Anda di halaman 1dari 53

USULAN PENELITIAN

PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN UKURAN PERUSAHAAN


TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Usulan penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk menyusun skripsi S1 Program Studi Akuntansi

Diajukan oleh:
NAMA : KETUT HARMAWAN
NIM : 1702622010183

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2020
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan utama didirikannya perusahaan adalah untuk mencapai laba (profit),

menjaga kelangsungan hidup perusahaan (going concern), dan pertumbuhan

perusahaan (growth). Berkembangnya perusahaan menuntut adanya tambahan modal.

Umumnya tambahan modal tersebut didapat melalui pinjaman kredit pada sektor

perbankan, namun pinjaman kredit tersebut tidak dapat diandalkan secara terus

menerus, hal ini dikarenakan adanya batasan debt equity ratio. Untuk itu terdapat

alternatif lain bagi perusahaan untuk mendapatkan modal, yaitu melalui pasar modal

(capital market). Perusahaan dapat menerbitkan menjual sekuritas pasar modal untuk

menjaring dana yang berada di masyarakat. Adanya pasar modal dapat dijadikan

sebagai alat untuk menggambarkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan melalui

laporan keuangan tahunan. Para investor dan kreditur sebelum menanamkan dananya

di suatu perusahaan akan selalu melihat terlebih dahulu kondisi keuangan perusahaan

tersebut. Laporan keuangan mempunyai peran penting, selain untuk menggambarkan

keadaan perusahaan, laporan ini juga merupakan bentuk pertanggungjawaban

perusahaan ke publik berupa laporan keuangan tahunan. Dalam laporan tahunan ini

akan terlihat keadaan baik atau buruknya kondisi keuangan perusahaan, apakah

perusahaan memiliki kinerja yang efektif dan efisien dalam mengelola dana yang

bersumber dari dalam maupun luar perusahaan dalam periode tertentu


3

Analisis laporan keuangan merupakan alat untuk memperoleh informasi yang

berkaitan dengan kinerja keuangan perusahaan dan dapat digunakan untuk

memproyeksi aspek keuangan perusahaan dimasa mendatang. Menurut Kasmir

(2011:104) analisis rasio keuangan merupakan analisis untuk mengetahui hubungan

dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individual atau

kombinasi dari kedua laporan tersebut dengan cara membandingkan asatu angka

dengan angka lainnya. Berguna untuk menunjukkan perubahan kinerja dari periode

dan membantu menggambarkan tren pola perusahaan untuk kemudian menunjukkan

risiko dan peluang masa depan perusahaan. Salah satu proyeksi masa mendatang

adalah untuk memprediksi financial distress.

Financial distress atau kesulitan keuangan akan dialami oleh perusahaan

sebelum terjadi kebangkrutan. Financial distress merupakan kondisi krisis ekonomi

yang mana perusahaan mengalami kerugian beberapa tahun terakhir karena dianggap

tidak mampu membayar kewajiban saat jatuh tempo. Penurunan ekonomi di

perusahaan perlu di waspadai oleh pihak manajemen. Oleh sebab itu, pihak

manajemen sebaiknya mengambil tindakan dengan melakukan prediksi dini agar

dapat memperbaiki kondisi ekonomi perusahaan. Financial distress timbul dari

berbagai situasi hingga perusahaan menghadapi masalah kesulitan ekonomi. Menurut

Rodoni dan Ali (2010:176) ditinjau dari kondisi keuangan terdapat tiga keadaan

penyebab financial distress antara lain faktor kekurangan modal, beban utang yang

terlalu besar serta mengalami kerugian berkelanjutan. Masing-masing aspek

mempunyai keterkaitan sehingga keseimbangannya perlu dijaga agar perusahaan

dapat terhindar dari kondisi financial distress hingga terjadi kebangkrutan.


4

Menurut Plat dan Plat (2002) dalam Fahmi (2013:158) Financial distress

(kesulitan keuangan) merupakan tahap penurunan kondisi keuangan perusahaan yang

terjadi sebelum terjadi kebangkrutan ataupun likuidasi. Umumnya perusahaan yang

mengalami financial distress memiliki kecenderungan untuk mengalami

kebangkrutan. Menurut Murni (2018) analisis kebangkrutan penting dilakukan

dengan pertimbangan kebangkrutan suatu perusahaan terbuka (go public) akan

merugikan banyak pihak. Menurut Jimming dan Wei Wei (2011) dalam Nora (2016)

pada umumnya penelitian tentang kebangkrutan, kegagalan maupun financial

distress menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi kondisi perusahaan di

masa yang akan datang. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, rasio

likuiditas, rasio leverage, rasio profitabilitas dan rasio aktivitas. Selain menggunakan

rasio keuangan pada penelitian ini juga menggunakan faktor ukuran perusahaan.

Rasio likuiditas diwakilkan dengan Current Ratio (CR), digunakan untuk

mengukur perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat

waktu. Penelitian yang dilakukan oleh Noviandri (2014) menyatakan bahwa current

ratio berpengaruh negatif dalam memprediksi financial distress suatu perusahaan.

Penelitian dari Utami (2017) juga menunjukkan hasil bahwa rasio likuiditas yang

diwakilkan dengan current ratio berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Hasil berbeda diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Saleh (2013) yang

menyatakan current ratio tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Rasio leverage dengan Debt to equity ratio (DAR) menggambarkan

kemampuan modal pemilik dalam menutupi utang-utang kepada pihak luar. Rasio ini
5

digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan dapat dibiayai dari utang. Andre

(2014) dalam penelitiannya mendapatkan hasil bahwa rasio leverage berpengaruh

positif terhadap financial distress. Hasil penelitiannya sama dengan penelitian dari

Yuanita (2010) yang juga menunjukkan leverage berpengaruh positif terhadap

financial distress. Sedangkan penelitian dari Rahmy (2015) menyatakan bahwa rasio

leverage tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Rasio profitabilitas dengan Return on Assets (ROA) memperlihatkan kinerja

keuangan apakah perusahaan dapat memperoleh laba yang maksimal tiap periode dan

apakah aktiva yang dimiliki ikut menghasilkan tingkat pendapatan yang

direncanakan. Penelitian terkait dilakukan oleh Hapsari (2012) yang mendapat hasil

ROA berpengaruh negatif terhadap financial distress. Andre (2014) dalam

penelitiannya juga mendapat hasil yang sama yaitu ROA berpengaruh negatif

terhadap financial distress. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Wulandari

(2017) mendapatkan hasil yaitu ROA tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Rasio aktivitas dengan Total Aset Turn Over (TATO), untuk mengukur

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan penjualan dari total asetnya dengan

membandingkan penjualan bersih dengan total asset rata-rata. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Mulidina (2014) mendapatkan hasil yaitu rasio aktivitas berpengaruh

negatif terhadap financial distress. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian

dari Christon (2017) yang mendapatkan hasil yaitu rasio aktivitas berpengaruh negatif

terhadap financial distress. Deby (2018) dalam penelitiannya mendapat hasil berbeda

yaitu rasio aktivitas tidak berpengaruh terhadap financial distress.


6

Faktor umum perusahaan yang memengaruhi financial distress yaitu ukuran

perusahaan. Ukuran perusahaan menggambarkan besarnya perusahaan, total aset

yang besar akan memudahkan perusahaan untuk melakukan diversifikasi dan

mempertahankan kesinambungan usahanya. Penelitian yang dilakukan oleh

Krisnayanti (2014) dan Hendra (2018) mendapatkan hasil bahwa ukuran perusahaan

tidak berpengaruh terhadap financial distress. Akan tetapi dalam penelitian yang

dilakukan oleh Raissa (2015) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh

negatif terhadap financial distress.

Saat ini peneliti menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia pada periode 2017-2019. “Perusahaan manufaktur dapat

dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian suatu negara karena memberi efek

yang luas bagi sektor industri yang memproduksi produk sehari-hari dalam skala

besar. Negara Indonesia adalah pasar terbesar di ASEAN untuk manufaktur dan

perakitan kendaraan.” (www.kompasiana.com) Oleh sebab itu, perusahaan

manufaktur memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ekonomi di

Indonesia. Tidak menutup kemungkinan negara Indonesia akan dilirik dan diminati

oleh negara Asing dalam hal berinvestasi. Dengan begitu, pengawasan terhadap

financial distress khususnya pada perusahaan manufaktur perlu dilakukan sebagai

peringatan dini.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk

mengkaji kembali pengaruh rasio leverage, rasio likuiditas, profitabilitas, aktivitas


7

dan ukuran perusahaan terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur di

Bursa Efek Indonesia (BEI).

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diperoleh beberapa rumusan

masalah sebagai berikut :

1) Apakah Rasio Likuiditas berpengaruh terhadap financial distress pada

perusahaan manufaktur di BEI ?

2) Apakah Rasio Leverage berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan

manufaktur di BEI ?

3) Apakah Rasio Profitabilitas berpengaruh terhadap financial distress pada

perusahaan manufaktur di BEI ?

4) Apakah Rasio Aktivitas berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan

manufaktur di BEI ?

5) Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap financial distress pada

perusahaan manufaktur di BEI ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :


8

1) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Rasio Likuiditas terhadap financial

distress pada perusahaan manufaktur di BEI.

2) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Rasio Leverage terhadap financial

distress pada perusahaan manufaktur di BEI.

3) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap

financial distress pada perusahaan manufaktur di BEI.

4) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Rasio Aktivitas terhadap financial

distress pada perusahaan manufaktur di BEI.

5) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap

financial distress pada perusahaan manufaktur di BEI.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

1) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan literatur untuk sumber

referensi pada penelitian selanjutnya, sehingga dapat menambah pengetahuan

pembaca mengenai financial distress pada perusahaan dan apa saja yang dapat

mempengaruhi terjadinya financial distress dalam perusahan.

2) Manfaat Praktis
9

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi manajemen

perusahaaan mengenai financial distress sehingga manajemen dapat mengetahui

faktor yang dapat menyebabkan terjadinya financial distress dan dapat

menghindarkan perusahaan yang ia kelola dari kejadian financial distress.


10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Sinyal (Signal)

Teori sinyal adalah teori yang mengungkapkan bahwa perusahaan

memberikan sinyal kepada pemakai laporan keuangan, baik berupa sinyal positif

(good news) maupun sinyal negatif (bad news). Teori sinyal menjelaskan alasan dari

perusahaan menyajikan informasi untuk pasar modal (Wolk et al., 2000). Informasi

yang disajikan dan diungkapkan oleh perusahaan merupakan hal yang penting karena

memberikan pengaruh terhadap keputusan investasi para pemilik modal atau investor

maupun pelaku bisnis yang lain seperti kreditur. Informasi tersebut penting bagi

investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan,

catatan atau gambaran, baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun masa yang

akan datang bagi kelangsungan hidup perusahaan dan bagaimana efeknya pada

perusahaan (Brigham dan Houston, 2001).

Pihak manajemen dituntut untuk bersikap transparan dalam menyajikan

laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan dibuat berdasarkan aktivitas

aktivitas yang terjadi di perusahaan pada waktu periode tertentu. Dalam laporan

keuangan akan dapat diketahui bagaimana kinerja dan kondisi keuangan dari

perusahaan (Brigham dan Houston, 2001). Laporan keuangan yang menyajikan


11

perolehan laba positif dalam jangka waktu yang lama menunjukkan bahwa

perusahaan memiliki kinerja yang baik dan kondisi keuangan yang sehat. Hal ini

berhubungan dengan pembagian dividen kepada pemegang saham. Selain itu dapat

pula dilihat dari nilai arus kas perusahaan. Arus kas yang tinggi dalam jangka waktu

yang lama mengindikasikan perusahaan mampu membayar utang kepada kreditor.

Informasi tersebut memberikan sinyal positif kepada para pengguna laporan

keuangan. Sebaliknya, ketika laporan keuangan menunjukkan laba negatif dan arus

kas yang bernilai kecil maka memberikan sinyal negatif bahwa perusahaan sedang

berada dalam kondisi keuangan yang buruk atau disebut dengan kondisi financial

distress. Melalui informasi yang disajikan dalam laporan keuangan secara periodik

pula pihak luar perusahaan akan mampu menilai apakah perusahaan mampu

melakukan pembalikan arah atau corporate turnaround untuk keluar dari kondisi

financial distress dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya untuk

jangka waktu yang lama.

2.1.2 Financial Distress

Financial distress merupakan suatu keadaan dimana perusahaan yang sedang

berada di dalamnya mengalami penurunan keuntungan. Financial distress merupakan

kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis

(Wahyuningtyas, 2010). Suatu perusahaan dikatakan mengalami kondisi financial

distress apabila perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya.

(Baldwin dan Scoot, 1983). Financial distress terjadi sebelum perusahaan mengalami

kebangkrutan atau likuidasi. Kondisi financial distress didefinisikan oleh McCue


12

(1991) sebagai arus kas negatif. Financial distress merupakan perubahan harga

ekuitas (Hofer, 1980 dan Whitaker, 1999). Perusahaan yang mengalami financial

distress akan melakukan pemutusan hubungan kerja karyawan serta meniadakan

pembayaran deviden (Lau,1987 dan Hill et al, 1996).

Tirapat dan Nittayagasetwat (1999) mengatakan bahwa perusahaan

mengalami financial distress jika perusahaan menghentikan operasinya dan

perusahaan merencanakan untuk melakukan restrukturisasi. Kebangkrutan akan

terjadi apabila perusahaan tidak dapat melunasi kewajiban utangnya maupun

membayar kewajiban lainnya karena keterbatasan dana yang dimiliki. Apabila

kondisi financial distress ini mampu diprediksi sejak awal, diharapkan adanya

tindakan pencegahan maupun perbaikan agar perusahaan tidak mengalami

kebangkrutan atau likuidasi. Menurut Wahyungingtyas (2010), financial distress

dapat diprediksi menggunakan laba dari laporan keuangan. Laba negatif yang

diperoleh perusahaan dalam satu periode akuntansi berpengaruh pada financial

distress pada satu tahun ke depan. Penurunan laba yang terjadi dapat memberikan

sinyal bahwa perusahaan akan mengalami kondisi financial distress satu tahun

kedepan.

Menurut Altman (1968), financial distress digolongkan ke dalam empat istilah

umum yaitu :

a. Economic Failure

Economic failure terjadi saat pendapatan perusahaan tidak mampu menutup

total biaya perusahaan, termasuk biaya modal perusahaan. Kondisi ini dapat
13

diatasi dengan menyediakan tambahan modal sehingga pemilik menerima

tingkat pengembalian (return) di bawah tingkat bunga pasar.

b. Business Failure

Business Failure digambarkan sebagai kondisi-kondisi yang tidak

memuaskan. Suatu perusahaan yang menghentikan operasinya akibat

ketidakmampuannya menghasilkan keuntungan untuk menutupi pengeluaran

disebut business failure. Sebuah perusahaan dinyatakan gagal beroperasi

apabila tidak dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk menutup

pengeluaran.

c. Insolvency Failure

Ada dua bentuk insolvency failure yaitu; technical insolvency yang

merupakan kondisi pada perusahaan yang tidak mampu memenuhi

kewajibannya yang telah jatuh tempo sebagai akibat dari ketidakcukupan arus

kas. Insolvency in bancrupty sense adalah kondisi dimana total kewajiban

lebih besar dari nilai pasar total asset perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan

memiliki ekuitas yang negatif.

d. Legal Bankruptcy

Legal bankruptcy merupakan sebuah bentuk formal kebangkrutan perusahaan

yang telah disahkan secara hukum.


14

Menurut Emery dan Finnerty (1997; 879-880) ada satu kondisi lagi yang

menyebabkan perusahaan mengalami financial distress, yaitu in default. Suatu

perusahaan dapat berada di dalam kondisi ini apabila peusahaan melanggar jangka

waktu perjanjian hutang (term of loan agreement). Ada dua kondisi yaitu: technical

default yang merupakan suatu kondisi debitur yang dalam hal ini adalah perusahaan,

melanggar perjanjian pinjaman. Perusahaan dapat melakukan kegiatan opersionalnya

bila perusahaan telah melakukan negosiasi kembali dengan debitur. Kondisi in default

yang kedua yaitu payment default, yang merupakan kondisi perusahaan yang gagal

memenuhi kewajiban membayar bunga atau pokok pinjamannya. Terkadang

perusahaan yang gagal membayar bukan berarti perusahaan tidak mampu membayar,

namun perusahaan tersebut terlambat membayar kewajibannya yang telah jatuh

tempo, walaupun lewat hanya satu hari. Masalah ini dapat diatasi jika dalam

perjanjian hutang dilengkapi dengan perjanjian perpanjangan waktu periode (grace

period).

Pihak manajemen akan berupaya semaksimal mungkin agar perusahaan tidak

mengalami financial distress. Kinerja tersebut dapat mencerminkan kemampuan

perusahaan memprediksi financial distress melalui rasio-rasio keuangan. Menurut

Foster (1986), manfaat yang diperoleh dari mempredikasi financial distress yaitu:

a. Kreditur

Hubungan yang terjadi antara perusahaan dengan pihak kreditur terjadi karena

kepentingan dari perusahaan untuk meminjam sejumlah modal yang digunakan

untuk kepentingan perusahaan. Dengan adanya prediktor financial distress ini,


15

pihak kreditur dapat mengambil keputusan apakah akan memberikan pinjaman

dengan syarat-syarat tertentu atau merancang kebijaksanaan untuk memonitor

pinjaman yang telah ada.

b. Investor

Memprediksi financial distress membantu investor dalam mengambil keputusan

terhadap surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan. Dengan

adanya peringatan awal adanya kesulitan keuangan di suatu perusahaan, investor

dapat mengembangkan suatu strategi untuk mengamanankan sahamnya di

perusahaan tersebut.

c. Otoritas Pembuat Peraturan

Sama seperti ikatan akuntan, badan pengawas pasar modal atau institusi lainnya,

Memprediksi financial distress dapat membantu untuk mengeluarkan peraturan-

peraturan yang dapat melindungi kepentingan masyarakat.

d. Pemerintah

Pemerintah berkewajiban untuk melindungi tenaga kerja, industri, dan masyarakat.

Prediksi financial distress digunakan dalam membuat peraturan untuk melindungi

masyarakat dari kerugian dan kemungkinan mengganggu stabilitas ekonomi dan

politik negara.

e. Auditor

Selain mengaudit perusahaan, auditor juga wajib membuat opini kelangsungan

usaha (going concern). Dengan rasio keuangan, auditor dapat memberikan opini

apakah perusahaan dapat going concern atau idak. Dengan melihat model untuk
16

memprediksi kebangkrutan, maka auditor dapat melakukan audit dan memberikan

pendapat terhadap laporan keuangan perusahaan dengan lebih baik.

f. Manajemen

Financial distress akan menyebabkan adanya biaya baik langsung maupun tidak

langsung. Yang termasuk biaya langsung adalah fee untuk akuntan dan pengacara.

Sedangkan biaya tidak langsung adalah kehilangan penjualan atau keuntungan

yang disebabkan adanya pembatasan yang dilakukan oleh pengadilan. Dengan

memprediksi financial distress, dapat melakukan persiapan dalam mengantisipasi

biaya yang cukup besar tersebut.

2.1.3 Rasio Keuangan

Rasio keuangan merupakan rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur

pertumbuhan keuangan suatu perusahaan. Rasio ini terdapat pada laporan keuangan.

Menurut Munawir (2007:70) ada empat rasio yang digunakan yaitu:

1) Rasio Likuiditas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban jangka pendeknya, termasuk pula kewajiban jangka

panjang yang telah berubah menjadi kewajiban jangka pendek.

2) Rasio Leverage, disebut pula Rasio Solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan

untuk membayar utangnya (perusahaan dibiayai oleh ihak luar). Rasio ini

menunjukkan tingkat keamanan perusahaan dalam pembiayaan yang diberikan

oleh pihak bank.


17

3) Rasio Profitabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan laba. Bagi pemilik saham, hal ini menunjukkan deviden

yang mereka terima.

4) Rasio Aktivitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan dan efektivitas

manajemen untuk mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki perusahaan.

2.1.3.1 Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas merupakan indikator keuangan yang digunakan untuk

mengetahui kemampuan perusahaan dalam pembayaran semua kewajiban keuangan

jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Riyanto (2008:25)

menyatakan bahwa likuiditas adalah masalah yang berhubungan dengan masalah

kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang segera

harus dipenuhi. Perusahaan dikatakan likuid apabila perusahaan memiliki aktiva

likuid yang dapat digunakan untuk memenuhi semua kewajiban keuangannya.

Begitupula sebaliknya, apabila perusahaan tidak memiliki aktiva likuid yang

digunakan untuk memenuhi semua kewajiban keuangannya, maka perusahaan

tersebut dikatakan insolvable. Rasio likuiditas adalah rasio untuk mengukur

kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas

dapat dihitung dari pos-pos aktiva lancar dan utang lancar. Ada tiga jenis rasio

likuiditas yaitu current ratio, quick ratio, dan cash ratio.

Current ratio (rasio lancar) adalah perbandingan antara aktiva lancar dan

kewajiban lancar. Perbandingan ini paling sering digunakan untuk mengetahui

kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Melalui


18

perhitungan current ratio dapat diketahui kemampuan aktiva lancar dalam menutupi

kewajiban lancar perusahaan. Current ratio yang tinggi akan menunjukkan bahwa

perusahaan mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Current ratio yang

rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuidasi,

sebaliknya current ratio yang terlalu tinggi juga kurang bagus, karena menunjukkan

banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampulabaan

perusahaan (Sawir, 2009:10). Likuiditas yang diukur menggunakan current ratio

dapat dipertinggi dengan cara (Riyanto, 2001:28):

a. Dengan utang lancar tertentu, diusahakan untuk menambah aktiva lancar.

b. Dengan aktiva lancar tertentu, diusahakan untuk mengurangi jumlah utang

lancar.

c. Dengan mengurangi jumlah utang lancar sama-sama dengan mengurangi aktiva

lancar.

Quick ratio (rasio cepat) sering disebut juga acid test ratio merupakan rasio

yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi

kewajiban jangka pendeknya. Quick ratio dihitung dari selisih aktiva lancar dengan

persediaan dibagi utang lancar. Persediaan digunakan dalam rasio ini dikarenakan

persediaan adalah unsur aktiva lancar yang sering mengalami fluktuasi harga

sehingga dapat menimbulkan kerugian jika terjadi likuiditas. Persediaan merupakan

unsur aktiva lancar yang likuiditasnya rendah. Sawir (2009:10) menyatakan bahwa

semakin besar quick ratio maka semakin baik kondisi perusahaan.


19

Cash ratio (rasio kas) merupakan rasio yang menunjukkan bagaimana posisi

kas sehingga dapat menutupi utang lancar. Cash ratio menggambarkan kemampuan

kas dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dalam tahun yang bersangkutan.

2.1.3.2 Rasio Leverage

Rasio leverage merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan

untuk memenuhi kewajiban keuangannya baik jangka pendek maupun jangka panjang

apabila sekiranya perusahaan dilikuidasi. Perusahaan dapat dikatakan solvable

apabila memiliki aktiva atau kekayaan yang cukup untuk memenuhi semua kewajiban

jangka panjang maupun jangka pendek. Begitu pula jika perusahaan tidak memiliki

kekayaan yang cukup untuk memenuhi kewajibannya maka perusahaan disebut

insolvable. Ada tiga cara untuk menghitung rasio leverage yaitu dengan debt to

equity ratio, total asets to total debt ratio, dan times interest earned.

Debt to equity ratio (rasio utang modal) menggambarkan kemampuan modal

pemilik dalam menutupi utang-utang kepada pihak luar. Rasio ini digunakan untuk

mengukur sejauh mana perusahaan dapat dibiayai dari utang. Debt to equity ratio

merupakan perbandingan antara total utang (utang lancar dan utang jangka panjang)

dan modal yang dimiliki perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Menurut Syafri

(2008:303) semakin kecil rasio utang modal maka semakin baik dan untuk keamanan

pihak luar rasio yang terbaik adalah rasio yang jumlah modalnya lebih besar dari

jumlah utang atau minimal sama.

Total asets to total debt ratio merupakan perbandingan antara total utang

dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan sejauh mana utang dapat ditutupi oleh
20

aktiva. Total asets to total debt ratio merupakan rasio yang memperlihatkan proposi

antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki (Sawir, 2008:13).

Jika debt ratio semakin tinggi, namun proporsi total aktiva tetap, maka utang yang

dimiliki perusahaan akan semakin besar. Total utang yang semakin besar akan

berdampak pada kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman. Begitupula

sebaliknya, debt ratio yang semakin kecil berarti semakin kecil utang yang dimiliki

perusahaan, sehingga perusahaan mampu mengembalikan pinjaman.

Time interest earned adalah rasio yang menunjukkan perbandingan antara

laba bersih sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga. Rasio ini mencerminkan

besarnya jaminan keuangan untuk membayar bunga utang jangka panjang. Time

interest earned disebut juga dengan rasio penutupan (coverage ratio), yang dapat

mengukur kemampuan pemenuhan kewajiban bunga tahunan dengan laba operasi

(EBIT) serta mengukur sejauh mana laba operasi boleh turun tanpa menyebabkan

kegagalan dari pemenuhan kewajiban membayar bunga pinjaman (Sawir, 2008:14).

2.1.3.3 Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Melalui

rasio profitabilitas, dapat diketahui bagaimana gambaran tentang tingkat efektifitas

manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasinya sehingga didapatkan laba

tertentu. Rasio ini disebut juga rasio rentabilitas. Efektifitas manajemen terlihat dari

dari laba yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan. Rasio
21

profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam

mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan

penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya (Syafri,

2008:304). Ada enam rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilias perusahaan

yaitu gross profit margin, net profit margin, rentabilitas ekonomi, operating profit

margin return on investment, return on equity, dan earning per share.

Gross profit margin merupakan rasio yang mengukur efisiensi pengendalian

harga pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk

berproduksi secara efisien ( Sawir, 2009:18). Gross profit margin merupakan

persentase laba kotor dibandingkan dengan penjualan. Gross profit margin yang besar

akan menunjukkan keadaan operasi perusahaan yang baik. Hal ini menunjukkan

bahwa harga pokok penjualan relatif lebih rendah dibandingkan dengan penjualan,

demikian pula sebaliknya, semakin rendah gross profit margin operasi perusahaan

menjadi kurang baik (Syamsuddin, 2009:61).

Net profit margin merupakan rasio yang mengukur laba bersih setelah pajak

terhadap penjualan. Net profit margin yang tinggi akan berdampaik baik bagi operasi

suatu perusahaan. Besar kecilnya rasio profit margin pada setiap transaksi ditentukan

oleh dua faktor, yaitu penjualan dan laba usaha (net operating income). Laba usaha

ditentukan dari pendapatan penjualan dan besarnya biaya usaha (operating expenses).

Net profit margin dapat diperbesar dengan biaya usaha tertentu perusahaan

meningkatkan penjualan. Selain itu perusahaan juga dapat memperkecil biaya usaha

agar mencapai net profit margin yang diinginkan.


22

Rentabilitas ekonomi (basic earning power) adalah rasio perbandingan laba

sebelum pajak terhadap total aset. Rentabilitas ekonomi menunjukkan kemampuan

aset yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan pendapatan atau tingkat

pengembalian. Rentabilitas ekonomi menunjukkan kemampuan aset perusahaan

dalam menghasilkan laba. Rentabilitas ekonomi mengukur efektifitas perusahaan

dalam memanfaatkan seluruh sumber daya yang menunjukkan rentabilitas ekonomi

perusahaan (Sawir, 2009:19).

Operating profit margin adalah perbandingan antara laba usaha dan penjualan.

Operating profit margin merupakan rasio yang menggambarkan pure profit yang

diterima dari setiap penjualan yang dilakukan (Syamsuddin, 2009:61). Pure profit

merupakan sejumlah profit yang didapatkan dari hasil operasi perusahaan dengan

mengabaikan kewajibankewajiban finansial yang berupa bunga pajak. Operating

profit margin yang tinggi akan berdampak baik pada operasi perusahaan.

Return on investment adalah rasio perbandingan antara laba bersih setelah

pajak dengan total aktiva. Return on investment digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan

aktiva yang tersedia didalam perusahaan (Syamsuddin, 2009:63). Return on

investment merupakan rasio yang menunjukkan besarnya laba bersih diperoleh

perusahaan bila di ukur dari nilai aktiva (Syafri, 2008:63).

Return on equity adalah perbandingan antara laba bersih sesudah pajak dengan

total ekuitas. Return on equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan

(income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa

maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam
23

perusahaan (Syafri, 2008:305). Return on equity adalah rasio yang menggambarkan

kemampuan

perusahaan dalam mengelola modal sendiri (net worth) secara efektif, serta mengukur

tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau

pemegang saham perusahaan (Sawir 2009:20).

Earning per share (EPS) merupakan rasio yang menggambarkan jumlah

rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa (Syamsuddin, 2009:66). EPS

adalah rasio yang menunjukkan berapa besar kemampuan perlembar saham dalam

menghasilkan laba ( Syafri, 2008:306). EPS ini sangat diminati oleh manajemen

perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham, karena EPS

merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan

2.1.3.4 Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan

dalam memanfaatkan semua sumber daya yang ada padanya. Semua rasio aktivitas

ini melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai

jenis aktiva. Rasio-rasio aktivitas menganggap bahwa sebaiknya terdapat

keseimbangan yang layak antara penjualan dan beragam unsur aktiva misalnya

persediaan, aktiva tetap dan aktiva lainnya. Aktiva yang rendah pada tingkat

penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang

tertanam pada aktiva tersebut. Dana kelebihan tersebut akan lebih baik bila

ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif. Yang termasuk ke dalam rasio

aktivitas adalah sebagai berikut:


24

1. Total Assets Turn Over (perputaran aktiva)

Total assets turn over merupakan perbandingan antara penjualan dengan total

aktiva suatu perusahaan dimana rasio ini menggambarkan kecepatan perputarannya

total aktiva dalam satu periode tertentu. Total assets turn over merupakan rasio yang

menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan dalam

menghasilkan volume penjualan tertentu (Syamsuddin, 2009:19). Total assets turn

over merupakan rasio yang menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume

penjualan. Jadi semakin besar rasio ini semakin baik yang berarti bahwa aktiva dapat

lebih cepat berputar dan meraih laba dan menunjukkan semakin efisien penggunaan

keseluruhan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Dengan kata lain jumlah asset

yang sama dapat memperbesar volume penjualan apabila assets turn overnya

ditingkatkan atau diperbesar. Total assets turn over ini penting bagi para kreditur dan

pemilik perusahaan, tapi akan lebih penting lagi bagi manajemen perusahaan, karena

hal ini akan menunjukkan efisien tidaknya penggunaan seluruh aktiva dalam

perusahaan.

2.  Working Capital Turn Over (Rasio Perputaran Modal Kerja)

Perputaran modal kerja merupakan perbandingan antara penjualan dengan

modal kerja bersih. Dimana modal kerja bersih adalah aktiva lancar dikurangi utang

lancar. Perputaran modal kerja merupakan rasio mengukur aktivitas bisnis terhadap

kelebihan aktiva lancar atas kewajiban lancar serta menunjukkan banyaknya

penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal

kerja (Sawir, 2009:16). Working capital turn over merupakan kemampuan modal

kerja (neto) berputar dalam suatu periode siklus kas (cash cycle) dari perusahaan
25

(Riyanto, 2008:335). Modal kerja selalu dalam keadaan operasi atau berputar dalam

perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha.periode

perputaran modal kerja (working capital turn over period) dimulai dari saat dimana

kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai dimana saat

kembali menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputaran

atau makin tinggi perputarannya (turn over rate-nya). Berapa lama periode

perputaran modal kerja adalah tergantung berapa lama periode perputaran dari

masing-masing komponen dari modal kerja tersebut.

3.  Rasio Perputaran Aktiva Tetap (fixed assets turnover)

Rasio ini merupakan perbandingan antara penjualan dengan aktiva

tetap. Fixed assets turn over mengukur efektivitas penggunaan dana yang tertanam

pada harta tetap seperti pabrik dan peralatan, dalam rangka menghasilkan penjualan,

atau berapa rupiah penjualan bersih yang dihasilkan oleh setiap rupiah yang

diinvestasikan pada aktiva tetap (Sawir, 2003:17). Rasio ini berguna untuk

mengevaluasi kemampuan perusahaan menggunakan aktivanya secara efektif untuk

meningkatkan pendapatan. Kalau perputarannya lambat (rendah), kemungkinan

terdapat kapasitas terlalu besar atau ada banyak aktiva tetap namun kurang

bermanfaat, atau mungkin disebabkan halhal lain seperti investasi pada aktiva tetap

yang berlebihan dibandingkan dengan nilai output yang akan diperoleh. Jadi semakin

tinggi rasio ini berarti semakin efektif penggunaan aktiva tetap tersebut. Perputaran

aktiva tetap dihitung dengan rumus:


26

4.  Rasio perputaran persediaan (inventory turnover)

Inventory turnover menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam

inventory berputar dalam suatu periode tertentu, atau likuiditas dari inventory dan

tendensi untuk adanya overstock (Riyanto, 2008:334). Rasio perputaran persediaan

mengukur efisiensi pengelolaan persediaan barang dagang. Rasio ini merupakan

indikasi yang cukup popular untuk menilai efisiensi operasional, yang

memperlihatkan seberapa baiknya manajemen mengontrol modal yang ada pada

persediaan. Ada dua masalah yang timbul dalam perhitungan dan analisis rasio

perputaran persediaan. Pertama, penjualan dinilai menurut harga pasar (market price),

persediaan dinilai menurut harga pokok penjualan (at Cost), maka sebenarnya rasio

perputaran persediaan (at cost) digunakan untuk mengukur perputaran fisik

persediaan. Sedangkan rasio yang dihitung dengan membagi penjualan dengan

persediaan mengukur perputaran persediaan dalam kas (Sawir, 2003:15). Namun

banyak lembaga penelitian rasio keuangan yang menggunakan rasio perputaran

persediaan (at market) sehingga bila ingin dibandingkan dengan rasio industri rasio

perputaran persediaan (at market) sebaiknya di gunakan. Kedua, penjualan terjadi

sepanjang tahun sedangkan angka persediaan adalah gambaran keadaan sesaat. Oleh

karena itu, lebih baik menggunakan rata-rata persediaan yaitu persediaan awal

ditambah persediaan akhir dibagi dua. Rasio perputaran persediaan dihitung dengan

rumus:
27

5.  Rata-rata umur piutang

Rasio ini mengukur efisiensi pengolahan piutang perusahaan, serta

menunjukkan berapa lama waktu yang diperlukan untuk melunasi piutang atau

merubah piutang menjadi kas. Rata-rata umur piutang ini dihitung dengan

membandingkan jumlah piutang dengan penjualan perhari. Dimana penjualan perhari

yaitu penjualan dibagi 360 atau 365 hari. Rata-rata piutang ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

6.  Perputaran Piutang

Piutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan mempunyai hubungn yang erat

dengan volume penjualan kredit. Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya

dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang tersebut yaitu dengan

membagi total penjualan kredit (neto) dengan piutang rata-rata. Perputaran piutang

dapat diukur dengan rumus :

Makin tinggi rasio (turnover) menunjukkan modal kerja yang ditanamkan

dalam piutang rendah, sebaliknya kalau rasio semakin rendah berarti ada over

investment dalam piutang sehingga memerlukan analisa lebih lanjut, mungkin karena

bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif atau mungkin ada perubahan dalam

kebijak sanaan pemberian kredit.

2.1.4 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah skala yang menunjukkan besar kecilnya

perusahaan yang dapat diukur dengan berbagai cara, antara lain : total aset, log size,
28

nilai pasar saham, dan lain-lain. Namun, pada dasarnya ukuran perusahaan hanya

terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar, perusahaan sedang, dan perusahaan

kecil. Skala perusahaan merupakan ukuran yang dipakai untuk mencerminkan besar

kecilnya perusahaan yang didasarkan kepada total aset perusahaan (Suwito dkk.,

2005). Januarti (2008) menambahkan, perusahaan besar akan lebih mampu untuk

menyelesaikan masalah keuangan yang dihadapi dan mempertahankan kelangsungan

hidup usahanya. Akan tetapi, semakin besar suatu entitas semakin banyak juga

ancaman masalah yang menghadang. Masalah pada perusahan besar yang sering

terjadi adalah masalah keagenan yang lebih besar (karena lebih sulit dimonitor)

sehingga membutuhkan tata kelola perusahaan yang lebih baik. Di sisi lain,

perusahaan kecil dapat memiliki kesempatan bertumbuh yang tinggi, sehingga

membutuhkan dana eksternal, dan tentunya membutuhkan mekanisme tata kelola

perusahaan yang baik juga.

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

Yosi Ade (2017) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Tingkat Financial Distress pada Perusahaan Sub Sektor Food

and Beverage Yang Terdaftar di BEI”, bertujuan untuk mengetahui pengaruh Current

Ratio, Debt to Total Assets, Return on Assets, Umur and Ukuran perusahaan tingkat

financial distress, berdasarkan sampel dengan menggunakan purposive sampling dan

teknik analisis data yang digunakan yaitu regresi linier berganda. Hasil dari penelitian

ini yaitu, variabel Debt to Total Assets, Return on Assets and Umur Perusahaan yang
29

berpengaruh signifikan terhadap tingkat financial distress, sedangkan variabel Current

Ratio dan Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat financial distress.

Hendra (2018) penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Financial Distress (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2016)”, bertujuan untuk menguji pengaruh

leverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap financial distress. Penelitian

ini menggunakan 16 perusahaan sebagai sampel yang secara konsisten terdaftar di

perusahaan pertambangan di Bursa Efek Indonesia selama 2014-2016. Sampel

ditentukan dengan menggunakan sampling purposive. Analisis data yang digunakan

adalah regresi linear berganda dengan SPSS versi 23. Hasil menunjukkan bahwa

leverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap financial distress

secara simultan. Secara parsial, bahwa leverage berpengaruh terhadap financial

distress secara negatif. Profitabilitas berpengaruh terhadap financial distress secara

negatif. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Dara Mulidina (2014) degnan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di

BEI” bertujuan untuk memberikan bukti emerikal tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kesulitan keuangan. Faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini

adalah rasio keuangan dari laporan laba rugi dan neraca. Sampel terdiri dari 52

perusahaan yang memiliki laba bersih positif, 77 perusahaan yang memiliki laba

bersih negatif. Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian

adalah metode analisis deskriptif. Hasil ini menunjukkan bahwa current ratio,
30

(current asset to current liabilities), return on equity (net income to equity), return on

asset (net income to total assets), debt-equity ratio (total debt to total equity), dan

total assets turn over (sales to total assets) adalah pengaruh yang signifikan terhadap

Financial Distress.

Machzazillatul Qikmia (2018) dengan penelitian yang berjudul “Analisis

Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress (Sub Sektor Food

And Beverage )Yang Terdaftar Di BEI 2012-2017”, bertujuan untuk mengetahui dan

menganalisis pengaruh profitabilitas, likuiditas, leverage, dan pertumbuhan penjualan

terhadap financial distress. Financial distress sebagai variabel dependen yang diukur

dengan rasio cakupan bunga. Variabel independen dalam penelitian ini diukur dengan

pengembalian aset, rasio lancar, rasio aset utang, rasio pertumbuhan penjualan, dan

total aset Ln. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh

signifikan terhadap financial distress, sedangkan likuiditas, leverage dan pertumbuhan

penjualan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress.

Yuanita (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Prediksi Financial

Distress dalam Industri Textile dan Garment (Bukti Empiris di Bursa Efek

Indonesia )” memiliki beberapa persamaan dengan penelitian penulis. Diantaranya

yaitu menggunakan variabel Independen rasio likuiditas, profitabilitas dan leverage

serta variabel dependen Financial Distress. Selain itu, kedua penelitian ini sama-sama

menggunakan analisis regresi logistik. Penelitian ini menunjukkan hasil likuiditas,

profitabilitas dan leverage berpengaruh terhadap financial distress.


31

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pemikiran

Financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan perusahaan dan

apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menyebabkan perusahaan

mengalami kebangkrutan. Financial distress berawal ketika perusahaan mengalami

kerugian operasional yang terus menerus sehingga menyebabkan defisiensi modal.

Financial distress ini dapat dilihat dengan berbagai cara, seperti kinerja perusahaan
32

yang semakin menurun, ketidakmampuan perusahaan membayar kewajibannya,

adanya penghentian pembayaran dividen, masalah arus kas yang dihadapi perusahaan,

kesulitan likuiditas, adanya pemberhentian tenaga kerja, dan kondisi-kondisi lainnya

yang mengindikasikan kesulitan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan.

Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi

kewajiban jangka pendek. Altman (1968) menemukan bahwa rasio likuiditas

memberikan sumbangan terbesar dalam rangka mendeteksi dan memprediksi

kebangkrutan perusahaan, karena semakin besar rasio likuiditas menggambarkan

perusahaan memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajibannnya. Sehingga akan

memperbanyak aktiva lancar untuk memenuhi kewajiban lancar, hal ini menandakan

kesempatan bertumbuhnya perusahaan cendrung besar, karena perusahaan mampu

memnuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya.

Leverage adalah penggunaan asset dan sumber dana ( sources of funds) oleh

perusahaan yang memiliki biaya (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan

keuntungan potensial pemegang saham (Sartono,2008). Leverage digunakan untuk

mengukur kemampuan perusahaan dalam menjamin seluruh hutangnya dengan modal

seluruh yang dimiliki. Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang. Apabila suatu

perusahaan pembiayaannya lebih banyak menggunakan utang, hal ini beresiko akan

terjadi kesulitan pembayaran di masa yang akan datang akibat utang lebih besar dari

aset yang dimiliki. Jika keadaan ini tidak dapat diatasi dengan baik, potensi terjadinya

financial distress pun semakin besar.


33

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam

hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Sartono,2010).

Pengertian yang sama disampaikan oleh Kasmir Rasio Profitabilitas merupakan rasio

untuk menilai kemampuan suatu perusahaan dalam mencari keuntungan dalam suatu

periode tertentu (Kasmir,2015). Proiftabilitas menggambarkan kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh modal yang

dimiliki. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan

perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan, aset dan modal saham

tertentu. Semakin rendah profitabilitas perusahaan maka kemungkinan perusahaan

mengalami financial distress akan semakin besar.

Ukuran perusahaan (company size) secara umum dapat diartikan sebagai suatu

perbandingan besar atau kecilnya suatu objek. Suatu perusahaan menunjukkan besar

atau kecilnya kekayaan (asset) yang dimiliki suatu perusahaan. Pengukuran

perusahaan bertujuan untuk membedakan secara kuantitatif Antara perusahaan besar

(large firm) dengan perusahaan kecil (small firm) besar kecilnya suatu perusahaan

yang dapat mempengaruhi kemampuan manajemen untuk mengoperasikan

perusahaan dengan berbagai situasi dan kondisi yang di hadapinya. Perusahaan

dengan pertumbuhan yang positif memberikan suatu tanda bahwa ukuran perusahaan

tersebut semakin berkembang dan mengurangi kecenderungan ke arah kebangkrutan.

Gambar 3.1
Kerangka berpikir penelitian
34

Gap

Teori Pokok Masalah Kajian Penelitian


Sinyal sebelumnya :
1.Yosi Ade (2017)
Hipotesis 2. Hendra (2018)
3.Dara Maulidina
(2014)
Analisis Regresi logistik 4.Machzazillatul
Qikmia (2018)
5. Yuanita (2010)
Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.2
Kerangka Berpikir
PENGARUH RASIO LEVERAGE, LIKUIDITAS, PROFITABILITAS,
AKTIVITAS, DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP TERJADINYA
FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG
TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2016-2018
35

Rasio Leverage (X1)

Rasio Likuiditas (X2)

Rasio Profitabilitas (X3)


Financial
Distress (Y)
Rasio Aktivitas (X4)

Ukuran
Perusahaan (X5)
Perusahaan

Sumber : Hasil Pemikiran Peneliti (2020)

3.2 Hipotesis
3.2.1 Pengaruh Rasio Leverage Terhadap Financial Distress
Modal perusahaan dapat berasal dari berbagai macam sumber. Perusahaan

dapat menjual saham di pasar saham untuk mendapatkan suntikan dana dari investor

dalam bentuk pembelian saham yang dilakukan oleh investor. Cara lain yang dapat

dilakukan perusahan adalah dengan mencari suntikan dana dari pemilik perusahan

dan hutang. Hutang dapat berasal dari hutang obligasi maupun hutang pada pihak

ketiga. Namun, hutang akan menimbulkan kewajiban perusahaan untuk

membayarkan keseluruhan jumlah hutang ditambah bunga dari hutang tersebut

kepada pemberi pinjaman.Ketika perusahaan memiliki banyak hutang untuk dijadikan

modal, dikhawatirkan kewajiban yang ditanggung perusahaan memiliki nilai yang


36

tinggi, bahkan terkadang dapat juga lebih tinggi dari nilai aset, sehingga perusahaan

mempunyai rasio leverage yang tinggi pula. Rasio leverage menunjukkan seberapa

besar perusahaan aset perusahaan dibiayai oleh hutang atau seberapa besar hutang

perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Penelitian Almila (2006)

berhasil membuktikan bahwa semakin besar rasio leverage maka semakin mungkin

perusahaan mengalami kondisi financial distress. Hal ini mungkin terjadi karena

banyaknya tanggungan hutang pada perusahaan tersebut yang membuat perusahaan

juga akan menanggung bunga dari hutang yang terkandung dalam hutang-hutangnya.

Tingkat leverage yang kecil menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena

menyebabkan tingkat pendapatan yang semakin tinggi, dan sebaliknya tingkat hutang

yang semakin tinggi berarti beban bunga akan semakin besar yang berarti mengurangi

keuntungan dan hal ini menambah kemungkinan terjadinya financial distress.

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis pertama yang dikembangkan dalam

penelitian ini adalah:

H1 : Rasio leverage berpengaruh positif terhadap financial distress.

3.2.2 Pengaruh Rasio Likuiditas Terhadap Financial Distress

Rasio likuiditas merupakan perbandingan jumlah aset lancar perusahaan

dengan kewajiban jangka pendek perusahaan yang sedang ditanggungnya. Menurut

Kasmir (2008) rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan

suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Berdasarkan pengertian

tersebut, jika sebuah perusahaan mempunyai rasio likuiditas 2, maka perusahaan

mempunyai aset lancar dua kali lebih besar dari pada kewajiban lancarnya, sehingga
37

jika dibutuhkan dana untuk menutup kewajiban lancarnya sewaktu-waktu perusahaan

dapat menyediakan dana tersebut dengan cepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa

perusahaan tersebut dalam kondisi likuid. Berarti Jika kondisi perusahaan seperti ini

maka kemungkinan perusahaan dapat terhindar dari financial distress, demikian juga

sebaliknya. Penelitian yang dilakukan oleh Li dkk. (2008) terbukti bahwa rasio

likuiditas perusahaan tidak signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial

distress. Hal ini menunjukkan bahwa seberapapun besarnya rasio likuiditas

perusahaan, tidak ada jaminan bahwa perusahaan itu dalam kondisi aman dari

ancaman mengalami kesulitan keuangan perusahaan. Berbeda dengan hasil penelitian

Almila dan Kristijadi (2003) yang menunjukkan hasil bahwa semakin besar rasio

likuiditas dalam sebuah perusahan maka semakin aman perusahaan tersebut dari

ancaman mengalami financial distress. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis

kedua yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah:

H2 : Rasio likuiditas berpengaruh negatif terhadap financial distress.

3.2.3 Pengaruh Rasio Profitabilitas Terhadap Financial Distress

Rasio profitabilitas atau disebut juga rentabilitas menggambarkan kemampuan

perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada

seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan

sebagainya, dan juga rasio ini menggambarkan perputaran aset diukur dari volume

penjualan, semakin besar rasio ini semakin baik. Hal ini berarti bahwa aset dapat

lebih cepat berputar dan meraih laba. Salah satu rasio yang digunakan dalam

penelitian ini adalah return on asset, oleh karena itu maka peluang perusahaan dalam
38

menghadapi financial distress akan semakin kecil pula. Penelitian Widarjo, Setiawan

(2009) menunjukkan hasil bahwa rasio profitabilitas berpengaruh negatif terhadap

financial distress. Penelitian Hendra (2018) jug menunjukkan bahwa rasio

profitabilitas berpengaruh negatif terhadap financial distress. Berdasarkan uraian

diatas, maka hipotesis ketiga yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah:

H3 : Rasio Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap financial distress

3.2.4 Pengaruh Rasio Aktivitas Terhadap Financial Distress

Rasio aktivitas menunjukan perputaran total aset yang diukur dari volume

penjualan, dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aset dapat menciptakan

penjualan. Apabila dalam sebuah perusahaan tidak dapat meningkatkan penjualan,

maka perusahaan tersebut lama-kelamaan akan mengalami penurunan laba

perusahaan, dan akhirnya perusahaan akan mengalami financial distress. Karena

perusahaan tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya. Semakin tinggi rasio ini, maka

kemungkinan perusahaan mengalami financial distress akan semakin rendah. Adapun

penelitian yang dilakukan oleh Hanifah (2013) menunjukan bahwa rasio aktivitas

(total asset turnover ratio) memiliki pengaruh negatif terhadap financial distress.

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis keempat yang dikembangkan dalam

penelitian ini adalah:

H4 : Rasio Aktivitas berpengaruh negatif terhadap financial distress

3.2.5 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress


39

Perusahaan dengan pertumbuhan yang positif memberikan suatu tanda bahwa

ukuran perusahaan tersebut semakin berkembang dan mengurangi kecenderungan ke

arah kebangkrutan (Januarti, 2008). Untuk mempunyai pertumbuhan positif,

perusahaan seharusnya mempunyai akses pasar yang baik dan akses operasional yang

lebih luas sehingga memiliki kemudahan untuk mendapatkan dana dalam jangka

pendek dan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil,

sehingga perusahaan besar akan lebih mampu untuk menyelesaikan masalah

keuangan yang dihadapi dan mempertahankan kelangsungan usahanya. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Januarti (2008) berhasil membuktikan bahwa

perusahan yang berukuran besar, akan lebih mampu mengatasi kesulitan

keuangannya. Kondisi ini mungkin terjadi karena semakin besar ukuran perusahaan

maka jumlah aset yang dimiliki perusahaan akan semakin besar, sehingga jika ada

kewajiban yang sifat mendesak, perusahaan besar akan dengan mudah memenuhi

kewajiban tersebut. Begitu pula dengan kondisi modalnya, perusahaan besar lebih

memiliki modal yang lebih banyak sehingga akan dengan mudah perusahaan

mengembangkan usahanya ke jenis usaha lain, apabila dirasa usaha yang sedang

dilakukannya megalami kebangkrutan, misal karena adanya kalah saing dengan

perusahaan lain. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis kelima yang

dikembangkan dalam penelitian ini adalah:

H5 : Ukuran perusahan berpengaruh negatif terhadap financial distress


40

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016-2018 yang datanya diperoleh dengan

mengakses www.idx.co.id

4.2 Obyek Penelitian

Obyek Penelitian merupakan permasalahan hang diteliti. Menurut Sugiyono

(2012) obyek penelitian adalah suatu atribut dari orang, obyek atau kegiatan yang

mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Obyek penelitian ini adalah laporan keuangan dan

laporan tahunan paerusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2016-2018.

4.3 Identifikasi Variabel

1) Variabel independen/bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono

2014:59).Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya (independen)

adalah : leverage, likuiditas, profitabilitas, aktivitas dan ukuran perusahaan.


41

2) Variabel Dependen/terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2014:59). Dalam penelitian ini

yang menjadi variabel terikat (dependen) antara lain Financial Distress.

4.4 Definisi Operasional Variabel

4.4.1 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah financial distress (Y). Luciana

dalam Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (2004:2) mendefinisikan financial distress

sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya

kebangkrutan atau likuidasi. Dalam penelitian ini variabel dependen disajikan dalam

bentuk variabel dummy dengan ukuran binomial, yaitu nilai satu (1) apabila

perusahaan mengalami financial distress dan nol (0) apabila perusahaan tidak

mengalami financial distress.

Financial distress dalam penelitian ini diukur menggunakan ICR (interest

coverage ratio) atau biasa disebut dengan times interest earned yang mengacu pada

penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia oleh Ratna Wardhani (2006), Tifani

Vota (2010), dan Hera Khaerunnisa (2011). Penelitian tersebut mendefinisikan

bahwa perusahaan yang mengalami indikasi financial distress adalah perusahaan

yang mempunyai ICR (interest coverage ratio) kurang dari 1 (satu). Rumus yang

digunakan untuk menghitung ICR adalah :

ICR = ……………………………………………….(1)

Keterangan :
42

ICR : Interest coverage ratio


Operating Profit : Laba operasi
Interest Expense : Beban bunga

4.4.2 Variabel Independen

1) Leverage

Menurut Subramanyam dan John J. Wild (2012:46) dalam Salalahi dkk (2018)

Rasio leverage adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Pemakaian Debt ratio, rasio ini

mengukur berapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur. Rumus

Debt to Total Asset Ratio sebagai berikut:

………………………………………..……(2)

2) Likuiditas

Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan perusahan untuk memenuhi

kewajiban jangka pendek. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas diukur dengan

current ratio, yaitu membandingkan aset lancar dengan liabilitas lancar

(Kurniasari, 2009). Pemakaian current ratio sebagai proksi likuiditas

dikarenakan perhitungan current ratio masih mengikut sertakan persediaan

sebagai bagian dari aset lancar, sedangkan persediaan dapat dijadikan jaminan

terhadap kemungkinan rugi yang timbul dari usaha dengan cara merealisasikan

aset lancar non kas menjadi kas, yaitu dengan cara diolah kemudian dijual untuk

menghasilkan pendapatan.Rumus Current Ratio sebagi berikut:

………….................................................(3)
43

3) Profitabilitas

Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Melalui rasio

profitabilitas, dapat diketahui bagaimana gambaran tentang tingkat efektifitas

manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasinya sehingga didapatkan laba

tertentu. Menurut Nukmaningtyas dan Saparila (2018) profitabilitas dengan ROA

merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan dengan menggunakan aktivanya. Return on Assets

Ratio dihitung dengan rumus:

…………………………………..…..(4)

4) Aktivitas

Rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan dalam

memanfaatkan semua sumber daya yang ada padanya. Semua rasio aktivitas ini

melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai

jenis aktiva. Dalam Penelitian ini penulis menggunakan Total Asset Turn Over

untuk menghitung rasio aktivitas. Total Asset Turn Over dihitung dengan rumus:

..…………….…..(5)

5) Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan menggambarkan seberapa besar perusahaan dan seberapa

banyak total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Pengggunaan total aset sebagai
44

proksi ukuran perusahaan dikarenakan aset merupakan gambaran kekayaan yang

dimiliki oleh perusaahaan pada waktu tertentu. Ukuran perusahaan diukur

dengan mentransformasikan total aset yang dimiliki perusahaan ke dalam bentuk

logaritma natural (Murni, 2018). Ukuran perusahaan diproksikan dengan

logaritma natura total aset dengan tujuan agar mengurangi fluktuasi data

berlebih.

Ukuran Perusahaan = Ln (Total Aset)

4.5 Jenis Dan Sumber Data

4.5.1 Jenis Data

1) Data Kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan skema.

Data kualitatif dalam penelitian ini adalah daftar perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016-2018.

2) Data Kuantitatif , yaitu data yang disajikan dalam bentuk angka yang dapat

dinyatakan dan diukur dengan satuan hitung atau data kualitatif yang diangkakan.

Dimana data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu meliputi

laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia

Tahun 2016-2018

4.5.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang sumbernya

berasal dari laporan keuangan (financial report) perusahaan manufaktur yang


45

terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016-2018, yang diperoleh dari situs

resmi BEI yaitu www.idx.co.id serta dari Indonesian Capital Market Directory.

4.6 Populasi Dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 2009). Populasi penelitian ini

adalah Perusahaan Manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia Periode

2016-2018, sedangkan sampel merupakan bagian dari jumlah maupun karakteristik

yang dimiliki oleh populasi dan dipilih secara hati-hati dari populasi tersebut.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metoda purposive

sampling, dengan kriteria sebagai berikut:

1. Terdaftar sebagai perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia selama periode

2016-2018.

2. Perusahaan yang mempublikasikan laporan tahunan dan laporan keuangan selama

periode tahun 2016 – 2018. Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan

tahunan pada periode tahun 2016-2018 dikeluarkan dari sampel.

3. Perusahaan menerbitkan laporan tahunan yang menyediakan semua data yang

dibutuhkan mengenai variabel-variabel penelitian, yaitu, leverage, likuiditas,

profitabilitas, aktivitas dan ukuran perusahaan.


46

Tabel 4.6
Hasil Sampel 4.6

No Kriteria Sampel Jumlah

Perushaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun


1 144
2016-2018.

Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan tahunan


2 (8)
pada tahun 2016-2018.

Perusahaan yang tidak menyediakan semua data yang


3 (0)
dibutuhkan mengenai variabel-variabel penelitian ini.

  Total Sampel 136


  Jumlah data observasi x 3 408
Sumber : Data diolah (2019)

4.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan dokumentasi, yaitu

data-data yang memuat informasi menegnai suatu obyek atau kejadian masa lalu yang

dikumpulkan, dicatat, dan disimpan dalam arsip. Adapun datanya beruapa laporan

tahunan dan laporan keuangan auditan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2017-2019.

4.8 Teknik Analisis Data


47

Pengujian hipotesis dalampenelitian ini dilakukan dengan mengguankan

regresi logistik yaitu peneliti ingin menguji apakah probabilitas terjadinya variabel

terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Pada penelitian ini dilakukan

dengan mengkategorikan variabel terikatnya dalam kelompok-kelompok tertentu

yaiyu financial distress dan non financial distress dan menggunakan alat bantu

berupa program SPSS.

4.8.1 Statistik Deskriptif

Pengujian statistik dilakukan untuk memberikan deskripsi variabel-variabel

dalam penelitian. Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

penentuan nilai rata-rata (mean), nilai maksimum, nilai minimum, dan standard

deviasi masing-masing variabel independen.

4.8.2 Menilai Kelayakan Model regresi

a. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test

Menurut Ghozali (2011) goodness of Fit Test dapat dilakukan dengan

memperhatikan output dari Hosmer and Lemeshow’s Goodness of fit test, dengan

hipotesis :

H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data

HA : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data


48

Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit Test sama dengan

atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Artinya ada perbedaan

signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness fit model

tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Sebaliknya

jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari

0,05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu

memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan bahwa model dapat

diterima karena sesuai dengan data observasinya.

b. Uji Kelayakan Seluruh Model

Likelihood (L) dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan

menggambarkan data input. L ditransformasikan menjadi -2logL untuk menguji

hipotesis nol dan alternatif. Penggunaan nilai untuk keseluruhan model terhadap

data dilakukan dengan membandingkan nilai -2 log likelihood awal (hasil block

number 0) dengan nilai -2 log likelihood hasil block number 1. Dengan kata lain,

nilai chi square didapat dari nilai -2logL1–2logL0. Apabila terjadi penurunan,

maka model tersebut menunjukkan model regresi yang baik.

c. Cox and Snell’s R Square dan Nagelkereke’s R square

Menurut Ghozali (2011), Cox dan Snell’s R Square merupakan ukuran yang

mencoba meniru ukuran R squ


49

are pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood

dengan nilai maksimum kurang dari 1 sehingga sulit diinterprestsikan. Untuk

mendapatkan koefisien determinasi yang dapat diinterpretasikan seperti nilai R2

pada multiple regression, maka digunakan Nagelkereke R square. Nagelkereke R

square merupakan modifikasi dari koefisien Cox and Snell R square untuk

memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 sampai 1. Hal ini dilakukan dengan

cara membagi nilai Cox and Snell R square dengan nilai maksimumnya.

d. Tabel Klasifikasi 2 x 2

Tabel klasifikasi 2x2 menghitung nilai estimasi yang benar (correct) dan salah

(incorrect) . Pada kolom merupakan dua nilai prediksi dari variabel dependen

dalam hal ini kejadian financial distress pada perusahaan manufaktur (1) dan

tidak terjadinya financial distress pada perusahaan manufaktur (0), sedangkan

pada baris menunjukkan menunjukkan nilai observasi sesungguhnya dari

variabel dependen. Pada model sempurna, maka semua kasus akan berada pada

diagonal dengan ketepatan peramalan 100% (Ghozali, 2011).

4.8.3 Model Regresi Logistik

Model regresi logistic yang terbentuk menghasilkan koefisien regresi dan signifikasi.

Koefisien regresi dari tiap variabel-variabel yang diuji menunjukkan hubungan antara

variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilaai

signifikasi dengan tingkat kesalahan.

Persamaan regresi yang terbentuk adalah sebagai berikut :


50

P
Ln = α+ b1LEV + b2LIKUID + b3PROFIT + b4AKTIV + b5SIZE + ℇ………(1)
(1−P)

Keterangan :

P
Ln = Log dari perbandingan antara peluang financial distress dengan
(1−P)
peluang non financial distresss

α = konstanta
b1-b5 = koefisian regresi
LEV = rasio leverage
LIKUID = rasio likuiditas
PROFIT = rasio profitabilitas
SIZE = ukuran perusahaan
ℇ = erroe term
51

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, Luciana Spica dan Kristijadi. 2003. Analisis Rasio Keuangan Untuk
Memprediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
BEJ. Jurnal Akuntansi dan Auditing, Vol. 17, No. 2, Hal 183-206.

Altman, EI. 1968. Financial Ratios, Discriminant Analysis and the Prediction of

Bodroastuti, Tri. 2009. Pengaruh Struktur Corporate Governance Terhadap


Financial Distress. Jurnal Ilmu Ekonomi ASET. Vol. 11. No. 2.

Elloumi, F., & Gueyie, J. P. 2001. Financial distress and corporate governance: an
empirical analysis. Corporate Governance: The international journal of
business in society, 1(1), 15-23.

Gitman, L. J. 2002. The best of the future of business. Cengage Learning.

Hendriksen, E. S., & Van Breda, M. F. 1992. Accounting Theory (Homewood, IL:
Richard D. Irwin).
Hong xia Li, Zong jun Wang, Xiao lan Deng, 2008. "Ownership, independent
directors, agency costs and financial distress: evidence from Chinese listed
companies", Corporate Governance: The international journal of business in
society, Vol. 8 Issue: 5, pp.622-636.

Iskandar, T. M., Rahmat, M. M., Noor, N. M., Saleh, N. M., & Ali, M. J. 2011.
Corporate governance and going concern problems: evidence from Malaysia.
International Journal of Corporate Governance, 2(2), 119-139.

Iramani, RR. 2007. Analisis Struktur Kepemilikan dan Rasio Industri Sebagai
Prediktor dalam Model Kesulitan Keuangan. Jurnal Bisnis dan Manajemen,
Vo. 1, No. 1, h. 1-13

Januarti, I. 2008. Analisis Rasio Keuangan dan Rasio Non Keuangan yang
Mempengaruhi Auditor dalam Memberikan Opini Audit Going Concern pada
Auditee (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEJ
tahun 2000-2005). MAKSI, 8. ISSN 1412-6680
52

Jiming, L dan D. Weiwei. 2011. An Empirical Study on the Corporate Financial


Distress Prediction Based on Logistic Model: Evidence from China’s
Manufacturing Industry. International Jurnal of Digital
Content
Technologyand its Applications, Vol. 5, No. 6, h. n.p

Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan, Rajawali Pers, Jakarta.

Platt, Harlan D. Dan Marjorie B. Platt. 2002. Predicting Corporate Financial


Distress: Reflection on Ccoice-Based Sample Bias. Journal of Economic and
Finance 26. Summer: 184-199.

Sartono, A. 2001. Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi-4 /E.

Whitaker, R. B. 1999. The Early Stages of Financial Distress. Journal of Economics


and Finance, Vol. 23: 123-133.

Widarjo, Wahyu dan Doddy Setiawan. 2009. Pengaruh Rasio Keuangan terhadap
Kondisi Financial Distress Perusahaan Otomotif. Jurnal Bisnis dan Akuntansi.
Vol. 11, No. 2, h. 107-119
www.idx.co.id
53

Anda mungkin juga menyukai