Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perekonomian dunia yang membaik pasca terjadinya krisis global

memberikan dampak yang baik bagi investasi Indonesia, mengakibatkan

terciptanya persaingan yang ketat dalam dunia bisnis yang tidak bisa dihindari.

Persaingan bisnis yang kompetitif ini mengharuskan pelaku bisnis untuk

meningkatkan kinerjanya agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup dan

mencapai tujuan perusahaannya, yaitu memaksimalkan nilai perusahaan atau

memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Keberhasilan perusahaan

mencapai tujuannya dapat dilihat dari pertumbuhan dan kinerja perusahaan.

Pertumbuhan perusahaan didefinisikan sebagai peningkatan dalam penjualan

perusahaan, ekspansi bisnis melalui akuisisi atau merger, pertumbuhan laba,

pengembangan produk, dan diversifikasi serta peningkatan jumlah karyawan

perusahaan (Kouser et al., 2012). Kinerja perusahaan dapat diukur dengan cara

yang berbeda dan dengan menerapkan berbagai metode. Metode yang

umumnya digunakan adalah rasio profitabilitas (Niresh dan Velnampy, 2014).

Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya suatu perusahaan pasti

diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan utama

perusahaan menurut (Horne dan Whacowizc, 2013) adalah untuk

memaksimalkan kesejahteraan para pemegang sahamnya atau kepada pemilik

perusahaan (stakeholder). Salah satu cara untuk memaksimalkan kesejahteraan


pemilik perusahaan yaitu dengan memaksimalkan laba yang didapatkan.

Tingkat laba yang diperoleh perusahaan berhubungan dengan tingkat

profitabilitas perusahaan. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan

memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva,

maupun modal sendiri (Sartono, 2008). Profitabilitas sangat penting bagi

perusahaan karena dapat mencerminkan keberhasilan dan kelangsungan

hidup suatu perusahaan.

Profitabilitas sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Laba sering kali menjadi

salah satu ukuran kinerja perusahaan, dimana ketika perusahaan memiliki laba

yang tinggi berarti kinerjanya baik dan sebaliknya. Laba perusahaan selain

merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para

penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai

perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan dimasa yang akan datang.

Laba juga sering dibandingkan dengan kondisi keuangan lainnya, seperti

penjualan, aktiva, dan ekuitas. Perbandingan ini sering disebut rasio

profitabilitas. Kemampuan perusahaan untuk tetap bersaing dalam kompetisi

dengan perusahaa-perusahaan lainnya, menuntut perusahaan untuk dapat

meningkatkan profitabilitas.

Brigham dan Houston (2011), menyatakan bahwa definisi profitabilitas

adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh

perusahaan. Penilaian profitabilitas adalah proses untuk menentukan seberapa

baik aktivitas-aktivitas bisnis dilaksanakan untuk mencapai tujuan strategis,


mengeliminasi pemborosan-pemborosan dan menyajikan informasi tepat waktu

untuk melaksanakan penyempurnaan secara berkesinambungan. Rasio

profitabilitas dapat diukur dengan menggunakan ROA, ROE, dan NPM.

Semakin tinggi rasio ini akan menarik pendatang baru untuk masuk dalam

dunia usaha, sehingga pada kondisi persaingan tersebut akan membuat tingkat

pengembalian (rate of return) akan cenderung mengarah pada keseimbangan.

Daya tarik bisnis yang semakin tinggi akan mendorong pendatang baru untuk

masuk dalam dunia usaha sehingga laba abnormal lama-lama akan kembali

menurun menuju laba normal.

Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan yang

besar secara terus menerus, dimana keuntungan tersebut digunakan untuk

membiayai kegiatan operasional perusahaan dan aktivitas lainnya dalam rangka

memertahankan kelangsungan hidup usahanya. Akan tetapi, pada

kenyataannya tidak semua perusahaan dapat mewujudkan hal tersebut

dikarenakan masih banyaknya perusahaan mengalami kebangkrutan sebagai

akibat dari adanya permasalahan financial distress yang tidak dapat diatasi

dengan baik. Financial distress merupakan kondisi dimana perusahaan

menghadapi masalah kesulitan keuangan. Financial distress memiliki

hubungan erat dengan kebangkrutan pada suatu perusahaan karena financial

distress merupakan tahap dimana kondisi keuangan perusahaan mengalami

penurunan sebelum terjadinya kebangkrutan. Suatu perusahaan dapat

dikategorikan sedang mengalami financial distress jika perusahaan tersebut

memiliki kinerja yang menunjukkan laba operasi, laba bersih, dan nilai buku
ekuitas yang semua bernilai negatif, serta perusahaan yang melakukan merger

(Brahmana, 2007) dalam (Pawitri dan Alteza, 2020).

Menurut Rodoni dan Ali dalam Afriyeni (2012), apabila ditinjau dari

kondisi keuangan ada tiga keadaan yang menyebabkan financial distress yaitu

faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan modal, besarnya beban utang

dan bunga serta menderita kerugian. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan.

Oleh karena itu harus dijaga keseimbangannya agar perusahaan terhindar dari

kondisi financial distress yang mengarah kepada kebangkrutan. Kondisi

financial distress merupakan kondisi yang tidak diinginkan oleh berbagai

pihak. Jika terjadi financial distress, maka investor dan kreditor akan

cenderung berhati-hati dalam melakukan investasi atau memberikan pinjaman

pada perusahaan tersebut. Stakeholder akan cenderung bereaksi negatif

terhadap kondisi ini. Oleh karena itu, manajemen perusahaan harus segera

mengambil tindakan untuk mengatasi masalah financial distress dan mencegah

kebangkrutan.

Penyebab dari ketidakmampuan perusahaan dalam mempertahankan

kelangsungan usahanya adalah kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan.

Kegagalan ekonomi bisa disebabkan oleh ketidakseimbangan antara

pendapatan dengan pengeluaran atau biaya modal perusahaan yang lebih besar

dari tingkat laba atau biaya historis investasi. Sementara itu, kegagalan

keuangan dikarenakan perusahaan tidak mampu membayar kewajibanya pada

saat jatuh tempo meskipun total aktiva melebihi total kewajibannya. Kondisi
inilah yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan

(financial distress) yang mengarah kepada kebangkrutan.

Leverage adalah penggunaan aset dan sumber dana (sources of funds)

oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar

meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham (Sartono, 2010:123).

Penggunaan hutang dalam kegiatan pendanaan perusahaan tidak hanya

memberikan dampak yang baik bagi perusahaan. Jika proporsi leverage tidak

diperhatikan perusahaan hal tersebut akan menyebabkan turunnya profitabilitas

karena penggunaan hutang menimbulkan beban bunga yang bersifat tetap.

Leverage dalam penelitian ini diproksikan dengan debt to equity ratio (DER)

karena mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Priharyanto (2009),

Wahyuni (2012) dan Nurhasanah (2012) menemukan bahwa leverage yang

diproksikan dengan DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap

profitabilitas perusahaan. Berbeda dengan Coricelli et al., (2013) menyatakan

bahwa firm leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap profitabilitas

perusahaan, karena tingkat leverage yang tinggi akan memiliki risiko yang

tinggi dimana ditandai dengan adanya biaya hutang yang lebih besar. Hutang

yang besar ini menyebabkan profitabilitas perusahaan yang bersangkutan

rendah karena perhatian perusahaan dialihkan dari peningkatan produktivitas

menjadi kebutuhan untuk menghasilkan arus kas untuk melunasi hutang

mereka. Rosyadah dkk., (2013) Mahmoudi (2014) dan Khan dan Khokhar

(2015) juga menemukan bahwa leverage berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap profitabilitas perusahaan.


Debt to equity ratio menurut Darsono (2005), yaitu merupakan salah

satu rasio leverage atau solvabilitas. Rasio solvabilitas adalah rasio untuk

mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika

perusahaan tersebut dilikuidasi. Rasio ini juga disebut dengan rasio pengungkit

(Leverage) yaitu menilai batasan perusahaan dalam meminjam uang. Rasio ini

dicari dengan cara membandingkan antara keseluruhan utang, termasuk utang

lancar dengan seluruh ekuitas (Shanjaya & Marlius, 2017).

Kriscahyadi (2011), mengatakan bahwa dengan semakin meningkatnya

debt to equity ratio (dimana beban utang juga semakin besar), hal tersebut

berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian

digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Biaya bunga yang semakin besar,

maka akan semakin mengurangi profitabilitas (earning after tax), maka hak

para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang. Penggunaan utang

yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan dividen yang mana sebagian

besar keuntungan akan dialokasikan sebagai cadangan pelunasan utang yang

nantinya akan menyebabkan terjadinya financial distress.

Penjualan merupakan kriteria penting untuk menilai profitabilitas

perusahaan dan merupakan indikator utama atas aktivitas perusahaan

(Andrayani, 2013). Pertumbuhan penjualan adalah kenaikan jumlah penjualan

dari tahun ke tahun atau dari waktu ke waktu (Kennedy dkk., 2013).

Pertumbuhan penjualan memiliki pengaruh yang strategis bagi perusahaan

karena pertumbuhan penjualan ditandai dengan peningkatan market share yang

akan berdampak pada peningkatan penjualan dari perusahaan sehingga akan


meningkatkan profitabilitas dari perusahaan (Pagano dan Schivardi, 2003).

Pengaruh positif dan signifikan pertumbuhan penjualan terhadap profitabilitas

dibuktikan oleh hasil penelitian Hastuti (2010), Jang dan Park (2011), Hansen

dan Juniarti (2014) serta Iqbal dan Zhuquan (2015). Sunarto dan Budi (2009),

Nugroho (2011), Santoso dan Juniarti (2014) dan Sari dkk., menemukan hasil

yang berbeda bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif dan tidak

signifikan terhadap profitabilitas perusahaan.

Sales Growth adalah rasio yang mengukur pertumbuhan penjualan

perusahaan dengan menghitung perbedaan nilai penjualan pada suatu periode

(Eliu, 2014). Menurut Kasmir (2010:114), sales growth ratio merupakan jenis

rasio pertumbuhan (growth ratio), dimana growth ratio itu sendiri adalah rasio

yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisi

ekonominya di tengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya.

Penelitian yang dilakukan oleh Eliu (2014) menunjukkan bahwa

semakin tinggi sales growth ratio suatu perusahaan, maka semakin kecil

kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Hal tersebut

dikarenakan tingkat pertumbuhan perusaahaan yang tinggi menggambarkan

perusahaan dapat mempertahankan posisinya dan dalam keadaan yang baik,

sehingga dapat dikatakan kecil kemungkinan terjadi financial distress. Hal ini

didukung oleh penelitian yang dilakukan Widhiari dan Merkusiwati (2015),

dimana mengungkapkan bahwa sales growth memiliki pengaruh yang negatif

terhadap financal distress.


Sebagian besar perusahaan mengalami likuiditas yang sangat tidak

stabil dengan arus kas yang sangat langka karena kondisi pasar kredit yang

ketat dan penurunan permintaan (Enqvist et al., 2014). Menurut Kasmir (2012:

129) ketika jumlah aktiva lancar terlalu kecil maka akan menimbulkan

illikuiditas, sedangkan apabila jumlah aktiva lancar terlalu besar akan berakibat

timbulnya kas yang menganggur (idle fund), semua ini berpengaruh kepada

jalannya operasi perusahaan. Selain masalah tersebut perusahaan juga

dihadapkan pada masalah penentuan sumber dana. Likuiditas mempunyai

hubungan yang erat dengan profitabilitas, karena likuiditas menujukkan tingkat

ketersediaan modal kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan operasional.

Menurut penelitian terdahulu yaitu Wibowo dan Wartini (2012),

Ambarwati dkk. (2015), Ratnasari dan Budiyanto (2016), menyatakan

likuiditas berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap profitabilitas.

Penelitian lainnya dikemukakan oleh Miadalyni (2013) dan Rengasamy (2014)

mengenai pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas menyatakan bahwa

likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas. Hasil yang

berbeda diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan Negasa (2016),

Afriyanti (2011), Kartika (2014), menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh

negatif signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi likuiditas

perusahaan maka semakin baik kinerja perusahaan begitu pula sebaliknya.

Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi mencerminkan ukuran

perusahaan yang besar yang lebih berpeluang untuk mendapatkan berbagai

macam dukungan dari pihak luar seperti kreditur.


Rasio likuiditas dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya

financial distress. Rasio likuiditas (liquidity ratio) adalah kemampuan suatu

perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu (Irham,

2014:121). Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu entitas dalam menutupi

kewajiban lancar perusahaan dengan memanfaatkan aktiva lancarnya.

Perusahaan dapat dikatakan likuid apabila perusahaan tersebut bisa

menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya saat jatuh tempo, tetapi apabila

perusahaan tidak bisa menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya saat jatuh

tempo maka perusahaan tersebut dikatakan tidak likuid atau illikuid.

Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi

mengindikasikan perusahaan memiliki sejumlah aset lancar yang siap untuk

membayar utang jangka pendeknya sehingga perusahaan tersebut dapat

terhindari dari kondisi financial distress(Carolina dkk., 2017).Rasio likuiditas

pada penelitian ini diukur dengan Current Ratio. Current ratio yaitu rasio yang

membagi jumlah aset lancar (current assets) dengan utang lancar (current

liabilities) perusahaan (Widhiari & Merkusiwati, 2015). Semakin tinggi current

ratio berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

financial jangka pendek.

Penelitian Pulungan (2017), Ufo (2015), Yudiawati & Indriani (2016),

Khaliq et al. (2014), dan Triwahyuningtias & Muharam (2012) menunjukkan

bahwa Likuiditas yang diukur dengan Current Ratio berpengaruh positif

signifikan terhadap financial distress. Penelitian H. Setiawan & Amboningtyas

(2018), Darminto & Handayani (2013), Nindita et al. (2014), Widhiari &
Merkusiwati (2015), Hidayat & Meiranto (2014) menunjukkan Likuiditas yang

diukur dengan current ratio memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap

financial distress.

Inkonsistensi penelitian terdahulu mengenai Analisis Pengaruh Struktur

Modal, Sales Growth, dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas dengan Firm Size

sebagai Variabel Kontrol akan mendorong penulis untuk melakukan penelitian

lanjutan tentang Profitabilitas. Penelitian ini merupakan pengembangan dari

penelitian yang dilakukan oleh Septy Wulan Sari (2017) yang membahas

tentang pengaruh struktur modal, likuiditas terhadap profitabilitas. Pada

penelitian ini mengganti variabel struktur modal dengan variabel leverage,

menambah variabel sales growth serta menambah variabel dependen yaitu

financial distress.

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka

penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Leverage,

Sales Growth dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas dan Financial Distress

(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Tahun 2018-2020)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,

maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah Leverage berpengaruh terhadap Profitabilitas ?

2. Apakah Sales Growth berpengaruh terhadap Profitabilitas ?

3. Apakah Likuiditas berpengaruh terhadap Profitabilitas ?


4. Apakah Leverage berpengaruh terhadap Financial Distress ?

5. Apakah Sales Growth berpengaruh terhadap Financial Distress ?

6. Apakah Likuiditas berpengaruh terhadap Financial Distress ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dipaparkan, maka penelitian ini

digunakan untuk :

1. Menganalisis Leverage berpengaruh terhadap Profitabilitas.

2. Menganalisis Sales Growth berpengaruh terhadap Profitabilitas.

3. Menganalisis Likuiditas berpengaruh terhadap Profitabilitas.

4. Menganalisis Leverage berpengaruh terhadap Financial Distress.

5. Menganalisis Sales Growth berpengaruh terhadap Financial Distress.

6. Menganalisis Likuiditas berpengaruh terhadap Financial Distress.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang dikemukakan diatas, manfaat yang

dapat diambil dengan penyusunan penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi manajemen dalam

pengambilan keputusan. Variabel-variabel yang nantinnya menghasilkan

pengaruh yang signifikan hendaknya dapat menjadi masukkan bagi

manajemen perusahaan.

2. Bagi Investor

Penelitian ini akan menambah masukan bagi para investor yang mungkin

akan baru memulai menanamkan modalnya atau bagi para investor yang
sudah menanamkan modalnya di entitas tertentu sebagai bahan

pertimbangan investasi.

3. Bagi Akademis

Dapat digunakan sebagai bahan literatur dan referensi dalam melakukan

penelitian selanjutnya berkenaan dengan faktor–faktor yang

mempengaruhi profitabilitas.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini bertujuan untuk membantu memudahkan para

pembaca dalam memahami isi penelitian. Penelitian ini mencangkup lima bab

yang diuraikan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah yang mencangkup sebab-

sebab dilakukanya penelitian ini. Dengan adanya latar belakang tersebut maka

dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini. Selanjutnya

dijelaskan beberapa tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi teori yang mendasari penelitian ini yang mencakup signaling

theory, profitabilitas, financial distress, leverage, sales growth, likuiditas, ,

kerangka penelitian, penelitian terdahulu serta pengembangan hipotesis.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini. Beberapa hal yang mencakup dalam bab ini antara lain jenis
penelitian, populasi dan sampel, data dan sumber data, definisi operasional

variabel serta pengukurannya dan metode analisis data.

BAB IV Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini diuraikan tentang hasil dari proses pengolahan data berdasarkan

data-data yang telah dikumpulkan dengan prosedur pemilihan sampel,

pengujian asumsi klasik, analisis data.

BAB V Penutup

Bab ini menjelaskan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang telah

dilakukan serta saran-saran yang diperlukan atas keterbatasan penulisan dalam

penelitian ini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Signaling Theory

Menurut Wolk et al. (2002), signaling theory adalah teori yang

mengungkapkan bahwa perusahaan memberikan sinyal kepada pemakai

laporan keuangan, baik berupa sinyal positif (good news) maupun sinyal

negatif (bad news). Menurut Brigham dan Houston (2001), hubungan signaling

theory dengan variabel dalam penelitian ini yaitu, nilai current ratio yang

tinggi menunjukkan sinyal yang positif bagi kreditur. Sedangkan debt to assets

ratio dengan nilai yang tinggi akan menunjukkan yang negatif bagi kreditur,

sebab semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa semakin banyak pendanaan

yang dilakukan oleh hutang. Perusahaan dengan pertumbuhan penjualan yang

positif, maka akan memberikan sinyal positif pula bagi semua pihak. Sebab

perusahaan mempunyai kecenderungan untuk dapat mempertahankan

kelangsungan hidup perusahaan.

Signaling theory yaitu teori yang melihat tanda-tanda tentang kondisi

yang menggambarkan suatu perusahaan. Teori ini membahas tentang

ketidakstabilan kenaikan ataupun penurunan harga di pasar, sehingga dapat

berpengaruh terhadap keputusan investor (Fahmi, 2012). Menurut Khairudin


dan Wandita (2017) teori sinyal merupakan sinyal-sinyal informasi yang

dibutuhkan oleh investor untuk mempertimbangkan dan menentukan apakah

para investor akan menanamkan sahamnya atau tidak pada perusahaan yang

bersangkutan. Teori sinyal menekankan pentingnya informasi yang diterbitkan

perusahaan terhadap keputusan investor sebagai pihak eksternal. Investor

selalu membutuhkan informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu

untuk menganalisis dalam mengambil keputusan.

B. Profitabilitas

Profitabilitas adalah hasil serangkaian dari kebijakan dan keputusan

manajemen. Oleh karena itu, rasio ini menggambarkan hasil akhir dari

kebijakan dan keputusan-keputusan operasional perusahaan. Secara umum,

rasio profitabilitas dihitung dengan cara membagi laba dengan modal

(Moeljadi, 2006:73). Profitabilitas dalam perusahaan dapat diukur dengan

berbagai rasio, namun peneliti hanya mengambil dua rasio yaitu return on

assets dan return on equity yang dipakai untuk mengukur rasio profitabilitas.

1. Return On Assets

Return On Assets adalah kemampuan aktivitas rata-rata dalam

menghasilkan laba sebelum pajak (earning before tax) (Moeljadi, 2006 :

53). Besarnya hasil perhitungan ini menunjukkan seberapa besar

kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tersedia bagi para

pemegang saham biasa dengan seluruh aktiva yang dimilikinya.

2. Return On Equity
Return On Equity menunjukkan kemampuan modal sendiri dalam

menghasilkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham (Moeljadi,

2006 : 53). Besarnya hasil perhitungan ini menunjukkan seberapa besar

kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tersedia bagi para

pemegang saham biasa dengan modal ekuitas yang dimilikinya.

Profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba

dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut, dengan kata lain

profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama

periode tertentu (Riyanto, 2011:35). Profitabilitas mempunyai arti penting bagi

perusahaan karena merupakan salah satu dasar untuk penilaian kondisi suatu

perusahaan. Tingkat profitabilitas menggambarkan kinerja perusahaan yang

dilihat dari kemampuan perusahaan menghasilkan profit. Kemampuan

perusahaan memperoleh profit ini menunjukkan apakah perusahaan

mempunyai prospek yang baik atau tidak dimasa yang akan datang.

Profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan return on asset (ROA)

karena dapat menunjukkan bagaimana kinerja perusahaan dilihat dari

penggunaan keseluruhan aset yang dimiliki oleh perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan.

C. Struktur Modal

Perusahaan yang baik memperlihatkan pengelolaan struktur modal yang

baik juga, karena baik buruknya struktur modal akan mempunyai dampak

langsung terhadap posisi finansial perusahaan yang pada akhirnya akan

mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Struktur modal memiliki dana


campuran yang terdiri dari hutang dan modal. Menurut Riyanto (2010:282),

“struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang

jangka jangka panjang dengan modal sendiri”. Porsi modal dan hutang

(ekuitas) ditentukan oleh perusahaan sesuai dengan posisi keuangan dan

kemampuan untuk meningkatkan modal tersebut (Boutilda, 2015:2).

Keputusan pendanaan ini sangat penting karena akan mempengaruhi laba

bersih dan juga menambah tingkat kemakmuran pemilik.

Penentuan struktur modal optimal memiliki keterkaitan dengan hutang

perusahaan, yaitu perusahaan dapat melakukan hutang khususnya hutang

jangka panjang. Hutang atau leverage dapat diukur dengan menggunakan Debt

Ratio (DR) dan Debt to Equity Ratio (DER). Kasmir (2008:156- 157)

menyatakan, “Debt Ratio merupakan rasio hutang yang digunakan untuk

mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aktiva”. Sedangkan,

“Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai hutang

dengan ekuitas”. Brigham & Houston (2010:143) menyatakan bahwa

“Perusahaan yang lebih banyak menggunakan hutang dalam operasinya, akan

mendapatkan beban bunga yang lebih tinggi, sehingga beban bunga tersebut

akan menurunkan laba bersih”. Dengan demikian, adanya penggunaan hutang

akan mempengaruhi resiko dan keuntungan yang diperoleh perusahaan.

D. Sales Growth

Menurut Fahmi (2014: 137), rasio pertumbuhan yaitu rasio yang

mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mempertahankan

posisinya dalam perkembangan ekonomi secara umum. Sedangkan menurut


Kasmir (2017: 114-115), rasio pertumbuhan (growth ratio) merupakan rasio

yang mengambarkan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisi

ekonominya di tengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya.

Tingkat pertumbuhan yang tinggi akan menandakan keberhasilan perusahaan

dalam menggalang lebih banyak sumber-sumber daya untuk perusahaan

(Higgins, 1997) dalam (Loman dan Malelak, 2015).

Indikator pertumbuhan dihitung dengan menggunakan rasio

pertumbuhan penjualan (). Menurut Harahap (2013:309) dalam (Nora, 2016),

rasio pertumbuhan menggambarkan presentase pertumbuhan pos-pos

perusahaan dari tahun ke tahun. Rasio pertumbuhan penjualan () merupakan

cerminan dari kinerja manajemen suatu perusahaan untuk dapat meningkatkan

penjualan dari satu periode ke periode selanjutnya. Pertumbuhan penjualan

yang tinggi akan menyebabkan laba yang akan diterima oleh suatu perusahaan

juga akan semakin tinggi. Pertumbuhan penjualan itu sendiri mencerminkan

kemampuan perusahaan dalam meningkatkan penjualan produk yang

dihasilkannya, baik peningkatan frekuensi penjualannya ataupun peningkatan

volume penjualannya. Perusahaan yang berhasil menjalankan strateginya

dalam hal pemasaran dan penjualan produk, akan meningkatkan perusahaan.

E. Likuiditas

Hery (2015 :175) menyatakan bahwa rasio likuiditas adalah rasio yang

menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau

membayar utang jangka pendeknya. Dengan kata lain, rasio ini rasio yang

dapat digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh tingkat kemampuan


perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya yang akan segera

jatuh tempo. Jika perusahaan memiliki kemampuan untuk melunasi kewajiban

jangka pendeknya pada saat jatuh tempo, maka perusahaan tersebut dikatakan

sebagai perusahaan yang likuid.

Subramanyam (2012:10) menyatakan bahwa likuiditas adalah

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dalam jangka pendek untuk

memenuhi kewajibannya dan bergantung pada arus kas dalam jangka pendek

untuk aset dan kewajiban lancarnya. Jangka pendek secara konvensional

dianggap periode hingga satu tahun. Hal ini dikaitkan dengan siklus operasi

normal perusahaan yaitu mencakup siklus pembelian-produksi-penjualan-

penagihan. Likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses

atau kegagalan perusahaan. Penyediaan kebutuhan uang tunai dan sumber-

sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut ikut menentukan sejauh mana

perusahaan itu menanggung risiko.

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa

likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

jangka pendeknya dengan menggunakan aset lancar yang dimilikinya. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa kegunaan rasio ini adalah untuk mengetahui

kemampuan perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajiban (utang)

pada saat ditagih.

Current ratio (rasio lancar) merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan. Current ratio merupakan

perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar (Horne dan


Wachowicz, 2013). Perusahaan yang memiliki current ratio besar

menunjukkan bahwa perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya

pada saat ditagih. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan menempatkan dana

yang besar di aktiva lancaranya.

F. Firm Size

Ukuran perusahaan merupakan besar kecilnya perusahaan berdasarkan

total aset yang dimilikinya sesuai dengan keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan No. 254 tahun 1997 (Wardani, 2012). Hal serupa juga

diungkapkan oleh Sujianto (2011) dalam (Siti Nurhotimah, 2015) yang

mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya

suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva dan jumlah penjualan.

Ukuran perusahaan dapat dilihat dari total aktiva yang dimiliki.

Perusahaan dengan total aset besar menunnjukkan bahwa perusahaan tersebut

telah mencapai tahap kedewasaan karena dalam tahap ini arus kas perusahaan

sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu

yang relatif panjang. Selain itu, hal ini juga mencerminkan bahwa perusahaan

relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan

dengan total aset yang kecil, Rachmawati dan Triatmoko (2007) dalam (Siti

Nurhotimah, 2015).

Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan

perusahaan dalam menentukan berapa besar kebijakan keputusan pendanaan

(aktiva) dalam memenuhi ukuran atau besarnya aset perusahaan. Besar

kecilnya suatu perusahaan ditunjukkan oleh sebuah nilai yang sering kali
disebut dengan ukuran perusahaan. Investor di bursa sering beranggapan

bahwa menanam saham diperusahaan besar lebih meyakinkan dan dapat

mendatangkan keuntungan yang lebih banyak dibandingkan dengan menanam

saham di perusahaan yang lebih kecil (Setyowati, 2019). Ukuran perusahaan

dalam penelitian ini diproksikan dengan logaritma natural dari total aset yang

dimiliki perusahaan.

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh struktur modal,

sales growth, dan likuiditas terhadap profitabilitas perusahaan telah dilakuakan

oleh beberapa peneliti sebagai berikut:

A.A. Wela Yulia Putra (2015) membahas tentang pengaruh leverage,

pertumbuhan penjualan dan ukuran perusahaan terhadap profitabilitas pada

perusahaan Industri Makanan dan Minuman di Bursa Efek Indonesia dengan

sampel sebanyak 12 perusahaan yang diperoleh melalui metode purposive

sampling. Hasil penelitian dengan analisis linier berganda menemukan bahwa

leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas, sedangkan

pertumbuhan penjualan dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan tidak

signifikan terhadap profitabilitas.

Ni Wayan Pradnyanita Sukmayanti (2019) membahas tentang

pengaruh struktur modal, likuiditas dan ukuran perusahaan terhadap

profitabilitas pada perusahaan property dan real estate di Bursa Efek Indonesia

periode 2014-2016. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 36

perusahaan. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini


adalah metode purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah

variabel struktur modal berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap

profitabilitas. Likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

profitabilitas. Ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

profitabilitas.

Resi Yanuesti Violita (2017) membahas tentang pengaruh struktur

modal terhadap profitabilitas pada perusahaan food and beverages Bursa Efek

Indonesia periode 2013-2016. Penelitian ini menggunakan explanatory

research, dengan pendekatan kuantitatif. Sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data sekunder. Sampel yang digunakan adalah perusahaan

food and baverages yang terdaftar di BEI sebanyak 14 perusahaan. Metode

analisis menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian

menyimpulkan struktur modal yang diukur oleh Debt Ratio (DR) dan Debt to

Equity Ratio (DER) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap

profitabilitas yang diukur dengan Return On Asset (ROA) dan Return On

Equity (ROE). Debt Ratio (DR) dan Debt to Equity Ratio (DER) secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap Return On Asset (ROA). Debt Ratio (DR) dan

Debt to Equity Ratio (DER) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

Return On Equity (ROE).

Kurniasih Dwi Astuti dan Wulan Retnowati (2015) membahas

tentang pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas pada perusahaan go

publik yang menjadi 100 perusahaan terbaik versi Majalah Fortune Indonesia
periode tahun 2010-2012. Analisis ini menggunakan struktur modal sebagai

variabel independen. Struktur modal sebagai variabel independen

direpresentasikan dengan Long-term Debt to Asset Ratio (LDAR), Debt to

Asset Ratio (DAR), dan Debt to Equity Ratio (DER). Variabel dependen dalam

analisis ini adalah profitabilitas profitabilitas yang diukur dengan Return on

Equity (ROE). Net Profit Margin (NPM) digunakan sebagai variabel kontrol.

Sampel diambil dengan metode purposive sampling 35 perusahaan terbaik di

Indonesia untuk 3 tahun periode dari tahun 2010-2012 terpilih sebagai sampel

penelitian. Metode statistik menggunakan analisis Regresi Berganda. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa LDAR memiliki pengaruh negatif dan

signifikan terhadap ROE, sedangkan DAR dan DER memiliki pengaruh yang

positif dan signifikan terhadap ROE. NPM sebagai variabel kontrol memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap ROE.

Irna Rahmawati (2018) membahas tentang analisis pengaruh

perputaran modal kerja, likuiditas, struktur modal, sales growth, struktur

aktiva, size terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek

Indonesia tahun 2012-2016. Populasi penelitian ini adalah perusahaan

Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesi (BEI) tahun 2012-2016.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dan

diperoleh 25 perusahaan dalam sampel. Metode analisis yang digunakan adalah

analisis regresi berganda dan menggunakan uji asumsi klasik. Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan, secara simultan working capital turnover

(WCT), likuiditas (CR), struktur modal (DER), pertumbuhan penjualan,


struktur aset, size berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA). Kemudian secara

parsial, working capital turnover (WCT) berpengaruh negatif signifikan

terhadap profitabilitas (ROA), Likuiditas (CR) berpengaruh negatif tidak

signifikan terhadap profitabilitas (ROA), struktur modal (DER) berpengaruh

negatif signifikan terhadap profitabilitas (ROA), pertumbuhan penjualan

berpengaruh berpengaruh positif tidak signifikan terhadap profitabilitas (ROA),

struktur aset berpengaruh positif tidak signifikan terhadap profitabilitas (ROA),

size berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas (ROA).

Aditya Tri Hardiyawan (2015) membahas tentang analisis pengaruh

corporate governance dan leverage terhadap profitabilitas perusahaan dengan

firm size sebagai variabel kontrol pada perusahaan go public non keuangan di

Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2014. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Ada 60 perusahaan

yang digunakan selama penelitian. Teknik analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan menggunakan SPSS 21.

Dalam penelitian ini data diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory

(ICMD) 2009-2014, Laporan Perusahaan BEI 2009-2014, dan www.idx.co.id.

Teknik analisis menggunakan Ordinary Least Square Regression (OLS), uji t

statistik dan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji

multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji autukorelasi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa independensi dewan dan kepemilikan manajerial tidak

berpengaruh terhadap ROA, direksi dan kepemilikan institusi berpengaruh

positif terhadap ROA, dan leverage memiliki pengaruh negatif terhadap ROA.
H. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penentuan

variabel-variabel independen sebagai pengaruh terhadap profitabilitas, dan

kelompok yang dijadikan obyek penelitian juga berbeda - beda. Hal tersebut

yang mendasari untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai variabel-

variabel independen yang mempengaruhi profitabilitas. Sehubungan dengan

hal tersebut dalam penelitian ini menggunakan beberapa variabel independen

diantaranya pengaruh Struktur Modal, Sales Growth dan Likuiditas Terhadap

Profitabilitas dengan Firm Size sebagai Variabel Kontrol maka dapat dibuat

kerangka konseptual dan rangkaian hipotesis sebagai berikut:

Struktur Modal

Sales Growth Profitabilitas

Likuiditas

Firm Size

Gambar II.1. Kerangka Teoritis Hubungan Antar Variabel

I. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Struktur Modal terhadap Profitabilitas.

Pemilik sebuah perusahaan mungkin dapat mempergunakan hutang

yang berjumlah relatif besar untuk mambatasi manajernya. Rasio hutang


yang tinggi akan meningkatkan ancaman kebangkrutan untuk menjadi

lebih berhati-hati dan tidak menghambur-hamburkan uang para pemegang

saham. Kebanyakan pengambilalihan perusahaan dan pembelian melalui

hutang dirancang untuk meningkatkan efisiensi dengan mengurangi arus

kas bebas yang tersedia bagi para manajer (Brigham & Houston, 2004).

Pembelanjaan yang dilakukan oleh manajemen keuangan akan membentuk

struktur keuangan yang dapat menunjukkan komposisi perbandingan

sumber dana perusahaan dalam membiayai operasioal perusahaan. Bagi

setiap perusahaan, keputusan dalam pemilihan sumber dana merupakan hal

penting sebab hal tersebut akan mempengaruhi struktur keuangan

perusahaan, yang akhirnya akan mempengaruhi profitabilitas. Sumber

dana perusahaan dicerminkan oleh modal asing dan modal sendiri yang

diukur dengan debt to equity ratio (DER). Jika DER semakin tinggi, maka

kemampuan perusahaan untuk mendapatkan profitabilitas akan semakin

rendah, sehingga DER mempunyai hubungan negatif dengan profitabilitas.

Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian Theresa (2012) yang

menyatakan bahwa struktur modal berpengaruh tidak signifikan. Hal ini

dikarenakan semakin tinggi tingkat hutang dalam struktur modal, maka

beban bunga akan meningkat sehingga tidak meningkatkan profitabilitas

yaitu laba.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat diajukan hipotesis

sebagai berikut:
H1 = Struktur Modal berpengaruh negatif signifikan terhadap

profitabilitas.

2. Pengaruh Sales Growth terhadap Profitabilitas.

Sales growth (Pertumbuhan penjualan) merupakan kenaikan

penjualan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan penjualan mencerminkan

kinerja pemasaran suatu perusahaan dan kemampuan daya saing

perusahaan dalam pasar. Pertumbuhan penjualan memiliki pengaruh yang

cukup signifikan bagi suatu perusahaan karena pertumbuhan penjualan ini

ditandai dengan meningkatnya market share yang nantinya akan

berpengaruh pada peningkatan penjualan dari perusahaan sehingga akan

meningkatkan profitabilitas.

Selain itu menurut skema Du Pont system, pertumbuhan pernjualan

akan meningkatkan profitabilitas perusahaan karena dengan adanya

pertumbuhan penjualan akan meningkatkan perputaran aset yang nantinya

akan meningkatkan profitabilitas perusahaan juga. Selain itu menurut

skema Du Pont system, pertumbuhan pernjualan akan meningkatkan

profitabilitas perusahaan karena dengan adanya pertumbuhan penjualan

akan meningkatkan perputaran aset yang nantinya akan meningkatkan

profitabilitas perusahaan juga. Hal ini sejalan dengan Lestari (2017),

Samiloglu & Demirgunes (2008) menunjukkan bahwa Pertumbuhan

penjualan berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas yang di

proxy kan dengan ROA.


Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat diajukan hipotesis

sebagai berikut:

H2 = Sales Growth berpengaruh positif signifikan terhadap

profitabilitas terhadap Profitabilitas.

3. Pengaruh Likuiditas terhadap Profitabilitas.

Menurut Horne dan Machowicz (2005: 313) pada saat perusahaan

menetapkan aset yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan aman,

tetapi harapan untuk mendapatkan laba yang besar akan menurun yang

kemudian akan berdampak pada profitabilitas perusahaan ataupun

sebaliknya. Semakin tinggi likuiditas, maka semakin baik posisi

perusahaan apabila dilihat dari kreditur karena terdapat kemungkinan yang

lebih besar bahwa perusahaan akan dapat membayar kewajibannya tepat

pada waktunya. Likuiditas yang tinggi dilihat dari segi sudut pemegang

saham tidak selalu memberikan keuntungan karena berpeluang

menimbulkan dana-dana yang menganggur yang sebenarnya dapat

digunakan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang menguntungkan

perusahaan.

Current ratio (rasio lancar) merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan. Current ratio merupakan

perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar (Horne dan

Wachowicz, 2013). Perusahaan yang memiliki current ratio besar

menunjukkan bahwa perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka

pendeknya pada saat ditagih. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan


menempatkan dana yang besar di aktiva lancaranya. Penempatan dana

yang besar di posisi aktiva lancar ini menunjukkan perusahaan kehilangan

kesempatan untuk menempatkan tambahan laba, karena dana yang

seharusnya digunakan untuk investasi yang menguntungkan perusahaan,

dicadangkan untuk memenuhi likuiditas. Semua hal ini akan berpengaruh

negatif terhadap profitabilitas.

Hal ini sejalan dengan teori Horne dan Wachowicz (2013) yang

menyatakan bahwa likuiditas perusahaan berbanding terbalik dengan

profitabilitas. Maksudnya, semakin tinggi likuiditas perusahaan maka

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan labaa semakin rendah.

Menurut penelitian Tariku Negasa (2016), Farrukh et.al (2015) currentt

ratio berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA.

H3 = Likuiditas berpengaruh negatif signifikan terhadap

Profitabilitas.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif, yang menguji

teori-teori melalui pengukuran dan analisis setiap variabel yang telah disusun.

Penelitian ini menggunakan pengujian hipotesis, sebagai dasar atas dugaan

penelitian. Tujuannnya untunk menguji dan menganalisis hubungan antara

Sturktur Modal, Sales Growth dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas dengan

Firm Size sebagai Variabel Kontrol.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini yaitu perusahaan Manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2018-2020. Metode pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Pegamatan ini

berdasarkan beberapa kriteria-kriteria yaitu:

a. Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan

menerbitkan annual report berturut-turut periode 2018-2020.


b. Perusahaan menggunakan mata uang rupiah dalam laporan

keuangannya.

c. Memiliki semua data lengkap yang digunakan untuk menghitung

variabel yang menjadi fokus dalam penelitian ini.

C. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data yang

digunakan dalam penelitian ini bersumber pada laporan tahunan perusahaan

Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2018-2020 dan

diperoleh melalui akses langsung dari website Indonesia Stock Exchange

(www.idx.co.id).

D. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel

dependen yaitu Profitabilitas, variabel dependen yang meliputi Struktur Modal,

Sales Growth dan Likuditas, serta variabel kontrol yaitu Firm Size. Pengukuran

operasional masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Variabel Dependen

a) Profitabilitas

Menurut Horne & Wachowicz (1997), profitabilitas adalah

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dalam periode

tertentu dengan menggunakan aktiva. Salah satu cara mengukur

profitabilitas adalah dengan menggunakan rasio keuangan. ROA

merupakan salah satu teknik analisis keuangan yang bersifat


komprehensif karena memasukan elemen balance sheet dan net income

dalam perhitungannya. Dengan ROA perusahaan dapat mengetahui

penggunaan aset perusahaan untuk memperoleh laba (Chen et al,

2005).

Selain itu ROA juga dapat merefleksikan kemampuan

perusahaan dalam mengelola sumber daya keuangannya untuk

diinvestasikan ke dalam aktiva dan memperoleh laba dari hasil

investasinya tersebut. Pengukuran ROA cocok digunakan untuk

mengukur kinerja perusahaan yang dimiliki keluarga karena

perusahaan keluarga berfokus pada profit maximation yang dimana

tujuannya adalah untuk mengembangkan perusahaannya sehingga

perusahaan tersebut dapat sustain dalam waktu yang lama dan dapat

diwariskan pada generasi berikutnya (Demsetz 1983, Jakarta

Consulting Group, 2007). Adapun perhitungannya sebagai berikut:

Net Income
ROA=
Total asset

2. Variabel Independen

1. Struktur Modal

Halim dan Sarwoko (2008) menyatakan bahwa struktur modal

adalah kombinasi antara hutang baik itu dalam bentuk hutang jangka

panjang maupun hutang jangka pendek dengan modal sendiri untuk

membelanjai aktiva-aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pendapat

lain mengatakan bahwa struktur modal merupakan perimbangan antara

penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari utang jangka pendek


yang bersifat permanen dan utang jangka panjang dengan modal

sendiri yang terdiri dari saham preferen dan saham biasa (Sjahrial,

2014).

Struktur modal perusahaan yang cenderung didominasi oleh

hutang akan meningkatkan beban bunga yang ditanggung perusahaan

sehingga profit yang diperoleh akan kecil, tetapi pajak yang harus

dibayar perusahaan juga kecil, begitu pula sebaliknya. Struktur modal

perusahaan yang cenderung didominasi oleh modal sendiri akan

memperkecil beban bunga yang ditanggung perusahaan sehingga profit

yang diperoleh akan besar, tetapi pajak yang harus dibayar perusahaan

juga besar. Struktur modal dalam penelitian ini akan di proksikan

dengan debt to equity ratio (DER). Menurut Brigham dan Houston

(2009) DER dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Total hutang
DER=
Modal sendiri

b) Sales Growth

Rasio ini mengambarkan kemampuan perusahaan dalam

meningkatkan penjualan dalam satu periode tertentu. Perhitungan sales

growth menggunakan selisih penjualan periode sekarang dengan penjualan

pada periode sebelumnya dibagi dengan penjualan periode sebelumnya

(Curry dan Banjarnahor, 2018). Pada peneilitian ini growth dapat

dirumuskan dengan:

Salest −Salest −1
SalesGrowth=
Salest −1
c) Likuiditas

Current ratio (rasio lancar) merupakan rasio yang digunakan

untuk mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan. Current ratio

merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar

(Horne dan Wachowicz, 2013). Perusahaan yang memiliki current

ratio besar menunjukkan bahwa perusahaan dapat memenuhi

kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Hal ini menunjukkan

bahwa perusahaan menempatkan dana yang besar di aktiva lancaranya.

Penempatan dana yang besar di posisi aktiva lancar ini menunjukkan

perusahaan kehilangan kesempatan untuk menempatkan tambahan

laba, karena dana yang seharusnya digunakan untuk investasi yang

menguntungkan perusahaan, dicadangkan untuk memenuhi likuiditas.

Current Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar

dengan hutang lancar. Current ratio ini merupakan indikator dari

likuiditas suatu perusahaan. Current ratio menggambarkan

kemampuan dari perusahaan untuk memenuhi hutang jangka

pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar. Pada penelitian ini CR

dihitung dengan menggunakan rumus (Horne dan Wachowicz, 2013)

sebagai berikut:

Aktivalancar
Current Ratio=
Hutang lancar

3. Variabel Kontrol

1. Firm Size
Ukuran perusahaan merupakan besar kecilnya perusahaan

berdasarkan total aset yang dimilikinya sesuai dengan keputusan

Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 254 tahun 1997 (Wardani,

2012). Dalam penelitian ini Size atau skala perusahaan diukur dari

jumlah Total Assets perusahaan dengan rumus sebagai berikut

(Sartono, 2008) :

¿ ln Total assets

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara

mengkaji beberapa literatur seperti buku, jurnal, dan skripsi serta sumber lain

yang berkaitan dengan skripsi. Selain itu dalam menggunakan metode

dokumentasi dengan mencatat data-data pada (www.idx.co.id) tahun 2018-

2020.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif merupakan suatu bentuk analisis yang

berupa angka-angka dengan menggunakan perhitungan statistik untuk

menganalisis suatu hipotesis.

1. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data

yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), median, modus, standar deviasi,

maksimum dan minimum. Statistik deskriptif merupakan statistik yang


menggambarkan atau mendeskripsikan data menjadi sebuah informasi yang

lebih jelas dan mudah untuk dipahami.

2. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda merupakan bentuk analisis yang

digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara variabel

independen yaitu struktur modal, sales growth dan likuiditas terhadap

profitabilitas sebagai variabel dependen dengan firm size sebagai variabel

kontrol.

Persamaan regresi linear berganda dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

ROA=α + β 1 DER + β 2 SG+ β3 LIQ+ β 4 FS+ ε

Keterangan :

ROA = Profitabilitas

α = Konstanta

β1-β4 = Koefisien regresi dari masing-masing variabel

independen

DER = Struktur Modal

SG = Sales Growth

LIQ = Likuiditas

FS = Firm Size

ε = error

3. Uji Asumsi Klasik


Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah uji

asumsi klasik yang digunakan untuk menguji kelayakan atas model regresi

yang digunakan untuk penelitian. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini

mencakup uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan

uji autokorelasi.

a. Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2009) uji normalitas digunakan untuk menguji

apakah model regresi variabel residual atau variabel pengganggu

memiliki distribusi normal. Data regresi yang baik adalah yang

terdistribusi normal. Untuk menguji normalitas data penelitian ini

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Pengujian ini biasanya

digunakan untuk sampel besar. Pengujian dilakukan dengan cara

membandingkan probabilitas yang diperoleh dengan taraf signifikan α

(0,05). Apabila nilai p > 0,05 maka berdistribusi normal atau sebaliknya.

b. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2009) uji multikolinearitas digunakan untuk

menguji apakah ada korelasi antara variabel bebas atau variabel

independen. Tidak adanya korelasi antar variabel menunjukkan model

regresi yang baik. Multikoliniearitas dapat dilihat melalui nilai tolerance

dan VIF. Dengan melihat nilai tolerance jika nilai tolerance > 0,10 maka

dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas, sedangkan jika melihat

nilai dari VIF jika nilai VIF < 10 maka data yang di uji tidak terjadi

multikolinearitas. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai


tolerance yang tinggi adalah nilai VIF yang rendah yang menunjukkan

tidak adanya multikolinearitas. Nilai cut off yang biasa dipakai untuk

menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance > 0,10 dan

nilai VIF < 10 (Ghozali, 2011).

c. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskesdastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan

ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda

disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang

homoskedastisitas (Ghozali, 2011:139).

Pengujian dilakukan dengan Uji Glejser yaitu uji hipotesis untuk

mengetahui apakah sebuah model regresi memiliki indikasi

heteroskedastisitas dengan cara meregres absolud residual. Dasar

pengambilan keputusan menggunakan uji glejser adalah jika nilai

signifikan > 0.05 maka data tidak terjadi heteroskedastisitas dan jika nilai

signifikan < 0.05 maka data terjadi heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Menurut Santoso (2000: 216) uji autokorelasi bertujuan menguji

apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-

1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem


autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model regresi yang terbebas

dari masalah autokorelasi.

Data time series atau data berkala waktu seperti bulanan, tahunan

dan sebagainya sering atau bahkan rentan terjadi kasus autokorelasi.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya

autokorelasi yaitu dengan pengujian Durbin Watson (uji D-W). Patokan

atau kriteria umum untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah

autokorelasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif

2) Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada

autokorelasi

3) Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

4. Uji Ketepatan Model

a. Pengujian Simultan (Uji F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua

variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai

pengaruh bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji ini juga

menentukan bahwa model regresi fit atau tidak. Penelitian ini

menggunakan tingkat signifikansi 0,05. jika nilai probabilitas dari F

hitung> 0,05 berarti semua variabel independen serentak dan signifikan

mempunyai variabel dependen atau model sudah fit of goodness,

sedangkan jika probabilitas dari F hitung< 0,05 berarti semua variabel


independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap

variabel dependen atau model tidak fit of goodness (Ghozali, 2011: 98).

b. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa

jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat

tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan

terhadap variabel dependen, sehingga penelitian ini menggunakan nilai

Adjusted R2. Nilai Adjusted R2 yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu antara 1 dan 0. Apakah hasil R2 mendekati 1 maka hasil tersebut

mengindikasikan korelasi yang kuat antara variabel bebas dengan

variabel terikat. Namun jika hasil R2 mendekati 0 berarti terdapat

korelasi yang lemah antara variabel bebas dengan variabel terikat

(Ghozali, 2011: 97).

5. Uji Hipotesis (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh masing-

masing variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011).

Uji ini dapat diuji dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Jika nilai

t hitung hasil regresi < t tabel maka H1 ditolak. Tetapi jika nilai thitung

hasil regresi > nilai t tabel maka H1 diterima. Dalam penelitian ini nilai t

menggunakan tingkat signifikansi 5 %. Kriteria pengujian ini adalah:


a. H0 ditolak jika nilai probabilitas (p-value) < α 5%, yang artinya ada

pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel

dependen.

b. H0 diterima jika nilai probabilitas (p-value) > α 5%, yang artinya tidak

ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan

variabel dependen.

Anda mungkin juga menyukai