Anda di halaman 1dari 14

Inilah 4 Misteri Terbesar Indonesia yang

Belum Terungkap
Posted by :Arjuna Rinaldy Posted date : 24 April 2016 In Historikal, Nusantara 0

FacebookTwitterGoogle+WhatsAppPinterestSMSEmailShare90

Dari sisi modernitas, Indonesia seringkali dianggap sebagai bangsa yang belum makmur,
tingkat kesejahteraan warganya rendah, dan masih banyak lagi cibiran tentang
“kemiskinan” Indonesia.

akarnews, JAKARTA – Dengan kualitas sumber daya manusia yang juga dinilai rendah,
Indonesia mendapat label sebagai bangsa yang masih tradisional dengan perkembangan
teknologi yang belum maju.

Padahal, sebagai sebuah bangsa yang dianugerahi dengan kekayaan alam yang melimpah, akal
dan pikiran yang sama dengan bangsa lain, seharusnya kita mampu menjadi bangsa yang besar,
negeri makmur; “gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo.”

Namun, di balik “cap miring” tersebut, Indonesia memiliki banyak kelebihan yang juga tidak
dimiliki bangsa lain. Sejarah Indonesia dari masa ke masa menggambarkan bagaimana bangsa
Nusantara ini memiliki surplus value yang tak terbanding. Sampai-sampai meninggalkan
sejumlah jejak misterius terkait nilai lebih Indonesia.

Berikut ini hal-hal yang masih dianggap mitos atau misteri di Indonesia. Jika satu di antaranya
ternyata benar ataupun terjadi, mudah-mudahan benar semua, tujuan bersama menuju Indonesia
Adil Makmur akan tercapai.

1. Indonesia adalah Atlantis yang Hilang


Peradaban Atlantis yang sampai saat ini masih menjadi mitos, kali pertama dicetuskan Filsuf
Yunani Kuno bernama Plato (427 – 347 SM) dalam bukunya Critias dan Timaeus.

Kedua buku tersebut menceritakan tentang sebuah daratan raksasa dengan peradaban yang
menakjubkan pada masa lampau. Atlantis bukanlah khayalan Plato. Hal itu diceritakan turun-
temurun dan diamini oleh banyak tokoh di masanya.

Atlantis menghasilkan emas dan perak yang banyak, hingga istananya yang megah dikelilingi
tembok dari emas dan perak. Daerahnya kaya sumber daya alam dan perkembangan
peradabannya pesat, memiliki pelabuhan dan armada kapal lengkap, juga benda yang mampu
membuat orang terbang.

Kekuasaannya mencakup wilayah yang luas hingga Eropa dan Afrika. Setelah hanyut dilanda
gempa dahsyat, wilayah itu menghilang dan terlupakan.

Jika uraian Plato nyata, maka ribuan tahun silam manusia telah menciptakan peradaban yang
tinggi yang mungkin melebihi peradaban masa kini.

Hilangnya Peradaban Atlantis ribuan tahun, membuat banyak orang meneliti dan mencari
keberadaannya. Hingga banyak sekali versi dan cerita terungkapnnya Kota Atlantis. Namun
hingga kini hal itu belum ada yang terbukti nyata.
Menurut penelitian mutakhir Arsyso Santos selama lebih dari 30 tahun, dalam bukunya Atlantis,
The Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization Of Plato’s Lost Civilization
(2005) menegaskan bahwa Atlantis berada di wilayah yang sekarang disebut Indonesia.

Santos menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung
berapi dan cara bertani di Indonesia. Menurutnya sistem terasisasi (berundak) sawah di Indonesia
diadopsi dari Candi Borobudur, Piramida Mesir dan Kuil Aztec di Meksiko.

Wilayah Indonesia pada ribuan tahun silam merupakan suatu benua yang menyatu, tidak
terpecah-pecah ribuan pulau seperti sekarang. Hal ini serupa dengan Atlantis yang merupakan
sebuah benua dengan puluhan gunung berapi aktif dan dikeliling oleh dua samudra yang
menyatu (Orientale), yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.

Wilayahnya terbentang dari selatan India, Sri Langka, Sumatra, Jawa, Kalimantan hingga ke arah
Timur dengan wilayah yang disebut Indonesia sekarang ini sebagai pusatnya.

Terjadi letusan secara hampir bersamaan berbagai gunung berapi masa itu di wilayah Atlantis
seperti, letusan Gunung Meru di India Selatan, Gunung Sumeru di Jawa Timur, Gunung di
Sumatera hingga terbentuk Danau Toba dan Letusan Gunung Krakatau yang membelah
Sumatera dengan Jawa.

Karena berbagai letusan tersebut, menyebabkan lapisan es di kutub mencair dan mengalir ke
samudra hingga luasnya bertambah. Terjadi efek beruntun dengan terjadinya gempa dan tsunami
yang berakibat terpendamnya sebagian besar wilayah Atlantis.

Indonesia dianggap sebagai Atlantis yang hilang, hal yang seharusnya membuat kita bersyukur.
Pada masa Atlantis merupakan pusat peradaban dunia, negeri makmur dengan sumber daya
melimpah.

Sekaligus membuat kita belajar sebagai daerah rawan bencana, dari sejarah dan dengan teknologi
mutakhir berusaha membangun Indonesia baru.

2. Indonesia Kuburan Harta Karun


Banyak harta karun yang bertebaran di wilayah Indonesia, baik di daratan terlebih lagi di lautan.
Sebelum Bangsa Eropa menguasai wilayah Nusantara abad ke 15, Indonesia merupakan daerah
perdagangan yang ramai. Menghubungkan perdagangan India, Timur Tengah, Cina dan orang-
orang Eropa.

Pada masa itu tak terhitung kapal yang hilang dan karam di perairan Nusantara. Dalam beberapa
catatan ratusan kapal Cina pengangkut harta dan keramik berharga hilang, 800 kapal Portugis
hilang sejak 1650 dalam perjalanan ke Atlantik Selatan dan Asia Tenggara.

Lebih dari 7.000 orang hilang dalam catatan English East India Company (EIC) dan 105 kapal
VOC Belanda hilang dalam pelayaran antara 1602-1794. Ke semua kapal tersebut bermuatan
barang-barang berharga.

Berbagai peninggalan tersebut sudah banyak ditemukan. Setelah terjadinya Tsunami Aceh,
beberapa titik di perairan Mentawai Sumatera ditemukan harta karun dari kapal Cina dan kapal
dagang VOC yang karam.
Harta karun senilai Rp720 Miliar berupa 250.000 benda keramik, Kristal, permata dan emas
ditemukan di perairan Cirebon, Jawa Barat, tahun 2005 oleh eksplorasi pihak asing. Namun
barang tersebut akhirnya dilego pada kolektor di Singapura.

Di Pulau Onrust daerah Teluk Jakarta diindikasikan terdapat penyimpanan harta karun VOC
Belanda. Hal ini berdasar keganjilan sejarah tentang VOC yang bangkrut secara mendadak.
Karena merupakan institusi dagang Belanda yang besar dan telah lama mengeruk kekayaan alam
Indonesia. Konon jumlah harta di Pulau Onrust bisa untuk melunasi utang luar negeri Indonesia.

Harta Karun yang tak kalah banyak adalah peninggalan Kerajaan-Kerajaan Nusantara. Dari
kerajaan di Jawa seperti Singosari, Majapahit, Mataram, Pajajaran hingga Kerajaan di Sumatera,
Kalimantan dan daerah timur Indonesia menyimpan banyak sekali peninggalan harta karun.

Menurut mitos, harta karun tersebut tersimpan di alam ghaib, tak bisa ditemukan dengan mudah.
Harta-harta tersebut akan dapat ditemukan oleh “orang yang terpilih”.

Telah banyak peninggalan dari kerajaan berupa perhiasan dan perlengkapan istana yang
diketemukan tak sengaja, melalui penelitian ataupun orang yang memperoleh wangsit (petunjuk
ghaib).

Banyaknya harta yang terpendam di perairan dan daratan Nusantara selama ini belum dikelola
dengan baik oleh Pemerintah Indonesia. Sayangnya, hal itu justru banyak menjadi incaran
arkeolog dan pemburu harta karun dari luar untuk tujuan komersil pribadi.

3. Peninggalan Dana Revolusi Era Soekarno


Tahun 1906 terjadi ikrar raja-raja nusantara yang diprakasai oleh Dr. Ernest François Eugène
Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi),
Soetomo, Raden Adipati Tirtokoesoemo (presiden pertama Budi Utomo), dan Pangeran Ario
Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dan Raden Hadji
Oemar Said Tjokroaminoto.

Dalam ikrar tersebut ditumbuhkannya rasa nasionalisme “tanah air (Indonesia) di atas segala-
galanya”. Pada saat itu seluruh raja-raja nusantara menyumbangkan sebagian aset mereka untuk
membantu perjuangan. (Dana Perjuangan). Sebagian dana itu dipakai untuk biaya perjuangan
dan sebagian lagi disimpan di luar negeri.

Dana perjuangan atau lebih dikenal dengan Dana Revolusi dan Dana Amanah mulai dihimpun
lagi pada masa setelah kemerdekaan. Dana Revolusi yang dihimpun berdasarkan Perpu No.19
tahun 1960. Isinya antara lain, mewajibkan semua perusahaan negara menyetorkan lima persen
dari keuntungannya kepada pemerintah untuk kepentingan Dana Revolusi.

Yang disebut perusahaan negara itu, termasuk pula berbagai perusahaan Belanda yang baru
dinasionalisasikan, seperti perkebunan-perkebunan besar. Konon, nilainya berjumlah hingga
ratusan juta dolar yang tersimpan di luar negeri.

Salah satu sumber Dana Revolusi terbesar adalah adanya “Perjanjian The Green Hilton
Memorial Agreement Geneva” dibuat dan ditandatangani pada 21 November 1963 di hotel
Hilton Geneva oleh Presiden AS John F. Kennedy dan Presiden RI Ir. Soekarno dengan saksi
tokoh negara Swiss William Vouker.
Perjanjian ini menyusul MoU di antara RI dan AS tiga tahun sebelumnya. Point penting
perjanjian itu; Pemerintahan AS (selaku pihak I) mengakui 50 persen keberadaan emas murni
batangan milik RI, yaitu sebanyak 57.150 ton dalam kemasan 17 paket emas dan pemerintah RI
(selaku pihak II) menerima batangan emas itu dalam bentuk biaya sewa penggunaan kolateral
dolar yang diperuntukkan pembangunan keuangan AS.

Point penting lain pada dokumen perjanjian itu, tercantum klausul yang memuat perincian; atas
penggunaan kolateral tersebut pemerintah AS harus membayar fee 2,5 persen setiap tahunnya
sebagai biaya sewa kepada Indonesia, mulai berlaku jatuh tempo sejak 21 November 1965 (dua
tahun setelah perjanjian).
Account khusus akan dibuat untuk menampung aset pencairan fee tersebut. Maksudnya, meski
point dalam perjanjian tersebut tanpa mencantumkan klausul pengembalian harta, namun ada
butir pengakuan status koloteral tersebut yang bersifat sewa (leasing).

Biaya yang ditetapkan dalam perjanjian itu sebesar 2,5 persen setiap tahun bagi siapa atau bagi
negara mana saja yang menggunakannya. Biaya pembayaran sewa kolateral yang 2,5 persen ini
dibayarkan pada sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation (The HEF) yang
pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas persetujuan Sri Paus Vatikan.

Sedangkan pelaksanaan operasionalnya dilakukan Pemerintahan Swiss melalui United Bank of


Switzerland (UBS). Kesepakatan ini berlaku dalam dua tahun ke depan sejak ditandatangani
perjanjian tersebut, yakni 21 November 1965.

Sepenggal kalimat penting dalam perjanjian tersebut; “Considering this statement, which was
written and signed in Novemver, 21th 1963 while the new certificate was valid in 1965 all the
ownership, then the following total volumes were justobtained.”

Perjanjian hitam di atas putih itu berkepala surat lambang Garuda bertinta emas di bagian
atasnya dan berstempel ’The President of The United State of America’ dan ’Switzerland of
Suisse’.

Berbagai otoritas moneter maupun kaum monetarist menilai perjanjian itu sebagai fondasi
kolateral ekonomi perbankan dunia hingga kini. Ada pandangan khusus para ekonom, AS dapat
menjadi negara kaya karena dijamin hartanya ’rakyat Indonesia’, yakni 57.150 ton emas murni
milik para raja di Nusantara ini.

Pandangan ini melahirkan opini kalau negara AS memang berutang banyak pada Indonesia
karena harta itu bukan punya pemerintah AS dan bukan punya negara Indonesia, melainkan harta
raja-rajanya bangsa Indonesia.

Bagi Politikus AS sendiri, perjanjian The Green Hilton Agreement merupakan perjanjian paling
tolol yang dilakukan pemerintah AS. Karena dalam perjanjian itu AS mengakui aset emas bangsa
Indonesia.
Sejarah ini berawal ketika 350 tahun Belanda menguasai Jawa dan sebagian besar Indonesia.
Ketika itu para raja dan kalangan bangsawan, khususnya yang pro atau ’tunduk’ kepada Belanda
lebih suka menyimpan harta kekayaannya dalam bentuk batangan emas di bank sentral milik
kerajaan Belanda di Hindia Belanda, The Javache Bank (cikal bakal Bank Indonesia).

Namun secara diam-diam para bankir The Javasche Bank (atas instruksi pemerintahnya)
memboyong seluruh batangan emas milik para nasabahnya (para raja-raja dan bangsawan
Nusantara) ke negerinya di Netherlands dengan dalih keamanannya akan lebih terjaga kalau
disimpan di pusat kerajaan Belanda, saat para nasabah mempertanyakan hal itu setelah
belakangan hari ketahuan.

Waktu terus berjalan hingga meletus Perang Dunia II di front Eropa, di mana kala itu wilayah
kerajaan Belanda dicaplok pasukan Nazi Jerman.

Militer Hitler dan pasukan SS Nazi memboyong seluruh harta kekayaan Belanda ke Jerman.
Sialnya, semua harta simpanan para raja di Nusantara yang tersimpan di bank sentral Belanda
ikut digondol ke Jerman.

Perang Dunia II front Eropa berakhir dengan kekalahan Jerman di tangan pasukan Sekutu yang
dipimpin AS. Oleh pasukan AS segenap harta jarahan SS Nazi pimpinan Adolf Hitler diangkut
semua ke daratan AS, tanpa terkecuali harta milik raja-raja dan bangsawan di Nusantara yang
sebelumnya disimpan pada bank sentral Belanda.

Maka dengan modal harta tersebut, Amerika kembali membangun The Federal Reserve Bank
(FED) yang hampir bangkrut karena dampak Perang Dunia II. Oleh ’pemerintahnya’ The FED
ditargetkan menjadi ujung tombak sistem kapitalisme AS dalam menguasai ekonomi dunia.

Belakangan kabar ’penjarahan’ emas batangan oleh pasukan AS untuk modal membangun
kembali ekonomi AS yang sempat terpuruk pada Perang Dunia II itu didengar oleh Ir. Soekarno
selaku Presiden I RI yang langsung meresponnya lewat jalur rahasia diplomatik untuk
memperoleh kembali harta karun itu dengan mengutus Dr. Subandrio, Chaerul Saleh dan Yusuf
Muda Dalam, walaupun peluang mendapatkan kembali hak sebagai pemilik harta tersebut sangat
kecil.

Pihak AS dan beberapa negara Sekutu saat itu selalu berdalih kalau Perang Dunia masuk dalam
kategori Force Majeur yang artinya tidak ada kewajiban pengembalian harta tersebut oleh pihak
pemenang perang.
Namun dengan kekuatan diplomasi Bung Karno akhirnya berhasil meyakinkan para petinggi AS
dan Eropa kalau aset harta kekayaan yang diakuisisi Sekutu berasal dari Indonesia dan milik
Rakyat Indonesia. Bung Karno menyodorkan fakta-fakta yang memastikan para ahli waris dari
nasabah The Javache Bank selaku pemilik harta tersebut masih hidup.

Salah satu klausul dalam perjanjian The Green Hilton Agreement tersebut adalah membagi
separuh-separuh (50% & 50%) antara RI dan AS-Sekutu dengan ’bonus belakangan’ satelit
Palapa dibagi gratis oleh AS kepada RI.

Artinya, 50 persen (52.150 ton emas murni) dijadikan kolateral untuk membangun ekonomi AS
dan beberapa negara eropa yang baru luluh lantak dihajar Nazi Jerman, sedangkan 50 persen lagi
dijadikan sebagai kolateral yang membolehkan bagi siapapun dan negara manapun untuk
menggunakan harta tersebut dengan sistem sewa (leasing) selama 41 tahun dengan biaya sewa
per tahun sebesar 2,5 persen yang harus dibayarkan kepada RI melalui Ir. Soekarno. Kenapa
hanya 2,5 persen ? Karena Bun Karno ingin menerapkan aturan zakat dalam Islam.

Pembayaran biaya sewa yang 2,5 persen itu harus dibayarkan pada sebuah account khusus a/n
The Heritage Foundation (The HEF) dengan instrumentnya adalah lembaga-lembaga otoritas
keuangan dunia (IMF, World Bank, The FED dan The Bank International of Sattlement/BIS).

Jika dihitung sejak 21 November 1965, maka jatuh tempo pembayaran biaya sewa yang harus
dibayarkan kepada RI pada 21 November 2006. Berapa besarnya ? 102,5 persen dari nilai pokok
yang banyaknya 57.150 ton emas murni + 1.428,75 ton emas murni = 58.578,75 ton emas murni
yang harus dibayarkan para pengguna dana kolateral milik bangsa Indonesia ini.

Padahal, terhitung pada 21 November 2010, dana yang tertampung dalam The Heritage
Foundation (The HEF) sudah tidak terhitung nilainya.

Jika biaya sewa 2.5 per tahun ditetapkan dari total jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka
selama 45 tahun X 2,5 persen = 112,5 persen atau lebih dari nilai pokok yang 57.150 ton emas
itu, yaitu 64.293,75 ton emas murni yang harus dibayarkan pemerintah AS kepada RI.

Jika harga 1 troy once emas (31,105 gram emas ) saat ini sekitar 1.500 dolar AS, berapa nilai
sewa kolateral emas sebanyak itu? Hitung sendiri aja.
Mengenai keberadaan account The HEF, tidak ada lembaga otoritas keuangan dunia manapun
yang dapat mengakses rekening khusus ini, termasuk lembaga pajak. Karena keberadaannya
yang sangat rahasia.

Karena itu, selain negara-negara di Eropa maupun AS yang memanfaatkan rekening The HEF
ini, banyak taipan kelas dunia maupun ’penjahat ekonomi’ kelas paus dan hiu yang menitipkan
kekayaannya pada rekening khusus ini agar terhindar dari pajak.

Tercatat orang-orang seperti George Soros, Bill Gate, Donald Trump, Adnan Kasogi, Raja
Yordania, Putra Mahkota Saudi Arabia, bangsawan Turki dan Maroko adalah termasuk orang-
orang yang menitipkan kekayaannya pada rekening khusus tersebut.

Pada masa Pemerintahan Soeharto hingga Megawati telah diadakan suatu operasi untuk
mengembalikan dana tersebut ke Indonesia. Bahkan para bankir hitam kelas dunia, CIA dan
MOSSAD (agen rahasia Israel) berusaha keras untuk mendapatkan user account dan PIN The
HEF tersebut, termasuk mencari tahu siapa yang diberi mandat Ir. Soekarno terhadap account
khusus itu.

Namun usaha puhak-pihak yang mencoba mendapatkan harta tersebut belum menghasilkan. Ir
Soekarno atau Bung Karno tidak pernah memberikan mandat kepada siapapun. Artinya pemilik
harta rakyat Indonesia itu tunggal, yakni atas nama Bung Karno sendiri. Sampai saat ini!

4. Datangnya Ratu Adil

Menurut beberapa sumber yang diyakini mayarakat, menyebutkan akan adanya “Roda Cokro
Manggilingan” (Pengulangan Sejarah) dan datangnya sosok pemimpin yang akan membawa
Indonesia ke masa keemasannya.
Di antaranya adalah bait syair Jayabaya, Serat Musarar Jayabaya, Ramalan Sabdo Palon Noyo
Genggong, Serat Kalatidha R.Ng. Ronggowarsito, Serat Darmogandhul, Wangsit Siliwangi, dan
hadist Nabi Muhammad SAW, semuanya lengkap dalam konteks yang tersirat di dalamnya
(lengkapnya di sini).

Dalam bab akhir Jangka Jayabaya, menyebutkan pasca goro-goro besar melanda planet bumi
(antara lain terjadi kiamat bumi, perang besar, perang dunia, serangan jatuhnya benda angkasa,
badai matahari, bencana alam terus-menerus) dan pulihnya jagad bumi manusia seperti sediakala
menjadi normal kembali maka tatkala itulah akan tampil ke depan memimpin rakyat Nusantara,
sang Ratu Adil sejati atau yang lebih popular disebut “satrio piningit” ataupun “satrio pinandito
sinisihan wahyu”.

Sang pemimpin yang adil bijaksana ini akan didampingi titisan atau reinkarnasi terbaru Sabdo
Palon, mereka berdua bersama memimpin kejayaan Nusantara dan bumi Selatan yang
berpenduduk bangsa kulit berwarna.

Sedangkan bangsa kulit putih dan bangsa berkulit kuning bukan menjadi urusan beliau.
Demikian garis besar ucapan Sabdo Palon tatkala muncul pertama kali setelah menghilang
selama limaratus tahun sejak runtuhnya Majapahit.

Sabdo Palon merupakan penasihat Jayabaya, Raja Kediri, dan kemudian menitis kembali
menjadi penasihat Raja Majapahit Prabu Brawijaya V.

Ramalan (Jangka) Joyoboyo berkenaan munculnya sang Ratu Adil juga sesuai menurut Uga
Wangsit Prabu Siliwangi tentang pendamping Ratu Adil yakni pemuda berjanggut, dan juga
sesuai ucapan Sabdo Palon, kedua pemimpin Nusantara tersebut adalah dwi-tunggal satu sama
lain saling melengkapi dan tidak saling bertentangan. Tugas atau peran Sabdo Palon ialah
mengadakan “fit and propher test” terhadap “Ratu Adil” satrio piningit.

Sabdo Palon memang telah muncul. Tetapi Ratu Adil “Satrio Piningit” belum ada atau belum
maju ke hadapan Sabdo Palon. Mengapa? Ratu Adil “Satrio Piningit” belum menerima wahyu
Illahi atau pulung ghaib wahyu keprabon karena memang belum tiba saat yang tepat.

Kapan dan di mana keberadaan Sabdo Palon (yang tengah menghilang kembali) dan calon Ratu
Adil “Satrio Piningit” memang belum ditemukan selama mereka belum muncul karena sebab
besar atau goro-goro besar belum terjadi.

Dalam teori revolusi mbah Karl Marx dan mbah Lenin, “seorang pemimpin akan selalu muncul
dengan sendirinya tatkala segenap rakyat sudah siap dan matang untuk mengadakan revolusi.”

Pemimpin revolusi tidak akan mengumumkan kapan memulai suatu revolusi, rakyatlah yang
merasa kehidupannya penuh derita tiada akhir dan negara tak peduli pada keadaan yang
menyengsarakan bagi rakyat sehingga pada akhirnya rakyat tidak lagi mempercayai negara.

Saat itulah seorang pemimpin bakal tampil maju ke depan untuk memimpin rakyat yang sudah
matang hendak mengadakan revolusi.
Inilah bait yang menggambarkan kemunculan Ratu Adil “satrio piningit” yang dilontarkan oleh
Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo dari Kediri pada abad keduabelas masehi (1100-an):

“selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning
ratu, bakal ana dewa ngejawantah, apengawak manungsa.”

Kelak menjelang tutup tahun sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu (1988 Saka atau
2066 Masehi) akan muncul dewa turun ke bumi yang berwujud seorang manusia (Ratu Adil yang
secara populer disebut “Satrio Piningit”).

Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu, sosok dalam ramalan Ronggowarsito sebagai penyempurnaan
daripada Ramalan Joyoboyo adalah manusia terpilih pengemban pulung ghaib wahyu keprabon,
dan kelak akan marak sebagai Ratu Adil yang diemong oleh Sabdo Palon.

Pemerintahan dalam tatanan dunia baru yang berpusat di salah satu pulau di Nusantara itu
berbentuk kerajaan, tepatnya adalah kerajaan Jawa modern, ajaran lama yang diperbarui akan
bergairah kembali, termasuk di dalamnya sifat-sifat kejawen yang telah direformasi sesuai
jamannya sangat dominan dalam ajaran tersebut.

Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW mengisyaratkan bahwa Imam Mahdi pasti datang
di akhir zaman. Ia akan memimpin ummat Islam keluar dari kegelapan kezaliman dan
kesewenang-wenangan menuju cahaya keadilan dan kejujuran yang menerangi dunia seluruhnya.

“Andaikan dunia tinggal sehari sungguh Allah akan panjangkan hari tersebut sehingga diutus
padanya seorang lelaki dari ahli baitku namanya serupa namaku dan nama ayahnya serupa nama
ayahku. Ia akan penuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi
dengan kezaliman dan penganiayaan.” (HR abu Dawud 9435).

Hadist ini memberikan kabar akan munculnya pemimpin di negeri Islam yang sedang bergolak.
Sebagian kalangan muslim percaya akan muncul pemimpin baru Islam bermukjizat, dan
menyebutnya Imam Mahdi (Pemimpin yang terpilih).

Ia akan menghantarkan rakyat meninggalkan babak era para penguasa diktator yang
memaksakan kehendak dan mengabaikan kehendak Tuhan menuju babak tegaknya kembali
kekhalifahan Islam yang mengikuti manhaj, sistem atau metode Kenabian.
Lelaki itu keturunan Nabi Muhammad SAW, akan mengantarkan ummat Islam menuju babak
Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah. Imam Mahdi akan berperan sebagai panglima di akhir
zaman untuk memerangi para Mulkan Jabriyyan (Para Penguasa Diktator) yang telah lama
bercokol di berbagai negeri di dunia.

Beberapa pendapat memparalelkan Imam Mahdi menurut Hadist Nabi Muhammad SAW dengan
Ratu Adil versi Ramalan Jayabaya, dengan dalih bahwa Jayabaya telah memeluk Agama Islam
dan mendapatkan petunjuk Illahiah sehingga dapat memaparkan ramalan-ramalan tersebut.

Pendapat lain bahwa istilah Ratu Adil adalah hasil transfer bahasa dan makna dari dalam hadist
oleh para wali (Sunan Bonang, Sunan Giri dan Sunan Kalijaga).

Terlepas dari semua uraian tentang Misteri Kejayaan Indonesia, tidaklah menjadikan kita
menjadi orang yang percaya takhyul (musyrik) dan mengada-ada karena semua ini berdasar
penelitian dan sumber sejarah. Semoga hal ini mampu memacu semangat kita untuk berkarya.
Menjadikan Indonesia Berjaya!!!

Anda mungkin juga menyukai