BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah
penyakit demam akut yang dapat menyebabkan kematian dan disebabkan oleh empat serotipe
virus dari genus Flavivirus, virus RNA dari keluargaFlaviviridae. DBD bukan penyakit baru
di Indonesia, kasus pertama DBD sudah ditemukan puluhan tahun
silam.Virus dengue penyebab DBD memerlukan bantuan bantuan nyamuk Aedes
aegypti atau Aedes albopictus untuk berpindah ke tubuh manusia.
Penyakit DBD hingga kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang harus
sangat diprioritaskan dan dicari jalan untuk pemecahan masalahnya. DBD merupakan salah
satu penyakit menular yang berbasis lingkungan, yang artinya kejadian dan penularannya
sangat dipengaruhi oleh berbagi faktor lingkungan. Jika faktor lingkungan yang berpengaruh
antara lain lingkungan bologi, fisik dan sosisal budaya. Lingkungan biologi seperti virus
dengue sebagai penyebab penyakit, nyamuk aedes sebagai penular disebut sebagai vektor
DBD, manusia sebagai penjamu atau hospes yang menderita sakit dengue atau DBD.
Negara dengan kondisi iklim tropis hingga sub tropis berada dalam keadaan terancam
inveksi virus dengue, perkembangannya sangat pesat dan seringkali menimbulkan KLB.
Untuk Kecamatan Ngemplak secara geografis merupakan salah satu dari 19 Kecamatan di
Kabupaten Boyolali, terletak antara 110,22 -110,50 Bujur Timur dan 7,36 -7,71 Lintang
Selatan dengan ketinggian antara 75-400 meter diatas permukaan laut. Kecamatan Ngemplak
terdiri dari 12 desa yang hampir keseluruhan merupakan wilayah endemis DBD.
Menurut data tahun 2015 penyakit DBD telah terjadi di seluruh Desa di Kecamatan
Ngemplak, dengan kasus tertinggi berada di Desa Sobokerto 133,6 % dan tingkat kematian
tertinggi juga berada di Desa Sobokerto 133,6 %. Tahun 2016 hingga bulan april telah
dilakukan hingga 13 kali kegiatan fogging dibeberapa desa. Akan tetapi kejadian kasus tidak
berkurang, bahkan semakin meningkat angka penderita pasca dilakukan tindakan
penanggulangan fogging.
Tingginya angka kejadian kasus dan kematian akibat DBD, perlu adanya
penanggulangan penyakit serta pencegahan sebelum terjadinya penyakit secara tepat untuk
dilakukan secara menyeluruh hingga keakar masalah sehingga angka kejadian kasus dapat
diturunkan. Oleh karena itu maka harus dilakukan peninjauan ulang mengenai tindakan
pencegahan yang dilakukan untuk mengetahui efektifitasnya sehingga dapat diketahui
program apa yang paling tepat untuk diterapkan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas kegiatan PSN untuk pengendalian penyakit DBD di wilayah
Kecamatan Ngemplak.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui apakah ada penderita baru setelah dilakukan kegiatan PSN di wilayah
Kecamatan Ngemplak.
b. Mengetahui tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan PSN di wilayah Kecamatan
Ngemplak.
c. Mengetahui kelengkapan kegiatan PSN yang dilakukan setiap desa di wilayah Kecamatan
Ngemplak.
d. Mengetahui konsistensi kegiatan PSN di wilayah Kecamatan Ngemplak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Penyakit ini ditularkan
oleh vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang mempunyai kebiasaan menggit
mangsanya pada saat siang hari. Masa inkubasi virus ini adalah 2-10 hari di dalam tubuh
vektor dan akan muncul dikelenjar liur nyamuk dan siap menginfeksi manusia yang tergigit
(Soegijanto, 2004).
Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat
serotipe tersebut yang menyebabkan infeksi paling berat di Indonesia, yaitu DEN 3.
Virus Dengue berukuran 35-45 nm, Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam
tubuh manusia dan nyamuk. Nyamuk betina menyimpan virus tersebut pada tubuhnya.
Nyamuk jantan akan menyimpan virus pada nyamuk betina saat melakukan kontak seksual.
Selanjutnya, nyamuk betina akan menularkan virus ke manusia melalui gigitan (Satari dan
Meiliasai, 2004).
B. Gejala DBD
WHO dalam (Soegijanto, 2004) diagnosis yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi dioagnosis secara berlebihan, antara
lain:
a. Kriteria klinis
1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung selama 2-7 hari.
2) Terdapat manifestasi perdarahan.
3) Pembesaran hati.
4) Syok, yang ditandai dengan nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
b. Kriteria laboratoris
1) Trombositopeni (100.000/mm3 atau kurang).
2) Hemakonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih menurut standar
umum dan jenis kelamin.
C. Derajat DBD
Mengingat derajat berat ringan penyakit berbeda-beda, maka diagnosa secara klinis dapat
dibagi atas WHO dalam (Siregar, 2004) adalah sebagai berikut:
a. Derajat I (ringan)
Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi pendarahan.
b. Derajat II (sedang)
Penderita dengan gejala yang sama, sedikit lebih berat karena ditemukan perdarahan spontan
kulit dan perdarahan lain.
c. Derajat III (berat)
Penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menyempit (>20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan penderita menjadi
gelisah.
d. Derajat IV (berat)
Penderita syok berat dengan tensi tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba.
D. Patogenesis
Menurut (Soegijanto, 2004) patogenesis DBD masih merupakan masalah yang
kontroversi. Dua teori umum yang dipakai dalam menjelaskan perubahan patogenesis pada
DBD. Yang pertama adalah hipotesis infeksi, yaitu hipotesis yang menyatakan secara tidak
langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan dengue serotipe yang
heterolog (serotipe yang berbeda), mempunyai resiko lebih besar untuk kemungkinan
mendapatkan DBD. Antibodi heterolog yang telah ada dalam tubuh sebelumnya akan
mengenali virus lain yang menginfeksi kemudian membentuk kompleks antigen antibodi.
Yang kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti halnya semua virus binatang yang lain
secara genetik dapat merubah sebagai akibat dari tekanan pada seleksi sewaktu virus tersebut
melakukan replikasi pada tubuh manusia maupun tubuh nyamuk. Di samping itu, terdapat
beberapa tingkatan virus yang mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang
lebih besar.
E. Penatalaksanaan
Pasien demam dengue dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam, pasien
sebaiknya dianjurkan perawatan menurut (Hadinegoro dan Satari, 2004) adalah sebagai
berikut:
a. Tirah baring selama masih demam.
b. Obat kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suh menjadi < 390C
dianjurkan pemberian parasetamol.
c. Pada pasien dewasa diperlukan obat yang ringan kadang-kadang diperlukan untuk
mengurangi rasa sakit kepala dan nyeri otot.
d. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, selain air putih,
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
e. Monitor suhu badan dan jumlah trombosit serta kadar hematokrit (kadar trombosit dalam
darah) sampai normal kembali.
Pasien DBD saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun
semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah
suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan demam
dengue dan demam berdarah dengue pada fase demam. Perbedaan sangat jelas pada saat suhu
turun, yaitu pada demam dengue akan terjadi penyembuhan, sedangkan pada demam
berdarah dengue terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).
F. Morfologi Dan Lingkaran Hidup Vektor DBD
a. Morfologi
1) Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki.
2) Kepompong
Kepompong (pupa) berbentuk seperti ”koma”. Bentuknya lebih besar namun ramping
dibanding larvanya. Pupa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa
nyamuk lain.
3) Jentik (larva)
Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
Instar II : 2,5-3,8 mm
Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
Instar IV : berukuran paling besar 5mm
4) Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,08 mm, berbentuk oval yang mengapung satu
persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat penampung air.
b. Lingkaran hidup nyamuk
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk lainnya mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu: telur menjadi jentik kemudian kepompong dan fase yang terakir adalah
nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam dalam air. Stadium jentik
biasanya berlangsung 6-8 hari dan stadium kepompong berlangsung antara 2-4 hari.
Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina
dapat mencapai umur rata-rata antara 2-3 bulan (WHO dalam Soegijanto, 2004).
I. Partisipasi
Menurut Notoatmodjo (2007) Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh
anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut.
Partisipasi dibidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam
memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Dalam hal ini masyarakat sendirilah yang
aktif memikirkan, memecahkan, melaksanakan dan mengevaluasikan programprogram
kesehatan. Institusi kesehatan hanya sekedar memotivasi dan membimbingnya. Di dalam
partisipasi setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontibusi atau sumbangan. Kontribusi
tersebut bukan hanya terbatas pada dana dan finansial saja tetapi dapat terbentuk dalam
tenaga (daya) dan pemikiran (ide). Dalam hal ini dapat diwujudkan dalam 4M
yakni, manpower(tenaga), money (uang), material (benda-benda) dan mind (ide atau
gagasan).
Hubungan dengan fasilitas dan tenaga kesehatan, partisipasi masyarakat dapat
diarahkan untuk mencukupi kelengkaan tersebut. Dengan kata lain partisipasi masyarakat
dapat menciptakan fasilitas dan tenaga kesehatan pelayanan kesehatan yang diciptakan
dengan adanya partisipasi masyarakat didasarkan kepada idealisme:
1. Community fell need (Pengertian dari masyarakat). Pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat
sendiri, ini berarti bahwa masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut. Sehingga pelayanan
kesehatan bukan karena dibutuhkan karena diturunkan dari atas, yang belum dirasakan
perlunya, tetapi tumbuh dari bawah yang diperlukan masyarakat dan untuk masyarakat.
2. Organisasi pelayanan masyarakat kesehatan yang berdasarkan partisipasi masyarakat. Hal ini
bararti bahwa fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri.
3. Pelayanan kesehatan tersebut akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Artinya tenaga dan
penyelenggaranya akan ditangani oleh anggota masyarakat itu sendiri yang dasarnya
sukarela.
Cara yang dapat dilakukan utuk mangajak atau menumbuhkan partisipasi masyarakat. Pada
pokoknya ada dua cara, antara lain:
1. Partisipasi dengam paksaan
Artinya memakasa masyarakat untuk kontribusi dalam suatu program, baik melalui
perundang-undangan, peraturan-peraturan maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan
lebih cepat hasilnya dan mudah. Tetapi masyarakat akan takut, merasa dipaksa dan kaget
karena dasarnya bukan kesadaran tetapi ketakutan. Akibatnya masyarakat tidak akan
mempunyai rasa memiliki terhadap program yang ada.
2. Partisipasi dengan persuasi (kesadaran)
Artinya suatu parisipasi yang didasari pada kesadaran. Sukar tetapi bila tercapai hasilnya
akan mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara.
3. Partisipasi dengan edukasi (pendidikan)
Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikaan dan sebagainya baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Metode-metode yang dipakai dalam partisipasi adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan masyarakat, diperlukan untuk memperoleh simpati masyarakat. Pendekatan ini
terutama ditunjukan kepada pimpinan masyarakat, baik yang formal maupun informal.
2. Pengorganisasian masyarakat dan pembentukan tim. Dikoordinasikan oleh lurah atau kepala
desa. Tim kerja yang dibentuk tiap RT, anggota tim adalah pemuka-pemuka masyrakat RT
yang bersangkutan dan pimpinan oleh ketua RT.
3. Survei diri
Tiap tim kerja di RT melakukan survei di masyarakatnya masing-masing dan diolah serta
diprentasikan kepada warganya.
4. Perencanaan program
Perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri setelah mendengarkan presentasi survei diri
dari tim kerja, serta telah menentukan bersama tentang prioritas masalah akan dipecahkan.
5. Training (Pelatihan)
6. Rencana evaluasi
Dalam menyusun rencana evaluasi perlu ditetapkan kriteria keberhasilan suatu program,
secara sederhana dan mudah dilakukan oleh masyrakat atau kader itu sendiri.
E. Prosedur Penelitian
1. Pemilihan kluster
Survei ini menggunakan software CSURVEY untuk membantu dalam pemilihan kluster.
Peneliti mencari data kluster dimana dalam penelitian ini adalah desa, yang meliputi jumlah
desa diseluruh kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali dan jumlah penduduk tiap
desa. Data nama desa danjumlah penduduk dimasukkan dalam software C-Survey, kemudian
dilakukan pemilihan jumlah kluster untuk tiap-tiap desa. Dalam penelitian ini jumlah kluster
ditentukan sebanyak 30 kluster, sedangkan jumlah desa yang ada di wilayah Kecamatan
Ngemplak sebanyak 12 desa. Menggunakan aplikasi CSURVEY dapat memudahkan dalam
pemilihan secara acak dengan menganut prinsip probability proportionate to size, maka
terpilih jumlah kluster untuk tiap-tiap desa sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Jumlah Sampel Tiap Kluster Survei Efektifitas Penanggulangan DBD Dengan PSN Di Kecamatan
Ngemplak Kabupaten Boyolali
F. Jadwal Survei
Jadwal survei cepat efektivitas penanggulangan DBD dengan PSN di wilayah
kecamatan Ngemplak kabupaten Boyolali tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Survei Cepat Efektifitas Penanggulangan DBD dengan PSN di Wilayah Kecamatan
Ngemplak Kabupaten Boyolali 2016
G. Pengolahan Data
1. Penyuntingan
Sebelum data diolah lebih lanjut dengan menggunakan bantuan perangkat komputer,
dilakukan koreksi data bersamaan dengan pengambilan data dari responden setelah pengisian
kuisioner.
2. Pengkodean
Pengkodeaan dilakukan pada kuisioner untuk memudahkan pengumpulan dan
pengelompokan data.
3. Pembersihan
Dilakukan untuk menilai apakah data yang dikumpulkan sudah sesuai dengan yang
diharapkan atau tidak. Jika terjadi kesalahan atau kekurangan maka akan dilakukan
kunjungan lapangan lagi untuk memperbaiki kesalahan atau bila terjadi kekurangan.
4. Tabulasi
Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi, disusun berdasarkan variabel yang diteliti
menurut kelompok variabel. Tabulasi disusun berupa tabel distribusi dan tabulasi silang.
5. Penyajian data
Data disajikan dalam bentuk grafik (batang, garis), cross table dan distribusi frekuensi.
6. Rancangan analisis data
Analisa yang dilakukan adalah analisa deskriptif analitik yaitu dengan menyajikan distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti. Variabel-variabel tersebut disajikan
dalam bentuk tabel untuk mengetahui proporsi pada masing-masing responden yang diteliti.
Analisa data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan software Epi Info versi 3.58.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad HH. 1997. Variabel Yang Mempengaruhi Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam
Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk. Cermin Dunia Kedokteran. No. 199.
November 1997
Ariawan, I. 1996, Tinjauan Statistik Metode Survei Cepat, Jakarta: FKM-UI dan
Pusdakes Depkes RI.
Dalimunthe. 2008. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Program
Pencegahan Malaria Di Kecamatan Saibu Kabupaten Mandailing Natal. [Tesis]. Sumatera:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Sumatra Utara
Departemen Kesehatan RI. 1998. Modul Metode Servei Cepat untuk Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kotamadya (Edisi kedua). Jakarta: Pusat Data Kesehatan
Depkes RI. 1992. Petunjuk Teknis Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam
Beradarah Dengue. Jakarta: Direktorat Jendral PP-PL
Depkes RI. 2005 a. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Jakarta: Direktorat Jendral PP-PL
Depkes RI. 2005 b. Demam Berdarah Dengue Sudah Normal Kembali Pada Kondisi Normal.
Jakarta: Direktorat Jendral PP-PL
Fathi, et al. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah
Dengue Di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2, No. 1, Juli 2005: 1-10
Hadinegoro dan Satari. 1999. Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap Pelatihan Bagi Pelatih
Dokter Spesialis anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Tatalaksanaan Kasus DBD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Hiswani. 2003. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD). Sumatera:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara
Notoatomodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rhineka Cipta
Satari HI dan Meiliasari. 2004. Perawatan Di Rumah & Rumah Sakit. Jakarta
Siregar FA. 2004. Epidemologi dan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara
Soegijanto H. 2004. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Surabaya:
Airlangga University Press