menemukan sumur produktif (Soengkono,
morfologi struktur geologi. Lembah sungai lurus 1999a and 1999b). Delineasi dan penentuan daerah
dan sejajar segmen lembah adalah ekspresi geotermal dengan zona permeabilitas tinggi dapat
geomorfologi khas dari kelurusan. Sesar dan menjadi langkah awal dalam eksplorasi
rekahanyang diamati merupakan hasil deformasi geothermal.
dari peristiwa tektonik, seperti perlipatan dan Pada analisa FFD digunakan data berupa
patahan maupun vulkanik, seperti intrusi batuan SRTM. Software QGIS digunakan untuk
menentukan hillshading dari 4 arah, 45o, 135o, 215o Kelurusan dapat diamati dari morfologi akibat
dan 315o, dengan kemiringan penyinaran 45o. berbagai sudut pencahayaan oleh pseudo sun.

Gambar 11 Peta Kelurusan berdasarkan Data Landsat

Penentuan kelurusan dapat menggunakan kelurusan terhadap komposit band tersebut


data citras Landsat 8, menggunakan Band 567. menunjukan kelurusan yang didapat dari
Band 5 Near Infrared, Band 6 Short Wave Infrared hillshading merupakan kelurusan sebenarnya.
1, Band 7 Short Wave Infrared 2. Overlay

Gambar 12 Peta Kelurusan berdasarkan Data Landsat

Penentuan kelurusan yang merupakan


sesar menggunakan rose net diagram. Kelurusan
yang digunakan merupakan kelurusan yang
memiliki arah strike yang hampir sama dengan
trend struktur secara lokalnya yang berarah
timurlaut-baratdaya. Berikut data plot yang
disajikan dalam diagram Roset:

Grafik 2 Diagram Rose net berdasarkan Data Kelurusan


Daerah Penelitian
Kerapatan kelurusan merupakan kerapatan Berdasarkan koreksi dari rosenet diagram, hanya
dari panjang kelurusan setiap 1km2. Nilai kelurusan yang berarah relatif timurlaut-baratdaya
kerapatan setiap area dapat dibuat garis kontur yang digunakan, sehingga tidak semua daerah
sesuai dengan nilainya.Nilai kerapatan didapatkan dengan fault & fracture density besar yang
oleh tools line density pada Arcmap 0.3. diasumsikan sebagai daerah permeabel.

Gambar 13 Peta FFD Daerah Penelitian

Analisa Suhu Tanah berkatian dengan adanya fluida panas yang naik
sampai permukaan. Namun suhu tanah sampai
Menurut Onwuka, 2016, sumber panas kedalaman 2 meter dipengaruhi oleh suhu udara
utama dari tanah merupakan radiasi sinar matahari. (Iftekharul, 2015), dan pada area penelitian
Variasi suhu pada permukaan tanah disebabkan terdapat kerucut gunung api yang memiliki suhu
oleh perpindahan panas pada tanah (Zhao et al, lebih dingin
2007). Pada peta NDVI, daerah penelitian hampir Keberadaan anomali suhu tanah terbesar
seluruhnya memiliki nilai NDVI diatas 0.5 yang mencapai 34oC hanya muncul di area munculnya
berarti daerah penelitian ditutupi oleh tutupan mata air panas. Pada area lainnya anomali suhu
vegetasi yang lebat sehingga radiasi sinar matahari hanya mencapai 31 oC di bagian barat dan timur
tidak terlalu mempengaruhi suhu permukaan. area penelitian.
Besar anomali suhu hanya dapat
digunakan sebagai analisa pendukung. Suhu tinggi

Gambar 14 Peta Persebaran Suhu pada Lubang Tanah di Way Umpu


Analisa Geostatisik pada Unsur Hg Smallest 24
Confidence Level (95.0%) 9.296
Exploratory Data Analysis merupakan
pendekatan analisis data dengan menggunakan
berbagai macam model yang bertujuan untuk Histogram
menemukan ada atau tidaknya anomali, 40
memperlihatkan dasar struktur data, dan
memaksimalkan pengolahan terhadap data (normal 30

Frekuensi
dan stationary). Memberikan hasil berupa pola
20
dalam data yang tidak dapat dibuktikan secara
deskriptif dari sampel (Tukey,1997). Model yang 10
dibuat dalam Exploratory Data Analysis adalah
Descriptive Analysis, Histogram, Box and 0
Whisker,dan plot data pada lokasi penelitian. Pada
Tabel 1 memperlihatkan nilai distribusi yang cukup Hg (ppb)
normal dengan nilai antara mean, median, dan
modus yang tidak terlalu besar selisihnya. Selain Grafik 3 Histogram
itu data memiliki nilai variasi data yang sangat
tinggi dimana mempengaruhi error data. Histogram Box and Whisker
dibuat dengan menggunakan 12 bins dan range bins
sebesar 30 dan untuk Box and Whisker dapat
dilihat secara jelas penyebaran dan outlier yang
terdapat dalam data. Pada Grafik 4, penyebaran Way Umpu
data memiliki skewness positif, hal tersebut
membuat data memiliki batas bawah dan terdapat
bin yang memiliki nilai yang kosong
mengindikasikan adanya outlier atau sampling
yang kurang bagus. Dalam hasil Grafik 4, diketahui
0 100 200 300 400
bahwa jika hasil sampel Hg melebihi nilai 268 ppb
maka dapat disimpulkan sebagai outlier yang dapat Hg (ppb)
menjadi manifestasi geotermal. Beberapa lokasi Grafik 4 Box and Whisker
ditemukannya outlier yaitu pada sampel WU 22
dan WU 23. Hasil seperti ini dapat terbentuk 2.6 Variogram
karena dua hal, adanya anomali atau kesalahan Analisis variogram pada penelitian kali ini
sampling. dilakukan untuk melihat seberapa jauh jarak satu
Dari hasil EDA didapat bahwa data relatif data ke data lainyang masih memiliki hubungan.
normal dan stasioner dimana mean, median dan Penelitian kali ini menggunakan aplikasi ILWIS
modus tidak berbeda terlalu jauh. 3.3 dengan tipe variogram bersifat omnidirectional
dengan asumsi bahwa hubungan antar data ke
segala arah adalah sama.Penelitian ini tidak
Tabel 1 Summary Statistic
dilakukan pemisahan data outlier karena data
Hg (ppb)
berubah besar nilainya secara beraturan sehingga
Mean 124 diasumsikan tidak perlu untuk dipisahkan dari data
Standard Error 4.70 lainnya.Hasil variogram pada penelitian kali ini
Median 115 dilakukan pada lag 500 m dan menghasilkan data
Mode 180 berupa nugget sebesar 120, sill sebesar 3800, range
Standard Deviation 57.4 sebesar 5500 m.
Sample Variance 3297.3
Kurtosis 1.57
Skewness 0.976
Range 329
Minimum 24
Maximum 353
Sum 18527
Count 149
Largest 353 Grafik 5 Variogram Hg lag 500m
Penelitian ini melakukan interpolasi dari daerah penelitian dibagi kedalam lima bin dengan
data-data yang didapatkan dimana nilai Hg bin terkecil sebesar 33.7 ppb dan nilai bin terbesar
diestimasi untuk wilayah-wilayah yang tidak di adalah 335.82 ppb didapat daerah anomali Hg pada
ambil sampel menggunakan metode kriging. arah barat laut dimana merupakan bagian dari
Kriging merupakan metode statistik yang tubuh Gunung Punggur.
menghubungkan besar kecil suatu nilai estimasi Dilakukan juga analisis terhadap kriging
menggunakan pembobotan dimana semakin dekat error menggunakan ILWIS 3.3.untuk melihat
jarak antar data maka akan semakin tinggi bobot apakah data hasil interpolasi kriging memiliki
dari nilai data yang digunakan untuk mengestimasi. tingkat nilai akurasi yang baik. Akurasi interpolasi
Penelitian kali ini menggunakan isotropik kriging dilihat dari besarnya varian pada kriging error, nilai
dengan asumsi variasi nilai ke segala arah sama error terbesar didapatkan pada ujung dari daerah
sesuai dengan hasil EDA. penelitian berarah barat laut tenggara. Besar nilai
Kriging dilakukan menggunakan aplikasi error tersebut diakibatkan karena tidak ada data
ILWIS 3.3 dimana digunakan data Hg dengan yang dapat digunakan untuk mengestimasi nilai
menggunakan semi variogram lag 500 m dari titik-titik disana.
omnidirectional. Berdasarkan hasil interpolasi,

Gambar 15 Interpolasi Kriging Hg

Gambar 16 Interpolasi Kriging ErrorHg

Hasil interpolasi data Hg pada penelitian kali 335.82 ppb, sementara sebaran nilai Hg pada
ini didapatkan sebaran nilai Hg tertinggi yaitu di baratdaya tidak dapat digunakan karena memiliki
arah barat laut dari lokasi penelitian, dengan nilai nilai varian antar data yang cukup tinggi pada
interpolasi kriging error. Besar nilai Hg pada arah Punggur terdapat zona pemeabilitas yang
barat laut diduga memiliki kolerasi positif dengan berhubungan dengan sistem geothermal.
keterdapatan sumber geotermal dimana pada Sedangkan untuk daerah manifestasi mata air
penelitian kali ini mengelompok di tubuh Gunung panas berasal dari sumber panas Gunung Punggur,
Punggur. dibuktikan dengan interpretasi arah dip sesar peta
Keberadaan nilai unsur Hg yang besar pada geologi Way Umpu pada daerah manifestasi yang
bagian baratlaut daerah penelitian juga didukung berarah ke sumber panas dari Gunung Punggur.
oleh besarnya nilai Fault Fracture Density sebesar Manisfestasi mata air panas muncul pada Satuan
2
584.9m/km pada daerah tersebut. Besarnya nilai lava riolitik yang telah mengalami deformasi kuat
Hg tersebut kemungkinan berasal dari sumber oleh struktur berarah relatif timur laut-barat daya.
panas yang terletak di bawah Gunung Punggur. deleniasi Hg tinggi. Semetara keberadaan anomali
Keberadaan area-area kecil dengan konsentrasi Hg berada pada satuan Lava Gunung Punggur dan
fault dan fracture tinggi yang lain kemungkinan satuan breksi vulkanik Gunung Punggur.
tidak berhubungan dengan sistem geotermal karena Adanya sesar-sesar orde dua yang berada di
memiliki nilai Hg yang kecil. Pada penampang di bawah endapan vulkanik gunung di way umpu
peta geologi daerah Way Umpu, sumber Hg antara menyebabkan tidak meratanya persebaran unsur Hg
mata air panas dan Gunung Punggur merupakan maupun kelurusan di permukaannya. Sehingga
dua sistem yang berbeda. semua area yang memiliki nilai fault & fracture
Besar nilai NDVI di daerah manifestasi density besar belum tentu memiliki permeabilitas
adalah 0,68. Berdasarkan hasil NDVI yang besar.
Classification, didapatkan daerah yang memiliki Penentuan zona permebel dilakukan dengan
nilai NDVI sama dengan daerah manisfestasi melihat keberadaan hasil analisis Kriging unsur Hg,
berkumpul pada 3 titik, yaitu lereng Gunung dan Analisis Citra Satelit serta didukung oleh
Remas, Lereng Gunung Remas dan didataran. Nilai analisis suhu tanah. Zona permeabel di Way Umpu
NDVI density yang besar menandakan adanya dapat terdapat 2 domain, di lereng timur Gunung
pengaruh panas yang dihasilkan oleh sumber Punggur dan lereng utara Gunung Remas. Area
geotermal. ditimur Gunung Punggur di intrepetasikan terdapat
Terdapat beberapa area dengan anomali suhu Zona permeabel karena di area tersebut terdapat
tanah, namun hanya area yang berada didekat mata anomali unsur Hg yang tinggi-sedang nilai FFD
air panas, lereng timur G. Punggur, Lereng utara G. yang tinggi, Densitas NDVI tinggi dan manifestasi
Remas, sepanjang sesar barat daya-timur laut dan air panas. Zona permeabel di lereng utara Gunung
bagian timur area penelitian. Pemilihan area Remas ditandai dengan keberadaan anomali unsur
tersebut didasarkan pada keberdaaan NDVI Hg yang sedang, nilai FFD tinggi, Densitas NDVI
density, FFD dan anomali unsur Hg, sehingga tinggi dan adanya anomali suhu tanah. Secara
dapat dianggap area dengan anomali suhu tanah umum Zona permeabel ini berarah timur laut-barat
tersebut berkaitan dengan aktivitas geotermal. daya, hal ini membtuktikan keberadaan struktur
Berdasarkan data geologi penelitian di Way regional orde dua di Pulau Sumatra mempengaruhi
Umpu dan hasil dari interpolasi penyebaran unsur keberadaan zona permeabel.
Hg, disimpulkan kemungkinan besar pada Gunung
Gambar 17 Peta Deleniasi Zona permeabel pada prospek geotermal daerah Way Umpu

4. KESIMPULAN 5. Zona permeabel di Way Umpu dapat


terdapat 2 domain, di lereng timur Gunung
Dari penelitian penyebaran Hg di Way Umpu ,
Punggur dan lereng utara Gunung Remas
Lampung dapat disimpulkan
6. Struktur geologi regional orde dua Pulau
1. Anomali nilai Hg terbesar pada daerah
Sumatra yang berarah timurlaut-baratdaya
Gunung Punggur
mengontrol keberadaan Zona permeabel
2. Keberadaan Hg menunjukkan keberadaan
zona permeabilitas.
3. Kemunculan mata air panas berkaitan
UCAPAN TERIMAKASIH
dengan sumber panas yang ada di Gunung
Terimakasih kepada Ibu Suryantini yang
Punggur.
telah memberikan pembelajaran tentang dasar ilmu
4. Adanya sesar-sesar orde dua yang berada
geostatistik dan aplikasinya pada berbagai data
di bawah endapan vulkanik gunung di way
serta terimakasih kepada Bapak Hendro Wibowo
umpu menyebabkan tidak meratanya
yang telah mengajari cara menggunakan software
persebaran unsur Hg maupun kelurusan di
ILWIS. Terimaksih kepada Tim Survei terpadu dari
permukaannya
Badan Geologi yang telah mengambil data di
daerah Way Umpu.Terimakasih kepada Firman
Syauqi, Adam Wahyu R., Rizky Agung, dan
Departemen Keilmuan HMTG “GEA” ITB yang [7] Rychagov S. N. et al . 2010. Mercury As An
telah membimbing penulis dalam pembuatan karya Indicator Of Temperature And
ini. Geochemical Barriers In Hypergenesis
Tak lupa, terima kasih kepada orang tua Zone Of Geothermal Deposits
kami yang senantiasa memberikan doa, semangat. (Kamchatka). Institute of Volcanology
Serta terima kasih kepada teman-teman Teknik and Seismology of FED RAS.
Geologi 2016 dan 2015 yang banyak memberikan [8] Suryantini, Hendro H. Wibowo.
semangat dalam pembuatan paper ini. 2010.Application of Fault and
Fracture Density (FFD) Method for

DAFTAR PUSTAKA Geothermal Exploration in Non-


[1] Atmospheric Correction Module: QUAC Volcanic Geothermal System; a Case
and FLAASH User’s Guide, IDL Study in Sulawesi-Indonesia. Bali.
2009, [9] Suryantini. 2017. GL-3102 Tutorial Kriging.
[2] B, Onwuka. 2016. Effects of soil Bandung.
temperature on some soil properties [10] Suryantini. 2017.GL-3102 Tutorial
and plant growth. Scholary Journal of Semivariogram.Bandung.
Agricultural Science vol. 6(3) pp 89- [11] Tim Survei Terpadu. 2012. Survei Terpadu
93, July, 2016 Geologi, Geokimia Dan
[3] Bujung Cryke, et al. 2011. Identifikasi Geofisikadaerah Geotermal Way
Prospek Panas Bumi Berdasarkan Umpu, Kabupaten Way Kanan,
Fault Fracture Density(FFD) : Studi Provinsi Lampung. Bandung: Badan
Kasus Gunung Patuha, Jawa Geologi.
Barat.Bandung : Badan Geologi. [12] Tukey J.W. 1977Exploratory Data
[4] http://www.harrisgeospatial.com/docs/FLA Analysis.Addison-Wesley, Reading,
ASH.html Massachussetts, USA.
[5] http://www.harrisgeospatial.com/docs/Radio [13] Zhao, Y. M., Xao-Mong, M.A. and Wang,
metricCalibration.html L. ,2007 Variations of soil temperature
[6] Iftekharul, K. I., A. Khan, T. Islam. 2015. and soil moisture in Northern
Correlation between Atmospheric Tibetaplateau. J Glaciol. And
Temperature and Soil Temperature : A Georcyol. 29(4): 578-58
Case Study for Dhaka, Bangladesh.
Atmospheric and Climate Sciences ,
2015 5 Hal 200 - 208
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DINAMIK TANAH DAN BIDANG
GELINCIR PADA KAWASAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE
MIKROSEISMIK DAN GEOLISTRIK DIPOLE-DIPOLE
A. Dina Novi Astuti*, B. Atika Nur Fadhila Kusumadewi, C. M Joko Tri Prasetyo
Universitas Gadjah Mada, Sleman,Daerah Istimewa Yogyakarta 55281

*) Email: astutimandiri@gmail.com

ABSTRAK

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sering menemui beberapa kendala, salah satunya adalah
adanya risiko bencana geologi. Risiko bencana geologi tersebut dapat berupa tanah longsor dan gempa bumi.
Identifikasi karakteristik dinamik tanah dan bidang gelincir dilakukan untuk menurangi risiko bencana geologi yang
ada. Identifikasi dilakukan menggunakan Metode Mikroseismik dan Geolistrik. Pengukuran Metode Geolistrik
Dipole-dipole dapat menggambarkan persebaran nilai resistivitas bawah permukaan di daerah penelitian untuk
mengetahui keberadaan bidang gelincir tanah longsor. Sedangkan pengukuran Metode Mikrseismik digunakan
untuk memetakan kerentanan gempa pada daerah tersebut. Tingkat kerentanan gempa diperoleh melalui analisa
beberapa parameter, meliputi frekuensi dominan(f0), amplifikasi(A), kerentanan gempa(Kg), ketebalan lapisan
permukaan (H), dan Peak Ground Acceleration(PGA). Sedangkan persebaran nilai Ground Shear Strain dari analisa
mikroseismik digunakan untuk mendukung analisa kerentanan longsor daerah penelitian. Hasil interpretasi pada 4
lintasan geolistrik menunjukkan bahwa bidang gelincir berada pada kedalaman yang bervariasi antara 30-40m.
Sementara itu, hasil mikroseismik menunjukkan bahwa daerah ini memiliki nilai frekuensi dominan tanah dalam
rentang 0,51 Hz sampai 7,5 Hz dan amplifikasi 2,25 sampai 5,49. Berdasarkan analisa semua parameter f0, A, H,
Kg, dapat dipetakan bagian spesifik dari lokasi penelitian yang relatif lebih rentan terhadap gempa ketika gempa
terjadi. Sedangkan analisa PGA dan GSS menunjukkan bahwa jika terjadi gempa yang sama dengan referensi yang
digunakan maka daerah tersebut relatif aman dari deformasi. Didukung pula dengan interpretasi dari penampang
resistivitas bahwa perencanaan pembangunan pembangkit dapat dikatakan cukup aman karena letak zona akuifer
yang cukup dalam. Akuifer yang cenderung tidak menerus secara lateral juga mendukung informasi GSS bahwa
daerah tersebut relatif aman dari longsor.

Kata kunci: Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, mikroseismik, geolistrik, bidang gelincir, karakteristik diamik
tanah.

ABSTRACT

Geothermal power plant construction often met with some obstacles, one example the problem is the risk of
geological disaster. It might be a landslide and an earthquake. Identification of ground dynamic characteristic and
groundwater distribution being held in order to reduce any geological risk. These identification carried out using
Microseismic and Geoelectric Methods. In geoelectric dipole-dipole method, we could describe the distribution of
underground’s resistivity in purposed area to find out the presence of slip plane that phrone to a landslide. While,
the microseismic method being used for mapping earthquake vulneralibility in those area. Earthquake vulneralibility
level could be known from the analysis of some parameters, like dominan frequency (f0), amplification, seismic
vulneralibility index(Kg), thickness of the weathered layer(H), and the peak of ground acceleration (PGA). While the
value distribution of Ground Shear Strain from the analized microseismic used to support the landslide
vulneralibility analysis in the research area. The interpretation results from 4 geoelectric lines shows that the depth
of the slip plane has been varied between 20-40m. Meanwhile the result of microseismic calculations indicate that
the area relatively has low seismic vulnerability index. This area has dominant ground frequency value between 0,51
Hz until 7,5 Hz, and amplification at 2,25 until 5,49. Based on the analysis from all parameters of f0, A, H, Kg, we
could map the specific part of the area that relativey susceptible to earthquake when it happens. PGA and GSS
analysis shows if the same earthquake happens with the references being used so the area should be safe from
deformation. Also being supported with the interpretation of resistivity cross sections that the masterplan of the
powerplant could be said safe because the aquifers zone underneath is deep enough. The aquifers tends to be
unrelated laterally that also support GSS informations that the area relatively is safe from landslide.

Keywords: Geothermal Powerplant, microseismic, slip plane, ground dynamic characteristic


1. PENDAHULUAN / INTRODUCTION Konfigurasi dipole-dipole dipilih karena akan
menghasilkan data dengan resolusi yang paling
Sumber energi yang berasal dari fosil tinggi [2]. Sedangkan Pengukuran mikroseimik
merupakan sumber energi utama yang masih dilakukan pada 40 titik yang ditunjukkan oleh
digunakan sampai saat ini. Energi fosil ini Gambar 1.2. Pengukuran dilakukan dengan
merupakan energi yang bersifat tak terbarukan. Seismometer broadband Guralp T6T31 dan
Sementara itu populasi manusia yang semakin peralatan pendukung lainnya.
meningkat berimplikasi pada bertambahnya
kebutuhan akan energi. Melihat kondisi tersebut,
diperlukan adanya sumber energi lain sebagai
alternatif. Energi panas bumi merupakan salah satu
sumber energi terbarukan yang relatif bebas polusi.
Energi ini telah mendapat perhatian besar dari
berbagai pihak dan mulai diupayakan
pengembangannya untuk mengoptimalisasi potensi
sumber daya alam tersebut[1]. Salah satu langkah
pengoptimalan tersebut adalah dengan pembagunan
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang terus
digencarkan.

Tidak dapat dipungkiri, pembangunan


Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sering
dihadapkan pada beberapa kendala, salah satunya
adalah adanya risiko bencana geologi. Risiko
bencana geologi tersebut dapat berupa tanah Gambar 1.1. 4 lintasan yang digunakan untuk mengukur
longsor dan gempa bumi. Identifikasi karakteristik resistivitas Geolistrik dipole-dipole
dinamik tanah dan bidang gelincir dilakukan untuk
mengurangi risiko bencana geologi yang ada.
Identifikasi dilakukan menggunakan Metode
Mikroseismik dan Metode Geolistrik. Pengukuran
Metode Geolistrik Dipole-dipole dapat
menggambarkan persebaran nilai resistivitas bawah
permukaan di daerah penelitian untuk mengetahui
keberadaan bidang gelincir tanah longsor.
Sedangkan pengukuran Metode Mikroseismik
digunakan untuk memetakan kerentanan gempa
pada daerah tersebut. Tingkat kerentana gempa
dilakukan melalui analisa beberapa parameter,
meliputi frekuensi dominan(f0), amplifikasi(A),
kerentana gempa(Kg), ketebalan lapisan lapuk (H),
dan Peak Ground Acceleration(PGA). Sedangkan Gambar 1.2. Desain Survey Mikroseismik dengan 40
persebaran nilai Ground Shear Strain dapat titik
diketahui dari analisa mikroseismik yang digunakan
untuk mendukung analisa kerentanan longsor pada Hasil pengukuran mikroseismik adalah
daerah penelitian. adalah data runtun waktu gelombang pada
komponen utara-selatan, timur-barat, dan
kedalaman. Data tersebut kemudian dianalisa
2. METODE PENELITIAN / METHODS menggunakan metode HVSR (Horizontal to
Vertical Spectral Ratio). Pengolahan dilakukan
Survei geolistrik dan mikroseismik telah menggunakan software Geopsy. Output dari metode
dilakukan pada kawasan pembangunan Pembangkit tersebut berupa kurva spektrum HVSR. Spektrum
Listrik Tenaga Panas Bumi “X” selama 7 hari pada tersebut menggambarkan karakteristik dinamis
tanggal 14 Maret 2018 hingga 20 Maret 2018. kondisi geologi lokal daerah penelitian yang
Pengukuran geolistrik dilakukan pada 4 lintasan direpresentasikan dalam nilai frekuensi dominan
(L4, L6, L8, L10) dengan orientasi barat laut- (fo) dan puncak spektrum HVSR atau amplifikasi
tenggara, ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Alat yang (A). Dua parameter tersebut selanjutnya akan
digunakan adalah Resistivity Meter IRIS Syscal digunakan untuk menghitung nilai kerentanan
Junior, elekroda, aki, dan alat pendukung lainnya. gempa (Kg) dan ketebalan lapisan permukaan
Panjang lintasan yang digunakan adalah 500m. (H)[3]. Selain itu diperoleh juga nilai Peak Ground
Konfigurasi yang digunakan adalah dipole-dipole. Acceleration (PGA) dan Ground Shear Strain
(GSS) dengan tambahan referensi informasi gempa Tabel 3.2 Skala Intensitas Gempabumi (SIG)
yang pernah terjadi.Gempa yang digunakan adalah (BMKG, 2016)
gempa dengan magnitudo 5, kedalaman 12,7 dan
jarak 400km. Berikut adalah perumusan yang
digunakan :
√( ( ) ( ))
(1)
dimana,
HVSR : Rasio spektrum horisontal
dengan spektrum vertikal
Shor(NS) :Spektrum komponen horisontal
utara-selatan
Shor(EW) : Spektrum komponen horisontal
barat-timur
Sver : Spektrum komponen vertikal
Metode geolistrik diolah menggunakan
(2) software MS Excell lalu dilakukan penglahan
lanjutan menggunakan software ResD2inv.
dimana, Pengolahan tersebut akan menghasilkan gambaran
Kg = Indeks kerentanan tanah persebaran nilai resistivitas bawah permukaan.
Didukung oleh informasi geologi yang ada,
A0 = Amplifikasi gelombang penampang resistivitas tersebut lalu diinterpretasi
f0 = Frekuensi dominan (Hz) untuk mendapatkan pola air tanah. Pola tersebut
dapat diguankan untu mengetahui posisi bidang
( ) ( ) ( )
(3) gelincir pada lokasi penelitian, sehingga dapat

diketahui apakah daerah penelitian rawan longsor
dimana, atau tidak.
= percepatan gelombang maksimum (cm/s2)
Tg = periode dominan tanah (s) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN /
M = magnitudo gempa bumi RESULTS AND DISCUSSION
R = jarak hiposenter ke titik pengukuran (km)
3.1. Geolistrik
(3.19) Pada model resistivitas didapatkan nilai
dari sekitar 0.549 ohm.m hingga > 1079 ohm.m.
dengan, Dari nilai resistivitas tersebut, diasumsikan terdapat
Kg = Indeks kerentanan tanah 3 lapisan berupa breksi lahar dekat permukaan
= percepatan maksimal gelombang dengan nilai > 80 ohm.m, lapisan kedua adalah
seismik (cm/s2) breksi autoklastik dengan rentang resistivitas 30-80
vb = kecepatan gelombang S ohm.m dan lempung hasil alterasi pada lapisan
paling bawah dengan nilai resistivitas <15 ohm.m.
pada basement rock (m/s)
Analisa kerentanan gempa akan dilakukan
dengan menginterpretasi persebaran masing-masing
parameter tersebut. Kemudian analisa PGA
dilakukan menggunakan tabel 3.2. Sedangkan
analisa GSS digunakan menggunakan tabel 3.1.

Tabel 3.1 Hubungan nilai shear strain dengan


peristiwa yang dapat ditimbulkannya (Ishihara, 1978)
Gambar 3.2.1. Peta Persebaran Nilai f0 di wilayah
pengukuran
Gambar 3.1.1. 4 penampang reistivitas lintasan yang
Geolistrik dipole-dipole (L4, L6, L8, L10) Pada peta tersebut nilai frekuensi dominan
Lintasan 4 memiliki panjang 480 m, berada pada rentang nilai 0,51 Hz sampai 7,5 Hz.
dimana pada penampang resistivitas lintasan 4 Terlihat bahwa persebaran nilai frekuensi yang
terlihat bahwa zona akuifer terletak pada jarak 40- relatif tinggi cenderung menyebar di bagian tepi
80 m dan pada titik 200-220 m dengan elevasi daerah pengukuran. Sedangkan nilai frekuensi
sekitar 1000-1010 m yang ditandai dengan warna dominan yang relatif lebih rendah lebih dominan
biru. Sedangkan pada line 6 ditemukan zona akuifer berada di bagian tengah daerah pengukuran. Data f0
pada jarak 110-140 m dengan elevasi sebesar 1005- ini sebenarnya tidak bisa berdiri sendiri. Analisa
1020 m. Pada lintasan 8 zona akuifer terletak pada harus dikorelasikan dengan hasil parameter dinamik
jarak -40 sampai -20 m dengan elevasi 1010-1020 tanah yang lainnya. Berdasakan konsep yang ada,
m, kemudian pada lintasan 10 zona akuifer pada maka daerah tepi memiliki ketahanan tanah yang
jarak 40 sampai 80m dengan elevasi sebesar 1005- lebih kuat dibandingkan bagian tengah lokasi
1020 m. Zona akuifer terletak pada litologi breksi pengukuran. Dapat pula ditarik analisa awal bahwa
autoklastik sebagai reservoir dan lempung sebagai litologi penyusun lapisan permukaan bagian tepi
zona kedap air. relatif lebih keras/kompak dibandingkan bagian
Informasi akuifer tersebut dapat dijadikan tengah lokasi pengukuran. Hal ini sesuai jika
bahan pertimbangan dalam membangun suatu dibandingkan dengan peta persebaran lapisan
bangunan maupun untuk keperluan geoteknik. Dari lapuk/permukaan, dimana bagian tengah
hasil yang didapat terlihat bahwa zona akuifer mempunyai ketebalan lapisan permukaan yang
tersebar pada kedalaman 30-40 m di bawah tebal.
permukaan tanah sehingga perencanaan
pembangunan pembangkit dapat dikatakan cukup
aman karena letak zona akuifer yang cukup dalam.

3.2. Mikroseismik
1. Frekuensi Dominan dan Ketebalan Lapisan
Permukaan
Berdasarkan nilai frekuensi saat kurva
HVSR mencapai peak, kita dapat mendapatkan
nilai frekuensi dominan pada lokasi pengukuran.
Nilai frekuensi tersebut bergantung pada ketebalan
lapisan permukaan dan jenis batuan penyusun
bawah permukaan. Semakin tebal lapisan lapuk
maka nilai frekuensi dominan akan semakin kecil,
dan sebaliknya. Berdasarkan hasil pengukuran
didapatkan peta persebaran nilai frekuensi dominan
sebagai berikut :
Gambar 3.2.2. Peta Persebaran Nilai f0 di wilayah
pengukuran
2. Faktor Amplifikasi (A0)

Selain frekuensi, parameter yang didapatkan


dari kurva HVSR adalah nilai amplifikasi. Nilai
amplifikasi ini menunjukkan besarnya penguatan
ampitudo gelombang yang terjadi pada lapisan
permukaan tanah. Nilai amplifikasi dipengaruhi
oleh tingkat kerapatan atau kekerasan lapisan tanah.
Berdaarkan konsep yang ada, semakin lunak
lapisan permukaan maka nilai amplifikasi akan
semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Jika
dihubungkan dengan basement rock atau bedrock,
semakin kecil kontras antara lapisan basement
dengan lapisan permukaan maka amplifikasi
semakin kecil begitu pula sebaliknya. Hal tersebut
karena lapisan permukaan mempuyai kekerasan
yang tidak jauh dari basement rock yang keras.
Gambar 3.2.4 Peta pesebaran indek kerentanan
gempa(Kg)

Hasil pengolahan menunjukkan bahwa nilai


kerentanan gempa pada lokasi
penelitian/pengukuran berkisar antara 0,83-35,5.
Lokasi penelitian mempunyai nilai kerentanan
gempa yang rendah sampai tinggi. Nilai Kg yang
relatif tinggi berada pada bagian timur laut.
Sehingga bagian timur laut penelitian cenderung
memiliki risiko kerusakan yang lebih tinggi
dibandingkan bagian lainnya.

4. Peak Ground Acceleration


Nilai PGA menentukan bagaimana
tingkat bahaya gempa bumi di daerah penelitian.
PGA dapat dijadikan sebagai keterangan dampak
gempabumi yang mana nilai ini dapat dikorelasikan
dengan Skala Intensitas Gempabumi (SIG) BMKG
Gambar 3.2.3 Peta persebaran Faktor Amplifikasi (A0) yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Pada peta di atas, nilai amplikasi berada
pada rentang nilai 2,25 sampai 5,49. Berdasarkan
peta pesebaran A0 di atas menunjukkan pada bagian
tenggara dan barat laut pengukuran memiliki nilai
amplifikasi yang lebih rendah dibandinkan bagian
tengah, khusunya bagian timur laut. Sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa lapisan permukaan bagian
tenggara dan barat laut lebih keras dibandingkan
bagian tengah lokasi penelitian. Ketika terdapat
gelombang gempa, maka amplifikasi akan lebih
besar terjadi di bagian tengah. Hal ini sesuai dengan
interpretasi dari peta persebaran frekuensi dominan.

3. Indeks Kerentanan Gempa (Kg)


Nilai kerentanan gempa dapat diperoleh
melalui pehitungan menggunakan data frekuensi
dominan dan amplifikasi. Semakin tinggi nilai
kerentanan gempa (Kg) daerah tersebut, maka Gambar 3.2.5 Peta pesebatan Peak Ground Acceleration
potensi kerusakan yang terjadi akibt gempa juga (PGA)
semakin besar. Berikut adalah peta persebaran nilai
kerentanan gempa daerah penelitian :
gempa yang sama dengan referensi yang digunakan
Nilai PGA yang diperoleh dikorelasikan maka daerah tersebut aman dari deformasi.
dengan Skala Intensitas Gempa Bumi BMKG Didukung pula dengan interpretasi dari geolistrik
tergolong ke dalam skala I (<2,9) dengan rentang bahwa perencanaan pembangunan gedung dapat
nilai skala 0,03 – 0,15 gal yang mana efek dari dikatakan cukup aman karena letak zona akuifer
gempa bumi tersebut pada permukaan tidak yang cukup dalam. Akuifer yang cenderung tidak
dirasakan atau hanya dirasakan beberapa orang dan menerus secara lateral juga mendukung informasi
tidak menimbulkan kerusakan pada permukaan dan GSS bahwa daerah tersebut relatif aman dari
bangunan di lokasi penelitian. Hasil tersebut longsor.
berdasarkan sejarah gempa yang pernah terjadi
disekitar lokasi penelitian dapat menyatakan bahwa
apabila terjadi gempa bumi dengan magnitudo dan UCAPAN TERIMAKASIH /
jarak yang sama seperti referensi data gempa yang ACKNOWLEDGMENT
digunakan maka daerah tersebut dapat terhindar
dari kerusakan. Ucapan terimakasih penulis ucapkan untuk
Bapak Imam Suyanto, Drs., M. Si sebagai Dosen
5. Ground Shear Strain (GSS) Pembimbing yang telah membimbing kami dalam
pemilihan tema, data dan metode yang akan
Hasil perhitungan GSS memiliki rentang digunakan. Serta tidak lupa terimakasih kami
nilai antara 1,24 x 10-7 sampai 1,76 x 10-6 seperti ucapkan kepada Muh. Zaim Imam dan Gunarta
yang ditunjukkan pada Gambar 5.9. Jika Sutantio selaku kakak tingkat kami yang telah
dikorelasikan dengan Tabel 3.2 apabila terjadi berkontribusi untuk membimbing dan melatih kami
gempa di daerah penelitian efek getaran saja. dalam pengolahan dan interpretasi metode
geolistrik dan mikroseismik sehingga makalah ini
dapat disusun dengan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA / REFERENCES

[1] Jerome Skokan, Jacob, “Geothermal


Exploration : An Evaluation of the
Microseismic Groundnoise Method”, Colorado
School of Mines, 1974.
[2] Dahlin T, Zhou B, “A numerical comparison of
2D resistivity imaging with 10 electrode arrays.
Geophysical Prospecting”, 2004, pp 379-398.
[3] Nakamura, Y. “Seismic Vulneralibility Using
Microtremor.” World Congress on Railway
Research, Florence, 1997.
[4] Loke M.H., “Electrical Imaging Surveys for
Environmental and Engineering Studies: A
practical guide to 2-D and 3-D surveys.
Gambar 3.2.6 Peta pesebaran Ground Shear Strain (GSS) Geotomo Software.”, 2000.
[5] Ishara, Muroi, Towhata, “In-situ pore pressures
Berdasarkan nilai pesebaran ground shear
and ground motion during the 1987 Chiba
strain tersebut dikorelasikan dengan Tabel 3.2
touhou-oki earthquake, Soils And
lapisan tanah penyusun permukaan daerah
Foundations.”,1989, Vol.29, No.4, pp.75-90
penelitian memiliki sifat elastis atau tidak mudah
terdeformasi.

4. KESIMPULAN / CONCLUSION

Berdasarkan analisa semua parameter fo,


Ao, H, Kg kita dapat memetakan bagian dari lokasi
lokasi penelitian yang relatif lebih rentan terhadap
gempa ketika gempa terjadi. Bagian tengah
khusunya timur laut penelitian memiliki kerentanan
gempa yang relatif lebih tinggi. Namun analisis
PGA dan GSS menunjukkan bahwa jika terjadi
Integrasi Metode Geolistrik, GPR dan Elektromagnetik dalam
Mengidentifikasi Potensi Longsor di Desa Seling, Kecamatan
Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Indonesia

Muhammad Hafiyyan Fikri1*, Gabriel Powericho L. D.2, Rizky Huthama Arsyad1,2


1
Institut Teknologi Bandung, GBA 1 Blok E-43 F Bojongsoang, Kab. Bandung 40288
2
Institut Teknologi Bandung, Jln. Purnawirawan Perum Taman Gunung Terang Blok E11, Bandar Lampung 35152

*) Email: hafiyyanfikri@gmail.com

ABSTRAK

Permasalahan longsor di Indonesia merupakan permasalahan yang harus diperhatikan lebih karena dalam kurun waktu
10 tahun terakhir, Indonesia telah mengalami 4.441 kasus longsor dengan jumlah korban jiwa 1.838 orang. Karena
jumlah kejadian longsor yang memprihatinkan, kami mencoba melakukan penelitian dengan tujuan mengidentifikasi
daerah yang berpotensi terjadinya longsor dengan mengintegrasikan metode geofisika. Penelitian dilakukan di Desa
Seling, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen. Daerah penelitian ini memiliki susunan satuan batuan
secara vertikal adalah top soil, satuan batuan breksi , dan satuan batulempung. Susunan batuan tersebut memiliki
potensi terjadinya longsor yang diakibatkan oleh terbentuknya bidang gelincir antara batas satuan batuan breksi dan
satuan batulempung. Metode geofisika yang digunakan untuk penelitian ini dipilih berdasarkan parameter yang
dibutuhkan untuk mencari daerah yang berpotensi longsor. Pengumpulan data untuk mengidentifikasi pemetaan
longsor mencakup tiga aspek, yaitu susunan lapisan batuan, kemiringan bidang perlapisan, dan persebaran satuan
batuan breksi. Penelitian dilakukan menggunakan metode geolistrik, GPR dan elektromagnetik. Metode geolistrik
digunakan untuk mengetahui susunan lapisan batuan. Metode GPR digunakan untuk mengetahui kemiringan bidang
perlapisan. Metode elektromagnetik digunakan untuk mengetahui persebaran batuan breksi. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa integrasi antara metode geolistrik, GPR, dan elektromagnetik dapat mengidentifikasi potensi
longsor secara efektif. Selain itu juga kami menambahkan forward modeling pada metode GPR untuk menjadi quality
control pada data yang telah didapatkan. Penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan dalam studi lanjutan bidang
mitigasi bencana pada daerah yang memiliki kondisi geologi serupa.

Kata kunci: bidang gelincir, elektromagnetik, geolistrik, GPR, longsor

ABSTRACT

Landslide in Indonesia is a problem that needs more attention because in the past 10 years, Indonesia has experienced
4,441 cases of landslide that resulting in a total loss of 1,838 people. Because of this apprehensive amount of
landslide, we attempt to conduct research with the aim of identifying areas with potential landslide with integration of
geophysical methods. The study was conducted in Seling Village, Karangsambung District, Kebumen Regency. This
research area has a vertical composition of rock units is top soil, rock breccia unit, and claystone unit. The
composition of the rock has the potential for landslide caused by the formation of a slip surface between the rock
breccia unit boundary and claystone unit. The geophysical method used to identify this matter was chosen based on
data needs in knowing the areas that are prone to landslide. Data collection to identify the mapping of landslide
includes three aspects, namely the composition of rock layers, the slope of the slip surface, and the distribution of rock
breccia units. The research was conducted through geoelectric method, GPR method, and electromagnetic method.
The geoelectric method is used to determine the composition of rock layers. The GPR method is used to determine the
slope of the slip surface. The electromagnetic methods are used to determine the distribution of breccia rocks. The
findings show that the integration between geoelectric, seismic refraction, and electromagnetics methods can
effectively identify potential landslide. This research is expected to be applied in further studies in the field of disaster
mitigation in areas that have similar geological conditions.

Keywords: electromagnetic, geoelectric, GPR, landslide, slip surface

1. PENDAHULUAN / INTRODUCTION curah hujan yang tinggi serta gempa bumi. Dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir, Indonesia telah
Bahaya pergerakan tanah menjadi salah satu mengalami 4.441 kejadian gerakan tanah yang
masalah yang serius di Indonesia dan perlu mengakibatkan korban jiwa sebanyak 1.838 orang
mendapatkan perhatian khusus. Indonesia dan rumah rusak berat sebanyak 13.283 rumah [1].
merupakan negara tropis yang memiliki curah hujan Selain itu, bencana gerakan tanah atau tanah
tinggi dan topografi yang beragam. Gerakan tanah longosor menyebabkan kerusakan yang cukup
yang terjadi di Indonesia seringkali disebabkan oleh
signifikan pada jalan, infrastruktur, dan pertanian, 3. Elektromagnetik, untuk mengidentifikasi
yang menghambat keberlangsungan ekonomi [2]. persebaran satuan batuan breksi di dekat
Gerakan tanah secara umum adalah permukaan.
pergerakan batuan, tanah dan materal organik yang
menuruni suatu lereng atau bidang gelincir tertentu
akibat pengaruh gravitasi dan bentuk permukaan 2. METODE PENELITIAN / METHODS
tanah. Kebumen merupakan kabupaten di Jawa
Tengah yang memiliki kerentanan terhadap Metode Geolistrik
bencana pergerakkan tanah. Hal ini disebabkan
karena kondisi morfologi yang menunjukkan Metode geolistrik mampu memetakan
pegunungan dengan kemiringan lereng agak curam formasi resistif rendah dan tinggi. Oleh karena itu,
hingga curam. Tercatat beberapa kejadian longsor metode ini sangat berharga untuk vulnerability
pernah terjadi di Kebumen, khususnya di studies [8,9]. Pengukuran geolistrik dilakukan
Karangsambung. Bencana tersebut diidentifikasi dengan merekam potensial listrik yang timbul dari
terjadi akibat batas kontak antara batuan penyusun arus yang dimasukan ke dalam tanah dengan tujuan
lereng yang telah lapuk dengan batuan yang masih untuk mencapai informasi tentang struktur
segar pada kemiringan lereng yang relatif agak resistivitas tanah. Dalam tanah yang homogen
curam [3]. (halfspace) aliran arus radial keluar dari sumber
Ketidakstabilan tanah dapat terjadi apabila arus dan membangkitkan permukaan ekipotensial
terdapat bidang gelincir di bawah permukaan tanah. yang menjalar tegak lurus dengan garis aliran arus
Selain itu juga dapat mengakibatkan terjadinya dan membentuk setengah bola.
pergerakan tanah yang dapat memicu longsor. Oleh Vertical Electrical Sounding (VES),
karena itu penting untuk mengetahui persebaran digunakan untuk menentukan variasi resistivitas
daerah yang memiliki bidang gelincir dan kondisi terhadap kedalaman. Hanya satu kali VES yang
lapisan lapuk. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui diterapkan pada suatu area, di mana tanah
daerah yang rawan terjadi pergerakan tanah. Untuk diasumsikan horizontal berlapis dengan sedikit
mengatahui lapisan dibawah permukaan tanah, variasi lateral, karena kurva sounding hanya dapat
dapat digunakan metode geofisika sounding diinterpretasikan menggunakan model horizontally
geolistrik. Dalam mengidentifikasi bidang gelincir, layered earth (1D) [10]. VES biasanya dilakukan
dapat digunakan metode geofisika GPR. Sedangkan pada konfigurasi Schlumberger, di mana elektroda
dalam mengidentifikasi persebaran lapisan lapuk potensial ditempatkan dalam posisi tetap dengan
batuan dapat digunakan metode geofisika pemisahan pendek dan elektroda saat ini
elektromagnetik. Dalam penelitian ini, kami ditempatkan secara simetris pada sisi luar elektroda
memiliki tujuan untuk mengetahui efektivitas potensial (Gambar 1) Setelah pengukuran
integrasi ketiga metode geofisika tersebut dalam resistivitas, elektroda dipindahkan lebih jauh dari
mengidentifikasi daerah yang berpotensi terjadinya pusat array. Dengan cara ini arus dibuat bertahap
pergerakan tanah. Penelitian ini dilakukan di Desa untuk mengalir melalui bagian yang lebih dalam
Seling, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten dan lebih dalam dari tanah.
Kebumen, Jawa Tengah yang telah terindikasi
terjadinya pergerakan tanah berupa rayapan (creep).
Studi-studi gerakan tanah di Indonesia dengan
menggunakan metode geofisika sudah banyak
digunakan, umumnya dengan metode resistivitas
[4-6], dan metode GPR [7]. Akan tetapi, studi
pergerakan tanah menggunakan metode
elektromagnetik belum banyak ditemukan, Gambar 1. Konfigurasi metode Schlumberger
khususnya di Indonesia.
Daerah pengukuran berada pada zona
Tujuan longsor Desa Seling tepatnya berada pada titik
koordinat 49S 352980,70mT dan 9158866,95mU
Tujuan penelitian ini adalah (Gambar 2). Metode yang digunakan adalah
mengidentifikasi potensi daerah rawan pergerakan vertical electrical sounding (VES) dengan
tanah dengan metode: konfigurasi Wenner-Schlumberger. Target
1. Geolistrik (Vertical Electric Sounding), kedalaman pengukuran yang diinginkan sekitar 50
untuk mengidentifikasi perlapisan batuan m sehingga pengukuran dilakukan dengan
secara vertikal. bentangan maksimum sejauh 180 m arah utara-
2. GPR (Ground Penetration Radar), untuk selatan. Berikut adalah peralatan yang digunakan: 1
mengidentifikasi kontak satuan batuan set Mini Sting, 1 buah power supply, 2 gulung
breksi dengan satuan batulempung serta meteran dengan panjang 100 m, 4 buah elektroda, 1
kemiringanya. buah laptop.
Gambar 3. Diagram Alir Pemrosesan Data EM

Metode GPR

Metode GPR merupakan metode geofisika


yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik
untuk mengidentifikasi diskontinuitas elektrik di
Gambar 2. Peta Lintasan Pengukuran VES
bawah permukaan. Alat yang digunakan terdiri dari
antena transmitter dan receiver. Alat ini digunakan
Data diolah menggunakan perangkat lunak
untuk memancarkan dan merekam pancaran
IP2WIN sehingga diperoleh kurva sounding hasil
gelombang elektromagnetik frekuensi tinggi.
dari inversi.
Respons gelombang refleksi pada radargram dapat
diolah untuk menggambarkan diskontinuitas
Metode Elektromagnetik elektrik, yang dapat diinterpretasi sebagai batas
lapisan dua batuan atau material yang berbeda [12].
Metode elektromagentik (EM) adalah salah Kedalaman penetrasi maksimum GPR tergantung
satu metode geofisika yang digunakan untuk pada frekuensi tengah, litologi, kandungan air,
mengetahui anomali di bawah permukaan dengan tekstur batuan, dan ukuran butir. Resolusi vertikal
memanfaatkan sifat medan magnet dan medan pada survei GPR sebanding dengan frekuensi yang
listrik. Sharma [11] menyatakan bahwa metode EM digunakan. Sementara itu, resolusi horizontal
sangat efektif untuk memisahkan objek yang bergantung pada interval pengambilan data [13].
memiliki perbedaaan konduktivitas yang signifikan Desain survei pada metode GPR ini adalah
terhadap lingkungan sekitarnya pada kondisi membuat arah lintasan (Gambar 4) yang searah
lapisan penutup (overburden mass) yang relatif dengan arah kemiringan lapisan batuan di Desa
dangkal. Survei EM pada dasarnya diterapkan Seling, bagian selatan Karangsambung. Jenis
untuk mengetahui respons bawah permukaan antena yang digunakan dalam lintasan pengukuran
menggunakan perambatan gelombang adalah shielded antenna. Shielded antenna yang
elektromagnetik yang terbentuk akibat adanya arus dipakai merupakan MALÅ GPR Shielded dengan
bolak-balik dan medan magnetik. Medan frekuensi 100 MHz. Spasi dan pengukuran panjang
elektromagnetik primer dihasilkan oleh arus bolak- lintasan saat menggunakan shielded antenna
balik yang melewati sebuah kumparan yang terdiri menggunakan perhitungan jarak yang dilalui oleh
dari lilitan kawat. Respons bawah permukaan roda yang dipasang pada shielded antenna.
berupa medan elektromagnetik sekunder dan
resultan medan terdeteksi sebagai arus bolak-balik
yang menginduksi arus listrik pada koil penerima
(receiver) sebagai akibat adanya induksi
elektromagnetik.
Pengukuran dilakukan didominasi pada
lintasan dengan searah arah dip dari daerah
longsoran (utara-selatan), selain itu ada beberapa
Gambar 4. Peta daerah pengukuran GPR (kiri) dan peta
pengukuran yang diambil dengan mengikuti arah
lintasan pengukuran GPR (kanan)
strike (barat-timur). Panjang koil yang digunakan
memiliki panjang 0,5 m dan 1 m. Pengambilan data Pengolahan hasil rekaman GPR diolah lebih
dilakukan setiap rentang 1 meter. Berikut adalah untuk menghilangkan sinyal noise dan sinyal
peralatan yang digunakan: 1 buah EM38, 8 buah lainnya yang tidak dibutuhkan dengan bantuan
pasak, 1 gulung meteran dengan panjang 100 m, 1 perangkat lunak ReflexW. Berikut adalah alur kerja
buah GPS, dan 1 buah laptop. pengolahan data rekaman GPR.
Setelah data didapatkan, maka dilakukan
proses pengolahan data yang meliputi proses
convert data, pengelolaan data di Microsoft Excel
dan plotting data di Surfer. Hasil yang didapatkan
berupa data persebaran konduktivitas. Berikut
adalah diagram alir dari ringkasan pengolahan data.
Gambar 5. Diagram Alir Pengolahan Data GPR
3. HASIL DAN PEMBAHASAN / membandingkan dengan hasil pemodelan ke depan
RESULTS AND DISCUSSION (forward modelling). Pemodelan kedepan kami
lakukan menggunakan perangkat lunak MATGPR
dengan menerapkan beberapa model dan parameter
Hasil Pengolahan Data Metode Geolistrik yang memenuhi. Untuk model (Gambar 8) yang
kami gunakan adalah: model tanah-batulempung
Setelah dilakukan pengolahan data VES, dan model tanah-breksi-batulempung. Hal ini
didapatkan kurva sounding hasil inversi (Gambar dipilih berdasarkan kondisi geologi yang ada.
5). Hasil pengolahan data secara inversi ini
menghasilkan data dengan error sebesar 3,66 %.
Terlihat dalam kurva tersebut terdapat tiga lapisan
dengan nilai resistivitas semu yang berbeda.
Resistivitas semu lapisan pertama memiliki nilai
16,1 Ωm dengan ketebalan 1,7 m. Resistivitas semu
lapisan kedua memiliki nilai 21,8 Ωm dengan
ketebalan 9,79 m. Resistivitas semu lapisan ketiga Gambar 8. Model tanah-batulempung (kiri) dan model
memiliki nilai 5,09 Ωm dengan ketebalan 55,1 m. tanah-breksi-batulempung (kanan).

Respon model hasil pemodelan kedepan


dapat dilihat pada Gambar 9. Terlihat dari respon
model hasil pemodelan ke depan mirip dengan hasil
pengolahan data di lapangan. Hal ini dapat menjadi
kontrol kualtias bahwa data yang didapatkan dapat
dinilai baik.

Gambar 6. Kurva sounding hasil inversi

Hasil Pengolahan Data GPR

Dari hasil penampang GPR (Gambar 7)


yang telah diolah, terlihat pada kedalaman sekitar
4-10 m dari permukaan tanah terdapat
penyimpangan amplitudo yang cukup besar. Hal ini
mengindikasikan sebagai batas perlapisan antara Gambar 9. Respon pemodelan ke depan model tanah-
batulempung (kiri), model tanah-breksi-batuempung
dua litologi batuan yang berbeda. Bila
(kanan)
dibandingkan dengan hasil pemetaan geologi,
diperkirakan lapisan dengan kedalaman sekitar 0-6
Parameter yang digunakan dalam
m merupakan lapisan lapuk dan di bawahnya
menentukan satuan batuanya dimuat dalam Tabel 1.
terdapat batuan breksi. Kemiringan lapisan berkisar
antara 10°-15°. Pada jarak sekitar 90-92 m, Tabel 1. Parameter batuan pada pemodelan ke depan GPR
amplitudo yang awalnya besar di permukaan
perlahan mengecil ke bawah. Hal ini disebabkan
adanya gorong-gorong yang dilalui air ketika
melakukan akuisisi pada jarak tersebut.

Tanah (?)
Breksi (?)
Batulempung (?)

Gambar 7. Hasil pengolahan data metode GPR

Hasil Pengolahan Data Metode


Hasil Forward Modelling GPR Elektromagnetik
Untuk melakukan kontrol kualitas (quality Dari hasil pengolahan data didapatkan
control) terhadap data yang telah diolah, kami persebaran anomali konduktivitas (Gambar 10).
Gambar sebelah kiri merupakan peta konduktivitas berkisar antara 10°-15° ke arah selatan. Pada jarak
yang didapatkan dengan panjang koil saat sekitar 90-92 m, terdapat fenomena ringing karena
pengukuran adalah 0,5 m. Gambar sebelah kanan adanya gorong-gorong yang dilalui air ketika
merupakan peta konduktivitas yang didapatkan melakukan akuisisi pada jarak tersebut.
dengan panjang koil saat pengukuran adalah 1 m. Pada hasil pengolahan metode
Terlihat terdapat daerah dengan nilai konduktivitas elektromagnetik terdapat anomali konduktivitas
dominan yaitu -10 sampai 10 S (biru tua-biru muda) dengan nilai rendah berwarna biru tua dapat
pada bagian tengah. diinterpretasikan sebagai persebaran batuan breksi
(Gambar 12). Gambar 12.a menunjukkan batuan
breksi yang tersebar pada kedalaman 0,75 m,
sedangkan pada Gambar 12.b dapat
memperlihatkan persebaran batuan breksi pada
kedalaman 1,5 m. Hal ini dikonfirmasi dengan peta
geologi regional dan pengukuran oleh metode
geolistrik dan GPR. Peta persebaran batuan breksi
pada dekat permukaan yang diperoleh dari
pengukuran elektromagnetik dapat digunakan
sebagai upaya mitigasi bencana pergerakan tanah
dalam pembangunan infrastruktur.

Gambar 10. Peta persebaran konduktivitas pada


kedalaman 0,75 m (kiri) dan 1,5 m (kanan)

Diskusi

Pada hasil pengolahan data metode


geolistrik, lapisan pertama dengan nilai resistivitas
semu 16,1 Ωm dapat diinterpretasikan sebagai top
soil (hasil pelapukan batu breksi). Lapisan kedua
dengan nilai resistivitas semu 21,8 Ωm dapat
diinterpretasikan sebagai satuan batuan breksi.
Sedangkan lapisan ketiga dengan nilai resistivitas
semu 5,09 Ωm dapat diinterpretasikan sebagai
satuan batulempung. Hal ini dapat dikonfirmasi
dengan kondisi geologi Desa Seling yang memiliki
susunan satuan batuan secara vertikal adalah top
soil, satuan batuan breksi, dan satuan batulempung. Gambar 12. Peta gabungan persebaran konduktivitas dan
Berdasarkan peta geologi regional Kebumen geologi regional pada daerah penelitian. Gambar (a)
menunjukkan persebaran konduktivitas pada kedalaman
(Gambar 11), satuan batuan breksi pada daerah ini
0,75 m. Gambar (b) menunjukkan persebaran
berasosiasi dengan Formasi Halang (Tmpb) dan konduktivitas pada kedalaman 1,5 m.
satuan batulempung berasosiasi dengan Formasi
Penosogan (Tmp).
4. KESIMPULAN / CONCLUSION

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa


integrasi antara metode geolistrik, GPR, dan
elektromagnetik dapat mengidentifikasi potensi
pergerakan tanah secara efektif. Metode geolistrik
Gambar 11. Peta geologi regional Desa Seling dapat mengidentifikasi batuan secara vertikal. Hal
tersebut dikonfirmasi oleh peta geologi regional
Dari penampang GPR (Gambar 7), terlihat daerah penelitian. Kemiringan bidang gelincir,
pada kedalaman sekitar 4-10 m dari permukaan dapat diidentifikasi dengan baik oleh metode GPR.
tanah terdapat penyimpangan amplitudo yang Metode elektromagnetik dapat memberikan
cukup besar. Hal ini mengindikasikan sebagai batas gambaran mengenai persebaran batuan breksi dekat
perlapisan antara dua litologi batuan yang berbeda. permukaan dengan baik. Hal ini dikonfirmasi oleh
Bila dibandingkan dengan hasil pemetaan geologi, pemetaan geologi dan kedua metode geofisika yang
diperkirakan lapisan dengan kedalaman sekitar 0-6 telah disebutkan sebelumnya.
m merupakan lapisan lapuk dan di bawahnya
terdapat batuan breksi. Kemiringan lapisan ini
UCAPAN TERIMAKASIH / [7] Wulandari, R. (2012). Analisis bawah
ACKNOWLEDGMENT permukaan Kelurahan Trikora dan sekitarnya
menggunakan metode GPR (ground
Terimakasih kami sampaikan kepada para penetrating radar) dan geolistrik. Prosiding
dosen yang membimbing selama kuliah lapangan Seminar Hasil Penelitian FMIPA UNILA, 1(1)
Karangsambung, serta para asisten dan teman- [8] Christensen, N.B., Sørensen K.I. (1998).
teman Teknik Geofisika ITB 2015 yang telah Surface and borehole electric and
membantu dalam pengambilan data penelitian ini. electromagnetic methods for hydrogeological
investigations. European Journal of
Environmental and Engineering Geophysics 3,
DAFTAR PUSTAKA / REFERENCES 75–90.
[9] Sørensen, K.I., Auken, E., Christensen, N.B.,
[1] BNPB. (2018). Bencana Alam di Indonesia Pellerin, L. (2005). An integrated approach for
Tahun 2008 s.d. 2018 dalam Data Informasi hydrogeophysical investigations: new
Bencana Indonesia (DIBI). Diakses pada 3 technologies and a case history. Near-Surface
November 2018, dari Geophysics 2, Investigations in Geophysics 13,
http://bnpb.cloud/dibi/grafik1a 585–603
[2] Kuncoro, A. dan Resosudarmo, B. P. (2006). [10] Ernstson, K., Kirsch, R. (2006). Geoelectrical
Survey of recent developments. Bulletin of methods, basic principles. Groundwater
Indonesian Economic Studies, 42(1), 7-31 Geophysics: A Tool for Hydrology, 85–108.
[3] Alvian (2018). Longsor di daerah [11] Sharma, V. P. (1997). Environmental an
Karangsambung. Diakses 3 November 2018, Engineering Geophysics. London: Cambridge
dari http://geotek.lipi.go.id/?p=9053 University Press
[4] Mahartha, D. S., Dewi, R. K., Hartono, K., [12] Daniels, D., 2004. Ground Penetrating Radar.
Kristi, L. G., dan Widodo. (2017). Landslide In: vol. 15 of IEE Radar, Sonar, Navigation
potential survey within Lembang fault using and Avionics Series, 2nd edition. The Institution
resistivity. 1st International Geo- of Electrical Engineers, MPG Books
Electromagnetic Workshop (Geo-EM 2017). [13] Jol, H.M. (Ed.), 2009. Ground Penetrating
AIP Conference Proceeding 1861, 030037-1– Radar: Theory and Applications. Elsevier
030037-4 Science, The Netherlands
[5] Izzati, F. N., Laksmana, Z. S., Marcelina, B., [14] Borgatti, L., Forte, E., Mocnik, A., Zambrini,
Hutabarat, S. S., dan Widodo. (2017). R., Cervi, F., Martinucci, D., Zamariolo, A.
Identifying potential ground movement as a (2017). Detection and characterization of
landslide mitigation approach using resistivity animal burrows within river embankments by
method. 1st International Geo-Electromagnetic means of coupled remote sensing and
Workshop (Geo-EM 2017). AIP Conference geophysical techniques: Lessons from River
Proceeding 1861, 030046-1–030046-4 Panaro (northern Italy). Engineering Geology
[6] Qodri, M. N., Budi, S., Dasahruddyn, F. T., 226, 277–289.
Rahman, A., Widodo, dan Fatkhan. (2018). [15] Christensen, N.B., Sørensen K.I. (2001). Pulled
Geophysical investigation of landslide using array continuous electrical sounding with an
DC-Resistivity method: A case study in additional inductive source: an experimental
Cikahuripan, West Bandung. International design study. Geophysical Prospecting 49,
Symposium on Earth Hazard and Disaster 241–254.
Mitigation (ISEDM) 2017. AIP Conference [16] Kearey, P., Brooks, M., dan Hill, I. (2002). An
Proceeding 1987, 020017-1–020017-4 Introduction to Geophysical Exploration (2nd
ed.). Oxford: Blackwell
Analisis Kerentanan Tanah Menggunakan Integrasi Metode Mikrotremor
dan Vs30 sebagai Tinjauan Pembangunan Kawasan Pendidikan Studi
Kasus: Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Analysis of Soil Vulnerability Using Integration of Microtremor Method and Vs30 as a
Review of the Development of Educational Areas. Study Case: Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya

Diki Setiawan1, Syafiatun Nuriyah2, Shofi Iqtina Hawan3*


Departemen Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Jl. Raya ITS, Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111

*) Email: dikisetiawanofficial@gmail.com

ABSTRAK

Pada beberapa tahun ke depan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember akan melakukan banyak pembangunan
infrastruktur sebagai bagian dari pengembangan kawasan pendidikan. Berdasarkan kondisi geologisnya, Kota
Surabaya merupakan cekungan alluvial muda hasil endapan laut, sungai, tuf, dan batupasir yang dilewati oleh sesar
aktif Kendeng dengan pergerakan 5 milimeter per tahun. Dengan kondisi geologi yang memungkinkan terjadinya
amplifikasi tersebut, Surabaya memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap getaran yang terjadi di bawah permukaan.
Pengetahuan mendetail mengenai tingkat kerentanan tanah diperlukan untuk mendukung upaya pembangunan
infrastruktur. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan zona kerentanan tanah di kawasan kampus ITS
menggunakan metode mikrotremor. Dimana metode ini merekam nilai frekuensi natural dan nilai amplifikasi. Hasil
pengukuran kemudian dianalisis menggunakan metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) sehingga
didapat nilai frekuensi natural sebesar 1.35 Hz hingga 2.75 Hz. Dimana nilai frekuensi terendah di bagian utara dan
nilai tertinggi di bagian selatan. Nilai frekuensi tersebut kemudian diintegrasikan dengan data Vs30, sehingga
didapat nilai kecepatan geser dan ketebalan lapisan sedimen. Melalui penampang bawah permukaan, diketahui
terdapat tiga jenis lapisan secara umum. Berdasarkan klasifikasi tanah Eurocode 8, dapat diinterpretasikan bahwa
lapisan pertama merupakan endapan alluvium dengan Vs 200 m/s. Kemudian lapisan kedua adalah endapan sand
atau clay dengan Vs 600 – 800 m/s. Lapisan ketiga merupakan jenis lapisan yang sama seperti lapisan pertama. Dan
lapisan keempat adalah lapisan batuan padat dan keras dengan nilai Vs mencapai 800 – 1000 m/s. Penelitian yang
dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa berdasarkan persebaran nilai frekuensi dan ketebalan sedimen, tingkat
kerentanan tanah di kawasan kampus ITS semakin tinggi di bagian utara, dan semakin rendah di bagian selatan.

Kata kunci: mikrotremor, HVSR, ketebalan sedimen, zona kerentanan tanah

ABSTRACT

In the next few years, Institut Teknologi Sepuluh Nopember will do a lot of infrastructures development as part of the
growth of education area. Based on its geological conditions, Surabaya is a young alluvial basin resulted by
sedimentation of the sea, river, tuff, and sandstone that is passed by active fault Kendeng with movement rate 5
millimeters per year. With the geological conditions that enable amplification, Surabaya has a high level of
vulnerability to vibrations that occur below the surface. Detailed knowledge about the level of soil vulnerability is
needed to support infrastructure development efforts. The purpose of this study is to identify and map the soil
vulnerability zone in ITS campus area using microtremor method. This method records natural frequency values and
amplification values. The measurements results are analyzed using HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio)
method, then the natural frequency value of 1.35 Hz to 2.75 Hz was obtained. Where the lowest frequency value is in
north and the highest value is in south. Then the frequency values is integrated with Vs30 data so the values of shear
velocity and thickness of sediment layer are obtained. Through the subsurface section, it is known that there are
three types of layers in general. Based on Eurocode 8 soil classification, it can be interpreted that the first layer is
alluvium deposit with Vs 200 m/s. Then the second layer is sand or clay deposits with Vs 600 - 800 m/s. The third
layer is the same type of layer as the first layer. And the fourth layer is a solid and hard rock layer with a value of V
reaching 800 - 1000 m/s. The conducted research concluded that based on the distribution of the value of the
frequency and thickness of sediments, the level of soil vulnerability in ITS campus area was higher in the north, and
lower in the south.

Keywords: microtremor, HVSR, Vs30, sediment thickness, soil vulnerability zone


1. PENDAHULUAN / INTRODUCTION A. Geologi Regional Surabaya
Surabaya adalah kota terbesar kedua
1.1 Latar Belakang di Indonesia setelah Jakarta. Surabaya terletak di
tepi pantai utara Pulau Jawa dan berhadapan
Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember dengan Selat Madura serta Laut Jawa dengan
Sukolilo menempati areal seluas 18 hektar dengan koordinat 7°16′LU 112°43′BT. Kota Surabaya
luas bangunan seluruhnya 150.000 m2. Luas sebanyak 80% wilayahnya didominasi oleh dataran
bangunan ini akan terus bertambah seiring dengan rendah yang terisi oleh endapan alluvial dan sisanya
berkembangnya pembangunan dan pemanfaatan merupakan perbukitan rendah hasil pelapukan
lahan kosong di ITS. Dalam upaya pembangunan batuan tersier [1].
ini, tentunya tidak lepas dari pengetahuan tentang
kondisi dan karakteristik lahan yang akan dibangun. Secara geologi, kota ini didirikan di atas lapisan
sedimen berumur Miosen sampai Pleistosen.
Kota Surabaya sendiri, berdasarkan kondisi Dimana lapisan sedimen ini adalah bagian dari lajur
geologisnya, merupakan cekungan alluvial dan Kendeng dengan formasi Sonde, Lidah, Pucangan,
batupasir yang dilewati Sesar Kendeng, dengan dan formasi Kabuh. Dimana formasi Lidah yang
batuan sedimen berupa lempung. Kondisi tersebut berumur Pliosen sebagai batuan dasar kota
memungkinkan terjadinya amplifikasi, sehingga Surabaya. Selain itu daerah Surabaya berupa
Kota Surabaya memiliki tingkat kerentanan tinggi cekungan endapan alluvial muda hasil endapan
terhadap getaran yang terjadi di bawah permukaan. laut, sungai, tuf, dan batupasir [2].

Oleh sebab itu diperlukan penelitian untuk Dengan kondisi geologi sedemikian rupa, Surabaya
mengetahui persebaran tingkat kerentanan tanah. memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap getaran
Dimana hal tersebut dapat diketahui melalui metode yang terjadi di permukaan. Karena pada saat terjadi
mikrotremor yang diintegrasikan dengan nilai gempa, intensitas guncangan tanah (ground
kecepatan geser (Vs30). Sehingga dihasilkan peta shaking) tidak hanya bergantung pada besaran dan
kontur persebaran nilai frekuensi natural dan jarak pusat gempa, namun juga kondisi geologi
penampang ketebalan sedimen di kawasan setempat. Di dekat permukaan, endapan sedimen
penelitian. dapat memperkuat gelombang seismik dan
mengakibatkan guncangan yang lebih besar
dibandingkan batuan keras di bawahnya [4].
1.2 Rumusan Masalah
B. Amplifikasi
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, Amplifikasi merupakan penguatan amplitudo
maka dapat dituliskan rumusan masalah sebagai gelombang pada lapisan tanah. Hal ini diakibatkan
berikut: gelombang gempa yang berasal dari bedrock
1. Bagaimana persebaran nilai frekuensi natural di memiliki frekuensi yang sama atau hampir sama
kawasan kampus ITS? dengan frekuensi natural tanah tersebut. Terdapat
2. Bagaimana penampang bawah permukaan di empat penyebab amplifikasi pada suatu daerah,
kawasan kampus ITS? yaitu:
3. Bagaimana tingkat kerentanan tanah di kawasan - Terdapat lapisan lapuk yang terlalu tebal di
kampus ITS? atas lapisan keras
- Frekuensi natural tanah yang rendah
- Frekuensi gempa sama atau hampir sama
1.3 Tujuan dengan frekuensi natural geologi setempat
- Gelombang seismik terjebak dalam lapisan
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan lapuk dalam jangka waktu lama. [4]
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara melakukan pemetaan Nilai amplifikasi dapat diketahui melalui
zona kerentanan tanah dengan metode pengukuran di lapangan. Dimana pengukuran
mikrotremor dilakukan dengan mengamati gelombang gempa
2. Untuk memetakan zona kerentanan tanah di yang merambat pada batuan dasar dan pada
kawasan kampus ITS permukaan tanah [5]. Nilai amplifikasi dituliskan
dalam persamaan berikut
1.4 Teori Pendukung
BV SB (1)
A
 V
A SS

dengan �� dan �� adalah massa jenis bedrock dan


sedimen permukaan dan ��� dan ��� adalah
kecepatan geser pada bedrock dan kecepatan geser Tabel 1. Klasifikasi Jenis Tanah Eurocode 8
pada sedimen permukaan [6]. Dari persamaan (Sumber: http://eurocodes.jrc.ec.europa.eu)
tersebut dapat dinyatakan bahwa nilai dari Tipe Vs30
ampifikasi dapat dipengaruhi oleh kondisi Uraian Gambaran Stratigrafi
Tanah (m/s)
batuannya, ketika batuan telah terdeformasi
(pelapukan, pelipatan atau sesar), maka nilai Batuan atau formasi batuan
amplifikasinya dapat berbeda walaupun pada jenis A >800
lainnya
batuan yang sama.
Endapan sand atau clay yang
C. Metode HVSR pada Mikrotremor sangat padat, gravel, pada
Gelombang ambien (ambient vibrations/ambient ketebalan beberapa puluh
B 360-800
noise) adalah gelombang yang dihasilkan oleh meter, ditandai dengan
peristiwa alam atau aktivitas manusia. Gelombang peningkatan sifat fisik mekanik
terhadap kedalaman.
ini terjadi secara terus-menerus dan terjebak dalam
lapisan sedimen. Dalam metode mikrotremor, Endapan sand padat atau
gelombang inilah yang direkam dan diamati, setengah padat yang tebal,
sehingga diperoleh gambaran kondisi bawah C gravel atau clay padat dengan 180-360
permukaan. Periode yang dimiliki oleh gelombang ketebalan beberapa puluhan
hingga ratusan meter
mikrotremor secara umum adalah 0.05 – 2 detik
dan paling besar adalah 5 detik. Sedangkan nilai Endapan tanah kohesi rendah
amplitude berkisar antara 0.7 – 2 mikron. Parameter sampai sedang (dengan atau
yang dapat diperoleh dari metode mikrotremor D tanpa beberapa lapisan kohesi <180
adalah frekuensi natural (f0) dan nilai amplifikasi rendah), terutama pada tanah
kohesi rendah
(A) [7].
Lapisan tanah terdiri dari
Metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral alluvium pada permukaan
Ratio) pertama kali digunakan untuk mengestimasi dengan nilai Vs tipe C atau D
E dengan ketebalan bervariasi 5
frekuensi natural dan nilai amplifikasi dari data
m hingga 20 meter, dibawah
mikrotremor pada 1989 oleh Yutaka Nakamura. tanah ini berupa material keras
Dalam perhitungan matematis untuk menemukan dengan Vs > 800
nilai frekuensi manual digunakan pendekatan
Endapan terdiri dari atau
gelombang badan. Metoda HVSR didasari oleh mengandung, ketebalan lapisan
terperangkapnya getaran gelombang geser pada 10 m pada tanah lempung <100
medium sedimen diatas bedrock. S1
lunak atau lempung lanauan (indikasi)
f  VS (2) dengan indeks plastisitan dan
4h kadar air yang tinggi
dimana VS adalah kecepatan gelombang geser dan h Endapan tanah likuifiable, dari
adalah kedalaman bedrock [8]. clay sensitif, atau tanah lain
S2
yang tidak termasuk dalam tipe
D. Perhitungan Tebal Lapisan A-E atau S1
Ketebalan lapisan sedimen dihitung dengan
mencari terlebih dahulu nilai Vs30 lokasi penelitian
pada USGS. Persamaan matematis tebal lapisan 2. METODE PENELITIAN / METHODS
sedimen adalah sebagai berikut
V 30 (3) Detail penelitian ditampilkan pada poin-poin di
h S

4 f 0
bawah, meliputi:
Dimana persamaan manual untuk nilai Vs30 adalah
sebagai berikut 2.1 Tempat dan Waktu
30 
120m (4)
V S
T
atau Penelitian dilaksanakan di kampus Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Sukolilo Surabaya
V S
30  f 120m (5)
pada 27 April 2018. Penelitian dilaksanakan mulai
0

dengan VS adalah kecepatan gelombang geser, f0 pukul 07.00 sampai 18.00 dengan waktu
adalah frekuensi natural, h adalah ketebalan pengukuran tiap titik 30 menit. Terdapat 15 titik
sedimen, dan T adalah periode gelombang. pengukuran, dengan jarak antar titik 100 meter.
Adapun lokasi penelitian, lintasan, dan titik
E. Klasifikasi Jenis Tanah Eurocode 8 pengukuran ditunjukkan pada Gambar 1.
Pada Tabel.1 ditampilkan klasifikasi jenis tanah
Eurocode 8 yang digunakan sebagai referensi
dalam menentukan litologi bawah permukaan.
Gambar 1 Titik pengukuran penelitian

2.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam akuisisi di


lapangan adalah sebagai berikut: Mikrotremor
MAE, GPS, handy talky, jam tangan, peta geologi
daerah penelitian, peta topografi daerah penelitian,
palu geologi, kompas geologi, pelindung peralatan
(payung), laptop, dan penggaris. Untuk pengolahan Gambar 2 Skema pengolahan data
data menggunakan Microsoft Excel, Geopsy, Easy
HVSR, dan Surfer 11. Tahapan pengolahan data dijelaskan dalam poin-
poin sebagai berikut:
 Tahapan akuisisi menggunakan alat
2.3 Variabel Penelitian Microtremor MAE dan software Geopsy. Pada
tahap ini, didapat nilai frekuensi natural (f0) dan
Adapun variabel penelitian ini terdiri atas besaran- nilai amplifikasi (a0).
besaran fisik. Besaran-besaran fisik yang diukur
 Tahap berikutnya adalah analisis H/V Spectra,
adalah sebagai berikut: nilai frekuensi natural, nilai
sehingga diperoleh peta persebaran nilai
amplifikasi, dan waktu. Sedangkan besaran fisik
frekuensi dominan. Tahap ini dilakukan pada
yang dihitung adalah nilai ketebalan lapisan software Easy HVSR dan Surfer11.
sedimen.
 Kemudian dilakukan inversi metode HVSR
(Horizontal to Vertical Spectrum Ratio) pada
2.4 Langkah Kerja Easy HVSR, sehingga didapat nilai Rho, H, dan
kedalaman. Dari ketiga nilai tersebut, dihasilkan
Langkah kerja yang dilakukan meliputi tahapan profil ketebalan sedimen di bawah permukaan.
akuisisi dan pengolahan data. Tahapan akuisisi  Peta frekuensi dominan dan profil ketebalan
dijelaskan dalam poin-poin sebagai berikut: sedimen kemudian diinterpretasi.
 Penentuan dan survey lokasi penelitian sesuai
peta geologi dan topografi
 Pembuatan desain akuisisi untuk pengambilan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN /
data RESULTS AND DISCUSSION
 Pengukuran titik di lapangan dengan spasi 100
meter dan waktu pengukuran tiap titik 30 menit Penelitian ini dilakukan pada 15 titik pengukuran,
namun data yang memiliki tingkat reliable hanya
 Mencatat koordinat titik pengukuran tiap titik
12 data. Data pada titik lain tidak dapat di tentukan
Sedangkan tahapan pengolahan dijelaskan dalam
frekuensi yang reliable karen adanya noise pada
Gambar 2.
saat pengukuran (kendaraan bermotor). Hasil
pengolahan yang didapat berupa grafik Horizontal
to Vertikal (H/V), yang merupakan hasil Fast
Fourier Transform (FFT) dari data yang
didapatkan. Grafik tersebut memuat informasi
frekuensi dominan dan nilai amplifikasi. Dimana
sumbu Y merupakan nilai H/V (amplifikasi) dan
sumbu X adalah frekuensi natural. Sedangkan garis
merah menunjukkan H/V rata-rata (Gambar 3).
Gambar 3 Kurva H/V yang menunjukkan H/V rata-rata

Sampai tahap ini didapat nilai frekuensi natural dari Pada keseluruhan penampang (Gambar 5)
grid pengukuran yaitu pada range 1.35 hingga 2.75 berdasarkan klasifikasi tanah Eurocode 8 (Tabel 1),
Hz. Nilai ini kemudian diplotkan dalam sebuah peta lapisan dekat permukaan merupakan lapisan tipe E,
kontur frekuensi natural. Nilai frekuensi natural yang merupakan lapisan alluvial dengan nilai
dapat merepresentasikan ketebalan sedimen di kecepatan geser 200 m/s pada kedalaman 30 – 50
kawasan penelitian, dimana nilai frekuensi akan meter. Lapisan tersebut ditunjukkan warna merah
berbanding terbalik dengan ketebalan sedimen. muda pada Gambar 5. Lapisan ini memiliki trend
yang berbeda kedalamannya, dimana cenderung
Untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai semakin dalam dari selatan ke utara.
nilai ketebalan sedimen yang ada di kampus ITS,
dilakukan perhitungan sesuai persamaan tebal Di bawah lapisan alluvial, terdapat lapisan tipe B
lapisan sedimen (Persamaan 3) setelah sebelumnya dengan nilai kecepatan geser 600 m/s hingga 800
mencari nilai Vs30 dari USGS. Sehingga didapat m/s pada rentang kedalaman yang bervariasi,
penampang bawah permukaan pada tiap line. Peta berkisar antara 200 m hingga 300 meter dibawah
kontur persebaran frekuensi natural ditunjukkan permukaan. Berdasarkan klasifikasi tanah, lapisan
oleh Gambar. 4 dan penampang bawah permukaan ini merupakan endapan sand atau clay. Endapan ini
tiap line ditunjukkan Gambar 5. ditandai kontur berwarna biru tua ke hijau pada
Gambar. Lapisan berikutnya yaitu lapisan E
kembali. Dan lapisan paling bawah adalah lapisan
batuan keras dan padat (warna hijau) dengan nilai
kecepatan geser 800 – 1000 m/s.

Jika dikorelasikan dengan kondisi geologi di


Surabaya, dapat dibuat hipotesis adanya bentukan
antiklin yang merupakan lapisan keras dengan
kecepatan > 700 m/s di area selatan kampus ITS
dengan diameter yang tidak terlalu besar. Antiklin
Gambar 4 Peta persebaran nilai frekuensi natural di tersebut diindikasikan merupakan kemenerusan dari
daerah penelitian. Nilai frekuensi terendah ditunjukkan antiklin yang ada di daerah Semolowaru Surabaya.
warna hitam dan frekuensi tertinggi ditunjukkan warna Namun pada posisi utara kampus ITS bentukan ini
putih
mulai berangsur menghilang sehingga ketebalan
lapisan sedimen lunak semakin besar.

4. KESIMPULAN / CONCLUSION

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat


disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Frekuensi natural berkisar antara 1.35 Hz
hingga 2.75 Hz berarah utara-selatan.
2. Terdapat tiga jenis lapisan, dengan nilai Vs
masing-masing adalah 200 m/s, 600 – 800 m/s,
dan 800-1000 m/s. Hasil interpretasi penampang
bawah permukaan adalah adanya bentukan
antiklin (lapisan keras) yang merupakan
kemenerusan dari antiklin di daerah
Gambar 5 Base map dari penampang 2 dimensi secara Semolowaru. Dimana antiklin ini berangsur
berurutan line 1, line 2, line 3, dan line 4. menghilang di bagian utara.
3. Zona kerentanan tanah di kawasan ITS the Sixth International Conference on Seismic
berdasarkan peta frekuensi dan penampang Zonation (6ISCZ) EERI, November 12-15,
bawah permukaan, relatif semakin tinggi dari 2000.
selatan ke utara. [7] Herak, M., et al. (2009). HVSR of Ambient
Noise in Ston (Croatia): Comparison with
Theoretical Spectra and with The Damage
UCAPAN TERIMAKASIH / Distribution after The 1996 Ston-Slano
ACKNOWLEDGMENT Earthquake. Springer Science+Business
Media B.V.
Penyusunan paper ini tidak terlepas dari berbagai [8] Nashir, M.A.L. dan Bahri, A.S. “Karakterisasi
pihak. Penulis secara khusus mengucapkan terima Kekuatan Bangunan Wilayah Surabaya Jawa
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak Timur Menggunakan Analisis Mikrotremor”.
yang telah membantu. Pada kesempatan ini penulis Jurnal Sains dan Seni POMITS, Vol 1 No 1,
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar- (2013) 1-6
besarnya kepada :
1. Allah SWT dengan segala rahmat serta karunia-
Nya yang memberikan kekuatan dan kelancaran
pada penulis.
2. Kepada kedua orang tua penulis yang selama ini
telah membantu dalam bentuk kasih sayang,
semangat, serta doa.
3. Kepada Ibu Anik Hilyah, S.Si, M.T. selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan semangat kepada
penulis.
4. Kepada teman-teman yang telah membantu
dalam pengambilan data.

Semoga penelitian ini bermanfaat dan dapat


dijadikan pertimbangan dalam pembangunan
infrastruktur pendidikan di kampus ITS Surabaya.

DAFTAR PUSTAKA / REFERENCES

[1] Bahri, S. dan Madlazim. (2012). “Pemetaan


Topografi, Geofisika, dan Geologi Kota
Surabaya”. Jurnal Penelitian Fisika dan
Aplikasinya (JPFA), Vol 2 No 2, Desember
2012, ISSN: 2087-9946.
[2] Soekardi. (1992). Geologi Lembar Pacitan
Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Indonesia.
[3] Soehaimi, A., Marjiyono, Setianegara, R.
(2015). “Mikrozonasi Bahaya Gempa Kota
Mataram”. GEOMAGZ Majalah Geologi
Populer. 21 Oktober 2015 diakses dari
http://geomagz.geologi.esdm.go.id/mikrozona
si-bahaya-gempa-kota-mataram/ pada tanggal
9 Januari 2019.
[4] Towhata, I. (2008). Geotechnical Earthquake
Engineering. Springer, Japan.
[5] Partono, W., Irsyam, M., Prabandiyani, Sri.,
Maarif, S. (2013). “Aplikasi Metode HVSR
pada Perhitungan Faktor Amplifikasi Tanah di
Kota Semarang”. Jurnal Media Komunikasi
Teknik Sipil, Vol 19 No 2, Desember 2013,
ISSN: 0854-1809.
[6] Nakamura, Y., Sato, T., Nishinaga, M. (2000).
“Local Site Effect of Kobe Based on
Microtremor Measurement”. Proceedings of
KARAKTERISASI LAPANGAN PANASBUMI SONGA-WAYAUA,
HALMAHERA SELATAN BERDASARKAN ANALISIS GEOKIMIA AIR,
ISOTOP 18O DAN 2H, SERTA Hg UDARA TANAH

A. Aditya Yuda Kencana1*, B.Riyan Nova Hartanto1


1
Program Studi Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha No. 10, Bandung, 40132

*) Email: adityayudakencana@gmail.com

ABSTRAK

Secara geologi, Songa-Wayaua berada pada busur gunungapi Halmahera. Tatanan tektonik di Lapangan Songa-
Wayaua berupa subduksi lempeng Molluca terhadap lempeng Pasifik. Proses tektonik tersebut menghas ilkan
beberapa gunung api seperti Gunung Lansa dan Bibinoi, serta struktur geologi berupa sesar Wayaua, Lapan, Pele, dan
Tawa. Kehadiran sistem panasbumi di Lapangan Songa-Wayaua dicirikan dengan hadirnya manifestasi mata air
panas, fumarol, dan batuan teralterasi. Manifestasi mata air panas yang hadir yaitu mata air panas Songa (MAPS 1,
MAPS 2, dan MAPS 3) dan Wayaua (MAPW). Fumarol keluar pada manifestasi MAPS 1 dan MAPS 2. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pola aliran fluida hidrotermal di bawah permukaan, temperatur dan pH reservoir,
serta zona permeabel. Analisis yang dilakukan adalah analisis anion, kation, isotop 18O, 2H, serta Hg udara tanah.
Berdasarkan hasil analisis, fluida yang muncul sebagai manifestasi telah mengalami boiling, kemudian
pencampuran/mixing dengan air laut. Fraksi air laut yang mengalami pencampuran dihitung dengan rasio isotop 18O
dan 2H, sementara fraksi air dan uap saat boiling dihitung menggunakan metode heat balance dan mass balance. Dari
perhitungan, didapatkan hasil bahwa terdapat dua kluster rasio Cl/B. Kluster pertama terdiri dari MAPS 1, MAPS 2,
dan MAPS 3. Sementara kluster kedua yaitu MAPW. Hasil tersebut diinterpretasikan bahwa terdapat dua reservoir
yang berbeda. Hal ini didukung dengan kondisi geologi kedua zona mata air tersebut yang dipisahkan oleh sebuah
teluk dan satuan geologi yang berbeda. Berdasarkan geotermometer Na-K Giggenbach didapatkan temperatur
reservoir Songa sebesar 250 ± 10oC dan reservoir Wayaua sebesar 175 ± 10oC. Hasil analisis kesetimbangan H2CO3
dan CaCO3 menunjukkan pH kedua reservoir termasuk ke dalam fluida netral yang bernilai 5.25 – 6.01. Nilai
anomali Hg udara tanah berada pada zona keluarnya manifestasi MAPS 1 dan MAPS 2 yang juga dilewati oleh sesar
Pele dan Lapan. Struktur sesar Pele dan Lapan tersebut mengontrol permeabilitas dalam sistem panasbumi Songa-
Wayaua. Sehingga diinterpretasikan bahwa mata air MAPS 1 dan MAPS 2 keluar dari zona upflow, yang juga
ditunjukkan dengan keluarnya fumarol dan rasio Na/K < 15, sementara MAPS 3 keluar dari zona outflow pada sistem
reservoir Songa. Pada sistem reservoir Wayaua, MAPW kemungkinan keluar dari zona outflow yang ditandai dengan
rasio Na/K > 15. Zona upflow pada sistem Wayaua kemungkinan berada di Bukit Bibinoi.

Kata kunci: 18O, 2H, geokimia, Hg, Songa-Wayaua.

ABSTRACT

Geologically, Songa-Wayaua located on the Halmahera volcanic arc. Tectonic settings in the Songa-Wayaua is
subduction of Molluca plate beneath the Pacific plate. The tectonic process produces several volcanoes such as Lansa
and Bibinoi, also form geological structures such as Wayaua, Lapan, Pele and Tawa faults. The presence of the
geothermal system in the Songa-Wayaua Field is characterized by the presence of hot springs, fumaroles, and altered
rocks. The manifestations of hot springs that present are Songa hot springs (MAPS 1, MAPS 2, and MAPS 3) and
Wayaua (MAPW). Fumarole discharge at the MAPS 1 and MAPS 2. This study aimed to determine the pattern of
subsurface hydrothermal fluid, temperature and pH reservoir, and permeable zones. The analysis was used anions,
cations, 18O, 2H, and Hg soil air. Based on the analysis results, the fluid that appears as a manifestation has boiled in
subsurface, then mixed with sea water. The mixed seawater fraction was calculated using the isotopic ratios of 18O and
2
H, while the fractions of water and steam when boiling were calculated using the heat balance and mass balance
method. From the calculation, the results show that there are two Cl/B ratio clusters. The first cluster consists of MAPS
1, MAPS 2, and MAPS 3. While the second cluster is MAPW. These are interpreted that there are two different
reservoirs. This is supported by the geological conditions of the two spring zones separated by a bay and different
geological units. Based on the Giggenbach Na-K geothermometer, Songa reservoir temperature was 250 ± 10oC and
Wayaua reservoir was 175 ± 10oC. The results of H2CO3 and CaCO3 equilibrium analysis show the pH of the two
reservoirs included in the neutral fluid valued at 5.25 - 6.01. The value of soil air Hg anomaly is in the discharge zone
of manifestations MAPS 1 and MAPS 2 which are also passed by Pele and Lapan faults. The structure of the Pele and
Lapan faults controls permeability in the Songa-Wayaua geothermal system. So that it is interpreted that the MAPS 1
and MAPS 2 springs discharge in the upflow zone, which are also indicated by fumarole discharge and Na/K ratio <15,
while MAPS 3 discharge in the outflow zone of Songa reservoir system. In the Wayaua reservoir system, MAPW is
likely to discharge in the outflow zone which is characterized by a Na/K ratio> 15. The upflow zone of Wayaua system
possibly located on Bukit Bibinoi.
Keywords: 18O, 2H, geochemistry, Hg, Songa-
Wayaua. Wayaua, Lapan, Pele, dan Tawa. Kondisi geologi
ini memungkinkan hadirnya sistem panasbumi pada
lapangan Songa-Wayaua, Halmahera Selatan.
1. PENDAHULUAN / INTRODUCTION
Berdasarkan peta geologi pada Gambar 1, daerah
Fluida merupakan komponen penting dalam penelitian tersusun atas satuan batuan dari tua ke
transfer panas pada sistem panasbumi, sehingga muda yaitu satuan batuan metamorf Sibela (ks),
sistem panasbumi disebut juga dengan sistem breksi volkanik Formasi Bacan (Tomb),
hidrotermal. Fluida hidrotermal yang muncul di batugamping dan batugamping pasiran Formasi
permukaan membawa informasi mengenai kondisi Ruta (Tmr), batugamping terumbu (Ql), batuan
reservoir di bawah permukaan, seperti temperatur gunungapi holosen (Qhv), dan endapan alluvial
reservoir, proses-proses yang terjadi hingga fluida (Qa).
tersebut muncul ke permukaan, dan pola aliran
fluida. Komposisi kimia fluida hidrotermal seperti
unsur utama, minor, penjejak (trace elements), 2. METODE PENELITIAN / METHODS
maupun isotop stabil dapat digunakan untuk
karakterisasi reservoir. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal
dari [1] di Lapangan panas bumi Songa-Wayaua,
Paper ini membahas mengenai karakteristik Halmahera Selatan. Data tersebut berupa data hasil
reservoir berdasarkan kimia fluida termal yang analisis kimia manifestasi panas bumi yang
keluar dari mataair panas dan survei udara tanah. meliputi komposisi kimia air, isotop 18O dan 2H,
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola dan konsentrasi Hg dalam udara tanah. Data-data
aliran fluida hidrotermal di bawah permukaan, tersebut diolah menggunakan analisis geokimia
temperatur dan pH reservoir, serta zona permeabel. dengan program excel Powell (2010). Analisis
Analisis yang dilakukan adalah analisis anion, komposisi kimia air digunakan untuk perhitungan
kation, isotop 18O, 2H, serta Hg udara tanah. komposisi fluida di kondisi reservoir, estimasi
temperatur reservoir, pola aliran fluida, dan pH
Penelitian berada di Daerah Songa-Wayaua, reservoir. Analisis isotop digunakan untuk
Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku perhitungan komposisi fluida di reservoir
Utara. Daerah tersebut secara tektonik termasuk ke bersamaan dengan kimia air. Sementara unsur Hg
dalam busur gunungapi Halmahera. Tatanan udara tanah digunakan untuk menentukan
tektonik di Lapangan Songa-Wayaua berupa daerah/struktur geologi yang permeabel. Semua
subduksi lempeng Molluca terhadap lempeng analisis tersebut digunakan untuk membuat model
Pasifik. Proses tektonik tersebut menghasilkan konseptual sistem panas bumi Songa-Wayaua.
beberapa gunung api seperti Gunung Lansa dan
Bibinoi, serta struktur geologi berupa sesar

Gambar 1. Peta geologi daerah penelitian


3. HASIL DAN PEMBAHASAN / Gambar 3 berikut menunjukkan plot isotop 2H
RESULTS AND DISCUSSION terhadap 18O. Komposisi isotop air laut diasumsikan
mengikuti nilai SMOW (Standard Mean Ocean
Water) yaitu δ18O = 0 ‰ dan δ2H = 0 ‰.
Karakteristik Manifestasi
Sementara komposisi isotop parent fluid
diasumsikan dengan proses boiling satu kali dari
Manifestasi yang keluar pada lapangan panas bumi
temperatur reservoir ke temperatur fumarol (single
Songa-Wayaua menurut [1] adalah mata air panas,
flash).
fumarol, dan batuan teralterasi. Terdapat 4 mata air
panas, yaitu pada daerah Songa ada MAPS 1,
Dari diagram tersebut diperoleh rasio atau fraksi air
MAPS 2, dan MAPS 3, sementara pada daerah
laut dan fluida hidrotermal yang mengalami mixing
Wayaua hanya ada MAPW. Fumarol keluar pada
seperti yang disajikan dalam Tabel 1. MAPS 3
manifestasi MAPS 1 dan MAPS 2.
memiliki fraksi fluida hidrotermal yang sangat
Berdasarkan diagram Cl-HCO -SO
3 pada
4 Gambar tinggi, hal ini dicirikan juga dengan komposisi Na+
dan Cl- yang paling rendah dibandingkan mata air
2, semua manifestasi termasuk ke dalam air klorida.
lain. Komposisi kimia fluida sebelum mixing
Konsentrasi Na+ berkisar antara 489.68 – 8558.40
dihitung, kemudian digunakan untuk analisis pola
mg/l, sementara Cl- berkisar antara 878.0 – 16933.5
aliran fluida, estimasi temperatur reservoir, dan asal
mg/l. Tingginya konsentrasi Na dan Cl tersebut,
fluida.
ditambah lokasi manifestasi yang berada di pantai
mengindikasikan adanya pencampuran dengan air
laut. Sumber air panas dan reservoir

Sehingga untuk karakterisasi reservoir panas bumi Menurut [2], rasio Cl/B yang sama akan
Songa-Wayaua, perlu dilakukan pemisahan fraksi menunjukkan kesamaan reservoir. Diagram Cl-Li-B
air laut dan fluida hidrotermal yang mengalami pada Gambar 4 berikut menunjukkan rasio Cl/B
mixing. Proses tersebut dilakukan dengan analisis pada keempat mata air panas.
isotop 18O dan 2H, serta diagram Cl-Enthalpy.
Terdapat dua kluster rasio Cl/B, yaitu kluster
pertama meliputi mata air MAPS 1, MAPS 2, dan
Rasio mixing
MAPS 3, sementara kluster kedua terdiri dari
MAPW. Kehadiran dua kluster Cl/B tersebut
Di bawah permukaan, fluida mengalami beberapa
menunjukkan bahwa terdapat dua sistem reservoir
proses. Proses yang dominan adalah mixing dan
yang berbeda.
boiling. Pada lapangan Songa-Wayaua, mixing
terjadi antara fluida hidrotermal dengan air laut di
dekat permukaan. Interpretasi proses yang terjadi
adalah fluida reservoir mengalami proses boiling,
kemudian mixing dengan air laut pada kedalaman
yang lebih dangkal. Fraksi fluida hidrotermal dan
air laut yang mengalami mixing dihitung dengan
isotop 18O dan 2H.

Gambar 3. Plot isotop 2H terhadap 18O

Tabel 1. Tabel fraksi fluida hidrotermal dan air laut


yang mengalami mixing.

Manifestasi Fraksi Fluida


Hidrotermal Fraksi Air Laut

MAPS 1 0.72 0.28


MAPS 2 0.24 0.76
MAPS 3 0.95 0.05
Gambar 2. Plot diagram Cl-HCO3-SO4 MAPW 0.64 0.36
Rasio boiling

Proses boiling yang terjadi pada fluida dihitung


dengan diagram Cl-Entalpi (Gambar 5). Proses
mixing juga diplot ke dalam diagram ini, dengan
asumsi konsentrasi Cl air laut 19.350 mg/l dan
temperatur 20oC [2].

Perhitungan fraksi air dan uap yang dihasilkan dari


proses boiling menggunakan heat balance dengan
persamaan sebagai berikut (Pers. (1)).

Pers. (1)
dengan:
Gambar 4. Plot diagram Cl-Li-B Hair, reservoir : Entalpi air temperatur reservoir
Hair, T : Entalpi air temperatur manifestasi
Perbedaan reservoir tersebut disebabkan oleh kedua
Huap, T : Entalpi uap temperatur manifestasi
lokasi mata air terpisah oleh teluk dan perbedaan
satuan litologi. Secara geologi, hal tersebut adalah
Dari hasil perhitungan, diperoleh fraksi air dan uap
suatu pembatas yang memisahkan kedua sistem
yang dihasilkan pada proses boiling ditunjukkan
panas bumi. Sehingga terbentuk reservoir Songa
pada Tabel 2.
yang menjadi asal fluida pada mata air panas
MAPS 1, MAPS 2, dan MAPS 3, serta reservoir
Kemudian komposisi fluida reservoir dihitung
Wayaua yang menjadi asal fluida MAPW.
dengan mass balance pada fluida sebelum proses
mixing. Asumsi yang digunakan yaitu semua unsur
Kehadiran reservoir Songa ditandai juga dengan
kimia terlarut hanya ada dalam fasa air. Komposisi
munculnya fumarol. Keberadaan fumarol tersebut
kimia fluida reservoir digunakan untuk estimasi pH
menunjukkan zona upflow dan permeabel pada
reservoir. Pers. (2) berikut adalah persamaan mass
sistem Songa. Sementara ketidakhadiran fumarol
balance.
pada sistem Wayaua kemungkinan disebabkan oleh
batuan penudung yang tebal dan kurang permeabel.
Pers. (2)
Hal ini diperkuat juga dengan manifestasi yang
muncul hanya satu manifestasi.
dengan C adalah konsentrasi unsur.
Temperatur reservoir

Estimasi temperatur reservoir dilakukan


menggunakan geotermometer unsur terlarut.
Estimasi ini menggunakan komposisi kimia fluida
yang sudah dipisahkan fraksinya dengan proses
mixing air laut.

Hasil estimasi beberapa geotermometer


dibandingkan juga dengan kehadiran fumarol.
Kehadiran fumarol kering (dry fumarole) Gambar 5. Diagram Cl-Enthalpy yang menunjukkan
menunjukkan sistem entalpi tinggi dengan proses boiling dan mixing pada fluida hidrotermal.
temperatur >225oC [3]. Reservoir Songa memiliki
Tabel 2. Tabel fraksi air dan uap pada proses boiling
keluaran fumarol, sehingga akan memiliki entalpi
tinggi.
x y
Manifestasi
(fraksi air) (fraksi uap)
Geotermometer Na-K digunakan untuk
MAPS 1 0.70 0.30
mengestimasi temperatur di lapangan panas bumi (Reservoir 1)
Songa-Wayaua. Geotermometer ini dipilih sebab MAPW 0.81 0.19
mata air panas yang muncul memiliki kandungan (Reservoir 2)
kation dominan berupa Na+ dan K+. Mata air yang
digunakan pada reservoir Songa adalah MAPS 1
dan reservoir Wayaua adalah MAPW. Reservoir
Songa memiliki temperatur 250 ± 10oC, sementara
reservoir Wayaua sebesar 175 ± 10oC.
pH reservoir Tabel 3. Tabel estimasi pH reservoir
Parameter Reservoir Reservoir
Menurut [2], salah satu parameter yang penting Songa Wayaua
untuk diidentifikasi namun tidak dapat diukur Log K (H2CO3) -7.75 -6.99
langsung adalah pH reservoir. Terdapat beberapa Log K (CaCO3) 6.44 6.78
metode estimasi, namun dua metode sederhana dan ɤ HCO3 0.65 0.67
mempertimbangkan gas CO2 yang dominan dalam
sistem panas bumi adalah metode kesetimbangan ɤ H2CO3 1 1
CaCO3 dan H2CO3. ɤ Ca 0.21 0.23
ɤ CO2 1 1
Komposisi fluida pada kedua reservoir (parent
pH (H2CO3) 6.01 5.25
fluids) hasil perhitungan diterapkan pada persamaan
estimasi pH. Tabel 3 menunjukkan hasil estimasi pH (CaCO3) 5.92 5.92
pH reservoir. pH Range 5.92 – 6.01 5.25 - 5.92

Dari hasil perhitungan, didapatkan pH untuk


reservoir Songa berdasarkan kesetimbangan H2CO3 Berdasarkan peta persebaran unsur Hg pada
sebesar 6.01, sementara dengan kesetimbangan Gambar 6, didapatkan zona anomali Hg (berwarna
CaCO2 adalah 5.92. pH netral pada temperatur merah) pada daerah manifestasi MAPS 1 dan
250oC adalah 5.60. Sehingga disimpulkan bahwa MAPS 2. Zona tersebut juga dilewati oleh sesar
pH reservoir Songa netral - sedikit basa. Pele dan Lapan. Kehadiran anomali Hg yang
berasosiasi dengan sesar, diinterpretasikan bahwa
Pada reservoir Wayaua, didapatkan hasil estimasi zona tersebut merupakan zona permeabel dalam
pH dengan kesetimbangan H2CO3 sebesar 5.25, dan sistem panasbumi Songa. Sesar Lapan dan Pele
CaCO3 yaitu 5.92. pH netral pada temperature mengontrol permeabilitas dalam sistem panasbumi
175oC sebesar 5.72. Disimpulkan bahwa pH tersebut.
reservoir Wayaua netral.
Mobilitas unsur Hg dari bawah permukaan berarah
Potensi korosi pada kedua reservoir tersebut sangat vertikal. Sehingga kehadiran anomali Hg juga akan
kecil. Hal ini diperkuat dengan tidak dijumpainya menunjukkan zona upflow pada sistem panasbumi
unsur-unsur magmatik seperti F- pada hasil analisis Songa.
air, sehingga pengaruh fluida magmatik sangat
kecil. Pola Aliran Fluida dan Model konseptual

Analisis Hg Udara Tanah Berdasarkan analisis Cl/B sebelumnya,


diidentifikasi terdapat dua reservoir/sistem yang
Pada sistem panasbumi, unsur Hg akan menguap ke berbeda, yaitu sistem Songa dan Wayaua.
atas melalui rekahan dan terakumulasi di lapisan Penentuan pola aliran fluida (upflow dan outflow)
tanah akibat adanya panas dari bawah permukaan. pada sistem Songa dapat dilakukan dengan
Daerah dengan kadar Hg tanah yang tinggi geoindikator. Akan tetapi, hal ini tidak dapat
menunjukkan zona permeabilitas tinggi dan diterapkan pada sistem Wayaua, disebabkan hanya
berasosiasi dengan struktur sesar/rekahan. satu manifestasi yang muncul pada sistem tersebut.

Gambar 6. Peta persebaran unsur Hg udara tanah yang diolah menggunakan


metode geostatistik ordinary kriging.
Tabel 4 menunjukkan geoindikator pada beberapa Tabel 4. Geoindikator unsur terlarut.
mata air panas.
Na/K Na/Mg Na/Ca SO4/HCO3
Pada sistem Songa, rasio Na/K pada MAPS 1 dan 2 MAPS 1 7.72 18.10 12.10 32.08
menunjukkan nilai kurang dari 15. Menurut [2], 9.53 15.70 11.52 21.55
MAPS 2
rasio Na/K < 15 mengindikasikan zona upflow.
MAPS 3 20.49 5.55 4.87 0.18
Sementara, nilai Na/Mg dan Na/Ca semakin MAPW 22.35 8.76 5.11 20.03
menurun dari MAPS 1, MAPS 2, dan MAPS 3. Hal
ini menunjukkan arah aliran fluida. Sebab semakin Sementara untuk sistem Wayaua, rasio Na/K pada
fluida mengalir secara lateral, proses pencampuran MAPW menunjukkan nilai > 15. Hal ini
dengan air meteorik dan reaksi dengan batuan diinterpretasikan bahwa MAPW adalah mata air
semakin dominan. Hal tersebut akan memberikan yang keluar pada zona outflow. Ketidakhadian
unsur Mg dan Ca yang tinggi, sehingga rasio manifestasi penunjuk zona upflow pada sistem
Na/Mg dan Na/Ca akan semakin rendah. Wayaua, kemungkinan disebabkan oleh batuan
penudung yang sangat tebal dan sistem yang tidak
Selain itu, rasio SO4/HCO3 yang semakin rendah permeabel. Hal ini diperkuat dengan kehadiran
akan menunjukkan aliran lateral. Hal ini disebabkan struktur sesar yang lebih sedikit dibandingkan
solubilitas gas H2S lebih tinggi dibandingkan CO2. sistem Songa.
Sehingga selama proses upflow dan boiling, akan
lebih banyak dijumpai gas H2S terlarut dalam air Model konseptual panas bumi berarah NW-SE
dibandingkan dalam fasa gasnya, dan berlaku sistem Songa dan Wayaua ditunjukkan pada
kebalikannya untuk gas CO2. H2S terlarut akan Gambar 7. Zona reservoir sistem Wayaua
membentuk SO 4 2-, maka kandungan unsur SO 42- digambarkan sebagai reservoir yang diperkirakan.
akan lebih banyak pada mata air yang berada di
zona upflow. Berdasarkan hasil perhitungan, rasio
SO4/HCO3 menurun dari MAPS 1, MAPS 2, dan
MAPS 3.

Dari geoindikator Na/K, Na/Mg, Na/Ca.


SO4/HCO3, dapat diinterpretasikan bahwa zona
upflow berada di daerah MAPS 1 dan MAPS 2.
Fluida hidrotermal akan mengalir secara lateral
menuju MAPS 3.

Gambar 7. Model konseptual sistem panasbumi Songa-Wayaua. Reservoir Songa berada


di zona keluarnya fumarol, sementara reservoir Wayaua lokasinya masih diperkirakan.
Kemungkinan heat source adalah intrusi batuan beku.
4. KESIMPULAN / CONCLUSION

Manifestasi mata air panas yang muncul di Songa-


Wayaua mengalami mixing dengan air laut dan
boiling. Terdapat dua reservoir pada daerah
penelitian, yaitu reservoir Songa yang menjadi
sumber mata air panas MAPS 1, MAPS 2, dan
MAPS 3, serta reservoir Wayaua yang menjadi
sumber mata air panas MAPW.

Berdasarkan geotermometer Na-K, reservoir Songa


memiliki temperatur 250 ± 10oC dan reservoir
Wayaua sebesar 175 ± 10oC. Kedua reservoir
memiliki pH netral yang berkisar antara 5.25 –
6.01. Zona permeabel berdasarkan anomali Hg
berada pada zona keluarnya manifestasi MAPS 1
dan MAPS 2. Sesar Pele dan Lapan yang
memotong zona tersebut merupakan sesar yang
permeabel bagi aliran fluida. Zona tersebut juga
merupakan daerah upflow pada sistem panasbumi
Songa-Wayaua.

UCAPAN TERIMAKASIH /
ACKNOWLEDGMENT

Dengan segala kerendahan hati, penulis


mengucapkan terimakasih kepada Pusat Sumber
Daya Geologi (PSDG) yang telah memberikan izin
penggunaan data survey. Terimakasih pula penulis
ucapkan kepada Dr. Ir. Niniek Rina Herdianita,
M.Sc. yang telah membimbing dan memberikan
masukan, sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA / REFERENCES

[1] Tim Survei Terpadu. Survei Terpadu Geologi,


Geokimia, dan Geofisika Daerah Panas Bumi
Songa-Wayaua, Kabupaten Halmahera Selatan,
Provinsi Maluku Utara. Bandung: Pusat Sumber
Daya Geologi (PSDG), Badan Geologi –
Kementrian ESDM, 2009.
[2] Nicholson, K., 1993, Geothermal Fluids, Chemistry
and Exploration Techniques, Springer-Verlag,
Berlin Heidelberg.
[3] Hochstein, M.P. dan Browne, P.R.L., 2000. Surface
Manifestation of Geothermal System with Volcanic
Heat Sources. In Encyclopedia of Volcanoes, H.
Sigurdsson, B.F.Houghton, S.R. McNutt, H. Rymer
dan J. Stix (eds.), Academic Press.
Identifikasi Lapisan Bawah Permukaan dan Keberadaan
Zona Akuifer Menggunakan Metode Tahanan Jenis
(Studi Kasus Desa Gunungronggo, Kecamatan Tajinan,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur)

Abrorul Amin1,a)*, Andriyanto Dwi Nugroho2,b), Muhammad Abiyyu Farras3,c)


1,2,3
Universitas Brawijaya, Jalan Veteran, Kota Malang, Jawa Timur 65145

Email: a)abrorulamin@ymail.com, b)nugro.andri@gmail.com, c)abbyfaras@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian dilakukan di Desa Gunungronggo yang terletak di Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa
Timur. Pada daerah penelitian, terdapat 3 jenis formasi yaitu Formasi Endapan Tuf Gunungapi, Formasi Endapan
Gunungapi Buring, dan Formasi Endapan Gunungapi Tengger, serta terdapat sumber air yang dikenal dengan nama
Sumber Jenon, yang telah dijadikan sumber air utama bagi masyarakat sekitar untuk menunjang kebutuhan air bersih
dalam kebutuhan sehari-hari. Penelitian dilakukan untuk mengetahui lapisan bawah permukaan serta kemungkinan
keberadaan zona akuifer agar diperoleh sumber air yang dapat dijadikan alternatif baru selain Sumber Jenon sehingga
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Gunungronggo. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
geolistrik tahanan jenis. Akuisisi data dilakukan selama 7 hari dari tanggal 15 hingga 21 Oktober 2018 pada 4 zona
yang berbeda, dimana pada masing – masing zona terdapat 5 titik akuisisi data. Akuisisi data dilakukan dengan
menggunakan konfigurasi Schlumberger, dengan spasi antar elektrodanya sebesar 10 meter dengan panjang bentangan
sebesar 380 hingga 400 meter bergantung pada medan di setiap titik akuisisi data. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan beberapa software diantaranya Microsoft Excel yang digunakan pada pengolahan data awal dan kontrol
kualitas data, IP2WIN & Progress v3.0 yang digunakan pada pengolahan data serta pembuatan log tahanan jenis 1-D,
Res2DInv yang digunakan pada pembuatan penampang resisitivtas 2-D, dan RockWorks yang digunakan pada
pembuatan model tahanan jenis 3-D. Dari hasil penelitian, diinterpretasikan bahwa terdapat lapisan batuan lempung
dengan rentang nilai tahanan jenis sebesar 15,4 Ωm hingga 87,4 Ωm, batu pasir dengan rentang nilai tahanan jenis
sebesar 87,4 Ωm hingga 247,1 Ωm, batuan beku dengan rentang nilai tahanan jenis sebesar 247,1 Ωm hingga 4.764,64
Ωm, dan zona akuifer dengan rentang nilai tahanan jenis sebesar 0 Ωm hingga 15,4 Ωm. Zona akuifer tersebut terdapat
di seluruh zona yang diteliti serta diketahui bahwa zona 3 dan zona 4 merupakan zona yang memiliki prospek karena
zona akuifer ini memiliki volume yang cukup, yaitu sekitar 5.000 m3. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa jenis lapisan batuan yaitu lapisan batuan lempung, lapisan batu pasir, dan lapisan batuan beku, serta
terdapat keberadaan zona akuifer pada daerah penelitian.

Kata kunci: Metode Tahanan Jenis, Sumber Jenon, Desa Gunungronggo, Zona Akuifer

1. PENDAHULUAN Metode Tahanan Jenis

Air merupakan komponen yang penting bagi Salah satu cara untuk mengetahui keberadaan
kehidupan makhluk hidup, karena setiap makhluk zona akuifer adalah dengan menggunakan metode
hidup membutuhkan air yang digunakan untuk geofisika khususnya metode tahanan jenis. Metode
memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti air tahanan jenis adalah metode salah satu metode
minuman, kebutuhan rumah tangga dan industri, geofisika aktif yang memanfaatkan sifat tahanan
salah satu sumber air yang utama adalah berasal dari jenis suatu batuan yang berada di bawah permukaan
air tanah. bumi sehingga dapat dilakukan identifikasi lapisan
Air tanah adalah air yang berada di bawah batuan. Prinsip metode tahanan jenis adalah dengan
permukaan bumi, salah satu sumber air tanah adalah mengijeksikan arus listrik ke dalam bumi dengan
air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dan menggunkan elektroda arus, sehingga didapatkan
meresap ke dalam bawah permukaan bumi hingga ke nilai beda potensial yang diukur oleh elektroda beda
suatu lapisan tanah yang dapat menyimpan air dan potensial. Setelah didapatkan arus dan beda
meloloskan air, lapisan ini disebut akuifer. Akuifer potensial didapatkan nilai tahanan jenis semu dengan
adalah air yang berkumpul membentuk suatu zona menggunakan rumus sebagai berikut:
atau lapisan setelah bergerak melewati pori-pori ∆�
�� = �
pada lapisan tanah[1]. ∆�
�� adalah nilai tahanan jenis semu, ∆� adalah
nilai beda potensial, ∆� adalah nilai arus, serta �
adalah nilai faktor geometri yang bergantung pada
jenis konfigurasi dan jarak bentangan spasi Geologi Daerah Penelitian
elektroda.
Desa Gunungronggo sendiri terletak di
Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang. Wilayah ini
berada di lereng Gunung Buring, secara topografi
didominasi oleh perbukitan dengan kelerengan yang
curam dengan curah hujan yang relatif tinggi
sehingga punya potensi sumber air yang cukup besar
yaitu Sumber Jenon. Berdasarkan Peta Geologi,
Gambar 1. Konfigurasi Schlumberger [2]. Lembar Turen Jawa Timur oleh Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Geologi (1992), Tajinan terdiri 3
formasi yang berbeda yakni Endapan Tuf
Gunungapi, Endapan Gunungapi Buring dan
Endapan Gunungapi Tengger.

Gambar 2. Rangkaian elektroda konfigurasi


Schlumberger [3].
Konfigurasi Schlumberger adalah konfigurasi
dengan sistem aturan spasi yang konstan dengan Gambar 3. Peta Geologi Daerah Penelitian [4].
catatan faktor “n”. Pada gambar di atas AB (C1 dan Selain itu diketahui bahwa ketersediaan debit
C2) adalah elektroda arus, dan MN (P1 dan P2) air Sumber Jenon cukup besar, karena meskipun
adalah elektroda potensial. Jika jarak antar elektroda airnya terus dialirkan ke pemukiman warga dengan
potensial (P1 dan P2) adalah a maka jarak antar menggunakan pipa namun volume air yang berada di
elektroda arus (C1 dan C2) adalah 2na+a. Sehingga Sumber Jenon terlihat hampir tidak pernah
didapatkan nilai faktor geometri dari konfigurasi berkurang. Selain bersumber dari curah hujan,
Schlumberger ini adalah: diduga bahwa terdapat sumber lain yang turut
1 berkontribusi terhadap banyaknya debit air di
� = 2� ( 1 1 1 1 ) (1) Sumber Jenon. Akan tetapi, masih belum diketahui
( − )−( − )
�1 �2 �3 �4 darimana sumber tersebut berasal dan pergerakan
1
� = 2� ( 1 1
) (2) fluidanya di bawah permukaan. Oleh karena itu,
(1−1 )−( − ) dilakukan penelitian dengan menggunakan metode
�� (�+��) (�+��) ��
1
tahanan jenis untuk mengetahui lapisan bawah
� = 2� ( (�+��)−�� ��−(�+��)
) (3) permukaan serta kemungkinan keberadaan zona
( ��(�+��)−) ( ��(�+��) )
akuifer di Desa Gunungronggo.
1
� = 2� ( ) (4)
� �
+
(��2(��)2) (��2(��)2) 2. METODE PENELITIAN
1
� = 2� ( 2 ) (5) Metodologi dalam penelitian yang dilakukan

(�+�2)�2
adalah pengukuran data geolistrik tahanan jenis, dan
1 juga melakukan pengolahan data serta analisa
� = 2� ( 2 ) (6)
(�+�2)� terhadap data yang diperoleh.
Pada penelitian ini digunakan alat geolistrik
2�
�=( 2 ) (7) Resistivitymeter yaitu Set OYO McOhm, GPS, dan
(�+�2)� alat-alat pendukung lainnya. Data yang diperoleh
� = ��(� + �2) (8) dari hasil pengukuran berupa; data koordinat lintang
dan bujur, data koordinat UTM, data nilai resistansi
yang terbaca (Ω), data nilai beda potensial (V), data
nilai arus injeksi (mA), dan data ketinggian (meter).
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan Akuisisi data dilakukan dengan mengukur 5 titik
yaitu akuisisi data, pengolahan data serta interpretasi pada 4 area berbeda dengan spasi antar titik sebesar
data. 15-25m dengan konfigurasi Schlumberger pada
lintasan sepanjang 380-400m dengan jarak spasi
Akuisisi Data elektroda 10m.

Akuisisi data dilakukan di daerah Desa Pengolahan Data


Gunungronggo, Kec. Tajinan, Kab. Malang dengan
konfigurasi Schlumberger pada 4 area penilitian Pengolahan data dilakukan dengan bantuan
dengan jumlah titik sebanyak 5 titik dengan jarak software, software tersebut berupa Microsoft Excel,
titik 15-25m dan panjang lintasan masing-masing Progress, dan Res2DInv. pada Microsoft Excel
380-400m. Dilakukan pengukuran pada setiap titik dilakukan perhitungan tahanan jenis semu, pada
pada area yang berbeda dan menyebar dengan tujuan progress dilakukan analisa litologi dan kedalaman,
untuk mendapatkan nilai tahanan jenis yang pada Res2DInv dihasilkan model penampang 2D,
mewakili daerah penelitian sesuai desain survey Pengolahan data dengan menggunakan software
penelitian pada gambar X. RockWorks sendiri bertujuan untuk mendapatkan
hasil pemodelan 3D sehingga dapat mengetahui
persebaran nilai tahanan jenis pada daerah
penelitian. Data – data hasil pengolahan tersebut
selanjutnya dapat diinterpretasi.

Interpretasi Data

Interpretasi data dilakukan secara kualitatif


dengan melakukan analisa terhadap nilai tahanan
jenis yang diperoleh pada penampang. Interpretasi
data dilakukan dengan cara menganalisa persebaran
nilai tahanan jenis yang didapat. Interpretasi dapat
didasarkan pada singkapan yang ditemui maupun
litologi batuan yang diketahui dari daerah penelitian.
Analisa juga dapat dilakukan dengan mencocokkan
Gambar 4. Desain Survey Daerah Penelitian nilai tahanan jenis yang diperoleh dengan tabel nilai
Berikut rancangan pengukuran pada masing-masing tahanan jenis yang terdapat pada literatur yang ada.
area penelitian:
Diagram Alir Penelitian

Gambar 6. Diagram Alir Penelitian


Gambar 5. Desain Survey Daerah Penelitian
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini diperoleh hasil berupa
penampang 1 dimensi, 2 dimensi, dan 3 dimensi
yang digunakan dalam analisa keberadaan zona
akuifer dimana menggunakan nilai tahanan jenis
yang diperoleh pada pengukuran.

Analisa Penampang 1 Dimensi


Tabel 1. Penampang Tahanan Jenis 1 Dimensi
Penampang 1-D

1-E 2-A

1-A 1-B

2-B 2-C

1-C 1-D

2-D 2-E
3-A 3-B
4-B 4-C

3-C 3-D

4-D 4-E

Keterangan:

Zona Akuifer

Batu Lempung

Sandstone (Batupasir)

Batuan Beku

Batu Grafit (Metamorf)

Batuan Tuf
3-E 4-A
Dari log tahanan jenis di atas, terlihat bahwa
nilai tahanan jenis memiliki rentang mulai dari 0,03
Ωm hingga lebih dari 4.764,64 Ωm. Dari nilai
resitivitas dan warna yang ditampilkan didapat
interpretasi bahwa nilai tahanan jenis rendah pada
rentang nilai 0 Ωm hingga 15,4 Ωm diinterpretasikan
sebagai keberadaan zona akuifer, air permukaan, tuf
maupun batuan metamorf (grafit) bergantung pada
kedalaman dan posisi nilai tahanan jenis tersebut
berada. Nilai tahanan jenis sedang pada rentang nilai
15,4 Ωm hingga 87,4 Ωm diinterpretasikan sebagai Gambar 7. Penampang Tahanan Jenis 2 Dimensi Area 2
batu lempung, nilai tahanan jenis tinggi pada rentang
Tabel 3. Penampang Tahanan Jenis 2 Dimensi Area 3
nilai 87,4 Ωm hingga 247,1 Ωm diinterpretasikan
sebagai sandstone dan nilai tahanan jenis sangat
tinggi yang lebih besar dari 247,1 Ωm
diinterpretasikan sebagai batuan beku. Keberadaan
dari zona akuifer terlihat pada seluruh zona dengan
ketebalan yang cukup bervariasi.

Analisa Penampang 2 Dimensi


Utara-Selatan (kanan) dan Barat-Timur (kiri)
Tabel 2. Penampang Tahanan Jenis 2 Dimensi Area 1

Utara-Barat (kanan) dan Barat-Selatan (kiri)


Barat-Timur (kiri) dan Utara-Selatan (kanan)

Utara-Timur (kanan) dan Timur-Selatan (kiri)


Utara-Barat (kanan) dan Barat-Selatan (kiri)
Tabel 4. Penampang Tahanan Jenis 2 Dimensi Area 4

Barat-Timur (kiri) dan Utara-Selatan (kanan)

Utara-Timur (kanan) dan Timur-Selatan (kiri)


maupun air permukaan yang terlihat di beberapa titik
dan beberapa dari titik tersebut berada pada
kedalaman yang tidak terlalu dalam, sekitar 20
meter.
Dari penampang tahanan jenis 2D zona 2,
diketahui bahwa zona 2 didominasi oleh batuan beku
dan keberadaan zona akuifer. Keberadaan dari
batuan beku mayoritas berada di kedalaman yang
cukup jauh dari permukaan dan membentuk sebuah
bongkahan pada kedalaman tertentu. Selain itu, juga
Utara-Barat (kanan) dan Barat-Selatan (kiri)
terlihat batuan beku yang berada di dekat
permukaan. Kandungan batuan beku tersebut
kemungkinan sama dengan yang tercantum di peta
geologi, yakni basalt, olivin, andesit maupun
piroksen. Tetapi jenis batuan beku tersebut masih
sulit untuk dikategorikan dengan hanya
menggunakan nilai tahanan jenis saja. Selanjutnya
terlihat keberadaan dari zona akuifer yang cukup
luas di samping dari bongkahan batuan beku yang
diinterpretasi sebelumnya. Zona akuifer tersebut
kemungkinan berasal dari Sumber Jenon, karena
Utara-Timur (kanan) dan Timur-Selatan (kiri) lokasi dari zona cukup dekat dari Sumber Jenon.
Dari penampang tahanan jenis 2D zona 3,
Keterangan: diketahui bahwa zona 3 didominasi oleh batuan beku
Tabel 5. Pengelompokkan Nilai Tahanan Jenis dan keberadaan zona akuifer. Keberadaan dari
berdasarkan Warna pada Penampang batuan beku mayoritas berada di kedalaman yang
Kategori Warna Jenis cukup jauh dari permukaan dan membentuk sebuah
(ohm.m) bongkahan pada kedalaman tertentu. Selain itu, juga
Tahanan Jenis Penampang Material
terlihat batuan beku yang berada di dekat
Zona permukaan. Kandungan batuan beku tersebut
Biru tua – Akuifer & kemungkinan sama dengan yang tercantum di peta
Rendah 0 – 15,4 geologi, yakni basalt, olivin, andesit maupun
Biru muda Aliran Air
piroksen. Tetapi jenis batuan beku tersebut masih
Tanah sulit untuk dikategorikan dengan hanya
menggunakan nilai tahanan jenis saja. Selanjutnya
Hijau – Batuan
Sedang 15,4 – 87,4 terlihat keberadaan dari zona akuifer yang cukup
Cokelat Lempung luas di samping dari bongkahan batuan beku yang
diinterpretasi sebelumnya.
Orange – Dari penampang tahanan jenis 2D zona 4,
Batupasir
Tinggi 87,4 – 247,1 Merah diketahui bahwa zona 4 didominasi oleh batuan
(Sandstone) lempung yang disertai dengan keberadaan dari
Marun
sandstone atau batuan sedimen lainnya. Keberadaan
Batuan dari batuan beku mayoritas berada di kedalaman
Sangat Tinggi ~247,1 Ungu
Beku yang cukup jauh dari permukaan. Kandungan batuan
beku tersebut kemungkinan sama dengan yang
tercantum di peta geologi, yakni basalt, olivin,
andesit maupun piroksen. Tetapi jenis batuan beku
Gambar 8. Bar Warna dari Nilai Tahanan Jenis (Ohm.m)
tersebut masih sulit untuk dikategorikan dengan
Dari penampang tahanan jenis 2D zona 1, hanya menggunakan nilai tahanan jenis saja. Yang
diketahui bahwa zona 1 didominasi oleh batuan terpenting adalah keberadaan dari zona akuifer yang
lempung yang disertai dengan keberadaan dari terlihat di beberapa penampang zona 4. Zona akuifer
sandstone atau batuan sedimen lainnya. Keberadaan tersebut cukup luas apabila dibandingkan dengan
dari batuan beku mayoritas berada di kedalaman zona 1, tetapi tidak seluas yang terdapat di zona 2
yang cukup jauh dari permukaan. Kandungan batuan dan zona 3.
beku tersebut kemungkinan sama dengan yang
tercantum di peta geologi, yakni basalt, olivin,
andesit maupun piroksen. Tetapi jenis batuan beku
tersebut masih sulit untuk dikategorikan dengan
hanya menggunakan nilai tahanan jenis saja. Yang
terpenting adalah keberadaan dari zona akuifer
Analisa Penampang 3 Dimensi digali maupun dimanfaatkan karena akuifernya
memiliki volume yang tidak terlalu besar serta tidak
terpusat di suatu titik. Tetapi dugaan tersebut masih
perlu dibuktikan dengan melakukan pemboran
terhadap titik yang diduga memiliki akuifer.

Gambar 9. Model Resitivitas 3D Zona 1 Gambar 11. Model Resitivitas 3D Zona 2


Dari model tahanan jenis 3D zona 1 di atas, Dari model tahanan jenis 3D zona 2 di atas,
terlihat bahwa terdapat batuan beku dengan terlihat bahwa zona 2 didominasi oleh batuan beku
kemungkinan kandungan mineral sama dengan yang dan keberadaan zona akuifer. Keberadaan dari
tercantum di peta geologi, yakni basalt, olivin, batuan beku mayoritas berada di kedalaman yang
andesit maupun piroksen. Keberadaan dari batuan cukup jauh dari permukaan dan membentuk sebuah
beku mayoritas berada di kedalaman yang cukup bongkahan pada kedalaman tertentu. Selain itu, juga
jauh dari permukaan, meskipun juga ada yang terlihat batuan beku yang berada di dekat
terdapat di dekat dengan permukaan. Tetapi jenis permukaan. Terlihat keberadaan dari zona akuifer
batuan beku tersebut masih sulit untuk dikategorikan yang cukup luas di samping dari bongkahan batuan
dengan hanya menggunakan nilai tahanan jenis saja. beku yang diinterpretasi sebelumnya. Zona akuifer
Selanjutnya terlihat keberadaan dari zona akuifer di tersebut kemungkinan berasal dari Sumber Jenon,
beberapa titik dengan kedalaman yang cukup dalam. karena lokasi dari zona cukup dekat dari Sumber
Jenon.

Gambar 12. Model Persebaran Akuifer Zona 2


Dari model di atas, terlihat bahwa akuifer
Gambar 10. Model Persebaran Akuifer Zona 1 memiliki bentuk lapisan memanjang dan volume
Dari model di atas, terlihat bahwa akuifer yang besar. Diduga volume total dari akuifer yang
tersebar di beberapa titik dengan kedalaman yang terdapat di zona 1 tersebut adalah sebesar 113.482,5
berbeda – beda. Masing – masing akuifer tersebut m3. Akuifer di zona 1 tersebut sangat
terlihat memiliki volume yang tidak terlalu besar. direkomendasikan untuk digali maupun
Diduga volume total dari akuifer yang terdapat di dimanfaatkan karena akuifernya memiliki volume
zona 1 tersebut adalah sebesar 1.1048,5 m3. Akuifer yang sangat besar serta terpusat di suatu titik. Tetapi
di zona 1 tersebut tidak direkomendasikan untuk dugaan tersebut masih perlu dibuktikan dengan
melakukan pemboran terhadap titik yang diduga terdapat di zona 1 tersebut adalah sebesar 5.662 m3.
memiliki akuifer. Selain itu model tersebut juga Akuifer di zona 3 tersebut masih direkomendasikan
masih diragukan akurasinya karena hanya untuk digali maupun dimanfaatkan karena
dimodelkan berdasarkan 1 penampang tahanan jenis akuifernya memiliki volume yang cukup besar dan
2 dimensi. beberapa berada dekat dengan permukaan meskipun
tidak terpusat di suatu titik. Tetapi dugaan tersebut
masih perlu dibuktikan dengan melakukan
pemboran terhadap titik yang diduga memiliki
akuifer.

Gambar 13. Model Resitivitas 3D Zona 3


Dari model tahanan jenis 3D zona 3 di atas,
terlihat bahwa zona 3 didominasi oleh batuan beku Gambar 15. Model Resitivitas 3D Zona 4
dan batuan lempung serta sandstone. Keberadaan Dari model tahanan jenis 3D zona 4 di atas,
dari batuan beku mayoritas berada di kedalaman terlihat bahwa zona 4 didominasi oleh batuan
yang cukup jauh dari permukaan dan membentuk lempung yang disertai dengan keberadaan dari
sebuah bongkahan pada kedalaman tertentu. sandstone atau batuan sedimen lainnya. Keberadaan
Selanjutnya terlihat keberadaan dari zona akuifer dari batuan beku mayoritas berada di kedalaman
yang sedikit di beberapa titik, tetapi kemungkinan yang cukup jauh dari permukaan. Zona akuifer yang
masih terdapat banyak akuifer yang berada di dalam terlihat di suatu kedalaman yang cukup dalam dan
model tersebut. membentuk suatu lapisan akuifer yang memanjang
dan terlihat memiliki volume yang cukup.
Kemungkinan di dalam model masih terdapat
akuifer yang menunjukkan bahwa akuifer di zona 4
memiliki volume yang besar.

Gambar 14. Model Persebaran Akuifer Zona 3


Dari model di atas, terlihat bahwa akuifer
Gambar 16. Model Persebaran Akuifer Zona 4
tersebar di beberapa titik dengan kedalaman yang
Dari model di atas, terlihat bahwa akuifer
berbeda – beda. Masing – masing akuifer tersebut
tersebar di beberapa titik dengan kedalaman yang
terlihat memiliki volume yang cukup besar serta
berbeda – beda. Masing – masing akuifer tersebut
membuktikan dugaan sebelumnya bahwa di dalam
terlihat memiliki volume yang cukup besar serta
solid model sebelumnya terdapat akuifer yang cukup
membuktikan dugaan sebelumnya bahwa di dalam
besar. Diduga volume total dari akuifer yang
solid model sebelumnya terdapat akuifer yang cukup UCAPAN TERIMAKASIH
besar. Diduga volume total dari akuifer yang
terdapat di zona 1 tersebut adalah sebesar 6.943,5 Dalam pembuatan paper ini, banyak pihak yang
m3. Akuifer di zona 3 tersebut masih membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan
direkomendasikan untuk digali maupun paper ini, kepada Laboratorium Geofisika yang telah
dimanfaatkan karena akuifernya memiliki volume menyediakan alat-alat geofisika sehingga
yang cukup besar dan terpusat membentuk lapisan mempermudah dalam proses pengambilan data
yang memanjang meskipun juga terdapat pemisah di lapangan, kepada rekan-rekan mahasiswa Teknik
lapisan akuifer tersebut. Tetapi dugaan tersebut Geofisika Universitas Brawijaya angkatan 2015 atas
masih perlu dibuktikan dengan melakukan kerjasama dalam perencanaan penelitian dan segala
pemboran terhadap titik yang diduga memiliki
dukungannyanya dalam penyusunan tulisan ini baik
akuifer.
secara langsung maupun tidak langsung dan juga
Kandungan batuan beku yang terdapat hampir
pada semua area kemungkinan sama dengan yang kepada dosen pembimbing serta asisten lapang atas
tercantum di peta geologi, yakni basalt, olivin, bimbinganya selama proses penelitian berlangsung.
andesit maupun piroksen. Tetapi jenis batuan beku
tersebut masih sulit untuk dikategorikan dengan
DAFTAR PUSTAKA
hanya menggunakan nilai tahanan jenis saja.
[1] Herlambang. 1996. Kualitas Air Tanah Dangkal
4. KESIMPULAN di Kabupaten Bekasi, Thesis Program
Pascasarjana. Bogor: IPB.
Dari hasil penelitian diketahui persebaran nilai [2] Halik, G., dan Widodo, J. 2008. Pendugaan
tahanan jenisnya berada pada kisaran 0 Ωm hingga Potensi Air Tanah dengan Metode Geolistrik
4.764,64 Ωm. Dari nilai tahanan jenis tersebut, Konfigurasi Schlumberger di Kampus Tegal
diinterpretasikan bahwa terdapat lapisan batuan Boto Universitas Jember. Jember: Media
lempung dengan rentang nilai tahanan jenis sebesar Teknik Sipil, Universitas Jember.
15,4 Ωm hingga 87,4 Ωm, batu pasir dengan rentang [3] Atmaja, Waridad., 2011. Identifikasi Air Tanah
nilai tahanan jenis sebesar 87,4 Ωm hingga 247,1 dengan Menggunakan Metode Geolistrik
Ωm, batuan beku dengan rentang nilai tahanan jenis Konfigurasi Schlumberger. Yogyakarta: UIN
sebesar 247,1 Ωm hingga 4.764,64 Ωm, dan zona Sunan Kalijaga.
akuifer dengan rentang nilai tahanan jenis sebesar 0 [4] Sujanto, R. Hadisantono, Kusnama, R.
Ωm hingga 15,4 Ωm. Lapisan – lapisan tersebut Chaniago, dan R. Baharuddin. 1992. Peta
berada pada kedalaman yang berbeda – beda. Zona Geologi Lembar Turen, Jawa. Bandung: Pusat
akuifer tersebut terdapat di seluruh zona yang Penelitian dan Pengembangan Geologi.
diteliti, dengan prospek yang berbeda – beda yang
didasarkan pada kedalaman, volume dan persebaran.
Dari hal tersebut, diketahui bahwa zona 3 dan zona
4 merupakan zona yang prospek karena memiliki
zona akuifer yang cukup luas sekitar 5.000 m3 serta
cenderung terpusat dan membentuk lapisan.
Analisis Persebaran Unsur Hg Sebagai Penunjuk Zona Permeabel di
Lapangan Penelitian Panasbumi Lainea

A. Rabbani Rafif Abidin1*, B. Fary Arif Ganianda2*, C. Zaki Ahmad Rabbani3*


1
Program Studi Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha No. 10 Bandung

*) Email: rabbaniabidin@gmail.com

ABSTRAK

Daerah penelitian Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara menunjukkan adanya aktivitas sistem panasbumi.
Hal ini ditunjukan oleh adanya manifestasi panasbumi seperti mataair panas. Dalam sistem panasbumi, permeabilitas
merupakan salah satu komponen penting. Stuktur geologi yang mengontrol permeabilitas dapat ditunjukkan dengan adanya
anomali unsur-unsur kimia tertentu, seperti unsur Hg. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persebaran unsur Hg
secara spasial, serta memperkirakan daerah anomali Hg sebagai daerah dengan permeabilitas tinggi. Penelitian ini dilakukan
pada 119 data Hg yang dianalsis menggunakan metode EDA (Exploratory Data Analysis), ESDA (Exploratory Spatial Data
Analysis), semivariogram, dan kriging. Hasil EDA menunjukkan bahwa data awal tidak terdistribusi normal, sehingga
dilakukan transformasi logaritmik. Setelah ditransformasi, data menunjukkan distribusi normal. Nilai anomali data Hg
adalah nilai yang lebih besar dari 3.645759. ESDA dilakukan untuk mengetahui distribusi data secara spasial. Hasil ESDA
menunjukkan bahwa sampling dilakukan secara random. Sebelum dilakukan estimasi dengan ordinary kriging, model
semivariogram dibuat terlebih dahulu untuk menunjukkan jarak maksimum data masih berhubungan secara spasial. Hasil
ordinary kriging menunjukkan bahwa daerah anomali Hg memiliki trend berarah timurlaut-baratdaya. Daerah anomali
tersebut berasosiasi dengan Sesar Kaendi. Sehingga diinterpretasikan bahwa Sesar Kaendi merupakan struktur yang
permeabel dalam sistem panasbumi Lainea.

Kata kunci : Hg, Lainea, ordinary kriging, panasbumi, Sesar Kaendi

ABSTRACT

The research area of Lainea, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara shows existence of geothermal system activity. This thing is
showed by there is geothermal manifestation such as spring water. In geothermal system, permeability is one of important
component. Structure of geology which controls permeability can be showed by existence anomaly of specific elemenets, such
as Hg element. This study purposes to analyze the pattern of Hg spatial distribution, and estimate anomaly of Hg element
area as area that has high permeability. This study had done to 199 Hg’s datas which analyzed with EDA (Exploratory Data
Analysis ) method, ESDA (Exploratory Spatial Data Ananlysis) method, semivariogram, ang kriging. EDA result shows initial
data does not normal distributed, for logarithmic transformation is done. After transformed, data shows normal distribution.
Anomaly point data of Hg is point that more than 3.645759. ESDA is used to identify spacially distributed data. ESDA results
show that something was done randomly. Before being estimated by ordinary kriging, semivariogram model was made to
show the maximum range of spacially related data. Ordinary kriging results show that in Hg sites there is trend of anomaly
towards northeast and southwestern part of Hg sites. Those anomaly sites associates with Kaendi Fault. It can be concluded
Kaendi Fault is a permeable structure in Lainea geothermal system.

Keywords: Hg, Lainea, ordinary kriging, geothermal, Kaendi Fault

1. PENDAHULUAN / INTRODUCTION (Suryantini, 2013). Studi ini membahas tentang


analisis persebaran unsur Hg menggunakan metode
Daerah penelitian pada studi ini adalah lapangan geostatistik yang meliputi EDA (Exploratory Data
penelitian panasbumi Lainea, Konawe Selatan, Analysis), ESDA (Exploratory Spatial Data
Sulawesi Tenggara. Secara geografis daerah Lainea Analysis), semivariogram, dan kriging pada
terletak pada Lattitude -4.385 dan Longitude lapangan panasbumi Lainea. Lokasi daerah
122.645 serta pada -4 23’ 05” lintang selatan dan penelitian ditampilkan pada Gambar 1.
122 38’41’’ bujur timur.
Dalam sistem panasbumi, permeabilitas merupakan
Analisis data Hg menjadi sangat penting pada komponen yang penting. Permeabilitas adalah
kegiatan eksplorasi panasbumi. Data yang diperoleh kemammpuan media berpori untuk menghantarkan
dari sampling dapat membantu dalam menentukkan fluida. Permeabilitas yang tinggi umumnya
target pengeboran, memperkirakan batas reservoir, disebabkan oleh kehadiran struktur geologi patahan
dan secara umum dapat melihat daerah anomali atau rekahan (Nicholson, 1993).
Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penelitian (Sumber : Google Earth)

Identifikasi mengenai zona-zona yang memiliki EDA (Exploratory Data Analyisis) menggunakan
permeabilitas yang tinggi dilakukan dengan metode aplikasi Microsoft Excel 2016. Hasil dari analisis
geokimia. Salah satu dari metode geokimia tersebut EDA berupa summary statistic, histogram, dan
adalah menganalisis kelimpahan unsur Hg pada boxplot. Kemudian jika data tidak menunjukkan
permukaan tanah. Distribusi dan konsentrasi distribusi normal, dilakukan transformasi logaritma.
komponen volatil seperti Hg umumnya terdapat Saat distribusi normal terlihat pada data, dilakuka
pada fluida panasbumi dan dapat bermigrasi ESDA (Exploratory Spatial Data Analysis) berupa
menuju permukaan (Koga, 1982). Adanya anomali symbol map untuk memperlihatkan distribusi
Hg pada permukaan dapat menjadi indikasi suatu spasial sampling data.
zona permeabilitas.
Estimasi distribusi spasial dilakukan dengan
Tujuan dari studi ini adalah menganalisis pola metode ordinary kriging. Sebelum dilakukan
distribusi Hg secara spasial dan memperkirakan ordinary kriging, dilakukan pemodelan
zona permeabilitas tinggi yang ditunjukkan oleh semivariogram. Pemodelan semivariogram
adanya anomali. dilakukan beberapa kali agar menghasilkan model
semivariogram yang baik, dengan mengubah lag
distance yang akan menghasilkan range, sill, dan
2. METODE PENELITIAN / METHODS nugget tertentu. Model semivariogram yang
digunakan adalah model yang menunjukkan plot
Data yang digunakan berupa 119 data sekunder dari nilai semivariogram terhadap lag distance yang
persebaran unsur Hg yang bersumber dari hasil paling fit dengan model spherical. Metode ordinary
penelitian Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) kriging dilakukan pada penelitian ini. Analisis
pada lapangan panasbumi Lainea, Konawe ordinary kriging ini dilakukan dengan
Selatana, Sulawesi tenggara. menggunakan aplikasi ArcGis 10.4. Gambar 2
Penelitian ini dimulai dengan analisis data menunjukkan diagram alir penelitian.
konsentrasi unsur Hg tanah secara univariate berupa
3. GEOLOGI REGIONAL rentang 24 – 15026 ppb. Berdasarkan ringkasan
statistik data Hg yang didapatkan dari analisis
Secara geologi, daerah penelitian panasbumi Lainea univariat, data memiliki nilai mean 907.44538 ppb,
berada pada UTM WGS 84 zona 51 S dengan median 123 ppb, dan modus 102 ppb. Pada Tabel 1
morfologi berupa tinggian. Pada daerah penelitian disajikan ringkasan statistik data Hg tersebut.
ditemukan banyak sesar. Sesar berarah baratlaut –
tenggara antara lain, Sesar Boro-boro, Sesar
Andinete, Sesar Aonope, Sesar Sibingguru, dan Mean 907.44538
Sesar Putemata. Sedangkan sesar berarah baratdaya Standard Error 205.93293
– timurlaut antara lain, Sesar Wolasi Sesar
Anggoliwa, Sesar Hariri, Sesar Windo, Sesar Median 123
Kaendi Sesar Demba. Adapula sesar berarah utara – Mode 102
selatan antara lain Sesar Rara, Sesar Landai, dan
Standard Deviation 2246.4631
Sesar Lainea.
Litologi berupa endapan alluvial, konglomerat, Sample Variance 5046596.3
batupasir gampingan, batupasir-nonkarbonatan, Kurtosis 21.588488
meta-batupasir, dan meta-batugamping, serta
Skewness 4.3926269
batuan metamorf. Pada Gambar 3 disajikan peta
geologi daerah panasbumi Lainea. Range 15002
Minimum 24
4. HASIL DAN PEMBAHASAN / Maximum 15026
RESULTS AND DISCUSSION Sum 107986
Tabel 1. Ringkasan Statistik Data Hg
Exploratory Data Analysis (EDA) dan
Exploratory Spatial Data Analysis (ESDA) Hg Nilai skewness data Hg > 3 yaitu 4.3926269, hal
tersebut menunjukkan data tidak terdistribusi
Analisis EDA dilakukan untuk mengetahui normal. Persebaran data Hg dapat dilihat dari
karakteristik dari data seperti rata-rata (mean), histogram data Hg Pada Gambar 4. Pada histogram
modus, median, varians, persebaran nilai data, dan tersbut data memiliki kecendurang untuk tidak
mengidentifikasi munculnya anomali pada suatu kontinu. Hal tersebut memiliki arti bahwa terdapat
data. kelas yang memiliki frekuensi nol. Sehingga
disimpulkan data Hg tidak terdistribusi normal dan
Data kelimpahan unsur Hg pada lapangan memiliki nilai outlier.
panasbumi Lainea berjumlah 119 data dengan

Gambar 3. Peta Geologi Daerah Panasbumi Lainea (sumber : Pusat Sumber Daya Geologi Bandung)
Histogram Data Hg Histogram Data Log Hg
40
120
100 30
80
60 20
40
20 10
0
0

Gambar 4. Histogram Data Hg Gambar 5. Histogram Data Log Hg

Threshold yang menunjukkan batas nilai anomali Histogram Data Log Hg menunjukkan data
didapatkan dengan menggunakan rumus : memiliki kecenderungan skewness positif yang
didominasi pada nilai Hg yang relative kecil.
�ℎ ���ℎ ��� = ���� + 2 × �������� Persebaran data dapat dilihat dari histogram bahwa
��������� data relative terdistribusi normal. Sehingga data
Log Hg dapat diolah leih lanjut dengan geostatistik.
Dari penghitungan rumus tersebut didapatkan nilai
yang lebih dari 5400.3715 ppb adalah anomali. Persebaran data secara spasial perlu diperhatikkan
untuk menghindari bias dan melihat hubungan nilai
Agar data dapat diolah secara spasial, data harus antar lokasi sampel. Hal tersebut dikarenakan
terdistribusi dengan normal. metode transformasi meotde geostatistik didasarkan pada ketergantungan
logaritma yang agar data terdistribusi dengan nilai (spatial dependency) dan susunan data secara
normal dan stasioner (Tuckey, 1977; dalam spasial (spatial arrangement). Gambar 6
Handayani, 2005). menunjukkan symbol map data Log Hg. Symbol
map tersebut memperlihatkan bahwa sampling
Setelah dilakukan transformasi logaritma, data log dilakukan secara acak (random) dan terdapat titik
Hg memiliki nilai mean 2.3505423, median yang disampling tetapi jauh dari daerah yang
2.0899051, dan modus 2.0086002. ringkasan mayoritas dilakukan sampling. Hal tersebut
statistik untuk data Log Hg disajikan pada Tabel 2. kemungkinan akan mempengaruhi hasil estimasi
kriging.
Tabel 2. Ringkasan Statistik Data Log Hg
Mean 2.3505423 Semivariogram dan Kriging
Standard Error 0.0593662 Untuk mengetahui persebaran nilai Hg pada titik
Median 2.0899051 yang tidak dilakukan sampling, dilakukan
Mode 2.0086002 interpolasi menggunakan geostatistik yaitu ordinary
kriging.
Standard Deviation 0.6476085
Sample Variance 0.4193968 Sebelum dilakukan estimasi kriging, dilakukan
Kurtosis 0.1318535 terlebih dahulu pembuatan model variogram.
Pembuatan variogram digunakan untuk
Skewness 0.9614362 memperlihatkan hubungan antara variansi (semi-
Range 2.7966321 variogram) dengan jarak antar data (distance).
Minimum 1.3802112 Pembuatan model variogram bergatnung pada
persebaran data dan kondisi geologi di daerah
Maximum 4.1768434 penelitian. Langkah awal untuk pembuatan model
Sum 279.71454 variogram yaitu plotting data. Selanjutnya
dilakukan pemodelan untuk menentukkan
Pada data Log Hg nilai standard deviasi lebih kecil komponen variogram yang paling baik dengan
dari nilai meannya. Hal tersebut menunjukkan data error terkecil.
relative stasioner. Sementara persebaran data dilihat
dari histogram data Log Hg pada Gambar 5. Model semivariogram terbaik untuk data log Hg
diperoleh pada lag distance 640.45 dengan nilai
nugget = 0.25 ; sill = 0.22 ; dan range = 7,685.39 .
Model variogram yang digunakan adalah model
spherical dengan tipe omnidirectional.
Grafik semivariogram terhadap lag distance data log Hg ditunjukkan pada gambar 7

Gambar 6. Symbol Map Data Log Hg

Gambar 7. Semivariogram vs Lag Distance Data Log Hg

Kemudian, interpolasi data log Hg dilakukan yaitu dengan mengambil secara acak sepuluh buah
menggunakan metode kriging. Didapatkan peta data log Hg. Kemudian dilakukan interpolasi
persebaran log Hg pada daerah penelitian (Gambar kriging dengan parameter range, sill, dan nugget
8). yang sama dengan data awal. Pada peta persebaran
pengurangan data (gambar 9) menunjukkan pola
Pada peta persebaran Hg terlihat bahwa nilai Hg persebaran relatif sama dengan peta persebaran
hasil estimasi kriging berkorelasi dengan nilai hasil awal. Hal tersebut menunjukkan proses kriging
sampling. Selain itu, konsistensi dari metode memiliki hasil yang baik.
interpolasi kriging dilakukan pengujian subset,
Gambar 8. Peta Persebaran Log Hg

Gambar 9. Peta Subset Data Log Hg


Interpretasi Volcanic Geothermal System: A Case Study In
Sulawesi. Proceeding Earth and Planetary
Hg adalah unsur volatil yang umum ditemukan Science, Vol. 6, page 212-218.
pada manifestasi panasbumi dan disurvei dalam [3] Tim Survei Terpadu. 2015. Survei
eksplorasi panasbumi. Akibat adanya panas dari Pendahuluan Geologi dan Geokimia Daerah
bawah permukaan yang membuat unsur Hg Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi
menguap dan terakumulasi pada lapisan tanah. Tenggara. Pusat Sumber Daya Geologi
Daerah dengan kadar Hg tinggi pada lapisan (PSDG) – Kementerian ESDM.
tanahnya menunjukkan daerah dengan
permeabilitas tinggi dan berasosiasi dengan struktur
geologi berupa rekahan atau sesar.

Perbandingan hasil kriging dengan peta geologi,


zona anomali Hg yang berarah baratdaya-timurlaut
berkorelasi dengan keadaan geologi yaitu sesar
geser dengan arah baratdaya-timurlaut. Secara
geologi, daerah tersebut memiliki potensiak untuk
dikembangkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi (PLTPB). Hal ini memiliki dua zona
anomali panasbumi yang berpusat pada koordinat
458982.058 9521204.898 dan 455494.592
9516751.026 serta lokasi dari pusat zona anomali
tersebut berada di daratan.

4. KESIMPULAN / CONCLUSION

Analisis persebaran unsur Hg menggunakan metode


geostatistik berupa ordinary kriging, diperoleh
daerah permeabilitas tinggi panasbumi Lainea
berada pada koordinat UTM 51S 458982.058
9521204.898 dan 455494.592 9516751.026
dicirikan dengan anomali unsur Hg

UCAPAN TERIMAKASIH /
ACKNOWLEDGMENT

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Tim


Survey Terpadu dari Pusat Sumber Daya Geologi
(PSDG) Bandung yang telah mengizinkan untuk
menggunakan data untuk penelitian ini. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Eng.
Suryantini, M.Sc. dan kaka tingkat yang telah
membimbing kami, serta pada kawan-kawan
HMTG “GEA” ITB yang telah memberikan
dukungan dan dorongan moral kepada penulis
sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada orang
tua dengan dorongan moral yang mereka berikan
kepada penulis pada saat proses penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA / REFERENCES

[1] Handayani, Renti. 2005. Analisis Ragam


Gabungan Dengan Ragam Tidak Homogen.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
[2] Suryantini. 2013. Statistical Analyisis of
Mercury Data from Soil Survey in Non-
ESTIMASI SEBARAN MERKURI DENGAN METODE ORDINARY
KRIGING GUNA MENGETAHUI ZONA PERMEABILITAS PADA
LAPANGAN PANAS BUMI SUMANI, KABUPATEN SOLOK,
PROVINSI SUMATERA BARAT

William Jhanesta1,a), Dwi Anisah Lailatul Hasanah Musafak1,b), Yazqi Mumtaz Rafifa1,c)
1
Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Jawa Barat-16424

Email: a)jhanestaw@gmail.com, b)chaichadwi@gmail.com, c)yazqi_mumtaz@yahoo.com

ABSTRAK
Salah satu cara untuk mengetahui adanya aktivitas panas bumi di bawah permukaan adalah dengan menganalisis kandungan
merkuri (Hg) pada tanah karena merkuri mudah menguap dan membentuk sulfida-sulfida akibat adanya aktivitas panas bumi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi sebaran merkuri pada daerah panas bumi Sumani, Kabupaten Solok, Provinsi
Sumatera Barat yang mengindikasikan adanya zona permeabilitas dengan analisis geostatistika metode ordinary kriging. Data
yang digunakan adalah data sebaran kadar merkuri (dry basis) sejumlah 130 data yang didapatkan dari hasil survey PSDG
(Pusat Sumber Daya Geologi). Secara umum, daerah ini menunjukkan kadar merkuri terendah yaitu 10 ppb pada stasiun AA-
2 dan kadar merkuri tertinggi yaitu 636 ppb pada stasiun UL-1. Data ini kemudian akan diolah dengan metode Exploratory
Data Analysis berupa summary statistic analysis yang memiliki nilai mean = 4.39; median = 4.32; modus = 4.09; dan skewness
= 0.26. Setelah dilakukan Exploratory Data Analysis, akan dilakukan pemodelan variogram dengan mendapatkan variogram
nugget = 191.16; sill = 10131.63; dan range = 4224. Kemudian, dilanjutan dengan metode ordinary kriging menggunakan Eco
Spatial Statistical evaluation. Dari hasil pengolahan ordinary kriging didapatkan daerah estimasi untuk sebaran merkuri dan
trend ini sesuai dengan kondisi geologi berupa sesar yang mengarah NW-SE di daerah panas bumi Sumani, Kabupaten Solok.

Kata kunci : Panas Bumi, Merkuri, Ordinary Kriging.

ABSTRACT

One of the way that we could use to know whereas there is a geothermal activity in the subsurface of the earth is to analyze
whether there is a mercury (Hg) substance in the soil because mercury are easy to evaporites and forming sulfides from the
geothermal activity. The purpose of this research is to estmate the mercury distribution in geothermal area, Sumani, Solok
district, West Sumatera Province which indicate a permeability zone with geostatistic analysis using the ordinary kriging
method. 130 datas on mercury level distribution (dry basis) from survey result of PSDG (Pusat Sumber Daya Geologi) is being
used to support this research. Generally, this area shows the lowest mercury level which is 10 ppb on AA-2 station and the
highest is 636 ppb on UL-1 station. These datas later is processed using Exploratory Data Analysis method which will shows
as a summary statistic analysis as follows; mean = 4.39; median = 4.32; modus = 4.09; and skewness = 0.26. After Exploratory
Data Analysis is done, there will be a variogram modelling by getting variogram nugget = 191.16; sill = 10313.63; and range
= 4224. The process continued with Ordinary Kriging method using Eco Spatial Statistical Evaluation. As the result, there is
an estimated area for mercury distribution and this trend is corresponding with geological condition which fault pointed to NW-
SE at geothermal area Sumani, Solok district.

Keywords: Geothermal, Mercury, Ordinary Kriging.

1. Pendahuluan zona rekahan dapat dijadikan sebagai media bagi


fluida panas bumi untuk bermigrasi. Zona
Dalam eksplorasi panas bumi, pencarian zona rekahan tentunya memiliki permeabilitas yang
rekahan merupakan hal yang penting karena baik. Permeabilitas adalah kemampuan suatu
medium untuk melalukan fluida, dimana zona Gunung Talang. Dibagian utara terdapat Danau
permeabel ini umumnya menunjukkan adanya Singkarak yang merupakan danau tektonik
struktur geologi, baik berupa patahan atau berupa zona depresi akibat aktivitas sesar besar
rekahan [1]. Sumatera.

Sistem panas bumi di suatu lapangan biasanya Satuan Pra Tersier yang terdiri dari kuarsit, filit,
memiliki khas dan karakteristik yang berbeda- batusabak, batupasir kuarsa, tufa, klorit, rijang,
beda. Keunikan sistem panas bumi ini umumnya konglomerat dan batuan beku granitik.
dipengaruhi oleh tatanan tektonik, jenis batuan, Berdasarkan studi literatur, satuan ini dinamakan
migrasi dan komposisi magma, serta sistem menjadi Anggota Bawah Formasi Kuantan,
fluida [2]. Untuk mengetahui bagaimana tipe Anggota Filit dan Serpih Formasi Kuantan [4].
dari karakteristik suatu sistem panas bumi, Anggota Batugamping Formasi Kuantan terdiri
umumnya digunakan beberapa analisis dan salah dari batugamping, batusabak, filit, serpih
satunya adalah analisis geokimia. Analisis studi terkersikan dan kuarsit, tersingkap di S.
geokimia sendiri menggunakan beberapa Batukuda. Anggota Filit dan Sepih Formasi
parameter, seperti kandungan CO2 pada tanah, Kuantan terdiri dari serpih, filit sisipan
suhu bawah permukaan, kadar pH air, serta batusabak, kuarsit, batulanau, rijang, dan aliran
sebaran konsentrasi merkuri (Hg). lava, tersingkap di bagian hulu S. Lengkuas.
Umur Formasi Kuantan adalah Perm sampai
Penelitian kandungan merkuri dapat dilakukan Karbon [4]. Batuan Beku Granitik yang berumur
sebagai survei awalan dalam kegiatan eksplorasi Permian sampai Triasic tersingkap di S. Kapas
panas bumi. Analisis kandungan merkuri dapat dan S. Langsal berwarna abu-abu muda,
digunakan untuk mengetahui adanya sumber faneritik, mineral yang mendominasi adalah
aktivitas panas bumi di bawah permukaan bumi kuarsa. Satuan Tersier Tua terdiri dari
dikarenakan merkuri merupakan jenis logam konglomerat dengan sisipan batu pasir, serpih
yang mudah menguap dan membentuk sulfida- napalan, napal lempungan, breksi andesit,
sulfida dengan adanya aktivitas panas bumi [3]. batupasir glaukonitan, batupasir kuarsa, dan
Kandungan merkuri dengan konsentrasi yang batubara. Menurut Silitonga & Kastowo
tinggi umumnya tersebar secara lateral dengan menamakan satuan ini menjadi Formasi Brani,
kedalaman 1 m di bawah permukaan bumi. Formasi Sangkarewang, Anggota Bawah
Formasi Telisa, Anggota Bawah Formasi
Penelitian ini menggunakan data sekunder Ombilin, dan Anggota Atas Formasi Telisa yang
sebanyak 130 data sebaran merkuri yang berumur Oligosen sampai Miosen Tengah.
didapatkan oleh Tim Survei PSDG pada tahun
2011. Data sebaran merkuri ini kemudian akan Satuan Tersier Muda yang terdiri dari batuan
diolah dengan metode kriging guna beku andesitik-basaltik, breksi dan konglomerat.
mengestimasi sebaran kandungan merkuri pada Studi literatur yang didapatkan menyebutnya
lapangan panas bumi Sumani, Kabupaten Solok, sebagai Batuan Beku andesitik-basaltik dan
Provinsi Jawa Barat. Dengan mengorelasikan volkanik yang berumur Miosen Akhir. Urutan
pola struktur kelurusan dan sebaran kandungan stratigrafi daerah penyelidikan secara umum
merkuri, maka dapat dikatakan daerah tersebut terdiri dari bawah ke atas adalah Anggota Bawah
merupakan zona rekahan yang prospektif untuk Formasi Kuantan, Batuan Beku Granitik, Batuan
dilakukan penelitian lanjutan eksplorasi panas Beku Andesitik-Basaltik dan Volkanik. Batuan
bumi. Beku Andesitik-Basaltik dan Volaknik yang
tersingkap di Sungai Durian, terdiri dari aliran
Geologi Regional larva, breksi aglomerat dan batuan hipabisal
Daerah panas bumi yang terletak di Sumani bersifat andesitik-basaltik yang berumur Miosen
sebagian besar termasuk dalam wilayah Akhir. Stratigrafi regional daerah penyelidikan
Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat. tersusun oleh litologi batuan Anggota
Daerah panas bumi Sumani terletak pada Batugamping Formasi Kuantan (PCkl), Anggota
koordinat antara 100o 30’ 3” BT – 100o 42’ Filit Formasi Kuantan (PCks), Formasi
26.83” BT dan 0o 37’ 58.10” LS – 0o 49’ 56.50” Silungkang (Ps), Anggota Batugamping F.
atau 667.000 – 690.000 mT dan 9.908.000 – Tuhur (TRti), Anggota Batusabak-serpih F.
9.930.000 mS, dengan luas daerah sekitar (23 x Tuhur (TRts), Granit (g), Andesit-Basal (Ta),
22) km2. Daerah penelitian terletak di timurlaut Kuarsa porfir (qp), Batuan vukanik tak
Kota Padang, ibukota Provinsi Sumatera Barat, terpisahkan (QTau), Kipas Aluvium (Qf), dan
berjarak sekitar 60 km. Endapan Aluvium (Qal). Struktur geologi berupa
patahan dengan kelurusan (umumnya berarah
Morfologi daerah tersebut terletak di sebelah barat laut – tenggara) sejajar arah sesar besar
selatan Gunung Merapi dan sebelah utara Sumatera yang membentang sepanjang 1600 km
dari Aceh sampai Teluk Semangko di Selatan
Pulau Sumatera. Exploratory Data Analysis
Dalam Exploratory Data Analysis (EDA)
digunakan metode summary stastistic analysis
2. Metode Penelitian yang diolah dengan software Microsoft Excel
dan ditampilkan dengan grafik statistik berupa
histogram dan box-plot. Histrogram digunakan
untuk meringkas data sebaran merkuri dan
menunjukkan apakah pola yang ditampilkan
menunjukkan distribusi normal atau tidak,
sedangkan box-plot digunakan untuk
menunjukkan ada atau tidaknya outlier pada data
[5].

Pada Tabel 1 hasil summary statistic analysis


menunjukkan nilai skewness >1 yaitu sebesar
2.61 yang artinya sebaran data ini tidak
berdistribusi normal [6]. Hal ini diperkuat
dengan nilai mean, median, dan mode yang
didapatkan relatif tidak seragam, yaitu 106.08,
75.00, dan 60.00. dari diagram box-plot
ditampilkan data memiliki outlier sebanyak 13
data. Dari hasil pengolahan summary statistic
analysis yang sudah dilakukan, data belum bisa
digunakan karena tidak berdistribusi normal.

SUMMARY STATISTIC ANALYSIS

Mean 106.08

Standard Error 8.31


Gambar 1. Diagram Alir
Median 75.00
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang
didapatkan dari Pusat Sumber Daya Geologi. Mode 60.00
Penelitian Pusat Sumber Daya Geologi
dilakukan oleh Tim Survei Terpadu Geologi Standard Deviation 94.80
dan Geokimia di daerah panas bumi Sumani
pada tahun 2011. Data sekunder yang Sample Variance 8986.20
didapatkan berupa data sebaran merkuri
sebanyak 130 titik. Data ini kemudian akan Kurtosis 8.84
dianalisis menggunakan Exploratory Data
Analysis untuk dilihat apakah data berdistribusi Skewness 2.61
normal atau tidak. Data yang didapatkan
kemudian dilakukan transformasi logaritma Range 626.00
natural agar terdistribusi normal. Data yang siap
diolah kemudian dianalisis dengan Minimum 10.00
semivariogram guna mendapatkan nilai sill,
nugget, dan range yang kemudian bisa Maximum 636.00
digunakan untuk interpolasi daerah sebaran
merkuri yang menjadi daerah prospek panas Sum 13791.00
bumi.
Count 130.00

Tabel 1. Summary Statistic Analysis 1

3. Hasil dan Pembahasan


Count 130.00

Tabel 3. Summary Statistic Analysis Transformed


Data
SUMMARY STATISTIC ANALYSIS Sebaran 130 data yang tidak terdistribusi normal
kemudian dilakukan transformasi geostatistik
Mean 93.38461538 berupa transformasi logaritma natural. Hasil
transformasi kemudian akan dilakukan
Standard Error 5.073865652 exploratory data analysis. Tabel 3 menunjukkan
Median 75 hasil summary statistic analysis yang
menunjukkan nilai mean, median, dan mode
Mode 60 secara berurutan adalah 4.39, 4.32, dan 4.09.
Nilai-nilai ini relatif seragam dan dapat diduga
Standard Deviation 57.85096927
memiliki sebaran distribusi normal [7]. Nilai
Sample Variance 3346.734645 skewness yang didapatkan <1, yaitu bernilai
0.26, sehingga data ini sudah terdistribusi
Kurtosis -0.155550408 normal.
Skewness 0.951709417
Histogram hasil transformasi menunjukkan
Range 210 adanya 1 populasi dengan ditandai hanya
memiliki 1 puncak. Box-plot hasil transformasi
Minimum 10 juga menunjukkan data hanya memiliki 2 nilai
Maximum 220 outlier, dan outlier ini nantinya dapat diabaikan
sehingga data sudah bisa untuk dilanjutkan ke
Sum 12140 analisis berikutnya.
Count 130
Tabel 2. Summary Statistic Analysis – Upwhisker +1 Variogram
Dengan hasil analisis Exploratory Data
Nilai dari 13 data outlier kemudian diubah Analysis, analisis variogram digunakan untuk
menjadi upwhisker +1 dan dilakukan melihat hubungan dengan spasial yang
exploratory data analysis lagi. Tabel 2 ditunjukkan oleh nilai sill, nugget, dan range.
menunjukkan hasil summary statistic analysis Analisis ini dilakukan dengan bantuan software
yang menunjukkan nilai mean, median, dan Eco Spatial Statistical evaluation. Analisis
mode secara berurutan adalah 93.37, 75.00, dan variogram pada data ini menggunakan model
60.00. Nilai-nilai tersebut pun menunjukkan data spherical karena sebaran data yang relatif naik
yang tidak terdistribusi normal karena relatif kemudian cenderung konstan. Hasil analisis ini
tidak seragam dan didukung dengan nilai ditunjukkan pada Gambar 8 dengan nilai
skewness positif sebesar 0.95. variogram nugget = 191.16; sill = 10131.63; dan
range = 4224. Data ini kemudian akan
SUMMARY STATISTIC ANALYSIS digunakan untuk menginterpolasi daerah
sebaran merkuri dengan menggunakan kriging.
Mean 4.39
Kriging
Standard Error 0.06 Metode kriging yang digunakan dalam analisis
Median 4.32 ini adalah metode ordinary kriging. Metode
ordinary kriging digunakan untuk
Mode 4.09 menginterpolasi zona permeabel yang menjadi
jalur migrasi fluida panas bumi. Data hasil
Standard Deviation 0.72
analisis variogram kemudian akan diolah untuk
Sample Variance 0.52 analisis kriging menggunakan software Eco
Spatial Statistical evaluation. Peta estimasi
Kurtosis 0.37 dengan metode ordinary kriging ditunjukkan
Skewness 0.26 pada Gambar 9. Warna yang dihasilkan
menunjukkan tinggi rendahnya kadar merkuri.
Range 4.15 Setelah mendapatkan peta estimasi kriging,
Minimum 2.30 kemudian dilakukan pembacaan error map
(Gambar 10). Hasil interpretasi menunjukkan
Maximum 6.46 pada titik penelitian memiliki nilai error yang
relatif kecil sehingga hasil estimasi kriging dapat
Sum 570.34
dikatakan valid.
Analisis Kelurusan Daerah Panas Bumi Sumani, Kabupaten Solok,
Zona permeabel merupakan salah satu aspek Provinsi Sumatera Barat telah dilakukan
penting dalam sistem panas bumi karena beberapa penelitian, yaitu secara geokimia
merupakan jalur migrasi bagi fluida panas bumi. dengan pendataan sebaran Hg di daerah survei.
Zona yang memiliki permeabilitas tinggi Selanjutnya, melakukan pengolahan data secara
umumnya menunjukkan suatu struktur geologi geostatistik untuk membuktikan bahwa data
berupa rekahan ataupun patahan. Rekahan atau yang ada terdistribusi normal dengan melakukan
patahan ini dapat berasosiasi dengan kelurusan transformasi logaritma natural dan penghapusan
yang didapat pada foto udara dengan citra satelit. oultier untuk pengolahan kriging. Serta
Dalam penelitian ini dilakukan penarikan penelitian secara geologi yang termasuk
kelurusan menggunakan citra satelit DEM geomorfologi, litologi, dan stratigrafi, dan
(Digital Elevation Mode). struktur geologi daerah survei. Dari keseluruhan
pengolahan data menunjukkan bahwa dengan
Analisis citra satelit DEM menunjukkan daerah menggunakan metode ordinary kriging dapat
penelitian didominasi oleh struktur geologi disimpulkan Sumani, Kabupaten Solok memiliki
berupa sesar berarah relatif NW-SE yang daerah prospek panas bumi yang mengarah
merupakan bagian dari Sesar Sumatera dan sesar relatif NW-SE seperti ditunjukkan pada Gambar
sekunder berarah NE-SW (Gambar 11). Hasil 13.
dari diagram rosset (Gambar 12) juga
menunjukkan arah umum struktur geologi dari Ucapan Terimakasih
daerah penelitian berarah N 150oE – N 330oE
yang sesuai dengan arah Sesar Sumatera dan N Tim penulis mengucapkan terimakasih kepada Chia-
75oE – N 255oE yang sesuai dengan arah sesar Hsin Charlie Wu M.Sc., Ph.D. atas bimbingannya
sekunder. Trend yang ditunjukkan oleh data mengajarkan mata kuliah Geostatistika sehingga
kelurusan ini dapat diindikasikan sebagai membantu kami untuk memahami dan mengetahui
recharge area karena memiliki tingkat aplikasi geostastika serta mengajari kami melakukan
permeabilitas yang paling baik dan sesuai pengolahan kriging dengan bantuan software.
dengan hasil interpolasi sebaran merkuri dengan
metode ordinary kriging Daftar Pustaka
Analisis Panas Bumi [1] Envall, Taoio. Permeability and Its Effect on The
Berdasarkan data PSDG, adanya potensi panas Utilization of Geothermal Energy. Jyväskylä:
bumi pada daerah survei Sumani, Kabupaten University of Jyväskylä, 2008.
Solok ditunjukkan oleh beberapa manifestasi, [2] Nicholson, Keith. Geothermal Fluids, Chemistry
antara lain mata air panas, kaldera, dan kawah. and Exploration Techniques. Springer Verlag
Tiga rim kaldera dan delapan rim kawah dengan Inc, 1993.
arah bukaan kaldera umumnya ke arah [3] Tim Survei Terpadu Wilayah Sumani. Laporan
Timurlaut. Mata air panas tersebar pada lima Akhir Survei Terpadu Geologi dan Geokimia
lokasi, yaitu Air Panas Karambia, Air Panas daerah Panas Bumi Sumani Provinsi Sumatera
Lawi, Air Panas Lakuak, Air Panas Tubatiah, Barat. Bandung: Pusat Sumber Daya Geologi,
dan Air Panas Lubuk Jange. Dengan suhu 2011.
terendah 35oC dan tertinggi 71.6oC serta pH air [4] P.H. Silitonga dan Kastowo. Geologi Lembar
panas berkisar antara 6.44 hingga 7.14. Pada Solok. Pusat Penelitian dan Pengembangan
beberapa air panas terdapat sinter karbonat di Geologi, 1995. Diambil dari
dalamnya. Sistem panas bumi di daerah Sumani http://psdg.bgl.esdm.go.id/perpus/alihmedia/L
ini diperkirakan berkaitan erat dengan aktivitas A20112PB/ pada 3 Januari 2019.
vulkanik Tinjau Laut yang masih menyimpan [5] Komorowski, Matthieu dkk. Exploratory Data
sisa panas dari dapur magma. Setelah dilakukan Analysis, 2016. Diambil dari
analisis studi geologi, geokimia, dan https://link.springer.com pada 26 Desember
geostatistika, sebaran area panas bumi Sumani 2018.
terdapat di sekitar Air Panas Lubuk Jange [6] Brown, James Dean. Skewness and Kurtosis,
sebagai wilayah irisan ketiga dari ketiga metode 1997. Diambil dari http://hosted.jalt.org pada 26
tersebut dengan arah memanjang Baratlaut. Desember 2018.
Temperatur reservoir diduga sekitar 190oC yang [7] Mordkoff, J. Toby. The Assumption(s) of
membentuk entalpi sedang. Normality, 2000. Diambil dari
http://www2.psychology.uiowa.edu pada 26
Desember 2018.
4. Kesimpulan
LAMPIRAN

Gambar 2. Histogram 1

Gambar 3. Box-Plot 1
Gambar 4. Histogram outlier = upwhisker +1

Gambar 5. Box-Plot outlier = upwhisker +1


Gambar 6. Histogram Transformed Data

Gambar 7. Box-Plot Transformed Data


Gambar 8. Variogram Analysis

Gambar 9. Peta Estimasi Kriging


Gambar 10. Error Map

Gambar 11. Peta Kelurusan Citra DEM

Gambar 12. Diagram Rosset Data Kelurusan


Gambar 13. Peta Kompilasi Geosains Daerah Penelitian
IMAGING COMPLEX NEAR SURFACE LAND AREA WITH JOINT SEISMIC FIRST
ARRIVAL TRAVELTIME AND EARLY ARRIVAL WAVEFORM TOMOGRAPHY
INVERSION
Danang Prasetyo1,a), Sulthan Abiyyu P M1,b)
1)
Departemen Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya (60111)
Email: a)danang.geofisika@gmail.com, b)sultanabi97@gmail.com

ABSTRAK

Penentuan model kecepatan bawah permukaan pada daerah geologi kompleks memiliki peran yang penting dalam
menentukan kualitas penampang seismik yang didapatkan. Geologi kompleks selain memiliki topografi yang
ekstrem,pada kasus tertentu kondisi di bawah permukaannya memiliki perbedaan kecepatan yang variatif baik secara
lateral ataupun vertikal. first arrival traveltime tomography inversion merupakan teknik rekonstruksi model bawah
permukaan. Metode ini umumnya merupakan metode konvensional dalam identifikasi lapisan bawah permukaan.
Ketika metode ini diterapkan pada geologi kompleks, ternyata belum dapat memberikan hasil yang akurat terlebih
pada kasus adanya hidden low velocity. Akibatnya dapat terjadi kesalahan interpretasi dan mengakibatkan kerugian
ke beberapa pihak. Waveform inversion memberikan model kecepatan bawah permukaan dengan resousi yang tinggi
dengan membandingkan observasi dan model waveform dalam proses inversinya. Namun proses waveform inversion
memiliki permasalahan tersendiri dalam proses komputasinya. Berdasarkan hal tersebut kami mencoba untuk
melakukan joint seismik first arrival traveltime tomography dan early arrival waveform tomography inversion.
Dengan melakukan hal tersebut diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan near surface imaging terutama pada
kasus hidden low velocity. Di lain sisi, invers matriks first arrival traveltime tomography inversion berfungsi sebagai
preconditioner yang efektif untuk proses joint inversion. Proses joint inversion memiliki tantangan yang cukup rumit
ketika diterapkan pada data real,sehingga kami mendemostrasikan pada data synthetic. Data yang digunakan pada
penelitian ini merupakan hasil forward modelling dan terdapat dua anomali (high velocity and low velocity) serta
terdapat struktur patahan. Lalu dilakukan picking first breaks, ray tracing, first arrival traveltime inversion, early
arrival waveform tomography inversion, dan joint seismic first arrival traveltime and early arrival waveform
tomogrpahy inversion. Hasil yang diperoleh merupakan model kecepatan dari first arrival traveltime tomography
inversion, early arrival waveform tomography inversion, dan joint seismic first arrival traveltime dan early arrival
waveform tomography inversion. Hasil kemudian dilakukan analisis dan menunjukkan bahwa metode joint seismic
first arrival traveltime dan early arrival waveform tomography inversion merupakan metode tepat untuk kondisi
geologi kompleks karena memberikan model yang sesuai dengan true model

Kata kunci: First arrival traveltime tomography, joint seismic first arrival traveltime and waveform tomogrpahy
inversion, near surface, waveform tomography

ABSTRACT

Complex geology is a condition under the surface where extreme velocities occur either laterally or vertically. The
subsurface model reconstruction technique with the first arrival method traveltime tomography inversion is generally
a conventional method in identifying subsurface layers. When this method is applied to complex geology, it has not
been able to provide accurate results. As a result there can be misinterpretations and cause losses to some parties.
Waveform inversion is one of the methods of reconstructing the subsurface model by analyzing the trace seismic that
results from measurements. Joint seismic first arrival travel time tomography and waveform tomography inversion as
one of the subsurface model reconstruction techniques that can provide good S / N resolution (signal to noise ratio) so
that interpretation can be carried out accurately. The data used in this study is the result of forward modeling and
there are two anomalies (high velocity and low velocity) with an ellipse shape and a fault structure. Then picking first
breaks, ray tracing, first arrival travel time inversion, waveform tomography inversion, and joint seismic first arrival
travel time and waveform tomography inversion. The results obtained are velocity models from inversion first arrival
traveltime Tomography inversion, waveform tomography inversion, and joint seismic first arrival travel time and
waveform tomography inversion. The results were then analyzed and showed that the joint seismic first arrival
traveltime and waveform tomography inversion method was the right method for complex geological conditions
because it provided a model that was in accordance with forward modeling.

Keywords: First arrival traveltime tomography, joint seismic first arrival traveltime and waveform tomogrpahy
inversion, near surface, waveform tomography

1. PENDAHULUAN / INTRODUCTION Dimana Po merupakan data observasi. Ps


adalah waveform yang terkalkulasi, t0 adalah data
Metode seismik refleksi telah banyak traveltime hasil proses picking first breaks, ts
digunakan dalam eksplorasi minyak dan gas untuk adalah sintetik traveltime, m adalah velocity model,
menentukan zona reservoir. Pengolahan data m0 adalah priori model, L merupakan laplacian
seismik bertujuan untuk menghasilkan penampang operator dan merupakan scaling factor antara
seismik dengan S/N (signal to noise rasio) yang residual waveform dan residual traveltime (Zhang
baik tanpa mengubah event-event refleksi yang and Chen, 2014).
diperoleh dalam pengukuran sehingga penampang Dengan melakukan proses join inversi
tersebut dapat diinterpretasikan. dengan menambah kan inverse matriks dari
Daerah yang memiliki struktur geologi traveltime dimana hal tersebut dapat bertindak
yang kompleks biasanya menjadi target utama dari sebagai pre-conditioner yang baik dalam proses
eksplorasi dan pemboran hidrokarbon. Akan tetapi, waveform inversion. Sehingga proses join inversi
pengolahan data seismik secara konvensional dapat memberikan solusi yang lebih cepat
terkadang tidak dapat memberikan citra yang baik dibanding dari proses full waveform inversion.
pada kasus lingkungan geologi kompleks sehingga Proses inversi dilakukan dengan menghitung
sukar untuk diinterpretasikan. Oleh karna itu perbedaan minimal antara data sintetis dan data
diperlukannya perbaikan sehingga hasil dari yang teramati dan dinormalisasikan dengan
pengolahan dapat menampakan struktur dan conjugate gradient algorithm (Tarantola,1987).
keadaan bawah permukaan dengan jelas.
Traveltime tomografi merupakan salah Early arrival waveform tomography
satu metode yang digunakan dalam near surface inversion (EWT)
imaging (Aki and Richards, 2002). Metode
traveltime tomografi belum dapat memberikan Seismic early arrival merupakan data yang
resolusi kenampakan bawah tanah yang baik ketika terekam yang menyimpan informasi pada daerah
pada daerah tersebut terdapat low velocity anomaly. near surface. Berbeda dari full waveform inversion
Salah satu metode yang telah dikembangkan untuk dimana inversi dilakukan pada seluruh waveform,
menjawab permasalahan low velocity anomaly pada EWT menerapkan proses inversi dengan
near surface yaitu dengan Early arrival waveform menggunakan bagian “early arrival” pada data
tomography (EWT). EWT merupakan metode yang terekam. Hal ini dapat membantu untuk
rekonstruksi model kecepatan daerah dangkal. menyelesaikan permasalahan kompleks yang
Dengan melakukan join inversion first arrival terdapat pada near surface yang tidak dapat
traveltime tomography dan early arrival waveform diselesaikan oleh traveltime inversion.
tomography dapat memperoleh model kecepatan
yang sesuai (Tarantola, 1984; Pratt et al., 1998;
Sheng et al., 2006).

Joint first arrival tomography dan early


arrival waveform tomography inversion

Fungsi objektif dari joint FTT dan FWI :


( ) ( )‖ ( )‖ ‖
( )‖ ‖( ‖ (1) Gambar 1. Early arrival pada data yang terekam
2. METODE PENELITIAN / METHODS

Kami menguji metode ini dengan


menggunakan data sintetis. Data ini dihasilkan dari
proses forward modelling dari model seperti yang
ditunjukan pada gambar 1 dengan dimensi panjang
dan lebar yaitu 5000 x 1500 meter. Properti dari
model ditentukan dengan melakukan pendekatan
dari struktur geologi yang ada, kemudian adanya
anomali pada near surface. Detail properti fisik dari c) Early arrival waveform tomography inversion
model ditunjukan pada tabel 1. Data diperoleh dari
proses simulasi yang memiliki jumlah shot
sebanyak 101 dengan interval tiap shot 50 meter
dan jumlah receiver sebanyak 201 dengan interval
tiap receiver sebesar 25 meter.

Gambar 1. Initial Model d) Join traveltime and early arrival waveform


tomography inversion
Tabel 1. Properti fisik initial model
L Vp(m/s) Vs(m/s) Density(Kg/m3)
L1 1800 1050 1994
L2 2000 1150 2010
ALow 1000 525 1565.83
AHigh 5000 2900 2500
L3 2500 1450 2200
L4 2700 1562 2200
L5 3000 1730 2200

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 2. a) initial velocity model; b) first arrival
a) Intial velocity model
traveltime tomography inversion; c) early arrival
waveform tomography inversion; d) join traveltime and
early arrival waveform tomography inversion

Gambar 2a merupakan initial model yang


dihasilkan dari proses picking first breaks first
arrival. Gambar 2b merupakan hasil dari first
arrival traveltime tomography inversion (FTT),
dimana nantinya hasil tersebut digunakan menjadi
initial model pada proses early arrival waveform
tomography inversion (EWT). Gambar 3c dan
b) First arrival traveltime tomography inversion gambar 3d merupakan hasil dari EWI dan Joint
inversion FTT-EWT. Keduanya memberikan solusi
yang lebih baik dibanding hasil inversi FTT saja.
Hasil dari inversi FTT dapat menunjukan
adanya anomali dengan kecepatan yang tinggi,
tetapi anomali dengan kecepatan rendah tidak.
Dapat dilihat hasil dari inversi EWT memberikan
detail velocity yang lebih baik dari inversi FTT.
Terlihat bahwa (ditandai dengan lingkaran hitam)
anomali dengan kecepatan rendah dapat
diidentifikasikan walaupun belum memberikan [2] Zhang, J., and J. Chen, 2014, Joint seismic
solusi yang cukup baik. Hasil dari join inversi FTT- traveltime and waveform inversion for near
EWT memberikan gambaran yang mendekati surface imaging: Presented at the 84th Annual
dengan hasil inversi EWT, tetapi hasil dari join International Meeting, SEG
inversi memiliki ketelitian yang baik pada daerah [3] Tarantola, A., 1984, Inversion of seismic-
near surface. Seperti yang terdapat pada gambar 2d reflection data in the acoustic approximation:
dengan ditandai dengan lingkaran hitam, bahwa Geophysics,49,1259-1266
secara bentuk anomali dengan kecepatan tinggi [4] Yilmaz, O. (1987). Seismic
teriidentifikasikan dengan detail sehingga terlihat DataProcessing.USA: Society Of Exploration
batas antara anomali dengan lapisan selanjutnya. Geophysicist.
Dan untuk anomali dengan kecepatan rendah
teridentifikasikan lebih baik dibanding dari proses
EWT.
Dari hal tersebut join inversi FTT-EWT
belum memberikan gambaran yang baik terhadap
anomali rendah pada model. Asumsi pertama
bahwa berdasarkan prinsip fermat jejak sinar akan
memilih jalur tercepat untuk mencapai receiver.
Dalam artian maka pada saat melakukan proses ray
tracing tidak ada sinar yang melewati anomali low.
Hal tersebut berdampak ketika melakukan proses
inversi dalam menentukan matriks kernel grid yang
terdapat pada anomali low tersebut tidak dilewati
raypath ataupun dilewati oleh raypath dengan
jumlah yang sedikit. Sehingga ketika dilakukan
proses inversi mendapatkan solusi yang kurang fit.
Asumsi kedua kembali pada model yang digunakan
dalam penelitian terutama pada bentuk anomali
yang memiliki kecepatan rendah.

4. KESIMPULAN / CONCLUSION

Percobaan secara numerik dengan


melakukan proses joint first arrival traveltime
tomography inversion dan early arrival waveform
tomography inversion memberikan solusi yang baik
terhadap variasi nilai velocity pada near surface.
Dari hasil yang telah dilakukan proses join inversi
memberikan nilai velocity model yang lebih detail
dan secara membentuk struktur mendekati dengan
model. Full wave inversion dapat memberikan
solusi yang lebih baik, namun keefektifan dalam
proses komputasi hal ini dapat dijadikan
pertimbangan dalam identifikasi near surface pada
daerah geologi kompleks.

UCAPAN TERIMAKASIH /
ACKNOWLEDGMENT

Kami ucapkan terima kasih kepada PT


Jaya Energy Buana yang telah memberikan kami
kesempatan untuk menggunakan software Geotomo
untuk melakukan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA / REFERENCES

[1] Aki and Richard,202,Quantitative Seismology


2nd edition

Anda mungkin juga menyukai