Anda di halaman 1dari 21

1

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut,
keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,
sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang. (Price, 2016)
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang
atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Patah tulang
dapat terjadi dalam keadaan normal atau patologis. Pada keadaan
patologis, misalnya kanker tulang atau osteoporosis, tulang
menjadi lebih lemah. Dalam keadaan ini, kekerasan sedikit saja
akan menyebabkan patah tulang. (Oswari , 2015)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontiunitas
jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2015)
Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur
yang bisa terjadi akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh
dalam syok (FKUI dalam Jitowiyono, 2010 : 15).

B. Etiologi
Menurut Barbara C Long (2016)
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti
berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis
pada fraktur patologis. Fraktur patologik yaitu fraktur yang
2

terjadi pada tulang disebabkan oleh melelehnya struktur tulang


akibat proses patologik. Proses patologik dapat disebabkan
oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium,
fosfor, ferum. Factor lain yang menyebabkan proses patologik
adalah akibat dari proses penyembuhan yang lambat pada
penyembuhan fraktur atau dapat terjadi akibat keganasan.
Menurut Oswari E, (2015) ; Penyebab Fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung: Kekerasan langsung menyebabkan
patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian
sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang
atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung
menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot
sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
3

C. PATHWAY

D. TANDA DAN GEJALA


1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada
eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
4

tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot


bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan
tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba
akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda
ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
setelah cedera.
6. Peningkatan temperatur lokal
7. Pergerakan abnormal
8. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
9. Kehilangan fungsi

E. KLASIFIKASI
Penampakan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan
yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga
fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat
hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh
penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang
seperti terlihat pada foto.
5

b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh


penampang tulang seperti:
1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di
bawahnya.
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan
angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang
panjang.
4) Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya
dengan mekanisme trauma.
c. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau
langsung.
d. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya
membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan
akibat trauma angulasi juga.
e. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk
spiral yang disebabkan trauma rotasi.
f. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma
aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan
lain.
g. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma
tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
3. Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari
satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari
satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu
tapi tidak pada tulang yang sama.
6

4. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap
tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum
masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen
tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum
(pergeseran searah sumbu dan overlapping).
2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk
sudut).
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen
saling menjauh).
4) Berdasarkan posisi frakur, Sebatang tulang terbagi
menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
5. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses
patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera
jaringan lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio
jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
7

F. PATOFISIOLOGI
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh
atau trauma (Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung
misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung
misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya:
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
(Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar
tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut,
jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran
darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa
sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel
baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati
(Corwin, 2001)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf
yang berkaitan dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat
menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya
8

serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan


sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002)
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan
operatif. Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau
bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi
internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi
interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan
imobolisasi pada bagian yang patah. Imobilisasi dapat
menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang
agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang
akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa
tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin
tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan
perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang
dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun
pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu
sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi. (Price, 1995:
1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi
dapat mengakibatkan nyeri yang hebat. (Brunner & Suddarth,
2002: 2304)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
9

mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan


tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau
PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur,
deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase
yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila
terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat
fraktur.(Ignatavicius, Donna D, 1995)
10

H. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan dengan konservatif dan operatif
1. Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih
memungkinkan terjadinya pertumbuhan tulang panjang. Selain
itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat
terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips
dan traksi.
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai
dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips
adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur
2) Istirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotic
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pemasangan gips adalah :
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat
membahayakan klien
4) Jangan merusak / menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam
gips / menggaruk
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu
lama
b. Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan
beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan
11

disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris


dengan sumbu panjang tulang yang patah.
Metode pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi
fraktur, dan pada keadaan emergency
2) Traksi mekanik, ada 2 macam :
a) Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur
yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4
minggu dan beban < 5 kg.
b) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal
/ penjepit melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2. Memperbaiki & mencegah deformitas
3. Immobilisasi
4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk
nyeri tulang sendi)
5. Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
1. Tali utama dipasang di pin rangka sehingga
menimbulkan gaya tarik
2. Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus
seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat
dipertahankan
3. Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya
diberi lapisan khusus
12

4. Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol


5. Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan
lantai
6. Traksi yang dipasang harus baik dan terasa
nyaman
2. Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak
keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode
perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka.
Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami
cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju
tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan
fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi,
fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat
ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi
perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada
fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open
Reduction internal Fixation). Merupakan tindakan
pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,
kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods,
plates dan protesa pada tulang yang patah
Tujuan:
a. Imobilisasi sampai tahap remodeling
b. Melihat secara langsung area fraktur
13

Jenis Open Reduction Internal Fixation ( ORIF )


Menurut Apley (1995) terdapat 5 metode fiksasi internal yang
digunakan, antara lain:
1. Sekrup kompresi antar fragmen
2. Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah
3. Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar
4. Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur
dan tibia
5. Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung
proksimal dan distal femur
Indikasi ORIF :
1. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair
nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum
femur.
2. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur
avulse dan fraktur dislokasi.
3. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur
antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
4. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil
yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur
Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open
reduction Eksternal Fixation). Fiksasi eksternal digunakan
untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur
kominutif (hancur atau remuk
Indikasi OREF :
1. Fraktur terbuka derajatI II
2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
14

5. Fraktur Pelvis
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara
lain :
1. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
2. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf
yang berada didekatnya
3. Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
4. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang
lain
5. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin,
terutama pada kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan
dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan
fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan
dijalankan

I. KOMPLIKASI
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah
telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya,
membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan
terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan
normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan
takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang
disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam
pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada
15

fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam


pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering
terjadi pada individu yang imobiil dalam waktu yang lama
karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi
pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi
paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan
aseptika atau necrosis iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh
hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum
banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik
dan vasomotor instability.
16

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A PENGKAJIAN
a. Identitas
b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
2) Riwayat Penyakit Sekarang
3) Riwayat Penyakit Dahulu
4) Riwayat Penyakit keluarga
c. Pengkajian Fungsional
1) Nutrisi
Meliputi kebiasaan makan, minum, dan komposisi makan
sebelum dan selama sakit
2) Eliminasi
Meliputi kebiasaan BAB dan BAK meliputi jumlah, bau, warna,
dam konsistensi
3) Pola istirahat dan tidur
Meliputi kebiasaan dan durasi tidur sebelum dan selama sakit
4) Pola aktivitas
Meliputi kebiasaan aktivitas sehari-hari saat dan selama sakit
5) Pola persepsi
Merupakan pandangan/persepsi klien terhadap penyakitnya
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) TTV
3) Kepala: simetris, ada tidaknya benjolan
4) Mata: simetris, konjungtiva anemis atau tidak
5) Hidung: kebersihan, ada tidaknya polip, simetris
6) Leher: simetris, adanya pembesaran kelenjar tiroid
7) Abdomen: nyeri tekan, ada tidaknya massa
8) Genetalia: kebersihan, ada tidaknya perdarahan
9) Ektremitas: kekuatan otot, ada tidaknya udema
17

e. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
2) Radiologi

B DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d kerusakan neuromuscular, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
2. gangguan mobilitas fisik b.d nyeri,pembengkakan, prosedur
bedah,immobilisasi. terapi restriktif (imobilisasi)
3. Risti infeksi b.d port de entrée luka fraktur femur
4. Gangguan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
18

C INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN & KH INTERVENSI


1 Nyeri b.d kerusakan TUJUAN: 1. Observasi Keadaan
neuromuscular, gerakan Setelah dilakukan umum pasien
fragmen tulang, edema, tindakan 2. Jelaskan sebab-
cedera jaringan lunak, keperawatan selama sebab timbulnya nyeri
pemasangan traksi, 3X24 jam nyeri pasin 3. Anjurkan klien untuk
stress/ansietas. dapat diatasi dengan melakukan tenik
kriteria hasil: relaksasi dan distraksi
1. Klien tidak 4. Kolaborasi dengan tim
menyeringai/ medis dalam
Klien tampak pemberian obat anti
tenang. biotik.
2. Skala Nyeri
berkurang atau
hilang,
2 gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan
b.d nyeri,pembengkakan, tindakan umum pasien
prosedur keperawatan selama 2. Berikan papan
bedah,immobilisasi. terapi 3X24 jam gangguan penyangga kaki,
restriktif (imobilisasi), mobilitas pasien gulungan
kerusakan neuromusklar. dapat teratasi trokanter/tangan
dengan kriteria hasil: sesuai indikasi.
1. memprtahankan 3. Ajarkan latihan
posisi fungsional, rentang gerak pasif
2. meningkatnya aktif pada ekstremitas
kekuatan / fungsi yang sakit maupun
yang sakit dan yang sehat sesuai
19

3. menunjukkan keadaan klien.


teknis yang 4. Kolaborasi
memampukan pelaksanaan
melakukan fisioterapi sesuai
aktivitas. indikasi.
3 Risiti infeksi b.d port de Setelah dilakuakan 1. Inspeksi
entrée luka fraktur femur, tindakan luka,perhatikan
terputusnya kontinuitas keperawatan selama karakteristik drainase
jaringan akibat prosedur 3X24 jam resiko dan Analisa hasil
pembedahan. infeksi pasien dapat pemeriksaan
teratasi dengan laboratorium (Hitung
kriteria hasil: darah lengkap, LED,
1. Luka bersih Kultur dan sensitivitas
2. Tidak ada pus luka/serum/tulang)
atau nanah 2. Lakukan perawatan
3. Luka kering luka dengan teknik
aseptic
3. Ajarkan pasien dan
keluarga cara cuci
tangan yang benar.
4. Kalaborasi Pemberian
antibiotik.

4 Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan


b.d fraktur terbuka, tindakan kulit, penekanan
pemasangan traksi (pen, keperawatan selama gips/bebat terhadap
kawat, sekrup) 3X24 jam gangguan kulit, insersi pen/traksi.
integritas kulit pasien 2. Berikan perawatan
dapat teratasi luka dengan tehnik
dengan kriteria hasil: aseptik. Balut luka
20

1. Kulit tampak dengan kasa kering


bersih dan steril, gunakan
2. Tidak ada plester kertas.
tanda-tanda 3. Ajarkan keluarga
infeksi tentang cara
3. Pasien perawatan luka
merasa 4. Kolaborasi pemberian
nyaman antibiotik sesuai
indikasi.
21

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Monica Ester,


Penerjemah Jakarta: EGC
Mansjoer, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Media
Aesculapius: Jakarta
Muttakin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Price & Wilson, (2016). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyaki.Volume 2. Edisi 6. EGC : Jakarta.
Sjamsuhidajat R., (2015). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC:
Jakarta
Smeltzer & Bare, (2002). Bukuajar keperawatan medical bedah. Volume 3.
Edisi 8. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai