Anda di halaman 1dari 17

PRESENTASI KASUS

DERMATITIS STASIS

Disusun oleh:

Livia Brenda Patty


112017208

FK UKRIDA

Dipresentasikan pada tanggal 10 Juni 2019

Moderator:

dr. I. Dewa Ayu S, M.Biomed, Sp.KK

KEPANITERAAN DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

PERIODE 27 Mei 2019 s/d 6 Juli 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA JAKARTA

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. LS
Tanggal lahir / Umur : 30 Agustus 1950/ 67 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Koja, Jakarta Utara
Pekerjaan :Pensiunan
Pendidikan :Diploma 3
Agama : Kristen Protestan
Suku bangsa : Batak
Status perkawinan : Menikah

II. ANAMNESA

Autoanamnesa, pada hari/tanggal: Selasa, 28 Mei 2019

Keluhan Utama : Bercak kehitaman di kedua tungkai yang terasa gatal

Keluhan Tambahan :-

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan
bercak kehitaman di kedua tungkai yang terasa gatal yang dirasakan sejak 1 tahun yang lalu.
Awalnya bercak kehitaman muncul di punggung kaki dan merambat keatas. Gatal dirasakan
hilang-timbul. Pasien mengatakan tidak ada faktor yang memperberat atau memperingan keluhan
gatal yang dirasakan.
Delapan bulan yang lalu pada kedua kaki muncul bintik-bintik merah yang juga muncul
dari bagian punggung kaki dan merambat ke betis serta ada keluhan kedua kaki bengkak.
Bengkak dirasakan makin bertambah sejak 3 bulan yang lalu, terutama kaki kanan pasien.

2
Pasien mengatakan memiliki varises sudah sejak beberapa tahun yang lalu namun pasien
tidak ingat tepatnya kapan. 3 bulan yang lalu pasien sudah berobat dan diberi lotion noroid, asam
salisilat serta cetirizine dan dirasakan keluhan berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu :-

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah sakit seperti ini sebelumnya.

III. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 82 kg
Tinggi Badan : 153 cm
IMT : 35.029 kg/m2 (Status gizi obesitas kelas II)
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7o C
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis -/-, skera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-).
Jantung : BJ I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Pulmo : Suara pernapasan vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat

IV. STATUS DERMATOLOGIKUS

Lokasi : Regio cruris bilateral


Effloresensi : Tampak makula hiperpigmentasi multiple, batas tidak tegas, varises (+)

3
Gambar 1 dan 2. Regio Cruris Bilateral (Anterior dan Posterior)

4
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

VI. RESUME

Ny. LS datang dengan keluhan bercak kehitaman di kedua tungkai yang terasa gatal yang
dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya bercak kehitaman muncul di punggung kaki dan
merambat keatas. Gatal dirasakan hilang-timbul. 8 bulan yang lalu muncul bintik-bintik merah
mulai dari punggung kedua kaki pasien dan merambat keatas serta ada keluhan edema yang
makin memberat sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengatakan memiliki varises sudah sejak
beberapa tahun yang lalu namun pasien tidak ingat tepatnya kapan. 3 bulan yang lalu pasien
sudah berobat dan diberi lotion noroid, asam salisilat serta cetirizine dan dirasakan keluhan
berkurang.

Dari pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal, status dermatologikus pasien
pada region cruris bilateral terdapat macula hiperpigmentasi multiple, batas tidak tegas, varises
(+).

VII. DIAGNOSA KERJA


Dermatitis Stasis

VIII. DIAGNOSA BANDING


- Neurodermatitis
- Dermatitis Numularis
-
IX. PEMERIKSAAN ANJURAN
USG Dopler (Konsultasi ke dokter ahli bedah vascular)

X. PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa:
- Tungkai dinaikkan waktu tidur dan waktu duduk.
- Bila tidur, kaki diangkat di atas permukaan jantung selama 30 menit, dilakukan 3 hingga
4 kali sehari untuk mengurangi edema dan memperbaiki mikrosirkulasi.

5
- Saat beraktivitas, dianjurkan menggunakan kaos kaki penyangga varises atau pembalut
elastis.
Medikamentosa:
- Cetirizine 1x1
- Klobetasol oint
- Asam salisilat
XI. PROGNOSIS

 Quo ad vitam : Ad bonam


 Quo ad functionam : Dubia ad bonam
 Quo ad sanationam : Ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dermatitis Stasis

Definisi
Dermatitis stasis adalah dermatitis sekunder yang penyebab utamanya akibat insufiensi
kronik vena (hipertensi vena) yang sering terjadi di ekstremitas bawah (tungkai). Dermatitis
sendiri merupakan peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, yang dapat menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan
gatal. Tanda polimorfik tidak selalu muncul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa
(oligomorfik).1,2

Epidemiologi
Dermatitis stasis ditemukan pada 1,4% dari 773 individu dalam penelitian pasien berusia
diatas 15 tahun dengan varises. Hal ini lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua, dengan
prevalensi 6,2% dalam sebuah penelitian terhadap 4.099 pasien berusia diatas 65 tahun. Studi
lain menunjukkan prevalensi 6,9% pada 584 pasien lansia dengan usia rata-rata 80 tahun (kisaran
55-106) dan 5,9% pada 68 pasien dengan usia rata-rata 74 tahun (kisaran 50-91).3
Dermatitis Stasis lebih banyak terjadi pada wanita usia pertengahan atau lanjut lebih dari 50
tahun , kemungkinan karena efek hormonal serta kecenderungan terjadinya thrombosis vena dan
hipertensi saat kehamilan. Insidens pada wanita lebih banyak menderita dari pada pria. Dijumpai
pada orang dewasa dan orang tua, tidak pada anak-anak.Banyak terjadi pada orang gemuk.
Banyak berdiri.Banyak melahirkan (multipara).1

Etiologi1-3
Mekanisme timbulnya dermatitis statis masih belum jelas. Ada beberapa teori yang
menjelaskan mekanisme timbulnya dermatitis stasis, yaitu:
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam system vena, terjadinya kebocoran fibrinogen
masuk kedalam dermis. Selanjutnya fibrinogen diluar pembuluh darah akan berpolimerasi
membentuk selubung fibrin perikapiler dan interstisium, sehingga menghalangi difusi
oksigen dan makanan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup kulit, akibatnya akan
7
terjadi kematian sel.tetapi ada data yang kurang mendukung hipotesis tersebut antara lain
bahwah derajat endapan fibrin tidak ada hubungan dengan luasnya insufisiensi vena dan
tekanan oksigen. Demikian pula selubung fibrin sekeliling kapiler dermis tidak kontinu dan
tidak teratur, sehingga sulit berperan sebagai sawar terutama untuk molekul kcil seperti
oksign dan nutrient lain.
2. Dermatitis stasis terjadi sebagai akibat langsung dari insufisiensi vena. Terganggu fungsi
sistem 1-arah katup di pleksus vena dalam hasil kaki di aliran balik darah dari sistem vena
dalam ke sistem vena superfisial, dengan disertai hipertensi vena. Ini hilangnya fungsi katup
dapat hasil dari penurunan berhubungan dengan usia pada kompetensi katup. Atau, peristiwa
tertentu, seperti trombosis vena dalam, pembedahan (misalnya, vena pengupasan, artroplasti
lutut total, panen dari vena saphena untuk bypass koroner), atau luka trauma, dapat sangat
merusak fungsi dari sistem vena tungkai. Mekanisme yang menyebabkan hipertensi vena
peradangan kulit dermatitis stasis.
Pada pasien dengan dermatitis stasis, perhatikan bekas luka besar di betis yang. Cedera pada
sistem vena karena trauma atau pembedahan adalah faktor umum yang berkontribusi
terhadap perkembangan dermatitis stasis.
Teori tentang penyebab peradangan kulit di insufisiensi vena berpusat pada perfusi oksigen
dari tungkai jaringan. Awalnya, sistem vena yang tidak kompeten dianggap menyebabkan
pengumpulan darah di vena superfisial, dengan arus berkurang dan karenanya mengurangi
tekanan oksigen di kapiler dermis. kandungan oksigen menurun darah menggenang
menyebabkan kerusakan hipoksia untuk kulit di atasnya.
3. Teori hipoksia / stasis itu disangkal oleh bukti bahwa alih-alih dikumpulkan, darah stagnan
dengan tekanan oksigen rendah, vena tungkai pada pasien dengan insufisiensi vena telah
meningkatkan laju aliran dan tekanan oksigen tinggi.Shunting arteriovenosa bisa
menyumbang temuan ini, tetapi tidak ada bukti shunting pada pasien dengan insufisiensi
vena ditemukan. Kurangnya lengkap bukti untuk mendukung teori hipoksia / stasis telah
menyebabkan banyak peneliti menganjurkan ditinggalkannya dermatitis stasis panjang.

Patofisiologi1,3
Dermatitis stasis terjadi sebagai akibat langsung dari insufisiensi vena. Terganggu fungsi
sistem 1-arah katup di pleksus vena dalam hasil kaki di aliran balik darah dari sistem vena dalam
ke sistem vena superfisial, dengan disertai hipertensi vena.Ini hilangnya fungsi katup dapat hasil
8
dari penurunan berhubungan dengan usia pada kompetensi katup. Atau, peristiwa tertentu,
seperti trombosis vena dalam, pembedahan (misalnya, vena pengupasan, artroplasti lutut total,
panen dari vena saphena untuk bypass koroner), atau luka trauma, dapat sangat merusak fungsi
dari sistem vena tungkai. Mekanisme yang menyebabkan hipertensi vena peradangan kulit
dermatitis stasis, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, telah dipelajari secara
ekstensif selama beberapa dekade.
Pada pasien dengan dermatitis stasis, perhatikan bekas luka besar di betis yang disebabkan
oleh pecahan peluru militer. Cedera pada sistem vena karena trauma atau pembedahan adalah
faktor umum yang berkontribusi terhadap perkembangan dermatitis stasis.
Yang paling awal teori tentang penyebab peradangan kulit di insufisiensi vena berpusat
pada perfusi oksigen dari tungkai jaringan. Awalnya, sistem vena yang tidak kompeten dianggap
menyebabkan pengumpulan darah di vena superfisial, dengan arus berkurang dan karenanya
mengurangi tekanan oksigen di kapiler dermis. Hipotesis penyatuan menyebabkan dermatitis
stasis panjang. Ia percaya bahwa kandungan oksigen menurun darah menggenang menyebabkan
kerusakan hipoksia untuk kulit di atasnya.
Teori hipoksia / stasis itu disangkal oleh bukti bahwa alih-alih dikumpulkan, darah stagnan
dengan tekanan oksigen rendah, vena tungkai pada pasien dengan insufisiensi vena telah
meningkatkan laju aliran dan tekanan oksigen tinggi.Shunting arteriovenosa bisa menyumbang
temuan ini, tetapi tidak ada bukti shunting pada pasien dengan insufisiensi vena
ditemukan. Kurangnya lengkap bukti untuk mendukung teori hipoksia / stasis telah
menyebabkan banyak peneliti menganjurkan ditinggalkannya dermatitis stasis panjang.
Penelitian selanjutnya difokuskan pada peran tungkai mikrosirkulasi dalam patogenesis
kerusakan kulit akibat insufisiensi vena. Pada 1970-an dan 1980-an, peningkatan tekanan
hidrostatik vena ditemukan akan dikirim ke mikrosirkulasi kulit, hal ini menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler kulit.
Hal ini memungkinkan peningkatan permeabilitas makromolekul, seperti fibrinogen, bocor
keluar ke jaringan pericapillary, kemudian, polimerisasi fibrin fibrinogen untuk menghasilkan
pembentukan fibrin manset di sekitar kapiler kulit.Telah dihipotesiskan bahwa manset fibrin
berfungsi sebagai penghalang untuk difusi oksigen, dengan mengakibatkan hipoksia jaringan dan
kerusakan sel.Selanjutnya, fenomena pembentukan fibrin manset ditemukan pada penyakit yang
lebih berat, seperti ulkus vena. Manset fibrin tidak ditemukan dalam ulkus karena penyebab

9
selain hipertensi vena. Penurunan aktivitas fibrinolitik kutan telah diusulkan untuk berkontribusi
pada pembentukan fibrin manset.
Pembentukan manset fibrin, ditambah dengan fibrinolisis menurun, mengakibatkan fibrosis
dermal yang adalah ciri khas dari dermatitis stasis maju. Leukosit diaktifkan menjadi terjebak
dalam manset fibrin dan ruang perivaskular sekitarnya, melepaskan mediator inflamasi yang
berkontribusi terhadap peradangan dan fibrosis. Ini leukosit melepaskan faktor pertumbuhan
transformasi faktor pertumbuhan-beta1, mediator penting fibrosis dermal. Selanjutnya,
upregulation molekul-1 adhesi antar sel vaskular (ICAM-1) dan adhesi sel vaskular molekul-1
(VCAM-1), yang chemoattractants ampuh untuk menjaga leukosit aktif di lingkungan
perivaskular, terjadi. Temuan leukosit dimediasi produksi sitokin, dibantu oleh pembentukan
fibrin manset, menyediakan link langsung antara sirkulasi vena disfungsional dan peradangan
kulit dengan fibrosis. Herouy dkk menyarankan bahwa matriks metalloproteinase mungkin
penting dalam renovasi kulit lesi pada orang dengan dermatitis stasis.

Gejala Klinis1-4
Secara klinis biasanya terlihat:
- Edema pada pergelangan kaki. Hal ini disebabkan kebocoran plasma ke jaringan
ekstrasisial karena meningkatnya permeabilitas kapiler sebagai komplikasi dari varises
kronis.
- Pigmentasi stasis atau hiperpigmentasi. Purpura hiperpigmentasi kecoklatan atau
berwarna merah kehitaman pada tungkai bagian bawah yang disebabkan ekstravasasi
hemosiderin sel darah merah ke dalam dermis, hal ini bersifat permanen dan
asimtomatis.
- Prurity patch yang bermula dari medial tungkai bawah dan ankle yang progresif. Hal ini
dapat berupa inflamasi akut maupun eksaserbasi akut. Hal ini disebabkan karena pada
bagian medial tungkai bawah merupakan watersher area dari pembuluh vena yang
mempunyai perdarahan yang buruk dibanding pada bagian bawah. Bagian ini selalu
terkena dampak dari hipertensi vena.
- Stocking erytoderma. Hal ini disebabkan nekrosis dari lemak di bawah kulit akibat
dermatitis statis yang tak tertangani pada stadium awal sehingga area lesi meluas yang
akhirnya melingkar pada tungkai bawah. Seringkali lesi meluas ke bagian superior
sampai ke arah tumit.
10
- Ulserasi dan likenifikasi, kondisi seperti dermatitis lainnya dapat terjadi akibat dari
ekskoriasi yang berulang. Erosi pada kulit dapat terjadi apabila terjadi trauma yang
dalam. Likenifikasi umumnya terjadi karena garukan dengan tungkai maupun dengan
tumit sebelahnya terutama saat pasien duduk.

Gambar 2. Dermatitis stasis dengan likenifikasi.

- Purpura dan ekimosis, Umumnya terjadi akibat trauma saat lesi digaruk dan dari edema
tungkai.
- Lipodermatosclerosis, kelainan ini terdiri dari inflamasi pada dermis dan subkutis akibat
fibrosis. Dapat ditemukan pada dermatitis stasis yang lama (kronis) maupun sebagai
tanda manifestasi awal. Awal dari lipodermatosklerosis tungkai seperti kemerahan dan
tegang dan sangat nyeri. Pada stage kronis didapatkan gambaran “inverted champagne
bottle”, dengan garis parut seperti terikat, dan hiperpigmentasi, serta edema tanpa
sklerotik pada bagian atas dari tungkai yang terkena.
Diagnosis3,4
 Anamnesis:
Keluhan awalnya kemerahan pada kulit dan sedikit bersisik, setelah beberapa minggu
atau bulan warna kulit menjadi cokelat gelap, selain itu timbul penumpukkan darah dan
terjadi bengkak. Pasien juga merasakan kaki seperti diikat kencang dan terasa nyeri.
Faktor resiko dermatitis stasis pada pasien meliputi faktor risiko varises yang
meliputi: Usia > 50 tahun, wanita multi para, obesitas, lebih banyak berdiri, penyakit
metabolik dan gangguan jantung-pembuluh darah.

11
 Predileksi
Pada tungkai bawah, dimana bagian tungkai bawah adalah tempat tersering
terjadinya kelainan vena.
a. Pemeriksaan Fisik
Adanya varises dengan patch hiperpigmentasi dengan hemosiderosis disertai
likenifikasi tertutup skuama tebal dan krusta kadang disertai ulcus berbentuk melingkar
pada pergelangan kaki memberikan gambaran stocking erytrodherma sering disertai
edema dan ekomisis pada bagian distal yang memberikan gambaran inverted
champagne bottle serta didapatkannya ulserasi.
b. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi/Doppler untuk melihat adanya perubahan (dilatasi) vena yang dalam,
trombosis atau gangguan katup. Pada pemeriksaan histologis akan ditemukan adanya
tanda-tanda inflamasi, agregasi hemosiderin di dermis atau penebalan arteriol/venula.

Diagnosis Banding2-4
a. Neurodermatitis
b. Dermatitis numularis

Neurodermatitis Dermatitis stasis Dermatitis


numularis
Pada usia dewasa Pada usia lebih dari Pada usia dewasa
Insidensi (30-50 tahun) 50 tahun (55-65 tahun)
Lebih banyak pada Pada wanita lebih Lebih sering terjadi
wanita banyak pada pria
Tidak biasa
ditemukan pada anak
Dimana saja: - Maleolus lateral - Tungkai bawah
- Tengkuk, - maleolus medial - badan
- samping leher, - menjalar ke - lengan, termasuk
- lengan bagian dorsum pedis dan punggung tangan
ekstensor, bawah lutut

12
Letak lesi - pubis, vulva,
skrotum,
- lutut,
- tungkai bawah
- pergelangan
kaki,
- punggung kaki
Bercak merah Bercak merah Bercak merah yang
kehitaman yang kehitaman yang disertai gatal
Keluhan gatal terutama pada gatal terutama pada
utama malam hari malam hari
Disertai edema Disertai edema dan
varises
- Plak eritem - Lesi merah - Lesi mata uang
dengan sedikit kehitaman, eritem logam koin atau
edem yang - Skauma sedang agak lonjong,
UKK menghilang - Varises berbatas tegas,
secara perlahan - Likenifikasi dan eritem
- Berskauma tebal hiperpigmentasi - Papulovesikel,
- Likenifikasi dan biasanya mudah
hiperpigmentasi pecah sehingga
basah

Penatalaksanaan4,5
Dalam pengobatan dermatitis stasis diberikan pengobatan kausatif dan simtomatis.
Pengobatan kausatif berupa penanganan pada sumbatan vena dapat melalui terapi sederhana
maupun dengan operasi, sedangkan simtomatis dapat menggunakan terapi obat sistemik dan
topikal.
 Sistemik

13
a) Pada kasus ringan dapat diberikan anti histamine, atau dapat dikombinasikan
dengan anti serotonin, anti bradikinin, dan sebagainya. Hidroksizin hidroklorida 10-
50 mg setiap 6 jam bilamana perlu.
b) Obat dermatitis yang utama adalah kortikosteroid. Kortikosteroid merupakan
hormon steroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal yang pembuatan bahan sintetik
analognya telah berkembang dengan pesat. Terutama diberikan pada penyakit kasus
akut dan berat.
c) Antibiotik diperlukan apabila terdapat infeksi sekunder.

 Topikal
Terdapat beberapa prinsip umum terapi topikal:
a) Dermatitis akut/ basah harus diobati secara basah (kompres terbuka), bila subakut
diberikan losio (bedak kocok), krim (terutama pada daerah berambut), dan apabila
kronik/kering diberikan zalf.
i) Kompres, pertama-tama menggunakan kompres dingin dengan air keran
dingin atau larutan burrow untuk lesi-lesi eksudatif dan basah. Kenakan
selama 20 menit tiga kali sehari. Hindari panas di sekitar lesi.
ii) Losio topikal yang mengandung mentol, fenol, atau premoksin
sangat berguna untuk meringankan rasa gatal sementara, dan tidak
mensensitisasi, tidak seperti benzokain dan difenhidramin. Obat-obatan
bebas yang dapat digunakan antara lain lasio atau obat semprot sarna dan
lasio Prax Cetapil dengan mentol 0,25% dan fenol 0,25%.
iii) Kortikosteroid topikal, berguna bila daerah yang terkena tidak terlampau
luas atau bila kortikosteroid oral merupakan kontraindikasi. Pada serangan
akut dapat mengunakan steroid sedang sampai kuat (potensi sedang:
mometasone 1% 2 kali sehari).
b) Makin berat atau akut penyakitnya, dapat dikombinasi dengan obat topikal jenis
lain sesuai simtomnya.

14
Komplikasi3,4
Dermatitis stasis dapat mengalami komplikasi berupa ulkus di atas maleolus disebut
ulkus venosum atau ulkus varikosum, dapat pula mengalami infeksi sekunder, misalnya
selulitis. Dermatitis stasis dapat diperberat karena mudah teriritasi oleh bahan kontakan.

Prognosis4,5
Dermatitis stasis sering merupakan penyakit dengan kondisi jangka panjang
(kronis). Kita bisa meminimalkan gejala dengan mengendalikan kondisi dan pembengkakan.

15
BAB III
KESIMPULAN

Dermatitis stasis adalah dermatitis sekunder yang penyebab utamanya akibat insufiensi
kronik vena (hipertensi vena) yang sering terjadi di ekstremitas bawah (tungkai). Diagnosis
dermatitis stasis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang yang baik. Dermatitis stasis sering merupakan penyakit dengan kondisi jangka
panjang (kronis). Kita bisa meminimalkan gejala dengan mengendalikan kondisi dan
pembengkakan

16
Daftar Pustaka
1. Menaldi SL. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2017. h. 188-9.
2. Siregar RS. Saripati penyakit kulit. Ed ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2015. h. 120-1.
3. Sundaresan S. Stasis Dermatitis: Pathophysiology, Etiology, Management. Am J Clin
Dermatol. 2017. p. 1-8.
4. Sung CT. Stasis Dermatitis. Journal of Dermatology. 2019. p. 1-3.
5. Rzepecki AK, Blasiak R. Stasis Dermatitis: Differentiation from other common cause of
lower leg inflammation and management strategies. Current Geriatrics Reports. 2018. p. 1-
6.

17

Anda mungkin juga menyukai