PEMBAHASAN
(LIPI) Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali.
digunakan pada penelitian ini adalah bagian daun dari tumbuhan (Celosia
Sampel yang digunakan adalah bagian daun dari tanaman bayam kucing
yang diperoleh di desa Samplangan Gianyar Bali. Dipilihnya daun bayam kucing
karena daun bayam kucing memiliki kandungan sebagai antioksidan alami yang
dapat meredam senyawa radikal bebas yang sangat dibutuhkan untuk kesehatan
manusia dan daun bayam kucing mengandung senyawa fenol yang banyak
dijumpai pada tanaman pangan maupun non pangan dilaporkan memiliki berbagai
fungsi biologi termasuk aktivitas antioksidan, selain itu tumbuhan bayam kucing
asam amino. Senyawa fenol seperti flavonoid, asam fenol dan tanin memiliki
inflamasi dan anti kanker,dan antibakteri (Mastuti, 2015; Kumar dan Mohana,
77
78
digunakan daun bayam kucing yang segar dengan panjang daun 14 cm dan lebar
daun 3 cm, karena menurut (Yarger, 2007) daun bayam kucing dengan lebar 14
merupakan syarat untuk pemanenan, berwarna hijau, dan tidak busuk agar tidak
didapat senyawa kontaminan. Umur daun sekali panen dapat dimulai 4 sampai 5
minggu (Yarger, 2007). Diperoleh hasil berat basah 2182,5 gram, dimana berat
basah merupakan berat simplisia yang diperoleh setelah pemanenan yang berupa
daun segar. Daun bayam kucing sebelum dijadikan simplisia dilakukan proses
sortasi basah dengan dicuci terlebih dahulu pada wadah. Tujuan dilakukan proses
sortasi basah untuk memisahkan kotoran yang masih menempel seperti tanah,
simplisia agar simplisia dapat tahan lama serta mencegah terjadinya proses
menghentikan reaksi enzimatis karena adanya kadar air dalam daun bayam
dapat diatur dan terlindung dari sinar matahari langsung dimana sinar matahari
Berat kering simplisia daun bayam kucing 1125 gram, dimana berat kering
menggunakan oven pada suhu 40 ˚C. bobot daun bayam kucing yang hilang
selama proses pengeringan sebesar 1057,5 hal ini disebabkan karena terjadinya
proses penguapan sehingga berkurangnya kadar air dalam daun bayam kucing.
Simplisia yang telah dikeringkan kemudian dilakukan proses sortasi kering tujuan
dalam simplisia kering daun bayam kucing dan mempermudah proses ekstraksi.
Diketahui bahwa semakin kecil ukuran sampel, maka luas permukaan semakin
banyak dan proses ekstraksi akan berlangsung lebih efektif karena interaksi antara
pelarut dengan komponen simplisia sampel semakin besar, dari 242 gram serbuk
simplisia diambil 200 gram untuk dimaserasi dengan pelarut etanol 96 %, alasan
Serbuk kulit daun bayam kucing sebanyak 200 gram diekstraksi dengan
pelarut etanol 96% sebanyak 1400 ml, penggunaan etanol 1400 ml diperoleh dari
hasil perbandingan simplisia dan pelarut 1:7 (Depkes, 2009). Alasan pemilihan
pelarut etanol 96% sebagai pelarut maserasi karena pelarut etanol termasuk
pelarut yang tidak toksik dan merupakan pelarut yang dianjurkan oleh Badan
POM serta dapat mengekstraksi senyawa flavonoid, selain itu pemilihan pelarut
bersifat polar maupun semi polar (Mastuti, 2015). Pelarut etanol 96 % memiliki
terekstrak lebih banyak karena hasil ekstraksi etanol 96 % memiliki residu yang
lebih rendah dibandingkan dengan etanol dengan kadar yang lebih rendah,
secara sempurna dan pelarut etanol 96% juga bersifat sebagai antiseptik yang
Proses maserasi pada penelitian ini dilakukan selama 24 jam pada suhu kamar.
Waktu perendaman yang cukup lama dimaksudkan agar komponen senyawa zat
aktif terekstrak secara maksimal, lama waktu maserasi akan menentukan jumlah
komponen yang dapat diekstrak dari sampel. Lama waktu ekstraksi juga
berhubungan dengan waktu kontak antara bahan dengan pelarut. Semakin lama
81
waktu ekstraksi maka kesempatan untuk bersentuhan antara sampel dan pelarut
semakin besar sehingga kelarutan komponen zat aktif dalam larutan akan
evaporator pada suhu 60°C . Alasan pemilihan suhu 60 ºC karena pada umumnya
sehingga zat yang terkandung didalam daun bayam kucing tidak rusak oleh suhu
tinggi, suhu dan tekananya bisa diatur dan diperoleh kembali pelarut yang telah
diuapkan (Fitriana dan Damayanti, 2012). Sehingga diperoleh berat ekstrak kental
daun bayam kucing sebanyak 25,05 gram. Nilai bobot ekstrak sebanyak 25,05
gram diperoleh dari hasil bobot ekstrak setiap replikasi, bobot ekstrak diperoleh
yang sesuai,kemudian hampir semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang
(Direktorat jenderal Pom, 2000). Nilai standar deviasinya 0,46. Nilai standar
sejumlah tertentu ekstrak kental. Hasil data rendemen ekstrak yang didapat
dengan cara maserasi adalah 12,52 %, ditinjau dari segi waktu, untuk memperoleh
zat aktif yang lebih banyak dibutuhkan waktu dan proses yang lama karena
ekstraksi ini tidak menggunakan bantuan panas. Jubaidah et al., 2018 menyatakan
bahwa karena tidak adanya bantuan gaya lain pada maserasi yang hanya
Besar kecilnya nilai suatu rendemen menunjukkan efektifitas dari suatu proses
sampel terhadap jumlah pelarut yang digunakan dan jenis pelarut yang digunakan
Jubaidah et al., 2018; Pramono et al., 2015) Untuk memastikan bahwa ekstrak
yang dihasilkan mengandung pelarut atau tidak, dapat diuji dengan susut
pengeringan.
83
pengeringan pada suhu 105 ºC selama 30 menit atau sampai berat konstan yang
kadar air. Dalam penetapan susut pengeringan yang dihitung adalah zat-zat yang
menguap, yang terdapat dalam ekstrak termasuk juga pelarut. Selain pelarut yang
mungkin menguap adalah minyak atsiri dan lain-lain. Jadi secara teoritis nilai
susut pengeringan lebih tinggi dibandingkan kadar air. Metode susut pengeringan
dipastikan yang menguap adalah air atau pelarut dari ekstrak. Susut pengeringan
selesai dilakukan hingga ekstrak mencapai bobot tetap atau konstan, dari data
percobaan tersebut didapatkan harga dari susut pengeringan. Dari data hasil susut
sebesar 0,51. Nilai rata-rata susut pengeringan diperoleh dari nilai rata-rata
persentase susut pengeringan 3 replikasi. Nilai Kadar air dalam sediaan obat
Kadar air yang melebihi 10% dapat mengakibatkan ekstrak akan mudah
ditumbuhi jamur. Oleh karena itu, ekstrak harus dikeringkan kembali sebelum
digunakan untuk uji aktivitas farmakologinya atau dibuat dalam bentuk sediaan.
Ekstrak etanol daun bayam kucing memiliki nilai rata rata yang kecil, hal ini
dianalisis golongan senyawanya dengan tes uji warna dengan beberapa pereaksi
polifenol, dan flavonoid (Mastuti, 2015; Kumar dan Mohana, 2014; Tang et al.,
alkaloid, flavonoid saponin, steroid dan polifenol memberikan hasil yang positif.
ekstrak etanol daun bayam kucing terdapat alkaloid. Tujuan penambahan HCl
adalah karena alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut
Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida ditambah kalium
iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium (II) iodida. Jika
kovalen koordinat dengan ion logam. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer,
diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari
dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah
terhidrolisis membentuk ion bismutil BiO+, Agar ion Bi3+ tetap berada dalam
larutan, maka larutan itu ditambah asam sehingga kesetimbangan akan bergeser
ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium
iodide membentuk endapan hitam Bismut (III) iodida yang kemudian melarut
al., 2014)
Dalam skrining fitokimia, prinsip yang digunakan pada uji alkaloid yaitu
reaksi pengendapan yang terjadi karena adanya penggantian ligan. Atom nitrogen
yang mempunyai pasangan elektron bebas pada alkaloid dapat mengganti ion iod
dalam pereaksi dragendrof dan pereaksi mayer (Puspitasari et al., 2013). Hal ini
dengan K+ yang merupakan ion logam dan terbentuk endapan putih kekuningan
pada penambahan pereaksi mayer karena nitrogen pada alkaloid akan bereaksi
positif dengan bercak yang berwarna coklat orange pada sinar tampak dan
memberikan fluoresensi biru pada UV 366 dengan nilai HRF 35,7; 64,2; 81,4;
90,0 dimana menurut (Suyono et al., 2005) pada golongan alkaloid dengan
terbentuknya bercak yang berwarna coklat jingga pada sinar tampak dengan nilai
HRF 35,9 hal serupa juga ditegaskan oleh (Wagner dan Bladt, 1996) bercak
berfluoresensi biru pada sinar UV 254 dengan nilai HRF 35,0, sehingga dapat
alkaloid dengan timbulnya warna orange kecoklatan pada sinar tampak dan
berfluoresensi biru pada UV 366 dengan nilai HRF 35,7 yang memiliki kemiripan
kuning pada ekstrak daun bayam kucing Hal ini menunjukkan bahwa pada ekstrak
hasil positif uji KLT flavonoid dilakukan dengan fase gerak kloroform-etil asetat
(60:40) dan penampak noda uap ammonia. Eluen ini menghasilkan lima spot noda
87
dengan nilai HRf 92,8; 74,2; 64,2; 57,1 dan 21,4. Dari hasil KLT terlihat adanya
berflouresensi biru pada UV 366 nm pada HRf 74,2; 57,1; 21,4 yang diduga
penafsiran warna bercak dari segi struktur flavonoid, yang dimana pada sinar UV
Menurut (Sary dan Sopianti, 2018) hasil KLT golongan flavonoid terlihat adanya
berflouresensi biru pada UV 366 nm dengan nilai RF 57,0. hal serupa juga
ditegaskan oleh (Suyono et al., 2005) fraksi flavonoid akan menimbulkan noda
dengan HRF 54,0 yang berwarna kuning muda setelah disemprot dengan
ammonia pada pengamatan dengan sinar tampak dan berwarna biru pada UV 366
menurut Harborne, 1987 HRF dari golongan Flavonoid yaitu 64 dengan fase
gerak BAA dan menimbulkan warna biru pada UV 366, sehingga dapat
Pada uji polifenol menggunakan pereaksi FeCl3 5%, pada ekstrak daun
bayam kucing warna hijau, merah ungu, biru, atau hitam yang kuat menunjukkan
adanya senyawa polifenol Hal ini menunjukkan bahwa pada ekstrak bayam
tipis menunjukan hasil positif Uji KLT pada fase diam silika gel GF 254, fase
bercak pada sinar tampak berwarna hijau kehitaman dan pada UV 254 bercak
mengalami pemadaman HRF yang dihasilkan 47; 57; 68; 88 yang menunjukan
positif terdapat senyawa polifenol yang dapat ditunjukkan dengan pereaksi FeCl 3
Dari hasil KLT terdapat satu bercak yang diduga merupakan polifenol
pada HRF 65. Bercak yang muncul setelah disemprot dengan menggunakan
antara gugus fenol dengan Fe yang terdapat pada pereaksi semprot FeCl 3. Reaksi
tersebut dianalogkan dengan reaksi antara gugus fenol pada flavonoid dengan
senyawa AlCl3 karena Fe juga merupakan logam, hal ini menunjukkan adanya
senyawa polifenol (Wagner dan Bladt, 1996; Wardhani dan Sulistyani, 2012).
ekstrak etanol daun bayam kucing mengandung positif saponin yang dibuktikan
dengan terbentuknya busa dan dapat bertahan tidak kurang dari 10 menit serta
serta gugus steroid dan triterpenoid yang berfungsi sebagai gugus nonpolar.
Senyawa yang memiliki gugus polar dan nonpolar akan bersifat aktif permukaan
sehingga saat dikocok dengan air saponin dapat membentuk misel, dimana
menghadap ke dalam. Pada kondisi inilah saponin akan berbentuk seperti busa
dan hidrofob. Pada saat di gojok gugus hidrofil akan berikatan dengan air
kepolaran sehingga gugus hidrofil akan berikatan lebih stabil dan buih yang
tipis menunjukan hasil positif Uji KLT pada fase diam silika gel GF 254, fase
yang diperoleh positif pada ekstrak etanol daun bayam kucing ditunjukkan dengan
90
pereaksi anisaldehid asam sulfat memberikan bercak warna biru di bawah UV 366
nm berwarna biru ataupun violet dengan nilai HRF 42; 78 dan 92.
keunguan yang menunjukan hasil postif saponin (Wagner dan Bladt, 1996;
Wardhani dan Sulistyani, 2012). Sejalan dengan hal tersebut menurut (Puspariani,
warna biru di bawah UV 366 nm berwarna biru ataupun violet. Maka dapat
disimpulkan ekstrak etanol bayam kucing mengandung Saponin dengan nilai HRF
78.
terbentuknya cincin hijau kebiruan yang berasal dari reaksi antara sterol tidak
jenuh atau triterpen dengan asam (CH3 COOH dan H2SO4) (Suyono et al., 2005).
Dari hasil elusi diperoleh 3 spot hasil pemisahan dengan nilai HRF yaitu 74; 81;
dan 94. Diduga pada HRF 94 merupakan senyawa steroid karena adanya noda
terhadap senyawa steroid dengan fase gerak kloroform:metanol (9:1). Dari hasil
elusi diperoleh hasil pemisahan dengan nilai HRF 96 merupakan senyawa steroid
mengandung steroid dengan HRF 94 dan adanya noda berwarna hijau-biru setelah
reaksi berupa larutan sampel dan DPPH yang dilarutkan dalam etanol dan
diinkubasi pada suhu 37◦C selama 30 menit dan dibaca pada panjang gelombang
517 nm. Tujuan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 30 menit adalah mempercepat
reaksi antara antara radikal DPPH dengan sampel yang bertindak sebagai
antioksidan dalam meredam radikal DPPH (Handayani et al., 2014; Sayuti dan
Yenrina, 2015).
untuk senyawa yang berwarna dimana DPPH berwarna ungu dan memiliki gugus
kromofor dan ausokrom, sehingga diukur pada panjang gelombang visibel 517
nm. Pada panjang gelombang maksimal kepekaannya juga maksimal, karena pada
kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan
terpenuhi dan jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan
oleh pemasangan panjang gelombang ulang akan kecil sekali, ketika diggunakan
dengan larutan uji dan ditandai dengan peluruhan warna ungu pada DPPH.
jawab terhadap aktivitas antioksidan karena mampu menjadi donor hidrogen atau
Semakin besar konsentrasi larutan uji maka akan semakin banyak senyawa
antioksidan yang menjadi donor hidrogen atau elektron pada radikal DPPH
dihasilkan semakin kecil (Sadeli, 2016). Kemudian nilai IC 50 dihitung dari regresi
93
linear yang diperoleh. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 517
nm. Dari kurva regresi yang diperoleh juga menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara konsentrasi dengan persentase peredaman. Hal ini
dengan derajat keeratan sebesar 0,997. Hal ini menunjukkan bahwa 99% derajat
dipengaruhi oleh faktor lain misalnya diakibatkan karena kurang ketelitian dalam
hal ini disebabkan pada sampel yang semakin banyak, maka semakin tinggi
radikal bebas yang dilakukan oleh zat antioksidan tersebut (Mardawati et al.,
2012).
bayam kucing tergolong kategori antioksidan yang kuat dengan memberikan nilai