1. PENDAHULUAN
perekonomian seperti ini tidak satu pasar pun yang selamanya aman dari
persaingan, baik lokal maupun global. Begitu pula yang terjadi pada perusahaan di
sektor industri perdagangan, jasa dan investasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Bursa Efek Indonesia mencatat lebih dari 100 (seratus)
Sektor perdagangan, jasa dan investasi merupakan gabungan dari beberapa sub
sektor yang terdiri dari : sub sektor perdagangan besar barang produksi; sub sektor
perdagangan eceran; sub sektor restoran, hotel dan pariwisata; sub sektor
periklanan, percetakan dan media; sub sektor kesehatan; sub sektor jasa komputer
dan perangkat; dan sub sektor perusahaan investasi. Berkembangnya beberapa sub
sektor ini telah menyebabkan adanya persaingan diantara para pelaku usaha.
memikirkan strategi bisnis agar tetap mendapat pangsa pasar, dan Dengan
meningkatnya jumlah perusahaan pada industri ini, tentu saja akan meningkatkan
1
2
perusahaan yang mampunyai pendanaan yang kuat dan akses pasar yang lebih
menguasai pangsa pasar dalam jumlah yang lebih besar. Perusahaan yang lebih
buruk perusahaan yang lainnya terpaksa gulung tikar. Terdapat perusahaan yang
Karya Media, Tbk. yang termasuk ke dalam sub sektor periklanan, percetakan dan
perusahaan.
menurut Whery Enggo Prayogi dalam detik.com akibat dari persaingan ketat di
yang sempat naik daun ini terus mencatatkan rugi sejak tahun 2008. Stasiun
televisi nasional PT Indosiar Karya Media Tbk (IDKM) mencatat kinerja paling
buruk pada tahun buku 2011. Perseroan mencatat rugi bersih (Rp 96,85 miliar).
beban program dan penyiaran menjadi Rp 621,73 miliar, dari periode sebelumnya
Rp 398,47 miliar. Disamping itu, kewajiban IDKM juga mengalami kenaikan dari
juga terjadi pada Hotel Mandarine Regency, Tbk (HOME), yang merupakan sub
sektor hotel, restauran dan pariwisata. Tercatat sejak tahun 2010 hingga 2012
keuangan HOME, perseroan menderita rugi bersih paling buruk pada tahun 2012
sebesar (Rp. 9,05 Milyar) atau menurun dari Rp 813 juta pada periode yang sama
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dari Rp 18,43 M di tahun 2010 menjadi
Rp 25,52 M ditahun 2012 (Detik.com). Untuk lebih jelas, berikut ini disajikan
Gambar 1.1
Laba (rugi) bersih PT Indosiar Karya Media, Tbk dan Hotel
Mandarine Regency, Tbk
Sumber : BEI
usahanya dimasa yang akan datang sebagai prinsip utama dari mendirikan
perusahaan, yaitu untuk dapat melakukan usahanya secara terus menerus (going
concern). Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk mengevaluasi dan
satu cara yang dapat dilakukan perusahaan agar perusahaan tetap bertahan yaitu
dalam perusahaan dan berguna untuk mendukung pengambilan keputusan. Hal ini
ditempuh dengan cara melakukan analisis laporan keuangan. Model yang sering
keuangan yang dapat memberikan gambaran tentang baik atau buruknya keadaan
melalui analisis laporan keuangan dengan menggunakan rasio keuangan yang ada
5
keadaan tidak sehat, tetapi belum sampai mengalami tahap kebangkrutan. Model
peringatan dini terhadap financial distress, karena model tersebut dapat digunakan
sampai pada kondisi krisis. Dan melalui analisis laporan keuangan dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan yang ada, maka dapat dijadikan dasar untuk
financial distress merupakan hal yang lebih penting dari pada kebangkrutan,
karena perusahaan pasti akan mengalami kondisi financial distress terlebih dahulu
diuji oleh peneliti sebelumnya, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah
keuntungan (laba) pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham yang tertentu
Fakhrurozie (2007) dalam Amir dan Bambang (2013) menyatakan bahwa rasio
Riyanto (2001) dalam Amir dan Bambang (2013) menjelaskan bahwa apabila
produktif dalam menghasilkan laba, dan kondisi seperti ini akan mempersulit
ini akan masuk ke dalam situasi financial distress dan dapat menyebabkan
financial distress pada umumnya rasio profitabilitasnya negatif. Hal ini diperkuat
dengan teori dari Sudana (2011) yang menyatakan bahwa ROA menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih dari total aktiva yang
dimiliki. Semakin besar ROA, semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan dan
begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, dengan adanya efisiensi dari penggunaan
aset perusahaan, maka akan mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan,
terutama utang yang sudah jatuh tempo. Apabila perusahaan mampu mendanai
dan melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan baik, maka potensi perusahaan
7
mengalami financial distress akan semakin kecil. Salah satu rasio yang dipakai
lancarnya. (Oktita, 2013). Hal ini diperkuat oleh teori dari Harjito dan Martono
(2005) yang mengemukakan bahwa Rasio lancar (current ratio) yaitu kemampuan
aktiva lancar yang dimiliki. Likuiditas jangka pendek ini penting karena masalah
membayar kewajiban secara tepat waktu akan langsung dirasakan oleh kreditor,
baik maka potensi financial distress yang akan dialami oleh perusahaan akan
financial distress.
menggunakan utang, hal ini beresiko akan terjadi kesulitan pembayaran dimasa
yang akan datang akibat dari utang lebih besar daripada aset yang dimiliki. Jika
keadaan ini tidak dapat diatasi dengan baik, potensi terjadinya financial distress
pun semakin besar (Oktita,2013). Salah satu rasio yang dipakai dalam mengukur
8
leverage adalah debt ratio. Debt ratio menggambarkan semakin besar rasio ini,
semakin besar jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh utang, sehingga
yang tinggi (Amir dan Bambang, 2013). Hal ini diperkuat oleh teori Prihadi
(2008), yang menyatakan bahwa Semakin besar jumlah utang, maka semakin
kebangkrutan. Dan menurut Hanafi dan Halim (2009) yang menjelaskan bahwa
Resiko perusahaan dengan financial leverage yang tinggi, akan semakin tinggi
cepat karena perusahaan terlalu banyak melakukan pendanaan aktiva dari utang.
Jadi apabila rasio utang semakin besar dapat membahayakan perusahaan, karena
pembiayaannya lebih banyak menggunakan utang, hal ini beresiko akan terjadinya
kesulitan keuangan dimasa yang akan datang, akibat utang yang lebih besar dari
aset yang dimiliki. Jika keadaan ini tidak dapat diatasi dengan baik, potensi
terjadinya financial distress pun semakin besar (Orina, 2013). Dengan demikian
perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Berikut hasil dari beberapa
Financial distress:
9
Tabel 1.1
Penelitian Mengenai Penggunaan Rasio Keuangan Terhadap
Financial Distress
Peneliti Tahun
RO RO Cash CL/ TA
NPM A E CR QR DR TA TO ITO Sales Growth
Ratio
Idyastari
2014 √ x √ x X
Amir.
dan
Bamban 2013 √ √ x √ x
g.
Evanny 2012 √ x √
Luciana
dan
Emanue
l √ x X
2010 x √ X √ √
Wahyu
W.
Dan 2009 √ x X √ x √
Doddy
dilakukan oleh Evanny Indri (2012) dengan judul Kekuatan Rasio Keuangan
Hasil dari penelitian tersebut current ratio tidak berpengaruh terhadap financial
10
distress, penulis akan mencoba menguji kembali rasio tersebut dan diharapkan
Kondisi financial distress merupakan hal yang lebih penting dari pada
penelitian yang akan penulis susun yaitu Perusahaan yang akan diteliti adalah
assets, sedangkan penulis akan menggunakan debt ratio, dan Model pengukuran
perdagangan, jasa dan investasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
periode tahun 2016-2018, apakah termasuk pada non-distress zone atau distress
yang terbukti keakuratannya sebesar 94,9% (Rismawati, 2012). Selain itu, penulis
juga ingin mengetahui apakah rasio dengan model zmijewski tersebut memiliki
dengan cara menyajikan laporan keuangan dan rasio-rasio keuangan diatas yang
mengetahui kondisi perusahaan saat ini dan yang akan datang, maka penulis
terarah dan tidak menyimpang dari yang telah dirumuskan, sehingga ruang
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
13
1. Bagi Penulis
2. Bagi Perusahaan
BAB I :PENDAHULUAN
dan sasarannya.