Anda di halaman 1dari 84

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laporan keuangan merupakan hasil pengolahan informasi terkait kondisi
keuangan perusahaan dan cerminan kinerja manajemen perusahaan. Penerbitan
laporan keuangan secara umum bertujuan memberikan informasi posisi keuangan
perusahaan, kinerja keuangan, arus kas maupun kebijakan akuntansi yang
digunakan. PSAK No. 1 menyatakan tujuan penyajian laporan keuangan adalah
memberikan informasi yang berguna dalam penentuan keputusan ekonomi.
Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan bertujuan untuk
mempertanggungjawabkan aliran dana kredit dan investasi yang masuk ke
perusahaan serta mendorong investor baru yang tertarik menanamkan modal nya
di perusahaan.
Menurut SFAC No. 1, informasi yang disampaikan harus relevan dan
handal sehingga bermanfaat bagi investor, keditur dan pihak berwenang lain
sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis yang rasional. Apabila laporan
keuangan kehilangan unsur kehandalannya, keputusan yang diambil oleh
pemangku kepentingan menjadi tidak akurat karena terdapat perbedaan antara
kondisi keuangan yang tercatat dalam laporan keuangan dengan kondisi
sebenarnya. Fenomena kesalahan pengungkapan yang disengaja untuk
kepentingan pribadi, kelompok atau golongan terhadap informasi dalam laporan
keuangan disebut dengan financial statement fraud. Financial statement fraud
atau rekayasa laporan keuangan adalah tindakan penipuan berupa penyajian yang
salah dan penyembunyian fakta material pada jumlah pengungkapan dalam
laporan keuangan untuk menyesatkan pengguna laporan keuangan (Priantara
2013:35).
Salah satu contoh kasus skandal kecurangan laporan keuangan adalah
kecurangan PT. Toshiba pada tahun 2015. Toshiba merupakan perusahaan
multinasional yang telah mengoperasikan seluruh bisnis nya di berbagai industri
termasuk bidang elektronik, semikonduktor, dan alat-alat kesehatan dengan
2

penjualan lebih dari 63 miliar. Pada bulan Mei 2015 direktur Toshiba memberi
pernyataan bahwa perusahaan telah melakukan investigasi atas skandal akuntansi
dan merevisi perhitungan laba dalam tiga tahun terakhir. Toshiba telah melakukan
kebohongan senilai 1,22 Miliar sebagai upaya untuk menghasilkan laba yang
tinggi. Pada tanggal 21 Juli 2015, CEO Toshiba mengumumkan pengunduran diri
terkait skandal akuntansi beserta 8 pemimpin lain termasuk dua CEO sebelumnya.
Toshiba kemudian dikeluarkan dari indeks saham dan mengalami penurunan
penjualan dengan puncaknya telah merugi sebesar 8 miliar pada akhir tahun 2015.
Motif dari manipulasi laporan keuangan dilakukan karena perusahaan menerapkan
target laba yang tinggi sehingga pemimpin divisi terpaksa harus berbohong demi
mencapai target tersebut.
Kasus kecurangan laporan keuangan selanjutnya terjadi pada perusahaan
SNP finance pada tahun 2018. SNP Finance merupakan anak grup bisnis
Coloumbia yaitu perusahaan ritel yang menjual perabotan rumah tangga. SNP
Finance bertugas sebagai partner Coloumbia dalam menangani penjualan secara
kredit dengan dukungan pembiayaan melalui penghimpunan dana dari bank. Pada
akhir tahun 2017, kredit SNP Finance mulai bermasalah tetapi opini audit yang
diterima adalah wajar tanpa pengecualian. Dalam upaya mengatasi permasalahan
kredit macet dan menstabilkan kondisi keuangan perusahaan, SNP Finance
melakukan penerbitan surat hutang jangka menengah untuk membuka sumber
pendanaan baru.
Pada Mei 2018, SNP Finance mengajukan penundaan kewajiban
pembayaran hutang (PKPU) walaupun Pemeringkat Efek Indonesia (Perindo)
memberikan rating A terhadap surat hutang jangka menengah tersebut. Setelah
kabar tersebut tersebar, peringkat surat hutang jangka menengah SNP Finane
turun menjadi kategori gagal bayar. Setelah kasus ini diselidiki oleh Otoritas Jasa
Keuangan, fakta menunjukkan bahwa terjadi pemalsuan data piutang yang timbul
dari penjualan fiktif. Sampai saat ini, kasus SNP Finance telah ditangani
Bareskrim Polri terkait dugaan pemalsuan surat, penggelapan dan penipuan. Pihak
Otoritas Jasa Keuangan telah memberikan sanksi pembekuan aktivitas perusahaan
dan sanksi kepada KAP terkait.
3

Modus operasi dari tindak kecurangan laporan keuangan adalah


menyajikan aset dan pendapatan perusahaan yang lebih tinggi atau lebih rendah
dari nilai sebenarnya (Sihombing dan Raharjo, 2014). Kecurangan dalam laporan
keuangan mengindikasikan bahwa pihak internal perusahaan menginginkan
informasi terkait kondisi keuangan perusahaan terlihat baik dan mengalami
kemajuan secara cepat tanpa harus bekerja keras meningkatkan kinerja mereka.
Berdasarkan pernyataan tujuan dan sasaran akuntansi yang tertuang dalam SFAC
No. 1, perusahaan berkonsentrasi pada penyediaan informasi kebutuhan investor
dan kreditor potensial untuk keperluan penyertaan modal dan pemberian
keputusan investasi. Tindakan manipulasi informasi laporan keuangan dilakukan
untuk memperoleh feedback positif dari investor dan kreditor. Perusahaan
berupaya memperbaiki citra diri di kalangan publik melalui rekayasa laporan
keuangan yang memungkinkan adanya ekspektasi lebih tinggi terhadap
keuntungan dan prospek perusahaan dari pengguna laporan keuangan walaupun
kenyataan sebenarnya perusahaan tersebut mengalami kerugiaan.
Pencegahan dan pendeteksian dini laporan keuangan dilakukan untuk
meminimalisir praktek kecurangan yang dapat merugikan berbagai pihak dan
menghambat pemanfaatan sumber daya. Terdapat lima pendekatan yang dapat
digunakan auditor untuk menganalisis dan mendeteksi terjadinya kecurangan
dalam laporan keuangan antaralain pendekatan audit forensik, pendekatan Good
Corporate Governance, pendekatan manajemen laba, pendekatan pengendalian
internal dan pendekatan rasio-rasio finansial.
Dari semua pendekatan yang telah disebutkan, rasio-rasio finansial
merupakan pendekatan yang paling mudah digunakan karena kejelasan alat ukur
dan cara pengukuran nya. (Hantono dan Sudarno, 2011:6). Pendekatan rasio
finansial menganalisis angka-angka yang tersusun dalam laporan keuangan yang
telah terpublikasi sehingga mempermudah dalam mengolah data tanpa harus
mengetahui sistem yang sedang berjalan dalam perusahaan. Dalam berbagai
penelitian terkait rasio-rasio finansial, terdapat satu alat analisis yang bekerja
sangat baik untuk mengelompokkan laporan keuangan perusahaan yang
4

dimanipulasi dan laporan keuangan perusahaan yang tidak dimanipulasi yaitu


model Beneish M-Score yang dipopulerkan oleh Messod D. Beneish.
Messod Daniel Beneish, Ph.D dalam jurnal penelitian nya yang berjudul
“The Detection of Earning Manipulation” mengembangkan sebuah metode yang
dikenal dengan model Beneish M-Score untuk mengkaji perbedaan kuantitatif
antara perusahaan publik yang melakukan manipulasi laporan keuangan dan
perusahaan yang tidak melakukan nya. Beneish M-Score merupakan analisis rasio
yang dapat mengidentifikasi kemungkinan kecurangan dan membantu para CFE
(Certified Fraud Examiner) untuk mendeteksi tanda-tanda manipulasi (Widodo,
2015).
Dari data laporan keuangan seluruh perusahaan yang terdaftar dalam
COMPUSTAT database tahun 1989-1992, Beneish menemukan fakta bahwa
dimanipulasi biasanya melebih-lebihkan laba dengan merekam pendapatan fiktif
dan pendapatan diterima dimuka, merekam persediaan fiktif dan penyertaan
modal yang tidak akurat. Bukti-bukti menunjukkan kemungkinan terjadinya
manipulasi ditandai dengan peningkatan piutang, memburuknya margin laba
kotor, penurunan kualitas aset, pertumbuhan penjualan, dan peningkatan akrual.
Terdapat 8 rasio indeks Beneish M-score yang dapat digunakan untuk mendeteksi
fraud diantaranya Days Sales in Receivable Index (DSRI), Gross Margin Index
(GMI), Asset Quality Index (AQI), Sales Growth Index (SGI), Depreciation Index
(DEPI), Sales General and Administrative Index (SGA), Leverage Index (LVGI)
dan Total Accruals to Total Assets Index (TATA).
Hasil penelitian Beneish menunjukkan bahwa 76% dari sampel telah
melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan nya. Beneish mengungkapkan
bahwa variabel-variabel yang signifikan dalam mendeteksi kemungkinan adanya
manipulasi adalah 5 dari 8 variabel yang telah disebutkan yaitu variabel DSRI,
GMI, AQI, SGI, dan TATA sementara koefisien pada leverage, depresiasi dan
biaya administrasi penjualan tidak signifikan atau tidak pasti berkaitan dengan
manipulasi. Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian Beneish adalah
penelitian Roxas (2011) yang menggunakan sampel perusahaan yang terbukti
melakukan pelanggaran prinsip akuntansi oleh Badan Akuntansi dan Penegakan
5

Auditing di Amerika Serikat. Hasil penelitian Roxas (2011) menyatakan


penggunaan lima variabel Beneish M-Score Model meliputi variabel DSRI,
variabel GMI, variabel AQI, variabel SGI, dan variabel TATA dapat
mengidentifikasi 62% perusahaan yang memanipulasi laporan keuangan nya
dibandingkan dengan penggunaan delapan variabel yang hanya mampu
mengidentifikasi 46% perusahaan yang melakukan manipulasi laporan keuangan.
Tarjo dan Herawati (2015) dalam penelitian nya menemukan bahwa
variabel yang berpengaruh dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan
adalah empat variabel yaitu variabel GMI, DEPI, SGAI dan TATA. Hasil
penelitian tersebut berbeda dengan penelitian Hantono (2018) yang
menyimpulkan bahwa seluruh variabel Beneish tidak memiliki pengaruh terhadap
kecurangan laporan keuangan dan tidak mampu mendeteksi potensi terjadinya
kecurangan laporan keuangan. Perbedaan hasil penelitian terdahulu menyebabkan
peneliti ingin meneliti apakah variabel-variabel Beneish M-Score mampu
membedakan laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi dengan
analisis diskriminan.
Peneliti memilih perusahaan pertambangan sebagai sampel karena sektor
pertambangan merupakan penyumbang utama pemasukan kas negara. Data dari
Badan Pusat Statistik pada Februari 2018 mencatat sektor pertambangan telah
menyerap tenaga kerja sebanyak 1.383.508 jiwa. Hal tersebut menunjukkan
bahwa sektor pertambangan adalah primadona bagi investor dalam negeri maupun
asing karena jumlah aset dan potensi kekayaan alam yang besar mampu
memberikan keuntungan jangka panjang bagi investor. Tingginya minat investasi
dalam bidang pertambangan dibuktikan dengan bobot Indeks Harga Saham
Gabungan sektor pertambangan yang terus mengalami pertumbuhan. Berdasarkan
data Bloomberg, hingga tahun 2018 sektor pertambangan tercatat memiliki bobot
5,55% setelah sebelumnya di tahun 2017 tercatat sebesar 4,49% dan tahun 2016
sebesar 4,98%. Prospek sektor pertambangan yang berada di level tinggi karena
harga komoditas adalah lahan yang bagus dalam membangun bisnis perusahaan.
6

Penelitian berikut menggunakan laporan keuangan perusahaan sektor


pertambangan selama tiga tahun yaitu tahun 2015-2017. Berdasarkan latar
belakang tersebut, penulis ingin membahas penelitian berjudul “ANALISIS
FINANCIAL STATEMENT FRAUD MENGGUNAKAN BENEISH M-
SCORE MODEL PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN TERBUKA
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, masalah
pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah variabel Days Sales Receivable Asset (DSRI) mampu
membedakan laporan keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan laporan
keuangan perusahaan yang tidak dimanipulasi?
2. Apakah variabel Gross Margin Index (GMI) mampu membedakan laporan
keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan laporan keuangan perusahaan
yang tidak dimanipulasi?
3. Apakah variabel Asset Quality Index (AQI) mampu membedakan laporan
keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan laporan keuangan perusahaan
yang tidak dimanipulasi?
4. Apakah variabel Sales Growth Index (SGI) mampu membedakan laporan
keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan laporan keuangan perusahaan
yang tidak dimanipulasi?
5. Apakah variabel Depreciation Index (DEPI) mampu membedakan laporan
keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan laporan keuangan perusahaan
yang tidak dimanipulasi?
6. Apakah variabel Sales General and Administrative Expenses Index (SGAI)
mampu membedakan laporan keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan
laporan keuangan perusahaan yang tidak dimanipulasi?
7. Apakah variabel Leverage Index (LVGI) mampu membedakan
membedakan laporan keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan laporan
keuangan perusahaan yang tidak dimanipulasi?
7

8. Apakah variabel Total Acrual to Total Asset (TATA) mampu


membedakan laporan keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan laporan
keuangan perusahaan yang tidak dimanipulasi?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Menguji dan menganalisis apakah variabel Days Sales Receivable Asset
(DSRI) mampu membedakan laporan keuangan perusahaan yang
dimanipulasi dan laporan keuangan perusahaan yang tidak dimanipulasi.
2. Menguji dan menganalisis apakah variabel Gross Margin Index (GMI)
mampu membedakan laporan keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan
laporan keuangan perusahaan yang tidak dimanipulasi.
3. Menguji dan menganalisis apakah variabel Asset Quality Index (AQI)
mampu membedakan laporan keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan
laporan keuangan perusahaan yang tidak dimanipulasi.
4. Menguji dan menganalisis apakah variabel Sales Growth Index (SGI)
mampu membedakan laporan keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan
laporan keuangan perusahaan yang tidak dimanipulasi.
5. Menguji dan menganalisis apakah variabel Depreciation Index (DEPI)
mampu membedakan laporan keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan
laporan keuangan perusahaan yang tidak dimanipulasi.
6. Menguji dan menganalisis apakah variabel Sales General and
Administratitive Expenses Index (SGAI) mampu membedakan laporan
keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan laporan keuangan perusahaan
yang tidak dimanipulasi.
7. Menguji dan menganalisis apakah variabel Leverage Index (LVGI)
mampu membedakan laporan keuangan perusahaan yang dimanipulasi dan
laporan keuangan perusahaan yang tidak dimanipulasi.
8

8. Menguji dan menganalisis apakah variabel Total Acrual to Total Asset


(TATA) mampu membedakan laporan keuangan perusahaan yang
dimanipulasi dan laporan keuangan perusahaan yang tidak dimanipulasi.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang tertarik dengan permasalahan yang dibahas, pihak-pihak tersebut adalah:
a. Peneliti sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan memperluas cakrawala
berpikir.
b. Investor dan masyarakat sebagai tambahan informasi mengenai
penggunaan model Beneish M-Score untuk memprediksi financial
statement fraud.
c. Peneliti selanjutnya sebagai referensi dan tambahan informasi dalam
melakukan penelitian mengenai financial statement fraud.
9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Pemaparan secara mendetail mengenai teori keagenan pertama kali
dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976:5) dalam penelitian nya tentang
teori perilaku manajerial, biaya agensi dan struktur kepemilikan. Prinsip utama
teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pemberi wewenang (prinsipal)
yaitu investor/pemegang saham dengan penerima wewenang (agen) yaitu manajer.
Hubungan agensi merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang mengikat
orang lain untuk melakukan suatu pekerjaan jasa, prinsipal (pemegang saham atau
investor) mendelegasikan tanggung jawab kepada agen (manajer) untuk
melaksanakan kegiatan perusahaan dan diberikan kewenangan untuk mengambil
keputusan yang diuraikan dalam suatu perjanjian kerja sehingga hak dan
kewajiban kedua belah pihak dapat terpenuhi dengan baik (Dermawan, 2018:9).
Penekanan dalam teori keagenan adalah adanya perbedaan kepentingan
antara prinsipal dan agen. Pemegang saham memiliki kepentingan pribadi untuk
meningkatkan kesejahteraan dengan cara berinvestasi dan berharap menerima
pengembalian yang lebih tinggi atas investasi yang telah dilakukan. Atas dasar
kontrak yang telah disepakati, manajer memiliki tanggung jawab untuk
mewujudkan kepentingan pemegang saham. Manajer memiliki hak untuk
memperoleh apresiasi berupa kompensasi keuangan dari pemegang saham sebagai
balas jasa atas kinerja mereka dalam meningkatkan nilai dan keuntungan
perusahaan. Semakin tinggi tingkat pengembalian investasi yang diperoleh
pemegang saham maka semakin tinggi pula kompensasi yang diberikan kepada
manajer.
Manajer memiliki kepentingan untuk mensejahterakan kehidupannya
secara pribadi. Demi mencapai kepentingan tersebut, manajer akan melakukan
berbagai cara untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan yang tercermin
dalam laporan keuangan agar memperoleh kompensasi lebih dari pemegang
10

saham. Manajer yang berkewajiban membuat laporan keuangan terkait kondisi


perusahaan memiliki informasi yang lebih lengkap dibandingkan pemilik
perusahaan. Ketidakseimbangan perolehan informasi antara manajer dengan
pemilik disebut dengan asimetri informasi (Jensen dan Meckling, 1976:6).
Dorongan keinginan untuk meningkatkan kompensasi yang diperoleh disertai
keleluasaan wewenang atas informasi yang dimiliki, menjadi dasar melakukan
tindakan kecurangan berupa manipulasi informasi yang terkandung dalam laporan
keuangan. Model yang mendasari teori keagenan adalah perbedaan kepentingan
yang dapat menyebabkan konflik kepentingan karena masing-masing individu
berkeinginan memaksimalkan ulitilitas nya dan mengabaikan hubungan mutualis
diantara mereka.
Asimetri informasi antara pemilik perusahaan dan manajer memberikan
kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunistis demi memperoleh
keuntungan pribadi walaupun bertentangan dengan prinsip dan aturan yang
berlaku. Pendekatan yang dilakukan manajer untuk memaksimalkan keuntungan
pribadi yaitu dengan manajemen laba sehingga laporan keuangan tidak disajikan
sesuai kondisi sebenarnya. Penyajian informasi yang menyesatkan tersebut dapat
merugikan investor karena keputusan yang diambil menjadi tidak tepat.

2.1.2. Kecurangan (Fraud)


Menurut blacklaw dictionary, kecurangan atau fraud adalah segala macam
hal yang dapat dipikirkan dan diupayakan oleh seseorang untuk memperoleh
keuntungan dari orang lain melalui pengungkapan yang salah atau
penyembunyian fakta yang bersifat material, tidak terduga, penuh siasat, licik,
tersembunyi dan setiap perbuatan tidak jujur atau manipulatif lain disertai
pemaksaan kebenaran yang menyebabkan oranglain tertipu. Association of
Certified Fraud Examiner (ACFE, 2010:7) mendefinisikan kecurangan sebagai
penggunaan dari suatu kedudukan untuk memperkaya pribadi dengan cara
penyalahgunaan yang dilakukan dengan sengaja terhadap penggunaan sumber
daya atau aset milik perusahaan.
11

ACFE mengklasifikasikan kecurangan (fraud) dalam tiga tipologi yang


dikenal dengan istilah “fraud tree” berdasarkan jenis perbuatan, yaitu:
1) Penyimpangan atas Aset (Asset Missapropriation)
Jenis penyimpangan ini meliputi penyalahgunaan dan pencurian aset atau
harta perusahaan atau pihak lain. Kecurangan jenis ini merupakan bentuk
yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat
diukur dan dihitung.
2) Rekayasa Laporan Keuangan (Fraudulent Financial Statement)
Rekayasa laporan keuangan merupakan tindakan penipuan berupa
penyajian yang salah dan penyembunyian fakta material pada jumlah
pengungkapan dalam laporan keuangan sehingga informasi yang
diungkapkan tidak sesuai kondisi sebenarnya dan menyesatkan dalam
pengambilan keputusan.
3) Korupsi (Corruption)
Korupsi merupakan perbuatan melanggar hukum melalui penyalahgunaan
jabatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan
negara. Kecurangan jenis ini banyak terjadi di negara-negara berkembang
yang penegakan hukum nya lemah dan kurang nya tata kelola perusahaan
yang baik. Korupsi merupakan kecurangan yang sulit dideteksi karena
sebagian besar pengaplikasian nya melibatkan kerjasama dari berbagai
pihak yang saling menikmati keuntungan.

Cressey (1953) mengemukakan tentang gagasan yang mendorong


timbulnya perilaku kecurangan atau dikenal dengan “Fraud Triangle Theory”.
Dorongan tersebut di klasifikasikan dalam tiga kategori umum antaralain:
1) Pressure (tekanan) yaitu dorongan atau motivasi seseorang untuk
melakukan kecurangan. Motivasi tersebut dapat mencakup beberapa hal
seperti tuntutan ekonomi, alasan emosional (cemburu atau iri, balas
dendam, gengsi), dan gaya hidup karena dorongan keserakahan.
2) Opportunity (peluang) adalah sesuatu yang membuka atau memperluas
kesempatan terjadinya kecurangan. Kondisi tersebut biasanya terjadi
12

karena pengendalian internal yang lemah, kurangnya pengawasan atau


penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang sehingga memungkinkan
seseorang melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur. Elemen peluang
merupakan kategori yang paling memungkinkan untuk diminimalisir
melalui proses, prosedur, kontrol dan upaya deteksi dini terhadap
kecurangan.
3) Rationalization (rasionalisasi) merupakan sikap, karakter atau serangkaian
nilai-nilai etis yang melekat pada diri seseorang yang menjadi pembatas
pelaku melakukan tindakan kecurangan. Rasionalisasi diperlukan agar
pelaku tetap mempertahankan jati diri dan nilai-nilai luhur sebagai orang
yang dapat dipercaya.

2.1.3. Kecurangan Laporan Keuangan (Finacial Statement Fraud)


Financial statement fraud merupakan sebuah kesalahan atau kelalaian
yang disengaja mengenai jumlah atau pengungkapan pada laporan keuangan
dengan maksud menipu pengguna dari laporan keuangan tersebut (Rise, 2017:35).
Report of The National Commision on Fraudulent Financial Reporting (2013)
menjelaskan bahwa kecurangan dalam laporan keuangan adalah kesengajaan atau
kecerobohan dalam melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan sehingga menyebabkan laporan keuangan menjadi
menyesatkan secara material. Kesengajaan atau kelalaian dalam pelaporan
keuangan tercermin dari tingkat materialitas dan ketepatan pengakuan,
pengukuran dan penyajian laporan sesuai prinsip akuntansi berterima umum.
Kecurangan laporan keuangan dimaksudkan untuk membuat laporan keuangan
terlihat bagus sehingga memberikan keuntungan bagi pihak yang melakukan
kecurangan tersebut namun merugikan pihak lain.
Beberapa motif yang mendasari mengapa kecurangan laporan keuangan
dapat terjadi diantaranya:
a) Kecurangan dilakukan untuk membuat saham perusahaan terlihat lebih
menarik sehingga dapat mendorong peningkatan investasi.
13

b) Kecurangan dilakukan untuk meningkatkan laba per saham dan


memungkinkan peningkatan pembayaran deviden.
c) Kecurangan dilakukan untuk mendapatkan pembiayaan, pembiayaan
kembali, perpanjangan pembiayaan maupun memperoleh syarat
pembiayaan yang lebih menguntungkan.
d) Kecurangan dilakukan untuk memenuhi tujuan atau target dan sasaran
perusahaan.
e) Kecurangan dilakukan untuk menghasilkan bonus berdasarkan kinerja
keuangan perusahaan.

2.1.4. Deteksi Kecurangan dalam Laporan Keuangan


Resiko kecurangan merupakan resiko terjadinya fraud oleh manajemen
atau pegawai perusahaan maupun tindakan ilegal lain yang merugikan perusahaan
dan mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Tingginya kemungkinan resiko kecurangan mengharuskan perusahaan
menerapkan tindakan pencegahan dan pendeteksian dini. Tindakan pencegahan
diformulasikan untuk mencegah kesalahan dan penyimpangan melalui
pengimpelementasian pengendalian internal yang dapat memitigasi resiko dan
strategi audit anti fraud. Sementara itu, tindakan pendeteksian dilakukan untuk
mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya manipulasi dengan menemukan
kesalahan atau hal-hal yang tidak lazim sehingga tindakan perbaikan dapat
dilakukan setelah tahap analisis dan penilaian keganjilan tersebut. Tindakan
pendeteksian dini tidak dapat digeneralisir untuk semua jenis kecurangan.
Masing-masing jenis kecurangan memiliki kharakteristik sendiri, sehingga untuk
mendeteksi kecurangan membutuhkan pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis
kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan.
Petunjuk adanya kecurangan biasanya didahului oleh munculnya gejala-
gejala yang berhubungan dengan perilaku seperti adanya perubahan gaya hidup,
perubahan perilaku seseorang, masalah dalam keluarga atau masalah hidup sehari-
hari, dokumentasi yang mencurigakan, kedekatan yang tidak biasa dengan
pelanggan dan vendor maupun kecurigaan dari rekan kerja. Sebagai petunjuk
14

awal, kecurangan akan tercermin melalui timbulnya kharakteristik tertentu


meliputi kondisi atau keadaan lingkungan maupun perilaku seseorang.
Karakterisik yang menunjukkan kondisi atau situasi maupun perilaku atau kondisi
seseorang merupakan gejala atau red flags.
Red flags dalam konteks audit mempunyai makna peringatan akan adanya
bahaya atau ancaman kecurangan. Menurut Abrecht (dalam Priantara 2013)
terdapat beberapa red flags akan menunjukkan peningkatan terhadap kerentanan
kecurangan dalam laporan keuangan jika terjadi beberapa hal seperti kelemahan
strukur pengendalian internal baik di level transaksi maupun di level entitas,
anomali dokumentasi bukti transaksi dan anomali akuntansi, gaya hidup manajer
dan pegawai yang mewah, serta pengaduan dan komplain.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa red flags selalu
muncul saat kasus kecurangan tetapi red flags tidak selalu mengindikasikan
adanya kecurangan. Perilaku-perilaku tidak biasa yang timbul dapat menjadi
peringatan tanda bahaya untuk meningkatkan kewaspadaan dan sikap skeptisisme.
Pemahaman dan analisis lebih lanjut mengenai red flags dapat membantu
langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi kecurangan
lebih dini. Berikut adalah gambaran secara garis besar pendeteksian kecurangan
berdasarkan penggolongan ACFE dalam Erfitasari (2013:41) :
1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi
melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut:
a) Analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis
hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca atau laporan
arus kas dengan mengambarkan nya dalam presentase.
b) Analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis perubahan
presentase presentase perubahan item laporan keuangan selama
beberapa periode laporan.
c) Analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai
item dalam laporan keuangan.
2. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation)
15

Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat


banyak variasinya. Pemahaman yang tepat terkait pengendalian internal
yang baik dalam pos-pos di tingkat laporan keuangan maupun tingkat
asersi akan sangat membantu dalam melaksanakan pendeteksian
kecurangan.
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mendeteksi kasus
penyalahgunaan aset antaralain:
a. Analitycal review merupakan suatu reviu atas berbagai akun yang
mungkin menunjukkan ketidakbiasaan atau kegiatan-kegiatan yang
tidak diharapakan.
b. Statistical sampling merupakan pengujian terhadap dokumen dasar dari
suatu akun yang dapat menentukan adanya ketidakbiasaan.
c. Vendor or outsider complaints adalah komplain dari konsumen,
pemasok atau pihak lain yang dapat menjadi alat pemeriksaan lebih
lanjut.
d. Site visit observation adalah pengamatan terhadap bagaimana transaksi
akuntansi dilaksanakan sehingga dapat memberikan peringatan daerah-
daerah mana yang mempunyai potensi bermasalah.
3. Korupsi (Corruption)
Sebagian besar kecurangan ini dapat ditdeteksi melalui keluhan dari rekan
kerja yang jujur, laporan dari rekan melalui hotline pengaduan. Melalui
kejadian tersebut kemudian dilakukan analisis terhadap pelaku yang
bersangkutan atau transaksi terkait.

Menurut Hutomo dan Sudarno (2011:5) auditor perlu melakukan suatu


tindakan untuk mencegah dan mendeteksi terjadinya kecurangan dalam laporan
keuangan. Terdapat lima pendekatan yang digunakan auditor untuk dapat
menganalisis dan mendeteksi terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan.
Pendekatan tersebut tersebut diantaranya pendekatan audit forensik, pendekatan
Good Corporate Governance, pendekatan manajemen laba, pendekatan
pengendalian internal dan pendekatan rasio-rasio finansial.
16

Menurut Sukesih (dalam Hutomo dan Sudarno 2015) akuntansi forensik


diartikan sebagai penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi dipandu
dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah keuangan atau
dugaan fraud untuk diputuskan di pengadilan atau tempat penyelesaian perkara
lainnya. Akuntansi forensik menekankan pada penyimpangan, kesalahan dan
kelalaian seperti audit pada umumnya dengan teknik wawancara mendalam
sebagai prosedur utamanya. Pendekatan akuntansi forensik untuk mengungkap
kecurangan di perusahaan seperti korupsi dan penyalahgunaan aset membutuhkan
bantuan badan hukum seperti Bapepam dan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
Good Corporate Governance (GCG) berkaitan dengan pengambilan
keputusan efektif yang bersumber dari budaya perusahaan, etika/nilai yang
dibangun dalam lingkungan kerja, sistem dan proses bisnis di dalam perusahaan,
struktur organisasi dan kebijakan-kebijakan yang bertujuan mengembangkan
perusahaan dengan cara meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan
sumber daya dan resiko, serta pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang
saham. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance meliputi transparasi,
akuntabilitas, tanggungjawab, moralitas, kehandalan dan komitmen. Prinsip-
prinsip tersebut akan mengindikasikan apakah perusahaan telah menjalankan
kewajiban nya dengan menonjolkan asas transparasi, bersikap adil terhadap
pemegang saham minoritas, melakukan pengawasan efektif kepada anggota
dewan direksi, bertanggung jawab mematuhi aturan yang berlaku serta memiliki
komitmen untuk menyusun laporan keuangan yang relevan dan handal. Dalam
pendekatan GCG, prinsip-prinsip tersebut akan dijadikan faktor-faktor dalam
mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan walaupun prinsip-prinsip
tersebut sulit untuk diukur secara tepat.
Manajemen laba merupakan tindakan yang sengaja dilakukan untuk
memenuhi target laba perusahaan. ACFE (dalam Priantara 2013:91) menyebutkan
beberapa alasan yang mendasari para manajer melakukan manipulasi laba
diantaranya :
17

1. Motif Perencanaan Bonus


Manajer yang bekerja di perusahaan yang memiliki informasi atas laba
bersih perusahaan akan bertindak oportunistik dengan cara mengatur laba
yang dilaporkan agar dapat memaksimalkan bonus yang diterima.
2. Motif Pajak
Pajak merupakan motivasi perusahaan dalam melakukan manajemen laba.
Karena dengan menurunkan pendapatan maka akan menurunkan pajak
perusahaan, maka berbagai metode akuntansi yang digunakan memiliki
tujuan untuk menghemat pajak pendapatan.
3. Motif Initial Public Offering (IPO)
Informasi laba menjadi sinyal pada saat perusahaan akan melakukan IPO
kepada calon investor tentang nilai perusahaan. Hal tersebut akan
mengakibatkan manajer perusahaan yang akan go publik melakukan
manajemen laba untuk menaikkan harga saham perusahaan.
4. Motivasi lain
Motivasi lain yang dapat mendasari manajer melakukan manajemen laba
adalah dorongan untuk memenuhi target laba internal dan dorongan untuk
memenuhi harapan pihak investor dan stakeholder.

Pengendalian internal merupakan suatu proses yang dirancang,


diimplementasi, dan dipelihara oleh dewan komisaris, komite audit, manajemen
dan karyawan lain untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam mencapai
efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan
terhadap hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (ISA 315:4c).
Menurut laporan Committee of Sponsoring Organizations (COSO) terdapat lima
komponen yang saling terkait dalam pengendalian internal, yaitu lingkungan
pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan
komunikasi, dan yangterakhir pemantauan. Pendekatan ini sering digunakan untuk
mendeteksi kecurangan karena lemahnya pengendalian internal dapat
memperbesar kemungkinan terjadinya kecurangan.
18

Dari semua pendekatan yang telah dijelaskan diatas, pendekatan rasio-


rasio keuangan lah yang paling mudah untuk digunakan untuk mendeteksi
kecurangan. Selain jelas alat ukur dan cara pengukurannya, rasio keuangan
menganalisis dari angka-angka yang tersusun di laporan keuangan yang telah
dipublikasi ke masyarakat dan pengguna laporan keuangan. Hal tersebut
memudahkan untuk mengolah data dan melakukan penelitian yang lebih dalam
untuk mendeteksi suatu perusahaan melakukan kecurangan tanpa harus
mengetahui sistem yang sedang berjalan di suatu perusahaan. Mariana (2012)
dalam penelitian nya menyebutkan salah satu alat untuk memprediksi adanya
kecurangan laporan keuangan dalam perusahaan adalah rasio indeks yang
diterjemahkan ke dalam model Beneish M-Score.

2.1.6 Beneish M-Score Model


Model Beneish M-Score merupakan sebuah model analisis data statisik
untuk rasio keuangan yang dihitung menggunakan data akuntansi perusahaan
tertentu untuk memeriksa adanya kemungkinan perusahaan melaporkan laba yang
telah dimanipulasi. Model analisis ini merupakan model probabilistik yang tidak
dapat mendeteksi perusahaan yang melakukan manipulasi terhadap pendapatan
mereka dengan akurasi 100%. Penggunaan variabel dalam alat analisis ini dapat
membantu pemeriksaan lebih lanjut dari produk dalam laporan keuangan dan
dapat menunjukkan red flag atau sinyal kemungkinan kecurangan.
Beneish (1999:10) menyebutkan terdapat beberapa prediktor dari
manipulasi laporan keuangan yang dapat digunakan. Indeks rasio yang digunakan
untuk mendeteksi adanya manipulasi dalam laporan keuangan tersebut antara lain:
1. Days Sales in Receivables Index (DSRI)
DSRI merupakan rasio jumlah hari penjualan dalam piutang pada tahun
pertama terjadinya manipulasi (t) terhadap pengukuran tahun sebelumnya
(t-1). Variabel ini mengukur apakah piutang dan pendapatan seimbang
atau tidak (out of balance) dalam dua tahun yang berurutan.
Angka DSRI yang tinggidapat diartikan sebagai hasil dari perubahan
kebijakan kredit untuk memacu penjualan atau terjadi inflasi. Selanjutnya
19

peningkatan DSRI berkaitan dengan tingginya penghasilan dan tingginya


earnings karena terjadi overstated.
2. Gross Margin Index (GMI)
GMI merupakan rasio gross margin dalam tahun sebelumnya (tahun t-1)
terdapat gross margin tahun pertama (tahun t). Nilai GMI > 1
mengindikasikan perusahaan memiliki sinyal negatif dari segi prospek
perusahaan karena penurunan margin laba kotor. Jika perusahaan memiliki
prospek negatif maka akan lebih rentan melakukan manipulasi laporan
keuangan. Kenaikan GMI mengindikasikan perusahaan untuk
menggelembungkan laba. Dengan demikian terdapat hubungan positif
antara GMI dan kemungkinan terjadinya manipulasi jika kinerja
perusahaan menurun.
3. Asset Quality Index (AQI)
Indeks kualitas aset diukur melalui pembagian rasio kualitas aset tahun
pertama (t) dengan rasio kualitas aset tahun dasar (t-1). Nilai AQI > 1
mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk meningkatkan biaya tangguhan atau meningkatkan aset tidak
berwujud dan memanipulasi pendapatan. Semakin besar nilai AQI
merupakan sebuah indikasi penurunan kualitas aset dan semakin besar
memanipulasi pendapatan.
4. Sales Growth Index (SGI)
SGI merupakan rasio penjualan pada tahun pertama (tahun t) terhadap
penjualan tahun sebelumnya (tahun t-1). Nilai SGI > 1 menggambarkan
perusahaan mengalami peningkatan penjualan dari tahun sebelumnya.
Perusahaan yang mengalami pertumbuhan penjualan lebih cenderung
melakukan manipulasi terhadap pendapatan.
5. Depreciation Index (DEPI)
DEPI merupakan rasio yang membandingkan beban depresiasi terhadap
aset tetap sebelum depresiasi pada tahun pertama (t) dan tahun sebelumnya
(t-1). Nilai DEPI > 1 mengindikasikan bahwa ketika aset yang telah
disusutkan melambat, kemungkinan perusahaan telah merevisi masa
20

manfaat atau mengadopsi metode baru yang dapat meningkatkan laba


menjadi lebih besar.
6. Sales General and Administrative Expenses Index (SGAI)
SGAI merupakan rasio yang membandingkan beban penjualan, umum,
dan administrasi terhadap penjualan pada tahun pertama (t) dan tahun
sebelumnya (t-1). SGAI menginterpretasikan bahwa peningkatan yang
tidak proporsional dalam penjualan sebagai suatu tanda negatif terhadap
prospek perusahaan di masa mendatang.
7. Leverage Index (LVGI)
LVGI merupakan rasio yang membandingkan jumlah hutang terhadap total
aset pada tahun pertama (t) dan tahun sebelumnya (t-1). Rasio ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat hutang yang dimiliki
perusahaan terhadap total aktivanya dari tahun ke tahun. Nilai LVGI > 1
mengindikasikan peningkatan dalam leverage.
8. Total Accruals to Total Assets (TATA)
TATA merupakan rasio total akrual terhadap total aset. Total akrual
diperhitungkan dengan laba setelah pajak dikurangi kas yang dihasilkan
dari aktivitas operasi dibagi total aset. Beneish (1999:12) menggunakan
TATA untuk memperkirakan sejauh mana kas mendasari pendapatan yang
dilaporkan dan memperkirakan akrual yang lebih tinggi dengan lebih
sedikit kas dapat dikaitkan dengan manipulasi yang lebih tinggi.
21

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu


Berikut merupakan penelitian terdahulu yang menjadi landasan dalam
melakukan penelitian:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian


Peneliti Penelitian
1. Tarjo Application of PrincipalVariabel yang dapat
dan Beneish M-Score Componentmendeteksi financial fraud
Herawati Models and Data Analysis adalah GMI, DEPI, SGAI
(2015) Mining to Detect (PCA) dandan TATA.
Financial Fraud Regresi Kesimpulan yang
logistik diperoleh yaitu Beneish
M-Score dapat digunakan
untuk mendeteksi
kecurangan laporan
keuangan.
2. Christy Penerapan Analisis Hasil tersebut
et al Formula Beneish Diskriminan menyimpulkan bahwa
(2015) M-Score dan Linier pengklasifikasian analisis
Analisis Klasik diskriminan linier ini
Diskriminan dengan MS akurat terhadap formula
Linier untuk Excel 2007 Beneish M-Score.
Klasifikasi
Perusahaan
Dimanipulasi dan
Non-
Dimanipulasi
(Studi Kasus di
Bursa Efek
Indonesia Tahun
2013)

3. Kamal et Detecting Pendekatan Temuan ini menekankan


al (2016) Financial Kuantitatif bahwa Model Beneish
Statement Fraud memang tidak dapat secara
by Malaysian akurat memberikan hasil
Public Listed 100% namun dapat
Companies: digunakan sebagai alat
The Reliability of pendukung yang dapat
the Beneish M- memeriksa penyimpangan
Score Model. dalam laporan keuangan.
22

4. Kusuma Deteksi Financial Regresi Variabel Beneish yang


(2016) Statement Fraud Logistik berpengaruh terhadap
dengan Model financial statement fraud
Beneish M-Score adalah DSRI, GMI, AQI,
SGI, LVGI, dan TATA.
Sedangkan variabel yang
tidak berpengaruh
terhadap financial
statement fraud adalah
variabel DEPI dan SGAI.

5. Wira Analisis Analisis Empat variabel Altman


tantra Financial Diskriminan yaitu WC/TA, RE/TA,
(2018) Distress pada MVE/BVD, dan S/TA
Perusahaan mampu membedakan
Pertambangan perusahaan dalam kondisi
yang Terdaftar di financial distress dan non
Bursa Efek financial distress
Indonesia pada sementara variabel
Tahun 2012-2016 EBIT/TA tidak mampu
dengan Model membedakan kedua
Altman Z-Score kelompok.

6. Marfuah Model Beneish Analisis Berdasarkan analisis


dan M-Score untuk Diskriminan dikriminan, variabel yang
Ardiami Mendeteksi dengan berpengaruh dalam
(2018) Kecurangan pada software membedakan laporan
Perusahaan SPSS dan keuangan yang
Perbankan di uji beda dimanipulasi dan tidak
Indonesia independen dimanipulasi adalah AQI,
sampel T- SGI dan SGAI. Sementara
test itu, hasil uji beda
independen T-test
menunjukkan perbedaan
nilai Beneish M.Score
antara sampel perbankan
yang terjadi korupsi dan
yang tidak

7. Safitri Penggunaan Analisis Hasil uji masing-masing


dan Sari Beneish M-Score Regresi angka indeks
(2018) Model untuk Logistik menunjukkan nilai
Melakukan signifikansi dibawah 0,05
Deteksi Fraud untuk tujuh angka indeks
Laporan yaitu DSRI, GMI, AQI,
Keuangan pada SGI, LVGI, dan TATA
23

Klasifikasi sementara indeks SGAI


Industri tidak signifikan dalam
Agrikultur di mendeteksi potensi
Bursa Efek kecurangan laporan
Indonesia keuangan

Penelitian yang dilakukan oleh Tarjo dan Herawati (2015) bertujuan untuk
menguji keakuratan model Beneish M-Score dalam mendeteksi financial
statement fraud. Metode penelitian yang digunakan adalah Principal Component
Analysis (PCA) dan regresi logistik dengan sampel berupa laporan keuangan 35
perusahaan yang melakukan penipuan sesuai database penipuan perusahaan
publik yang dirilis OJK tahun 2001-2014 dan 35 perusahaan dengan industri
sejenis yang tidak termasuk daftar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model
Beneish M-Score mampu mendeteksi penipuan dengan presentase akurasi sebesar
77,1% (27 dari 35 perusahaan sampel) terbukti melakukan penipuan dalam
penyajian laporan keuangan nya. Sementara itu dari 35 sampel perusahaan non
fraud yang tidak terdaftar dalam blacklist database OJK, sebesar 80% (28 dari 35
perusahaan sampel) dikategorikan tidak melakukan kecurangan. Kesimpulan nya
variabel yang terbukti dapat mendeteksi financial fraud adalah GMI, DEPI, SGAI
dan TATA. Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu terletak
pada metode penelitian, sampel penelitian dan periode pengambilan data
penelitian.

Penelitian Christy et al (2015) dilakukan untuk menguji pengaplikasian


ilmu statistika analisis diskriminan linier dalam formula Beneish M-Score yang
diklaim dapat mendeteksi adanya kecurangan laporan keuangan. Sampel yang
ditetapkan adalah data laporan keuangan perusahaan go public yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia dengan periode tahun 2012 sebagai tahun (t-1) dan tahun
2013 sebagai tahun (t). Metode penelitian menggunakan analisis diskriminan
linier dengan bantuan software microsoft excel 2007. Hasil penelitian
menyimpulkan pengklasifikasian menggunakan model Beneish diperoleh 20
sampel perusahaan memanipulasi laporan keuangan nya sedangkan 17 sampel
perusahaan tidak memanipulasi laporan keuangan nya dengan ketepatan
24

klasifikasi sebesar 97,30% dengan total proporsi kesalahan 2,70%. Perbedaan


penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu terletak sampel dan data
penelitian serta fokus disiplin ilmu karena penelitian Christy (2015) menjelaskan
dari sisi bidang ilmu statistika.

Penelitian Kamal et al (2016) bertujuan menguji kehandalan model


Beneish M-Score dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Sampel
penelitian adalah laporan keuangan 17 perusahaan yang telah didakwa dan
dituntut karena terbukti melakukan kecurangan oleh Komisi Sekuritas Malaysia
(KMS) periode tahun 1996-2004. Metode penelitian menggunakan pendekatan
deskriptif kuantitatif dengan hasil model Beneish terbukti handal dalam
mendeteksi penipuan laporan keuangan sebesar 82% karena sebanyak 14 dari 17
sampel dapat digolongkan sebagai perusahaan yang memanipulasi laporan
keuangan nya. Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu terletak
pada sampel dan metode penelitian.

Penelitian Kusuma (2016) bertujuan menguji pengaruh masing-masing


variabel Beneish terhadap financial statetement fraud pada perusahaan
manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia selama priode 2011-2015.
Metode penelitian menggunakan regresi logistik dengan hasil variabel Beneish
yang berpengaruh terhadap financial statement fraud adalah DSRI, GMI, AQI,
SGI, LVGI, dan TATA. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh terhadap
financial statement fraud adalah variabel DEPI dan SGAI. Perbedaan penelitian
terletak pada sampel, periode penelitian dan metode penelitian.

Penelitian Wiratantra (2018) dilakukan untuk menguji variabel manakah


dari model Altman Z-Score yang dapat membedakan kelompok perusahaan
financial distress dan non financial distress serta melihat berapa tingkat ketepatan
atau akurasi fungsi diskriminan yang terbentuk. Sampel yang digunakan adalah
perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-
2016. Hasil penelitian menjelaskan empat variabel Altman yaitu WC/TA, RE/TA,
MVE/BVD, dan S/TA mampu membedakan perusahaan dalam kondisi financial
distress dan non financial distress sementara variabel EBIT/TA tidak mampu
25

membedakan kedua kelompok. Selain itu, fungsi diskriminan yang terbentuk


dalam penelitian tersebut memiliki akurasi 97,8%. Perbedaan penelitian sekarang
terletak pada topik penelitian dan data penelitian.

Penelitian Marfuah dan Ardiami (2018) dilakukan untuk menguji


kemampuan model Beneish dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan.
Sampel penelitian ini menggunakan laporan keuangan perusahaan perbankan di
Indonesia yang melakukan korupsi dan tidak melakukan korupsi berdasarkan
putusan MA tahun 2008-2016. Metode penelitian ini menggunakan analisis
diskriminan untuk menguji keakuratan model Beneish kemudian dilanjutkan
dengan uji beda independent T-test untuk melihat perbedaan antara sampel fraud
dan non fraud. Hasil penelitian dengan analisis dikriminan menunjukkan variabel
yang berpengaruh dalam membedakan laporan keuangan perusahaan dimanipulasi
dan tidak dimanipulasi adalah AQI, SGI dan SGAI sementara berdasarkan uji
beda independen T-test, diketahui memang terdapat perbedaan nilai Beneish
M.Score antara sampel perbankan yang terjadi korupsi dengan yang tidak.
Perbedaan penelitian terletak pada sampel dan periode penelitian.

Penelitian Safitri dan Sari (2018) bertujuan menguji kehandalan model


Beneish M-Score dalam mendeteksi fraud laporan keuangan pada perusahaan
agrikultur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2016. Penelitian ini
memberikan bukti bahwa terjadi tindakan fraud pada laporan keuangan
perusahaan agrikultur sebesar 40% dari keseluruhan sampel yang tercermin dari
tingginya angka indeks DSRI dibandingkan indeks lain. Perbedaan penelitian ini
degan penelitian sekarang terletak pada pemilihan sektor industri untuk dijadikan
sampel dan pemilihan metode penelitian.
26

2.3 Kerangka Konseptual


Kerangka konseptual diperlukan untuk mempermudah peneliti
menganalisis dan menguraikan setiap permasalahan secara sistematis.
Berdasarkan kajian teori dan literatur dari penelitian terdahulu, kerangka
konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Laporan Laporan
Keuangan yang Model Beneish Keuangan yang
Di Manipulasi M-Score Tidak Di
Manipulasi

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 2.1 menampilkan visualisasi model Beneish M-Score yang


diklaim dapat mendeteksi financial statement fraud dengan cara mengelompokkan
sampel menjadi dua kategori yaitu laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak
dimanipulasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan model Benesih
dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan dengan melihat hubungan antara
variabel independen yaitu delapan variabel Beneish dengan financial statement
fraud sebagai variabel dependen. Langkah yang dilakukan adalah
mengaplikasikan analisis diskriminan untuk menguji manakah dari variabel
independen tersebut yang secara nyata dapat membedakan sampel laporan
keuangan perusahaan yang tergolong kelompok dimanipulasi dan tidak
dimanipulasi.

2.4 Pengembangan Hipotesis Penelitian


1. Days Sales Receivable Index (DSRI) sebagai variabel pembeda antara
laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Salah satu indikator kemungkinan terjadinya manipulasi adalah
peningkatan tidak biasa dalam piutang (Beneish 1999:4). Manajer akan fokus
terhadap akun piutang jika berniat memanipulasi laporan keuangan (Hantono
2018:258). Variabel hari penjualan dalam piutang digunakan untuk mengukur
adanya peningkatan yang tidak biasa dalam piutang dalam dua tahun berturut-
27

turut. Sebuah peningkatan pada piutang dapat menjadi indikasi bahwa perusahaan
berusaha meningkatkan penjualan yang berpengaruh terhadap peningkatan laba
melalui kelonggaran kebijakan kredit untuk memacu penjualan secara kredit.
Menurut Beneish (1999:10) kemungkinan peningkatan piutang dan
penjualan dapat berkaitan dengan pendapatan dan laba yang dilebih-lebihkan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2016:16) menjelaskan bahwa
variabel DSRI memiliki pengaruh terhadap pendeteksian fraud. Menurut Kusuma
(2016:16) perusahaan dikatakan memiliki kinerja yang baik ketika nilai piutang
dan penjualan tinggi. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan penelitian Roxas
(2011:60) yang menyebutkan variabel DSRI sebagai salah satu variabel penting
dalam model Beneish. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
H1: Variabel Days Sales Receivable Index mampu membedakan laporan
keuangan yang dimanipulasi dan laporan keuangan yang tidak
dimanipulasi.

2. Gross Margin Index (GMI) sebagai variabel pembeda antara laporan


keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Rasio margin laba kotor memberikan informasi mengenai seberapa
menguntungkan kegiatan bisnis yang dijalankan oleh suatu perusahaan dengan
melihat laba yang dihasilkan pada tingkat penjualan tertentu. Memburuknya rasio
marjin laba kotor merupakan sinyal negatif bagi perusahaan karena rasio ini dapat
menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam meminimalisasi
beban pokok penjualan sehingga dapat menghasilkan laba yang besar. Perusahaan
dengan rasio GMI rendah memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk melakukan
manipulasi laba.
Penelitian yang dilakukan Tarjo dan Herawati (2015:928) memberikan
hasil bahwa variabel GMI dapat digunakan untuk mendeteksi fraud. Hasil
penelitian tersebut konsisten dengan penelitian Kusuma (2016:16) yang
menyatakan bahwa variabel GMI memiliki pengaruh terhadap fraud karena rasio
tersebut menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam
28

mempertahankan pertumbuhan penjualannya. Dengan demikian, hipotetesis yang


diajukan dalam penelitian ini adalah :
H2: Variabel Gross Margin Index mampu membedakan laporan keuangan
yang dimanipulasi dan laporan keuangan yang tidak dimanipulasi.

3. Asset Quality Index (AQI) sebagai variabel pembeda antara laporan


keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Rasio indeks kualitas aset digunakan untuk mengukur proporsi aset tetap
dan aset lancar dalam total aset yang memiliki manfaat masa depan. Indeks
kualitas aset dapat merepresentasikan efektivitas manajemen dalam menggunakan
aset yang dimiliki untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan dalam
menghasilkan pendapatan.
Penelitian yang dilakukan Santosa dan Ginting (2019:83) menghasilkan
temuan bahwa model Beneish tidak efektif untuk digunakan namun variabel AQI
secara signifikan dapat mempengaruhi angka dummy Beneish M-Score.
Perusahaan dapat memanipulasi aset yang dimiliki nya dengan dengan melakukan
penyajian yang salah dengan cara merendahkan kewajiban agar nilai laba menjadi
lebih tinggi dan posisi keuangan menjadi lebih kuat. Penelitian tersebut
mendukung penelitian Roxas (2011:60) yang menyebutkan AQI sebagai salah
satu variabel yang berperan dalam pendeteksian fraud. Hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah :
H3: Variabel Asset Quality Index mampu membedakan laporan keuangan yang
dimanipulasi dan laporan keuangan yang tidak dimanipulasi.

4. Sales Growth Index (SGI) sebagai variabel pembeda antara laporan


keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Petumbuhan penjualan merupakan peningkatan penjualan dari tahun
pertama ke tahun berikutnya yang mengakibatkan peningkatan laba perusahaan
dan pendapatan pemilik saham (Astari 2017). Perusahaan yang memiliki
pertumbuhan penjualan tinggi lebih berpotensi melakukan manipulasi terhadap
laba baik dilaporkan lebih besar untuk mencapai tekanan target laba maupun
29

dilaporkan lebih kecil untuk mengurangi kewajiban pajak. Manajer menghadapi


tekanan terkait financial statement fraud ketika kondisi keuangan perusahaan
tidak stabil akibat ancaman ekonomi, industri maupun kondisi operasional
perusahaan (SAS No. 99).
Kusuma (2016:17) meneliti bahwa SGI memiliki pengaruh terhadap
pendeteksian fraud. Sejalan dengan penelitian tersebut, Beneish (1990)
menyebutkan bahwa penjualan yang meningkat dapat menjadi salah satu indikasi
kecurangan dalam laporan keuangan. Berdasarkan literatur tersebut maka
hipotesis yang diajukan adalah :
H4: Variabel Sales Growth Index mampu membedakan laporan keuangan yang
dimanipulasi dan laporan keuangan yang tidak dimanipulasi.

5. Depreciation Index (DEPI) sebagai variabel pembeda antara laporan


keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Indeks depresiasi merupakan tingkat depresiasi tahun dasar dibandingkan
depresiasi tahun pertama. Beneish (1999:11) mengungkapkan bahwa rasio indeks
depresiasi digunakan sebagai tolak ukur untuk melihat apakah perusahaan telah
merevisi masa manfaat aset dan menggunakan metode penyusutan yang dapat
mengurangi nilai depresiasi sehingga nilai aset perusahaan terlihat lebih tinggi.
Kondisi perusahaan yang tidak stabil karena manajemen tidak mampu
memaksimalkan aset yang dimiliki dapat memicu manajemen melakukan
permainan angka-angka akuntansi dalam kelompok aset untuk meningkatkan total
aset. Namun sejalan dengan perkembangan ilmu akuntansi, saat ini telah terdapat
kebijakan yang mengatur tantang metode depresiasi seperti metode garis lurus dan
angka tahun sehingga variabel depresiasi kemungkinan tidak dapat menunjukkan
indikasi manipulasi laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Hantono (2018:267) menyatakan bahwa
variabel DEPI tidak memberikan pengaruh terhadap financial statement fraud
dikarenakan kebijakan penyusutan yang ditetapkan dan dilakukan oleh perusahaan
telah sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Dengan demikian hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
30

H5: Variabel Depreciation Index tidak mampu membedakan laporan keuangan


yang dimanipulasi dan laporan keuangan yang tidak dimanipulasi.

6. Sales General and Administrative Expenses Index (SGAI) sebagai variabel


pembeda antara laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak
dimanipulasi.
Indeks SGAI merupakan rasio antara beban penjualan dan administrasi
umum dengan penjualan. Manajemen dapat menggunakan aktivitas riil seperti
beban penjualan dan administrasi umum untuk mencapai target laba (Gunny
2010). Semakin ketatnya persaingan dalam industri dan tinggi nya target laba
yang ditetapkan dapat memicu manajer melakukan manipulasi terhadap biaya
penjualan dan administrasi umum untuk mempengaruhi nilai laba perusahaan.
Teori tersebut tidak mendukung penelitian Hantono (2018:267) yang
menyimpulkan bahwa variabel SGAI tidak memiliki pengaruh terhadap financial
statement fraud. Penelitian yang dilakukan Kusuma (2016:17) juga memperoleh
hasil yang sama yaitu variabel SGAI tidak memiliki pengaruh terhadap financial
statement fraud. Namun bertentangan dengan kedua penelitian tersebut, penelitian
yang dilakukan Marfuah dan Ardiami (2018:144) menyatakan bahwa variabel
SGAI memiliki pengaruh terhadap financial statement fraud. Berdasarkan uraian
tersebut, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H6: Variabel Sales General and Administrative Expenses Index mampu
membedakan laporan keuangan yang dimanipulasi dan laporan keuangan
yang tidak dimanipulasi.

7. Leverage Index (LVGI) sebagai variabel pembeda antara laporan


keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Indeks leverage merupakan rasio total hutang terhadap total aset yang
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang
perusahaan. Semakin tinggi rasio leverage menandakan semakin besar jumlah
pinjaman yang digunakan untuk investasi terhadap aktiva untuk menghasilkan
keuntungan bagi perusahaan. Perusahaan dengan rasio leverage tinggi memiliki
31

potensi lebih besar dalam melakukan manipulasi laba karena kekayaan atau aset
yang dimiliki tidak cukup untuk memenuhi kewajiban pembayaran hutang. Watts
dan Zimmerman (dalam Utami 2018) menyatakan bahwa ketika situasi
perusahaan semakin dekat dengan pelanggaran perjanjian hutang, manajer akan
cenderung memilih kebijakan akuntansi yang dapat meningkatkan laba melalui
prosedur pemindahan laba periode mendatang pada periode berjalan. Hal tersebut
dilakukan guna meyakinkan kreditor bahwa kinerja perusahaan dalam mengelola
dana sudah baik sehingga perusahaan dapat memperoleh perpanjangan pinjaman
maupun pinjaman kredit dari pihak lain.
Listiyawati (2016:661) dalam penelitian nya menyatakan bahwa leverage
merupakan salah satu faktor resiko keuangan. Leverage memiliki pengaruh
signifikan terhadap probabilitas suatu perusahaan melakukan tindakan kecurangan
laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan Skousen et al (2009) menunjukkan
bahwa presentase total hutang terhadap total aset berpengaruh positif terhadap
financial statement fraud. Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, Tarjo (2009)
mengemukakan bahwa perusahaan yang cenderung memiliki hutang yang besar
akan berupaya meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Apabila kinerja
keuangan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka manajer akan cenderung
melakukan tindakan oportunistik baik dengan manajemen laba maupun tindakan
yang bermuara pada kecurangan laporan keuangan. Berdasarkan pernyataan
diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H7: Variabel Leverage Index mampu membedakan laporan keuangan yang
dimanipulasi dan laporan keuangan yang tidak dimanipulasi.

8. Total Acrual to Total Asset (TATA) sebagai variabel pembeda antara


laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Variabel TATA merupakan rasio antara total akrual yang dihitung dari
selisih laba setelah pajak dan arus kas aktivitas operasi dibagi total aset.
Pertimbangan memilih akrual dalam memproyeksikan financial statement fraud
karena rata-rata investor dan kreditor hanya fokus pada kinerja keuangan pada
laporan laba rugi. Menurut Priantara (2013:96) arus kas dari aktivitas operasi
32

merupakan manifestasi pendapatan operasional yang ada di laporan laba rugi.


Arus kas bersih tersebut dapat menjadi alat ukur utama tentang kemampuan
perusahaan dalam mendapatkan kas yang berkelanjutan. Prosedur manipulasi laba
yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan memanfaatkan prinsip akrual
kecuali arus kas. Perusahaan dapat memainkan komponen akrual yang terdapat
dalam laporan keuangan sebab komponen akrual tidak membutuhkan bukti kas
secara fisik (Sulistiyo 2008).
Oktarigusta (2017:58) mengungkapkan variabel TATA memiliki pengaruh
signifikan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Konsisten
dengan hasil penelitain tersebut, Santosa dan Ginting (2019:83) menyimpulkan
bahwa variabel TATA secara signifikan mempengaruhi angka dummy model
Beneish. Rasio total akrual digunakan untuk mengukur efektivitas dari
keseluruhan operasi perusahaan yang sejalan dengan basis akuntansi akrual dalam
setiap komponen laporan keuangan. Melalui pernyataan tersebut, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
H8: Variabel Total Accrual to Total Assets mampu membedakan laporan
keuangan yang dimanipulasi dan laporan keuangan yang tidak
dimanipulasi.
33

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang akan digunakan untuk menyusun tugas akhir
merupakan penelitian kuantitatif. Menurut Indriantoro dan Supomo (2014:12)
penelitian kuantitatif menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran
variabel-variabel penelitian dengan angka dan menganalisis data dari hasil
pengukuran tersebut menggunakan prosedur statistik. Penelitian ini bertujuan
menguji dan menganalisis variabel-variabel independen yaitu DSRI, GMI, AQI,
SGI, DEPI, SGAI, LVGI, dan TATA terhadap financial statement fraud dengan
menggunakan model Beneish M-Score.

3.2 Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian berikut adalah data sekunder yang
diperoleh dari laporan keuangan disertai laporan auditor independen. Penelitian
ini menggunakan data sekunder dengan pertimbangan bahwa data lebih mudah
diperoleh, tidak membutuhkan biaya yang besar, data bersifat akurat serta
memiliki informasi yang lengkap sesuai kebutuhan penelitian.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penelusuran dan
pencatatan informasi yang diperlukan pada data sekunder berupa laporan
keuangan yang telah di audit pada perusahaan pertambangan tahun 2014-2017 di
Bursa Efek Indonesia. Data tersebut diperoleh dari website resmi BEI
www.idx.co.id atau website resmi perusahaan.

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun pengamatan 2015-2017. Sampel
yang dipilih menggunakan metode purposive sampling. Metode purposive
sampling merupakan pemilihan sampel secara tidak acak dengan kriteria dan
pertumbangan tertentu sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian (Indriantoro
34

dan Supomo 2014:125). Kriteria penetuan sampel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a) Perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan
tidak mengalami delisting selama periode 2015-2017.
b) Perusahaan pertambangan yang mempublikasikan laporan keuangan
teraudit berturut-turut tahun 2015-2017 di website resmi BEI atau website
resmi perusahaan.
c) Variabel-variabel yang diteliti tersedia dengan lengkap dalam laporan
keuangan tahun 2015-2017.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel penelitian merupakan objek penelitian atau apa yang menjadi titik
perhatian peneliti (Indriantoro dan Supomo 2014:61). Variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel independen.
Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah financial
statement fraud menurut model Beneish M-score sedangkan variabel bebas
(independent variable) yang digunakan dalam penelitian ini adalah delapan
variabel Beneish meliputi: Days Sales in Receivables Index (X1), Gross Margin
Index (X2), Asset Quality Index (X3), Sales Growth Index (X4), Depreciation
Index (X5), Sales and General Administration Expenses Index (X6), Total
Accruals to Total Assets (X7) dan Leverage Index (X8).

3.5 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel


Definisi operasional dan skala pengukuran variabel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Financial Statement Fraud (Y)
Model Beneish M.Score mengidentifikan kondisi terjadinya kecurangan
laporan keuangan berdasarkan cut off sebesar -2.22. Laporan keuangan yang
dimanipulasi akan diberi kode 1 sedangkan laporan keuangan yang tidak
dimanipulasi akan diberi kode 0.
35

b. Days Sales Receivable Index/ DSRI (X1)


DSRI merupakan rasio jumlah hari penjualan dalam piutang pada tahun
pertama terjadinya manipulasi (t) terhadap pengukuran tahun sebelumnya
(t-1).
c. Gross Margin Index / GMI(X2)
GMI merupakan rasio gross margin dalam tahun sebelumnya (tahun t-1)
terdapat gross margin tahun pertama (tahun t).
d. Asset Quality Index / AQI (X3)
AQI merupakan rasio aset lancar dan aset tetap dibagi total aset pada tahun
pertama (t) terhadap aset lancar dan aset tetap dibagi total aset tahun
sebelumnya (t-1).
e. Sales Growth Index / SGI (X4)
SGI merupakan rasio penjualan pada tahun pertama (tahun t) terhadap
penjualan tahun sebelumnya (tahun t-1).
f. Depreciation Index / DEPI (X5)
DEPI merupakan rasio yang membandingkan beban depresiasi terhadap aset
tetap sebelum depresiasi pada tahun pertama (t) dan tahun sebelumnya (t-1).
g. Sales General and Administrative Expenses Index / SGAI (X6)
SGAI merupakan rasio yang membandingkan beban penjualan, umum, dan
administrasi terhadap penjualan pada tahun pertama (t) dan tahun sebelumnya
(t-1).
h. Leverage Index / LVGI (X7)
LVGI merupakan rasio yang membandingkan jumlah hutang terhadap total
aset pada tahun pertama (t) dan tahun sebelumnya (t -1).
i. Total Accruals to Total Assets / TATA (X8)
TATA merupakan rasio total akrual terhadap total aset. Total akrual
diperhitungkan dengan selisih laba setelah pajak dengan arus kas yang
digunakan untuk aktivitas operasi.
36

3.7 Metode Analisis Data


3.7.1 Menghitung Variabel Independen
1. Days Sales Receivable Index / DSRI (X1)
Rumus DSRI adalah sebagai berikut :

𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑈𝑠𝑎ℎ𝑎 (𝑡)/𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 (𝑡)


DSRI =
𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑈𝑠𝑎ℎ𝑎 (𝑡−1)/𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 (𝑡−1)

2. Gross Margin Index / GMI(X2)


Rumus GMI adalah sebagai berikut :

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐾𝑜𝑡𝑜𝑟 (𝑡−1)/𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 (𝑡−1)


GMI = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐾𝑜𝑡𝑜𝑟 (𝑡)/𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 (𝑡)

3. Asset Quality Index / AQI (X3)


Rumus AQI adalah sebagai berikut:

1−𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 (𝑡)+𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 (𝑡)


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡)
AQI = 1−𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 (𝑡−1)+𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 (𝑡−1)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡−1)

4. Sales Growth Index / SGI (X4)


Rumus SGI adalah sebagai berikut:

𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 (𝑡)
SGI =
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 (𝑡−1)

5. Depreciation Index / DEPI (X5)


Rumus DEPI adalah sebagai berikut:

𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 (𝑡−1)
𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 (𝑡−1)+𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 (𝑡−1)
DEPI = 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 (𝑡)
𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 (𝑡)+𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 (𝑡)
37

6. Sales General and Administrative Expenses Index / SGAI (X6)


Rumus SGAI adalah sebagai berikut :

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝐴𝑑𝑚𝑖𝑛𝑖𝑠𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑡)


𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 (𝑡)
SGAI = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝐴𝑑𝑚𝑖𝑛𝑖𝑠𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑡−1)
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 (𝑡−1)

7. Leverage Index / LVGI (X7)


Rumus LVGI adalah sebagai berikut :

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 (𝑡)


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡)
LVGI = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 (𝑡−1)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡−1)

8. Total Accruals to Total Assets / TATA (X8)


Rumus TATA adalah sebagai berikut :

𝐸𝐴𝑇(𝑡)−𝐴𝑟𝑢𝑠 𝐾𝑎𝑠 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑡)


TATA =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 (𝑡)

3.7.2 Menghitung Variabel Dependen dengan Model Beneish M-score


Hasil perhitungan rasio indeks tersebut akan dimasukkan dalam sebuah
model berikut :

M-score = -4.840 + 0.920 (DSRI) + 0.528 (GMI) + 0.404 (AQI) +


0.892 (SGI) + 0.115 (DEPI) – 0.172 (SGAI) – 0.327 (LVGI) + 4.697
(TATA)

Angka -4.84 merupakan konstanta dan delapan rasio keuangan dikalikan


dengan masing-masing konstanta. Jika angka M-score lebih besar dari -2.22,
maka perusahaan terindikasi melakukan manipulasi.
38

3.7.3 Analisis Statistik Deskriptif


Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik
variabel-variabel dalam penelitian. Karakteristik yang dimunculkan adalah nilai
rata-rata, nilai tengah, standar deviasi, nilai maksimum, nilai minimum dll.
Statistik deskripstif mentransformasikan data penelitian kemudian menyajikan
data tersebut dalam bentuk tabulasi. Data yang diperoleh kemudian disusun
dalam bentuk tabel dan dijabarkan dengan kalimat penjelas. Analisis statistik
deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan karakter delapan
variabel bebas DSRI, GMI, AQI, SGI, DEPI, SGAI, LVGI, dan TATA.

3.7.4 Uji Kelayakan Analisis Diskriminan


Terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi agar model diskriminan
dapat digunakan, asumsi tersebut meliputi variabel independen seharusnya
berdistribusi normal, matriks kovarians dari semua variabel independen
seharusnya sama, tidak ada multikolinieritas antarvariabel, dan tidak ada data
ekstrim atau outlier (Santoso 2017:156).
a) Uji Data Outlier
Outlier merupakan kasus atau data yang memiliki karakteristik unik yang
terlihat sangat berbeda dengan observasi lain atau muncul dalam bentuk
nilai ekstrim dalam sebuah variabel tunggal maupun variabel kombinasi.
Terdapat empat penyebab timbulnya data outlier yaitu: (1) kesalahan
dalam melakukan penginputan atau entri data. (2) kegagalan
menspesifikasi adanya missing value dalam program komputer. (3) data
outlier bukan merupakan anggota populasi yang kita ambil sebagai
sampel. (4) outlier berasal dari populasi yang kita ambil sebagai sampel
namun distribusi dari variabel dalam populasi tersebut memiliki nilai
ekstrim dan tidak terdistribusi normal (Ghozali 2011:36).
Deteksi terhadap univariate outlier dilakukan untuk menentukan ambang
batas yang akan dikategorikan sebagai nilai outlier dengan cara
mengkonversi nilai data ke dalam skor standarized atau Z-score yang
memiliki nilai rata-rata (mean) sama dengan nol dan standar deviasi sama
39

dengan satu. Menurut Santoso (2017:34) standar skor oulier adalah 2,5.
Jika nilai standarized atau Z-score lebih besar dari 2,5 dan lebih kecil dari
-2,5 maka data tersebut dikategorikan sebagai outlier.
b) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal atau tidak. Salah satu cara menguji
normalitas data adalah dengan One Sample Kolmogorov-Smirnovtest
dengan taraf signifikansi 0.05 atau 5%. Data dikategorikan terdistribusi
normal apabila signifikansinya lebih besar dari 0,05. Begitu pula
sebaliknya, apabila nilai signifikansi dibawah 0,05 maka data tidak
terdistribusi normal (Ghozali 2011:154).
c) Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen karena model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.
Jika dua variabel independen mempunyai korelasi yang kuat, maka
dikatakan terjadi multikolonieritas. Indikasi terjadinya multikolonieritas
akan menyebabkan interpretasi dari model yang terbentuk menjadi bias
(Ghozali 2011:103).
d) Uji Matriks Kovarians
Matriks kovarians antar variabel ini di uji dengan menggunakan Box M
Result. Matriks kovarians dari semua variabel independen seharusnya
sama (equal), akan tetapi analisis diskriminan akan tetap robust atau kuat
walaupun asumsi homogenitas tidak terpenuhi dengan syarat data tidak
memiliki nilai ekstrim atau outlier (Ghozali 2011:202).

3.7.5 Analisis Diskriminan


Analisis diskriminan adalah salah satu analisis multivariat yang menguji
ada tidaknya hubungan sebab akibat dari sebuah fenomena dengan cara
membentuk fungsi dikriminan. Analisis diskriminan merupakan bentuk regresi
40

dengan ciri khusus berupa variabel dependen berbentuk non metrik atau kategori
sedangkan variabel independen berbentuk metrik (Santoso 2017:151).
Kegunaan utama analisis diskriminan adalah mengidentifikasi variabel
independen mana yang secara nyata mampu membedakan kedua kelompok dan
menggunakan variabel-variabel yang telah teridentifikasi tersebut untuk
membentuk persamaan atau fungsi yang dapat menjelaskan perbedaan antara dua
kelompok. Dalam analisis ini, dua kategori yang dijadikan variabel dependen
adalah kelompok perusahaan yang tergolong dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
A. Uji Variabel Independen
Pengujian variabel independen dapat dilakukan dengan test of equality
goup means. Test of equality group means digunakan untuk melihat
apakah ada perbedaan secara signifikan antara dua kelompok digambarkan
dari semua variabel independen. Pengambilan keputusan dapat dilihat dari
nilai wilk’s lambda dengan angka signifikansi di bawah 0,05. Jika angka
signifikansi kurang dari 0,05 maka terdapat perbedaan antar grup,
sebaliknya nilai signifikansi di atas 0,05 menunjukkan tidak ada perbedaan
antar grup.
Dalam beberapa analisis diskriminan, sebuah variabel yang tidak lolos uji
tidak otomatis dikeluarkan namun tetap disertakan pada analisis
diskriminan selanjutnya. Pandangan ini berdasarkan prinsip bahwa dalam
analisis multivariat, variabel dianggap satu kesatuan bukan terpisah-pisah
(Santoso 2017:162). Pada penelitian ini digunakan metode step-wise
sehingga variabel akan dimasukkan satu per satu ke dalam model untuk
membentuk fungsi diksriminan, kemudian variabel yang tidak layak akan
dikeluarkan dari fungsi diskriminan.

B. Uji Perbedaan Antargrup


Pengujian perbedaan antar grup atau kelompok dapat dijelaskan oleh dan
tabel eigenvalues dan tabel wilk’s lambda.
41

1) Tabel Eigenvalues
Cara menguji perbedaan antara kedua kelompok dapat dilihat dari
angka canonical correlation dalam tabel eigenvalues. Nilai canonical
correlation digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara nilai
diskriminan atau besarnya variasi variabel dependen yang dapat
dijelaskan oleh variabel independen dengan kelompok. Menurut
Ghozali (2011:204) untuk mengetahui seberapa besar dan berarti
perbedaan diperlukan nilai square canonical correlation (CR2 ) yang
merupakah hasil kuadrat dari canonical correlation (CR). Angka CR2
yang semakin besar menunjukkan semakin baik pula fungsi yang
terbentuk.
2) Tabel Wilk’s Lambda
Menurut Santoso (2017:171) untuk menguji perbedaan kedua kelompok
secara bersamaan digunakan multivariate test of significance. Pengujian
tersebut dapat dilakukan dengan uji wilk’s lambda yang
diproksimasikan dengan nilai chi square. Hasil uji wilk’s lambda
menunjukkan apakah nilai means untuk kedua kelompok berbeda
secara signifikan atau tidak.

C. Pembentukan Fungsi Diskriminan


Dasar terbentuknya fungsi diskriminan dapat dilihat dari tabel structure
matrix dan tabel canonical discriminant function coefficient.
1. Tabel Structure Matrix
Tabel structure matrix menjelaskan korelasi antara variabel independen
dengan fungsi diskriminan dan struktur kooefisien yang menentukan
label arti atau makna dari fungsi diskriminan. Hasil dari structure
matrix menjabarkan masing-masing variabel bebas yang digunakan atau
dimasukkan ke dalam fungsi maupun yang tidak digunakan.
2. Tabel Canonical Discriminant Function Coefficient
Tabel canonical discriminant function coefficient bertujuan untuk
mencari persamaan estimasi fungsi diskriminan Z score yang dapat
42

digunakan pada model (Ghozali 2011:205). Output dalam tabel akan


menampilkan angka koefisien dan konstanta yang dapat membentuk
fungsi diskriminan. Persamaan umum fungsi diskriminan yang
digunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut:

𝑍 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒 = 𝛼 + β1 DSRI + β2 GMI + β3 AQI + β4 SGI +


β5 DEPI + β6 SGAI + β7 LVGI + β8 TATA

Keterangan:
Z score = Penamaan untuk fungsi diskriminan
𝛼 = Bilangan konstan
𝛽 = Koefisien variabel

D. Menilai Kelayakan Fungsi Diskriminan


Penilaian seberapa tepat fungsi yang telah terbentuk dapat dilihat pada
tabel classification result. Hasil dari tabel tersebut akan menjelaskan
berapa persen ketepatan prediski model diskriminan. Model diskriminan
dianggap memiliki prediksi tinggi apabila tingkat ketepatan berada diatas
50%. Menurut Santoso (2017:180) setelah terbukti bahwa fungsi
diskriminan memiliki ketepatan prediksi yang tinggi, maka fungsi tersebut
dapat digunakan untuk banyak kasus.
43

3.8 Kerangka Pemecahan Masalah


Kerangka pemecahan masalah dijelaskan dalam berikut ini:

MULAI

Pengumpulan Data Sekunder berupa Laporan Keuangan


Perusahaan Pertambangan di BEI periode 2014-2017

Variabel Dependen : Variabel Independen :


Financial Statement Days Sales Receivable Index,
Fraud Gross Margin Index, Asset Quality
Index, Sales Growth Index,
Depreciation Index, Sales and
General Administration Expenses
Index, Leverage Index, dan Total
Accrual to Total Asset.

Uji Kelayakan Analisis Diskriminan

Analisis Diskriminan

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

SELESAI

Gambar 3.1 Kerangka Pemecahan Masalah


44

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian


4.1.1 Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh laporan
keuangan teraudit perusahaan pertambangan yang terdaftar dalam Bursa Efek
Indonesia untuk periode 2015, 2016, dan 2017. Sampel penelitian dipilih dengan
metode purposive sampling menggunakan kriteria yang telah ditetapkan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dan website resmi
perusahaan, diketahui sebanyak 41 perusahaan telah menerbitkan laporan
keuangan selama periode penelitian. Setelah melalui tahap seleksi, terdapat 28
perusahaan yang memenuhi syarat sebagai sampel dalam penelitian sehingga
diperoleh 84 laporan keuangan teraudit tahun 2015-2017. Proses penentuan
sampel penelitian digambarkan dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1 Proses seleksi sampel penelitian
Kriteria Sampel Jumlah Perusahaan
Perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di 41
Bursa Efek Indonesia tahun 2015 – 2017
Kriteria :
1. Perusahaan pertambangan mengalami delisting (2)
pada tahun 2015 – 2017.
2. Perusahaan pertambangan tidak (4)
mempublikasikan laporan keuangan auditan
tahun 2015-2017 di situs www.idx.com atau
website resmi perusahaan.
3. Variabel-variabel yang diteliti tersedia dengan
lengkap dalam laporan keuangan tahun
2015-2017. (7)
Sampel Penelitian 28
Sumber : www.idx.co.id dan website resmi perusahaan diolah oleh penulis.
45

Perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada


tahun pengamatan 2015-2017 sejumlah 41 perusahaan. Pada kriteria pertama,
sebanyak 2 perusahaan mengalami delisting pada tahun 2017 yaitu PT Berau Coal
Energy Tbk (BRAU) dan PT Permata Prima Sakti Tbk (TKGA). Pada kriteria
kedua, sebanyak 4 perusahaan yaitu PT Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk
(BORN), Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Garda Tujuh Buana Tbk
(GTBO), dan PT Perdana Karya Perkasa Tbk (PKPK) tidak lolos seleksi. Pada
kriteria ketiga tidak ada perusahaan yang berpindah sektor usaha. Tahap seleksi
terakhir menyingkirkan 7 perusahaan yang tidak menyediakan variabel-variabel
penelitian secara lengkap sehingga perhitungan menggunakan Beneish M.Score
tidak dapat dilakukan. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Central Omega
Resource Tbk (DKFT), PT Bara Jaya Internasional Tbk (ATPK), PT Cita Mineral
Investindo Tbk (CITA), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Cakra Mineral Tbk
(CKRA), PT Merdeka Cooper Gold Tbk (MDKA), dan PT J Resources Asia
Pasifik Tbk (PSAB). Berdasarkan kriteria sampel yang telah ditetapkan, terdapat
28 perusahaan yang sesuai untuk digunakan sebagai sampel penelitian.

4.1.2 Deskripsi Sampel Penelitian


Sampel yang dipilih dalam penelitian ini merupakan perusahaan yang
menyajikan data penelitian yang dibutuhkan untuk menghitung variabel-variabel
DSRI, GMI, AQI, SGI, DEPI, SGAI, LVGI dan TATA. Berdasarkan hasil
perhitungan Beneish M-Score, sampel tersebut digolongkan dengan kategori 0
untuk laporan keuangan yang tidak dimanipulasi dan kategori 1 untuk laporan
keuangan yang dimanipulasi. Berikut adalah kategori hasil analisis Beneish M-
Score untuk 84 data penelitian selama tiga tahun.
46

Tabel 4.2 Kategori Hasil Analisis Beneish M-Score Model


Kode Kategori Jumlah
0 Tidak dimanipulasi 28
1 Dimanipulasi 56
Total 84
Sumber: lampiran 2 (data diolah)

4.2 Hasil dan Analisis Data


Analisis data ini dilakukan dengan mengolah data-data dari DSRI, GMI,
AQI, SGI, DEPI, SGAI, LVGI dan TATA sebagai variabel independen serta fraud
menggunakan model Beneish sebagai variabel dependen. Hasil pengolahan data
kemudian dianalisis menggunakan uji statistik deskriptif, uji kelayakan analisis
diskriminan dan analisis diskriminan untuk mendapatkan fungsi dikriminan yang
valid.

4.2.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif


Statistik deskriptif memberikan penggambaran data yang dapat dilihat
melalui nilai rata-rata, nilai tengah, nilai minimum, nilai maksimum dan standar
deviasi dari variabel-variabel yang diuji dalam penelitian (Ghozali, 2016:19).
Menurut Indriantoro dan Supomo (2014:170) statistik deskriptif merupakan
proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabel numerik dan grafik yang
menyajikan ringkasan, pengaturan dan penyusunan data sehingga data tersebut
mudah dipahami dan diinterpretasikan. Tujuan dari statistik deskriptif adalah
memberikan informasi terkait karakteristik variabel penelitian yang utama.
47

Tabel 4.3 Uji Analisis Statistik Deskriptif

N Minimum Maksimum Rata-rata Std. Deviation


DSRI 84 0,11 35,67 1,5138 3,80916
GMI 84 -0,69 63,51 3,1379 11,15452
AQI 84 -0,01 7,54 1,1163 0,80016
SGI 84 0,24 3,22 1,0857 0,43703
DEPI 84 0,21 24,42 1,2556 2,57054
SGAI 84 0,25 4,70 1,0854 0,54927
LVGI 84 0,53 3,14 1,0310 0,35866
TATA 84 -0,75 0,19 -0,0565 0,10881
Sumber: Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.
Hasil penelitian menunjukkan adanya beberapa data outlier. Data outlier
merupakan data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda
jauh dari data-data lainnya dan muncul sebagai nilai ekstrim baik untuk sebuah
variabel tunggal maupun sebagai variabel kombinasi (Ghozali, 2016:41). Menurut
Hair (1990) dalam Ghozali (2016:36) untuk kasus sampel kecil yaitu kurang dari
80 (< 80), standar skor yang dinyatakan outlier adalah lebih dari atau sama
dengan 2,5 (≥ 2,5). Sedangkan kasus dengan sampel besar yang memiliki data
sampel lebih dari atau sama dengan 100 (≥ 100) maka standar skor yang
dinyatakan outlier sekitar 3 sampai 4. Penelitian ini menggunakan standar skor
2,5 dikarenakan data sampel penelitian berjumlah 84 yang berada diatas 80 namun
masih dibawah 100. Rincian data yang dikategorikan outlier dapat dilihat dari
tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.4 Data Penelitian Outlier
Nama Perusahaan Kode 2015 2016 2017 Jumlah
Atlas Resources Tbk ARII 1 1
Petrosea Tbk PTRO 1 1
Golden Eagle Energy Tbk SMMT 1 1
Benakat Integra Tbk BIPI 1 1
Elnusa Tbk ELSA 1 1
48

Nama Perusahaan Kode 2015 2016 2017 Jumlah


Surya Essa Perkasa Tbk ESSA 1 1 2
Medco Energi Internasional Tbk MEDC 1 1 2
Mitra Investindo Tbk MITI 1 1 1 3
Total Outlier 12
Sumber: Data diolah penulis.

Berdasarkan tabel 4.4 terdapat 12 sampel yang mengalami outlier.


Menurut Santoso (2017:156) asumsi yang perlu dipenuhi dalam analisis
diskriminan adalah tidak adanya data outlier. Keberadaan data dengan nilai
ekstrim (outlier) tersebut dapat mengganggu hasil pengujian normalitas karena
persebaran data tidak merata. Perlakuan yang diberikan pada data outlier tersebut
adalah mengeliminasi atau dihilangkan dari sampel. Setelah data outlier
dikeluarkan kemudian dilakukan pengujian statistik deskriptif untuk mengetahui
informasi variabel penelitian dengan melihat nilai rata-rata, nilai maksimum,
minimum, dan standar deviasi. Berdasarkan tabel 4.4 diatas, jumlah data yang
akan dianalisis setelah data outlier dieliminasi adalah 72 data.

Tabel 4.5 Hasil Uji Analisis Statistik Deskriptif

N Minimum Maksimum Rata-rata Std. Deviation


DSRI 72 0,1 2,68 1,1050 0,51689
GMI 72 -0,69 5,61 1,0559 0,93042
AQI 72 0,57 2,53 1,0295 0,25482
SGI 72 0,41 1,98 1,0405 0,32321
DEPI 72 0,73 2,47 0,9761 0,22120
SGAI 72 0,61 2,25 1,0539 0,32836
LVGI 72 0,53 1,87 0,9654 0,21431
TATA 72 -0,22 0,17 -0,0487 0,07473
Sumber: Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.
49

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, tidak terdapat data yang memiliki nilai
ekstrim sehingga asumsi pertama tentang data outlier dalam analisis diskriminan
telah terpenuhi.

Tabel 4.6 Perbandingan Mean dan Standar Deviasi pada Sampel Fraud dan
Non Fraud berdasarkan Beneish M-Score

Std
M_Score Mean Minimum Maksimum
Deviation
0 DSRI 0,9612 0,33752 0,11 1,92
GMI 0,8728 0,41904 -0,69 2,15
AQI 1,0481 0,28714 0,57 2,53
SGI 1,0092 0,31549 0,41 1,95
DEPI 0,9375 0,10670 0,73 1,28
SGAI 1,0194 0,23779 0,61 1,81
LVGI 0,9665 0,21203 0,53 1,87
TATA -0,0723 0,05858 -0,22 0,07
1 DSRI 1,4545 0,69476 0,27 2,68
GMI 1,5004 1,53010 0,20 5,61
AQI 0,9842 0,14612 0,59 1,26
SGI 1,1163 0,33688 0,63 1,98
DEPI 1,0699 0,36358 0,80 2,47
SGAI 1,1379 0,48059 0,65 2,25
LVGI 0,9629 0,22506 0,61 1,51
TATA 0,0085 0,07993 -0,17 0,17
50

Std Listwise (N)


M_Score Mean
Deviation Dimanipulasi Tidak dimanipulasi
Total DSRI 1,1050 0,51689 21 51
GMI 1,0559 0,93042 21 51
AQI 1,0295 0,25482 21 51
SGI 1,0405 0,32321 21 51
DEPI 0,9761 0,22120 21 51
SGAI 1,0539 0,32836 21 51
LVGI 0,9654 0,21431 21 51
TATA -0,0487 0,07473 21 51
Sumber : Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.
Tabel 4.6 menunjukkan perbandingan statistik deskriptif antara kelompok
tidak dimanipulasi dan kelompok dimanipulasi. Dari 72 sampel perusahaan yang
memenuhi kriteria, terdapat 51 perusahaan yang dikategorikan tidak dimanipulasi
menurut model Beneish M-Score dengan presentase sebesar 70,9% yang
diberikan kode 0. Sedangkan 21 sampel yang tersisa dikategorikan kelompok
dimanipulasi dengan presentase 29,1% dan diberikan kode 1.
Pada sampel kelompok tidak dimanipulasi, variabel DSRI mempunyai
nilai minimum sebesar 0,11, nilai maksimum sebesar 1,92 dengan rata-rata
0,9612. Nilai variabel DSRI pada sampel tidak dimanipulasi lebih rendah
dibandingkan sampel kelompok dimanipulasi yang memiliki nilai minimum
sebesar 0,27, nilai maksimum 2,68 dan rata-rata 1,4545. Jika dilihat dari nilai rata-
rata semua sampel yaitu 1,1050, sampel yang berada dalam kelompok tidak
dimanipulasi memiliki nilai dibawah rata-rata sedangkan sampel kelompok
dimanipulasi memiliki nilai variabel DSRI yang lebih tinggi dari rata-rata total.
Variabel GMI pada sampel kelompok tidak dimanipulasi mempunyai nilai
minimum sebesar -0,69, nilai maksimum sebesar 2,15 dengan rata-rata 0,8728.
Nilai variabel GMI pada sampel kelompok tidak dimanipulasi lebih rendah
dibandingkan sampel kelompok dimanipulasi yang memiliki nilai minimum 0,20,
nilai maksimum 5,61 dan rata-rata 1,5004. Jika dilihat dari nilai rata-rata semua
51

sampel yaitu 1,0559, sampel yang berada dalam kelompok tidak dimanipulasi
memiliki nilai dibawah rata-rata sedangkan sampel kelompok dimanipulasi
memiliki nilai variabel GMI yang lebih tinggi dari rata-rata total.
Variabel AQI pada sampel kelompok tidak dimanipulasi mempunyai nilai
minimum sebesar 0,57, nilai maksimum 2,53 dengan rata-rata 1,0481. Nilai
variabel AQI pada sampel kelompok tidak dimanipulasi lebih tinggi dibandingkan
dengan sampel kelompok dimanipulasi yang memiliki nilai minimum sebesar
0,59, nilai maksimum 1,26 dan rata-rata 0,9842. Jika dilihat dari nilai rata-rata
semua sampel yaitu 1,0295, sampel yang berada dalam kelompok tidak
dimanipulasi memiliki nilai dibawah rata-rata sedangkan sampel kelompok
dimanipulasi memiliki nilai variabel AQI yang lebih rendah dari rata-rata total.
Variabel SGI pada sampel kelompok tidak dimanipulasi mempunyai nilai
minimum sebesar 0,73, nilai maksimum 1,28 dengan rata-rata 1,0092. Nilai
variabel SGI pada sampel kelompok tidak dimanipulasi lebih rendah
dibandingkan dengan sampel kelompok dimanipulasi yang memiliki nilai
minimum 0,63, nilai maksimum 1,98 dan rata-rata 1,1163. Jika dilihat dari nilai
rata-rata semua sampel yaitu 1,0405, sampel yang berada dalam kelompok tidak
dimanipulasi memiliki nilai dibawah rata-rata sedangkan sampel kelompok
dimanipulasi memiliki nilai variabel SGI yang lebih tinggi dari rata-rata total.
Variabel DEPI pada sampel kelompok tidak dimanipulasi mempunyai nilai
minimum sebesar 0,41, nilai maksimum 1,95 dengan rata-rata 0,9375. Nilai
variabel DEPI pada sampel kelompok tidak dimanipulasi lebih rendah
dibandingkan dengan sampel kelompok dimanipulasi yang memiliki nilai
minimum 0,80, nilai maksimum 2,47 dan rata-rata 1,0699. Jika dilihat dari nilai
rata-rata semua sampel yaitu 0,9761, sampel yang berada dalam kelompok tidak
dimanipulasi memiliki nilai dibawah rata-rata sedangkan sampel kelompok
dimanipulasi memiliki nilai variabel DEPI yang lebih tinggi dari rata-rata total.
Variabel SGAI pada sampel kelompok tidak dimanipulasi mempunyai
nilai minimum sebesar 0,61, nilai maksimum 1,81 dengan rata-rata 1,0194. Nilai
variabel SGAI pada sampel kelompok tidak dimanipulasi lebih rendah
dibandingkan dengan sampel kelompok dimanipulasi yang memiliki nilai
52

minimum 0,65, nilai maksimum 2,25 dan rata-rata 1,1379. Jika dilihat dari nilai
rata-rata semua sampel yaitu 1,0539, sampel yang berada dalam kelompok tidak
dimanipulasi memiliki nilai dibawah rata-rata sedangkan sampel kelompok
dimanipulasi memiliki nilai variabel SGAI yang lebih tinggi dari rata-rata total.
Variabel LVGI pada sampel kelompok tidak dimanipulasi mempunyai
nilai minimum sebesar 0,53, nilai maksimum 0,07 dengan rata-rata 0,9665. Nilai
variabel SGAI pada sampel kelompok tidak dimanipulasi lebih tinggi
dibandingkan dengan sampel kelompok dimanipulasi yang memiliki nilai
minimum 0,61, nilai maksimum 1,51 dan rata-rata 0,9629. Jika dilihat dari nilai
rata-rata semua sampel yaitu 0,9654, sampel yang berada dalam kelompok tidak
dimanipulasi memiliki nilai dibawah rata-rata sedangkan sampel kelompok
dimanipulasi memiliki nilai variabel LVGI yang lebih rendah dari rata-rata total.
Variabel TATA pada sampel kelompok tidak dimanipulasi mempunyai
nilai minimum sebesar -0,22, nilai maksimum 1,87 dengan rata-rata -0,0723. Nilai
variabel TATA pada sampel kelompok tidak dimanipulasi lebih rendah
dibandingkan dengan sampel kelompok dimanipulasi yang memiliki nilai
minimum -0,17, nilai maksimum 0,17 dan rata-rata 0,0085. Jika dilihat dari nilai
rata-rata semua sampel yaitu -0,0487, sampel yang berada dalam kelompok tidak
dimanipulasi memiliki nilai dibawah rata-rata sedangkan sampel kelompok
dimanipulasi memiliki nilai variabel TATA yang lebih tinggi dari rata-rata total.

4.2.2 Uji Kelayakan Analisis Diskriminan


Uji kelayakan analisis diksriminan digunakan untuk mendapatkan fungsi
diksriminan yang tepat dan tidak bias. Pengujian kelayakan analisis diskriminan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Uji Data Outlier
Outlier merupakan kasus atau data yang memiliki nilai ekstrim dalam
sebuah variabel tunggal maupun variabel kombinasi. Data outlier perlu
dieliminasi karena keberadaan nya dapat mempengaruhi hasil uji normalitas data.
Dalam penelitian ini telah ditemukan 12 sampel yang tergolong outlier yaitu
sampel yang memiliki skor lebih dari 2,5. Penggunaan metode eliminasi
53

dilakukan karena beberapa hasil perhitungan variabel memiliki skor minus (skor
terkecil adalah -0,01) sehingga ketika data outlier akan diperbaiki dengan
transformasi data, skor setelah proses transformasi menjadi tidak muncul karena
nilai nya sangat kecil sehingga program komputer mendeteksi hal tersebut sebagai
missing value. Dengan demikian, jumlah sampel akhir setelah pengurangan
sampel outlier adalah 72 sampel.

b. Uji Normalitas
Uji normalitas ditujukan untuk menguji apakah variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2011:154). Pengujian
normalitas data menggunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan taraf
signifikansi 0,05 atau 5%. Hasil uji normalitas dirumuskan dalam tabel berikut :

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 72
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std.
,26191840
Deviation
Most Extreme Differences Absolute ,058
Positive ,057
Negative -,058
Test Statistic ,058
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200
Sumber : Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.

Berdasarkan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov (K-S), hasil test


menunjukkan bahwa data telah terdistribusi normal karena skor 0,200 > 0,05.
Dengan demikian, asumsi normalitas data dalam analisis diskriminan telah
terpenuhi.
54

c. Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas digunakan untuk menguji apakah dalam model
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Menurut Santoso
(2017:156) asumsi yang perlu dipenuhi dalam analisis dikriminan adalah tidak
adanya korelasi yang kuat atau tidak terjadi multikolonieritas antar variabel
independen. Hasil uji multikolonieritas akan digambarkan dalam tabel berikut :
Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolonieritas

Variabel Collinearity Statistics


Independen Tolerance VIF Keterangan
DSRI 0,743 1,346 Tidak terjadi multikolonieritas
GMI 0,919 1,089 Tidak terjadi multikolonieritas
AQI 0,902 1,109 Tidak terjadi multikolonieritas
SGI 0,792 1,262 Tidak terjadi multikolonieritas
DEPI 0,829 1,206 Tidak terjadi multikolonieritas
SGAI 0,804 1,244 Tidak terjadi multikolonieritas
LVGI 0,943 1,061 Tidak terjadi multikolonieritas
TATA 0,795 1,258 Tidak terjadi multikolonieritas
Sumber: Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.
Berdasarkan tabel 4.8 tersebut, telah diketahui nilai Tolerance dan
Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel independen yang
dapat menentukan apakah terjadi korelasi yang tinggi diantara variabel
independen. Apabila angka tolerance memiliki skor < 0,10 dan angka VIF
memiliki skor > 10 maka dapat disimpulkan telah terjadi multikolonieritas pada
variabel independen. Namun sebaliknya jika angka tolerance memiliki skor >
0,10 dan angka VIF < 10, maka antar variabel independen tidak terjadi
multikolonieritas. Melalui dasar pengambilan keputusan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa semua variabel independen tidak terjadi multikolonieritas dan
asumsi kelayakan analisis diskriminan telah terpenuhi.
55

d. Uji Matriks Kovarian


Uji matriks kovarian digunakan untuk memenuhi asumsi homogenitas
dalam analisis diskriminan. Berikut ini adalah tabel Box’s M Result yang
digunakan dalam interpretasi homogenitas :

Tabel 4.9 Box’s M Test Result


Box's M2 210,489
F Approx 4,896
df1 36
df2 5291,949
Sig. ,000
Sumber : Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.

Nilai matriks kovarians antar variabel independen seharusnya relatif sama,


hal tersebut dapat dilihat pada angka sig yang terletak pada bagian bawah tabel.
Ketentuan yang harus dipenuhi dalam menginterpretasikan hasil pengujian
tersebut adalah :

a) Hipotesis :
Ho : Grup matriks kovarian adalah relatif sama.
Ha : Grup matriks kovarian adalah berbeda secara nyata.
b) Keputusan yang dapat diambil atas dasar signifikansi adalah :
Jika sig > 0,05 berarti Ho diterima.
Jika sig < 0,05 berarti Ho ditolak.

Hasil uji Box’s M menunjukkan bahwa nilai sig. adalah 0,00 yang berada
dibawah 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa matriks kovarian berbeda secara
nyata. Hal tersebut berarti Ho ditolak dan menyalahi asumsi diskriminan. Matriks
kovarian dari semua variabel independen dalam analisis diskriminan seharusnya
sama, akan tetapi analisis diskriminan yang terbentuk akan tetap robust atau kuat
dan tetap layak dilanjutkan dengan syarat data tidak memiliki nilai ekstrim
(Ghozali 2011:202). Dengan demikian, walaupun asumsi homogenitas tidak
terpenuhi, analisis diskriminan tetap dapat dilanjutkan dan fungsi diksriminan
56

yang terbentuk tetap dapat dipertanggungjawabkan karena data penelitian telah


bebas dari outlier.

4.2.3 Hasil Analisis Diskriminan


Analisis diskriminan digunakan untuk melihat apakah variabel-variabel
independen yang merupakan rasio Beneish mampu membedakan perusahaan yang
tergolong dimanipulasi dan tidak dimanipulasi dengan cara membentuk fungsi
diskriminan. Hasil pengujian menggunakan analisis diskriminan telah dijabarkan
sebagai berikut:

a) Uji Variabel Independen


Pengujian masing-masing variabel independen dapat dilihat dalam tabel
test of equality group means dibawah ini :

Tabel 4.10 Hasil Tests of Equality of Group Means

Wilks' Lambda F df1 df2 Sig.

DSRI 0,809 16,508 1 70 0,000


GMI 0,905 7,376 1 70 0,008
AQI 0,987 0,933 1 70 0,337
SGI 0,977 5,687 1 70 0,020
DEPI 0,925 1,647 1 70 0,204
SGAI 0,973 1,962 1 70 0,166
LVGI 1,000 0,004 1 70 0,948
TATA 0,755 22,696 1 70 0,000
Sumber : Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.
Keputusan yang diberlakukan untuk hasil tes tersebut dapat diambil
dengan melihat angka signifikan. Jika angka sig. < 0,05 artinya variabel memang
berbeda untuk kelompok dimanipulasi dan tidak dimanipulasi. Melalui tabel 4.10
di atas, dapat diketahui bahwa variabel DSRI, variabel GMI, variabel SGI, dan
variabel TATA memiliki angka sig. < 0,05 yang berarti variabel-variabel tersebut
mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel dependen. Adapun
57

variabel AQI, DEPI, SGAI, dan LVGI yang memiliki nilai sig. > 0,05 tidak lolos
uji dan otomatis dikeluarkan dari pembentukan fungsi diskriminan. Penyusunan
variabel yang lolos uji untuk membentuk fungsi diskriminan ditunjukkan dalam
tabel 4.11 sebagai berikut :

Tabel 4.11 Hasil Uji Variabel Independen


Variables Entered
Min. D Squared
Step Entered Between Exact F
Statistic
Groups Statistic df1 df2 Sig.
1 TATA 1,526 0 and 1 22,696 1 70,000 9,947E-6
2 GMI 3,161 0 and 1 23,174 2 69,000 1,999E-8
3 DSRI 6,059 0 and 1 29,186 3 68,000 3,048E-12
4 SGI 7,914 0 and 1 28,168 4 67,000 9,796E-14
Sumber : Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.

Tabel 4.11 menunjukkan variabel mana saja yang bisa dimasukkan


(entered) dan digunakan untuk membentuk fungsi diksriminan. Dari delapan
variabel Beneish yang tersedia, hanya variabel TATA, GMI, DSRI dan SGI yang
dianggap mampu membedakan kelompok dimanipulasi dan tidak dimanipulasi
sedangkan variabel AQI, DEPI, SGAI, dan LVGI dieliminasi dalam persamaan
fungsi diskriminan.
Pada tahap pertama, angka F hitung variabel TATA memiliki nilai
signifikan 9,947E-6 atau 0,00000947. Pada tahap kedua dengan variabel
independen yang telah berkurang satu, diketahui bahwa variabel GMI memiliki
nilai F signifikan terbesar kedua yaitu 1,999E-8 atau 0,0000000199. Selanjutnya
pada tahap ketiga ketika variabel telah berkurang dua, angka F hitung variabel
DSRI menempati urutan ketiga dengan nilai 3,048E-12 atau
0,0000000000030148. Variabel SGI menempati urutan terakhir dalam variabel
yang layak dimasukkan ke dalam fungsi diskriminan dengan nilai signifikan
9,796E-14 atau sebesar 0,00000000000009796. Keempat variabel tersebut
memiliki angka signifikan dibawah 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
58

variabel TATA, GMI, DSRI dan SGI dapat mendiskriminasi atau membedakan
laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi berdasarkan
pengelompokkan Beneish M-Score Model. Tahapan pengeluaran variabel yang
tidak layak dari fungsi dikriminan yang akan terbentuk dapat dijelaskan dalam
tabel berikut :
Tabel 4.12 Proses Pengeluaran Variabel Independen
Min. Sig. of F to Min. D Between
Step Tolerance
Tolerance Enter Squared Groups
0 DSRI 1,000 1,000 0,000 1,110 0 and 1
GMI 1,000 1,000 0,008 0,496 0 and 1
AQI 1,000 1,000 0,337 0,063 0 and 1
SGI 1,000 1,000 0,020 0,111 0 and 1
DEPI 1,000 1,000 0,204 0,382 0 and 1
SGAI 1,000 1,000 0,166 0,132 0 and 1
LVGI 1,000 1,000 0,948 0,000 0 and 1
TATA 1,000 1,000 0,000 1,526 0 and 1
1 DSRI 0,995 0,995 0,000 2,824 0 and 1
GMI 0,852 0,852 0,000 3,161 0 and 1
AQI 0,991 0,991 0,664 1,543 0 and 1
SGI 1,000 1,000 0,275 1,635 0 and 1
DEPI 0,954 0,954 0,234 1,656 0 and 1
SGAI 0,943 0,943 0,027 1,986 0 and 1
LVGI 0,999 0,999 0,945 1,526 0 and 1
2 DSRI 0,871 0,745 0,000 6,059 0 and 1
AQI 0,983 0,839 0,946 3,162 0 and 1
SGI 1,000 0,851 0,315 3,280 0 and 1
DEPI 0,946 0,805 0,476 3,220 0 and 1
SGAI 0,941 0,804 0,035 3,696 0 and 1
LVGI 0,995 0,848 0,769 3,171 0 and 1
59

Min. Sig. of F to Min. D Beetwen


Step Tolerance
Tolerance Enter Square Group
3 AQI 0,978 0,736 0,788 6,071 0 and 1
SGI 0,756 0,659 0,001 7,914 0 and 1
DEPI 0,871 0,745 0,065 6,627 0 and 1
SGAI 0,879 0,743 0,449 6,152 0 and 1
LVGI 0,988 0,744 0,915 6,061 0 and 1
4 AQI 0,924 0,636 0,319 8,106 0 and 1
DEPI 0,866 0,608 0,056 8,636 0 and 1
SGAI 0,827 0,650 0,137 8,346 0 and 1
LVGI 0,967 0,645 0,578 7,974 0 and 1
Sumber : Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.

Tabel 4.12 menjelaskan tentang proses pengeluaran atau eliminasi variabel


independen yang tidak dimasukkan ke dalam fungsi diksriminan secara bertahap.
Pada keadaan awal (step 0), ke delapan variabel secara lengkap hanya ditampilkan
tanpa dimasukkan ke dalam fungsi. Dalam tabel terlihat bahwa variabel TATA
memiliki angka sig. of F to enter tekecil yaitu sebesar 0,000 dengan nilai Min D.
Square terbesar yaitu 1,526. Berdasarkan hasil output SPSS, diketahui bahwa nilai
maksimum sig. of F to enter adalah 0,05 sehingga variabel yang memiliki nilai
sig. of F to enter lebih besar dari 0,05 merupakan variabel yang tidak layak
dimasukkan dalam fungsi diskriminan.
Pada tahap pertama (step 1) setelah variabel TATA dikeluarkan dari
kelompok variabel yang tidak dianalisis, terdapat tujuh variabel yang ditampilkan
dalam tabel. Dengan pedoman angka sig. of F to enter harus dibawah 0,05 dan
nilai Min D. Square diambil dari variabel dengan nilai terbesar, maka variabel
GMI dengan nilai sig. of F to enter sebesar 0,000 dan nilai Min D. Square sebesar
3,161 merupakan variabel kedua yang dieliminasi dalam kelompok variabel yang
tidak dianalisis.
Pada tahap kedua (step 2) setelah variabel TATA dan variabel GMI
dikeluarkan dari tabel, variabel yang tersisa adalah DSRI, AQI, SGI, DEPI, SGAI,
60

dan LVGI. Berdasarkan tabel tersebut, variabel DSRI dikeluarkan dari tabel
variabel yang tidak dianalisis karena memiliki angka sig. of F to enter terkecil
yaitu 0,000 dan angka Min D. Square terbesar yaitu 6,059.
Tahap selanjutnya (step 3) menampilkan variabel AQI, SGI, DEPI, SGAI,
dan LVGI sebagai variabel yang tersisa ketika proses pengujian terus berjalan.
Variabel SGI mempunyai angka sig. of F to enter terkecil yaitu 0,001 dengan
angka Min D. Square terbesar yaitu 7,914. Dengan demikian, variabel SGI
otomatis dikeluarkan dari kelompok variabel yang tidak dianalisis.
Tahap keempat (step 4) dapat disimpulkan bahwa proses pengeluaran
variabel telah berhenti. Berdasarkan tabel 4.12 diketahui bahwa angka sig. of F to
enter dari variabel AQI, DEPI, SGAI dan LVGI berada di atas 0,05. Dengan
demikian, tahap ini merupakan tahap penentuan variabel yang tidak dianalisis
lebih lanjut karena sudah tidak ada variabel yang memenuhi persyaratan untuk
dimasukkan dalam fungsi diskriminan.

b) Uji Perbedaan Antargrup


Pengujian perbedaan antar grup atau antar kelompok tidak dimanipulasi
dan dimanipulasi dapat dijelaskan oleh tabel dengan judul Canonical
Diskriminant Function yang terdiri dari tabel Eingenvalue dan Wilk’s Lambda
sebagai berikut:
Tabel 4.13 Eigenvalues
Canonical
Function Eigenvalue % of Variance Cumulative % Correlation
1 1,682a 100,0 100,0 ,792
a. First 1 canonical discriminant functions were used in the analysis.
Sumber: Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.

Berdasarkan tabel 4.13 diatas, angka yang dijadikan acuan untuk


menginterpretasikan hasil pengujian adalah nilai canonical correlation. Canonical
correlation digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara kedua
kelompok dan fungsi diskriminan dengan skala 0 hingga 1. Skor canonical
61

correlation yang tercantum pada hasil pengujian menunjukkan angka 0,792.


Angka tersebut menandakan bahwa terdapat keeratan hubungan yang cukup tinggi
antara kelompok tidak dimanipulasi dan kelompok dimanipulasi dengan fungsi
diskriminan yang terbentuk. Menurut Ghozali (2011:204), nilai canonical
correlation perlu dikuadratkan dan dikalikan seratus untuk mendapatkan nilai
presentase. Jika mengikuti panduan dari Ghozali (2011), akan diperoleh angka
presentase sebesar 62,7%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sebesar
62,7% variasi variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen
yang layak dianalisis lebih lanjut yaitu variabel TATA (X8), variabel GMI (X2),
variabel DSRI (X1) dan variabel GMI (X4).

Tabel 4.14 Wilks’ Lambda


Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square Df Sig.
1 ,373 67,078 4 ,000
Sumber: Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.

Tabel wilk’s lambda menjelaskan mengenai perbedaan diantara kelompok


tidak dimanipulasi (kode 0) dan kelompok dimanipulasi (kode 1). Angka 0,373
yang tercantum di dalam kolom wilks’ lambda menunjukkan sebanyak 37,3%
variasi yang tidak dapat dijelaskan oleh empat variabel independen yang lolos uji.
Sementara itu angka chi-square sebesar 67,078 dengan sig. di bawah 0,05
menggambarkan perbedaan yang jelas antara kelompok tidak dimanipulasi dan
kelompok dimanipulasi.

c) Pembentukan Fungsi Diskriminan


Dalam membentuk fungsi diskriminan, perlu dianalisis variabel-variabel
mana saja yang mampu menjadi pembeda antara kelompok tidak dimanipulasi dan
kelompok dimanipulasi dengan memperhatikan informasi koefisien dan konstanta
yang terkandung dalam tabel structure matrix dan tabel canonical discriminant
function coefficient berikut ini :
62

Tabel 4.15 Structure Matrix

Function
1
TATA 0,439
DSRI 0,374
GMI 0,250
a
AQI -0,239
SGI 0,118
a
SGAI -0,084
a
LVGI 0,080
a
DEPI -0,061
a. This variable not used in the analysis.
Sumber : Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.

Tabel struktur matriks menjelaskan hubungan atau korelasi antara variabel


independen dengan fungsi diksriminan yang terbentuk. Menurut Ghozali
(2011:193) ketika perhitungan nilai variabel semakin mendekati angka 1 (satu),
maka semakin penting pula variabel tersebut dalam pembentukan fungsi
diskriminan. Melalui tabel tersebut dapat dilihat bahwa variabel TATA memiliki
hubungan yang paling erat dengan nilai 0,439 diikuti variabel DSRI sebesar
0,374. Pada urutan ketiga terdapat variabel GMI dengan nilai 0,250 kemudian
variabel SGI berada di urutan ke empat dengan nilai 0,118. Variabel yang ditandai
dengan lambang “a” tidak digunakan dalam analisis karena nilai nya relatif kecil
yaitu dibawah 0,10 sebagai nilai minimum.

Tabel 4.16 Canonical Discriminant Function Coefficient

Function
1
DSRI (X1) 2,014
GMI (X2) 0,965
SGI (X4) 1,730
TATA (X8) 12,741
(Constant) -4,423
Sumber : Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.
63

Tabel 4.16 mempunyai fungsi yang hampir mirip dengan persamaan


regresi berganda namun dalam analisis diskriminan disebut dengan fungsi
diskriminan. Berdasarkan informasi konstanta dan koefisien dalam tabel di atas,
fungsi diksriminan yang terbentuk adalah :

Z score = -4,423 + 2,014 DSRI + 0,965 GMI + 1,730 SGI + 12,741 TATA

Persamaan fungsi diskriminan tersebut digunakan untuk


mengklasifikasikan laporan keuangan perusahaan sektor pertambangan ke dalam
kategori laporan keuangan yang dimanipulasi atau laporan keuangan yang tidak
dimanipulasi. Fungsi diskriminan yang dihasilkan dalam penelitian ini terbentuk
dari variabel-variabel yang signifikan memiliki pengaruh dalam membedakan
laporan keuangan yang telah dimanipulasi dan tidak dimanipulasi. Langkah
selanjutnya adalah menentukan zona cut off dari fungsi diskriminan dengan
melihat informasi dalam tabel 4.17 dan tabel 4.18 berikut ini :

Tabel 4.17 Functions at Group Centroids


M_SCORE Function
1
0 -0,820
1 1,993
Sumber : Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.

Tabel 4.18 Prior Probabilities for Groups


M_SCORE Prior Cases Used in Analysis
Unweighted Weighted
0 ,500 51 51,000
1 ,500 21 21,000
Total 1,000 72 72,000
Sumber : Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.
64

Dalam menentukan angka cut off dari fungsi diskriminan yang terbentuk,
perlu menghitung angka kritis (Zcu) yang diperoleh dari rumus sebagai berikut :

N0 Z1 + N1 Z0
Zcu =
N0 + N1

Keterangan :

Zcu = Angka kritis yang berfungsi sebagai cut off.

N0 = Jumlah sampel kategori kelompok tidak dimanipulasi.

N1 = Jumlah sampel kategori kelompok dimanipulasi.

Z0 = Angka centroid pada kelompok tidak dimanipulasi.

Z1 = Angka centroid pada kelompok dimanipulasi.

Perhitungan :

51. 1,993 + 21. −0,820


Zcu =
51 + 21

= 1,17254167

= 1,173

Berdasarkan perhitungan rumus di atas, maka cut off untuk fungsi


diskriminan yang terbentuk dari variabel TATA, DSRI, GMI dan AQI adalah
1,173. Jika nilai Z score < 1,173 sampel laporan keuangan akan tergolong tidak
dimanipulasi sedangkan apabila nilai Z score > 1,173 maka sampel laporan
keuangan akan tergolong telah dimanipulasi.
65

d) Menilai Kelayakan Fungsi Diskriminan

Ketepatan atau akurasi hasil analisis diskriminan dalam mengelompokkan


seluruh sampel ke dalam kelompok tidak dimanipulasi dan kelompok
dimanipulasi dapat didasarkan pada informasi dalam tabel 4.19 berikut ini :

Tabel 4.19 Classification Resultsa


Predicted Group
M_SCORE Membership Total
0 1
Original Count 0 48 3 51
1 1 20 21
% 0 94,1 5,9 100,0
1 4,8 95,2 100,0
a. 94,4% of original grouped cases correctly classified.
Sumber : Data Sekunder yang diolah dengan SPSS 23.

Tabel 4.19 menjelaskan seberapa tepat hasil klasifikasi dari persamaan


atau fungsi diskriminan dan berapa persen tingkat kesalahan dalam analisis ini.
Pada bagian original, terlihat bahwa klasifikasi awal dengan persamaan model
Beneish pada grup tidak dimanipulasi adalah 51 sampel. Ketika digunakan fungsi
diskriminan yang telah terbentuk untuk menggolongkan sampel, sebanyak 48
sampel (94,1%) terklasifikasi secara tepat ke dalam kelompok tidak dimanipulasi
sedangkan 3 sampel (5,9%) justru meleset sehingga digolongkan dalam kelompok
dimanipulasi.
Hal serupa juga terjadi pada kelompok dimanipulasi yang memiliki
anggota awal sebanyak 21 sampel. Prediksi grup dimanipulasi mengalami
kesalahan klasifikasi sebanyak 1 sampel (4,8%) sementara 20 sampel lain nya
(95,2%) di klasifikasikan ke dalam kelompok yang tepat. Hasil yang diperoleh
menunjukkan angka presentase akurasi sebesar 94,4% yang berarti tingkat
kesalahan (missclasification) dalam analisis ini adalah 5,6%. Menurut Santoso
(2017:199) batas minimum agar sebuah fungsi disebut layak dalam membedakan
kategori dalam variabel dependen adalah 50%. Dengan demikian, fungsi
diskriminan yang terbentuk dalam analisis ini memiliki tingkat akurasi yang
tinggi.
66

4.3 Pembahasan
1. Variabel Days Sales Receivable Index (DSRI) sebagai pembeda antara
laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Hasil uji analisis diskriminan yang ditampilkan dalam tabel 4.15
menunjukkan variabel days sales receivable assets (DSRI) memiliki nilai
koefisien sebesar 0,374. Pada tabel 4.11 terlihat bahwa variabel DSRI memiliki
nilai signifikan sebesar 3,048E-12 atau 0,0000000000030148 yang berada di
bawah 0,05. Berdasarkan hasil analisis tersebut, hipotesis pertama dinyatakan
diterima karena variabel DSRI secara nyata dapat membedakan laporan keuangan
yang telah dimanipulasi dan laporan keuangan yang tidak dimanipulasi.
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata rasio DSRI untuk
kelompok laporan keuangan yang telah dimanipulasi lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok tidak dimanipulasi. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan
penelitian Kusuma (2016:16) dan sesuai dengan hasil penelitian Beneish
(1999:13) yang mengungkapkan bahwa peningkatan piutang dapat menjadi
indikasi bahwa perusahaan berusaha memperbesar akun penjualan melalui diskon
besar-besaran dan kelonggaran kebijakan penjualan kredit. Kebijakan tersebut
dilakukan dengan harapan menjaga loyalitas pelanggan lama dan menarik
pelanggan baru sehingga pendapatan dan laba mengalami kenaikan. Peningkatan
jumlah piutang dari tahun sebelumnya dapat menjadi indikasi bahwa peputaran
kas tidak terlalu baik (Rukmana, 2018:21). Dalam kondisi tersebut, perusahaan
kemungkinan melakukan manipulasi dengan melebihsajikan akun piutang dan
pendapatan untuk menjaga stabilitas keuangan.
Subramanyam dan Wild (dalam Rukmana 2018:21) mengungkapkan salah
satu cara untuk menarik investor dan mencapai tujuan financial stability yaitu
memanipulasi tanggal jatuh tempo hingga menghilangkan piutang yang jangka
waktu penagihan nya panjang. Sementara itu menurut Rahayu (2016) terdapat
sejumlah cara untuk memanipulasi laba, salah satunya melalui altering judgement
yaitu mengubah estimasi seperti umur ekonomis dan nilai sisa aset jangka
panjang, perkiraan piutang tak tertagih, serta penurunan nilai aset.
67

2. Variabel Gross Margin Index (GMI) sebagai pembeda antara laporan


keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Berdasarkan hasil uji analisis diskriminan, variabel gross margin index
(GMI) memiliki angka koefisien sebesar 0,250 dengan nilai signifikan sebesar
1,999E-8 atau 0,0000000199 yang berada di bawah 0,05. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa hipotesis ke dua dinyatakan diterima karena variabel GMI
dapat membedakan laporan keuangan yang telah dimanipulasi dan laporan
keuangan yang tidak dimanipulasi.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Tarjo (2015:928) dan
penelitian Kusuma (2016:16) namun bertentangan dengan hasil penelitian
Hantono (2018:266). Variabel GMI mengindikasikan terjadinya penurunan
prospek perusahaan (Beneish 1999:13). Rasio laba kotor digunakan untuk
menunjukkan seberapa besar presentase pendapatan bersih yang dihasilkan pada
tingkat penjualan tertentu. Melalui tabel 4.6 perbedaan mean dan standar deviasi
laporan keuangan dimanipulasi dan tidak dimanipulasi, diketahui bahwa rata-rata
perusahaan dimanipulasi memiliki rasio GMI yang lebih besar sehingga dapat
dikatakan bahwa sampel laporan keuangan yang tergolong telah dimanipulasi
memiliki prospek perusahaan yang kurang baik dan kegiatan bisnis perusahaan
dinilai kurang menguntungkan. Memburuknya marjin laba kotor dapat
meningkatkan kemungkinan manipulasi laba sebagai upaya untuk mempercantik
laporan keuangan perusahaan.

3. Variabel Asset Quality Index (AQI) sebagai pembeda antara laporan


keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Hasil uji analisis diskriminan yang ditampilkan dalam tabel 4.15
menunjukkan variabel asset quality index (AQI) menghasilkan nilai koefisien
sebesar -0,239. Pada tabel 4.12 terlihat bahwa variabel AQI memiliki nilai
signifikan sebesar 0,319 yang berada di atas 0,05. Dengan demikian, dapat
disimpulkan variabel asset quality index (AQI) tidak dapat membedakan laporan
keuangan yang telah dimanipulasi dan laporan keuangan yang tidak dimanipulasi.
Hasil penelitian tersebut menguatkan penelitian Tarjo (2015:928) karena hasil
68

yang diperoleh sama. Dengan demikian hipotesis ketiga yang mengemukakan


bahwa variabel AQI dapat membedakan laporan keuangan yang dimanipulasi dan
tidak dimanipulasi dalam penelitian ini dinyatakan ditolak.
Variabel AQI digunakan untuk mengukur proporsi aset lancar dan aset
tetap terhadap total aset untuk melihat manfaat masa depan dari aset yang dimiliki
perusahaan. Apabila dilihat dari tabel 4.6, laporan keuangan yang tergolong
dimanipulasi memiliki rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan laporan
keuangan yang tergolong tidak dimanipulasi. Hal tersebut dapat diartikan bahwa
argumentasi Beneish (1999) mengenai kemungkinan perusahaan meningkatkan
nilai aset tidak berwujud untuk melebih sajikan aset tidak terbukti.
Kemungkinan penjelasan untuk hasil penelitian ini dikarenakan rasio
indeks kualitas aset dari Beneish hanya mengukur proporsi aset aset tanpa
mempertimbangkan kemampuan manajemen dalam mengelola aset untuk
kegiatan operasional yang dapat menghasilkan laba. Pertimbangan tentang perlu
nya membandingkan aset dengan laba muncul dikarenakan adanya financial
pressure bagi perusahaan untuk menunjukkan kinerja keuangan yang cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Dengan demikian, rasio yang lebih cocok
diaplikasikan sesuai teori tersebut adalah rasio Return On Assets (ROA) yang
menunjukkan hasil laba atas jumlah aset yang digunakan oleh perusahaan.
Rasio ROA dinilai dapat memberikan penggambaran yang lebih baik
karena dapat mengukur efektivitas manajemen dalam menggunakan aset yang
dimiliki untuk memperoleh pendapatan. Persons (1995) merumuskan bahwa
perusahaan dengan tingkat ROA yang rendah akan cenderung melakukan
manipulasi laba agar kinerja perusahaan terlihat lebih baik. Penelitian yang
dilakukan Norbarani (2012) dan Rukmana (2018) menyimpulkan ROA memiliki
pengaruh signifikan terhadap financial statement fraud karena manajemen
dituntut oleh target keuangan yang telah direncanakan. Rendahnya tingkat
profitabilitas yang diproyeksikan dengan ROA membuat manajemen perusahaan
terdorong untuk melakukan manipulasi dengan cara melebih sajikan
(overstatement) akun pendapatan dan mengurang sajikan (understatement) akun
beban.
69

4. Variabel Sales Growth Index (SGI) sebagai pembeda antara laporan


keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Hasil analisis yang ditampilkan menunjukkan variabel sales growth index
(SGI) memiliki nilai koefisien sebesar 0,118 dengan nilai signifikan sebesar
9,796E-14 atau 0,00000000000009796 yang berada jauh di bawah 0,05. Hasil
penelitian ini konsisten dengan penelitian Kusuma (2016:16) yang menjelaskan
bahwa variabel SGI dapat membedakan laporan keuangan yang telah
dimanipulasi dan laporan keuangan yang tidak dimanipulasi. Dengan demikian
hipotesis ke empat yang menyatakan variabel SGI dapat membedakan laporan
keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi dalam penelitian ini
diterima.
Variabel SGI merupakan rasio untuk melihat pertumbuhan penjualan
dalam 2 tahun berturut-turut. Hasil pengujian pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa
nilai rata-rata variabel SGI untuk kelompok sampel yang dimanipulasi tercatat
lebih tinggi dibandingkan sampel yang berada pada kelompok tidak dimanipulasi.
Hal tersebut mengindikasikan sampel yang dimanipulasi mengalami peningkatan
penjualan dibandingkan sampel yang tidak dimanipulasi dalam industri sejenis.
Lockbbecke et al dan Bell et al dalam Hantono (2018:267) berpendapat ketika
perusahaan mengalami penurunan penjualan, posisi mereka akan berada di bawah
rata-rata industri sehingga kemungkinan manajer dalam memanipulasi laba
menjadi lebih besar.

5. Variabel Depreciation Index (DEPI) sebagai pembeda antara laporan


keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Variabel depreciation index (DEPI) memiliki nilai koefisien sebesar -
0,061 dan tingkat signifikan 0,056 di atas 0,05. Hasil penelitian menguatkan
Hantono (2018:267) dan penelitian Kusuma (2016:17) tentang ketidakmampuan
variabel DEPI dalam memprediksi kecurangan laporan keuangan dengan cara
tidak dapat membedakan laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak
dimanipulasi. Berdasarkan hasil tersebut, hipotesis kelima yang menyatakan
70

bahwa variabel DEPI tidak dapat membedakan laporan keuangan yang telah
dimanipulasi dan laporan keuangan yang tidak dimanipulasi dinyatakan diterima.
Variabel DEPI merupakan rasio untuk membandingkan beban depresiasi
sebelumnya terhadap aset tetap selama 2 tahun berturut-turut. Beneish (1999:11)
beranggapan bahwa perusahaan dapat melakukan manipulasi laba dengan cara
merevisi masa manfaat aset dan memilih metode penyusutan yang dapat
mengurangi nilai depresiasi sehingga aset perusahaan terlihat lebih besar.
Argumentasi tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian ini kemungkinan karena
kebijakan akuntansi yang diambil oleh perusahaan telah sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku. Sejalan dengan perkembangan ilmu akuntansi, saat ini
telah terdapat kebijakan yang mengatur tantang metode depresiasi seperti metode
garis lurus dan angka tahun sehingga variabel DEPI tidak dapat menjadi tolak
ukur terjadinya manipulasi laporan keuangan.

6. Variabel Sales General and Administrative Expenses Index (SGAI) sebagai


pembeda antara laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak
dimanipulasi.
Pengujian analisis diskriminan untuk variabel SGAI menunjukkan nilai
koefisien sebesar -0,084 dengan tingkat signifikan 0,137 di atas 0,05. Sehubungan
dengan hasil tersebut, hipotesis ke enam ditolak karena variabel SGAI tidak dapat
membedakan laporan keuangan yang telah dimanipulasi dan laporan keuangan
yang tidak dimanipulasi.
Variabel SGAI merupakan rasio yang membandingkan beban penjualan,
umum dan administrasi terhadap penjualan. Hasil penelitan ini sejalan dengan
penelitian Hantono (2018:267) namun tidak mendukung penelitian Tarjo
(2015:928). Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Tarigan dan Siregar
(2012:11) tentang tidak adanya cukup bukti yang menunjukkan bahwa perusahaan
terlibat manipulasi laba riil melalui beban penjualan, umum dan administrasi.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Leuz et al dalam Tarigan dan Siregar
(2012:11) yang mengklasifikasikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat
perlindungan investor rendah memiliki tingkat manajemen laba akrual yang
71

tinggi. Menurut Perez dan Herman (2010) Indonesia sebagai penganut sistem
hukum kode cenderung menjadikan manipulasi laba sebagai pilihan kebijakan
manajemen. Melalui pernyataan Leuz et al dapat disimpulkan bahwa di Indonesia,
perusahaan cenderung menggunakan manipulasi laba akrual dalam mencapai
target laba.

7. Variabel Leverage Index (LVGI) sebagai pembeda antara laporan


keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Variabel leverage index (LVGI) memiliki nilai koefisien sebesar 0,080
dengan tingkat signifikansi 0,578 di atas 0,05. Berdasarkan nilai tersebut, maka
hipotesis ke tujuh dalam penelitian ini ditolak karena indeks hutang (leverage)
tidak mampu membedakan laporan keuangan yang telah dimanipulasi dan laporan
keuangan yang tidak dimanipulasi.
Variabel leverage juga digunakan dalam penelitian Ardiyani dan
Utaminingsih (2015:8) dan penelitian Oktarigusta (2017:16) yang
memproyeksikan variabel leverage sebagai tekanan eksternal dalam melakukan
manipulasi laporan keuangan. Pada penelitian Oktarigusta (2017:16), kesimpulan
yang diperoleh adalah kondisi hutang terhadap total aset dalam perusahaan sampel
terbilang baik. Sementara itu, Ardiyani dan Utaminingsih (2015:8) menyimpulkan
bahwa variabel leverage tidak dapat memproksikan teori fraud triangle sehingga
kemungkinan indeks hutang tidak dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan
laporan keuangan.
Indeks LVGI bertujuan melihat indikasi peningkatan dalam leverage.
Menurut Dechow (1996) perusahaan dengan perjanjian hutang akan termotivasi
melakukan manipulasi laba ketika tingkat leverage nya tinggi. Hasil penelitian ini
tidak mendukung pernyataan tersebut karena pada tabel 4.6 nilai rata-rata leverage
pada sampel kelompok dimanipulasi dan tidak dimanipulasi tidak jauh berbeda.
Nilai rata-rata pada kelompok dimanipulasi sedikit lebih kecil dibandingkan
dengan nilai rata-rata pada kelompok tidak dimanipulasi sehingga dapat
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, perusahaan yang tergolong dimanipulasi
tidak memiliki tingkat leverage yang tinggi.
72

Kasmir (2016:156) menuturkan apabila rasio leverage tinggi, artinya


perusahaan semakin banyak menggunakan pendanaan dalam bentuk hutang dan
semakin sulit untuk mendapatkan pinjaman dari luar karena dikhawatirkan
perusahaan tidak mampu menutupi hutang-hutang nya dengan aset yang
dimilikinya. Perusahaan yang memiliki tingkat leverage tingggi akan lebih sulit
membuat prediksi masa depan karena semakin besar hutang yang dimiliki akan
menjadikan kreditor semakin memperketat pengawasan nya. Dalam hal ini,
manajemen akan cenderung melakukan manipulasi laporan keuangan untuk
memenuhi tuntutan tingkat leverage yang diinginkan (Suryanto 2009). Sejalan
dengan teori tersebut, Nauval (2015:16) mengemukakan bahwa kemungkinan
perusahaan dapat melakukan manipulai angka dengan tidak mengungkapkan
dalam akun kewajiban secara keseluruhan.

8. Variabel Total Acrual to Total Asset (TATA) sebagai pembeda antara


laporan keuangan dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Hasil uji analisis diskriminan terhadap variabel Total Accrual To Total
Asset (TATA) menunjukkan nilai koefisisen sebesar 0,439 dengan nilai signifikan
sebesar 9,947E-6 atau 0,00000947 di bawah 0,05. Berdasarkan hasil pengujian
tersebut, hipotesis ke delapan dinyatakan diterima karena indeks TATA mampu
membedakan laporan keuangan yang telah dimanipulasi dan laporan keuangan
yang tidak dimanipulasi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Oktarigusta (2017:8) yang
memproyeksikan variabel TATA dengan rasionalisasi dalam fraud diamond.
Variabel TATA mengukur selisih laba dengan arus kas terhadap total aset
perusahaan. Rahayu dalam Ardiyani dan Utaminingsih (2015:4) mengungkapkan
bahwa perubahan akrual yang terjadi merupakan hasil penggunaan kebijakan
manajemen yang berlebihan namun pada saat yang sama manajemen memiliki
motif untuk memanipulasi laba sehingga hal tersebut dianggap sebagai bentuk
manipulasi laba yang dilakukan manajemen.
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa variabel TATA dari sampel yang berada
pada kelompok dimanipulasi memiliki nilai rata-rata lebih besar dibandingkan
73

dengan sampel yang tergolong kelompok tidak dimanipulasi. Menurut Oktarigusta


(2017:8) jika akrual perusahaan naik, maka kemungkinan kecurangan laporan
keuangan naik. Dalam penelitian nya, Hariri et al (2017:98) menemukan
peningkatan dalam rasio TATA menunjukkan sinyal negatif dimana manajer
membuat pilihan akuntansi diskresioner untuk mengubah pendapatan. Pernyataan
tersebut mengacu pada teori Beneish (1999:10) yang menjelaskan salah satu
indikasi kecurangan laporan keuangan adalah kenaikan akrual. Model akuntansi
berbasis akrual dapat dipermainkan besar kecilnya dikarenakan basis akrual
melakukan pencatatan ketika terjadinya transaksi. Komponen akrual muncul dari
transaksi-transaksi yang tidak disertai penerimaan dan pengeluaran kas dalam
setiap komponen laporan keuangan tanpa terkecuali baik dalam pencatatan aset,
liabilitas, ekuitas dan laba rugi.
74

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini membahas model Beneish M-Score terhadap financial


statement fraud. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji dan menganalisis
delapan variabel beneish yaitu variabel days sales receivable index (DSRI),
variabel gross margin index (GMI), variabel asset quality index (AQI), variabel
sales growth index (SGI), variabel depreciation index (DEPI), variabel sales
general and administration expenses index (SGAI), variabel leverage index
(LVGI) dan variabel total accrual to total asset (TATA) yang mampu
membedakan laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi pada
perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
2015-2017. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa :

1. Variabel Days Sales Receivable Index (DSRI) mampu membedakan antara


laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Peningkatan dalam akun piutang dan penjualan mengindikasikan bahwa
perusahaan berusaha memperbesar laba perusahaan dengan memperbesar
akun penjualan kredit. Dapat disimpulkan bahwa kenaikan piutang dan
penjualan kemungkinan berkaitan dengan overstatement untuk
meningkatkan nilai laba perusahaan.
2. Variabel Gross Margin Index (GMI) mampu membedakan antara laporan
keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Memburuknya rasio GMI dapat menjadi tanda bahwa telah terjadi
penurunan prospek kegiatan bisnis perusahaan. Perusahaan dengan nilai
GMI tinggi dapat dikaitkan dengan kemungkinan manipulasi berupa
penggelembungan laba sebagai upaya untuk membuat posisi perusahaan
terlihat stabil dan tidak lebih rendah dari profit margin rata-rata industri
sejenis.
75

3. Variabel Assets Quality Index (AQI) tidak mampu membedakan antara


laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Penggunaan indeks kualitas aset betujuan mengukur proporsi aset lancar
dan aset tetap dengan keseluruhan total aset untuk melihat manfaat masa
depan aset yang dimiliki. Namun, rasio indeks kualitas aset dinilai kurang
bisa mengukur kinerja keuangan karena tidak mempertimbangkan
efektivitas manajemen dalam mengelola aset nya dengan membandingkan
aset dan pendapatan yang dihasilkan. Merujuk pada penelitian Persons
(1995), rasio Return On Assets dapat diaplikasikan karena perusahaan
dengan tingkat ROA yang rendah cenderung melakukan manipulasi laba
agar kinerja perusahaan terlihat lebih baik.
4. Variabel Sales Growth Index (SGI) mampu membedakan antara laporan
keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata variabel SGI untuk
perusahaan yang berada pada kelompok dimanipulasi tercatat lebih tinggi
dibandingkan perusahaan tidak dimanipulasi. Manajemen cenderung
melakukan manipulasi laba untuk mencapai target laba perusahaan dan
menjaga stabilitas keuangan supaya posisi perusahaan tidak berada di
bawah rata-rata industri.
5. Variabel Depreciation Index (DEPI) tidak mampu membedakan antara
laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Indeks depresiasi digunakan untuk mengukur beban depresiasi selama 2
tahun berturut-turut. Variabel ini tidak menjadi tolak ukur adanya
manipulasi laporan keuangan karena standar akuntansi telah mengatur
kebijakan pemilihan metode depresiasi.
6. Variabel Sales General and Administrative Expenses Index (SGAI) tidak
mampu membedakan antara laporan keuangan yang dimanipulasi dan
tidak dimanipulasi.
Hasil penelitian menunjukkan sampel perusahaan yang tergolong
dimanipulasi memiliki rata-rata indeks SGAI yang tidak jauh berbeda
dengan kelompok tidak dimanipulasi. Hal tersebut sesuai dengan
76

pernyataan Leuz et al (dalam Tarigan dan Siregar 2012:11) yang


menyimpulkan bahwa perusahaan cenderung menggunakan manipulasi
laba akrual untuk mencapai target laba.
7. Variabel Leverage Index (LVGI) tidak mampu membedakan antara
laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata pada kelompok dimanipulasi
sedikit lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata pada kelompok
tidak dimanipulasi sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian
ini, sampel yang tergolong dimanipulasi tidak memiliki tingkat leverage
yang tinggi. Menurut Dechow (1996) perusahaan dengan perjanjian
hutang akan termotivasi melakukan manipulasi laba ketika tingkat
leverage nya tinggi.
8. Variabel Total Accrual to Total Assets (TATA) mampu membedakan
antara laporan keuangan yang dimanipulasi dan tidak dimanipulasi.
Beneish (1999:10) yang menjelaskan salah satu indikasi kecurangan
laporan keuangan adalah kenaikan akrual. Model akuntansi berbasis akrual
dapat dipermainkan besar kecilnya dikarenakan basis akrual melakukan
pencatatan ketika terjadinya transaksi.
9. Persamaan atau fungsi diskriminan yang terbentuk dalam penelitian ini
yaitu :
Z score = -4,423 + 2,014 DSRI + 0,965 GMI + 1,730 SGI + 12,741 TATA

Fungsi diskriminan tersebut digunakan untuk mengklasifikasikan laporan


keuangan perusahaan sektor pertambangan ke dalam kategori laporan
keuangan yang telah dimanipulasi dan laporan keuangan yang tidak
dimanipulasi dengan nilai cut off sebesar 1,173. Fungsi diskriminan ini
memiliki tingkat akurasi sebesar 94,4% dan tingkat kesalahan atau
misklasifikasi fungsi ini adalah 5,6%. Model diskriminan dalam penelitian
ini dianggap akurat dan layak karena tingkat akurasi tersebut berada di
atas batas minimum yaitu 50%.
77

5.2 Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang memerlukan
perbaikan dan pengembangan dari penelitian-penelitian selanjutnya. Keterbatasan-
keterbatasan dalam penelitian ini antaralain :
a. Data pengamatan yang hanya menggunakan sampel perusahaan sektor
pertambangan dengan rentang periode penelitian hanya tiga tahun
sehingga cakupan hasil penelitian menjadi lebih sempit karena hasil
penelitian dapat berbeda jika diaplikasikan pada jenis perusahaan lain.
b. Metode untuk mendeteksi financial statement fraud hanya menggunakan
Beneish M-score.
c. Objek penelitian hanya mencakup laporan keuangan perusahaan yang
digolongkan telah dimanipulasi dan tidak dimanipulasi bukan
menggunakan objek berupa perusahaan dengan beberapa tahun
pengamatan.

5.3 Saran
Berdasarkan keterbatasan yang telah disebutkan di atas, saran bagi
penelitian selanjutnya adalah :
a. Menambah sampel penelitian dan jumlah periode penelitian karena model
Beneish M-score dapat diterapkan dalam berbagai sektor industri selama
variabel penelitian tersedia dalam laporan keuangan.
b. Menambah model lain dalam memprediksi financial statement fraud
seperti fraud triangle dan fraud diamond kemudian dibandingkan
efektivitas nya dengan model Beneish M-score.
c. Menggunakan perusahaan sebagai objek penelitian dengan beberapa tahun
periode pengamatan dan menambah kriteria apabila laporan keuangan
yang tergolong tidak dimanipulasi (kode 0) jumlahnya lebih banyak
daripada laporan keuangan yang tergolong telah dimanipulasi (kode 1)
maka perusahaan tersebut diindikasikan melakukan manipulasi dengan
penamaan perusahaan manipulator.
78

Sebaliknya, apabila laporan keuangan yang tergolong telah


dimanipulasi (kode 1) jumlahnya lebih banyak daripada laporan
keuangan yang tergolong tidak dimanipulasi (kode 0) maka perusahaan
tersebut diindikasikan tidak melakukan manipulasi dengan penamaan
perusahaan non manipulator.
79

DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, W. S., Chad O. Albrecht, 2002. Fraud Examination. Thomson-South


Western.

Alleyne, P., Howard, Michael. 2005. An exploratory study of auditors’


responsibility for fraud detection in Barbados. Managerial Auditing
Journal, 20 (3) : 284-303.

Annisa, N. 2017. Pendeteksian kecurangan laporan keuangan dengan analisis


Beneish Score Model pada perusahaan perdagangan eceran yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2014. Jurnal Profita, 7 (1) : 1-13.

Ardiyani, S., Utaminingsih, N. S. 2015. Analisis determinan financial statement


fraud melalui pendekatan fraud triangle. Accounting Analysis Journal
(AAJ) 4 (1) : 1-10.

Association of Certified Fraud Examiners. 2011. Fraud Examiners Manual,


International Edition
.http://www.acfe.com/uploadedfiles/shared_content/products/books_and_
manuals/maintoc11%20-%20final.pdf. [Diakses pada 20 November 2018].

Association of Certified Fraud Examiners. 2014. 2014 Global Fraud Study:


Report to The Nations on Occupational Fraud and Abuse.
http://www.acfe.com/rttn/docs/2014-report-to-nations.pdf [Diakses pada
20 November 2018].

Astari, A. A. M. R., & Suryana, I. K. 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi


manajemen laba. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 20 (1): 290-319.
Beneish, M. D. 1999. The detection of earnings manipulation. Financial Analyst
Journal, 55 (5): 24-36.

Beneish, M. D., Lee, C. M. C., Nichols, D. (2012). Earnings manipulation and


expected returns. Financial Analysts Journal, 69 (2) : 57-
82. https://doi.org/10.2469/faj.v69.n2.1 [Diakses pada 20 November
2018].

Bryan, G. Ed. 2004. Black Law Dictionary. https://thelawdictionary.org. [Diakses


pada 20 November 2018].
80

Christy., Marsasella, I., Sugito, dan Hoyyi A. 2015. Penerapan formula Beneish
M-Score dan analisis diskriminan linier untuk klasifikasi perusahaan
manipulator dan non-manipulator (studi kasus Bursa Efek Indonesia Tahun
2013). Jurnal Gaussian, 4 (2): 287-293.

Cressey D. R.1953. Others People Money, A Study In The Social Psychology Of


Embezzlement. Montclair: Patterson Smith.

Darmawan, A Z., 2016. Analisis Beneish ratio index untuk mendeteksi


kecurangan laporan keuangan. Jurnal Profita Universitas Negeri
Yogyakarta, 6 (1) : 1-13.

Dbouk, B. dan Zaarour, I. 2017. Financial statements earnings manipulation


detection using a layer of machine learning. International Journal of
Innovation and Management Technology, 8 (3) : 172-179.

Dechow, P. M., Ge, W., Larson, C. R. dan Sloan, R. 2011. Predicting material
accounting misstatements. Contemporary Accounting Research, 28 (1):
17-82.

Dermawan, S., A. 2017. Big Bath Accounting pada Kasus Rugi Penurunan Nilai
Aset Perusahaan Pertambangan Terbuka Indonesia. Skripsi. Jember:
Universitas Jember.

Efitasari., H. C., 2013. Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan


Menggunakan Beneish Ratio Index Pada Perusahaan Manufaktur. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Fahmi, Irham. 2012. Analisis Kinerja Keuangan. Bandung: Alfabeta.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 23.
Semarang: BPFE Universitas Diponegoro.

Hani, Q. A. 2018. Pendeteksian Financial Statement Fraud menggunakan Beneish


M-Score pada Perusahaan JII dan Non JII. Skripsi. Yogyakarta :
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Hariri, Wijayanti, A., dan Srilucki. 2014. Prediciting financial statements


corporate fraud beneish m-score model. Jurnal Ilmiah Bidang Akuntansi
dan Manajemen (JEMA), 14 (2) : 93-100
http://riset.unisma.ac.id/index.php/jema. [Diakses pada 20 November
2018].

Harjito, A., & Martono. 2011. Manajemen Keuangan.Yogyakarta: Ekonisia


Universitas Islam Indonesia.
81

Hantono. 2018. Analisis pendeteksian financial statement fraud dengan


pendekatan model beneish pada perusahaan bumn. Jurnal Riset Akuntansi
Going Concern, 13 (3) : 254-269.
Hutomo, O. S., & Sudarno. 2011. Cara mendeteksi fraudulent financial reporting
dengan menggunakan rasio-rasio finansial. Diponegoro Journal of
Accounting, 1-28. http://eprints.undip.ac.id/35309/. [Diakses pada 20
November 2018].

Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan. PSAK no. 1 (revisi


2009).

Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan. Tujuan Laporan


Keuangan.

Indriantoro, N., dan Supomo. 2013. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi
& Manajemen. Yogyakarta: BPFE

Jumingan. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Jensen, M. C. & Meckling, W. H. 1976. Theory of the firm: managerial


behaviour, agency costs and ownership structure. Journal of Economics 3
(4) : 305-360.

Kartikasari., Novi, R., dan Irianto, G. 2010. Penerapan model beneish dan model
altman dalam pendeteksian kecurangan laporan keuangan. Jurnal
Akuntansi Multiparadigma, 1(2) : 323-40.

Kamal, M. E., Salleh, M. F., dan Ahmad, A. 2016. Detecting financial statement
fraud by malaysian public listed companies: the reliability of the beneish
m-score model. Jurnal Pengurusan 46(3) : 23-32.

Kasmir. 2016. Analisis Laporan Keuangan. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Kaur, R., Sharma, K., dan Khanna, A. 2014. Detecting Earnings Management in
India : A Sector-wise Study. European Journal of Business and
Management, 6 (11) : 11-18.

Kennedi, P. & Siregar, S. 2017. Fraud Actors in Indonesia According to Fraud


Indonesia Survey. Buletin Ekonomi FEUKIISSN, 21 (2) : 50-58.

Kleiman, R.T. 2006. Accounting Theory.


http://www.referenceforbusiness.com/encyclopedia/A-Ar/Agency-Theory-
html [Diakses pada 20 November 2018].
82

Listiyawati, I. 2016. Analisis Faktor yang mempengaruhi Financial Statement


Fraud. Call for Paper Unisbank, 2 (2016) : 659-665.

Martani, D. 2012. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK. Jakarta:


Salemba Empat.

Marfuah & Ardiami, K, P. 2018. “Model Beneish M-Score untuk Mendeteksi


Kecurangan pada Perusahaan Perbankan di Indonesia.” Jurnal Optimum, 8
(2) : 135-149.

Nauval, M. 2016. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap


Kecenderungan Financial Statement Fraud dalam Perspektif Fraud
Triangle. Publikasi Ilmiah. Malang: Universitas Brawijaya Malang.
http://www.academia.edu/28422058/Analisis_Faktor_Faktor_yang_Berpe
ngaruh_terhadap_Kecenderungan_Financial_Statement_Fraud_dalam_Per
spektif_Fraud_Triangle [Diakses pada 23 Juli 2019].

Oktarigusta, L. 2017. Analisis Fraud Diamond Untuk Mendeteksi Terjadinya


Financial Statement Fraud Di Perusahaan. Tesis. Surakarta : Universitas
Muhammadiah Surakarta.

McCarty J. 2017. Using Altman Z-Score and Beneish M-Score to detect financial
fraud and corporate failure: a case study from Enron corporation.
International Journal of Finance and Accounting, 6 (6) : 159-166.

Persons, O. S. 1995. Using financial statement data to indentify factors associated


with fraudulent financial reporting. Journal of Applied Business Research,
11 (3) : 38-46.

Priantara, D. 2013. Fraud Auditing and Investigation. Jakarta: Mitra Wacana


Media.

Roxas, M. L. (2011). Financial statement fraud detection using ratio and digital
analysis. Journal of Leadership, Accountability and Ethics, 8 (4) : 56-66.

Rise, N. E. 2017. Pendeteksian Financial Statement Fraud Menggunakan Beneish


Ratio Index. Skripsi. Lampung: Universitas Lampung.

Safitri, L. N., dan Sari, S. P., Penggunaan Beneish M-Score Model untuk
Melakukan Deteksi Fraud Laporan Keuangan pada Klasifikasi Industri
Agrikultur di Bursa Efek Indonesia. Seminar Nasional dan Call for Paper,
18 (3) : 253-263
83

Santosa, S., dan Ginting, J. Evaluasi keakuratan model Beneish M-Score sebagai
alat deteksi kecurangan laporan keuangan (kasus perusahaan pada Otoritas
Jasa Keuangan di Indonesia).” Majalah Ilmiah Bijak, 16 (2) : 75-84.

Santoso, S. 2017. Statistik Multivatiate dengan SPSS. Jakarta: PT. Alex Media
Komputindo.

Sari, K. 2017. Skandal Keuangan Perusahaan Toshiba. https://www.integrity-


indonesia.com/id/blog/2017/09/04/skandal-kecurangan-perusahaan-
toshiba/ [Diakses pada 10 April 2019].

Sari, S. P. 2017. Deteksi Manajemen Laba dengan Keterandalan Beneish M-Score


Model pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Publikasi Ilmiah. Tesis. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Siregar, S. V., & Tarigan, J. 2012. “Analisis Hubungan Manipulasi Aktivitas Riil
dan Kinerja Operasi Masa Depan : Bukti dari Pencapaian Earning
Brenchmark”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1-21.
https://www.elisa.ugm.ac.id/user/achieve/download/242898/3096afc68ae3
9dce454014c53e24a7 [Diakses pada 1 Juli 2019].

Sofianti, S. P. 2018. Akuntansi Forensik. Jember : UPT Percetakan dan Penerbitan


Universitas Jember.

Sukesih, K. 2012. Akuntansi Forensik di Indonesia.


http://imagama.feb.ugm.ac.id/akuntansi-forensik/ [Diakses pada 09 April
2019].

Tarjo., dan Herawati, N. 2015. “Application of Beneish M-Score Models and Data
Mining to Detect Financial Fraud”. Procedia-Social and Behavioral
Sciences Journal, 211 (2015) : 924 – 930.

Tuannakota, T. 2014. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Salemba


Empat

Tuannakota, T. 2015. Audit Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat.

Utami. 2018. Pengaruh Struktur Kepemilikan Asing, Likuiditas, Profitabilitas,


Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba (Studi empiris
perusahaan manufaktur yang terdaftar pada BEI tahun 2013-2016). Tidak
Dipublikasikan. Skripsi. Jember: Universitas Jember.
Watts, R. L., dan Zimmerman J. L., 1990. “Positive Accounting Theory: A Ten
Year Perspective”. The Accounting Review, 60 (1) : 131-156.
84

Wiratantra, B. 2018. Analisis Financial Distress pada Perusahaan Pertambangan


yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Tahun 2012-2016 dengan
Model Altman Z-Score. Tidak Dipublikasikan. Skripsi. Jember: Universitas
Jember.

Yesiariani, M., dan Rahayu, I. 2017. “Deteksi Financial Statement Fraud:


Pengujian dengan Fraud Diamond.” Jurnal Akuntansi dan Auditing
Indonesia, 21(1) : 50-60.

Yulia, A., dan Basuki. 2016. “Studi Financial Statement Fraud pada Perbankan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 26
(2): 187-200.

Anda mungkin juga menyukai