Anda di halaman 1dari 8

Timing Pengapian / Ignition

Timing…Apa Sih?
Sebagai pengguna kendaraan roda dua alias bikers, terutama yang senang modifikasi motor pasti
sudah pernah atau bahkan sering mendengar istilah “timing pengapian” atau “waktu pengapian”
atau bahasa kerennya “ignition timing“. Walaupun hanya sekedar pengguna, boleh dong kita
mencoba memahami dan mengerti tentang apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan timing
pengapian itu?. Kurang lebih pertanyaan itulah yang ada di benak saya ketika dulu sedang
mempertimbangkan untuk mengganti cdi standar FU saya dengan cdi ‘racing’. Sebagai orang awam
mesin, saya kemudian mencoba mencerna berbagai penjelasan yang ada, dan disini saya coba
utarakan kembali resume penafsiran yang saya tangkap mengenai gambaran dasar timing atau waktu
pengapian itu. Mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk sesama pengguna FU yang juga awam
seperti saya.

KONSEP PEMBAKARAN
Baiklah, di mesin empat langkah (4tak) seperti Satria F150 yang kita miliki ini, Timing pengapian
dapat didefinisikan sebagai waktu atau saat dimana busi mulai memantikkan api di ruang bakar,
terkait dengan posisi piston pada waktu langkah kompresi. Timing pengapian biasanya diukur dalam
satuan derajat posisi piston dan kruk as sebelum Titik Mati Atas (TMA), dalam bahasa inggris
istilahnya adalah derajat BTDC (Before Top Dead Center).

Jadi kalo misalnya disebut timing pengapian 45”, itu berarti busi mulai dinyalakan/
memantikan api pada waktu piston mencapai posisi 45 derajat sebelum titik mati atas di
langkah kompresi.

Sudah pada tau tentang langkah kompresi kan? Itu lho, langkah kedua dalam siklus kerja mesin 4
langkah. Mari kita coba refresh lagi konsep dasar tahapan kerja mesin 4 tak.

1. Langkah Hisap :

Piston bergerak turun dari Titik Mati Atas (TMA) menuju Titik Mati Bawah (TMB) untuk menyedot
pasokan bahan bakar dan udara dari klep in dan mengisi silinder dengan campuran tersebut.
2. Langkah Kompresi :

Piston bergerak naik dari TMB menuju TMA untuk memampatkan campuran bahan bakar, inilah saat
dimana busi memercik dan mulai membakar bahan bakar.

3. Langkah Usaha (Power Stroke)

Terbakarnya campuran bahan bakar meningkatkan tekanan/pressure di ruang bakar yang


menghasilkan daya dorong untuk memaksa piston terdorong ke bawah (menuju TMB lagi), piston dan
stang piston meneruskan daya ini secara berantai untuk memuntir kruk as, gearbox, final gear, dst
sampai mampu memutar roda belakang dan membuat motor bergerak.
4. Langkah Buang

Ini adalah langkah pembilasan, Piston bergerak lagi dari TMB ke TMA untuk membuang gas dan panas
sisa pembakaran ke klep buang diteruskan ke knalpot, sekaligus mempersiapkan diri untuk memulai
proses hisap berikutnya.

Yang perlu kita ketahui dan digaris bawahi dari ilustrasi diatas adalah: bahwa pembakaran itu
sifatnya “merambat bukan meledak”, tidak serta merta terjadi lalu selesai/tuntas seketika.
Jadi ada delay atau rentang waktu yang dibutuhkan dari mulai api busi pertama kali dipantikkan lalu
kemudian merambat/menyebar ke seluruh area di ruang bakar hingga akhirnya selesai membakar
habis campuran bbm yg tersedia.
Contoh Ilustrasi :

Pada saat langkah kompresi, piston bergerak naik keatas, kompresi semakin padat seiring dengan
gerakan piston yg terus naik menekan dan memampatkan campuran bbm yang siap dibakar,
anggaplah misalnya ketika piston melewati titik 34” BTDC, api disetting cdi untuk mulai dipantik.
Suntikan api ini membuat tekanan di dalam silinder dan ruang bakar yg sudah padat menjadi semakin
melonjak secara drastis hampir dua kali lipat dan terus meningkat sampai mencapai puncak tekanan
maksimal di titik tertentu, dan setelah campuran bbm habis terbakar, maka tekanan silinder pun
kembali turun. Pada gambar ilustrasi diatas, puncak tekanan maksimal (peak cylinder pressure)
terjadi beberapa saat setelah piston melewati titik mati atas, biasa disebut sebagai derajat ATDC
(After Top Dead Center)

Nah, bagaimana mendapatkan momen puncak tekanan yg tepat waktunya inilah yang kemudian
menjadi perhatian bagi para tuner untuk meningkatkan tenaga motor. Beberapa sumber menyebutkan
bahwa untuk mendapatkan tenaga yang maksimal, maka puncak pembakaran idealnya terjadi di
posisi 10” s.d 20” setelah TMA (ATDC)

Lho, kalo sudah ketahuan begitu gampang dong ya, tinggal dibuat saja semuanya seragam timing
pengapiannya supaya titik maksimal nya terus berada di posisi ideal.

Sayangnya ternyata tidak semudah itu juga, Kenapa? Karena kecepatan gerak piston akan menjadi
semakin cepat seiring dengan meningkatnya RPM / putaran per menit, sehingga waktu yang tersedia
untuk api merambat dan menyelesaikan pembakaran menjadi semakin terbatas singkat. Kurang lebih
logikanya seperti halnya permainan menembak atau melempar target yang begerak / berputar.
Apabila targetnya bergerak lebih cepat, maka si pelempar perlu menyesuaikan momen lemparannya
supaya dapat tetap kena sasaran yang bergerak semakin cepat itu.

Misalnya lagi, jika pada rpm 2000, busi dipantik di posisi piston 15” BTDC lalu api merambat
sepersekian mili detik kemudian mencapai tekanan maksimal di posisi piston 20” ATDC.
Nah kalo di RPM 4000 dimana kecepatan naik turun piston jg sudah lebih cepat 2x lipat, kalau api
tetap dipantik di posisi 15”, maka disaat api masih proses merambat untuk mencapai tekanan
maksimalnya, pada saat itu posisi piston sudah terlanjur jauh melewati posisi ideal 15-20” ATDC yang
diharapkan. Kaarena puncak pembakaran terjadi disaat Posisi piston sudah terlanjur jauh turun lagi,
efeknya daya dorong hasil pembakaran jadi berkurang alias tidak optimal. Tenaga motor jadi
menurun, bbm boros.

Oleh karena itu, didalam setiap CDI sudah ditanamkan KURVA PENGAPIAN atau TIMING MAP untuk
mengatur waktu penyalaan api busi disetiap tingkat putaran mesin / RPM. Seiring dengan kenaikan
RPM mesin, maka waktu penyalaan api busi juga dimulai lebih awal (Advanced Timing), supaya Peak
Cylinder Pressure dapat tetap dicapai di posisi piston ideal (10 – 20” ATDC).
Misalnya, 15” (BTDC) di RPM 2000, 25” BTDC di rpm 3000, 35” BTDC di rpm 4000 s.d 9000. dst.

Contoh Kurva Pengapian:

KECEPATAN RAMBAT API


Apakah waktu yang dibutuhkan api busi untuk menyelesaikan pembakaran Sama di setiap spek
mesin? ternyata juga Tidak.
Karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan rambat api di ruang bakar, diantaranya
adalah :

1. Eficiency Volumetrik silinder, semakin banyak bahan bakar yang dihisap masuk ke silinder,
semakin lama rentang waktu yang diperlukan untuk membakarnya habis. Contoh, mesin dengan Klep
besar/ karburator gambot/Kem lift dan durasi tinggi, memerlukan timing pengapian lebih awal
(advance) dibanding mesin dengan klep / karbu / kem standar.

2. Sifat campuran bahan bakar (Air fuel mixture ratio), campuran kaya/basah membutuhkan
waktu lebih lama untuk dibakar dibanding campuran miskin/kering.
3. Rasio Kompresi, semakin tinggi rasio kompresi, semakin padat tekanan di ruang bakar,
pembakaran menjadi lebih cepat.

4. Temperatur /Suhu, semakin panas temperatur, semakin tinggi tekanan, semakin mudah bbm
terbakar.

5. Oktan bahan bakar, ini masih terkait dengan kompresi dan tekanan serta suhu di ruang bakar,
BBM dengan oktan rendah tidak tahan tekanan, terbakar lebih cepat. Sebaliknya oktan tinggi tidak
mudah terbakar, dpt menahan tekanan kompresi yg tinggi.

6. Spek mesin lainnya: Tipe dan posisi busi, desain porting, desain kubah ruang bakar, profil piston,
beban putaran mesin, dll dll

Atas berbagai pertimbangan inilah maka setiap pabrikan motor sudah menetapkan dan memprogram
timing pengapian yang dianggap paling Optimal di CDI standar tunggangan kita masing-masing.
Makanya kemudian ada rekomendasi Oktan bahan bakar minimum yang dianjurkan untuk pengguna,
supaya proses pembakaran dapat tetap terjadi di kisaan ideal sesuai timing dan spesifikasi yang
sudah diuji oleh pabrikan.

MODIFIKASI TIMING PENGAPIAN


Dari gambaran diatas, rasanya sekarang kita sedikit banyak sudah dapat mengerti bahwa Timing
Pengapian memiliki peranan sangat penting untuk mendapatkan tenaga tenaga maksimal dari potensi
mesin tersebut.

Apakah itu tujuannya untuk mencapai Power Maksimum ataupun untuk mencapai Efisiensi Bahan
Bakar (irit), hanya bisa dicapai apabila ada perbandingan campuran bahan bakar yg tepat
yang dibakar pada WAKTU yang juga tepat. Hanya dengan cara ini, maka seluruh potensi energi
yang terkandung disetiap butiran molekul campuran bbm yang terhisap kedalam silinder dapat
dikonversi sempurna menjadi sebuah energi atau Tenaga yg maksimal.

Setinggi apapun spesifikasi mesin, misalnya karburator yang mumpuni, Jalur Porting yang ciamik, klep
yang besar, atau kem performa tinggi, tapi jika busi tidak mampu memberikan lentikan api yang kuat
DISAAT yang tepat, maka semua ’modal amunisi’ yang disuguhkan spek2 tinggi tadi tidak akan
terpakai sempurna, jadi sia-sia. Jika timing pengapiannya tidka pas, maka racikan bumbu-bumbu
mesin yang lain jadi hambar. Bisa dibilang, modifikasi timing pengapian adalah kuncian pamungkas
bagi para tuner.

CDI RACING
Sebelum produk CDI Racing melimpah seperti sekarang, para tuner motor biasanya memodifikasi
timing pengapian secara manual dengan melakukan ubahan di area Pick Up Pulser. Efeknya untuk
memajukan atau memundurkan timing pengapian untuk menyesuaikan ubahan mesin yg dilakukan.

Tapi saat ini, produk-produk CDI Racing sudah demikian lengkap di pasaran untuk memenuhi
kebutuhan para tuner dan speedlovers yang menginginkan peningkatan performa tunggangannya.
Dari mulai cdi kelas low end alias murah sampai cdi kelas khusus yang berharga jutaan rupiah.

> Misalnya CDI merk Varro yang menawarkan timing pengapian standar tapi dengan batas limiter rpm
lebih tinggi dibanding standar atau tanpa limiter sama sekali, cocok untuk spek mesin minim ubahan
tapi ingin tetap puas gas poll tanpa mentok brebet limiter.

>Ada juga XP dan BRT yang menawarkan lini produk CDI Unlimiter lengkap yang sudah diriset dan
diprogram optimal untuk setiap tingkat modifikasi mesin, dari mulai spek Standard, Tune Up, Racing,
sampai Kompetisi. Setiap tipe cdi ini dibekali dengan MAP / kurva timing pengapian yang berbeda-
beda, kalau di BRT semakin tinggi speknya, semakin maju/advance dua derajat timing pengapian
nya.
>Atau Rextor Adjustable, yang memiliki fasilitas 16 pilihan MAP / Kurva timing pengapian di satu CDI.
Dari mulai MAP 0 – 9, lalu map A – F. Setiap map ini sudah diisi kurva timing pengapian yang
berbeda – beda, dari mulai timing paling rendah di map O – sampai timing paling advance di map F.

>Ada lagi yang namanya CDI Programable, yang memberikan kebebasan kepada tuner atau owner
motor untuk mencari dan menciptakan kurva timing pengapian sendiri seperti Cheetah Power, Rextor
Programable, Rextor Pro Drag, BRT I-Max, dll.

Ulasan lebih lengkap tentang berbagai pilihan CDI racing silahkan baca di artikel INI

PENUTUP
Sebagai penutup, diawal artikel disebutkan bahwa timing pengapian yang ‘terlalu’ terlambat (terlalu
retard) memang mengakibatkan tenaga motor menjadi drop dan bbm boros. Dan memajukan timing
pengapian menjadi lebih awal (diadvace) dapat memperbaiki kondisi in. Mengail tenaga lebih besar
dan meningkatkan efisiensi bbm.

TETAPI, perlu digaris bawahi juga bahwa memajukan timing pengapian terlalu jauh (over advance)
juga memiliki resiko yang berpotensi kerusakan mesin. Kenapa? karena disitu dikenal istilah
’Detonasi’, yaitu sebuah kondisi dimana api Busi dinyalakan terlalu awal, sehingga ketika puncak
tekanan silinder tercapai pada saat itu posisi piston masih belum mencapai titik matiatas (TMA).
Walhasil, daya gebuk hasil pembakaran yg menghantam kebawah bertumbukan dengan dengan daya
dorong piston yg masih berjuang menuju ke atas.

Detonasi yang terjadi pada saat putaran /rpm rendah mungkin tidak langsung memberikan dampak
kerusakan seketika selain terdengarnya suara ngelitik atau knocking, tapi jika detonasi terjadi pada
rpm tinggi, dapat langsung meimbulkan efek destructive yang merusak, sanggup membuat hancur
lebur ruang bakar, termasuk piston, klep, stang piston, boring dll.

Kerusakan mesin tidak hanya bisa terjadi akibat timing pengapian yang teralu advance. Pada situasi
tertentu dikenal juga istilah Pre-Igniton, alias ‘pembakaran sebelum waktunya’. Biasanya disebabkan
kondisi yang kurang ideal di ruang bakar. Misalnya kerak piston yang berubah menjadi bara api yang
bisa memantik pembakaran tak terduga.
Suhu yang terlalu panas, Oktan terlalu rendah, Kompresi terlalu tinggi, campuran mixture terlalu
kering dsb, juga dapat membuat waktu pembakaran menjadi lebih singkat (cepat selesai) sehingga
peak cylinder pressure terjadi lebih cepat, jadi seakan-akan meledak dan bukan merambat.

Walau detonasi terdengar menyeramkan, tapi disisi lain, gejala detonasi ringan seperti
ngelitik/knocking juga dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai indikasi atau patokan batasan bagi
tuner ketika ingin memajukan timing pengapian. Sehingga dari gejala ini, mungkin seorang tuner
dapat melakukan penyesuaian ulang terhadap timing pengapian. Atau bahkan menset ulang kompresi,
desain porting, setingan karbu, dsb untuk mencapai kondisi pembakaran yang lebih ideal. Dan kita
sebagai pengguna pun, tinggal menikmati hasilnya berupa peningkatan performa motor kesayangan
kita ini.

Oke pemirsa, saya rasa sudah cukup panjang lebar bahasan tentang timing pengapian ini. Harap
dicatat, bahwa apa yang saya ceritakan diatas hanyalah sekedar pemahaman dasar saja dari
kacamata awam. Sekiranya pembaca ada tambahan untuk lebih melengkapi pemahaman kita, jangan
segan untuk memaparkannya di kolom komentar.
Semoga bermanfaat.

Salam,

Anda mungkin juga menyukai