Anda di halaman 1dari 17

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Identifikasi Tanaman

Identifikasi tanaman dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI) Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali.

Dilakukan indentifikasi tanaman untuk memastikan kebenaran dari tanaman yang

digunakan pada penelitian ini adalah bagian daun dari tumbuhan (Celosia

argentea Linn) yang termasuk suku amarantaceae.

6.2 Penyiapan Simplisia

Sampel yang digunakan adalah bagian daun dari tanaman bayam kucing

yang diperoleh di desa Samplangan Gianyar Bali. Dipilihnya daun bayam kucing

karena daun bayam kucing memiliki kandungan sebagai antioksidan alami yang

dapat meredam senyawa radikal bebas yang sangat dibutuhkan untuk kesehatan

manusia dan daun bayam kucing mengandung senyawa fenol yang banyak

dijumpai pada tanaman pangan maupun non pangan dilaporkan memiliki berbagai

fungsi biologi termasuk aktivitas antioksidan, selain itu tumbuhan bayam kucing

mengandung alkaloid, karbohidrat, glikosida, fitosterol, saponin, tanin, protein,

asam amino. Senyawa fenol seperti flavonoid, asam fenol dan tanin memiliki

potensi antioksidan, selain sebagai antioksidan juga berfungsi sebagai anti

inflamasi dan anti kanker,dan antibakteri (Mastuti, 2015; Kumar dan Mohana,

2014; Selvina et al., 2017; Tang et al., 2016).

77
78

Pengambilan daun bayam kucing dilakukan pada satu tempat yang

bertujuan tidak adanya variasi kandungan senyawa dalam tumbuhan tersebut,yang

disebabkan karena kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Pada penelitian ini

digunakan daun bayam kucing yang segar dengan panjang daun 14 cm dan lebar

daun 3 cm, karena menurut (Yarger, 2007) daun bayam kucing dengan lebar 14

cm dan lebar 3 cm dimungkinkan telah mempunyai senyawa metabolit dan

merupakan syarat untuk pemanenan, berwarna hijau, dan tidak busuk agar tidak

didapat senyawa kontaminan. Umur daun sekali panen dapat dimulai 4 sampai 5

minggu (Yarger, 2007). Diperoleh hasil berat basah 2182,5 gram, dimana berat

basah merupakan berat simplisia yang diperoleh setelah pemanenan yang berupa

daun segar. Daun bayam kucing sebelum dijadikan simplisia dilakukan proses

sortasi basah dengan dicuci terlebih dahulu pada wadah. Tujuan dilakukan proses

sortasi basah untuk memisahkan kotoran yang masih menempel seperti tanah,

debu, pada daun yang telah dipanen.

Selanjutnya dilakukan proses pengeringan, tujuan dilakukan pengeringan

simplisia agar simplisia dapat tahan lama serta mencegah terjadinya proses

penjamuran. Pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu 40 ºC Untuk

mencegah rusaknya kandungan senyawa yang terdapat dalam simplisia dan

menghentikan reaksi enzimatis karena adanya kadar air dalam daun bayam

kucing. Pengeringan dengan oven dilakukan karena suhu pengeringanya konstan,

dapat diatur dan terlindung dari sinar matahari langsung dimana sinar matahari

langsung, mengandung sinar UV yang dapat menyebabkan kerusakan zat aktif

yang terkandung dalam simplisia serta kemungkinan rusaknya senyawa


79

antioksidan. Pada umumnya senyawa antioksidan rusak pada temperatur 60-70

˚C (Miryanti et al., 2011).

Berat kering simplisia daun bayam kucing 1125 gram, dimana berat kering

simplisia merupakan berat yang diperoleh setelah dikeringkan dengan

menggunakan oven pada suhu 40 ˚C. bobot daun bayam kucing yang hilang

selama proses pengeringan sebesar 1057,5 hal ini disebabkan karena terjadinya

proses penguapan sehingga berkurangnya kadar air dalam daun bayam kucing.

Simplisia yang telah dikeringkan kemudian dilakukan proses sortasi kering tujuan

dilakukan proses sortasi kering untuk menghilangkan dan memisahkan pengotor

yang masih tertinggal pada simplisia kering, kemudian simplisia dihaluskan

dengan cara diblender.

Dari hasil penghalusan diperoleh serbuk simplisia sebanyak 242 gram.

Penghalusan sampel dimaksudkan untuk memperkecil ukuran dari sampel

sehingga dapat mempercepat pelarutan komponen zat aktif yang terkandung

dalam simplisia kering daun bayam kucing dan mempermudah proses ekstraksi.

Diketahui bahwa semakin kecil ukuran sampel, maka luas permukaan semakin

banyak dan proses ekstraksi akan berlangsung lebih efektif karena interaksi antara

pelarut dengan komponen simplisia sampel semakin besar, dari 242 gram serbuk

simplisia diambil 200 gram untuk dimaserasi dengan pelarut etanol 96 %, alasan

digunakanya 200 gram untuk mempermudah dalam memperhitungkan

penggunaan etanol yang akan digunakan dalam proses maserasi.


80

6.3 Penyarian serbuk Simplisia

Serbuk kulit daun bayam kucing sebanyak 200 gram diekstraksi dengan

pelarut etanol 96% sebanyak 1400 ml, penggunaan etanol 1400 ml diperoleh dari

hasil perbandingan simplisia dan pelarut 1:7 (Depkes, 2009). Alasan pemilihan

pelarut etanol 96% sebagai pelarut maserasi karena pelarut etanol termasuk

pelarut yang tidak toksik dan merupakan pelarut yang dianjurkan oleh Badan

POM serta dapat mengekstraksi senyawa flavonoid, selain itu pemilihan pelarut

etanol 96 % dilakukan karena dapat menarik komponen senyawa baik yang

bersifat polar maupun semi polar (Mastuti, 2015). Pelarut etanol 96 % memiliki

beberapa keuntungan diantaranya senyawa yang terkandung dalam sampel dapat

terekstrak lebih banyak karena hasil ekstraksi etanol 96 % memiliki residu yang

lebih rendah dibandingkan dengan etanol dengan kadar yang lebih rendah,

sehingga mempermudah proses penguapan dan ketika diuapkan akan menguap

secara sempurna dan pelarut etanol 96% juga bersifat sebagai antiseptik yang

dapat mencegah kontaminasi bakteri (Mastuti, 2015).

Pemilihan metode maserasi dikarenakan memiliki beberapa kelebihan

yaitu praktis, tidak melibatkan pemanasan yang dapat menyebabkan

terdekomposisinya senyawa-senyawa target, dan cara penggunaanya mudah.

Proses maserasi pada penelitian ini dilakukan selama 24 jam pada suhu kamar.

Waktu perendaman yang cukup lama dimaksudkan agar komponen senyawa zat

aktif terekstrak secara maksimal, lama waktu maserasi akan menentukan jumlah

komponen yang dapat diekstrak dari sampel. Lama waktu ekstraksi juga

berhubungan dengan waktu kontak antara bahan dengan pelarut. Semakin lama
81

waktu ekstraksi maka kesempatan untuk bersentuhan antara sampel dan pelarut

semakin besar sehingga kelarutan komponen zat aktif dalam larutan akan

meningkat (Pebriyanthi, 2010).

Selanjutnya dilakukan pemekatan dengan menggunakan vaccum rotary

evaporator pada suhu 60°C . Alasan pemilihan suhu 60 ºC karena pada umumnya

senyawa antioksidan seperti flavonoid, flavonol dan polifenol yang bertindak

sebagai antioksidan rusak pada temperatur 70 ˚C (Miryanti et al., 2011). Tujuan

pemekatan dengan menggunakan vaccum rotary untuk memisahkan pelarut dan

senyawa yang terkandung dalam simplisia. Penggunaan alat vaccum rotary

evaporator dipilih karena mampu menguapkan pelarut dibawah titik didih

sehingga zat yang terkandung didalam daun bayam kucing tidak rusak oleh suhu

tinggi, suhu dan tekananya bisa diatur dan diperoleh kembali pelarut yang telah

diuapkan (Fitriana dan Damayanti, 2012). Sehingga diperoleh berat ekstrak kental

daun bayam kucing sebanyak 25,05 gram. Nilai bobot ekstrak sebanyak 25,05

gram diperoleh dari hasil bobot ekstrak setiap replikasi, bobot ekstrak diperoleh

dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati menggunakan pelarut

yang sesuai,kemudian hampir semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi syarat yang ditetapkan

(Direktorat jenderal Pom, 2000). Nilai standar deviasinya 0,46. Nilai standar

deviasi menggambarkan besarnya penyimpangan pengamatan sebenarnya

disekitar nilai rata-rata, semakin tinggi nilai standar deviasi maka

penyimpanganya akan semakin besar (Pramono et al., 2015).


82

Rendemen ekstrak yaitu perbandingan berat ekstrak yang diperoleh setelah

proses pemekatan dengan berat simplisia awal. Penetapan rendemen bertujuan

untuk mengetahui jumlah kira-kira simplisia yang dibutuhkan untuk pembuatan

sejumlah tertentu ekstrak kental. Hasil data rendemen ekstrak yang didapat

dengan cara maserasi adalah 12,52 %, ditinjau dari segi waktu, untuk memperoleh

zat aktif yang lebih banyak dibutuhkan waktu dan proses yang lama karena

ekstraksi ini tidak menggunakan bantuan panas. Jubaidah et al., 2018 menyatakan

bahwa karena tidak adanya bantuan gaya lain pada maserasi yang hanya

dilakukan perendaman sehingga osmosis pelarut ke dalam padatan berlangsung

statis meskipun telah dilakukan pergantian pelarut dengan metode remaserasi.

Besar kecilnya nilai suatu rendemen menunjukkan efektifitas dari suatu proses

ekstraksi. Efekstifitas proses ekstraksi dipengaruhi oleh jenis pelarut, ukuran

partikel, metode ekstraksi, kondisi waktu penyimpanan, perbandingan jumlah

sampel terhadap jumlah pelarut yang digunakan dan jenis pelarut yang digunakan

dan lamanya proses ekstraksi. Dalam rangka memperoleh ekstrak yang

dikehendaki sebagai produk kefarmasian, maka ekstrak tersebut harus memenuhi

persyaratan mutu ekstrak berdasarkan beberapa parameter pengujian yang telah

ditetapkan Farmakope Herbal Indonesia . (Abror et al., 2017; Depkes, 2009;

Jubaidah et al., 2018; Pramono et al., 2015) Untuk memastikan bahwa ekstrak

yang dihasilkan mengandung pelarut atau tidak, dapat diuji dengan susut

pengeringan.
83

6.4 Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalah pengukuran sisa ekstrak setelah dilkukan

pengeringan pada suhu 105 ºC selama 30 menit atau sampai berat konstan yang

dinyatakan sebagai nilai persen. Susut pengeringan berbeda dengan penetapan

kadar air. Dalam penetapan susut pengeringan yang dihitung adalah zat-zat yang

menguap, yang terdapat dalam ekstrak termasuk juga pelarut. Selain pelarut yang

mungkin menguap adalah minyak atsiri dan lain-lain. Jadi secara teoritis nilai

susut pengeringan lebih tinggi dibandingkan kadar air. Metode susut pengeringan

dipastikan yang menguap adalah air atau pelarut dari ekstrak. Susut pengeringan

selesai dilakukan hingga ekstrak mencapai bobot tetap atau konstan, dari data

percobaan tersebut didapatkan harga dari susut pengeringan. Dari data hasil susut

pengeringan didapatkan nilai rata-rata 10,49 %, dengan nilai standar deviasi

sebesar 0,51. Nilai rata-rata susut pengeringan diperoleh dari nilai rata-rata

persentase susut pengeringan 3 replikasi. Nilai Kadar air dalam sediaan obat

tradisional termasuk ekstrak tidak boleh melebihi batas 10 % (Depkes, 2009)

Kadar air yang melebihi 10% dapat mengakibatkan ekstrak akan mudah

ditumbuhi jamur. Oleh karena itu, ekstrak harus dikeringkan kembali sebelum

digunakan untuk uji aktivitas farmakologinya atau dibuat dalam bentuk sediaan.

Ekstrak etanol daun bayam kucing memiliki nilai rata rata yang kecil, hal ini

disebabkan karena etanol merupakan penyari yang mudah menguap dibandingkan

air (Khilyati et al., 2015).


84

6.5 Skrining Fitokimia Secara Kualitatif

Komponen yang terdapat dalam ekstrak etanol daun bayam kucing

dianalisis golongan senyawanya dengan tes uji warna dengan beberapa pereaksi

untuk pemeriksaan golongan senyawa alkaloid, saponin, terpenoid steroid,

polifenol, dan flavonoid (Mastuti, 2015; Kumar dan Mohana, 2014; Tang et al.,

2016) Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol menunjukan bahwa senyawa

alkaloid, flavonoid saponin, steroid dan polifenol memberikan hasil yang positif.

6.5.1 Skrining Fitokimia Golongan Alkaloid Secara Kualitatif

Terbentuknya endapan pada uji Mayer, dan Dragendorff berarti dalam

ekstrak etanol daun bayam kucing terdapat alkaloid. Tujuan penambahan HCl

adalah karena alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut

yang mengandung asam (Suyono et al., 2005)

Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya

endapan kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid.

Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida ditambah kalium

iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium (II) iodida. Jika

kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium

tetraiodomerkurat (II). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai

pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan

kovalen koordinat dengan ion logam. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer,

diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari

kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang

mengendap (Suyono et al., 2005).


85

Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan

terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah

kaliumalkaloid. Pada pembuatan pereaksi Dragendroff, bismut nitrat dilarutkan

dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah

terhidrolisis membentuk ion bismutil BiO+, Agar ion Bi3+ tetap berada dalam

larutan, maka larutan itu ditambah asam sehingga kesetimbangan akan bergeser

ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium

iodide membentuk endapan hitam Bismut (III) iodida yang kemudian melarut

dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat. Pada uji

alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk

ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam (Rahmawati et

al., 2014)

Dalam skrining fitokimia, prinsip yang digunakan pada uji alkaloid yaitu

reaksi pengendapan yang terjadi karena adanya penggantian ligan. Atom nitrogen

yang mempunyai pasangan elektron bebas pada alkaloid dapat mengganti ion iod

dalam pereaksi dragendrof dan pereaksi mayer (Puspitasari et al., 2013). Hal ini

mengakibatkan terbentuknya endapan jingga pada penambahan pereaksi

dragendrof karena nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat

dengan K+ yang merupakan ion logam dan terbentuk endapan putih kekuningan

pada penambahan pereaksi mayer karena nitrogen pada alkaloid akan bereaksi

dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks

kalium-alkaloid yang mengendap (Dewi et al., 2013).


86

Analisis uji penegasan dengan kromatografi lapis tipis menunjukan hasil

positif dengan bercak yang berwarna coklat orange pada sinar tampak dan

memberikan fluoresensi biru pada UV 366 dengan nilai HRF 35,7; 64,2; 81,4;

90,0 dimana menurut (Suyono et al., 2005) pada golongan alkaloid dengan

terbentuknya bercak yang berwarna coklat jingga pada sinar tampak dengan nilai

HRF 35,9 hal serupa juga ditegaskan oleh (Wagner dan Bladt, 1996) bercak

alkaloid akan berwarna orange kecoklatan jika disemprot dengan pereaksi

dragendroff., nilai HRF 40,0. Menurut Harborne, 1987 alkaloid akan

menimbulkan bercak berwarna jingga pada sinar tampak dan bercak

berfluoresensi biru pada sinar UV 254 dengan nilai HRF 35,0, sehingga dapat

disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun bayam kucing mengandung senyawa

alkaloid dengan timbulnya warna orange kecoklatan pada sinar tampak dan

berfluoresensi biru pada UV 366 dengan nilai HRF 35,7 yang memiliki kemiripan

warna dan nilai RF yang sesuai dengan literatur.

6.5.2 Skrining Fitokimia Golongan Flavonoid Secara Kualitatif

Pada uji flavonoid menggunakan pereaksi pb asetat dan NaoH 20 %.

menghasilkan endapan kuning dengan penambahan pereaksi pb asetat 10 % pada

ekstrak daun bayam kucing dan penambahan NaoH 20 % menghasilkan warna

kuning pada ekstrak daun bayam kucing Hal ini menunjukkan bahwa pada ekstrak

bayam kucing positif mengandung flavonoid (Yuda et al., 2017)

Uji Analisis uji penegasan dengan kromatografi lapis tipis menunjukan

hasil positif uji KLT flavonoid dilakukan dengan fase gerak kloroform-etil asetat

(60:40) dan penampak noda uap ammonia. Eluen ini menghasilkan lima spot noda
87

dengan nilai HRf 92,8; 74,2; 64,2; 57,1 dan 21,4. Dari hasil KLT terlihat adanya

noda berwarna kuning cokelat setelah diuapkan dengan ammonia dan

berflouresensi biru pada UV 366 nm pada HRf 74,2; 57,1; 21,4 yang diduga

adalah senyawa golongan flavonoid. Menurut (Markham, 1988), terdapat

penafsiran warna bercak dari segi struktur flavonoid, yang dimana pada sinar UV

366 nm sebelum diuapkan dengan ammonia terdapat noda fluoresensi biru.

Menurut (Sary dan Sopianti, 2018) hasil KLT golongan flavonoid terlihat adanya

noda berwarna kuning cokelat setelah diuapkan dengan ammonia dan

berflouresensi biru pada UV 366 nm dengan nilai RF 57,0. hal serupa juga

ditegaskan oleh (Suyono et al., 2005) fraksi flavonoid akan menimbulkan noda

dengan HRF 54,0 yang berwarna kuning muda setelah disemprot dengan

ammonia pada pengamatan dengan sinar tampak dan berwarna biru pada UV 366

nm menegaskan adanya kandungan flavonoid. Sejalan dengan haltersebut

menurut Harborne, 1987 HRF dari golongan Flavonoid yaitu 64 dengan fase

gerak BAA dan menimbulkan warna biru pada UV 366, sehingga dapat

disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun bayam kucing mengandung flavonoid

yang dibuktikan dengan HRF 57,1.

6.5.3 Skrining Fitokimia Golongan Polifenol Secara Kualitatif

Pada uji polifenol menggunakan pereaksi FeCl3 5%, pada ekstrak daun

bayam kucing warna hijau, merah ungu, biru, atau hitam yang kuat menunjukkan

adanya senyawa polifenol Hal ini menunjukkan bahwa pada ekstrak bayam

kucing positif mengandung polifenol akibat pembentukan kompleks antara gugus

fenol dengan FeCL3 5% (Wardhani dan Sulistyani, 2012).


88

Uji Analisis uji penegasan golongan polifenol dengan kromatografi lapis

tipis menunjukan hasil positif Uji KLT pada fase diam silika gel GF 254, fase

gerak adalah kloroform-metanol (9:1), Pada pemeriksaan polifenol deteksi

dilakukan dengan menggunakan pereaksi semprot FeCl 3. Pereaksi semprot FeCl3

digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol. Dimana diperoleh

bercak pada sinar tampak berwarna hijau kehitaman dan pada UV 254 bercak

mengalami pemadaman HRF yang dihasilkan 47; 57; 68; 88 yang menunjukan

positif terdapat senyawa polifenol yang dapat ditunjukkan dengan pereaksi FeCl 3

yang memberikan bercak hijau kehitaman, hijau.

Dari hasil KLT terdapat satu bercak yang diduga merupakan polifenol

pada HRF 65. Bercak yang muncul setelah disemprot dengan menggunakan

FeCl3 menunjukkan warna hijau kehitaman. Akibat pembentukan kompleks

antara gugus fenol dengan Fe yang terdapat pada pereaksi semprot FeCl 3. Reaksi

tersebut dianalogkan dengan reaksi antara gugus fenol pada flavonoid dengan

senyawa AlCl3 karena Fe juga merupakan logam, hal ini menunjukkan adanya

senyawa polifenol (Wagner dan Bladt, 1996; Wardhani dan Sulistyani, 2012).

Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun bayam kucing mengandung

senyawa polifenol dengan nilai HRF 68 yang sesuai dengan literatur.

6.5.4 Skrining Fitokimia Golongan Saponin Secara Kualitatif

Identifikasi adanya Saponin menggunakan uji forth yang menunjukan pada

ekstrak etanol daun bayam kucing mengandung positif saponin yang dibuktikan

dengan terbentuknya busa dan dapat bertahan tidak kurang dari 10 menit serta

tidak hilang pada penambahan HCL 2 N. timbulnya busa menunjukan adanya


89

glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang

terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lain (Rahmawati et al., 2014).

Saponin mengandung gugus glikosil yang berperan sebagai gugus polar

serta gugus steroid dan triterpenoid yang berfungsi sebagai gugus nonpolar.

Senyawa yang memiliki gugus polar dan nonpolar akan bersifat aktif permukaan

sehingga saat dikocok dengan air saponin dapat membentuk misel, dimana

struktur polar akan menghadap ke luar sedangkan gugus nonpolar akan

menghadap ke dalam. Pada kondisi inilah saponin akan berbentuk seperti busa

(Puspitasari et al., 2013).

Selain itu, saponin merupakan senyawa yang mempunyai gugus hidrofilik

dan hidrofob. Pada saat di gojok gugus hidrofil akan berikatan dengan air

sedangkan gugus hidrofob akan berikatan dengan udara sehingga membentuk

buih. Kemudian dilakukan penambahan HCL 2N yang bertujuan untuk menambah

kepolaran sehingga gugus hidrofil akan berikatan lebih stabil dan buih yang

terbentuk menjadi stabil (Dewi et al., 2013).

Uji Analisis uji penegasan golongan saponin dengan kromatografi lapis

tipis menunjukan hasil positif Uji KLT pada fase diam silika gel GF 254, fase

gerak etil asetat-metanol-air (100:13,5:10), pada pemeriksaan saponin deteksi

dilakukan dengan menggunakan pereaksi semprot anisaldehid asam sulfat Adanya

senyawa saponin memberikan bercak warna biru di bawah UV 366 nm sebelum

penyemprotan dan sesudah penyemprotan berwarna biru ataupun violet. Hasil

yang diperoleh positif pada ekstrak etanol daun bayam kucing ditunjukkan dengan
90

pereaksi anisaldehid asam sulfat memberikan bercak warna biru di bawah UV 366

nm berwarna biru ataupun violet dengan nilai HRF 42; 78 dan 92.

Fluoresensi Saponin pada RF 80 yang berwarna biru hingga biru

keunguan yang menunjukan hasil postif saponin (Wagner dan Bladt, 1996;

Wardhani dan Sulistyani, 2012). Sejalan dengan hal tersebut menurut (Puspariani,

2007) saponin mempunyai HRF 80 yang dibuktikan dengan memberikan bercak

warna biru di bawah UV 366 nm berwarna biru ataupun violet. Maka dapat

disimpulkan ekstrak etanol bayam kucing mengandung Saponin dengan nilai HRF

78.

6.5.5 Skrining Fitokimia Golongan Terpenoid Steroid Secara Kualitatif

Adanya golongan terpenoid dan steroid dapat dilakukan juga uji

Lieberman-Burchard yang merupakan uji karakteristik untuk sterol tidak jenuh

dan triterpen. Hasil positif pada uji Lieberman-Burchard ditandai dengan

terbentuknya cincin hijau kebiruan yang berasal dari reaksi antara sterol tidak

jenuh atau triterpen dengan asam (CH3 COOH dan H2SO4) (Suyono et al., 2005).

Dimana ekstrak etanol bayam kucing mengandung steroid ditandai dengan

terbentuknya cincin hijau kebiruan.

Selanjutnya dilakukan uji KLT untuk mempertegas hasil skrining

fitokimia terhadap senyawa steroid dengan fase gerak kloroform:metanol (9:1).

Dari hasil elusi diperoleh 3 spot hasil pemisahan dengan nilai HRF yaitu 74; 81;

dan 94. Diduga pada HRF 94 merupakan senyawa steroid karena adanya noda

berwarna hijau-biru setelah disemprot dengan pereaksi Liberman-Buchard.


91

Menurut (Yuda et al., 2017) mempertegas hasil skrining fitokimia

terhadap senyawa steroid dengan fase gerak kloroform:metanol (9:1). Dari hasil

elusi diperoleh hasil pemisahan dengan nilai HRF 96 merupakan senyawa steroid

karena adanya noda berwarna hijau-biru setelah disemprot dengan pereaksi

Liberman-Buchard.dapat disimpulkan bahwa eksrak etanol daun bayam kucing

mengandung steroid dengan HRF 94 dan adanya noda berwarna hijau-biru setelah

disemprot dengan pereaksi Liberman-Buchard.

6.6 Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH

Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun bayam kucing

didasarkan pada kemampuanya dalam menagkap radikal bebas DPPH. Campuran

reaksi berupa larutan sampel dan DPPH yang dilarutkan dalam etanol dan

diinkubasi pada suhu 37◦C selama 30 menit dan dibaca pada panjang gelombang

517 nm. Tujuan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 30 menit adalah mempercepat

reaksi antara antara radikal DPPH dengan sampel yang bertindak sebagai

antioksidan dalam meredam radikal DPPH (Handayani et al., 2014; Sayuti dan

Yenrina, 2015).

Alasan diukur pada panjang gelombang maksimal yaitu 517 nm adalah

karena pengukuran pada panjang gelombang 517 nm merupakan pengukuran

untuk senyawa yang berwarna dimana DPPH berwarna ungu dan memiliki gugus

kromofor dan ausokrom, sehingga diukur pada panjang gelombang visibel 517

nm. Pada panjang gelombang maksimal kepekaannya juga maksimal, karena pada

panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan

konsentrasi adalah paling besar, Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk


92

kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan

terpenuhi dan jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan

oleh pemasangan panjang gelombang ulang akan kecil sekali, ketika diggunakan

panjang gelombang maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007 ; Sadeli, 2016).

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan mengukur absorbansi

larutan pereaksi DPPH pada panjang gelombang maksimum yang direaksikan

dengan larutan uji dan ditandai dengan peluruhan warna ungu pada DPPH.

Perubahan warna tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer yang dinyatakan

dengan persentase peredaman lalu diplotkan terhadap konsentrasi.

Senyawa yang bertanggung jawab sebagai antioksidan antara lain senyawa

golongan fenol yaitu flavonoid, polifenol, flavonol,eugenol, katekol dan kuersetin,

senyawa tersebut memiliki gugus –OH fenolat dalam strukturnya bertanggung

jawab terhadap aktivitas antioksidan karena mampu menjadi donor hidrogen atau

elektron (Sadeli, 2016). Sejalan dengan hal tersebut menurut (Wahdaningsih et

al., 2013) Golongan senyawa yang diduga berpotensi sebagai antioksidan

diantaranya adalah flavonoid, fenolik, dan triterpenoid steroid. Senyawa fenolik,

flavonoid dan triterpenoid steroid pada strukturnya mengandung gugus hidroksil

yang dapat mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal bebas, sehingga

senyawa fenolik, flavonoid, dan triterpenoid berpotensi sebagai antioksidan.

Semakin besar konsentrasi larutan uji maka akan semakin banyak senyawa

antioksidan yang menjadi donor hidrogen atau elektron pada radikal DPPH

sehingga terjadi perubahan warna DPPH yang menyebabkan absorbansi yang

dihasilkan semakin kecil (Sadeli, 2016). Kemudian nilai IC 50 dihitung dari regresi
93

linear yang diperoleh. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 517

nm. Dari kurva regresi yang diperoleh juga menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang erat antara konsentrasi dengan persentase peredaman. Hal ini

diperlihatkan dengan R2 (koefisien determinasi) diatas 0,99.

Dari nilai R2 dapat diketahui bahwa terdapat keeratan hubungan yang

signifikan antara konsentrasi pelarut dengan persentase peredaman yang diamati

dengan derajat keeratan sebesar 0,997. Hal ini menunjukkan bahwa 99% derajat

penghambatan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan, sedangkan kurang dari 1%

dipengaruhi oleh faktor lain misalnya diakibatkan karena kurang ketelitian dalam

pemipetan dan pengotor pada larutan. Hasil pengujian menunjukan bahwa

semakin tinggi konsentrasi pelarut, maka semakin tinggi presentase peredamanya,

hal ini disebabkan pada sampel yang semakin banyak, maka semakin tinggi

kandungan antioksidanya sehingga berdampak juga pada tingkat penghambatan

radikal bebas yang dilakukan oleh zat antioksidan tersebut (Mardawati et al.,

2012).

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antioksidan ekstrak kulit daun

bayam kucing menggunakan metode DPPH menunjukan ekstrak etanol 96 % daun

bayam kucing tergolong kategori antioksidan yang kuat dengan memberikan nilai

IC50 sebesar 97,25 ppm.

Anda mungkin juga menyukai