Anda di halaman 1dari 11

International Journal of Science and Research (IJSR)

ISSN (Online): 2319-7064


Index Copernicus Value (2013): 6.14 / Impact Factor (2013):4.438

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL


KEPALA SEKOLAH, KEPUASAN KERJA GURU, DAN SEMANGAT
KERJA GURU DI SEKOLAH DASAR NEGERI DI KABUPATEN BOVEN
DIGOEL, PAPUA, INDONESIA

Judul : Relationship Betwen School Principals ‘Transformational Leadership, Teachers’


Job Satisfaction, adn Teachers’ Work Morale at State Elementary Schools in Boven Digoel
Regency, Papua, Indonesia.
Penulis : Basilius Redan Werang, Okto Irianro, Henie Poewandar Asmaningrum

Abstrak: Semangat kerja guru sangat mempengaruhi prestasi akademik siswa dan
lingkungan sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kepemimpinan transformasional kepala sekolah, kepuasan kerja guru, dan
semangat kerja guru di sekolah dasar negeri di Kabupaten Boven Digoel, Papua,
Indonesia. Sampel penelitian meliputi 123 guru di sekolah dasar negeri di
Kabupaten Boven Digoel, Papua. Kuesioner/angket adalah alat utama
pengumpulan data. Data tersebut diberi perlakuan kuantitatif. Untuk mendapatkan
hasil analisis data yang akurat, peneliti menggunakan bantuan Paket Statistik Ilmu
Pengetahuan Sosial (SPPS) versi 16 untuk windows. Berdasarkan analisis data,
penelitian ini mengungkapkan bahwa: (a) ada hubungan yang signifikan antara
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan kepuasan kerja guru di SDN di
Kabupaten Boven Digoel, Papua, Indonesia; (B) ada hubungan yang signifikan
antara kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan semangat kerja guru di
sekolah dasar negeri di Kabupaten Boven Digoel, Papua, Indonesia; Dan (c) ada
hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja guru dan semangat kerja guru di
sekolah dasar negeri di Kabupaten Boven Digoel, Papua, Indonesia.

Kata kunci: guru, kepemimpinan transformasional, kepuasan kerja, moral kerja,


sekolah dasar negeri, Kabupaten Boven Digoel, Papua
A. Pendahuluan
Dalam jurnal ini sebelum membahas mengenai faktor apa saja yang
mempengaruhi semangat kerja terlebih dahulu dibahas mengenai apa itu semangat
juang, semangat juang/moril adalah konsep psikologis yang menunjukkan sikap
individu dan kelompok dalam sebuah organisasi terhadap pekerjaan mereka, atasan
mereka, dan lingkungan organisasinya (Francis, 2010). Semangat dapat
didefinisikan sebagai kapasitas sekelompok orang untuk bersama-sama terus-
menerus dan konsisten dalam mengejar tujuan bersama (Leighton, seperti yang
dikutip oleh Francis, 2010). Semangat juang/moril juga dapat didefinisikan sebagai
cara untuk menggambarkan bagaimana perasaan orang tentang pekerjaan, atasan
dan perusahaan mereka, dan perasaan itu terkait dengan perilaku dan sikap yang
ditunjukkan karyawan di tempat kerja (Seahan, di http://smallbusiness.chron.com /
Organisasi moral-346.html).
Semangat kerja guru sangat mempengaruhi prestasi akademik siswa dan
lingkungan sekolah. Rowland (2008) mengatakan, Guru adalah badan profesional
yang sangat besar di sebuah sekolah, mendapat banyak kontak dengan siswa
sepanjang hari, dan sangat mempengaruhi lingkungan sekolah. Ketika guru merasa
positif tentang posisi mereka, perasaan yang disebut sebagai moral guru, mereka
memiliki pengaruh prositive yang luar biasa pada siswa dan sekolah. Kebalikannya;
Ketika guru memiliki perasaan negatif tentang sekolah, mereka mungkin
berpengaruh negatif terhadap siswa dan sekolah. Guru memiliki kekuatan sebagai
kelompok dan sebagai individu yang sangat mempengaruhi lingkungan sekolah.
Sangat penting bagi para pemimpin pendidikan untuk menyadari faktor-faktor yang
mempengaruhi moral guru dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi prestasi
belajar siswa (hal.1).
Ada beberapa faktor umum yang diyakini mempengaruhi tinggi atau
rendahnya semangat kerja guru. Menjaga kesadaran akan peran merupakan faktor
umum lainnya yang terkait dengan semangat kerja guru, peneliti telah melakukan
studi terhadap dua faktor berikut. Pertama, kepemimpinan transformasional kepala
sekolah. Kepemimpinan transformasional - lebih berfokus pada perubahan, dan
mengilhami pengikut untuk berkomitmen terhadap visi dan sasaran bersama untuk
sebuah organisasi atau unit, menantang mereka untuk menjadi pemecah masalah
yang inovatif, dan mengembangkan kapasitas kepemimpinan melalui pembinaan,
pendampingan, dan penyediaan tantangan. (Bass dan Riggo, 2006, seperti dikutip
oleh Horn-Turpin, 2009, hal.16).
Kepemimpinan transformasional adalah tentang bagaimana orang terlibat
dalam pengambilan keputusan (Rowland, 2008). Leitwood (1994 seperti dikutip
oleh Horn-Turpin, 2009, hal 16-17) menunjukkan empat komponen kepemimpinan
transformasional sebagai berikut:

1. Pertimbangan Individu
Pertimbangan individual terjadi ketika kesempatan belajar baru diciptakan
bersamaan dengan iklim yang mendukung. Dalam demonstrasi pertimbangan
individual mereka, pemimpin transformasional adalah pendengar yang efektif,
mengakui dan menerima perbedaan individual karyawan. Komunikasi dua arah
didorong, dan interaksi dengan pengikut dilakukan. Seorang pemimpin yang saling
perhatian akan mendelegasikan tugas sebagai sarana untuk mengembangkan
pengikut. Tugas yang didelegasikan dilakukan untuk menentukan apakah para
pengikut memerlukan arahan atau dukungan tambahan dan untuk menilai
kemajuan; tetapi, para pengikutnya tidak merasa diperiksa atau dipantau (Bass &
Riggo, 2006).

2. Dorongan/stimulasi intelektual
Pemimpin transformasional mendorong inovasi dan kreativitas dengan
mempertanyakan asumsi, membingkai ulang masalah, dan mendekati situasi lama
dengan cara baru. Selain itu, pemimpin yang mempraktikkan gaya kepemimpinan
transformasional meminta gagasan baru dan solusi kreatif untuk masalah dari
pengikut, yang termasuk dalam proses mengatasi masalah dan menemukan solusi.
Ketika anggota individu melakukan kesalahan, pemimpin transformasional tidak
secara terbuka mengkritik mereka dan juga gagasan mereka tidak dikritik karena
mereka berbeda dari gagasan pemimpin (Bass & Riggo, 2006).
3. Motivasi Inspirasional
Pemimpin transformasional menunjukkan perilaku yang mengilhami orang-
orang di sekitar mereka dengan memberikan tantangan untuk pengikut mereka.
Mereka juga membangkitkan semangat tim, antusiasme dan optimisme. Pemimpin
transformasional melibatkan pengikut mereka dengan jelas mengkomunikasikan
harapan mereka dan juga menunjukkan komitmen terhadap tujuan dan visi bersama.
Para pemimpin ini mengartikulasikan visi masa depan yang menarik (Bass &
Riggo, 2006).

4. Pengaruh yang ideal


Pemimpin transformasional menunjukkan perilaku yang memungkinkan
mereka untuk menjadi panutan bagi pengikut mereka. Selain mengagumi,
menghargai, dan mempercayai mereka, pengikut cenderung mengidentifikasi para
pemimpin dan ingin meniru mereka. Pengikut melihat pemimpin mereka memiliki
kemampuan, ketekunan, dan tekad yang luar biasa. Selain itu, pemimpin yang
memperlihatkan pengaruh ideal ini mau mengambil risiko dan konsisten. Mereka
melakukan hal yang benar karena mereka menunjukkan standar perilaku etis dan
moral yang tinggi (Bass & Riggo, 2006).
Kepemimpinan transformasional merupakan salah satu faktor yang diyakini
mempengaruhi semangat kerja guru. Lumsden (1998) berkata, - Dengan
memperlakukan guru dengan cara yang memberdayakan mereka, seperti
melibatkan mereka dalam keputusan tentang kebijakan dan mengakui keahlian
mereka, administrator dapat membantu mempertahankan moral guru - (hal 2).
Demikian pula, Littleford (2007 seperti dikutip oleh Werang, 2014, hal 692)
menyatakan, semangat kerja guru yang tinggi terjadi ketika lingkungan kerja terasa
optimis dan guru merasa memiliki pekerjaan yang terarah. Perasaan positif ini
didorong dan dipromosikan melalui kepemimpinan kepala sekolah. Ketika para
guru merasa antusias dengan tujuan mereka, mereka menjadi lebih produktif,
menetapkan standar yang lebih tinggi, dan berkinerja lebih baik sehingga
menghasilkan prestasi yang lebih tinggi bagi siswa.
Koerner (1990, seperti dikutip oleh Houchard, 2005, hlm. 30-31)
menyebutkan 13 faktor penting kepemimpinan yang menentukan semangat
juang/moril yang tinggi: (A) memungkinkan guru untuk memberikan keputusan ke
dalam pengambilan keputusan yang secara langsung mempengaruhi kurikulum,
pengajaran, dan iklim sekolah; (B) mengenali dan menghargai prestasi guru dan
siswa; (C) mempromosikan iklim sekolah yang mencerminkan perasaan persatuan,
kebanggaan, kerjasama, penerimaan perbedaan, dan keamanan; (D) menjaga
komunikasi yang baik; (e) memberikan peluang untuk pertumbuhan profesional
yang berarti; (F) mendorong tujuan bersama yang jelas; (G) mendukung
kepemimpinan yang kuat dan suportif; (H) memberikan waktu yang berkualitas
untuk perencanaan interaksi antar kolega, dialog pendidikan, pengambilan
keputusan, pemecahan masalah; (I) menyediakan lingkungan fisik yang terawat
baik; (J) mendorong hubungan manusia yang baik, baik di dalam sekolah maupun
di antara komunitas sekolah; (K) mendorong dan menghargai pengambilan risiko,
inovasi, dan pengajaran yang baik; (L) memperhatikan kebutuhan profesional
seperti gaji dan tunjangan; Dan (M) memperhatikan kebutuhan pribadi seperti
mengatur rasa stres, kesehatan yang baik, dan interaksi sosial.
Selain itu, kepemimpinan transformasional utama juga dikenal sebagai faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja guru. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh
beberapa ilmuwan, seperti Ross dan Gray (2006), mengungkapkan bahwa kepala
sekolah yang menunjukkan gaya kepemimpinan transformasional memiliki staf
pengajar dengan kepuasan kerja yang meningkat, rasa keberhasilan pengajaran
yang lebih besar, menunjukkan komitmen organisasional yang tinggi. Simnerarly,
dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Ejimofor (2007) menyatakan bahwa kepala
sekolah yang menciptakan kesempatan untuk pengembangan profesional guru lebih
cenderung meningkatkan kepuasan kerja guru daripada kepala sekolah yang tidak
akan menciptakan kesempatan bagi guru mereka (hal 89).
Faktor umum kedua yang terkait dengan semangat kerja guru adalah
kepuasan kerja guru. Kepuasan kerja didefinisikan sebagai keadaan emosional
positif yang mencerminkan respons efektif terhadap situasi pekerjaan mereka
(Locke, 1976). Menurut Mullins (2006), kepuasan kerja adalah sikap atau keadaan
internal yang didapat, misalnya, dikaitkan dengan perasaan pencapaian pribadi,
baik kualitatif maupun kuantitatif. Haorei (2012, hal 50) mendefinisikan kepuasan
kerja sebagai ' bagaimana orang merasa puas tentang pekerjaan mereka dan
berbagai aspek pekerjaan mereka'. Ini merupakan sejauh mana orang menyukai
(kepuasan) atau ketidaksukaan (tidak puas) pekerjaan mereka. Selain itu, kepuasan
kerja juga didefinisikan sebagai - reaksi efektif (emosional) terhadap pekerjaan
yang dihasilkan dari perbandingan aktual dengan yang diinginkan - (Cranny, dkk
sebagaimana dikutip oleh Islam, et al., 2012, Hal 152).
Kepuasan kerja guru mengacu pada aspek positif atau negatif dari sikap guru
terhadap pekerjaan mengajar mereka. Kepuasan kerja guru adalah - penilaian
evaluatif tentang tingkat kesenangan seorang guru berasal dari pekerjaannya yang
terdiri dari komponen efektif dan kognitif - (Hulin & Judge, 2003 seperti dikutip
oleh Edwards, et al., 2008, p 442). Kepuasan kerja guru memberikan wawasan yang
berarti tentang total dari pekerjaan mengajar karena ini menunjukkan bagaimana
guru menghargai keseluruhan penghargaan yang diberikan pada mereka baik itu
berupa uang dan non uang sesuai harapan dan preferensi pribadi mereka sendiri
(Amador, dkk., Hal 3 ). Agyei-Kyeremateng (2011, hal. Xii) menyimpulkan bahwa
- kepuasan kerja memiliki korelasi positif dengan semangat kerja karyawan. Pekerja
dengan semangat tinggi cenderung tampil lebih baik dalam pekerjaan. Beberapa
penelitian, mengemukakan bahwa - kepuasan kerja dapat mempengaruhi semangat
kerja karyawan, omset, kehadiran, dan perilaku prososial yang sangat penting bagi
keberhasilan organisasi.

B. Metode
Tujuan utama penelitian empiris ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara kepemimpinan transformasional kepala sekolah, kepuasan kerja guru, dan
semangat kerja guru di sekolah dasar negeri di Kabupaten Boven Digoel, Papua,
Indonesia. Model konseptual penelitian adalah sebagai berikut ( Gambar 1).
Hipotesis null yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (a)
tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dan kepuasan kerja guru di sekolah dasar negeri di Kabupaten Boven
Digoel, Papua, Indonesia; (b) tidak ada hubungan yang signifikan Antara
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan semangat kerja guru di sekolah
dasar negeri di Kabupaten Boven Digoel, Papua, Indonesia; Dan (c) tidak ada
hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja guru dan semangat kerja guru di
sekolah dasar negeri di Kabupaten Boven Digoel, Papua, Indonesia.
Kuesioner/angket adalah alat utama untuk mengumpulkan data. Sampel penelitian
terdiri dari 123 guru sekolah dasar negeri. Data tersebut diberi perlakuan kuantitatif.
Agar data tersebut dianalisis dengan baik, peneliti menggunakan bantuan program
Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 16 untuk Windows.

1. Hasil dan Diskusi


1.1. Hasil
Berdasarkan hasil analisis data, model empiris hubungan antar variabel
penelitian dapat tercermin pada Gambar 2 di bawah ini. Hasil analisis data seperti
yang ditunjukkan pada model di atas menunjukkan bahwa:
a. Ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional
kepala sekolah (X1) dan kepuasan kerja guru (X2). Hal ini ditunjukkan
dengan koefisien Pearson (r) sebesar 0,832 dengan tingkat signifikansi
0,000. Ini berarti bahwa pada tingkat alpha (α) = 0,05, hipotesis nol bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional
kepala sekolah dan kepuasan kerja guru di sekolah dasar negara bagian di
Kabupaten Boven Digoel ditolak.
b. Ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional
kepala sekolah (X1) dan semangat kerja guru (Y). Hal ini ditunjukkan
dengan koefisien Pearson (r) sebesar 0,794 dengan tingkat signifikansi
0,000. Artinya, pada tingkat alpha (α) = 0,05, hipotesis nol bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dan semangat kerja kerja guru di sekolah dasar di Kabupaten Boven
Digoel ditolak.
c. Ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja guru (X2) dan
semangat kerja guru (Y). Hal ini ditunjukkan dengan koefisien Pearson (r)
sebesar 0,635 dengan tingkat signifikansi 0,000. Artinya, pada tingkat alpha
(α) = 0,05, hipotesis nol bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
kepuasan kerja guru dan semangat kerja guru di sekolah dasar ditolak.

1.2 Diskusi
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara
kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja guru. Artinya, peningkatan
kepemimpinan transformasional menyebabkan kenaikan kepuasan kerja guru.
Karena kepemimpinan transformasional terkait erat dengan cara kepala sekolah
untuk memberi inspirasi dan memotivasi pengikut untuk tumbuh dan melakukan
lebih dari yang dibutuhkan, harus ada usaha untuk menyesuaikan semua kepala
sekolah dasar dengan kemampuan dalam aspek itu (Werang, 2015). Hasil ini sesuai
dengan temuan Ross & Gray (2006) bahwa kepala sekolah yang menunjukkan gaya
kepemimpinan transformasional memiliki staf pengajar dengan kepuasan kerja
yang meningkat, rasa keberhasilan mengajar yang lebih besar, menunjukkan
komitmen organisasional yang tinggi, dan memiliki sedikit pergantian staf. Hasil
ini juga konsisten dengan temuan Ejimofor (2007) bahwa kepala sekolah yang
menciptakan peluang untuk pengembangan profesi profesional lebih cenderung
meningkatkan kepuasan kerja para guru daripada kepala sekolah yang tidak akan
menciptakan kesempatan bagi guru mereka. Ini disimpulkan bahwa kepemimpinan
transformasional efektif dalam meningkatkan kepuasan kerja guru di sekolah dasar
di Kabupaten Boven Digoel, Papua,Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
kepemimpinan transformasional dan semangat kerja guru. Ini disimpulkan bahwa
kepemimpinan transformasional yang efektif dapat meningkatkan semangat kerja
guru. Dengan kata lain, peningkatan kepemimpinan transformasional dapat
menyebabkan peningkatan moral kerja guru. Karena kepemimpinan
transformasional juga terkait erat dengan cara kepala sekolah untuk merangsang
dan mempertimbangkan pengikut, penting bagi kepala sekolah untuk
memperlakukan dan mengenali masing-masing pengikut secara adil dan simpatik
(Werang, 2015). Hasil penelitian ini sama dengan apa yang ditemukan oleh
Lumsden (1998). ) Temuannya bahwa - Dengan memperlakukan guru dengan cara
yang memberdayakan mereka, seperti melibatkan mereka dalam keputusan tentang
kebijakan dan mengakui keahlian mereka, administrator dapat membantu
mempertahankan semangat guru. Hasil ini juga konsisten dengan temuan Littleford
(2007) bahwa - moril/semangat juang guru yang tinggi terjadi ketika lingkungan
kerja optimis dan para guru merasa memiliki pekerjaan yang terarah. Perasaan
positif ini didorong dan dipromosikan melalui kepemimpinan kepala sekolah.
Ketika para guru merasa antusias dengan tujuan mereka, mereka menjadi lebih
produktif, menetapkan standar yang lebih tinggi, dan berkinerja lebih baik sehingga
menghasilkan prestasi yang lebih tinggi bagi siswa.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
kepuasan kerja guru dan semangat kerja guru. Ini disimpulkan bahwa kepuasan
kerja guru yang tinggi dapat meningkatkan semangat kerja guru. Dengan kata lain,
peningkatan kepuasan kerja guru dapat menyebabkan kenaikan semangat kerja
guru. Hasil ini konsisten dengan Agyei-Kyeremateng (2011, hal. Xii)
menyimpulkan bahwa - kepuasan kerja memiliki korelasi positif dengan semangat
kerja karyawan. Pekerja dengan semangat tinggi cenderung tampil lebih baik dalam
pekerjaan. Kepuasan kerja dan moral dikaitkan dengan ketidakhadiran,
keterlambatan kerja, dan keluhan. Hasil ini juga konsisten dengan Islam, et.al.
(2012) berkesimpulan bahwa - kepuasan kerja dapat mempengaruhi semangat kerja
karyawan, ketidakhadiran, dan perilaku prososial yang sangat penting bagi
keberhasilan organisasi.

C. Kesimpulan
Tujuan dari penelitian empiris ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
kepemimpinan transformasional kepala sekolah, kepuasan kerja guru, dan
semangat kerja guru di sekolah dasar negeri di Kabupaten Boven Digoel, Papua,
Indonesia. Berikut ini adalah kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian:
a. Ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dan kepuasan kerja guru di sekolah dasar negeri di Kabupaten Boven
Digoel, Papua, Indonesia. Artinya, jika administrator pendidikan daerah ingin
meningkatkan kepuasan kerja guru, maka mereka harus mengambil beberapa
langkah strategis. Untuk meningkatkan kepemimpinan tranformasional pelaku.
b. Ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dan semangat kerja guru di sekolah dasar negeri di Kabupaten Boven
Digoel, Papua, Indonesia. Dengan demikian, jika administrator pendidikan daerah
ingin meningkatkan semangat kerja guru, maka mereka harus berusaha
memperbaiki kepemimpinan transformasional kepala sekolah.
c. Ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja guru dan semangat kerja
guru di sekolah dasar negeri di Kabupaten Boven Digoel, Papua, Indonesia. Dengan
demikian, jika kepala sekolah ingin memperbaiki semangat kerja guru mereka,
maka mereka harus mengambil beberapa langkah strategis untuk meningkatkan
kepuasan kerja guru.

D. Review
Jurnal ini mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional
kepala sekolah, kepuasan kerja guru, dan semangat kerja guru di sekolah dasar
negeri di Kabupaten Boven Digoel, Papua, Indonesia. Dari hasil penelitian ini
ditemukan bahawa, ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan kepuasan kerja guru kemudian, ada hubungan
yang signifikan antara kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan
semangat kerja guru dan ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja guru
dan semangat kerja guru.
Dari jurnal ini dapat kita traik kesimpulan bahawa perlu adanya
kepemimpinan transformasional agar kinerja dan kepuasan kerja guru meningkat
karena kepemimpinan transformasional merupakan salah satu faktor yang diyakini
mempengaruhi semangat kerja guru dan juga kepuasan kerja guru.

Anda mungkin juga menyukai