4.1 Hasil
sebagai berikut :
46
dengan berat molekul 150 dan rumus molekul C10H14O. Kromatogram
Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus, dan dua bakteri Gram negatif
4.2 Pembahasan
minyak atsiri dalam jumlah besar jika sampel dikeringkan dalam keadaan udara
dilakukan untuk memastikan bahwa sampel yang diambil adalah benar daun jinten
(bukan tumbuhan lain), dan hasil identifikasi sampel menunjukkan bahwa sampel
47
adalah benar daun jinten (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) yang termasuk
telah diambil disortasi basah untuk memisahkan kotoran-kotoran dan benda asing
lainnya yang menempel, kemudian ditimbang sebanyak 2,1 kg dan dicuci dengan
air bersih yang mengalir. Setelah dilakukan pencucian, proses selanjutnya adalah
ketebalan sampel dan meningkatkan luas permukaan sampel serta dapat membuka
kelenjar minyak sebanyak mungkin sehingga difusi dapat terjadi, karena proses
lepasnya minyak atsiri hanya dapat terjadi dengan hidrodifusi atau penembusan
lambat. Oleh karena itu, kominusi harus dilakukan untuk mempercepat difusi
ditembus oleh uap. Perlu diperhatikan, bila sampel telah dirajang atau diperkecil
ukurannya, maka harus segera didestilasi. Bila tidak segera diproses maka minyak
atsiri yang mempunyai sifat mudah menguap sebagian akan teruapkan. Hal ini
dapat menyebabkan kerugian, yaitu hasil total minyak atsiri yang diperoleh
berkurang karena ada yang menguap atau komposisi minyak atsiri akan berubah
(Sastrohamidjojo, 2004).
48
dimasukkan ke dalam labu destilasi kemudian ditambahkan aquadest hingga
sampel terendam seluruhnya, kemudian sampel didestilasi selama 7-8 jam. Pada
metode ini bahan-bahan yang akan didestilasi langsung berhubungan dengan air
baik, asal diperhitungkan suhunya. Proses destilasi ini sangat sederhana dan
murah. Selain itu destilasi ini dapat digunakan untuk bahan yang bila
menggunakan uap akan merekat atau menumpuk dan membentuk gumpalan besar
yang kompak sehingga uap tidak dapat menembus sel-sel tumbuhan, contohnya
minyak dan air. Kedua cairan akan membentuk dua lapisan yang terpisah,
biasanya minyak atsiri lebih ringan, mengambang di atas permukaan air. Namun,
bila minyak atsiri memiliki bobot jenis lebih besar dari 1,0 maka minyak atsiri
molekul airnya, dan vial ditutup menggunakan plastik wrap. Selanjutnya bagian
minyak dipisahkan dengan bagian air menggunakan spuit agar bisa menembus
penutup vial tanpa perlu membukanya, hal ini dilakukan untuk meminimalkan
mengharuskan untuk membuka penutup vial terlebih dahulu. Setelah itu minyak
atsiri dimasukkan ke dalam vial baru, dan vial ditutup rapat dengan tutup vial dan
49
ditambah dengan Aluminium foil agar tidak terjadi penguapan minyak atsiri
dalam jumlah besar dan kemudian disimpan dalam lemari es hingga proses
selanjutnya.
kehijauan, berbau khas aromatis, dan mempunyai rasa getir, dengan persen
rendemen sebesar 0,086 % (v/b) (Lampiran 6). Hasil ini sedikit berbeda dengan
hasil penelitian sebelumnya dimana kadar minyak atsiri daun jinten yang berasal
dari Erode, India sebesar 0,077 % (v/b) (Revathi, 2011). Kandungan minyak atsiri
dalam suatu bahan tergantung dari umur tanaman dan kandungan mineral tempat
hidupnya. Menurut Sembiring (2003), kadar dan mutu minyak atsiri dipengaruhi
oleh kesuburan tanah, umur panen (daun muda atau daun tua), bibit tanaman
apakah bagus atau tidak, penanganan bahan sebelum didestilasi, cara destilasi dan
cara pemisahan bagian minyak dan airnya, serta cara penyimpanan minyak.
kadar dan kualitas minyak atsiri yang dihasilkan. Penyimpanan pada tempat yang
50
terbuka menyebabkan sejumlah minyak akan menguap disertai pula oleh proses
data kromatogram untuk mengetahui jumlah senyawa secara kualitatif dan Massa
al, 2006).
waktu retensi, kelimpahan, dan luas area yang berbeda (Lampiran 7). Analisis
temperatur kolom 60°C dan temperatur injeksi 250°C. Gas pembawa yang
digunakan adalah Helium (He) dengan kecepatan alir 0,50 mL/menit dengan
didasarkan pada nilai indeks kesamaan atau similarity index (SI), puncak dasar
(base peak), dan pecahan spektrum massa yang dibandingkan dengan spektrum
GC-MS pada minyak atsiri daun jinten yang memiliki SI > 90 % yang
51
1. Senyawa Puncak 3.
(A)
(B)
Gambar 11. Spektrum Massa Puncak 3 (A) dan Data Base (B)
mempunyai ion molekuler (M+) 150 yang merupakan berat molekul dari C10H14O.
m/e 107. Pelepasan H2O menghasilkan fragmen ion fenil (C6H5)+ dengan m/e 77.
52
Gambar 12. Struktur Kimia carvacrol
2. Senyawa Puncak 5.
(A)
(B)
Gambar 13. Spektrum Massa Puncak 3 (A) dan Data Base (B)
mempunyai ion molekuler (M+) 204 yang merupakan berat molekul dari C15H24.
53
fragmen [C10H13]+ dengan m/e 133. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen
[C8H9]+ dengan m/e 105. Pelepasan C2H2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan
m/e 79. Pelepasan C3H2 menghasilkan fragmen [C3H5]+ dengan m/e 41 yang
3. Senyawa Puncak 1.
(A)
(B)
Gambar 15. Spektrum Massa Puncak 1 (A) dan Data Base (B).
54
Dari data spektrum di atas dapat diketahui bahwa senyawa puncak 1
mempunyai ion molekuler (M+) 134 yang merupakan berat molekul dari C10H14.
Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen [C9H11]+ m/e 119 yang merupakan puncak
dasar fragmen. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H7]+ dengan m/e 91.
Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen ion fenil (C6H5)+ dengan m/e 77. Pelepasan
4. Senyawa Puncak 2.
(A)
55
(B)
Gambar 17. Spektrum Massa Puncak 2 (A) dan Data Base (B)
mempunyai ion molekuler (M+) 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16.
fragmen. Pelepasan CH3 menghasilkan fragmen ion fenil (C6H5)+ dengan m/e 77.
diperoleh pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya oleh Manjamalai et al,
2012, dan Sabrina, 2014 dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan
komponen kimia (Kan et al, 2006; Senthilkumar & Venkatesalu, 2009). Selain itu,
56
umur tumbuhan, perlakuan panen dan pasca panen misalnya pengeringan dan
atsiri daun jinten (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) terhadap dua bakteri
Gram positif yaitu Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus, dua bakteri Gram
negatif yaitu Escerichia coli dan Salmonella thypi, dan dan 2 jamur yaitu
Aspergillus niger dan Candida albicans. Pemilihan empat bakteri dan dua jamur
ini karena bakteri dan jamur tersebut merupakan bakteri dan jamur penyebab
antibakteri dan antijamur alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan harus
disterilkan terlebih dahulu, tujuannya agar semua peralatan dan bahan yang
Dalam melakukan uji aktivitas antibakteri dan antijamur, hal pertama yang
harus dilkukan adalah meremajakan bakteri dan jamur uji terlebih dahulu agar
bakteri dan jamur berada pada fase log (Exponential Phase). Pada fase tersebut,
bakteri dan jamur mengalami pertumbuhan optimal karena memiliki nutrisi yang
cukup untuk proses pertumbuhan dan perkembangbiakan. Selain itu, bakteri dan
jamur yang sedang tumbuh dan dalam keadaan aktif lebih sensitif terhadap kerja
suatu obat dibandingkan bakteri dan jamur yang berada pada fase keseimbangan
57
Tahap selanjutnya adalah pembuatan suspensi bakteri dan jamur uji yang
dilakukan dengan cara mengencerkan stok kultur biakan dalam NaCl fisologis di
setara dengan konsentrasi cairan di dalam sel bakteri dan jamur, sehingga cairan
sel tidak mengalir keluar demikian juga dengan cairan lingkungan tidak masuk ke
dalam (Lay & Hastowo,1992). Tingkat kekeruhan bakteri dan jamur uji dalam
suspensi bakteri dan jamur harus terukur karena untuk memberikan keseragaman
populasi bakteri dan jamur uji, sehingga pengujian yang dilakukan memberikan
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode difusi Agar
pemilihan metode ini karena caranya sederhana, mudah dilakukan, dan hasil yang
didapat cukup akurat. Selain itu, metode ini merupakan metode yang umum
dalam tiga variasi konsentarsi yaitu 7,5 %, 5 %, dan 2,5 % (v/v). Pemilihan
58
beberapa konsentrasi tersebut bertujuan untuk mengetahui besarnya daya hambat
minyak atsiri daun jinten terhadap bakteri dan jamur uji sesuai dengan
demi sedikit hingga sampel uji terserap seluruhnya. Kontrol positif, kontrol
negatif dan kertas cakram yang telah ditetesi larutan uji tersebut diletakkan pada
menunggu hingga kertas cakram kering. Hal ini dimaksudkan agar sampel uji
yang telah diteteskan pada kertas cakram tidak mengalami penguapan. Kemudian
cawan Petri diinkubasi dalam keadaan terbalik di dalam inkubator dengan suhu
37°C selama 24 jam untuk bakteri, suhu 25°C selama 72 jam untuk jamur.
suhu 37°C adalah suhu tubuh pejamu yang merupakan suhu optimal untuk
karena jamur memerlukan kondisi lingkungan yang hangat dan lembab untuk
dengan suhu optimal berkisar antara 22-30°C (saprofit), dan 30-37°C (patogen)
positif digunakan cakram kloramfenikol untuk bakteri dan cakram nistatin untuk
59
spekrum luas yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif maupun
yang sangat sensitif terhadap jamur dan ragi, terutama terhadap Candida sp.,
Adanya aktivitas antibakteri dan antijamur dari minyak atsiri daun jinten
zona hambat pertumbuhan bakteri dan jamur uji yaitu berupa zona bening di
sekitar kertas cakram yang diteteskan dengan minyak atsiri daun jinten. Diameter
zona bening yang dihasilkan oleh minyak atsiri daun jinten dapat dilihat pada
bahwa minyak atsiri daun jinten mempunyai aktivitas yang berbeda-beda dalam
lemah adalah 0-9 mm, diameter hambat yang mempunyai aktivitas sedang adalah
10-14 mm, dan diameter hambat yang mempunyai aktivitas kuat adalah > 15 mm.
Hasil uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun jinten (Plectranthus amboinicus
antibakteri kategori lemah pada konsentrasi 2,5 % yang ditandai dengan daerah
zona hambat sebesar 9,3 mm, sedangkan konsentrasi 5 % dan 7,5 % menunjukkan
aktivitas antibakteri kategori sedang yang ditandai dengan daerah zona hambat
ditandai dengan daerah zona hambat sebesar 9,38 mm, sedangkan konsentrasi 5 %
60
dan 7,5 % menunjukkan aktivitas antibakteri kategori sedang yang ditandai
dengan daerah zona hambat sebesar 10,2 mm dan 12,49 mm, terhadap bakteri
konsentrasi 2,5 % yang ditandai dengan daerah zona hambat sebesar 9,39 mm,
sedang yang ditandai dengan daerah zona hambat sebesar 10,54 mm dan 12,62
lemah pada konsentrasi 2,5 % yang ditandai dengan daerah zona hambat sebesar
kategori sedang yang ditandai dengan daerah zona hambat sebesar 10,22 mm dan
14,06 mm.
aktivitas antijamur kategori lemah pada konsentrasi 5 % dan 7,5 % yang ditandai
dengan daerah zona hambat sebesar 7,73 mm dan 8,48 mm, sedangkan
konsentrasi 5 % dan 7,5 % yang ditandai dengan daerah zona hambat sebesar
10,23 mm dan 13,5 mm, sedangkan konsentrasi 2,5 % tidak menunjukkan adanya
aktivitas antijamur.
pertumbuhan atau membunuh bakteri dan jamur adalah dengan cara mengganggu
proses terbentuknya membran atau dinding sel bakteri dan jamur sehingga
61
membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk secara tidak sempurna
(Ajizah, 2004). Zat uji harus masuk terlebih dahulu ke dalam sel melalui dinding
minyak atsiri daun jinten pada bakteri Gram positif relatif lebih kecil daripada
bakteri Gram negatif. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam komposisi
dan struktur dinding sel antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Struktur dinding sel bakteri Gram positif lebih tebal (15-80 nm), berlapis tunggal
dengan kandungan lipid yang rendah (1-4 %), sedangkan struktur dinding sel
bakteri Gram negatif lebih tipis (10-15 nm), berlapis tiga dengan kandungan lipid
tinggi (11-12 %). Perbedaan utamanya adalah adanya lapisan membran luar pada
bakteri Gram negatif. Membran luar ini tidak hanya terdiri dari fosfolipid saja
tetapi juga mengandung lipid lainnya, polisakarida, dan protein. Sehingga zat uji
lebih mudah menyerang bakteri Gram negatif karena dapat melarutkan lapisan
lipid yang berada pada membran luar dinding sel bakteri. Perbedaan permeabilitas
dinding sel bakteri juga dapat menyebabkan perbedaan daya hambat antara bakteri
Gram positif dengan bakteri Gram negatif. Permeabilitas dinding sel bakteri
dipengaruhi oleh tebal tipisnya lapisan peptidoglikan dalam dinding sel. Dinding
sel bakteri Gram negatif mengandung peptidoglikan jauh lebih sedikit, dan
dibandingkan dengan yang dijumpai pada dinding bakteri Gram positif. Sehingga
bakteri Gram negatif. Dengan permeabilitas yang rendah maka zat aktif dari
62
minyak atsiri akan mengalami kesulitan untuk menembus membran sel bakteri
Gram positif sehingga efek antibakterinya kurang optimal (Pelczar & Chan,
1988).
diameter hambat pada masing-masing bakteri dan jamur uji. Aktivitas antibakteri
dan antijamur minyak atsiri daun jinten pada konsentrasi 7,5 % > 5 % > 2,5 %.
Hal ini sesuai dengan Ajizah (2004) dimana semakin kecil konsentrasi maka
semakin sedikit jumlah zat aktif yang terkandung di dalamnya yang menyebabkan
jamur, sehingga aktivitas antibakteri dan antijamur minyak atsiri daun jinten
dalam minyak atsiri tanaman mempunyai efek dalam aktivitas antibakteri dan
atsiri tergantung pada komposisi dan konsentrasi minyak atsiri juga tipe dan
antijamur pada minyak atsiri ini sulit dihubungkan dengan komponen atau
senyawa yang khusus, hal ini dikarenakan kompleksitas dan variabilitas senyawa-
63
antijamur berhubungan dengan struktur terpen C10 dan C15 serta gugus hidroksil
yang memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen dengan sisi aktif
enzim target meskipun senyawa aktif lain seperti alkohol, aldehid dan ester juga
selain itu juga dikenal mempunyai aktivitas anastesik lokal (Erindyah & Maryati,
2002; Parthasarathy et al., 2008). Selain itu senyawa carvacrol juga diketahui
dari dua unit isopren (Sarker & Nahar, 2007). Adanya kandungan senyawa yang
64