Disusun oleh :
Fitria Khairunnisa
201810410311207
Farmasi D
BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat adalah daun
Sirih (Piper betle). Daun sirih (Piper betle) banyak digunakan sebagai bahan obat alternatif
untuk mengobati berbagai jenis penyakit seperti obat pembersih mata, menghilangkan bau
badan, mimisan, sariawan, pendarahan gusi, batuk, bronchitis, keputihan dan obat kulit
sebagai perawatan untuk kecantikan atau kehalusan kulit (Manarisip et al., 2020).
Daun Sirih hijau merupakan salah satu tanaman tradisional Indonesia yang secara
empiris banyak digunakan sebagai antiseptik. Melihat potensi yang dimiliki oleh daun sirih
hijau sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan antibakteri maka peneliti melihat peluang untuk
mengembangkan ekstrak terpurifikasi daunsirih hijau sebagai produkyang terstandarisasi.
Standarisasi produk herbal menjadi protokol/guideline yang ditetapkan oleh WHO untuk
menjamin keamanan produk herbal sebelum dilepas dipasaran. Konsistensi profil fitokimia
akan menjamin konsistensi aktivitas biologinya dan memberikan jaminan kualitas pada
proses produksi dan manufaktur produk (Yadnya-Putra et al., 2015).
Secara umum daun sirih mengandung minyak atsiri sampai 4,2%, senyawa fenil
propanoid, dan tannin. Senyawa fenil propanoid bersifat antimikroba dan anti jamur yang
kuat dan dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri antara lain, Salmonella sp,
Klebsiella, Pasteurella, dan dapat mematikan Candida albicans (Rivai et al., 2013).
Peningkatan kualitas bahan baku obat dapat dilakukan dengan usaha budidaya dan
standarisasi terhadap bahan baku tersebut, baik yang berupa simplisia atau berbentuk
ekstrak. Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur, dan cara pengukuran yang
hasilnya merupakan unsur-unsur terkait seperti paradigma mutu yang memenuhi standar dan
jaminan stabilitas obat (Manarisip et al., 2020).
BAB 2
METODE PENELITIAN
b. PEMBAHASAN
Pengujian senyawa yang larut dalam air pada ekstrak daun sirih didapati
kadar sari larut air sebesar 68,27%, sedangkan untuk kadar sari larut etanol sebesar
82%. Hasil penetapan kadar senyawa larut air dan kadar senyawa larut etanol ini
bertujuan sebagai perkiraan banyaknya kandungan senyawa-senyawa aktif bersifat
polar (larut dalam air) dan bersifat polar-nonpolar (larut dalam etanol). Hasil yang
diperoleh menunjukkan besarnya kadar sari larut air sebesar 68,27% dan kadar sari
larut etanol sebesar 82%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar senyawa yang
terkandung dalam ekstrak terdiri dari senyawa polar dan non polar dengan
perbandingan senyawa polar lebih banyak dibandingkan dengan senyawa nonpolar
dilihat dari besarnya nilai persen senyawa yang larut dalam air dan larut dalam
etanol. Uji kandungan kimia bertujuan untuk memberikan gambaran awal komposisi
kandungan kimia pada sampel. Hasil uji kandungan kimia terhadap ekstrak etanol
daun sirih menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih mengandung senyawa Alkaloid,
Steroid, dan Tanin. Alkaloid sebagai antibakteri dapat mengganggu komponen
penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk
secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Steroid dalam mekanisme
antibakteri berhubungan dengan lipid dan sensitivitas terhadap komponen steroid
yang menyebabkan kebocoran pada liposom. Tanin memiliki aktivitas antibakteri
yang berhubungan dengan kemampuannya untuk menginaktifkan adhesin sel
mikroba sehingga bakteri tidak dapat berikatan dengan reseptor sel inang,
menginaktifkan enzim, dan mengganggu transport protein pada lapisan dalam sel.
Hasil pengujian standarisasi parameter non spesifik ekstrak etanol daun Sirih,
Susut pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk memberikan batasan maksimal
(rentang) besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Standar besarnya
nilai susut pengeringan suatu ekstrak adalah < 11,00%. Hasil penentuan parameter
susut pengeringan ekstrak etanol daun sirih diperoleh nilai sebesar 10,91%. Massa
yang dapat hilang selama proses pemanasan dapat meliputi minyak atsiri, pelarut
etanol, dan air. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak yang diperoleh memenuhi syarat
yaitu tidak lebih besar dari 11%. Kadar air merupakan parameter yang digunakan
untuk menentukan residu air setelah proses pengeringan. Metode yang digunakan
pada pengujian kadar air adalah metode gravimetri. Prinsipnya yaitu dilakukan
penguapan dengan cara dipanaskan. Metode ini dipilih karena Ekstrak kental
memiliki kadar air antara 5-30%. Hasil yang diperoleh untuk kadar air pada ekstrak
etanol daun sirih adalah sebesar 22,73%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak yang
diperoleh belum memenuhi standar yang diperbolehkan yaitu tidak melebihi 10%.
Kadar air yang terlalu tinggi (>10%) menyebabkan tumbuhnya mikroba yang akan
menurunkan stabilitas ekstrak. Ekstrak yang digunakan merupakan ekstrak kental
sehingga kemungkinan disebabkan oleh proses pengeringan yang kurang optimal.
Kadar air yang tinggi juga dapat disebabkan karena adanya pelarut yang ikut
terhitung pada perhitungan kadar air ekstrak.
Dari hasil uji organoleptis terhadap ekstrak kering daun sirih hijau dengan
penambahan laktosa 1 : 1 didapat ekstrak kering dalam bentuk serbuk berwarna
coklat tua, berbau khas seperti simplisia. Penambahan laktosa 1 : 1/2 didapat ekstrak
kering dalam bentuk serbuk berwarna coklat muda kekuningan, rasa khas seperti
simplisia dan pada penambahan laktosa 1 : 2 didapat ekstrak kering dalam bentuk
serbuk berwarna coklat kekuningan, bau khas seperti simplisia. Warna setiap serbuk
berbeda, perbedaan warna ini dipengaruhi oleh penambahan laktosa semakin banyak
laktosa yang ditambahkan maka warna ekstrak akan semakin pudar di banding warna
ekstrak kentalnya. Sedangkan bentuk, warna, bau dan rasa tidak berpengaruh besar
dengan penambahan laktosa.
Dari penelitian pembuatan ekstrak kering dan karakterisasi daun sirih hijau
(Piper betle L.) yang sudah dilakukan dengan variasi penambahan laktosa 1:1, 1:1/2 ,
1:2 dapat disimpulkan bahwa pembuatan ekstrak kering yang paling bagus adalah
pada penambahan laktosa 1:2. Pada ekstrak kering dengan variasi penambahan
laktosa 1:2 dilakukan uji nonspesifik dan diperoleh susut pengeringan sebesar 2,1533
%, kadar air 2,0196 %, bobot jenis nyata 0,5482 %, bobot jenis mampat 0,5558 %,
kadar abu total 0,5660 % dan kadar abu tidak larut asam 0,5179 % .
JURNAL 3 (Yadnya-Putra et al., 2015)
a. HASIL
b. PEMBAHASAN
Ekstrak etanol daun sirih terpurifikasi berupa ekstrak kental berwarna
coklat kehitaman, dengan aroma khas daun sirih akibat dari adanya kandungan
minyak atsiri. Rasa ekstrak etanol daun sirih terpurifikasi yang pahit menunjukkan
adanya suatu senyawa metabolit sekunderyang bersifatbasa seperti senyawa
golongan alkaloid. Kadar ekstrak larut air dan larut etanol secara berturut turut
sebesar 11,39 ± 0,22 % (b/b) dan 16,58 ± 2,57 % (b/b). Ini menunjukkan bahwa
daun sirih hijau mengandung senyawa yang dapat larut dalam pelarut etanol yang
lebih banyak dibandingkan dengan yang larut air. Etanol merupakan pelarut yang
dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar, semi polar, hingga sedikit
bagiansenyawa nonpolar Susut pengeringan ekstrak etanol daun sirih terpurifikasi
sebesar 26,67 ± 5,77%(b/b). Ini menunjukkan bahwa ekstrak yang diperoleh telah
berada pada rentang susut pengeringan optimal untuk ekstrak kental yaitu antara 5
hingga 30%. Kandungan abu total dalam ekstrak daun sirih terpurifikasi sebesar
10,75 ± 2,90 % (b/b) menggambarkan kandungan mineral dalam ekstrak tersebut.
Kadar abu tidak larut asam dalam ekstrak daun sirih terpurifikasi ini sebesar 2,33
± 1,76 %(b/b), menunjukkan kadar yang cukup tinggi. Umumnya kadar abu tidak
larut asam dalam suatu ekstrak disyaratkan tidak lebih dari 1 %.
Penampak bercak sitroborat dan uap amonia merupakan pereaksi yang
cukup spesifik untuk identifikasi senyawa golongan flavonoid. Dengan pereaksi
sitroborat terlihat terdapat 4 pita yang memberikan reaksi positif yaitupita pada Rf
0,13; 0,21; 0,35; dan 0,76. Pereksi AlCl3 dan FeCl3 digunakan untuk menguji ada
tidaknya senyawa flavonoid yang memiliki gugus fungsi orto di –OH bebas atau –
OH bebas pada posisi C-3. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat dua
pita yangbereaksi positif dengan pereaksi ini, yaitu pita pada Rf 0,13 dan 0,21.
Hasil uji menunjukkan ekstrak terpurifikasi daun sirih hijau mengandung
senyawa larut air sebesar 11,39 ± 0,22 % (b/b), senyawa larut etanol sebesar 16,58
± 2,57 % (b/b), susut pengeringan sebanyak 26,67 ± 5,77 % (b/b), kadar abu total
sebesar 10,75 ± 2,90 % (b/b), dan kadar abutidak larutasamsebesar2,33 ± 1,76%
(b/b). Hasil karakterisasi secara kromatografi lapis tipis menunjukkan terdapat
empat buah pita yang diduga merupakan senyawa golongan flavonoid yaitupada
Rf 0,13; 0,21; 0,35; dan 0,76.
DAFTAR PUSTAKA
Manarisip, G. E., Rotinsulu, H., & Fatimawali. (2020). Standardization Of Green Betel Leaf
Extracts ( Piper betle L .) and Antibacterial Test Against Pseudomonas aeruginosa.
Pharmacon-Program Studi Farmasi, 9(November), 533–541.
Rivai, H., Heriadi, A., & Fadhilah, H. (2013). Pembuatan dan karakterisasi ekstrak kering
daun sirih. Jurnal Farmasi Higea, 5(1), 133–144.