Anda di halaman 1dari 121

Revisi Undang-undang Jelas

Memperlemah KPK
majalah.tempo.co
8 mins read

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo:

Agus Rahardjo. TEMPO/Imam Sukamto


T ERPILIHNYA Inspektur Jenderal Firli Bahuri sebagai Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi periode mendatang dan
revisi Undang­Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi merupakan pukulan besar bagi lembaga antirasuah itu. Ketua
KPK Agus Rahardjo, 63 tahun, mengatakan lembaganya sedang
dikepung dari berbagai sisi. Merasa ada banyak upaya melemahkan
KPK, dalam jumpa pers bersama Wakil Ketua KPK Laode Muhammad
Syarif dan Saut Situmorang pada Jumat, 13 September lalu, Agus
menyerahkan tanggung ­jawab pengelolaan Komisi kepada Presiden
Joko Widodo.

Pembahasan revisi Undang­Undang KPK yang terkesan sembunyi­


sem­bunyi dan terburu­buru menjadi alasan para pemimpin Komisi
menye­rahkan mandat tersebut kepada Presiden Jokowi. Revisi itu
disetujui Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna pada 5
September lalu. “Yang membuat kami sangat kecewa dan prihatin,
kenapa pembahasan RUU KPK tetap sembunyi­sembunyi, tidak
transpa­ran,” kata Agus kepada ­Tempo.

Sehari setelah revisi Undang­Undang KPK disepakati, pemimpin


Komisi menyurati Presiden Jokowi. Dalam surat tersebut antara lain
disampaikan bahwa poin­poin revisi akan memperlemah KPK. Gayung
tak bersambut. Presiden Jokowi menandatangani surat presiden
terkait dengan revisi tersebut. Kamis malam, 12 September lalu,
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly serta Menteri
Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menghadiri rapat pembahasan revisi
undang­undang tersebut bersama Badan Legislasi DPR.

Kepada wartawan Tempo, Anton Aprianto, Sapto Yunus, Linda


Trianita, Riky Ferdianto, Aisha Shaidra, dan Maya Ayu Puspitasari, di
Gedung Merah Putih KPK, Senin, 9 September lalu, Agus menjelaskan
upaya­upaya pelemahan KPK serta harapannya kepada Presiden
Jokowi. Wawancara susulan berlangsung pada Jumat, 13 September,
melalui pesan WhatsApp.
Bagaimana masa depan KPK dengan terpilihnya Firli
Bahuri sebagai ketua periode mendatang?

Terhadap pimpinan KPK, Presiden sudah mengusulkan ke DPR dan


DPR sudah menyetujui. KPK wajib menerima. Tidak boleh melawan
keputusan Presiden dan DPR.

Ihwal revisi Undang­Undang KPK, apa sikap pemimpin


KPK?

Yang membuat kami sangat kecewa dan prihatin, kenapa pembahasan


RUU KPK tetap sembunyi­sembunyi, tidak transparan, serta ada
tenggat buru­buru harus jadi. Sebenarnya ada kegentingan apa, kok,
harus buru­buru?

Kapan Anda menyurati Presiden tentang revisi Undang­


Undang KPK?

Jumat dua pekan lalu.

Bunyi suratnya bagaimana?

Intinya memohon untuk membenahi beberapa hal lain lebih dulu.


Kami juga menyampaikan bahwa poin revisi yang ada itu jelas akan
memperlemah KPK. Begitu dikirim, besoknya mendapat pesan Whats­
App dari Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara) yang menyatakan
surat sudah kami terima.

Apa tanggapan Pratikno?

Enggak ada.

Presiden tidak pernah mengontak?

Enggak. Saya berharap, sih, berharap paling tidak ditanyailah.

Anda mengatakan ada sembilan persoalan dalam draf


revisi Undang­Undang KPK. Kapan KPK mulai
merumuskan sikap terhadap revisi itu?
Setelah mendengar informasinya di media. Terkejut juga yang lain.
Tiba­tiba ada revisi gitu lho.

Dari poin­poin revisi, apa saja yang berpotensi besar


melemahkan KPK?

Salah satunya soal melakukan penyadapan harus berdasarkan


persetujuan dewan pengawas, penyidik dan penyelidik dari
Kepolisian Republik Indonesia dan kejaksaan. Itu dampaknya luar
biasa.

Menurut DPR, sebagian dari poin­poin tersebut pernah


diusulkan pemimpin KPK era Taufiequrachman Ruki....

Saya enggak akan berkomentar ya, karena ini periode yang lalu. Tapi
kan Pak Ruki bilang tidak pernah mengusulkan. Saya bingung, ini
yang benar yang mana.

(Pelaksana tugas Ketua KPK pada 2015, Taufiequrachman Ruki,


membantah pernyataan anggota Komisi Hukum DPR, Arsul Sani, yang
menyebut pemimpin KPK saat itu sebagai inisiator revisi Undang­
Undang KPK.)

Setelah ada calon pemimpin KPK bermasalah, menyusul


revisi Undang­Undang KPK. Anda melihat ini serangan
untuk mematikan KPK?

Saya tidak yakin apakah disengaja atau tidak. Tapi, yang jelas, ada
usaha melemahkan. Makanya kami menyampaikan permohonan
kepada Presiden dan semoga menjadi perhatian Presiden.

Anda yakin Presiden bisa diharapkan?

Ya, harus berharap.

Apakah hal ini ada kaitannya dengan anggota Dewan yang


sering menjadi sasaran operasi tangkap tangan KPK?
Saya enggak tahu ya, apakah ada hubungannya atau tidak. Tapi dulu
ada Pansus Hak Angket begitu ada kasus yang menyentuh tokoh besar.
Tapi hubungannya ke mana, saya belum tahu.

(Pada 2017, DPR membentuk Panitia Khusus Hak Angket Komisi


Pemberantasan Korupsi untuk menyelidiki tugas dan wewenang KPK.
Hal ini diduga berkaitan dengan kasus e­KTP yang akan menjerat
Ketua DPR saat itu, Setya Novanto.)

Ada yang mengatakan revisi undang­undang ini bertujuan


memperbaiki kinerja KPK yang lemah. Ada
penyalahgunaan kekuasaan sehingga ada kasus yang tidak
diteruskan. Pembelaan Anda?

Jika contoh kasusnya R.J. Lino (mantan Direktur Utama PT Pelindo II),
itu karena ada ketergantungan pada banyak pihak. Jika hanya soal
kerugian negara, seharusnya sudah selesai. Selama lebih dari dua
tahun kami bergantung pada Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP). Waktu itu BPKP ingin mendapat rinciannya.
Tidak tahu kenapa satgas tidak memberikan rincian data tersebut
kepada BPKP sehingga hitungan dari BPKP tidak bisa tuntas, pending
terus.

KPK diserang balik dengan berbagai spanduk yang


menyebutkan laporan keuangan KPK pada 2018 mendapat
opini wajar dengan pengecualian. Mengapa KPK mendapat
opini tersebut?

Itu di labuksi (pengelolaan barang bukti dan eksekusi). Semestinya


tidak hanya sekarang, sebelumnya juga begitu. Tapi kami sudah mulai
merapikannya. Mudah­mudahan nanti bisa terukur betul berapa
jumlah barang yang kami rampas.

Menurut catatan Badan Pemeriksa Keuangan, apa saja


yang kurang detail?

Pokoknya terkait dengan pengelolaan barang bukti dan eksekusi, tapi


saya kurang paham.
RUU KPK ini sebetulnya tidak menjadi prioritas Program
Legislasi Nasional 2019. Anda tidak melihat ini sebagai
celah bahwa DPR telah melakukan pelanggaran syarat
formal legislasi?

Saya orangnya cenderung tidak mau konfrontatif. Jadi, seperti hari


ini, ada banyak pihak bilang KPK brengsek, saya diamkan saja. Kalau
saya jawab kan jadi debat yang tidak perlu. Ngapain?

Tapi soal opini wajar dengan pengecualian (WDP) itu


penting dijelaskan kepada publik.

Iya, WDP itu penting terkait dengan masalah pencatatan penyitaan


saja. Kalau soal perjalanan dinas, kegiatan, kami tidak berlebihan.
Tidak ada pemborosan. Ke mana pun saya tidak menerima honor
tambahan. Masyarakat harus yakin itu.

Anda menyesalkan masih ada calon pemimpin KPK yang


lolos padahal pernah melanggar kode etik berat?

Itu kode etik yang dikeluarkan Pengawasan Internal KPK. Ya, silakan
nanti DPR yang menentukan. Jadi, kalau nanti DPR minta bukti, bisa
kami tunjukkan.

Artinya sudah diakui Firli Bahuri melakukan pelanggaran


berat?

Begini saja, biarkan DPR meminta kepada kami, baru kami tunjukkan
datanya.

Rapat musyawarah DPR tidak cukup menyatakan Firli


melanggar kode etik berat?

Kan, putusan pimpinan. Saat itu pimpinan belum memutuskan apa­


apa.

Kenapa belum?
Waktu itu rasanya kita berpikir tunggu saja semuanya tuntas, baru
diputuskan. Proses Pengawasan Internal (PI) berjalan, tapi belum
diputuskan pelanggaran berat, mungkin PI masih mengumpulkan
bahan, informasi.

Firli Bahuri, yang diduga pernah melanggar kode etik,


menjadi ketua. Apa yang akan terjadi di dalam KPK?

Ada kemungkinan tidak harmonis dan tidak akan efektif dari dalam.
Orang di dalam KPK yang akan mempermasalahkan hal itu.

Apa yang membuat tidak harmonis?

Bisa tidak bekerja dengan baik lho, karena ada protes terus­menerus
dari dalam.

Apakah ada aturan yang memungkinkan pemeriksaan etik


kembali berjalan jika ia kembali ke KPK?

Di KPK, Pengawasan Internal itu independen, ya. Jadi


kemungkinannya bisa berlanjut. Saya tidak bisa memerintah
Pengawasan Internal. Dia juga bisa memeriksa saya.

Dari kandidat tersisa, menurut Anda siapa saja yang bisa


membahayakan KPK?

Saya tidak punya informasi yang cukup, tidak hafal semuanya. Kalau
pegang data itu, saya bisa coba jelaskan.

Sempat ada petisi di kalangan internal KPK mengenai


dugaan pembocoran data. Apakah hal itu akan
berpengaruh pada pemimpin KPK yang baru?

Belum ada pemeriksaan terhadap yang bersangkutan berdasarkan


laporan dari petisi tersebut.

Partai politik pendukung revisi Undang­Undang KPK


adalah partai pendukung pemerintah.
Makanya saya berharap Pak Jokowi seimbang mendengarkan
pendapat para ahli hukum dari perguruan tinggi. Sangat berharap
lagi Presiden mengajak KPK berbicara agar informasinya berimbang.

Pada beberapa kesempatan, Wakil Presiden Jusuf Kalla


mengatakan penangkapan oleh KPK membuat pejabat
birokrasi takut sehingga mengganggu iklim investasi….

Yang takut menghambat investasi itu operasi tangkap tangannya atau


korupsinya? Investor pasti takut terhadap korupsinya. Kalau
penegakan hukumnya, semestinya tidak perlu ditakutkan. Yang
menakutkan dari penegakan hukum itu sebetulnya pejabat yang
melakukan korupsi. Kalau pejabatnya bersih, kenapa takut?
Belakangan ini saya meminta besarnya langkah pencegahan bisa
berkontribusi menghasilkan tambahan untuk negara.

KPK juga disebut melakukan pencegahan ke provinsi­


provinsi, tapi pulangnya ada kepala daerah yang
ditangkap.…

Itu artinya kami memberi pesan agar mereka berhenti


menyalahgunakan aturan lelang, melakukan jual­beli jabatan, serta
sembarangan mengelola aset daerah. Berhentilah membuat peraturan
lelang dan memperjualbelikan jabatan. Saya bekas orang pengadaan,
jadi cukup mengetahui penyelenggaraan semacam itu masih belum
sehat.

Pada praktiknya, apakah persentase pencegahan dan


penindakan berimbang?

Media sendiri jarang meliput aktivitas pencegahan. Rasanya, kalau


alokasi anggaran, saya yakin lebih besar pencegahan dibanding
penindakan.

Apa yang paling terlihat dari pencegahan?

Kami mulai dari ranah pendidikan, dari pembuatan kurikulum di level


pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi. Selain itu,
menyediakan bahan ajar, mengelola manajemen pendidikan, hingga
memikirkan pencegahan ke tataran politik. Kami juga menyediakan
aplikasi JAGA untuk menuntut kehadiran pelayanan publik yang lebih
transparan.

Untuk kondisi di Indonesia saat ini, mana yang harus


diprioritaskan?

Menurut saya, dua­duanya harus berjalan. Kita tak bisa hanya


bergantung pada pencegahan karena sejarah korupsi di negeri ini
panjang. Sayangnya, sense of crisis masyarakat terhadap korupsi juga
masih rendah.

Semangat mengutamakan pencegahan tidak cocok?

Saya setuju dalam waktu dekat harus dilakukan perubahan sistem,


prosedur disederhanakan, lebih transparan, dan menegakkan
integritas. Selain itu, ada perubahan tata kelola.

Dalam poin revisi Undang­Undang KPK, dewan pengawas


kelak diisi DPR dan orang yang ditunjuk presiden.
Seberapa berbahaya hal ini bagi KPK?

Terkait dengan tugas pokok saja. Kalau tugas pokoknya mengawasi,


mirip Komisi Kepolisian Nasional atau Komisi Kejaksaan, dan tidak
mencampuri urusan operasional, menurut saya masih masuk akallah.
Tapi, kalau mengawasi operasional sehari­hari, tentu akan
mengganggu.

Mengenai poin pegawai KPK adalah aparat sipil negara


(ASN), yang tunduk pada peraturan perundang­undangan,
apakah ada kaitannya dengan independensi?

Kalau ASN itu kan biasanya selalu di bawah menteri koordinator. Itu
yang kemudian akan menjadi pertanyaan. Sebab, begitu berada di
bawah satu koordinasi menteri, semestinya posisinya tidak bisa lagi
independen.
Agus Rahardjo (kiri) bersama penyidik KPK menunjukkan barang bukti uang hasil
operasi tangkap tangan di gedung KPK, Jakarta. TEMPO/Imam Sukamto

Poin revisi soal penyadapan harus melalui izin dewan


pengawas, apa tanggapan Anda?

Sebetulnya kami sudah bercerita banyak, kan? Satu­satunya lembaga


yang mempergunakan penyadapan yang diaudit itu KPK. Auditnya
berhenti tahun berapa ya, karena ada peraturan sehingga
Kementerian Komunikasi dan Informatika enggak berani melakukan
karena kewenangannya hilang. Tapi kami tetap kirim surat. Meminta
tetap diaudit supaya orang tidak memandang kami mempergunakan
kewenangan audit sembarangan. Anak­anak tidak pernah mengaudit
yang tidak disetujui pimpinan. Selalu dari satgas ke direkturnya,
direktur ke deputinya, deputinya kemudian ke pimpinan.

Mengurus izin ke pengadilan juga sulit?

Kekhawatiran kami kan ada kemungkinan bocor, ya. Apalagi audit


sudah dilakukan. Kami tidak pernah melakukan penyadapan yang
tidak sesuai dengan prosedur. Kami selalu bertanya, orang ini disadap
kenapa, alat bukti awalnya apa, kaitannya dengan peristiwa apa. Jadi
tidak pernah sembarangan mengaudit orang. Ada prosedurnya. Dan
penyadapan itu tidak dilakukan di penindakan. Yang melakukan
deputi lain. Teman­teman deputi lain kalau tidak ada tanda tangan
tiga pimpinan juga tidak ada yang berani melakukan tindakan. Meski
mendesak, tidak akan dilakukan.

Penolakan terhadap RUU KPK yang muncul dari pegawai


itu dikoordinasikan dengan pimpinan?

Kami kan punya Pembinaan Jaringan Kerja Antar­Komisi dan Instansi.


Kami punya Wadah Pegawai. Alamiah kalau lembaganya akan
dilemahkan, sebagai salah satu tempat berjuang, dari pimpinan,
seluruh insan KPK akan melihat ini sebagai sesuatu yang harus
diperjuangkan bersama.

Anda masih optimistis terhadap Presiden?

Masih berharap.

Kapan terakhir kali bertemu dengan Presiden?

Sudah lama, ya. Kalau di acara­acara sering ketemu. Salaman saja.

Langkah DPR bergantung pada surat presiden, KPK


bergantung kepada siapa?

KPK itu sandarannya rakyat. Mudah­mudahan rakyat masih membela


KPK. Selama ini pelemahan terhadap KPK gagal karena KPK selalu
dibela rakyat. Rakyat itu terdiri atas berbagai macam komponen, ada
perguruan tinggi, civil society.

Apakah pemimpin KPK wajib terdiri atas unsur polisi dan


jaksa?

Sebetulnya, kalau kita bicara secara nasional, KPK itu tugas pertama
dan keduanya koordinasi dan supervisi kepada penegak hukum yang
menangani korupsi. Nah, untuk menjadi koordinator, Anda menjadi
supervisor yang berasal dari kepolisian atau kejaksaan, semestinya
orang yang disegani. Siapa? Menurut saya, mantan Kepala Polri dan
Jaksa Agung yang berintegritas. Jangan bawahannya dan bukan orang
yang ditugasi.
Perwakilan dari kepolisian yang tersisa hanya satu….

Terjemahkan sendiri kata­kata saya tadi.

Agus Rahardjo | Tempat dan tanggal lahir: Magetan, Jawa


Timur, 28 Maret 1956 | Pendidikan: S­1 Teknik Sipil Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (1984) S­2 di Arthur D.
Little Management Education Institute, Cambridge, Amerika Serikat
(1991) | Karier: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (Desember
2015­sekarang) Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau
Jasa Pemerintah (2010­2015) Kepala Pusat Pengembangan
Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik (2006­2008) Direktur
Sistem dan Prosedur Pendanaan Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (2003­2006) Direktur Pendidikan dan Agama Bappenas
(2000­2003)
Serendipity B.J. Habibie
majalah.tempo.co
6 mins read

B.J. Habibie (1936­2019) humanis peletak fondasi demokrasi Indonesia


yang mengajari pentingnya bercita­cita tinggi.

Presiden B.J. Habibie di dalam bus pada 1999. DR/ Bodi CH


M ALAM itu, menjelang Reformasi Mei 1998, tim Majelis
Sinergi Kalam (Masika­Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia) mendatangi rumah Wakil Presiden B.J. Habibie. Tapi
pertemuan hangat itu tak membuahkan hasil apa pun. Tim Masika
menilai demonstrasi mahasiswa dan warga sudah terlalu luas (terjadi
lebih dari 400 kali di seluruh Indonesia), karena itu harus disikapi
bijaksana oleh pemerintah; tidak bisa dengan kekerasan gaya lama.

Habibie menilai situasi tak seserius yang dikhawatirkan. Tapi yang


mengesankan: dengan perbedaan tajam itu, sikap tuan rumah tetap
bersahabat dan menunjukkan respek pada tamu­tamu mudanya yang
gelisah.

Persahabatannya dengan CEO General Electric Jack Welch, kapten


industri terbesar dalam sejarah, menunjukkan Habibie akrab dengan
kalangan elite bisnis global. Ia memang selalu menghitung aspek
bisnis dalam rencana dan aksi teknologisnya. Kalkulasi ini pula yang
membuatnya bernafsu membangun industri pesawat.

Dalam industri sebesar itu, para pekerja dan peneliti sering


mengalami serendipity, penemuan “tak sengaja” dalam rangka
mengerjakan proyek besar. Dalam proses menerbangkan pesawat
ruang angkasa NASA, misalnya, muncul beribu­ribu hal baru, dari alat
masak canggih, obat­obatan, antena segala bentuk, hingga kostum
tahan api. Semua invensi dan inovasi ini bisa dipatenkan sendiri­
sendiri, dan tentu bisa dijual. Sebagai eksekutif penting di
perusahaan global, Habibie sangat memahami aspek hukum dan nilai
ekonominya.

Muncul di Indonesia sebagai ilmuwan dan praktisi cemerlang berusia


37 tahun pada 1974, Habibie dengan cepat menarik perhatian banyak
pengamat. Ia diberi jabatan penasihat Direktur Utama Pertamina;
memang Ibnu Sutowo yang konon ditugasi melobi Habibie di Jerman
dan memintanya pulang. Ia “ditaruh” di Pertamina sekadar sebagai
alasan untuk kehadirannya di Tanah Air—tentu juga agar ia bergaji.
Posisi itu tak besar artinya dibanding jabatannya di Jerman, wakil
presiden/direktur teknologi sebuah pabrik pesawat terbang.
Dengan lekas karier politik Habibie melesat, apalagi setelah 1978,
ketika ia menjabat Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala Badan
Pengkajian dan Penerap­an Teknologi. Agaknya ia merupakan kasus
pertama di Indonesia, yaitu munculnya fakta bahwa seseorang bisa
punya kuasa begitu besar dengan mengendarai mantra yang tak putus
meluncur dari bibirnya: pentingnya sains dan teknologi bagi
kemajuan suatu bangsa.

Dan Indonesia, katanya, tidak bisa tidak selain menempuh jalan


teknologi itu jika ingin maju. Tanpa mengembangkan teknologi, nilai
tukar produk­produk Indonesia akan tetap rendah. “Sekilo besi
mungkin harganya seribu rupiah, tapi jika besi itu dijadikan jarum,
harganya bisa sejuta rupiah”—begitulah contoh gampang yang kerap
diucapkan Habibie untuk menekankan pentingnya nilai tambah
barang­barang Indonesia.

Tak ada tokoh lain yang mengumandangkan tanpa henti isu teknologi
setandas Habibie. Bahkan publik pun tak cukup sering mendengar
istilah itu, meski di Bandung sejak dulu ada sekolah tinggi yang
mencantumkan “Teknologi” dalam namanya.

Semua orang, dari para pemimpin di semua tingkat hingga rakyat di


lapisan terbawah, ma um belaka: kita memang negara tani yang
masih cukup miskin. Maka mustahillah kita mampu berlaga di kancah
teknologi tinggi.

Pada kasus Habibie, perkaranya lebih ganjil: dia mau membangun


pabrik pesawat terbang, bukan radio transistor atau motor becak.
Keluhan dan ledekan pertama tentu datang dari kaum ekonom, yang
dianggap paling paham tentang tahap­tahap kemajuan suatu bangsa.

Pesawat Habibie dicibir sebagai impian kosong yang tak patut, yang
tak berpijak di bumi agraris Indonesia. Khayalan Habibie dinilai
melanggar pakem tahap­tahap kemajuan industri yang mutlak harus
diikuti setiap negara.

Habibie mendengar semua kritik itu—dan jalan terus. Ia bahkan


berhasil meyakinkan Presiden Soeharto supaya menggabungkan
semua industri teknologi tinggi dalam satu wadah, agar mudah
disinkronisasi dan tak terjadi duplikasi yang mubazir. Terbentuklah
payung berisi 26 perusahaan di bawah Badan Pengelola Industri
Strategis. Mudah ditebak siapa yang dinilai paling pantas
mengepalainya.

“PERANG dingin” antara Habibie dan ekonom arsitek Orde Baru,


dengan cheerleaders masing­masing, berlangsung abadi.
“Habibienomics” makin gamblang dilawankan dengan
“Widjojonomics”. Kubu Habibie tampak kalah fasih dalam membela
garis Habibie tentang pengembangan teknologi secara menyeluruh
dalam konteks pertumbuhan ekonomi bangsa. Gagasan dan tindakan
Habibie dalam hal ini memang sepenuhnya baru. Sejarah Indonesia
tak menyimpan preseden yang cukup untuk hal ini. Maka wajar jika
pendukungnya tak sanggup menjadi juru bicara bagi ide­idenya.
Gagasannya hanya bisa dijurubicarai oleh Habibie.

Kubu lawan, misalnya, bersorak riang ketika tahu dua pesawat


Habibie dibarter dengan beras ketan Thailand. “Mana ada negara
yang mau membeli pesawat buatan negeri agraris,” kata mereka, lalu
tertawa.

Salah satu jenis pesawat terbang produk IPTN (PT Dirgantara


Indonesia) bernama Tetuko (nama kecil Gatotkaca). Para pengejek
Habibie segera membuat kepanjangan Tetuko: sing tuku ora teko­teko,
sing teko ora tuku­tuku (yang mau beli pesawat itu tak kunjung
datang, sedangkan yang datang tak kunjung membeli). Tipe CN
(­235), produk generasi pertama, dipanjangkan menjadi “Capek
Nunggu”—pesawat si Rudy tak pernah beres dan rapi jadwal
terbangnya.

Abdurrahman Wahid dengan tangkas mengarang “cerpen”. Di sebuah


arena perang, katanya, setiap pesawat yang melintas harus ditembak
jatuh. Tapi, ketika CN­235 muncul, komandan bilang itu tak perlu
ditembak. Kenapa? “Nanti juga jatuh sendiri,” jawab komandan.
Begitu luas dan dalam ketidakpercayaan para tokoh Indonesia pada
kemampuan bangsanya.

Habibie jalan terus dengan visi yang digenggamnya sepenuh hati. Dan
ia punya alasan kuat untuk percaya diri: Bapak Presiden memberinya
carte blanche. Ia boleh menuliskan angka berapa saja sesuai dengan
apa yang ia anggap perlu.

Waktu kemudian membuktikan Habibie­lah yang benar. Tentu saja


ada banyak sekali nuansa dalam penyederhanaan ini. Tapi secara
umum visi Habibie, yang membidik kemajuan eksponensial dan bukan
linear, terbukti menang. Namun hal itu tidak dibuktikan oleh
Indonesia, tapi oleh Brasil, negeri tebu yang sukses mengembangkan
industri Embraer. Pabrik itu kini membuat banyak jenis pesawat,
termasuk jet tempur, bukan hanya jet kecil yang digemari orang­
orang kaya di seluruh dunia.

Embraer kira­kira seusia dengan PT Dirgantara Indonesia. Tapi


perjalanan Embraer sekali lagi membuktikan: industri yang ditekuni
dan dijalankan dengan konsisten pasti bakal mengalami perbaikan
kontinu dan akhirnya menjadi produk hebat. Bukankah itulah yang
selalu terjadi pada industri negara­negara lain?

Sampai 1970­an, mobil Jepang ditertawai sebagai “kaleng susu”.


Sebab, mobil berarti Chrysler, Opel, Mercedes­Benz, Land Rover,
Holden, Ford, bahkan Fiat, bukan Toyota, Mazda, dan Nissan. Tak
lama kemudian yang menertawai mobil Jepang ditertawai oleh dunia.
Sekarang orang Jepang sendiri ditertawai orang Korea dan Cina jika
mereka berani menertawai produk­produk kedua negara itu.

Jika sejak awal ditekuni, dengan didukung semua stakeholder


Indonesia, tentulah produk IPTN pun akan tak hanya ditukar dengan
beras Bangkok. Dan anak­anak Habibie tak perlu mengalami brain
drain, terpaksa menerapkan ilmu mereka di Malaysia, Timur Tengah,
Amerika, dan di negara mana pun yang bersedia menghargai dengan
wajar bakat, pengetahuan, dan dedikasi mereka.
KEPADA delegasi aktivis Islam senior yang menemui untuk
memintanya memimpin Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia,
Habibie mengumumkan: “Usia saya sekarang 54 tahun. Jadi jangan
Anda harapkan terjadi perubahan besar pada diri saya. Tidak ada
orang berumur segitu yang berubah.”

Tak ada anggota delegasi yang minta penjelasan tentang makna


pernyataan itu. Tapi tampaknya semua ma um: itu adalah
pengakuan jujur Habibie bahwa dia tidak datang dari kalangan santri
dan, karena itu, meski ia kelak memimpin ICMI, tak perlu ada
ekspektasi bahwa ia akan lebih tekun beribadah. Atau ia tiba­tiba
menghayati seluk­beluk fikih abad pertengahan hanya demi
menyesuaikan diri dengan “Muslim” dalam singkatan ICMI.

Toh, Habibie tetaplah seorang demokrat yang mudah menghargai


aspirasi koleganya. Retorik “iptek”­nya kemudian selalu ditambahi
dengan “imtak”, iman dan takwa. Ini tentu berkat bisikan para santri
kota, teman­teman barunya yang ternyata cukup menyenangkan.

Habibie rupanya memaklumi kecemasan mereka: jika iptek terlalu


ditekankan, imtak akan makin tergerus. Kalangan “budayawan” pun
risau; agresivitas iptek Habibie bakal memiskinkan kehidupan budaya
dan artistik.

Mungkin ia senang juga dengan bunyi kedua singkatan itu jika


diucapkan dalam satu tarikan kalimat. Mungkin pula ia kemudian
merasa kata kedua itu penting dan relevan dengan lanskap budaya
Indonesia.

Yang terang: di tahun­tahun terakhir hidupnya, dan setelah


ditinggalkan pergi oleh Ibu Ainun yang dicintainya sampai detik
terakhir, Habibie justru terkesan lebih mementingkan yang kedua
daripada yang pertama. Meski ia, dengan setengah hati, masih
mencoba membangun industri pesawat milik pribadinya di Batam,
yang segera ia limpahkan kepada putranya.

Itu perkembangan yang boleh disayangkan untuk seorang ilmuwan­


teknolog secemerlang Habibie, di tengah massa yang menerima
supply seruan imtak cukup jauh melampaui demand. Indonesia tak
membutuhkan tambahan pemasok dari seorang scientist-technologist
yang inspirasinya masih sangat dibutuhkan untuk mengembangkan
iptek. Oversupply imtak justru harus diredam ke tingkat yang wajar.

Malam ini, saya akan berfokus mengenang Habibie sebagai peletak


penting fondasi demokrasi Indonesia. Ia menyingkirkan penghambat
kebebasan pers, menghapus undang­undang subversif, dan
membebaskan para tahanan politik. Ia membuka jalan bagi presiden­
presiden berikutnya untuk pembentukan lembaga­lembaga baru
demokrasi. Ia humanis yang tak mementingkan prestise dan soal­soal
kulit lainnya. Dengan begitu banyak jabatan penting di sakunya
selama puluhan tahun serta kekayaan hasil bisnis­bisnisnya yang
sukses, ia tak pernah lupa pada status dasarnya sebagai manusia.
Tentu saja kita juga harus berterima kasih kepada Bapak Habibie,
pemimpin yang paling berjasa menanamkan pentingnya sains dan
teknologi ke dalam kesadaran bangsanya.

Dengan caranya sendiri, dengan kepolosan, kejujuran, dan sikap


tanpa pretensi yang inspiratif, ia telah mengajari banyak orang
tentang pentingnya bercita­cita ­tinggi.

Sebab, ia tahu, dan kini kita pun jadi tahu: yang berbahaya bukanlah
bercita­cita tinggi dan gagal mencapainya. Yang berbahaya adalah
kita bercita­cita rendah dan berhasil meraihnya.

HAMID BASYAIB, PENGAMAT BUDAYA DAN POLITIK


Habibie dan Pesawat Itu
majalah.tempo.co
2 mins read

M
ajalah Tempo mengulas pesawat itu dua bulan sebelum
diluncurkan pada edisi 11 Juni 1994. Di kediaman Duta
Besar RI di Washington, Menteri Riset dan Teknologi B.J.
Habibie berbicara tentang tawaran dari sejumlah negara bagian di
Amerika Serikat untuk merakit pesawat N250 di daerah mereka.
Tawaran itu datang dari enam negara bagian: Ohio, Alabama, Utah,
Arizona, Oregon, dan Kansas. “Sudah berkembang dari empat peminat
menjadi enam peminat,” ujar Habibie seraya mengumbar senyum.
Disebut­sebut pula bahwa perusahaan Boeing telah berniat
menanamkan dana­nya di anak perusahaan Industri Pesawat Terbang
Nusantara (IPTN) di Amerika.

Menurut sebuah sumber, 60 persen sahamnya dipegang IPTN, sisanya


di ­tangan Boeing. Sinyalemen ini sejalan dengan pernyataan Habibie.
“Saya tak akan ­keluar uang sendirian,” ucapnya. “Mereka boleh
membeli saham sampai 40 persen.” Soal kerja sama Boeing­IPTN
memang belum jelas benar. Boeing juga belum memastikan. “Setahu
saya, tak ada pengumuman resmi soal kerja sama itu,” kata juru
bicara Boeing di Seattle, Mark Hooper.

Tapi dia mengakui Boeing tengah menjajaki rencana memproduksi


pesawat komu­ter berkapasitas di bawah seratus penumpang.
Kemungkinan itu ditandai dengan ditunjuknya Richard James sebagai
Vice President Boeing khusus untuk menangani pesawat komuter.
Memang akan sulit menerima bahwa Boeing tertarik merakit pesawat
buatan IPTN. Tapi mungkin saja ada alasan kuat untuk itu. Misalnya?
Menurut perhitungan Habibie, dalam 20 tahun mendatang akan ada
permintaan 4.500 pesawat komuter seperti N250 itu. Berarti setiap
tahun dibutuhkan 225 pesawat komuter.

Sedangkan Amerika memerlukan 1.200 pesawat. Padahal hanya ada


tiga perusahaan yang membuat pesawat jenis N250, yakni IPTN,
ATR72 (Prancis), dan ATP (Inggris). Jika dibandingkan dengan dua
pesaingnya, mungkin N250 lebih unggul, baik dalam kemampuan
jelajah, teknologi, maupun harga. Pesawat dengan enam bilah baling­
baling ini dihargai sekitar US$ 13,5 juta per buah, lebih murah 10
persen dari pesaing.

Singkatnya, prospek pasar N250 memang ada. Hanya, menurut


majalah terkemuka Aviation Week & Space Technology edisi pekan
lalu, pengangkatan Richard James lebih dititikberatkan pada tugas
memasarkan Boeing 737­700, yang berkapasitas di bawah seratus
orang. Katakanlah kerja sama IPTN­Boeing masih belum konkret, tapi
adanya permintaan pasar yang lebih positif bukanlah satu­satunya
alasan bagi Habibie untuk merakit N250 di Amerika.

Lalu? Ada pertimbangan lain, ­yakni ­biaya produksi dan sertifikat


Lembaga ­Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA). Yang terakhir
ini ibarat visa bagi pesawat agar bisa beroperasi di Amerika.
Kabarnya, rencana merakit pesawat di luar negeri ini berangkat dari
jumlah komponen N250 yang 39,73 persen berasal dari Amerika.
Adapun komponen dari Indo­nesia 38,6 persen, selebihnya dari
Prancis, Inggris, serta Jerman.

Tapi sumber lain malah menyebutkan hampir 65 persen komponen


N250 berasal dari Amerika. Itu berarti cukup banyak biaya, terutama
transportasi, yang bisa dihemat jika pesawat N250 dirakit di Amerika.
Selain itu, mitra Amerika dapat diajak memasok dana. “Rasanya ide
Habibie ini tampaknya cukup layak, meskipun risikonya tinggi,” tutur
seorang pegawai IPTN North America.

Tapi, yang terpenting, sertifikat FAA akan mudah didapat seandainya


N250 dirakit di Amerika. Adapun sertifikat FAA ­biasanya baru
diberikan setelah ada bila-teral airworthiness agreement antara Ame­
rika dan negeri pembuat pesawat. Ini berarti dinas kelaikan udara di
negara si pembuat kapal harus setara dengan Amerika. Dan, bagi
Indonesia, untuk bisa setara ­dengan Amerika, diperlukan waktu.
Faktor itulah yang tidak menunjang proyek N250 ini.

Tapi, andai kata N250 jadi juga dirakit di Amerika, untuk lima­tujuh
tahun IPTN menyediakan dana US$ 350 juta atau sekitar Rp 700
miliar. Investasi ini tak seberapa mengingat prospek pesawat N250
memang diperkirakan cerah—apalagi, dengan memproduksi 259 unit,
IPTN sudah bisa mencapai titik impas. Namun seorang pejabat Bank
Dunia mengingatkan, “Pasar pesawat terbang ini angin­anginan. Jadi
risikonya cukup tinggi,” ucapnya kepada Bambang Harymurti dari
Tempo.
Yang pasti, IPTN akan menghadapi persaingan ketat. Soalnya, di kelas
N250, Jepang akan menggandeng Boeing, ATR, Saab, dan AVIC (Cina).
Adapun Cina menggandeng McDonnell Douglas, sementara Samsung
(Korea) mengajak Cina dan Lock­heed. Tapi pesaing yang potensial
adalah perusahaan Brasil, Embraer, yang akan meluncurkan pesawat
komuter setahun setelah N250.

Artikel lengkap terdapat dalam Tempo edisi 9 Februari


1974. Dapatkan arsip digitalnya di:

https://majalah.tempo.co/edisi/1147/1994­06­11
Saatnya Sama-sama
Melawan
majalah.tempo.co
2 mins read
Tanpa perlawanan masif dari publik, rencana Presiden Joko Widodo
dan sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengebiri
kemandirian dan kewenangan KPK akan berjalan tanpa hambatan.

Langkah Ketua KPK Agus Rahardjo dan dua wakilnya, Laode


Muhammad Syarif dan Saut Situmorang, menyerahkan kembali
mandat gerakan pemberantasan korupsi kepada Presiden patut
didukung. Tindakan itu menegaskan rasa frustrasi mereka atas
minimnya dukungan Jokowi kepada kerja KPK belakangan ini.

Contoh paling nyata adalah tindakan Presiden menyetujui rencana


DPR merevisi Undang­Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK
tanpa sama sekali berbicara kepada pimpinan Komisi. Sejak awal,
proses revisi itu terkesan diam­diam dan tergesa­gesa. Padahal tak
ada kegentingan apa pun yang memaksa pembahasannya harus
dikebut pada hari­hari terakhir masa tugas parlemen periode ini.
Wajar jika publik curiga ada agenda terselubung mematikan KPK.

Apa pun dalih Presiden Joko Widodo, publik sudah pandai mencerna
realitas. Faktanya: Istana setuju jika sepak terjang KPK diawasi
sebuah lembaga yang merupakan kepanjangan tangan Presiden,
setuju jika penyidikan bisa disetop dan status tersangka bisa dicabut,
serta setuju semua pegawai KPK menjadi aparat sipil negara yang
tunduk kepada aturan­aturan birokrasi pemerintah. Diakui atau tidak,
ketiga persetujuan itu bakal mengakhiri keberadaan KPK seperti yang
kita kenal selama ini.

Terpilihnya Firli Bahuri, mantan Deputi Penindakan KPK yang pernah


terlibat pelanggaran etik, menjadi ketua baru komisi antikorupsi
dalam sidang Komisi Hukum DPR pekan lalu menambah kecemasan
kita. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan itu jelas­jelas tak
punya respek terhadap kode etik, yang justru dibuat untuk
memastikan tak ada konflik kepentingan dalam pemberantasan
korupsi.

Rekam jejak Firli membuat masa depan KPK makin memprihatinkan.


Apa yang bisa diharapkan dari seorang penegak hukum yang enteng
saja memberikan perlakuan khusus kepada pejabat negara dan
pemimpin partai politik? Belum lagi catatan soal kasus­kasus korupsi
yang sengaja dihambat atau ditunda ketika Firli menjadi pejabat KPK.
Terpilihnya Firli adalah tanggung jawab Presiden Joko Widodo, yang
memberikan mandat dan menentukan komposisi panitia seleksi. Tak
berlebihan kiranya jika publik menilai Presiden sudah jatuh dalam
perangkap oligarki di sekelilingnya. Para aktivis pendukung Jokowi
yang kini merapat ke Istana telah gagal mengawal agenda reformasi
di jantung lembaga eksekutif.

Perubahan sikap dan komitmen Jokowi ini amat kentara jika kita
bandingkan dengan hari­hari pertamanya menjadi presiden lima
tahun lalu. Pada saat itu, bahkan untuk memilih menteri kabinetnya,
Jokowi berkonsultasi lebih dulu dengan KPK. Dia berani mencoret
nama menteri yang ditengarai bermasalah. Kepercayaan Jokowi
kepada KPK ketika itu melambungkan harapan publik.

Kini semua tinggal kenangan. Presiden Joko Widodo terang­terangan


mengabaikan aspirasi publik dan lebih percaya kepada bisik­bisik
pembantunya. Keputusan Presiden soal KPK jelas diambil berdasarkan
anggapan keliru mengenai kinerja dan integritas lembaga itu. Dia,
misalnya, percaya bahwa KPK melakukan operasi tangkap tangan
secara tebang pilih, melakukan rekrutmen penyelidik secara asal­
asalan, serta melindungi pihak­pihak tertentu demi kepentingan
politik. Padahal, untuk memeriksa ulang informasi salah kaprah yang
diterimanya, Presiden tinggal meminta data yang imparsial dari
pihak­pihak yang kompeten.

Dengan informasi yang akurat, Jokowi tentu tak perlu berkali­kali


meminta KPK memperbaiki aspek pencegahan atau menyalahkan KPK
karena peringkat Indonesia dalam indeks persepsi global soal korupsi
tak kunjung membaik. Parahnya korupsi di Indonesia dipicu oleh
lemahnya sistem peradilan dan buruknya akuntabilitas pendanaan
partai politik. Solusinya bukan dengan mengurangi independensi dan
kewenangan KPK, melainkan justru memperkuat daya jangkau komisi
itu.
Sekarang, bola ada di tangan orang ramai. Masyarakat sipil perlu
mendorong semua warga negara agar berbondong­bondong
menyampaikan aspirasi mereka kepada parlemen. Jokowi sudah
terpilih. Bukan saatnya lagi mendikotomikan publik berdasarkan
kategori pendukung Jokowi atau Prabowo Subianto—dua kandidat
presiden pada Pemilihan Umum 2019. Mengkritik Presiden bukan
berarti mendukung Prabowo. Menolak pelemahan KPK bukan berarti
mendukung radikalisme agama—fitnah sontoloyo yang selama ini
kerap dilancarkan kepada Komisi.

Puluhan juta penduduk yang mencoblos Jokowi dalam pemilihan


presiden lalu harus ikut bersuara. Mereka punya andil dalam
kemenangan Jokowi dan harus didengar masukannya.
Hidup-Mati Komisi
Antikorupsi
majalah.tempo.co
8 mins read

Dewan Perwakilan Rakyat memilih kandidat yang disebut bermasalah,


Inspektur Jenderal Firli Bahuri, sebagai Ketua KPK. Bersamaan dengan
itu, Presiden Joko Widodo menyetujui revisi Undang­Undang KPK. Satu
pemimpin komisi antikorupsi mundur dan dua lainnya menyerahkan
tanggung jawab ke Presiden.

i
Anggota Komisi III DPR melakukan penghitungan suara
saat pemilihan pemimpin KPK di Komisi III DPR, Kompleks
Parlemen, Senayan, Jakarta.

Ruang pimpinan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat terasa


sesak malam hari itu, Kamis, 12 September lalu. Pimpinan komisi
serta kepala dan anggota kelompok fraksi berjejal memadati ruangan
seluas 30 meter persegi tersebut. Mereka tengah mengikuti forum
lobi setelah Komisi Hukum menggelar uji kelayakan dan kepatutan
calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ditemani kudapan kolak, Ketua Komisi Hukum DPR Aziz Syamsuddin


memimpin pertemuan. Politikus Golkar itu meminta setiap
perwakilan fraksi menyampaikan lima nama. Semula, Aziz
menyarankan lima kandidat diputuskan lewat musya­warah. Tawaran
itu tak direspons peserta rapat. Ada fraksi yang malah bersitegang
mempertahankan calon masing­masing. “Ada dinamika. Tapi semua
sudah kami selesaikan,” ujar Aziz, Jumat, 13 September lalu.

Forum lobi yang digelar sekitar pukul 23.30 itu berlangsung sekitar
setengah jam. Awalnya pertemuan guyub, tapi kemudian memanas
ketika ada partai yang memiliki calon berbeda. Partai Kebangkitan
Bangsa dan Partai Amanat Nasional, misalnya. Karena tidak ada titik
temu di antara kedua partai itu, Aziz memutuskan pemilihan
dilakukan dengan pemungutan suara. ­“Sesuai dengan tata tertib, jika
mekanisme musya­warah tidak tercapai, pemilihan harus ditempuh
lewat pemungutan suara,” katanya.

Menurut seorang peserta rapat, suhu pertemuan memanas ketika


Partai Kebangkitan Bangsa ngotot menyorongkan nama Nurul
Ghufron masuk daftar paket lima komisioner. Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jember itu dinominasikan PKB karena ia mewakili suara
nahdliyin. Ghufron punya rekam jejak panjang dalam sejumlah
jabatan struktural organisasi sa­yap Nahdlatul Ulama. Mantan aktivis
Pergerak­an Mahasiswa Islam Indonesia itu tercatat pernah menjadi
pengurus Ikatan Pelajar NU dan Ikatan Sarjana NU.

Anggota Fraksi PKB, Anwar Rachman, tak mau menanggapi cerita itu.
“Saya tidak punya komentar,” ujarnya di sela­sela pembahasan revisi
Undang­Undang Pemasyarakatan di Hotel Ritz­Carlton, Jumat, 13
September lalu.

Tawaran PKB didukung Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.


Anggota Fraksi PPP, Arsul Sani, menilai peluang keterpi­lihan Ghufron
layak diperhitungkan. Arsul mengatakan permintaan dukungan atas
Ghufron sebelumnya juga disuarakan sejumlah pengurus NU. “Kami
tidak pernah menutup diri jika ada yang ingin bersilaturahmi
memperkenalkan figur kandidat,” tuturnya.

Pengajuan nama Ghufron mengubah komposisi daftar kandidat yang


disiapkan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Golkar.
Keduanya setuju mendukung Ghufron asalkan PKB menyetujui paket
nama yang mereka siapkan, yakni Inspektur Jenderal Firli Bahuri,
Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, dan I
Nyoman Wara. Dua partai itu sepakat Ghufron menggantikan
Nyoman. Soal ini, politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, tidak
menyangkalnya. “Ada dinamika yang meminta keterwakilan kalangan
nahdliyin,” ujar Masinton.

Penolakan atas keterpilihan Ghufron datang dari Fraksi Partai


Amanat Nasional. Anggota Fraksi PAN, Muslim Ayub, me­nyatakan
PAN punya pandangan lain jika pemilihan kandidat didasari
pertimbang­an aspek keterwakilan kelompok. Menurut dia, Luthfi
Jayadi Kurniawan dinilai jauh lebih mumpuni dibanding Ghufron.
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang itu, kata dia, punya rekam
jejak bagus di bidang pemberantasan korupsi.

Luthfi adalah salah satu pendiri Malang Corruption Watch yang juga
membidani pusat kajian antikorupsi di sejumlah perguruan tinggi dan
pesantren. Dukungan atas keterpilihan Luthfi, kata Muslim, juga
disuarakan sejumlah aktivis dari Korps Alumni Himpunan Mahasiswa
Islam. Muslim memastikan lima dari tujuh suara untuk Luthfi berasal
dari lima anggota Fraksi PAN yang hadir saat pemilihan.

Fraksi PAN juga punya pandangan berbeda tentang sosok Nawawi


Pomolango, hakim tindak pidana korupsi yang pernah memvonis
Patrialis Akbar. Patrialis saat ditangkap KPK adalah hakim Mahkamah
Konstitusi dan bekas kader PAN. Menurut Muslim, unsur hakim sudah
diwakili calon petahana, Alexander Marwata. Menurut Muslim, PAN
lebih tertarik memilih Sigit Danang Joyo, yang kini menjabat Kepala
Subdirektorat Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Pajak. “Saat uji
kelayakan, presentasinya bagus,” ujarnya. Karena kedua partai
ngotot, pemilihan dilakukan dengan pemungutan suara.

Ketua Kelompok Fraksi NasDem di Komisi Hukum, Taufiqulhadi,


mengatakan kandidat idaman NasDem sudah dibahas dengan Ketua
Fraksi, Johnny G. Plate, selepas magrib pada malam pemilihan.
Kelima nama tersebut tak ubahnya kandidat terpilih. Saat forum lobi
menentukan Ghufron dan Luthfi, kata Taufiqulhadi, ia meng­aku
berupaya membuka pembicaraan ulang dengan Johnny. Fraksi
akhirnya setuju. “Saya berpegang dengan lima nama itu,” katanya.

Fraksi NasDem juga bergerilya ke fraksi lain. Lobi itu terutama


menyangkut penolakan atas wakil jaksa dalam pemilihan ini, Johanis
Tanak. Sinyal penolakan terhadap mantan Kepala Kejaksaan Tinggi
Sulawesi Tengah itu terlihat ketika anggota Fraksi NasDem, Zulfan
Lindan, mencecar peng­akuannya bahwa ia pernah mendapat
intervensi Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo, di hadapan Panitia
Seleksi saat menangani kasus korupsi yang menyeret mantan
Gubernur Sulawesi Tengah, Bandjela Paliudju.

Zulfan sempat meradang karena peng­akuan Tanak bertolak belakang


dengan pernyataannya saat uji kelayakan. Tanak meng­aku tak
pernah diintervensi Prasetyo. “Saya merekomendasikan anggota frak­
si lain untuk tidak meloloskan calon yang tidak konsisten,” ujar
Zulfan.
Berbeda dengan fraksi lain, Partai Ke­adilan Sejahtera hanya
menyepakati tiga dari sepuluh nama kandidat yang mengikuti
tahapan uji kelayakan dan kepatutan. Menurut anggota Fraksi PKS,
Nasir Jamil, dua nama lagi diserahkan kepada anggota lain. PKS
memiliki empat wakil di Komisi Hukum. Nasir enggan merinci siapa
saja tiga nama yang diusung PKS. “Komposisinya tergambar di
perolehan suara,” ujarnya.

Menurut seorang politikus Komisi Hukum, Fraksi PKS dan lainnya


sebenarnya sudah mengunci dukungan kepada Firli. Sebagian besar
fraksi juga sudah mendukung Alexander, Ghufron, dan Nawawi.
“Kalaupun ada yang berbeda, hanya satu fraksi atau anggota fraksi
tertentu,” kata politikus ini. Tiga nama itu belakangan mendapat
dukungan 50 suara ke atas.

Bekas Deputi Penindakan KPK, Firli Bahuri, merupakan satu­satunya


nama yang tak memantik perdebatan dalam forum lobi. Meski dia
tengah disorot atas dugaan pelanggaran etik, dukungan untuk
keterpilihannya diusulkan semua fraksi. Polemik tentang dugaan
pelanggaran yang diarahkan kepadanya dianggap kelompok fraksi
selesai setelah mereka mendengarkan penjelasan komisioner KPK,
Alexander Marwata, dan bantahan Firli dalam forum uji kelayakan
dan kepatutan.

Di hadapan anggota Komisi Hukum, Alex menyatakan dugaan


pelanggaran etik sudah ditangani Pengawasan Internal. Proses
tersebut terhenti karena Firli ditarik kembali ke institusi asalnya
sebagai polisi. “Waktu itu tidak ada rekomendasi sanksi ataupun
keputusan dari pimpinan,” katanya. “Statusnya dipulangkan secara
hormat.”

Firli meraih suara mutlak dari semua anggota fraksi di Komisi


Hukum. Mereka yang memiliki hak suara tak semuanya “pasukan
inti” di Komisi Hukum. Saat uji kelayakan dan kepatutan, anggota
Komisi Hukum DPR yang hadir kadang hanya setengahnya, dari
jumlah 56. Bahkan, dari daftar anggota Komisi Hukum DPR per 3
September, jumlah anggota Komisi Hukum tercatat hanya 51 orang.
Ada juga anggota DPR yang jadi pemain cabutan. Salah satunya
politikus yang ketika itu tengah memimpin rapat Badan Legislasi
Revisi Undang­Undang KPK.

Fraksi PAN, misalnya. Dalam daftar anggota Komisi Hukum per 3


September, tercatat hanya dua orang. Saat pemilihan, jumlahnya
menjadi lima. Salah satunya Waode Nur Zainab, yang mengaku
memiliki surat tugas resmi ke Komisi Hukum. Menurut Waode,
penugasan di komisi itu sangat dinamis. Dia sejak awal terang­
terangan mendukung Firli, yang dianggap memiliki kapasitas. “Fraksi
PAN satu suara,” ujar politikus berlatar belakang pengacara ini, yang
masuk ke DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu pada
Februari lalu.

Nurul Ghufron saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon pemimpin KPK di
Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 11 September 2019.

LIMA nama komisioner 2019­2023 sesungguhnya sudah disiapkan


sejumlah fraksi jauh­jauh hari sebelum pemilihan. Menurut sejumlah
politikus DPR di Senayan, Jakarta, pemilihan komisioner satu paket
dengan revisi Undang­Undang KPK yang tengah dibahas Dewan.
“Mereka yang terpilih nanti harus mendukung revisi UU KPK,” ujar
seorang politikus senior Golkar.
PDI Perjuangan­lah yang getol menyorongkan lima nama ke fraksi
lain agar terpilih sebagai komisioner KPK. Menurut seorang politikus
lain, tak lama setelah Panitia Seleksi mengumumkan sepuluh nama,
Wakil Ketua DPR Utut Adianto menemui Melchias Marcus Mekeng di
gedung DPR. Keduanya membahas sejumlah hal. Mereka antara lain
membahas upaya “meng­amankan” calon pemimpin komisi
antikorupsi dan revisi Undang­Undang KPK. “Targetnya disahkan
pada rapat paripurna 24 September nanti,” kata politikus ini. “Kalau
meleset juga aman karena pimpin­an baru menyetujui revisi. Selama
ini, masalahnya, kalau revisi, selalu ditolak pimpinan.”

Utut, menurut sumber itu, meminta Golkar mendukung calon yang


disorongkan partainya. Golkar mengiyakan dengan sya­rat PDI
Perjuangan mendukung calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan
yang didukung Golkar. Komisi Keuangan DPR, yang dipimpin Melchias
Mekeng, memang tengah menggelar seleksi anggota BPK.

Melchias Mekeng mengaku tak bertemu dengan Utut baru­baru ini.


“Terakhir salaman saat rapat paripurna Agustus lalu,” ujarnya.
Adapun Utut enggan menjawab pertanyaan Tempo soal pertemuan
tersebut. “Saya tidak tahu soal itu,” ujar Utut.

Setelah pertemuan tersebut, para politikus Golkar bergerak


mendekati fraksi­faksi di Dewan. PDI Perjuangan mengutus khusus
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Herman Hery untuk mengawal dua
agenda penting. Dia dibantu anggota Komisi Hukum, Masinton
Pasaribu. Sedangkan Golkar menugasi Ketua Komisi Hukum Aziz
Syam­suddin untuk mengawal pemilih­an komisioner KPK. Adapun
untuk revisi undang­undang, tugas diserahkan ke Firman Soebagyo,
anggota Badan Legislasi.

PDI Perjuangan sejak awal meminta fraksi­fraksi lain meloloskan


Firli. Bahkan mereka menyorongkan bekas Wakil Kepala Kepolisian
Daerah Jawa Tengah tersebut sebagai Ketua KPK. “Saya usulkan ke
teman­teman Komisi III untuk memilih Firli,” ujar Masinton.
Alasannya, kata Masinton, sebelum uji kelayakan dan kepatutan, KPK
mengumumkan jenderal polisi itu melakukan pelanggaran kode etik
saat menjadi deputi penindakan. “Ini zalim,” ujarnya.

Ketua KPK Agus Rahardjo bersama dua Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang (kiri) dan
Laode M. Syarif./TEMPO/Imam Sukamto

Saat uji kelayakan dan kepatutan, Komisi Hukum juga menanyakan


komitmen para calon terhadap revisi Undang­Undang KPK. Sebagian
besar menyetujui revisi. Dewan meminta para kandidat meneken
surat komitmen bahwa apa yang disampaikan saat uji kelayakan dan
kepatutan benar­benar dilakukan jika mereka terpilih. “Pimpin­an
jangan plintat­plintut. Hari ini bilang setuju, nanti kalau terpilih
bilang kami ­enggak ngomong seperti itu,” ujar Erma Suryani Ranik,
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi Demokrat.

Terpilihnya Firli sebagai Ketua KPK dan upaya merevisi undang­


undang komisi antikorupsi membuat pimpinan KPK bereaksi keras.
Beberapa jam setelah Firli terpilih, Saut dan penasihat KPK, Tsani
Annafari, mengajukan pengunduran diri dari posisi mereka. Dua
orang inilah yang mengumumkan pelanggaran etik Firli.

Malam harinya, dua komisioner KPK, Agus Rahardjo dan Laode


Muhammad Sya­rif, menggelar konferensi pers untuk menyerahkan
tanggung jawab kepada Presiden. “Kami kecewa. Kalau pimpinannya
bermasalah, KPK pasti tidak harmonis,” kata Agus. “Revisi Undang­
Undang KPK juga mengancam lembaga ini. Ada yang terancam
dengan keberadaan KPK.”

Agus tak mau menjelaskan siapa yang merasa terancam oleh KPK. Dia
hanya menyebutkan, sampai Juni 2019, pelaku kejahatan korupsi yang
paling banyak ditangani KPK adalah anggota DPR di pusat dan daerah,
yaitu sebanyak 255 perkara. Adapun kepala daerah, yang sebagian
besar kader partai, sebanyak 110 perkara. “Setelah itu, sejumlah
politikus juga diproses,” ujarnya.

Dengan data tersebut, partai pantas merasa terancam. Di PDI


Perjuangan, kasus suap kuota impor bawang putih yang melibatkan
bekas anggota Komisi Perdagangan dari fraksi partai itu, I Nyoman
Dhamantra, berpotensi menjadi “tsunami”. Saat gelar perkara di KPK
pekan pertama Agustus lalu, nama seorang petinggi partai itu disebut
sebagai orang yang memiliki jatah kuota yang digunakan Chandry
Suanda alias Afung. Dia adalah pengusaha yang menjadi tersangka
karena menyuap I Nyoman Rp 3,5 miliar dalam kasus itu.

Dalam gelar perkara itu, muncul nama seorang kepala lembaga


pemerintah non­kementerian yang dekat dengan petinggi partai
tersebut, yang diduga menerima setoran duit dari Afung sebesar Rp
40 miliar untuk mendapatkan kuota impor bawang putih. Setelah
menjalani pemeriksaan pada Agustus lalu, Afung tak berkomentar
soal ini.

Agus tidak menyangkal informasi soal dugaan keterlibatan anak


petinggi partai tersebut. “Itu informasi ekspose. Yang tahu detailnya
adalah penyidik,” ujar Agus.

Di Golkar, perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik


dan kasus suap pengusaha batu bara Samin Tan kepada politikus
Beringin, Eni Maulani Saragih, membuat mereka jeri. Selasa pekan
lalu, KPK bahkan sudah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencegah Melchias
Mekeng bepergian ke luar negeri dalam kasus suap Samin Tan.
Agus meminta Presiden mengundang pimpinan untuk memberikan
pendapat atas pimpinan KPK baru dan revisi undang­undang. Dia
mengatakan lembaganya sedang di ujung tanduk. “Mudah­mudahan
kami diajak bicara Bapak Presiden,” ujarnya.

Dalam hal revisi Undang­Undang KPK, Presiden mengirimkan surat


presiden yang menunjuk dua utusan pemerintah yang akan ikut
membahas perubahan tersebut. Utusan itu adalah Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly serta Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Komisaris Jenderal Polisi
Syafruddin.

Dalam daftar isian masalah yang diserahkan pemerintah, Jokowi


mendukung rencana revisi, terutama tentang pemberlakuan aturan
perlunya surat perintah penghentian penyidikan (SP3), pembentukan
Dewan Pengawas KPK, dan status aparat sipil negara pegawai KPK.
“Saya berharap semua pihak membicarakan isu ini dengan jernih,
tanpa prasangka berlebihan,” ujar Jokowi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai


persetujuan Jokowi terhadap revisi Undang­Undang KPK dan calon
pemimpin KPK bermasalah mengancam masa depan pemberantasan
korupsi. Menurut dia, sikap Jokowi itu bertolak belakang dengan poin
keempat Nawa Cita, yaitu komitmen menjalankan reformasi sistem
dan penegakan hukum yang bebas korupsi. “Presiden ingkar janji dan
mengabaikan aspirasi masyarakat,” ucapnya.

Jokowi memilih irit bicara menanggapi keterpilihan pimpinan KPK


yang baru. “Itu sudah lolos Pansel dan prosedurnya sudah dalam
kewenangan DPR,” ucapnya. Soal pemimpin KPK mundur, kata dia,
“Ya, itu hak setiap orang.”

RIKY FERDIANTO, ANTON APRIANTO, ANDITA RAHMA, FRISKI RIANA


Jenderal Polisi Sarat
Kontroversi
majalah.tempo.co
4 mins read

Menjadi kandidat yang sarat kontroversi, Inspektur Jenderal Firli


Bahuri terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dengan
dukungan bulat anggota Komisi Hukum DPR. Dekat dengan petinggi
partai.

i
Calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli
Bahuri, setelah mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di
Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan

Meninggalkan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi de­ngan mobil


pribadi, Inspektur Jenderal Firli Bahuri bergegas menuju Hotel
Fairmont di kawasan Senayan, Jakarta, pada 1 November 2018. Setiba
di tempat tujuan, Firli, yang saat itu Deputi Penindakan KPK, naik ke
lantai dua hotel menggunakan eskalator. Ia kemudian masuk ke toilet.

Begitu keluar dari toilet, Firli bertemu dengan Ketua Umum Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri beserta
rombongan, yakni jenderal polisi yang memimpin lembaga
pemerintah non­kementerian, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal
Kepolisian RI Inspektur Jenderal Antam Novambar, dan beberapa
orang lain. Pria yang lahir di Palembang 56 tahun lalu itu terlihat
mencium tangan Megawati. Rombongan lantas bergegas masuk ke
restoran Jepang di hotel tersebut.

Firli mengakui adanya pertemuan tersebut. “Saya bertemu dengan


Pak Antam. Betul di situ ada Bu Megawati,” kata Firli setelah
menjalani uji kelayakan dan kepatutan calon pemimpin KPK periode
2019­2023 di Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis malam, 12
September lalu. Menurut Firli, Antam ingin membahas penanganan
perkara dengan dia. “Koordinasi penanganan perkara dan makan
malam,” ujarnya.

Jenderal polisi bintang dua itu enggan menjelaskan detail pokok


perkara yang diba­has dengan Antam. Menurut Kepala Kepo­li­sian
Daerah Sumatera Selatan itu, koordinasi supervisi ini tak ada
sangkut­pautnya dengan kasus yang ditangani lembaga antirasuah.
“Tidak ada kaitan dengan perkara KPK, tidak ada,” ujar lulusan
Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 1990 itu.
Pertemuan Firli dengan Megawati dan Antam ini menjadi materi
pemeriksaan Peng­awasan Internal KPK. Saat diperiksa Deputi
Pengawasan Internal dan Pengaduan Masya­rakat KPK, Firli
menyatakan kala itu dia sedang menghadiri perayaan ulang tahun
Megawati. Namun, setelah dicek Pengawasan Internal, ulang tahun
Presiden Indonesia kelima itu sangat berbeda dengan waktu
terjadinya pertemuan, yakni pada 23 Januari.

Dimintai konfirmasi soal pertemuan ini melalui pesan pendek ke


nomor telepon selulernya, Wakil Ketua DPR dari PDI Perjuangan, Utut
Adianto, tak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya membalas pesan itu
dengan ucapan, “Selamat pagi.” Adapun politikus PDI Perjuangan,
Masinton Pasaribu, mengatakan pertemuan itu sudah diklarifikasi ke
Firli. “Itu bukan pertemuan khusus. Itu kebetulan sama­sama
menghadiri undangan resepsi di Fairmont,” ujar anggota Komisi
Hukum DPR ini.

Persoalan ini lantas dibawa dalam Rapat Musyawarah Dewan


Pertimbangan Pegawai pada 17 Mei 2019. Selain dengan Megawati
dan Antam, pertemuan Firli dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat
Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang pada Mei 2018 pun
dipersoalkan. Sebelum ke KPK, Firli menjabat Kepala Kepolisian
Daerah Nusa Tenggara Barat dan dekat dengan Tuan Guru Bajang.
Rapat itu juga membahas perlakuan istimewa Firli terhadap anggota
Badan Pemeriksa Keuangan, Bahrullah Akbar, sebagai saksi perkara
yang sedang ditangani KPK pada Agustus 2018.

Dewan Pertimbangan Pegawai KPK bermufakat menyatakan telah


ditemukan cukup bukti permulaan bahwa terjadi pelanggaran berat
dalam tindakan Firli itu. Tindakan ini menjadi persoalan lantaran
Firli tak minta izin kepada pimpinan dan bertemu de­ngan orang yang
sedang berurusan dengan KPK. Zainul Majdi, yang kini menjadi
petinggi Golkar, juga menjadi orang yang tengah disorot lembaga
antirasuah karena kasus divestasi saham PT Newmont Nusa
Tenggara. Sedangkan Bahrullah Akbar kala itu sedang dipanggil
menjadi saksi untuk tersangka kasus suap dana perimbangan
Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo.
Temuan Pengawasan Internal KPK atas tindakan Firli yang dinyatakan
sebagai pelanggaran berat itu kemudian diungkap ke publik dalam
konferensi pers oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan penasihat
KPK, Mohammad Tsani Annafari, didampingi juru bicara KPK, Febri
Diansyah, pada Rabu malam, 11 September 2019. Adapun Firli
membantah tuduhan tersebut. “Sudah saya jelaskan semua ke
pimpinan. Tidak ada satu pun yang bilang saya melanggar,” kata Firli,
yang dipulangkan ke institusi asal karena ada permintaan dari Kepala
Polri Jenderal Tito Karnavian pada 11 Juni 2019.

Keterangan itu sempat dipersoalkan para anggota Komisi Hukum


DPR. Saat menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon
pemimpin KPK inkumben, Alexander Marwata, mayoritas legislator
mencecar legalitas konferensi pers yang digelar pimpinan KPK yang
mereka anggap mendiskreditkan Firli. Kepada anggota Dewan, Alex
mengaku kaget atas adanya konferensi pers itu. Ia merasa tak diberi
tahu. Namun Ketua KPK Agus Rahardjo membantahnya. Tindakan
Saut tersebut merupakan keputusan pimpinan dan dibahas di grup
WhatsApp.

Wakil Ketua Komisi Hukum dari Fraksi Gerindra, Desmond J. Mahesa,


mengatakan keterangan dari KPK mengenai dugaan pelanggaran kode
etik yang dilakukan Firli tak mempengaruhi penilaian Komisi III
dalam uji kelayakan dan kepatutan. “Tidak akan berpengaruh apa­
apa, karena itu sifatnya sepihak. Kenapa? Ini telat diserahkan,” ucap
Desmond. Pernyataan Desmond ini terbukti karena Firli memperoleh
suara utuh dari semua anggota Komisi Hukum DPR, yang berjumlah
56 orang.

Selain soal pertemuan dengan politikus partai, Firli sempat


dipersoalkan pegawai KPK karena dianggap menghambat penanganan
sejumlah kasus. Para pegawai ini mengirim petisi kepada pimpinan
KPK sekitar April 2019.

Sokongan terhadap Firli tak hanya datang dari anggota Dewan.


Sejumlah kolega Firli turut hadir menyaksikan uji kelayakan dan
kepatutan di ruang balkon Komisi Hukum DPR. Kepala Biro Provost
Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Brigadir Jenderal Hendro
Pandowo mengatakan ada 30­an teman seangkatan Firli yang hadir
saat itu. “Kami melakukan pengamanan,” kata lulusan Akademi
Kepolisian 1991 tersebut. Firli mengatakan rekan­rekannya itu
kebanyakan tinggal di Jakarta sehingga meluangkan waktu untuk
mendukungnya.

Di kepolisian, Firli menduduki posisi penting. Dia menjadi Kepala


Kepolisian Resor Persiapan Lampung Timur pada 2001. Ia juga
pernah menjadi Wakil Kepala Polres Lampung Tengah. Dari Lampung,
perjalanan karier Firli berlanjut sebagai Kepala Polres Brebes dan
Kebumen. Ia juga sempat menjabat Direktur Kriminal Umum
Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Pada 2012, Firli didapuk sebagai
ajudan Wakil Presiden Boediono. Setelah itu, ia menjadi Wakil Kepala
Kepolisian Daerah Banten dan kini Kepala Kepolisian Daerah
Sumatera Selatan.

Dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara pada 29 Maret


2019, total harta Firli senilai Rp 18,2 miliar. Harta itu terdiri atas
tanah dan bangunan senilai Rp 10,4 miliar yang tersebar di Bekasi
dan Kota Bandar Lampung. Dia juga memiliki tiga kendaraan roda
empat dan dua kendaraan roda dua dengan nilai total Rp 632,5 juta.
Firli pun punya kas senilai Rp 7,1 miliar.

LINDA TRIANITA
Batal Istana Mengoreksi
Hasil Seleksi
majalah.tempo.co
2 mins read

Presiden Joko Widodo batal meminta masukan masyarakat tentang


sepuluh nama calon pemimpin KPK karena Panitia Seleksi buru­buru
mengumumkannya ke publik. Jokowi mengetahui kegaduhan
pencalonan Firli.

i
Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK di Istana Merdeka,
Jakarta, 2 September 2019./TEMPO/Subekti.

Setelah menghadap Presiden Jo­ko Widodo di Istana, Panitia Seleksi


buru­buru mengumumkan sepu­luh nama calon pemimpin Komisi
Pemberantasan Korupsi pada Senin sore, 2 September lalu. Ketua
Panitia Se­­leksi, Yenti Garnasih, mengklaim sudah me­­minta izin
kepada Jokowi untuk menyampaikan nama­nama itu ke publik.
“Sudah. Dan tidak ada koreksi. Mungkin sudah sesuai,” kata Yenti
setelah menyampaikan nama­nama tersebut.

Pertemuan sembilan anggota Panitia Seleksi dengan Presiden Jokowi


itu digelar tertutup. Sebelum pertemuan itu, Jokowi sempat
menyatakan akan meminta masukan dari masyarakat dan para tokoh
tentang hasil seleksi yang dilakukan Panitia. “Dari tokoh­tokoh yang
telah memberi masukan, itu juga bisa dijadikan catatan­catat­an
dalam rangka mengoreksi apa yang telah dikerjakan Pansel,” tutur
Jokowi.

Salah seorang pejabat Istana mengatakan sesungguhnya Jokowi ingin


menggodok lagi sepuluh nama tersebut. Jokowi, me­­nurut dia, tak
ingin terburu­buru menye­rahkan nama­nama itu ke Dewan Perwakil­
an Rakyat karena menyadari banyaknya kontroversi yang muncul di
masyarakat mengenai beberapa kandidat. Namun, karena Panitia
Seleksi langsung mengumumkan sepuluh calon pemimpin KPK itu,
Jokowi akhirnya langsung melayangkan surat ke Dewan agar mereka
segera memproses uji kelayakan dan kepatutan pada Rabu, 4
September lalu.

Presiden Jokowi membentuk Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK yang


dipimpin Yenti Garnasih pada pertengahan Mei lalu. Panitia ini
menyeleksi kandidat pemimpin KPK periode 2019­2023. Masa tugas
Agus Rahardjo dan pemimpin KPK yang lain akan berakhir pada 21
Desember mendatang.
Peserta yang lolos ke sepuluh besar sudah melalui serangkaian tes
tahap akhir, uji publik dan tes kesehatan. Mereka sebelumnya juga
menjalani sejumlah tes, di antaranya uji makalah, tes psikologi, dan
profile assessment.

Peserta yang lolos pada tahap akhir itu antara lain Alexander
Marwata, yang kini menjabat Wakil Ketua KPK; Kepala Kepolisian
Daerah Sumatera Selatan dan mantan Deputi Penindakan KPK,
Inspektur Jenderal Firli Bahuri; auditor Badan Pemeriksa Keuangan, I
Nyoman Wara; Jaksa Agung Muda Tata Usaha Negara Kejaksaan
Agung Johanis Tanak; serta advokat dan mantan komisioner Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban, Lili Pintauli Siregar.

Lima nama lain adalah dosen dan aktivis antikorupsi, Luthfi Jayadi
Kurniawan; hakim Nawawi Pomolango; Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jember Nurul Ghufron; pegawai negeri di Sekretariat
Kabinet, Roby Arya Brata; dan pegawai Kementerian Keuangan, Sigit
Danang Joyo. Dalam proses uji kelayakan dan kepatutan DPR, Firli
terpilih sebagai Ketua KPK periode 2019­2023. Empat orang lain yang
lolos adalah Nawawi, Alexander, Lili, dan Nurul.

Anggota Panitia Seleksi, Hendardi, me­ngatakan penentuan itu sudah


berdasarkan sinyal dari Istana Negara agar memi­lih sepuluh nama
yang akan membuat nya­man semua pihak. “Mereka minta tak
membuat kontroversi baru yang akan membebani Presiden,” ujar
Hendardi, 5 September lalu. Kandidat yang dipilih ini juga yang
mengedepankan program pencegahan.

Dalam pertemuan itu, kata Hendardi, Presiden mengaku mendengar


kegaduhan tentang profil kandidat pemimpin KPK, khususnya yang
berlatar belakang kepolisian. Inspektur Jenderal Firli, saat menjabat
Deputi Penindakan KPK, sejak April 2018 hing­ga Juni 2019, menuai
banyak kontroversi.

Dia dipersoalkan terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik berat


ketika bertemu dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad
Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang pada Mei 2018. Firli juga
memberikan perlakuan khusus kepada anggota Badan Pemeriksa
Keuangan, Bahrullah Akbar, saat menjadi saksi untuk tersangka kasus
dana perimbangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo, pada
Agustus 2018.

Menurut salah seorang pejabat Istana, Presiden Jokowi tak spesifik


mempersoalkan nama­nama yang lolos ke sepuluh besar itu. Setelah
DPR memilih lima nama ­pemimpin KPK melalui mekanisme
kewenangan DPR, Jokowi juga menerimanya. “Itu sudah lolos Pansel
dan prosedurnya sudah dalam kewenangan DPR,” kata Jokowi.
Pilihan Senayan

LINDA TRIANITA, MUSTAFA SILALAHI, FRISKI RIANA


Di Hati Saya Ada KPK
majalah.tempo.co
3 mins read

Inspektur Jenderal Firli Bahuri

Inspektur Jenderal Firli Bahuri/TEMPO/M Taufan


Rengganis
Kendati sarat kontroversi karena namanya disebut sebagai kandidat
dengan rekam jejak tak sedap, bekas ajudan Wakil ­Presiden Boediono
ini terpilih sebagai orang nomor satu Komisi Pemberantasan Korupsi,
dengan mengantongi suara bulat dari anggota Komisi Hukum Dewan
Perwakilan Rakyat. Satu hari sebelum Dewan menjaring lima nama
komisioner, komisi antikorupsi menggelar konferensi pers tentang
pelanggaran etik Firli Bahuri saat menjadi Deputi Penindakan KPK.

Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan ini menepis tuduhan itu


ketika sejumlah anggota Dewan menanyakan soal pelang­gar­an etik
ini di forum uji kelayakan dan kepatutan. Linda Trianita dan Riky
Ferdianto dari Tempo mewawancarai ulang Firli soal tuduhan­
tuduhan tersebut setelah ia meng­ikuti uji kelayakan dan kepatutan di
Komisi Hukum DPR, Kamis malam, 12 September lalu.

KPK menggelar konferensi pers yang menyebutkan Anda melanggar kode etik saat menjadi

deputi penindakan lembaga tersebut. Salah satunya soal pertemuan dengan Gubernur Nusa

Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang, yang perannya tengah

ditelisik KPK dalam kasus penjualan saham Newmont….

Pada 13 Mei 2018, saya memang ­bertemu dengan TGB. Saya datang
ke lapangan tenis jam 06.30 karena diundang danrem (ko­­mandan
resor militer) di sana jauh­jauh hari sebelumnya. Saya suka main
tenis. Setelah dua set, pukul 09.30, tahu­tahu TGB datang. Danrem
bilang, “Foto dulu, Bang.” Berfotolah kami. Foto itu di­upload di media
sosial. Mohon maaf, apakah saya ­salah jika bertemu orang di
lapangan tenis? Di Pa­­­­sal 36 Undang­Undang KPK, tertuang la­­­
rang­an mengadakan hubungan dengan seseorang, tersangka atau
pihak lain. Saat sa­­ya bertemu dengan TGB, dia belum tersangka.
Dan sampai saat ini dia belum tersangka.

KPK menyebutkan pertemuan Anda de­ngan TGB lebih dari sekali….

Saya memang pernah hadir ke undang­an Pondok Pesantren Al­


Mansyuriah, milik Tuan Guru Tajudin (almarhum). Itu pun
dipersoalkan. Saya bertemu dengan TGB di sana tidak berbicara apa
pun. Divestasi Newmont sudah ekspose (gelar perkara kasus) 6
Agustus 2018, ekspose pimpinan. Saat lima pemimpin hadir, saya
katakan, saya hadir ekspose ini, saya kenal TGB, tapi tidak termasuk
conflict of interest.

Anda pernah diperiksa Pengawasan Internal soal pertemuan dengan TGB.

Pertemuan dengan TGB ini sudah diklari­fikasi pimpinan. Kelimanya


hadir semua. Ini saat rapat pada 19 Maret 2019 jam 17.00 dengan
lima pemimpin. Saya juga dimintai keterangan oleh Pengawasan
Internal pada 21 Desember 2018. Saat rapat, tak ada satu pun
pemimpin yang bilang saya melang­gar. Saya diperingatkan, iya.

Anda juga diperiksa Pengawasan Internal KPK karena dituding menghambat kasus TGB

tersebut....

Tidak ada perkara tertahan. Artinya, tidak ada efek saya bertemu.
Saya tidak meng­halangi perkara. Dalam ekspose kasus penyertaan
saham pemerintah Nusa Teng­gara Barat ke Newmont itu ­disepakati
perlu untuk dilakukan audit.

Pengawasan Internal juga menuduh Anda menjemput dan membawa anggota Badan

Pemeriksa Keuangan, Bahrullah Akbar, ke ruangan Deputi Penindakan, padahal Bahrullah

seharusnya menjalani pemeriksaan terkait dengan kasus dugaan suap mafia anggaran di

daerah yang disidik KPK.

Ketika Pak Bahrullah datang, saya langsung membuka ruangan agar


staf saya mendengar­kan pembicaraan kami. Saya juga min­ta staf
saya mengecek ke penyidik, Pak Bah­rullah dimintai keterangan
untuk siapa. Tidak sampai lima menit, penyidik menjemputnya. Soal
ini juga sudah saya sampaikan ketika rapat dengan pimpinan pada 19
Maret lalu.
Pimpinan KPK juga menyatakan Anda pernah bertemu dengan seorang petinggi partai di

sebuah hotel di Jakarta. Dari penelusur­an kami, Anda bertemu dengan Ketua Umum PDI

Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Di sana juga ada Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal

Kepolisian RI Inspektur Jenderal Antam Novambar….

Saya bertemu dengan Pak Antam betul. Di situ ada Bu Megawati.

Dalam rangka apa pertemuan itu?

Saya diajak Wakabareskrim untuk berkoordinasi soal penanganan


perkara dan makan malam.

Terkait dengan kasus apa?

Penanganan perkara kan ada koordinasi supervisi. Jadi tidak ada


kaitan dengan perkara yang ditangani KPK, tidak ada.

Kenapa ada Megawati di sana? Apakah ada kaitannya dengan pencalonan Anda sebagai

pemimpin KPK?

Saya tidak ingin berbicara itu. Saya mencalonkan diri menjadi


pemimpin KPK murni keinginan saya pribadi. Saya tidak dipaksa
orang lain.

Anda mendapat banyak penolakan dari kalangan internal KPK….

Itu saya anggap perhatian dan kecintaan orang kepada saya. Tidak
ada friksi. Semuanya dalam satu komando. Saya adalah bagian dari
KPK. Dan KPK adalah bagian dari saya. Kalau boleh dikatakan, di hati
saya ada KPK, di KPK ada hati saya.

Bagaimana Anda mengelola resistansi di lingkungan internal KPK jika menjadi pemimpin di

lembaga itu?

Tidak ada orang sukses tanpa orang lain. Kita bisa sukses kalau kita
bisa bersama. Dekatlah dengan teman Anda, tapi harus lebih dekat
dengan musuh Anda. Saya tidak pernah menganggap orang lain
musuh.
Apa yang akan Anda lakukan untuk KPK?

Visi saya adalah memberantas ­korupsi yang berhasil guna dan


berdaya guna secara proporsional, akuntabel, transparan, serta
memenuhi asas hukum dan keadilan guna mewujudkan pemerintahan
yang bersih dalam rangka ketahanan nasio­nal.
Saya Ingin KPK Lebih Kuat
majalah.tempo.co
2 mins read

Presiden Joko Widodo/TEMPO/Ijar Karim

Sepanjang pekan lalu, terjadi dua peristiwa yang bisa menentukan


hidup­matinya Komisi Pemberantasan Korupsi. Jumat pekan lalu,
Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat memilih lima komisioner
KPK periode 2019­2023. Komisi Hukum juga memilih Inspektur
Jenderal Firli Bahuri untuk menakhodai komisi antikorupsi.
Terpilihnya Firli ini memancing reaksi sejumlah kalangan karena ia
disebut KPK sudah melakukan pelanggaran berat saat menjadi deputi
penindakan di lembaga tersebut. Bahkan sempat terbit petisi dari
ratusan pegawai karena Firli dianggap merintangi penanganan kasus
di sana.

Sehari sebelumnya, Presiden mengirimkan surat persetujuan untuk


membahas revisi Undang­Undang KPK kepada Dewan. Dalam daftar
inventaris masalah yang diajukan ke DPR, Presiden menyetujui
sejumlah hal dalam revisi undang­undang tersebut. Di antaranya soal
izin penyadapan dan perlunya dewan pengawas untuk KPK. Sikap
Presiden membuat pimpinan KPK kecewa. Mereka meminta Presiden
menyediakan waktu untuk bertemu buat menyampaikan pendapat
tentang pimpinan KPK terpilih dan revisi undang­undang tersebut.

Berikut ini wawancara Presiden Jokowi yang dirangkum dari dua kali
kesempatan, saat ditanyai wartawan pada 11 September lalu dan
dalam konferensi pers dua hari kemudian.

DPR sudah memilih lima pemimpin KPK periode 2019­2023. Salah satunya Inspektur Jenderal

Firli Bahuri, yang melanggar kode etik berat di KPK saat menjabat deputi penindakan. Firli

kini menjadi Ketua KPK terpilih. Tanggapan Anda?

Itu sudah lolos Pansel (Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK) dan
prosedurnya sudah dalam kewenangan DPR.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengundurkan diri karena calon­calon bermasalah

terpilih menjadi pemimpin KPK….

Itu hak setiap orang. Mundur dan tidak mundur adalah hak pribadi
seseorang.
Pemimpin KPK, Agus Rahardjo, merasa sulit menemui Anda untuk berdiskusi tentang

pelemahan KPK dalam rencana revisi Undang­Undang KPK dan soal calon pemimpin KPK….

Yang ketemu saya banyak. Tokoh kemarin yang berkaitan dengan RUU
KPK banyak, mudah, dan gampang. Lewat Mensesneg (Menteri
Sekretaris Negara Pratikno) saja. Kalau sudah, tentu akan diatur
waktunya.

Kenapa Anda terkesan cepat mengirimkan surat presiden untuk merevisi Undang­Undang

KPK? Padahal Anda punya waktu 60 hari?

Daftar inventaris masalah hanya empat­lima isu. Cepat, kok. Tapi ya


itu, kalau sudah di sana (DPR), urusannya di sana. Jangan ditanya­kan
ke saya. Setiap lembaga memiliki kewenangan sendiri­sendiri.

(Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan baru menerima DIM dari


DPR pada Rabu, 11 September lalu. Ia menuturkan masih mempelajari
poin­poin di dalam DIM tersebut. Semua pernyataan itu dia lontarkan
sekitar pukul 11.00 WIB. Pada petang hari, atau sekitar pukul 18.30
WIB, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan surat presiden
mengenai pembahasan revisi Undang­Undang KPK sudah dikirim ke
DPR.)

Apa sebenarnya harapan Anda soal revisi Undang­Undang KPK?

Saya berharap semua pihak bisa membicarakan isu­isu ini dengan


jernih, dengan obyektif, tanpa prasangka berlebihan. Saya tidak ada
kompromi dalam pembe­rantasan korupsi, karena korupsi musuh kita
bersama. Saya ingin KPK memiliki peran sentral dalam
pemberantasan korupsi. Saya ingin KPK kewenangannya lebih kuat
dibanding lembaga lain.

Anggota DPR periode sekarang akan habis masa jabatannya pada akhir September ini. Apa

mengejar penyelesaian revisi Undang­Undang KPK pada September ini juga?

Itu sudah urusan DPR. Kok, tanyanya ke saya. Kita harus tahu
ketatanegaraan, setiap lembaga memiliki kewenangan. Pertanyaan itu
ke DPR.
Babak Awal Membongkar
Petral
majalah.tempo.co
7 mins read

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan bekas bos Petral, Bambang


Irianto, sebagai tersangka suap pengadaan minyak mentah. Baru
permulaan.

i
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M.
Syarif (kanan) didampingi juru bicara KPK, Febri Diansyah.
TEMPO/Imam Sukamto

K
ABAR penetapan ter­sangka skandal perdagangan minyak
dan gas bumi oleh ­Komisi Pemberantas­an Korup­si
membuat grup Whats­App “Reform Ta­ta Kelola Migas” riuh.
Anggota grup percakapan yang terdiri atas personel Tim Reformasi
Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Nasional bentukan Sudirman Said,
Menteri Energi dan Sumber Daya ­Mineral 2014­2016, bersahut­
sahutan setelah ­sebu­ah taut­an berita diunggah ke grup tersebut.

Fahmy Radhi, yang menjadi penanggap pertama berita itu, memuji


kerja KPK. “Setelah empat tahun, patut diapresiasi,” tulis dosen
Universitas Gadjah Mada itu. Daniel Purba, eks anggota Tim
Reformasi yang kini menjabat Senior Vice President Corporate
Strategic Growth PT Pertamina, sempat berkelakar apakah perlu
menggelar jumpa pers menanggapi pengumuman KPK. Mayoritas
anggota grup berseru “setuju”. “Anggota grup bersemangat dengan
progres kasus tersebut,” ujar Agung Wicaksono, anggota Tim
Reformasi yang sekarang menjadi Direktur Utama PT Transjakarta,
pada Kamis, 12 September lalu.

Pada hari grup WhatsApp Tim Reformasi itu ramai, Wakil Ketua KPK
Laode Muhammad Syarif mengumumkan Bambang Irianto, bekas
Direktur Pelaksana Pertamina Energy Services Private Limited (PES),
sebagai tersangka kasus jual­beli minyak mentah dan produk kilang.
KPK menengarai Bambang, yang juga pernah menjabat Direktur
Utama Pertamina Energy Trading Limited (Petral), induk usaha PES,
menerima imbalan sedikitnya US$ 2,9 juta atau sekitar Rp 40,4 miliar
dari Kernel Oil Private Limited atas jasanya memenangkan
perusahaan itu dalam tender yang diselenggarakan PES pada 2009­
2012. Untuk menampung besel dari perusahaan yang berbasis di
Singapura itu, Bambang diduga menggunakan SIAM Group Holding
Limited, perusahaan cangkang yang didirikannya di British Virgin
Islands, negara suaka pajak.
Di Petral dikenal adanya daftar mitra usaha terseleksi

(DMUT)—perusahaan rekanan yang bisa mengikuti tender

pengadaan minyak. Tapi Bambang bersama sejumlah

pejabat PES bisa menentukan mitra yang berhak

mengikuti lelang sehingga tak semua perusahaan yang

terdaftar dalam DMUT bisa berpartisipasi. Dengan kata

lain, pemenangnya sudah diatur sejak awal.

Penyimpanan duit di British Virgin ­Islands tersebut tak terusut Tim


Reformasi saat merampungkan kajian mengenai tata niaga minyak
oleh Petral. Pertamina yang menyewa KordaMentha, kantor auditor
independen asal Australia, untuk menginvestigasi aktivitas bisnis
Petral juga tak menemukan ihwal duit tersebut.

Fahmy Radhi mengatakan Tim Reformasi hanya berhasil


mengidentifikasi pola perdagangan minyak oleh Petral. Pertamina,
sebagai perusahaan induk, memerintahkan Petral untuk
memprioritaskan perusahaan minyak nasional (national oil
company/NOC), perusahaan bonafide, dan pemilik kilang dalam
lelang pengadaan minyak. Dalam praktiknya, bukan Petral yang
berperan. Perusahaan yang berkantor di Hong Kong itu tak banyak
beraktivitas. Kegiatan pengadaan bisnis dikerjakan oleh PES, yang
bermarkas di Singapura. Dalam peng­adaan, PES memang
memenangkan per­usahaan minyak nasional, tapi, kata Fahmy, “Itu
kedok belaka.”

Tak semua perusahaan minyak nasional yang berkongsi dengan Petral


merupakan produsen atau pengelola ladang minyak. Fahmy
mencontohkan pembelian minyak dari Nigeria lewat PetroVietnam Oil
Company. Tim Reformasi menganggap transaksi itu janggal karena
pemilik mayoritas hak alokasi minyak di wilayah Afrika Barat
tersebut adalah Trafigura—perusahaan energi yang berbasis di
Belanda—alih­alih PetroVietnam. Perusahaan minyak asal Maladewa,
negara yang lebih dikenal sebagai destinasi pelesiran ketimbang
negara kaya minyak, juga pernah memasok minyak ke Petral.

Kepada Fahmy, sejumlah informan kunci yang ditemui Tim Reformasi


di Jakarta dan Singapura mengungkapkan perusahaan itu bisa
menang karena sudah me­ngantongi informasi harga penawaran
kompetitornya sebelum lelang ditutup. Pada waktu itu, Tim Reformasi
mencurigai ada data tender yang merembes ke luar perusahaan.
“Korporasi yang sudah dikondisikan menang akan masuk dengan
harga penawaran yang lebih murah karena sudah tahu banderol
lawannya,” ujar Fahmy.

Wasangka Tim Reformasi itu terbukti dalam penyelidikan


KordaMentha, yang disewa Pertamina. Direktur Utama Pertamina
2014­2017, Dwi Soetjipto, yang memegang laporan audit forensik itu,
menjelaskan data pengadaan minyak merembes keluar dari PES lewat
surat elektronik trading88@ymail.com. Melalui jejaring e­mail, semua
data lelang dibocorkan ke pihak luar. Akibatnya, Pertamina tidak
mendapatkan harga yang kompetitif.

Kernel, yang kerap dimenangkan Bambang Irianto, melakukan


pendekatan sejak Bambang masih di Pertamina. Pada 2008, sebelum
digeser ke PES untuk menjabat vice president marketing dan
kemudian direktur pelaksana, Bambang diketahui bertemu dengan
perwakilan Kernel, yang merupakan rekanan PES dalam pengadaan
minyak mentah. Tak mengherankan jika kemudian informasi soal
pengadaan bocor ke luar.

Masih merujuk pada laporan yang sama, Dwi menyebutkan ada lima
pegawai Petral yang tak kooperatif selama audit forensik
berlangsung. Kelimanya mengaku tak ­ingat kata kunci akun tersebut.
Audit tersebut juga mendeteksi aktivitas Bambang. “Yang
bersangkutan berkomunikasi dengan pengusaha atau trader minyak,”
ucap Dwi. Meski begitu, audit KordaMentha tak mendeteksi transaksi
janggal ke ­rekening Bambang. “Mereka tak punya akses ke sana,” dia
menjelaskan.

Dwi kemudian mengirimkan hasil audit KordaMentha ke KPK. Ia juga


diminta memaparkan laporan tersebut di hadapan pemimpin komisi
antikorupsi pada awal 2016. Sebagaimana Pertamina, Tim Reformasi
menyerahkan kajian tata niaga Petral ke Kuningan, kantor KPK di
Jakarta Selatan. Menurut Agung Wicaksono, anggota Tim Reformasi,
dokumen kajian timnya diterima Ketua KPK 2011­2015, Abraham
Samad. Baik Dwi maupun Agung mengatakan, setelah mereka
memaparkan temuan, KPK tak pernah memanggil lagi.

Diumumkan oleh KPK pada Selasa, 10 September lalu, skandal Petral


sebenarnya naik ke penyidikan sejak Juli lalu. Kasus ini sendiri
mengerucut sejak 2018. Setelah naik ke penyidikan, diam­diam KPK
sudah memeriksa 53 saksi dan menggeledah lima lokasi hingga 6
September lalu. Saking senyapnya, pengusutan Petral cuma diketahui
kalangan terbatas. KPK tak mau gembar­gembor karena ingin
mengangkut banyak bukti penting.

Dalam penyelidikan tersingkap modus Bambang Irianto


memenangkan vendor tertentu. Di Petral dikenal adanya daftar mitra
usaha terseleksi (DMUT)—per­usahaan rekanan yang bisa mengikuti
tender pengadaan minyak. Tapi Bambang bersama sejumlah pejabat
PES bisa menentukan mitra yang berhak mengikuti lelang sehingga
tak semua perusahaan yang terdaftar dalam DMUT bisa
berpartisipasi. Dengan kata lain, pemenangnya sudah diatur sejak
awal.
Mantan Direktur Utama Petral, Bambang Irianto. Dok. BUMN.GO.ID

Misalnya salah satu perusahaan yang sering diundang ikut tender dan
mengirimkan kargo untuk Pertamina adalah Emi­rates National Oil
Company (ENOC). Komisi menduga ENOC hanya “perusahaan
bendera” yang dipakai oleh Kernel Oil untuk mengikuti lelang.
Bambang ditengarai terus mengundang ENOC meski mengetahui
bahwa perusahaan itu tak pernah mengirimkan kargo ke Pertamina.
Atas jasa­nya mengamankan Kernel, Bambang diduga menerima
imbalan dalam beberapa kali transfer sepanjang 2010­2013.

Duit itu tak tercium karena Bambang menggunakan SIAM Group


Holding Li­mited di British Virgin Islands sebagai penampung.
Setelah menganalisis sejumlah laporan keuangan, KPK menjalin kerja
sama dengan otoritas Singapura dan British Virgin Islands untuk
menelusuri dan membuka catatan transfer Kernel ke perusahaan
cangkang tersebut. Dengan bukti­bukti yang telak tersebut, dalam
gelar perkara pemimpin KPK sepakat menaikkan kasus Petral ke
penyidikan.

Sebelum menetapkan Bambang sebagai tersangka suap, yang dijerat


dengan Pasal 12 Undang­Undang Antikorupsi, KPK sempat berencana
mengenakan pasal 2 dan pasal 3 undang­undang yang sama. Dua
pasal ini mengatur soal korupsi yang merugikan keuangan negara.
Tapi penggunaan pasal ini memerlukan audit kerugian negara yang
menyita waktu yang tak sebentar. KPK memastikan penetapan
tersangka Bambang baru permulaan dalam membongkar praktik
lancung dalam pengadaan migas. “Untuk itu, KPK mengajak
masyarakat mengawal kasus ini,” kata Laode Muhammad Syarif.

Tempo mendatangi rumah Bambang yang terletak di Jalan Pramuka


Sari III Nomor 11, Jakarta Pusat, pada Jumat, 13 September lalu. Tardi,
pegawai di rumah itu, mengatakan majikannya pergi sejak pagi dan
tak tahu ke mana lokasi tujuannya. Dia berjanji menyampaikan surat
permohonan wawancara kepada Bambang. “Tak ada orang di rumah,”
ujarnya.

RAYMUNDUS RIKANG, DEVY ERNIS

Empat Tahun Penyelidikan

PENGUSUTAN kasus Pertamina Energy Trading Limited (Petral)


memasuki babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan
bekas Direktur Utama Petral, Bambang Irianto, sebagai tersangka
karena diduga menerima suap US$ 2,9 juta dari Kernel Oil Private
Limited setelah menyelidiki kasus itu selama empat tahun. Laporan
audit forensik KordaMentha, auditor independen asal Australia,
terhadap Petral menyebutkan ada kejanggalan dalam pengadaan
minyak pada 2012­2014.

1969:
Petra Oil Marketing Corporation Limited, yang terdaftar di Bahama,
dan Petral Oil Marketing Corporation, yang terdaftar di Amerika
Serikat, mendirikan Petral Group.
5 Maret 1978:
Kedua perusahaan itu memutuskan merger dan membentuk Petra Oil
Marketing Limited, yang berkantor di Hong Kong.

1992:
Perusahaan Zambesi Investments Limited, yang terdaftar di Hong
Kong, dan Pertamina Energy Services Private Limited, yang terdaftar
di Singapura, menjadi pemilik Petra Oil Marketing Limited.

September 1998:
Pertamina mengakuisisi perusahaan tersebut.

12 Februari 2001:
Pertamina mengubah nama perusahaan tersebut menjadi Pertamina
Energy Trading Limited (Petral).

September 2008:
Pertamina membentuk unit Integrated Supply Chain (ISC).

Januari 2009:
ISC mulai efektif bekerja.

Desember 2009:
Pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Salah satu
targetnya: memberantas mafia minyak dan gas bumi.

Februari 2012:
Muncul wacana pembubaran Petral.

2013:
Pendapatan Petral tercatat US$ 33,35 miliar atau sekitar Rp 460
triliun.

2014:
Rencana pembubaran Petral mencuat di Tim Transisi Joko Widodo­
Jusuf Kalla. Setelah dilantik, Jokowi membentuk Tim Reformasi Tata
Kelola Minyak dan Gas Bumi, yang dipimpin Faisal Basri.
– Petral mengimpor 333.500 barel minyak mentah per hari.
April 2015:
Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengumumkan
rencana pembubaran Petral.
– Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menggandeng KPK.

Mei 2015:
Masa tugas Tim Reformasi Tata Kelola Migas berakhir. Petral
dibubarkan.

Juli 2015:
Audit forensik Petral melalui kantor auditor KordaMentha dimulai.

November 2015:
Audit forensik Petral selesai. Hasilnya ditemukan kejanggalan dalam
pengadaan minyak periode 2012­2014.

10 September 2019:
KPK menetapkan mantan Direktur Utama Petral, Bambang Irianto,
sebagai tersangka. Bambang diduga menerima suap dari Kernel Oil
Private Limited sebesar US$ 2,9 juta selama 2010­2013.

Kernel Oil
­ 2010­2013: Menyuap Bambang Irianto, yang waktu itu menjabat
Vice President Marketing Pertamina Energy Services, agar menang
tender pengadaan minyak mentah dan produk kilang Pertamina.
­ 2013: Menyuap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) saat itu, Rudi
Rubiandini, sebesar US$ 400 ribu dalam tender penyaluran minyak
mentah.

Pengadaan Minyak

Sebelum 2012
­ Pertamina menugasi Pertamina Energy Services (PES) untuk
membuka tender.
­ PES membuka tender untuk semua vendor.
­ Vendor adalah national oil company (NOC), major oil company,
refinery, dan trader.

Setelah 2012
­ Presiden menginstruksikan efisiensi dalam pengadaan dengan cara
membeli minyak ke sumber­sumber utama.
­ PES harus mengacu pada pedoman yang ditetapkan Pertamina
dengan urutan prioritas peserta tender adalah NOC, refiner/producer,
pembeli/ penjual potensial.
­ Perusahaan yang dapat menjadi rekanan PES adalah perusahaan
yang masuk daftar mitra usaha terseleksi.
­ Saat PES membuka tender, ternyata tidak semua perusahaan dalam
daftar mitra usaha terseleksi diundang mengikuti tender.
­ PES memenangkan Emirates National Oil Company (ENOC).
Rupanya, ENOC merupakan “perusahaan bendera” yang digunakan
Kernel.

Pengadaan oleh Integrated Supply Chain


­ Pertamina mengundang vendor untuk masuk daftar mitra usaha
terseleksi.
­ Penutupan dan evaluasi penawaran tender.
­ Pengumuman pemenang.

Audit KordaMentha
­ Pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak kerap
dibocorkan oleh lima pegawai PES.
­ Penerima bocoran informasi adalah Global Energy Resources Private
Limited dan Veritaoil Private Limited.
­ Global dikendalikan oleh pengusaha yang menguasai GT Energy
Limited, Veritaoil, dan Gold Manor International Limited.
­ Global mengeruk US$ 14,2 miliar atau sekitar Rp 195,21 triliun
selama bertransaksi dengan PES.
Pria dengan Pesangon Rp 12
Miliar
majalah.tempo.co
3 mins read

Hampir dipecat dari Pertamina, Bambang Irianto justru melaju hingga


ke pucuk Petral. Disebut dekat dengan pemasok minyak mentah.

i
Rumah Bambang Irianto di Jalan Pramuka Sari III Nomor
11, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, 13 September
2019. TEMPO/Devy Ernis

S
EKILAS bangunan dua lantai berkelir hijau pucat di Jalan
Pramuka Sari III Nomor 11, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta
Pusat, itu tak jauh beda dengan sejumlah rumah lain di jalan
tersebut. Di pekarangannya yang tak begitu jembar, tumbuh pohon
kemboja setinggi lebih dari lima meter. Di sebelah kemboja berjejer
tanaman hias.

Sejumlah tetangga justru menunjuk bangunan lain persis di seberang


rumah tersebut sebagai tempat penitipan surat. Berdinding hijau
pekat dengan pagar besi bercat hitam, bangunan ini seperti ga­rasi
yang cukup untuk menampung lima­enam mobil. Di sudutnya, ada
sebuah pos jaga. Pada Jumat pagi, 13 September lalu, hanya ada
sebuah jip Land Rover Defender terparkir di sana. “Bapak dan ibu
tidak ada di rumah. Tidak tahu ke mana,” ujar Tardi, pegawai di
rumah tersebut.

Pemilik rumah dan bangunan di seberangnya adalah Bambang Irianto,


tersangka kasus dugaan suap perdagangan minyak mentah dan
produk kilang di Pertamina Energy Services Private ­Limited (PES).
Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan Bambang sebagai
tersangka pada Selasa, 10 September lalu. Sepekan sebelum
pengumuman itu, KPK mengge­ledah rumah tersebut.
Garasi rumah milik Bambang Irianto di Jalan Pramuka Sari III, Cempaka Putih.
google street view

Segepok dokumen disita. Menurut Tardi, pada saat KPK datang,


majikannya sedang tak ada di rumah. Ketika KPK mulai menggeledah,
barulah Bambang tiba. “Waktu di­ge­ledah itu siang. Tadinya enggak
ada di rumah, tapi terus Bapak datang,” kata ­Tardi.

Penggeledahan itu juga diketahui oleh ketua rukun tetangga


setempat. Happy Sri Harwati, Ketua RT, mengatakan dida­tangi
petugas KPK. “Untuk pemberitahuan saja,” ujar Happy.

Meski pernah menjadi anggota direksi PES dan Direktur Utama


Pertamina Energy Trading Limited (Petral), Bambang bukan orang
yang menonjol di lingkungannya. Menurut Happy, Bambang kurang
berbaur dengan warga sekitar. “Jarang kelihatan,” ucapnya. Surat
undangan kegiatan RT untuk Bambang biasanya ia titipkan kepada
penjaga rumah di garasi seberang rumah. Happy bercerita, terakhir
kali ia melihat penghuni rumah tersebut pada 17 Agustus lalu. Itu pun
bukan Bambang, melainkan istrinya yang sedang menemani cucunya
dalam acara lomba tujuh belasan.

Meniti karier di Pertamina, Bambang mulai menduduki posisi vice


president marketing di PES pada 6 Mei 2009. Pada tahun yang sama,
ia dipromosikan menjadi Ma­naging Director PES hingga pensiun
pada 2013. Meski sudah pensiun, ia diangkat menjadi Direktur Utama
Petral hingga terpental pada 2015.

Ketika berstatus sebagai penyelenggara negara, Bambang tercatat


hanya satu kali melaporkan kekayaannya ke KPK. Dalam laporan
tertanggal 2 November 2012, Bambang mengaku memiliki total harta
Rp 6,4 miliar. Di antaranya, harta tak bergerak berupa tanah dan
bangunan senilai Rp 2,5 miliar yang meliputi tanah dan bangunan
seluas 483 meter persegi dan 407 meter persegi di Jakarta Pusat serta
dua petak tanah dan bangunan lain yang luasnya lebih kecil di Jakarta
Timur.

Selama menjabat Direktur Utama Petral, Bambang mendapat fasilitas


apartemen di Four Seasons Residences, Jakarta, sebagai rumah dinas.
Gajinya sebesar Sin$ 44 ribu atau sekitar Rp 440 juta per bulan dalam
kurs saat ini. Dwi Soetjipto, yang kala itu menjabat Direktur Utama
Pertamina, perusahaan induk Petral, mengaku terkejut mengetahui
gaji Bambang yang lebih besar dari gajinya, yang sekitar Rp 200 juta.

Bambang menjadi Direktur Utama Petral ketika Pertamina dipimpin


Karen Agustiawan. Setelah Karen lengser, Dwi Soetjipto menjadi
nakhodanya. Sebelum dibubarkan pada Mei 2015, direksi Petral
dirombak Dwi atas rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola
Migas yang dipimpin Faisal Basri. Petral dianggap penyebab
pemborosan dalam pengadaan minyak.

Saat Tim Reformasi mengaudit, Bambang sempat sulit ditemui.


Belakangan, dia mengaku kooperatif dengan menyerahkan semua
data yang dibutuhkan. “Saya hanya pelaksana,” kata Bambang pada
Desember 2014. Dia pun digantikan oleh Toto Nugroho, yang kini
menjabat Direktur Transformasi dan Pengembangan Bisnis Pelindo
III.

Bambang Irianto. Istimewa


Dwi mengaku baru mengetahui besaran gaji Bambang ketika muncul
tagihan pesangon. Bambang mendapat pesangon Sin$ 1,19 juta atau
sekitar Rp 12 miliar. “Saya kaget. Saya bilang enggak mau. Menurut
saya, wajarnya hanya sekian persen. Yang saya lihat, kok begitu
berkuasanya Petral,” ujar Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi ini.

Bekas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said,


mengatakan, ketika ia bekerja di Pertamina pada 2009 sebagai Deputi
Direktur Integrated Supply Chain, Bambang salah satu manajer di
perusahaan pelat merah itu. Sudirman menyatakan heran atas
promosi Bambang hingga naik ke pucuk Petral. Padahal, kata dia, saat
itu Bambang nyaris dipecat karena ditengarai bermain mata dengan
vendor dalam pengadaan minyak. “Saya juga bingung waktu itu. Kok,
orang yang hampir saya berhentikan karena diduga punya hubungan
spesial dengan vendor, setelah saya berhenti dari Pertamina malah
naik jabatan,” ucap Sudirman.

Menurut Dwi, hasil audit forensik oleh KordhaMenta, kantor auditor


asal Australia yang diminta Pertamina mengaudit Petral,
menyebutkan bahwa Bambang memiliki kedekatan dengan supplier.
Dalam beberapa kesempatan, Bambang terlihat di acara yang dihadiri
pemasok minyak mentah. Bambang belum menjawab surat
permohonan wawancara Tempo yang dititipkan kepada Tardi, penjaga
rumahnya.

DEVY ERNIS, RAYMUNDUS RIKANG


Kejar Tayang Meninggalkan
Warisan
majalah.tempo.co
6 mins read

Meski masih mengandung pasal­pasal kontroversial, pembahasan


Rancangan KUHP terus dikebut. Bisa mencabut kekhususan Undang­
Undang Tindak Pidana Korupsi.

i
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly
di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Juni 2018.
TEMPO/Fakhri Hermansyah

T
IDAK seperti lazimnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Yasonna Hamonangan Laoly masuk ke ruangan
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung Nusantara III
DPR, Rabu, 28 Agustus lalu, tak melalui pintu depan. Politikus Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan itu memilih jalur belakang,
melintasi kantor Sekretariat Jenderal DPR, sebelum masuk ke ruang
kerja Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

Kedatangan Yasonna yang diam­diam itu untuk meminta DPR segera


menyelesaikan pembahasan revisi Undang­Undang Nomor 1 Tahun
1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang dikenal sebagai Kitab
Undang­Undang Hukum Pidana. “Untuk menyamakan persepsi karena
ada fraksi yang belum sepakat,” ujar Yasonna kepada Tempo, Kamis, 5
September lalu. Rapat itu juga dihadiri Ketua Badan Legislasi DPR
Supratman Andi Agtas serta tiga Wakil Ketua Komisi Hukum DPR,
yakni Desmond Junaidi Mahesa, Mulfachri Harahap, dan Herman
Herry. Supratman dan Desmond membenarkan adanya pertemuan
tersebut.

Lobi­lobi tersebut membuahkan hasil. Dalam rapat maraton Panitia


Kerja Rancangan KUHP pada 28­30 Agustus lalu di Hotel Ayana,
Jakarta Pusat, pemerintah dan DPR sepakat menyelesaikan Rancangan
KUHP pada September ini, bulan terakhir masa jabatan anggota DPR
periode sekarang. “Tidak ada yang meminta ditunda lagi,” kata
anggota Panitia Kerja dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Anwar
Rachman.
Desmond J. Mahesa

Ketua Panitia Kerja dari Partai Amanat Nasional, Mulfachri Harahap,


mengatakan kini tinggal satu isu krusial yang belum rampung
dibahas, yakni pasal kesusilaan. Isu gawat lain, seperti hukum adat,
pidana mati, penghinaan terhadap presiden, tindak pidana khusus,
dan ketentuan per­alihan, sudah selesai digodok. “Tinggal melakukan
penyisiran agar tidak ada du­plikasi pasal,” ujar Mulfachri, Kamis, 12
September lalu.

Salah satu aturan yang sedang disisir oleh Panitia Kerja adalah soal
tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Dalam draf, hukuman bagi
pelaku korupsi dan pencucian uang berkurang dari sanksi dalam
Undang­Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan
Undang­Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi serta Undang­Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang.

Misalnya, dalam Pasal 604 Rancangan KUHP, hukuman minimal bagi


koruptor adalah pidana penjara 2 tahun hingga 20 tahun serta denda
dari Rp 10 juta sampai Rp 2 miliar. Hukuman itu jauh lebih rendah
dibandingkan dengan sanksi dalam Undang­Undang Tindak Pidana
Korupsi, yakni minimal 4 tahun penjara dan denda minimal Rp 200
juta.

Keringanan serupa bakal dinikmati pelaku pencucian uang. Pasal 608


Rancangan KUHP menyebutkan hukuman maksimal bagi kejahatan ini
adalah 15 tahun penjara dengan denda paling tinggi Rp 5 miliar.
Padahal Pasal 3 Undang­Undang Pencucian Uang mencantumkan
ancaman pidana paling tinggi 20 tahun penjara dan denda maksimal
Rp 10 miliar. “Ini mencabut sifat khusus Undang­Undang Tindak
Pidana Korupsi,” ucap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus
Rahardjo.

Menteri Yasonna mengatakan pemerintah mengusulkan aturan itu


karena ingin ada pembeda hukuman bagi pelaku korupsi
penyelenggara negara dan yang bukan aparat sipil negara atau
swasta. Ke­ringanan tersebut pun berlaku bagi pihak swasta. “ASN
dan penyelenggara negara diperberat. Jangan disamakan
hukumannya,” ujar Yasonna.

Faktanya, dalam Pasal 607 RUU KUHP, hukuman bagi aparat sipil
negara dan penyelenggara negara yang melakukan korupsi justru
makin ringan, yakni penjara paling lama empat tahun dan denda
maksimal Rp 200 juta. Sedangkan dalam Pasal 12 Undang­Undang
Tindak Pidana Korupsi yang kini berlaku, hukuman pidana bagi
aparat sipil negara atau penyelenggara yang melakukan korupsi
sekurang­kurangnya empat tahun hingga penjara seumur hidup dan
denda Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar.

Yasonna juga mengatakan pengurangan hukuman bagi pelaku


pencucian uang dalam Rancangan KUHP akan menjadi acuan
pemberian hukuman dalam undang­undang yang terkait. Wakil Ketua
Panitia Kerja dari Fraksi Partai Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa,
menyatakan masuknya pidana korupsi dan pencucian uang ke
Rancangan KUHP menjadi pintu untuk merevisi Undang­Undang
Tindak Pidana Korupsi dan Undang­Undang Tindak Pidana Pencucian
Uang. “Harus dalam satu arah hukum nasional. Nantinya kewenangan
KPK cukup penindakan atau pencegahan,” kata Wakil Ketua Komisi
Hukum ini.

Pemerintah dan DPR juga bersepakat menghidupkan lagi pasal pidana


penghina presiden, yang telah dihapus Mahkamah Konstitusi.
Menurut Yasonna, aturan itu dimunculkan karena selama ini banyak
penghina presiden sejak era Abdurrahman Wahid hingga Joko Widodo
tidak dihukum. Menurut anggota Panitia Kerja, Arsul Sani, pasal itu
diperketat dengan cara presiden sendiri yang harus melaporkan
penghinaan terhadap dirinya kepada polisi.

Kembalinya pasal ini disebut oleh pene­liti Institute for Criminal


Justice Reform, Erasmus Napitupulu, sebagai kemunduran demokrasi.
“Mahkamah Konstitusi menghapus pasal penghinaan presiden karena
pasal itu tak relevan lagi,” tuturnya.

Meski hampir bersepakat, DPR ternyata masih menelaah kembali


sejumlah pasal. Arsul Sani mengatakan pembahasan me­ngenai
pidana terhadap proses pengadilan tengah ditinjau ulang lantaran
isinya kabur. Misalnya tindakan tidak hormat dan menyerang
integritas hakim. “Cari jalan tengah. Batasan antara menghina dan
mengkritik,” ujar anggota Komisi Hukum ini. ”Aturan ini juga
dikhawatirkan mengekang kebebasan pers ketika mengkritik suatu
putusan pengadilan.”

Menurut Yasonna, pasal pidana terhadap proses pengadilan


dimaksudkan untuk menjaga kehormatan hakim. Misalnya hukuman
bagi yang melempar sepatu kepada hakim atau berbuat onar di
persidangan. Hal tersebut berbeda dengan kritik. “Kalau mengancam
pidana karena mengkritik putusan hakim, matilah kita. Memangnya
dia (hakim) malaikat?” ucapnya.

Persetujuan belum bulat. Partai Keadilan Sejahtera menginginkan ada


sanksi pidana bagi pelaku perzinaan sesama jenis. Beleid tersebut
pernah muncul dalam draf Rancangan KUHP versi 18 Januari 2018. Di
draf terakhir, aturan tersebut tidak ada. Meski begitu, anggota Panitia
Kerja dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, hakulyakin rancangan akan
diketuk sebelum September berakhir. Panitia Kerja akan kembali
menggelar pembahasan setelah sebagian anggotanya disibukkan oleh
pemilihan calon pemimpin KPK.

Pemerintah pun bertekad menyelesaikannya September ini. Menurut


Yasonna, jika tak diketuk pada akhir bulan, pembahasan
dikhawatirkan dimulai dari awal lagi lantaran jabatan DPR periode
2014­2019 habis bulan ini. Selain itu, kata Yasonna, pemerintah ingin
menorehkan sejarah karena merampungkan Rancangan KUHP.
Undang­undang warisan kolonial ini diusul­kan direvisi sejak puluhan
tahun silam.

Yasonna mengatakan, jika ia ditanyai soal prestasi terbesarnya


selama menjadi menteri, jawabannya adalah penyelesai­an
Rancangan KUHP. “This is my legacy. Kalau selesai, saya akan buat
syukuran,” ujarnya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, STEFANUS TEGUH


PRAMONO, BUDIARTI UTAMI PUTRI

Pasal Kontroversial

DISAHKAN sebagai Kitab Undang­Undang Hukum Pidana Hindia


Belanda pada 1918, peraturan tersebut diadopsi Indonesia setelah
merdeka. Melalui Undang­Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana, KUHP pada mulanya hanya berlaku di Jawa
dan Madura. Pada 1958, undang­undang itu resmi berlaku di seluruh
Indonesia. Sejak 1968, muncul usul untuk mengubah KUHP. Sejak itu
pula berbagai versi rancangan dibuat, tapi tak pernah sampai ke
pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat.

Kini DPR dan pemerintah bersepakat menyelesaikannya sebelum


masa jabatan Dewan periode ini berakhir. Bertabur pasal
kontroversial, pembahasannya terus melaju. Berikut ini di antaranya.

Hukuman Mati (Pasal 67, 99, 100, dan 101)

Pasal 67
– Pidana mati selalu diancam secara alternatif.
Pasal 100
(1) Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan
selama 10 tahun.
(2) Pidana mati dengan masa percobaan harus dicantumkan dalam
putusan pengadilan.
(3) Waktu masa percobaan dimulai pada hari setelah putusan
pengadilan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
(4) Jika terpidana mati dapat menunjukkan sikap dan perbuatan
terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur
hidup dengan keputusan presiden setelah mendapatkan pertimbangan
Mahkamah Agung.
(5) Jika terpidana mati tidak menunjukkan sikap dan perbuatan
terpuji, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.

Makar (Pasal 167)


Makar adalah niat untuk melaksanakan perbuatan yang telah
diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan.

Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara (Pasal 188­190)

Pasal 188
(1) Setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran
komunisme/marxisme­leninisme di muka umum dengan lisan atau
tulisan, termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media
apa pun, dipidana penjara paling lama empat tahun.

Penghinaan Proses Peradilan (Pasal 281­282)

Pasal 281
Dapat dipidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling
banyak Rp 10 juta kepada setiap orang:
a. Tidak mematuhi perintah pengadilan atau penetapan hakim.
b. Bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau
menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam
persidangan.
c. Secara melawan hukum merekam, mempublikasikan secara
langsung, memperbolehkan untuk dipublikasi segala sesuatu yang
dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim.

Penodaan Agama (Pasal 304)


Setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau
melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan
terhadap agama di Indonesia dipidana penjara paling lama lima tahun
dan denda paling banyak Rp 500 juta.

Perzinaan (Pasal 417 dan Pasal 419)

Pasal 417 ayat 1


Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan
suami atau istrinya dipidana paling lama satu tahun atau denda Rp 10
juta.

Pasal 419
Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami­istri di
luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam
bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Mempertunjukkan Pencegah Kehamilan dan Pengguguran


Kandungan (Pasal 414­415 dan Pasal 470­472)

Pasal 414
Setiap orang yang terang­terangan mempertunjukkan, menawarkan,
menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk memperoleh alat
pencegah kehamilan kepada anak dapat dipidana dan denda Rp 1 juta.

Pasal 470
(1) Perempuan yang menggugurkan kandungannya diancam pidana
penjara empat tahun.
Hukum Adat (Pasal 598)
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan terlarang menurut
hukum dalam masyarakat diancam dengan pidana.

NASKAH: HUSSEIN ABRI DONGORAN | SUMBER: ICJR, AJI, LBH PERS

“Kalau mengancam pidana karena mengkritik putusan

hakim, matilah kita. Memangnya dia (hakim) malaikat?”

— Yasonna H. Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia


Kebakaran Hutan dan Lahan
Meluas
majalah.tempo.co
3 mins read

KEBAKARAN hutan dan lahan terjadi di Sumatera, Kalimantan, dan


sejumlah daerah lain sepanjang pekan lalu. Polusi kabut asap
mengganggu kesehatan serta kegiatan masya­rakat, dari perjalanan
darat dan udara hingga aktivitas belajar­mengajar.

i
Petugas kantor pencarian dan pertolongan memadamkan
kebakaran lahan gambut di Puding, Kumpeh Ilir, Muaro
Jambi, Jambi, 11 September 2019. ANTARA

“Kami memundurkan jam masuk sekolah agar siswa dan pengajar tak
terkena dampak kabut asap,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Sumatera
Selatan Widodo, Kamis, 13 September lalu. Jam masuk sekolah
dimundurkan dari pukul 06.30 menjadi pukul 08.00. Widodo juga
meminta setiap sekolah meniadakan ke­giatan di luar kelas sebelum
kebakaran hutan di wilayah setempat padam.

Di Palangka Raya, Kalimantan ­Tengah, juga tampak kabut asap tebal


akibat kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah memundurkan jam
masuk kantor dan sekolah selama ada kabut asap menjadi pukul
07.30 dari semula pukul 07.00. “Sepuluh ribu masker sudah kami
bagikan untuk sekolah TK hingga SMA,” kata Kepala Dinas Pendidikan
Kota Palangka Raya Sahdin Hasan.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto


mengatakan pemerintah akan menambah personel pemadam
kebakaran hutan dan lahan di Riau serta Kalimantan. Menurut dia, 99
persen penye­bab kebakaran hutan adalah ulah manusia. Misalnya
pembukaan lahan perkebunan dengan cara membakar lahan, juga
persaingan politik. Wiranto menyebutkan motif politik itu terendus di
Palangka Raya dalam kaitan dengan pemilihan kepala daerah. “Saya
minta ditangkap dan dihukum seberat­beratnya.”

Juru bicara Kepolisian RI, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo,


mengatakan saat ini tersangka pembakar hutan dan lahan terdiri atas
179 orang dan empat perusahaan. “Jumlahnya masih bisa bertambah,”
ucapnya.

Adapun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya


mengungkapkan, lima perusahaan asal Malaysia dan Singapura di
Kalimantan Barat serta Riau diduga terlibat dalam pembakar­an.
Lahan kelima perusahaan itu sudah disegel Kementerian Lingkungan
Hidup. “Akhir Agustus, 29 lahan disegel dan empat di antaranya
diproses hukum,” tutur Siti.

Bara di Mana-mana

KEBAKARAN hutan dan lahan terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.


Polisi sudah menetapkan sejumlah tersangka pembakaran.

Riau
Luas: 502.755 hektare
Tersangka: 44 orang dan 1 perusahaan

Kepulauan Riau
Luas: 5.621 hektare
Tersangka: ­

Jambi
Luas: 23 ribu hektare
Tersangka: 14 orang

Sumatera Selatan
Luas: 7.790 hektare
Tersangka: 18 orang

Jawa Timur
Luas: 10.508 hektare
Tersangka: ­

Kalimantan Selatan
Luas: 2.000 hektare
Tersangka: 2 orang

Kalimantan Timur
Luas: 6.715 hektare
Tersangka: 6 orang

Kalimantan Tengah
Luas:338.960 hektare
Tersangka: 45 orang dan 1 perusahaan

Kalimantan Barat
Luas: 69 ribu hektare
Tersangka: 56 orang dan 2 perusahaan

Nusa Tenggara Timur


Luas: 108.368 hektare
Tersangka: 1 orang

Papua
Luas: 6.144 hektare
Tersangka: ­

Sumber: Kepolisian dan BNPB


KPK Cekal Melchias Mekeng

KOMISI Pemberantasan Korupsi meminta Direktorat Jenderal Imigrasi


dan Hak Asasi Manusia mencegah anggota Dewan Perwakilan rakyat
dari Fraksi Golkar, Melchias Marcus Mekeng, bepergian ke luar negeri
selama enam bulan ke depan. “Terhitung sejak 10 September,” ujar
Febri Diansyah, juru bicara KPK, Selasa, 10 September lalu.

Pencekalan itu dilakukan karena Melchias Mekeng, bersama bos PT


Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk , Samin Tan, diduga
memberikan hadiah atau janji kepada politikus Golkar lain, Eni
Maulani Saragih. Pemberian suap terkait dengan pengurusan
terminasi kontrak perjanjian perusahaan Samin Tan di Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral.

Kasus ini terungkap berkat nyanyian Eni saat ia diperiksa sebagai


tersangka kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau­1. Dimintai
konfirmasi tentang keterlibatannya dalam sejumlah kesempatan,
Melchias Mekeng tak pernah mau menjawab. “Saya tak mau
berkomentar,” ucapnya.
ANTARA/Didik Suhartono

Asrama Mahasiswa Papua Dilempari Ular

ASRAMA mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, dilempari dua


karung berisi ular pada Senin pagi, 9 September lalu. “Yang
melempar menggunakan sepeda motor dan langsung lari begitu ular
terlempar,” tutur Yoab Orlando, salah satu penghuni asrama.

Yoab menjelaskan, salah satu karung berisi ular piton, yang kini
ditaruh di kandang di asrama. Satu karung lain berisi tiga ular, yang
langsung merambat ke selokan di dalam asrama begitu keluar dari
karung. Sebelumnya, asrama tersebut digeruduk sejumlah orang,
termasuk personel militer, yang melontarkan makian rasial kepada
penghuninya. Kejadian itu menyulut protes warga Papua di Surabaya,
yang merambat ke berbagai daerah, termasuk ke Papua.

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Luki


Hermawan mengatakan lembaganya belum bisa mengusut dugaan
teror pelemparan ular tersebut. “Kami ingin tahu kasus yang
sebenarnya, tapi tidak bisa masuk ke asrama,” katanya.

Polemik Audisi Badminton PB Djarum

KOMISI Perlindungan Anak Indonesia bertemu dengan Perkumpulan


Bulu Tangkis Djarum (PB Djarum) difasilitasi Menteri Pemuda dan
Olahraga Imam Nahrawi. Pertemuan itu juga dihadiri Pengurus Besar
Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia.
Rapat koordinasi tersebut menghasilkan kesepakatan utama bahwa
KPAI bakal mencabut surat permintaan penghentian audisi beasiswa
PB Djarum dan Djarum Foundation melaksanakan Audisi Umum
Beasiswa Bulutangkis tanpa menggunakan merek dagang berupa
produk hasil tembakau atau rokok. “Kami harap ini mengakhiri
polemik, baik di media sosial maupun di warung kopi, termasuk
misinformasi terkait dengan adanya polemik ini,” ujar Ketua KPAI
Susanto seusai rapat, Kamis, 12 September lalu.

TEMPO/M Taufan Rengganis

Kursi Pemimpin MPR Bertambah

MENTERI Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah


menyetujui penambahan jumlah kursi pemimpin Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Dari lima kursi sesuai dengan Undang­Un­
dang MPR, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, jumlah kursi pemimpin MPR
bertambah menjadi sepuluh.

“Kami meminta persetujuan dipercepat karena keputusan ini


ditunggu oleh MPR, DPR, dan DPD yang akan ada pelantikan anggota
baru pada 1 Oktober,” ujar Tjahjo dalam rapat di Badan Legislasi DPR,
Jumat, 13 September lalu.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional,
Totok Daryanto, menyebutkan Dewan juga menyepakati penambahan
kursi pemimpin MPR. Berbeda dengan draf revisi, yang menyatakan
ada sepuluh kursi pemimpin MPR dengan rincian sembilan untuk
partai dan satu untuk DPD, kesepakatan pemerintah dan DPR adalah
penambahan kursi disesuaikan dengan fraksi yang ada. “Pekan depan
akan disahkan dalam rapat paripurna,” kata Totok.
Jalan Melingkar Pendulang
Tambang
majalah.tempo.co
6 mins read

Percepatan pelarangan ekspor nikel menuai penolakan keras. Para


penambang mengadu ke parlemen dan Badan Intelijen Negara.

i
Kawasan tambang dan pabrik nikel di Indonesia Morowali
Industrial Park, Sulawesi Tengah./ nickelmines.com.au

Di Hotel Vouk, Nusa Dua, Bali, Rabu, 11 September lalu, Bambang


Gatot Ariyono dan Yunus Saefulhak menghadapi puluhan pengusaha
tambang nikel yang sedang kesal. Dari pukul sepuluh sampai tiga sore
keduanya menjelaskan percepatan pelarangan ekspor bijih nikel.
“Yang memberikan sosialisasi Pak Bambang. Saya hanya menemani,”
kata Yunus, Kamis sore, 12 September.

Yunus adalah Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat


Jenderal Mineral dan Batu Bara. Adapun Bambang menjabat Direktur
Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral. Menurut Yunus, salah satu perusahaan yang hadir di Bali
adalah perwakilan Harita Group, yang sedang merampungkan
fasilitas pemurnian di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Provinsi Maluku
Utara. Itu merupakan fasilitas kedua yang mereka bangun. “Pokoknya
yang mau dan sedang bangun smelter nikel saja yang kami undang,”
tutur Yunus.

Dua pekan sebelum pertemuan di Hotel Vouk, 28 Agustus lalu,


Menteri Energi Ignasius Jonan menerbitkan Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral
Batubara. Isinya: penambang nikel yang sedang membangun smelter
hanya bisa mengekspor bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen
sampai 31 Desember 2019. Keputusan ini keluar lebih cepat dua tahun
dari rencana semula, yakni 11 Januari 2022.

Kementerian mengumumkan percepatan itu pada Senin, 2 September


lalu. Seketika pendulang nikel nasional bergolak. Hujan interupsi
merembet dan menghambur di Hotel Vouk sepekan setelah
pengumuman percepatan. “Banyak yang bertanya, penghentian sejak
kapan? Ya sejak 1 Januari 2020,” ucap Yunus menceritakan isi
pertemuan itu.

Bola panas percepatan pelarangan ekspor bijih nikel itu sebetulnya


sudah menggelinding sehari setelah peraturan menteri berubah.
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengadu ke Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo.­ APNI menilai keputusan
pemerintah tidak adil. “Dampak jika ekspor bijih ditutup sebelum
2022 adalah terjadi monopoli harga domestik. Harus ada
keberpihakan dari pemerintah kepada pengusaha lokal,” ujar
Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey seusai pertemuan
pada Kamis, 29 Agustus lalu. Selain itu, Meidy menambahkan,
pelarangan tersebut membuat smelter yang sedang dibangun
terancam kehilangan sumber dana.

Bambang berjanji meneruskan keluh­kesah APNI ke Komisi VII DPR,


yang antara lain membidangi urusan energi. “Seperti disampaikan
para pengusaha, ada kehilangan pendapatan negara yang cukup besar
akibat kebijakan yang tumpang­tindih,” tutur Bambang, Kamis, 29
Agustus, ditemani politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Maruarar Sirait, dan politikus Golkar, Mukhamad Misbakhun, saat
menerima APNI di gedung DPR.

Empat hari kemudian, Senin, 2 September, APNI kembali mengadu ke


Bambang. Kali ini rombongan dipimpin ketua umumnya, Insmerda
Lebang, pensiunan jenderal polisi bintang tiga yang juga komisaris
Garuda Indonesia dan sejumlah perusahaan swasta.

TARIK­ULUR pemberlakuan larangan ekspor bijih nikel sudah alot


sejak pertengahan tahun ini. Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut
Binsar Pandjaitan yang menggelindingkan usul percepatan itu.
Menurut Luhut, pelarangan ekspor bisa mendatangkan keuntungan
berlipat dari nilai tambah pengolahan bijih nikel.

Saat ini harga bijih nikel yang diekspor hanya sekitar US$ 30 per ton,
sementara bila menjadi feronikel bisa melompat sampai US$ 100 per
ton. “Kita sudah terlalu banyak ekspor bijih nikel ke Cina, 98 persen
diekspor ke Cina,” kata Luhut di kantornya di Jakarta, Selasa, 10
September lalu.

Luhut tidak keliru. Melirik data UN Comtrade, pusat data


perdagangan internasional, nyaris semua nikel mentah Indonesia
dikirim ke Cina. Tahun lalu, dari 19,7 juta ton ekspor, sebanyak 19,2
juta alias 97,4 persen berlayar ke Negeri Panda. Sisanya, sebanyak
450 ribu ton atau 2,3 persen ke Ukraina dan 55 ribu ton atau 0,3
persen ke Jepang.

Sampai di sana, bijih nikel Indonesia diolah menjadi besi mentah alias
nickel pig iron (feronikel berkadar rendah) sebagai lapisan baja
antikarat. Ketika nikel sudah menjadi baja, Indonesia mengimpornya
dengan harga berkali lipat.

Sebagai perut nikel dunia, Indonesia punya peran. Pada 2018,


perdagangan nikel dunia mencapai 53 juta ton. Indonesia
menyumbang 19,7 juta ton, hanya kalah oleh Filipina, yang
berkontribusi 24,5 juta ton. Dari 53 juta ton perdagangan dunia itu,
Cina sendiri mengimpor 46 juta ton.

Maka, ketika Indonesia melarang ekspor bijih nikel sejak 2014, Cina
menggelepar. Sebaliknya, produksi besi mentah Indonesia melompat
dari hanya 3.000 ton pada 2014 menjadi 183 ribu ton pada 2017.
Salah satu pemicunya dua raksasa besi mentah Cina, Tsingshan Group
dan De Long Nickel, mendekati sumber bijih di Sulawesi dan
membangun smelter.

Ekspor bijih dibuka lagi sejak 2017. Syaratnya, yang boleh diekspor
hanya bijih dengan kadar di bawah 1,7 persen. Pendulang yang boleh
mengekspor hanya yang sudah dan sedang membangun smelter.

Pada 2018, ada 37 perusahaan pemegang rekomendasi ekspor.


Masalahnya, makin ke sini, beberapa dari puluhan pemegang
rekomendasi ekspor itu mulai lancung. Fasilitas pengolahan
diabaikan, tapi ekspor jalan terus.
Awal Mei lalu, Yunus Saefulhak mengatakan Kementerian Energi
mencabut lima izin ekspor pendulang nikel. Mereka adalah PT Surya
Saga Utama (rekomendasi 3 juta ton ekspor), PT Genba Multi Mineral
(1,8 juta ton), PT Modern Cahaya Makmur (298 ribu ton), serta PT
Lobindo Nusa Persada dan PT Integra Mining Nusantara (923 ribu
ton). Izin rekomendasi ekspor lima perusahaan itu dicabut pada
Maret 2019.

Seorang pejabat di Kementerian Koordinator Kemaritiman


mengatakan pendulang yang mengemplang proyek smelter lebih
banyak. Mereka adalah PT Ceria Nugraha Indotama (rekomendasi 2
juta ton), PT Macika Mada Madana (1,1 juta), dan PT Sulawesi
Resources (1,9 juta ton). Yunus tidak menyebutkan tiga perusahaan
ini. Tapi, menurut dia, ada beberapa perusahaan lagi yang kena
tegur.

Yunus mengatakan, sejak Juni lalu, Kementerian Energi terus


berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman. Dengan
banyaknya pengemplang smelter, cadangan bijih nikel yang bisa
dikeduk makin tipis, tinggal 648 juta ton dari cadangan terkira 2,8
miliar ton. Dua kementerian itu akhirnya bersepakat memajukan
pemberlakuan larangan ekspor dua tahun lebih. “Ditambah lagi nanti
industri prekursor baterai mobil listrik butuh pasokan bijih nikel
kadar rendah (laterit),” ujar Yunus.

Empat kongsi perusahaan sudah mendengungkan rencana membuka


fasilitas pengolahan laterit, yang melimpah di Sulawesi dan Maluku
Utara. Perusahaan itu ­Huayou Bahadopi (Morowali), QMB Bahadopi
(Morowali), Halmahera Persada Lygend (Halmahera Selatan), dan
Smelter Nikel Indonesia (Morowali). Setiap perusahaan secara
berurutan membutuhkan pasokan laterit sebanyak 11 juta ton, 5 juta
ton, 8,3 juta ton, dan 2,4 juta ton per tahun.
Luhut Pandjaitan (kanan) dan Budi Gunawan di Istana Negara, Jakarta, April 2017./
ANTARA/Puspa Perwitasari

ASOSIASI Penambang Nikel Indonesia tidak hanya mengadu ke DPR,


tapi juga merajuk ke Badan Intelijen Negara. Dua sumber yang
mengetahui kejadian itu mengungkapkan, APNI bisa menembus BIN
berkat akses ketua umumnya, Insmerda Lebang. Pensiunan jenderal
polisi bintang tiga itu diketahui kenal dengan Budi Gunawan, Kepala
BIN.

Dari situ, BIN memanggil sejumlah kementerian dan lembaga ke


Pejaten Timur, kantor badan telik sandi, pada Selasa, 3 September
lalu. Yunus Saefulhak datang mewakili Kementerian Energi. Lebang
dan Meidy Katrin Lengkey mewakili APNI. Hadir pula perwakilan
Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Badan
Koordinasi Penanaman Modal.

Dalam pertemuan itu APNI melaporkan dugaan praktik oligopsoni


yang mendera tambang nikel lokal. Smelter besar yang menyerap
bijih nikel berkadar lebih dari 1,7 persen hanya ada dua: Virtue
Dragon Nickel Industry (anak usaha De Long Nickel) di Konawe,
Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Mining Investment (Tsingshan) di
Morowali, Sulawesi Tengah. Virtue menyerap 9 juta ton bijih
domestik, sementara Tsingshan menyedot 36 juta ton dari total 60
juta ton bijih yang dibeli smelter nasional.

Masalahnya, kata Meidy, bila menjual bijih ke dua smelter itu,


pendulang kena harga bersih setelah barang tiba di tempat pembeli
(cost insurance freight). Harganya cuma US$ 25­26 per ton dengan
kadar nikel 1,8 persen. Dipotong biaya lain­lain, pendulang menerima
bersih US$ 15 per ton.

Harga itu jomplang dengan harga bijih ekspor, yang mencapai US$ 40
per ton di atas kapal (free on board). Juga masih jauh di bawah harga
patokan mineral (HPM) pemerintah untuk nikel, yakni US$ 30 per
ton.

Bila sedang apes, Intertek, penyurvei bawaan smelter, kerap menilai


kadar nikel dari pendulang di bawah kesepakatan. Pendulang kena
penalti. APNI, Meidy menambahkan, memprotes keras penggunaan
penyurvei itu karena di luar lima surveyor yang mendapat izin
Kementerian Energi. “Sejak 2017 kami meminta pemerintah
mengatur harga domestik. Tapi katanya ini cukup business to business
saja,” ujar Meidy.

APNI menghitung, dari praktik beli murah itu, Virtue mendapat


selisih keuntungan sebanyak US$ 423 juta per tahun. Adapun
Sulawesi Mining Investment beroleh US$ 1,692 miliar per tahun. “Apa
enggak kaya raya mereka?” tutur Meidy.

Pemilik perusahaan tambang nikel di Kendari itu tidak tahu betul


bagaimana ketua umum mereka bisa menembus Pejaten. Adapun
Lebang, dihubungi sejak Jumat pekan lalu, 13 September, tidak
menjawab soal pertemuan di BIN.

Yunus mengaku kaget APNI baru memaparkan data itu dalam


pertemuan di Pejaten. Menurut dia, Kementerian Energi sudah
meminta bukti temuan APNI tentang dugaan oligopsoni Virtue dan
Sulawesi Mining Investment tiga bulan lalu.

Yunus berjanji pemerintah segera mengatur harga patokan nikel


domestik, sekaligus tata niaganya, agar pengusaha tambang
mendapat harga yang adil dari smelter nasional. Menurut Yunus,
harga patokan dan tata niaga itu sudah ada, tapi belum mencakup
sanksi­sanksi. “Kami mau penambang tetap hidup.”
Luhut Binsar Pandjaitan tahu APNI mengadu ke parlemen, juga ke
BIN. Tapi dia bergeming. “Tidak ada urusan. Sekarang kau mau
ekspor ke Cina atau bikin di dalam negeri?”
Rapor Merah Nikel Mentah

KHAIRUL ANAM
Gula-gula Minyak Sawit
majalah.tempo.co
4 mins read

India setuju menyamakan bea masuk minyak sawit olahan asal


Indonesia dan Malaysia. Diyakini bisa mendongkrak ekspor.

i
Bongkar­muat tandan buah segar sawit untuk diangkut ke
pabrik CPO Subulussalam di Desa Blang Dalam Babahrot,
Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh.

Menteri Perdagangan dan Perindustrian India Piyush Goyal menarik


lengan Enggartiasto Lukita. Ia lalu mengajak Menteri Perdagangan
Indonesia itu bergeser ke tepi ruangan. Pada hari terakhir Pertemuan
Menteri Ekonomi ASEAN Ke­51, di Bangkok, Thailand, Selasa, 10
September lalu, keduanya berbincang serius. “Berita baik untuk Anda.
Sudah berlaku mulai hari ini,” ucap Goyal menyampaikan kabar
gembira, seperti diceritakan Enggartiasto kepada Tempo, Jumat, 13
September lalu.

Kabar baik yang dimaksud Goyal adalah tentang produk minyak


kelapa sawit suling (refined, bleached, and deodorized palm oil)
Indonesia. Pemerintah Indonesia meminta India memberlakukan bea
masuk komoditas tersebut sama dengan produk serupa asal Malaysia.
India bukan anggota kelompok negara­negara Asia Tenggara. Tapi
mereka dipertemukan dalam agenda konsultasi Menteri Ekonomi
ASEAN dengan Rusia, India, Kanada, dan ASEAN +3.

Saat ini tarif masuk komoditas yang sama asal negeri jiran lebih
murah karena kedua negara memiliki perjanjian perdagangan
bilateral India­Malaysia Implement Comprehensive Economic
Cooperation Agreement. Dengan dasar itu, produk sawit asal Malaysia
cuma dipungut bea masuk 45 persen. Sedangkan produk asal
Indonesia dikenai tarif 50 persen.

Perbedaan tarif yang berlangsung sejak 2018 itu membuat ekspor


sawit Indonesia ke India jeblok. Sebab, harga minyak sawit Indonesia
menjadi tidak kompetitif. Kementerian Perdagangan mencatat, tak
sampai setahun sejak aturan bea masuk yang berbeda itu berlaku,
penerimaan ekspor Indonesia berkurang US$ 600 juta lebih (sekitar
Rp 8,4 triliun).
Padahal India adalah pasar ekspor utama sawit Indonesia.
Seperempat volume pengapalan minyak sawit Indonesia ke luar
negeri ditujukan ke India. Pada 2017, berdasarkan data Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), minyak sawit yang
dikirim ke India mencapai 7,62 juta ton. Setahun berikutnya,
penjualan ke India berkurang menjadi 6,71 juta ton, seiring dengan
mulai berlakunya kebijakan perbedaan bea masuk.

Kondisi pada tahun ini lebih parah. Hingga paruh pertama 2019,
minyak sawit yang diekspor ke India baru 2,5 juta ton, turun hampir
20 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Ketua
Umum Gapki Joko Supriyono memprediksi, hingga akhir tahun nanti,
volume ekspor tak akan melonjak tajam. “Paling cuma sampai 4 juta
ton,” katanya.

Enggar menjelaskan, dalam konsep kebijakan baru penyamaan tarif


tersebut, pemerintah India menaikkan bea masuk minyak sawit suling
asal Malaysia menjadi sama dengan Indonesia, yakni 50 persen.
Indonesia semula berharap tarif baru yang berlaku sebesar pungutan
kepada Malaysia, yaitu 45 persen.

Menurut Enggar, India meminta Indonesia maklum. Jika penyamaan


dilakukan dengan menurunkan tarif menjadi 45 persen, India akan
kehilangan pendapatan. Jika hal itu yang diajukan, Enggar
menambahkan, akan sulit mendapat persetujuan pemerintah India.
Sebaliknya, bila tarif disamakan menjadi 50 persen, India tidak hanya
memenuhi komitmen kepada Indonesia, tapi juga mendapat
tambahan kas.

“Bagi kita, poinnya adalah adanya lapangan bermain yang adil,”


Enggar menegaskan. Dengan perlakuan yang sama, ia optimistis
nantinya ada peningkatan penerimaan dari ekspor minyak sawit ke
India sekitar US$ 500 juta per bulan.

Semula Indonesia hanya mendapat janji pemerintah India akan


merampungkan regulasi mengenai tarif tersebut bulan ini. Tapi,
menjelang berakhirnya pertemuan para menteri ASEAN, Goyal
memberikan kepastian bahwa secara administrasi bea masuk produk
minyak sawit Indonesia dan Malaysia sudah setara.

Joko tak terlalu antusias mendengar kabar yang menurut Enggar


menggembirakan itu. Ia menilai Indonesia telat membuat perjanjian
dengan India. Malaysia telah meneken perjanjian perdagangan bebas
(AFTA), yang akan ditingkatkan menjadi kesepakatan kemitraan
ekonomi komprehensif (CEPA).

Joko mengaku telah lama mengusulkan hal tersebut. Tapi pemerintah


dinilai kurang berjuang. Padahal Presiden Joko Widodo sudah
beberapa kali menyampaikannya kepada Perdana Menteri India
Narendra Modi. “Kalau Presiden sudah ngomong, artinya masalah ini
serius,” ujar Joko. Ia mempertanyakan Kementerian Perdagangan,
yang ia nilai kurang serius. “Ini enggak bisa ngomong saja harus
dinegosiasikan.”

Joko berharap kebijakan penurunan bea masuk minyak sawit berlaku


segera. Sebab, regulasi itu akan menjadi sia­sia bila diberlakukan
tahun depan. Mulai 2020, India dan ASEAN masuk periode pasar
bebas.

Enggartiasto Lukita/Tempo/Ratih Purnama


KEBIJAKAN penyamaan bea masuk merupakan bagian dari komitmen
Indonesia dan India merealisasi perjanjian perdagangan bebas
ASEAN­India Free Trade ­Agreement (AIFTA). Sebelumnya,
Enggartiasto Lukita bertemu dengan Menteri Perdagangan, Industri,
dan Penerbangan Sipil India Suresh Prabhu di New Delhi pada 22
Februari 2019. Mereka menyepakati pertukaran penurunan bea
masuk produk minyak sawit suling dengan gula mentah (raw sugar).

Sebagai imbal balik atas kebijakan penyamaan tarif minyak sawit,


Indonesia berkomitmen menyamakan bea masuk gula mentah India
dengan Thailand dan Australia. Selama ini ada perbedaan tarif masuk
sebesar 5 persen antara India dan dua negara tersebut. India meminta
bea disamakan supaya memiliki peluang kompetisi sama.

Pemerintah Indonesia telah menerbitkan regulasi dalam bentuk


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang
Perubahan Nilai Tarif Berdasarkan AIFTA. Enggar bercerita, ia
mengusulkan Kementerian Keuangan mengeluarkan aturan baru
tersebut. Ia meyakinkan Kementerian Keuangan bahwa hal itu tak
akan merugikan Indonesia. Sebab, sumber pasokan yang semula
hanya berasal dari Thailand dan Australia bakal bertambah dari India.

Namun ada masalah menyangkut angka International Commission for


Uniform Methods of Sugar Analysis atau ICUMSA, yang biasa dipakai
untuk mengukur tingkat kemurnian gula mentah. Makin rendah
angka ICUMSA, kualitas gula makin bagus dan warnanya lebih putih.
Sebaliknya, tingginya angka ICUMSA menandakan rendahnya kualitas
gula, yang ditunjukkan dengan warna yang lebih keruh.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan


Nomor 527/MPP/Kep/9/2004 tentang Ketentuan Gula Impor, produk
yang boleh didatangkan dari luar negeri adalah gula mentah dengan
ICUMSA di atas 1200. Adapun gula yang tidak boleh diimpor adalah
yang memiliki ICUMSA di bawah 200 karena tergolong gula
konsumsi, bukan untuk diolah kembali.
Persoalannya, Enggar melanjutkan, pabrik­pabrik di India
menghasilkan gula dengan ICUMSA rata­rata 600. Karena itu, mereka
biasanya “mengotori” produknya agar angka ICUMSA meningkat
sehingga memenuhi standar impor Indonesia. Menurut Enggar, hal
itu sebenarnya merugikan kedua negara. Eksportir India, misalnya,
mesti “mengotori” produknya yang telah murni. Sedangkan importir
Indonesia harus mengolahnya kembali. “Dua­duanya keluar biaya,
jadi tidak efisien.” Karena itu, Kementerian Perdagangan akan
merevisi aturan ICUMSA gula impor.

Industri pengguna gula mentah menyambut baik kebijakan


pembukaan keran impor dari India itu. “Berarti makin banyak sumber
pasokan, makin kompetitif,” ucap Koordinator Forum Lintas Asosiasi
Industri Pengguna Gula Rafinasi Dwi Atmoko Setiono.

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian mengingatkan, penyesuaian


standar ICUMSA itu akan lebih memudahkan industri di Indonesia
untuk mengolah gula mentah menjadi produk dengan ICUMSA di
bawah 200 alias gula konsumsi. Sekretaris Direktorat Jenderal
Industri Agro Kementerian Perindustrian Enny Ratnaningtyas
khawatir gula mentah hanya akan diproses sederhana, kemudian
dijual sebagai gula konsumsi.

Bila itu terjadi, produsen gula lokal yang paling kena dampak. Karena
itu, kata Enny, diperlukan penyesuaian standar ICUMSA gula kristal
putih dan gula kristal rafinasi untuk meminimalkan kekhawatiran
tersebut.

RETNO SULISTYOWATI
Hutan Tanoto di Ibu Kota
majalah.tempo.co
4 mins read

Tiga orang pejabat Grup Asia Pacific Resources International Holdings


Ltd (APRIL) menyambangi kantor Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
di Jakarta, Jumat pagi, 30 Agustus lalu. Dua di antaranya adalah
pemimpin PT Riau Andalan Pulp and Paper, yaitu Direktur Utama
Sihol Parulian Aritonang, dan Ibrahim Hassan, yang menjabat
komisaris utama di anak perusahaan milik taipan­ Sukanto Tanoto
itu.

Di ruang kerjanya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional


Bambang Brodjonegoro menemui mereka dengan ditemani­ Imron
Bulkin, anggota staf ahli menteri yang menjadi Ketua Tim Kajian
Pemindahan Ibu Kota Negara, serta Direktur Pengembangan
Wilayah Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman Bappenas Tri Dewi
Virgiyanti. Menurut Bambang, tim Bappenas ingin memastikan
pemilik lahan konsesi di wilayah yang hendak dijadikan ibu kota
negara kelak. “Saya sudah bertemu dengan kelompok Sukanto Tanoto.
Mereka penguasa tanah di sana,” kata Bambang, Selasa, 10 September
lalu.

Sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan wilayah ibu kota baru


berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara
pada 26 Agustus lalu, spekulasi tentang lokasi pusat pemerintahan
terus beredar. Sempat berembus kabar pemerintah hendak
memindahkan kawasan inti ibu kota ke daerah Taman Hutan Raya
Bukit Soeharto. Pada 2017, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor
mengusulkan sebagian wilayah Bukit Soeharto di Kecamatan
Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, menjadi kawasan pusat
pemerintahan. Belakangan, berdasarkan kajian tim Badan Geologi,
struktur tanah di wilayah ini dinyatakan tidak memungkinkan
lantaran banyak endapan batu bara dangkal. Rencana tersebut juga
mendapat banyak penolakan dari aktivis lingkungan karena Bukit
Soeharto adalah kawasan konservasi.

Bambang mengatakan pemerintah sengaja menyiapkan kawasan ibu


kota negara di Kalimantan Timur dengan luas total 180.965 hektare
di dua kabupaten. Besarnya hampir dua kali luas DKI Jakarta agar
perluasan wilayah pembangunan lebih mudah dilakukan ketika
penduduk ibu kota makin bertambah. Lahan yang dipilih adalah milik
pemerintah atau badan usaha milik negara sektor perkebunan untuk
mengurangi biaya investasi pembangunan.
Kajian Bappenas menyebutkan kawa­san pusat pemerintahan akan
menempati­ lahan seluas 5.644 hektare yang saat ini konsesinya
masih dipegang PT Itci Hutani Manunggal (IHM). Kelompok usaha
Sukanto Tanoto kini menguasai perusahaan tersebut. Masa konsesi
hutan tanaman industri IHM berakhir pada 2042. Kawasan
pengembangan ibu kota untuk perumahan aparat sipil negara,
fasilitas pendidikan dan kesehatan, kampus, pusat riset, gelanggang
olahraga, dan museum akan berada di lahan seluas 42 ribu hektare.
Konsesi lahan untuk kawasan itu juga masih dipegang IHM. Seluruh
area itu berada di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser
Utara.

Sukanto memiliki konsesi di sana secara bertahap. Mulanya, PT Itci


Kartika Utama dan PT Inhutani I (Persero) mendirikan perusahaan
patungan bernama PT Itci Hutani Manunggal pada 1993. Komposisi
saham awal perusahaan ini dikuasai Itci Kartika Utama sebesar 60
persen dan Inhutani I sebesar 40 persen. Ini terlihat dari laporan
keuangan Itci Hutani Manunggal.

Mayoritas saham Itci Kartika Utama pernah dikuasai Grup Arsari


milik Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ­Hashim
Djojohadikusumo, adik kandung Prabowo Subianto. Lahan Itci Kartika
Utama itu juga terletak di Kalimantan Timur. Luas hak pengusahaan
hutannya mencapai 173.195 hektare.

Pada 2004­2006, Itci Kartika Utama menjual sahamnya kepada PT


Kreasi Lestari Pratama, anak usaha Grup APRIL milik Sukanto Tanoto.
Kreasi Lestari juga membeli saham Inhutani di Itci Hutani
Manunggal. Walhasil, 90 persen saham Hutani Manunggal dikuasai
grup Tanoto melalui Kreasi Lestari. Sisanya, sekitar 10 persen, masih
dimiliki Inhutani I. Tak ada lagi jejak Hashim melalui Itci Kartika
Utama di lahan itu.

Pada 2013, Kreasi Lestari Pratama menjual semua sahamnya di Itci


Hutani Manunggal kepada PT Equerry Company Ltd. Komisaris Utama
Itci Hutani Manunggal Sri Widodo mengatakan produktivitas
perusahaan terus merosot di bawah kendali Kreasi Lestari. Adapun
pemilik saham tak mampu menggelontorkan tambahan modal baru.

Setelah sahamnya dikuasai PT Equerry, bahan baku pembuatan kertas


dari hutan produksi Itci Hutani Manunggal kembali bersemi. “Kami
memenuhi syarat tanam berkelanjutan, yaitu jumlah yang kami
tanam selalu lebih banyak dari yang kami panen delapan tahun lalu,”
ucap Sri saat ditemui, Kamis, 12 September lalu. Ia mengatakan PT
Equerry adalah perusahaan pembiayaan yang juga terafiliasi dengan
Grup APRIL.

Sepanjang 2018, volume produksi tanam­an IHM mencapai 1,1 juta


metrik ton. Aset perusahaan kini berkisar Rp 1,9 triliun. Sri
menyebutkan perusahaannya menjadi pemasok bahan baku
pembuatan kertas untuk Riau Andalan Pulp and Paper, anak usaha
Grup APRIL.

SETELAH menimbang berbagai hal, Badan Perencanaan Pembangunan


Nasional memastikan pemerintah akan memanfaatkan sekitar 47 ribu
hektare dari total 161.127 hektare lahan konsesi milik PT Itci Hutani
Manunggal di Penajam Paser Utara sebagai kawasan inti ibu kota dan
wilayah pengembangannya.

Bambang Brodjonegoro menyebutkan penggunaan kawasan hutan


tanaman industri akan lebih mudah dibanding pembebasan area
lahan dengan status hak guna usaha berupa pertambangan atau
permukiman. Bappenas kini menyerahkan skema penggantian
investasi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Riau Andalan Pulp and Paper ingin tahu dampak penetapan lokasi
wilayah terhadap konsesi hutan mereka,” tutur Bambang.

Juru bicara Grup APRIL, Agung Laksamana, membenarkan kabar


bahwa pemimpin Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) bertemu
dengan tim Bappenas pada akhir Agustus lalu. Namun saat itu
manajemen belum membahas kompensasi penggantian investasi
konsesi hutan tanaman industri Itci Hutani Manunggal. Menurut
Agung, IHM memang menjadi pemasok strategis RAPP sehingga
penetapan wilayah lokasi ibu kota akan berpengaruh terhadap
investasi perusahaan bubur kertas itu. “Kontribusi hasil produksi IHM
signifikan,” kata Agung saat dihubungi.

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan


Bambang Hendroyono mengatakan banyak opsi disiapkan sebagai
kompensasi pengambilan lahan negara dari pemegang konsesi hutan
tanaman industri. Kementerian Kehutanan akan membuat adendum
izin konsesi tersebut dengan mengeluarkan 47 ribu hektare sebagai
area penggunaan lain. Untuk menjamin kepastian usaha industri,
Bambang melanjutkan, pembukaan lahan untuk pembangunan akan
disesuaikan dengan masa panen tanaman. “Bahan baku dari hasil
panen masih bisa mereka manfaatkan.”

Pemerintah sebetulnya juga menyiapkan lahan lain yang bisa dipakai


untuk konsesi hutan tanaman industri jika perusahaan mengajukan
permohonan tetap mengelola area tersebut. “Kami menawarkan area
di hutan sosial (hutan tanaman rakyat), seperti area perusahaan.
Perusahaan jadi off taker­nya,” ujar Bambang.

Kini pemerintah sedang menimbang cara yang pas untuk memenuhi


kompensasi kepastian usaha grup Sukanto Tanoto. Opsi ini masih
sekadar di atas meja. Di lapangan, kerja­kerja tanam­tebang berjalan
seperti hari­hari sebelumnya. “Kami baru saja panen akasia dan
masih menanam lagi,” kata Sri Widodo.

PUTRI ADITYOWATI
Kami Tidak Mau Mundur
majalah.tempo.co
2 mins read

Timothy Lee, aktivis Hong Kong dan Presiden Synergy Kowloon

Timothy Lee, aktivis Hong Kong dan Presiden Synergy


Kowloon/timothylee.hk
Sementara umumnya pengunjuk rasa Hong Kong memakai masker
dan kaca­mata untuk menutupi jati diri mereka, Timothy Lee justru
sebaliknya. Sebagai salah seorang koordinator aksi protes di Distrik
Kowloon, pria 25 tahun ini telah akrab di mata polisi. “Menurut
banyak kawan dekat saya, saya berisiko ditangkap,” kata Lee sepulang
dari unjuk rasa, Senin dinihari, 9 September lalu.

Lee baru selesai mengikuti protes di sekitar Mong Kok dan stasiun
metro Whampoa saat Tempo meng­hu­bunginya. “Saya jawab lewat
pesan teks ya, karena saya masih di dalam bus,” ucapnya. Di Mong
Kok, Lee meng­ungkapkan, demonstrasi berujung ricuh. Polisi
menembakkan peluru karet dan peluru bean bag untuk menghalau
massa. “Saya melihat seorang perempuan muda tertembak.”

Lee adalah aktivis dan Presiden Synergy Kowloon, organisasi


penggerak pawai akbar “Rebut Kembali Hung To” di lingkungan Hung
Hom dan To Kwa Wan, Kowloon, 17 Agustus lalu. Saat itu, puluhan
ribu orang turun ke jalan untuk memprotes masuknya wisatawan dari
Cina daratan. Tidak mudah mendapat izin unjuk rasa dari polisi, yang
ketika itu telah menangkap 748 demonstran.

Sejak aksi penolakan rancangan undang­undang ekstradisi meletus


pada 9 Juni lalu, Lee berunjuk rasa tiap akhir pekan. Kepada
wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi, dia mengatakan keputusan
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mencabut rancangan itu tak
menyelesaikan masalah.

Apa saja keinginan para pemrotes?

Kami punya lima tuntutan, yaitu pencabutan rancangan undang­


undang ekstradisi, penghapusan klaim bahwa aksi protes adalah
kerusuhan, penghapusan dakwaan bagi demonstran yang ditangkap,
penyelidikan independen terhadap aksi brutal polisi, serta kebebasan
memilih kepala eksekutif dan legislator. Kami menyebutnya “Lima
Tuntutan, Tidak Kurang Satu Pun”. Kami tidak mau mundur sampai
semua itu dipenuhi.
Mengapa protes bisa berlangsung berbulan­bulan?

Pengajuan RUU ekstradisi oleh pemerintah Hong Kong telah


membangunkan kesadaran banyak warga Hong Kong. Mereka kini
sadar bahwa kedudukan kebebasan sipil dan demokrasi di Hong Kong
ternyata tidak sebaik yang mereka pikirkan selama ini.

Dengan ribuan hingga ratusan ribu orang, unjuk rasa bisa terorganisasi baik. Bagaimana

caranya?

Teknologi banyak membantu. Aplikasi Telegram, dengan fitur grup


dan kanal, efektif menghimpun warga yang peduli, secara anonim,
dengan ide atau pandangan serupa. Setiap protes besar sering kali
memiliki “Grup Publik” dan “Kanal Resmi” untuk diskusi dan berbagi
informasi. Ini seperti urun daya (crowdsourcing). Semua orang bisa
bergabung dan membantu dengan cara yang mereka sukai.

Apa yang membedakannya dengan demonstrasi pada umumnya?

Ini model desentralisasi aksi protes. Anda mungkin melihat unjuk


rasa terorganisasi dengan baik. Padahal, bagi banyak warga Hong
Kong, apa yang mereka lakukan muncul hanya saat mereka mau.
Mereka yang membantu juga terdesentralisasi, baik sebagai penolong
pertama maupun pemasok air dan makanan. Mereka muncul pada
waktu yang tepat begitu dibutuhkan.

Siapa saja para pengunjuk rasa ini?

Ada kelompok “damai”, yaitu warga dari berbagai kelas sosial dan
kelompok umur. Sedangkan mereka yang sering bentrok dengan polisi
kebanyakan kaum muda. Tapi, saat polisi makin brutal, batas di
antara keduanya makin buram. Mereka saling melengkapi karena ada
konsensus populer di kalangan pemrotes bahwa mereka yang berbeda
pandangan dan cara protes tak boleh saling mengkritik atau men­
jatuhkan.
Banyak pekerja mengikuti protes. Apakah mereka bolos?

Protes sering berlangsung Sabtu dan Minggu. Sebagian pesertanya


pelajar dan mahasiswa. Beberapa lainnya bergabung setelah bekerja.
Bahkan ada yang berhenti dari pekerjaan untuk ikut turun ke jalan.

Dari mana memperoleh pasokan logistik?

Sangat terdesentralisasi juga. Selalu ada orang yang mau


menyumbangkan uang bagi para pemrotes yang membutuhkan
perlengkapan atau bahkan minuman.

Ada penggalangan dana?

Kami mengumpulkan uang donasi lewat urun dana daring (online


crowdfunding). Uangnya untuk membiayai pawai, membeli
perlengkapan, hingga memasang iklan di media. Ada juga sumbangan
dari keluarga, teman, atau warga kelas menengah yang mendukung
gerakan prodemokrasi tapi tidak mau turun ke jalan, ha­ha­ha….

Cara itu ampuh?

Saat berlangsung Konferensi G­20 di Osaka, Jepang, akhir Juni lalu,


beberapa demonstran menggalang donasi lewat dunia maya. Dalam
waktu kurang dari sembilan jam, mereka meraup lebih dari US$ 850
ribu untuk mengiklankan gerakan protes Hong Kong di surat­surat
kabar internasional. Kami sering berkelakar bahwa kami tak pernah
kekurangan uang, ha­ha­ha….

Anda pernah ditahan?

Sejauh ini belum. Tapi kini koordinator aksi protes yang tidak terlibat
dalam kekerasan juga bisa ditahan polisi atau diserang preman.
Menurut banyak teman dekat saya, saya berisiko ditangkap.
Perlawanan tanpa Pemimpin
majalah.tempo.co
6 mins read

Ribuan warga Hong Kong terus melancarkan unjuk rasa anti­


pemerintah meskipun aksi telah berlangsung berbulan­bulan.
Berkomunikasi lewat dunia maya dan bergerak nirkomando.

i
Demonstran turun ke jalan di Hong Kong, 31 Agustus
2019./ Reuters/Danish Siddiqui

Louise Bedana tidak absen berunjuk rasa walaupun kini terpaut jarak
ribuan kilometer dari kampung halamannya di Hong Kong. Bersama
belasan mahasiswa dari UofT HK Extradition Law ­Awareness Group
yang berpakaian serba hitam dan memakai masker, ia menggelar aksi
protes di pelataran kampus St. ­George, University of Toronto,
Kanada, Kamis, 12 September lalu.

Mereka mengangkat poster bertulisan “Bebaskan Hong Kong”, “Hak


Pilih Uni­ver­sal”, dan “Kutuk Aksi Brutal Polisi”, serta meneriakkan
slogan­slogan dalam bahasa Kanton—bahasa ibu warga Hong Kong—
kepada orang­orang yang melintas. “Aksi ini digalang sejumlah
mahasiswa dari Hong Kong untuk meningkatkan kesadaran akan apa
yang terjadi di tempat asal kami,” kata Bedana kepada Tempo.

Bedana baru mendarat di Toronto lima hari sebelumnya. Demi


kelanjutan stu­dinya, mahasiswa tahun ketiga dari Uni­ver­sity of
Hong Kong itu terpaksa me­ning­galkan sejenak keriuhan aksi protes
yang biasa diikutinya di kampus dan jalan­ja­lan untuk terbang
melintasi Samudra Pa­sifik. “Saya harus mengikuti program per­tu­
karan pelajar selama satu semester,” ujar perempuan 20 tahun
tersebut.

Sejak aksi protes menolak rancangan undang­undang ekstradisi


merebak pada 9 Juni lalu, bentrokan antara demonstran dan polisi
Hong Kong terus terjadi. Polisi telah menahan lebih dari 1.200
pengunjuk rasa. Sebagian dibebaskan setelah membayar uang
tebusan. Bahkan keputusan Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam
mencabut rancangan pada 4 September lalu tak me­­re­dam
perlawanan demonstran.

Sringatin, pekerja rumah tangga asal Indo­nesia, mengatakan aksi


protes tak ter­lalu mempengaruhi rutinitasnya bekerja karena dia
sehari­hari tinggal di dalam rumah majikan. “Tapi setiap kali libur
saya harus mengantisipasi agar tidak terjebak kerumunan
demonstrasi dan mencari rute bus atau kereta yang beroperasi,” tutur
Ke­tua Jaringan Buruh Migran Indonesia di Hong Kong itu, Selasa, 10
September lalu.

Perempuan yang tinggal dan bekerja di Distrik Tuen Mun tersebut


pernah ter­jebak di Bandar Udara Hong Kong pada 13 Agustus lalu.
Saat itu ribuan pengunjuk rasa menjejali bandara. Sringatin, yang
tiba di bandara pada pukul 16.00 waktu se­tempat, gagal masuk ke
pesawat karena meja check­in tiket keburu ditutup petugas loket.
“Penerbangan saya ke Thailand ha­­rus di­cancel,” ujar Sringatin,
yang ak­hir­nya pulang pada pukul 23.00.

Bagi Bedana, demonstrasi menjadi ruti­nitas baru. Ia tak lagi mengisi


akhir pekannya dengan liburan atau nongkrong di mal, tapi memilih
turun ke jalan dan bergabung dengan ribuan orang ber­pa­kaian
hitam lain. Dengan berunjuk rasa, ia bisa meluapkan
ketidakpuasannya ter­hadap pemerintah sembari berharap dapat
melindungi otonomi yang dijanjikan dalam Deklarasi Bersama Cina­
Inggris pada 1989.

Setiap Ahad, Bedana lekas bersiap. Ia bersalin pakaian dengan kaus


hitam, me­­makai masker, lalu berpamitan untuk mengikuti
demonstrasi. Restu meluncur mulus dari orang tuanya kendati dia
tidak bisa menjanjikan pada hari itu bakal pulang dengan selamat.
“Berunjuk rasa rutin ternyata berdampak buruk pada ke­­sehatan
mental dan fisik Anda. Saya se­­karang menjadi orang yang mudah
cemas,” ucapnya.

Sebelum melangkah ke luar rumah, Be­dana lebih dulu memantengi


layar tele­pon seluler pintarnya. Menurut dia, se­mua pengaturan dan
mobilisasi aksi ber­lang­sung di dunia maya. Para pemrotes meng­­
gu­na­kan LIHKG, forum diskusi on­line semacam Reddit yang
populer di Hong Kong, dan aplikasi pesan terenkripsi Telegram.
Orang­orang meriung di kedua platform itu untuk berbagi ide tentang
berbagai hal, termasuk penentuan lokasi aksi dan cara melindungi
diri dari gas air mata.
Bedana dibikin terkesan oleh metode ini. “Pengorganisasian protes
berlangsung kilat,” katanya. The Hong Kong Way, protes damai yang
terinspirasi oleh Baltic Way, misalnya, digagas lewat LIHKG. Hanya
perlu waktu sepekan bagi demonstran untuk menggodok aksi
bergandeng tangan 210 ribu orang yang membentuk “rantai manusia”
sepanjang 60 kilometer pada 23 Agustus lalu itu.

Leo Tang Kin­wa, Sekretaris Pelaksana Konfederasi Serikat Buruh


Hong Kong, mengatakan wajah gerakan prodemokrasi di Hong Kong
telah berubah pesat sejak protes besar 9 Juni lalu. Saat itu, lebih dari
satu juta orang turun ke jalan memprotes RUU ekstradisi dan
mendesak Carrie Lam lengser. “Bukan hanya Civil Human Rights
Front yang menggagas aksi itu, tapi sudah melibatkan banyak pihak.
Diskusi banyak beralih ke forum­forum online,” ujar pria 30 tahun
tersebut saat dihubungi, Kamis, 29 Agustus lalu.

Civil Human Rights Front adalah or­ga­nisasi payung yang mewadahi


50 kelompok masyarakat sipil di Hong Kong. Organisasi yang
dibentuk pada 2002 ini dikenal lewat aksi damainya saat menggelar
unjuk rasa. Civil Human Rights Front mengawali pro­tes anti­
ekstradisi pada 31 Maret dan 28 April lalu, satu bulan setelah
pemerintah mengusulkan amendemen undang­un­dang ekstradisi.
Tapi unjuk rasa yang di­advokasi secara tradisional itu hanya bisa
menghimpun belasan ribu hingga 130 ribu demonstran.
Demonstran Hong Kong: Siapa Mereka?

Menurut Leo, aksi yang digagas Civil Hu­man Rights Front tidak
mempan men­desak pemerintah dan dewan legislatif menyetop
pembahasan rancangan. “Jumlah pe­ser­tanya tidak signifikan,”
ujarnya, mem­ban­dingkan dengan Revolusi Payung 2014, yang
melibatkan hingga 200 ribu de­monstran.

Situasi mulai berubah ketika gerakan anti­ekstradisi beralih ke


bentuk ratusan petisi online pada pertengahan Mei lalu. Mengusung
pesan senada, yaitu mendesak peng­hapusan rancangan peraturan
yang akan memungkinkan Hong Kong ­me­­nye­rah­kan buron atau
pengkritik rezim ke wilayah ­hukum Cina daratan, ratusan pe­tisi dari
berbagai kalangan masyarakat dan lintas ideologi itu meraup ribuan ­
tanda tangan dukungan hanya dalam hitungan hari. “Sifatnya
terdesentralisasi,” Leo bertutur.

Sejak itu, banyak mobilisasi massa di Hong Kong yang tak lagi
diinisiasi kelompok demokrasi tradisional seperti Civil Hu­­man
Rights Front. Rencana aksi kerap di­bahas di dunia maya, lalu para
pemuda menyebarkan isunya ke jalan­jalan dan desa­desa. Menurut
Leo, ini format baru gerakan sosial. Sumber informasi selalu berasal
dari kerumunan. “Anda tidak dapat melihat adanya pemimpin atau
kelompok yang mengorganisasi gerakan protes. Kami menyebutnya
‘Gerakan tanpa Pemimpin’,” ucap Leo.

Aktivis Hong Kong, Timothy Lee, me­nga­takan para pemrotes


memakai LIHKG dan Telegram untuk mendiskusikan strategi,
termasuk soal pilihan memakai cara damai atau militan. Saat
demonstran diserang preman di Distrik Yuen Long, 21 Juli lalu,
misalnya, warga sipil awalnya berencana menggelar aksi protes
sepekan kemudian. Tapi rencana itu urung dijalankan setelah mereka
mengetahui penduduk Yuen Long—yang diduga pro­preman—juga
akan berunjuk rasa pada waktu yang sama. “Kami memakai Telegram
untuk menunda aksi agar tidak bentrok. Keputusan diambil dalam
semalam,” katanya.
Sebagian pemrotes sebenarnya juga berkomunikasi lewat Facebook
dan Ins­tagram. Tapi kedua platform itu belum bisa menandingi
LIHKG dan Telegram. Leo memilih Telegram saat mengatur mogok
massal buruh pada 5 Agustus lalu. “Dibikin beberapa grup sesuai
dengan bidang in­dustrinya,” ucapnya. Leo bertugas me­masok
informasi kepada para pekerja dari berbagai industri yang ikut mogok
mas­sal, termasuk mengenai hak hukum mengikuti demonstrasi dan
bagaimana memberitahukannya kepada majikan.

Upaya Leo mendorong para anggota serikat buruh mengikuti aksi


berbuah hasil. Ribuan pekerja dari industri infrastruktur, sektor
keuangan, pelayanan publik, dan wisata, seperti karyawan Disneyland
Hong Kong, turun ke jalan di tujuh titik kum­pul di tujuh distrik. “Ini
bentuk baru ­gerakan buruh karena kami tidak hanya ber­koordinasi
dengan anggota kami, tapi juga kelompok buruh lain via Telegram,”
kata Leo.

Selain perkara koordinasi, urusan meng­galang dana dilakukan lewat


online. Duit yang terkumpul dari publik itu dipakai untuk mendanai
aksi, khususnya membeli masker, kacamata pelindung, helm, dan pa­
yung. Bagi siapa pun di Hong Kong, semua atribut itu vital tidak
hanya untuk me­lindungi mereka dari gas air mata polisi, tapi juga
guna mengaburkan identitas.

Lee, yang mendirikan organisasi Synergy Kowloon, menyebutkan


uang donasi sangat membantu untuk beberapa variasi aksi. Mi­salnya
sewaktu pemrotes memasang iklan di surat kabar internasional,
seperti The Guardian dan New York Times, untuk mempromosikan
gerakan protes di Hong Kong serta menggalang dukungan global saat
berlangsung Konferensi G20 di Osaka, Jepang, akhir Juni lalu. Saat itu
sekelompok demonstran sukses meraup donasi lebih dari US$ 850
ribu atau sekitar Rp 11,85 miliar dalam sembilan hari.

Menurut Tang Kin­wa, ada satu yayasan yang berperan penting dalam
gerakan anti­ekstradisi, yaitu 612 Foundation. “Ya­yasan paling
populer untuk membantu para aktivis yang terluka dan ditahan polisi
serta memberi bantuan hukum,” ujarnya. Yayasan 612 Foundation
mengumpulkan donasi publik hingga HK$ 5 juta atau sekitar Rp 8,9
miliar yang digunakan untuk membeli masker, makanan, dan atribut
aksi.

LIHKG dan Telegram sangat aman ka­rena siapa pun bisa bergabung
dalam per­ca­kapan tanpa harus membuka identitas mereka.
Pemrotes cenderung memilih men­jadi anonim di dunia maya
ataupun saat turun ke jalan. Sebab, warga yang teridentifikasi saat
mengikuti demonstrasi dapat dituntut karena polisi menganggap
mereka terlibat “protes ilegal”. Lee meng­ung­kap­kan, dalam grup­
grup pu­blik di Tele­gram, mereka acap saling mengingatkan tentang
kemungkinan polisi memantau apa yang sedang mereka bahas.

Mewaspadai polisi yang menyusup men­jadi urusan serius. Apalagi


pemrotes kerap membahas kode­kode atau kata sandi di dalam grup
Telegram dan LIHKG. Menurut Lee, “kuning” digunakan untuk
menyebut orang­orang prodemokrasi, sementara “biru” untuk
pendukung polisi atau pe­­me­­rintah. Mereka menyebut polisi yang
me­nyamar sebagai “gwai” atau “hantu”. Me­reka berteriak “lok yu”
atau “hujan” se­bagai cara memperingatkan semua orang agar
membuka payung karena polisi akan menembakkan gas air mata atau
semprotan merica.

Para demonstran juga menyepakati se­jumlah aturan main, antara


lain tidak menyerang wartawan dan paramedis serta mengarahkan
senter laser hanya ke polisi. Ihwal pakaian serba hitam yang menjadi
ciri khas demonstran Hong Kong juga dibahas di Telegram dan LIHKG.
“Awalnya kami berbaju putih saat protes besar 9 Juni. Lalu insiden
bunuh diri seorang pemrotes enam hari kemudian mengubah
semuanya. Sejak itu, pakaian hitam menjadi konsensus yang tak
terucapkan,” tutur Lee.

MAHARDIKA SATRIA HADI (HONG KONG FREE PRESS, TIME, REUTERS)

Anda mungkin juga menyukai