Anda di halaman 1dari 5

Nama: Sintia Safitiri

NIM: 2208521011
Prodi: Fisika
Ton: Telesto XIII
Nama Ilmiah: Elasticity

Hydrocarbon Mapping On Reservoir Carbonate Using AVO


Inversion Method
Pendahuluan Sebagian besar reservoir penghasil batupasir di Indonesia
merupakan reservoir perkembangan yang ditinggalkan oleh
zaman Belanda. Paradigma eksplorasi mencari reservoar
batupasir sebagai penghasil migas terkemuka mulai bergeser ke
reservoar karbonat. Potensi reservoar karbonat di Indonesia relatif
besar karena mengandung lebih dari 50% cadangan hidrokarbon.
Reservoir karbonat memiliki karakteristik yang lebih beragam
dibandingkan dengan reservoir batupasir, sehingga diperlukan
pendekatan yang lebih komplek. Kompleksitas dan keragaman
kondisi lapangan merupakan beberapa hal yang memerlukan
perhatian khusus dan tidak hanya menggunakan pengolahan data
yang sederhana. Namun demikian, diperlukan pengolahan lebih
lanjut (metode inversi) yang bertujuan untuk memperoleh
berbagai informasi penting mengenai cadangan hidrokarbon.
Salah satu alat metode inversi AVO adalah Lambda-Mu-Rho
(LMR) yang diperkenalkan oleh Goodway.pada tahun 1997.
Dengan mengamati karakter respon di zona gas, metode
inversi AVO Lambda-Rho dan Mu-Rho dapat membatasi zona
gas dibandingkan denganPimpedansi danSparameter impedansi.
Parameter LMR menggambarkan Mu-Rho (µρ) yang
berhubungan dengan kekakuan, dan Lambda-Rho (λρ) yang
berhubungan dengan inkompresibilitas
Metode inversi LMR diterapkan pada cekungan Sumatera
Utara, cekungan busur belakang yang dibatasi oleh Pegunungan
Bukit Barisan di sebelah barat, Laut Andaman di sebelah utara,
dan platform Malaka di sebelah timur. Cekungan Sumatera Utara
merupakan kombinasi dari sistem cekungan pull-apart dan half-
graben yang terbentuk sejak era Eosen akhir ketika lempeng
Samudera Australia bertabrakan dengan lempeng benua Eurasia.
Formasi Peutu dan Notai dianggap sebagai reservoir gas penting
di cekungan Sumatera Utara. Formasi Peutu terdiri dari lempung
dan batulanau dengan kandungan karbonat sedang sampai sangat
tinggi (di beberapa tempat juga mengandung mineral glauconite).
Lapisan batugamping yang mengandung foraminifera dan
glauconite terbentuk pada ketinggian selama pemaparan.
Sedangkan Formasi Unai yang terdiri dari batuan karbonat,
batupasir dan batugamping lempung, terbentuk di daerah yang
lebih rendah. Ketebalan Formasi Peutu bervariasi dari 35 hingga
50 meter pada paparan hingga 200 hingga 1.100 meter di daerah
terumbu.
Metode Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi gas yang ada di
daerah penelitian dan membedakan jenis litologi menggunakan
metode AVO LMR. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian ini meliputi beberapa tahapan pelaksanaan, dimulai
dengan persiapan data (data log sumur, data seismik, dan
informasi pendukung lainnya), analisis data sumur, pengolahan
data seismik dengan melakukan proses inversi untuk
mendapatkan nilai impedansi akustik, yang kemudian
ditransformasikan oleh parameter Mu-Rho dan Lambda-Rho.
Tahap awal penelitian ini adalah mengumpulkan dan
menyiapkan data dan informasi di wilayah penelitian yang
dibutuhkan untuk proses penelitian. Data yang disiapkan adalah
data pre-stack 3D, data log sinar gamma, dan data geologi daerah
penelitian (termasuk data stratigrafi, geologi regional, dan geologi
struktur daerah penelitian yang dijadikan acuan dalam penelitian.
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software
Hampson Russell V7. Perangkat lunak Hampson Russell
dilengkapi dengan fitur geoview, E-log, AVO, dan strata.
Geoview berfungsi sebagai database untuk menyimpan data log
yang dapat digunakan di fitur Hampson Russell lainnya. E-log
digunakan untuk mengedit dan menganalisis data log. AVO
digunakan untuk pembuatan atribut dan analisis AVO. Crossplot
dilakukan pada data log eksisting untuk melihat parameter yang
paling menggambarkan fluida dan litologi daerah target. Data
seismik berupa Common Deep Point (CDP) mengumpulkan Pre
Stack Time Migration (PSTM) dengan sampling rate 2 ms. Proses
pengumpulan sudut dilakukan pada data seismik untuk membawa
setiap jejak di area offset ke area sudut.
Proses pengumpulan sudut dilakukan pada data seismik
untuk membawa setiap jejak di area offset ke area sudut. Proses
ini dilakukan dengan ray tracing menggunakan fungsi kecepatan.
Kemudian dilakukan super gathering untuk trace smoothing, yang
bertujuan untuk memperkuat respon amplitudo. Proses stacking
pada PSTM seismik mengumpulkan data dengan menambahkan
jejak seismik dalam satu CDP setelah koreksi Normal Move Out.
Data CDP stack yang diperoleh kemudian dikorelasikan dengan
data well seismic tie. Model awal diperlukan untuk semua metode
inversi sebagai hard constraint pada hasil akhir inversi atau
membatasinya agar hasil inversi tidak bergeser jauh dari model.
Proses inversi data seismik pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode berbasis model dengan soft constraint.
Hasil & Pembahasan Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa bagian kedalaman
hasil cross-plot akan ditampilkan pada penampang. Analisis
sensitivitas ini penting dilakukan untuk menentukan parameter
yang dapat digunakan sebagai indikator litologi dan indikator
fluida. Analisis cross-plot parameter Lambda-Rho dan Mu-Rho
juga dapat menampilkan kandungan cairan gas area target dengan
benar. Hasil studi cross-plot anomali gas diwakili oleh kadar
saturasi air kurang dari 0,6472 Sw, yang ditunjukkan dengan
warna kuning hingga hijau. Nilai saturasi air yang lebih kecil
mencirikan reservoir yang cocok.
Di daerah penelitian, formasi Belumai dan Peutu memiliki
banyak struktur sesar dan sesar. Jika dilihat dari satu sisi sistem
perminyakan, jebakan hidrokarbon diduga merupakan jebakan
struktural, yaitu jebakan yang terbentuk akibat efek deformasi
batuan reservoir seperti sesar. Lapisan batuan yang porous dan
permeabel, seperti karbonat pada formasi Peutu, ditunggangi oleh
batuan yang impermeabel. Ini bertindak sebagai caprock, seperti
yang ditunjukkan oleh batas ketidakselarasan antara reservoir dan
batuan di atasnya. Dalam hal ini batuan yang berperan sebagai
stamp rock adalah formasi serpih dan Belumai yang tersusun atas
serpih karbonat, batupasir, dan batugamping lempung.
Penampang dari hasil inversi (Pimpedansi danSimpedansi) dapat
memisahkan variasi litologi secara vertikal maupun lateral tetapi
belum dapat mengidentifikasi adanya fluida gas. Oleh karena itu,
dilakukan transformasi untuk mendapatkan nilai parameter
Lambda-Mu-Rho.
Parameter Lambda-Rho sensitif dalam mengklasifikasikan
keberadaan fluida dan dapat menunjukkan adanya gas pada
penampang inversi. Sedangkan parameter Mu-Rho merupakan
parameter elastisitas yang sensitif terhadap perubahan litologi.
daerah anomali atau zona prospek memiliki nilai Lambda-Rho
yang lebih rendah (ditunjukkan dengan warna kuning) daripada
serpih sebagai batuan penutup (ditunjukkan dengan warna hijau-
biru). Artinya situs tersebut merupakan reservoir batuan karbonat
yang mengandung fluida gas. Nilai Lambda-Rho relatif lebih
rendah dari 10 Gpa gr/cc. Sementara itu, zona dengan nilai
Lambda-Rho yang lebih tinggi diidentifikasi sebagai zona basah.
Hasil analisis pada zona target dapat diartikan sebagai akumulasi
batuan karbonat gas pada ketinggian struktur (patahan).
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan hasil
proses analisis AVO LMR dan proses inversi serta estimasi
parameter elastis untuk identifikasi fluida dan litologi,
disimpulkan bahwa Lambda-Rho dapat mengidentifikasi fluida
dimana karbonat yang terisi cairan akan memiliki nilai Lambda-
Rho yang lebih rendah. daripada karbonat yang tidak terisi cairan.
Mu-Rho sangat sensitif terhadap perubahan litologi batuan
karbonat yang memiliki nilai lebih tinggi dari nilai serpih.
Kombinasi Lambda-Rho dan Mu-Rho dapat mengidentifikasi
daerah prospek hidrokarbon yaitu daerah dengan nilai Mu-Rho
tinggi dan Lambda-Rho rendah.

Anda mungkin juga menyukai