Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INDIVIDU

STANDARISASI BAHAN OBAT ALAM


“STANDARISASI PEMBUATAN SIMPLISIA DAN EKSTRAK DAUN JATI
BELANDA”

OLEH :

NAMA : FITRIA NURCAHYANI


NIM : O1A117021
KELAS :A
DOSEN : ARFAN, S.Farm., M.S.Farm.

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
A. Deskripsi Tanaman Jati Belanda
Jati belanda memiliki nama latin yaitu Guazuma ulmifolia Lamk. Nama
daerah tanaman ini yaitu daerah jawa (Jati Londo), dan pada daerah Sumatera
(Jatus Landi). Tanaman jati belanda memiliki pangkal daun yang menjorong
membentuk jantung, ujung daunnya lancip, panjang helai daun berkisar antara 4-
22,5 cm. Bunganya berwarna kuning dengan bintik-bintik merah. Buahnya
bertekstur keras, beruang lima dan berwarna hitam, berbiji banyak dan berwarna
kuning kecoklatan, berlendir dan memiliki rasa yang agak manis. Tanaman ini
biasa digunakan sebagai tanaman pekarangan juga dapat digunakan sebagai
peneduh di tepi jalan.
Tanaman jati belanda secara tradisional biasa digunakan sebagai pelangsing
tubuh (daun), biji sebagai obat mencret, sembelit, karminatif, kulit batang
digunakan sebagai diaforetik, menyembuhkan kaki bengkak, dan bagian
buah/daun untuk obat diare, batuk, nyeri perut, dan juga dapat digunakan sebagai
astringen. Tanaman jati belanda memiliki beberapa kandungan kimia yang terdapat
didalamnya yaitu pada daun dan kulit batang terdapat alkaloid, dan flavonoid,
dengan kandungan utama pada daunnya adalah tannin.

B. Tahapan Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Jati Belanda


1. Pengambilan Daun Jati Belanda
Tumbuhan daun Jati Belanda diambil secara manual. Daun yang diambil
adalah daun yang sudah tua atau yang telah membuka dengan sempurna yang
dekat dari pucuk daun. Daun yang tua dipilih karena diperkirakan senyawa yang
terdapat pada daun sudah terbentuk dengan sempurna. Pengambilan sampel
dilakukan pada pagi hari pada pukul 9-10 pagi. Pengambilan sampel dilakukan
pagi hari karena pada waktu tersebut tumbuhan belum melakukan fotosintesis
sehingga senyawa yang terdapat pada sampel sudah terbentuk secara sempurna
(senyawa kompleks).
2. Sortasi Basah.
Sortasi basah dilakukan dengan cara membuang bagian-bagian yang tidak
perlu seperti bagiaan daun yang sudah layu ataupun pengotor lain sehingga
didapatkan daun yang layak untuk digunakan. Sortasi basah dapat dilakukan
secara manual mengunakan tangan. Tujuan dilakukan sortasi basah yaitu agar
sampel yang diperoleh bebas dari pengotor atau bahan asing lainnya.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan air mengalir agar pengotor yang terdapat pada
sampel dapat dengan mudah dihilangkan. Pencucian dapat dilakukan sesingkat
mungkin agar tidak menghilangkan zat berkhasiat dari tumbuhan. Tujuan
dilakukannya pencucian adalah untuk menghilangkan pengotor lainnya yang
melekat pada tumbuhan.
4. Pembuatan Serbuk
Setelah dilakukan pencucian, sampel kemudian ditiriskan dan diangin-
anginkan. Sampel daun kemudian dikeringkan menggunkan oven dengan suhu
45ºC dan pengeringan dilakukan selama 2 hari. Pengeringan ini dimaksudkan agar
kadar air pada sampel benar-benar berkurang sehingga akan mempermudah pada
saat pembuatan serbuk daun jati belanda. Sampel daun yang telah kering
dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak menggunakan ayakan nomor
mesh 12/50. Pengayakan dengan menggunakan mesh berukuran 12/50 ini agar
serbuk mempunyai ukuran yang sama dan memudahkan pada saat proses
ekstraksi.

C. Tahapan Pembuatan Ekstrak Daun Jati Belanda


Ekstrak yang akan dibuat yaitu ekstrak kental daun jati belanda dengan menggunakan
metode maserasi dengan pelarut etanol 95%. Tahapan pembuatan ekstrak yaitu :
1. Disiapkan sampel daun jati belanda sebanyak 200 gram dan dilarutkan dengan 2
liter etanol 95%.
2. Maserasi dilakukan selama 3 x 24 jam sambil sesekali diaduk. Pengadukan ini
betujuan agarpelarut dapat mengenai semua sisi sampel dan meningkatkan sudut
kontak antara pelarut dan sampel sehingga senyawa yang diinginkan dapat tertarik
dengan sempurna oleh pelarut
3. Setelah 3 x 24 jam maka maserat dipisahkan dan dilakukan re-maserasi dengan
pelarut yang sama hingga bening
4. Hasil maserasi kemudian difiltrasi dan didapatkan ekstrak cair. Filtrasi bertujuan
untuk memisahkan pelarut dengan sampel sehingga akan memperoleh maserat.
5. Maserat kemudian diuapkan dengan alat rotary evaporator hingga diperoleh
ekstrak kental. Evaporator digunakan karena dapat menguapkan sisa-sisa pelarut
pada sampel sehingga akan memperoleh ekstrak kental yang diinginkan.

D. Parameter Spesifik dan Non Spesifik


1. Parameter Spesifik
a. Identitas Ekstrak
Tujuan dari parameter antara lain identitas ekstrak yaitu memberikan identitas
objektif dari nama tumbuhan, seperti deskripsi tata nama yang mencakup nama
ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan serta nama
Indonesia tumbuhan (Depkes RI, 2000).
b. Uji Organoleptik
Uji organoleptik adalah uji yang dilakukan sebagai pengenalan awal yang
sederhana yang dilakukan seobjektif mungkin. Uji organoleptik dilakukan
dengan pengamatan terhadap bentuk, warna, bau, dan rasa (Depkes RI, 2000).
Pengujian organoleptik didapatkan bahwa ekstrak daun jati belanda berwarna
hijau, memiliki rasa yang sepat dan bertekstur kental.
c. Uji Senyawa Larut dalam Air
Sejumlah 5 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-
kloroform menggunakan labu bersumbat (labu takar) sambil dikocok selama 6
jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring.
Uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang
telah ditara. Residu dipanaskan pada suhu 105 ºC hingga bobot tetap. Hitung
kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air terhadap berat ekstrak awal
(Depkes RI, 2000). Hasil yang didapatkan yaitu kadar sari larut dalam air
ekstrak daun jati belanda adalah 12,8555% ± 0,1642 %. Hal ini telah sesuai
dan memenuhi nilai standarisasi yang terdapat dalam Farmakope Herbal
Indonesia Edisi I, dimana nilai kadar sari larut dalam air tidak kurang dari
12,4% (Rivai dkk., 2013).
d. Uji Kadar Sari Larut dalam Etanol
Sejumlah 5 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol
(95%) menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat dengan
menghindari penguapan etanol, kemudian diuapkan 20 ml filtrat hingga kering
dalam cawan penguap yang telah ditera, residu dipanaskan pada suhu 105ºC
hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam
etanol terhadap berat ekstrak awal (Depkes RI, 2000). Penetapan kadar
senyawa larut dalam etanol bertujuan untuk memperkirakan banyaknya
kandungan senyawa aktif yang bersifat polar dan bersifat non polar (larut
dalam etanol). Hasil yang didapatkan yaitu ekstrak daun jati belanda 3,7932%
± 0,2005%. Hal ini telah sesuai dan memenuhi nilai standarisasi yang terdapat
dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi I yang menyatakan bahwa nilai
kadar sari larut dalam etanol tidak kurang dari 3,2% (Rivai dkk., 2013).
2. Parameter Non Spesifik
a. Penetapan Susut Pengeringan
Penetapan susut pengeringan dilakukan dengan cara ekstrak ditimbang secara
seksama sebanyak 1-2 gram dan dimasukan kedalam botol timbang dangkal
tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105ºC selama 30 menit
dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang,
dengan menggoyangkan botol hingga merupakan lapisan setebal kurang 5 mm
sampai 10 mm, kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering. Dibuka
tutupnya, keringkan pada suhu 105ºC hingga botol tetap. Sebelum setiap
pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator
hingga suhu kamar. Kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga
bobot tetap (Depkes RI, 2000). Penetapan susut pengeringan simplisa jati
belanda yang diperoleh nillai 9,4924% ± 0,4428%. Hal ini sesuai dan
memenuhi standarisasi Farmakope Herbal Indonesia Edisi I bahwa nilai susut
pengeringan tidak boleh lebih dari 12% (Rivai dkk., 2013).
b. Penentuan Kadar Air
Penentuan kadar air pada ekstrak bertujuan untuk memberi batasan minimal
atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan (ekstrak,) makin
tinggi kadar air, makin mudah untuk ditumbuhi jamur, kapang sehingga dapat
menurunkan aktivitas biologi ekstrak dalam masa penyimpanan. Kadar air
tergantung pada waktu pengeringan simplisia, makin kering makin kecil kadar
airnya. Prinsip penetapan kadar air yaitu menguapkan air yang ada pada
sampel atau dengan cara pemanasan pada suhu 105°C selama 5 jam.
Penentuan Kadar air dari ekstrak daun jati belanda dapat dilakukan dengan
menggunakan metode gravimetri. Dimasukkan 1 gram ekstrak kental daun jati
belanda dan ditimbang dalam wadah yang telah ditera. Sampel kemudian
dikeringkan pada suhu 105ºC selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan
pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25 % (Depkes RI, 2000). Hasil
yang didapatkan pada penetapan kadar air yang dipersyaratkan menurut
Farmakope Herbal Indonesia adalah kurang dari 10%. Kadar air ekstrak daun
jati belanda 0,96% dan teh hijau 2,80% memenuhi standar mutu yang
ditetapkan FHI (Najib dkk., 2016).
c. Penetapan Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total ekstrak daun jati belanda dilakukan dengan cara
dimasukan 2-3 gram ekstrak kedalam krus silikat yang telah dipijarkan dan
ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan,
timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas.
Saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring
dalam krus yang sama. Masukan filtrat kedalam krus. Uapakan, pijarkan ingga
bobot tetap. Timbang, hitung kadar abu terhada bahan yang telah dikeringkan
diudara (Depkes RI, 2000).
Tujuan dilakukannya pengujian kadar abu adalah untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya simplsia. Hasil yang didapatkan yaitu kadar abu total ekstrak jati
belanda adalah sebesar 6,6795% ± 0,2403%. Hal ini telah memenuhi dan
sesuai dengan nilai standarisasi yang terdapat dalam Farmakope Herbal
Indonesia Edisi I yang menyatakan bahwa nilai kadar abu total tidak lebih dari
7,2% (Rivai dkk., 2013).
d. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Penetapan kadar abu tidak larut asam yaitu, abu yang diperoleh dari penetapan
kadar abu, didihkan dengan 25 ml H2SO4 encer P selama 5 menit, bagian yang
tidak larut asam dikumpulkan dan disaring menggunakan kertas saring bebas
abu, dicuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, dan ditimbang.
Hitung kadar kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000). Hasil yang didapatkan pada
penetapan kadar abu tidak larut asam ekstrak daun jati belanda adalah
2,1738% ± 0,1435%. Hal ini telah sesuai dan memenuhi nilai standarisasi yang
terdapat dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi I yang menyatakan bahwa
nilai kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 2,7% (Rivai dkk., 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, Y., 2005. Pengaruh Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.)
Terhadap Bobot Badan Kelinci Yang Diberi Pakan Berlemak, Jurnal Gradien,
Vol. 1(2).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Farmakope Herbal Indonesia


Edisi I, Depkes RI : Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat
Edisi I, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, Bakti Husada : Jakarta.

Litad, G., 2010. Karakterisasi Ekstrak Etanolik Daun Jati Belanda Guazuma ulmifolia
Lamk.), Skripsi, Universitas Sanata Dharma.

Najib, A., Abdul, M., Akstar, R.,A., Virsa, H., Rezki, A.,S., dan Risda, W., 2016.
Standarisasi Ekstrak Air Daun Jati Belanda dan The Hijau, Jurnal Fitofarmaka
Indonesia, Vol. 4(2).

Rivai, H., Ayu, H., W., dan Humaira, F., 2013. Pembuatan dan Karakterisasi Ekstrak
Kering Simplisia Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.), Jurnal Farmasi
Higea, Vol. 5(1).

Sukandar, E., Y., Elfahmi, dan Nurdewi, 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Air
Daun Jati Belanda (Guazuma Ulmifolia Lamk.) terhadap Kadar Lipid Darah
pada Tikus Jantan, JKM, Vol. 8(2).

Anda mungkin juga menyukai